Hirarki Rencana Tata Ruang
Hirarki Rencana Tata Ruang
Penataan Ruang
Dari beberapa studi literatur permasalahan dari adanya perkembangan regulasi tata ruang
di Indonesia yang terjadi antara lain :
a. Permasalahan Prosedur antara lain, Apakah Peraturan Menteri mempunyai kekuatan
hukum mengikat publik? Karena hukum tata ruang operasionalnya adalah setingkat
menteri.
b. Permasalahan substansi antara lain, substansi peraturan daerah yang satu rawan
menimbulkan friksi dengan daerah lain.
c. Kerancuan, salah satunya Permendagri mengkategorikan produk rencana tata rung terdiri
dari : RTRW Prop. Dati I; RTRW Kab/Kota Dati II; RDTR Kota; dan RTR sedangkan
KepMen. PU mengkategorikan atas : RSTRKPM, RUTRKPM, RDTRKP, dan RTRKP.
Adapun Undang – undang tata ruang yang sekarang terlihat lebih banyak dibagi dalam
rencana rinci.
d. Peraturan yang lama dan masih dipakai belum mengakomodasi perkembangan mutakhir,
sehingga dilapangan muncul berbagai penafsiran yang didasarkan pada kepentingan
daerah masing – masing.
Berikut kita mengkaji perbandingan dari hirarki rencana tata ruang, hal ini diharapkan dapat
menjawab salah satu permasalahan yaitu kerancuan akan hukum – hukum tata ruang, agar tidak
terjadi penafsiran yang tidak benar terhadap hirarki dan muatan dari hukum tata ruang itu sendiri..lihat
gambar :
berikut juga dapat kita lihat perbandingan hirarki produk perencanaan berdasarkan rencana
rinci dan umum
dapa terlihat jelas pada beberapa diagram di atas, produk perencanaan di indonesia
mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya. hubungan tersebut diharapkan dapat
menjadi satu pertimbangan dalam membuat produk perencanaan selanjutnya.
kesimpulan :
Hukum yang mengikat tata ruang antara lain terdapat Undang – undang no 26 tahun
2007, Peraturan Menteri dalam negeri no 8 tahun 1998 serta Keputusan Menteri Kimpraswil
tahun 327 tahun 2002.
Pada Keputusan Mentri Permukiman Prasarana dan Sarana Wilayah no 327 tahun 2002, produk
perencanaan sudah menjabarkan kedalaman masing – masing produk perencanaan kawasan perkotaan
yang terkandung didalamnya. Akan tetapi belum mempunyai produk yang mengakomodasi
karakteristik perkotaan pada wilayah kabupaten. Sehingga perlu dilengkapi lagi. Thanks
Pengertian Umum
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta
memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun
tidak.
Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang.
Yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur
pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang secara
hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang; diantaranya
meliputi hirarki pusat pelayanan seperti pusat kota, lingkungan; prasarana jalan seperti jalan
arteri, kolektor, lokal dan sebagainya. Sementara pola pemanfaatan ruang adalah bentuk
pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan
atau kegiatan alam; diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja,
industri, dan pertanian, serta pola penggunaan tanah perdesaan dan perkotaan.
Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kawasan
Perkotaan dibedakan atas:
Perencanaan tata ruang Kawasan Perkotaan, secara sederhana dapat diartikan sebagai
kegiatan merencanakan pemanfaatan potensi dan ruang perkotaan serta pengembangan
infrastruktur pendukung yang dibutuhkan untuk mengakomodasikan kegiatan sosial ekonomi
yang diinginkan.
Penanganan penataan ruang masing-masing Kawasan Perkotaan tersebut perlu dibedakan
antara satu dengan lainnya. Ada 3 klasifikasi Kawasan Perkotaan yang akan diuraikan dalam
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan ini:
• Kawasan yang terletak di atas tanah yang bukan merupakan kawasan pertanian beririgasi
teknis dan bukan kawasan yang rawan bencana alam;
• Kawasan yang tidak mengakibatkan terjadinya konurbasi dengan kawasan perkotaan di
sekitarnya;
• Kawasan yang sesuai dengan sistem perkotaan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, Propinsi, dan Kabupaten;
• Kawasan yang dapat mendorong aktivitas ekonomi, sesuai dengan fungsi dan perannya;
• Kawasan yang mempunyai luas kawasan budi daya sekurang-kurangnya 400 hektar dan
merupakan satu kesatuan kawasan yang bulat dan utuh, atau satu kesatuan wilayah
perencanaan perkotaan dalam satu daerah kabupaten;
• Kawasan yang direncanakan berpenduduk sekurang-kurangnya 20.000 jiwa.
2.3.2 Kawasan Perkotaan berdasarkan jumlah penduduk diklasifikasikan menjadi :
a) Kawasan Perkotaan Kecil, yaitu Kawasan Perkotaan dengan jumlah penduduk yang
dilayani sebesar 10.000 hingga 100.000 jiwa;
b) Kawasan Perkotaan Sedang, yaitu Kawasan Perkotaan dengan jumlah penduduk yang
dilayani sebesar 100.001 hingga 500.000 jiwa;
c) Kawasan Perkotaan Besar, yaitu Kawasan Perkotaan dengan jumlah penduduk yang
dilayani lebih besar dari 500.000 jiwa;
d) Kawasan Perkotaan Metropolitan, yaitu Kawasan Perkotaan dengan jumlah penduduk
yang dilayani lebih besar dari 1.000.000 jiwa.
Ruang merupakan sumber daya yang secara kuantitatif jumlahnya terbatas dan
memiliki karakteristik yang tidak seragam sehingga tidak semua jenis fungsi dapat
dikembangkan pada ruang yang tersedia. Keterbatasan ruang tersebut merupakan
dasar dibutuhkannya kegiatan penataan ruang yang terdiri atas perencanaan ruang
yang menghasilkan dokumen rencana tata ruang, pemanfaatan ruang yang mengacu
pada dokumen tata ruang yang berlaku, serta pengendalian pemanfaatan ruang yang
dilakukan untuk memastikan bahwa fungsi yang dikembangkan sesuai peruntukan
sebagaimana ditetapkan dalam dokumen rencana tata ruang antara lain dengan
menggunakan instrumen perizinan pembangunan.
Dokumen tata ruang sebagai produk dari kegiatan perencanaan ruang, selain
berfungsi untuk mengefektifkan pemanfaatan ruang dan mencegah terjadinya
konflik antar-fungsi dalam proses pemanfaatan ruang, juga ditujukan untuk
melindungi masyarakat sebagai pengguna ruang dari bahaya-bahaya lingkungan yang
mungkin timbul akibat pengembangan fungsi ruang pada lokasi yang tidak sesuai
peruntukan. Sebagai contoh, dokumen rencana tata ruang menetapkan ruang dengan
fungsi perlindungan bencana pada lahan rawan longsor dengan tujuan agar
masyarakat dan aktivitas yang mereka kembangkan tidak menjadi korban apabila
bencana longsor terjadi.
Dalam praktik penyusunan ruang di Indonesia, dokumen tata ruang bersifat hirarkis.
Mulai dari dokumen yang bersifat makro yang berlaku pada level nasional hingga
dokumen detil yang hanya berlaku pada kawasan tertentu saja. Dokumen tata ruang
tersebut adalah:
Rencana Detil Ruang dalam bentuk Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) serta
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); merupakan penjabaran detil dari
dokumen RTRWK dan berfungsi sebagai acuan bagi pemerintah kabupaten/kota
dalam menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Konsep hirarkis dalam penyusunan dokumen rencana tata ruang digunakan dengan
tujuan agar fungsi yang ditetapkan antar-dokumen tata ruang tetap sinergis dan
tidak saling bertentangan karena dokumen tata ruang yang berlaku pada lingkup
mikro merupakan penjabaran dan pendetilan dari rencana tata ruang yang berlaku
pada wilayah yang lebih makro. Sebagai contoh, RTRWN menetapkan kawasan
Lhokseumawe dan sekitarnya sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan fungsi
utama untuk pengembangan kegiatan industri. Kebijakan ini selanjutnya
diterjemahkan secara detil melalui pengalokasian fungsi ruang dan pengembangan
infrastruktur pendukung kegiatan industri di dalam dokumen RTRW Provinsi Aceh,
RTRW Kabupaten Aceh Utara, dan RDTR Kawasan Perkotaan Krueng Geukueh.