Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Dosen Ampu: H. Tantan Hardiansyah, S.Kep., Ners., M. Kep

Disusun Oleh:

Irma Betty Pertiwi


15.017
TK.III A

AKADEMI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA


CIMAHI
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa ini. Laporan ini diajukan guna
memenuhi salah satu syarat Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
Laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan
Laporan ini.

Semoga Laporan ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan


wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Cimahi, Oktober 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

A. Masalah Utama (kasus)


Harga Diri Rendah
B. Proses Terjadinya Masalah
1.Pengertian
Evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative dan
dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (towsend,1998)
Penilain negative seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang di ekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung (schult dan videbeck,1998)
Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga
diri,merasa gagal mencapai keinginan (keliat,1998)
2. Tanda Gejala
Berikut adalah tanda dan gejala klien dengan gangguan harga diri rendah.
a. Mengkritik diri sendiri
b.Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimistis
d.Tidak menerima pujian
e. Penurunan produktivitas
f. Penolakan terhadap kemampuan diri
g.Kurang memperhatikan perawatan diri
h.Berpakaian tidak rapi
i. Selera makan berkurang
j. Tidak berani menatap lawan bicara
k.Lebih banyak menunduk
l. Bicara lambat dengan suara lemah
3. Rentang Respons

respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi konsep diri harga diri kerancuan depersonalisa


Diri positif rendah kronis identitas

Rentan respon harga diri rendah


Sumber : keliat (1999)

4. Factor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah penolakan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal,ketergantungan dengan orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
5. Factor Presipitasi
Factor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian anggota tubuh,
berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya
produktivitas. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis ini dapat terjadi secara
situasional maupun kronik.
Situasional Gangguan konsep diri : harga diri rendah yang terjadi secara
situasional bias disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya harus
dioperasi, mengalami kecelakaan.menjadi korban perkosaan atau menjadi narapidana
sehingga harus masuk penjara. Selain itu dirawat di Rumah Sakit juga menyebabkan
rendahnya harga diri seseorang di karenakan penyakit fisik, pemasangan alat bantu yang
membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak tercapai akan struktur, bentuk, dan
fungsi tubuh, serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang menghargai klien dan
keluarga.
Kronik, Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis biasanya sudah
berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat, klien
sudah memiliki pikiran negatife sebelum dirawat dan menjadi meningkat saat dirawat.
Baik factor predisposisi maupun presipitasi diatas bila telah memengaruhi
seseorang baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak, maka dianggap telah
memengaruhi koping individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif (mekanisme
koping individu tidak efektif), bila kondisi klien dibiarkan tanpa ada intervensi lebih
lanjut dapat menyebabkan kondisi dimana klien tidak memiliki kemauan untuk bergaul
dengan orang lain (isolasi social), klien yang mengalami kondisi isolasi social dapat
membuat klien asyik dengan dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko
perilaku kekerasan.
6. Para Ahli mengenai Harga Diri Rendah Kronis
Peplau dan Sulivan dalam keliat 1999) mengatakan bahwa pengalaman interpersonal
di masa atau tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia yang tidak menyenangkan
seperti good me, bad me, not me, merasa sering dipersalahkan, atau mereasa tertekan,
kelak menimbulkan perasaan aman yang tidak terpenuhi. Hal ini dapat menimbulkan
perasaan di tolak oleh lingkungan dan apabila koping yang digunakan tidak efektif dapat
menyebabkan harga diri rendah.
Caplan danya perubahan social seperti dikucilkan, ditolak, serta tidak dihargai akan
mdalam Keliat (1999) mengatakan bahwa lingkungan social, pengalaman individu, dan
aemengaruhi penyimpangan individu, keadaan seperti ini dapat menyebabkan stress dan
menimbulkan perilaku seperti harga diri rendah.
C. Kemungkinan data fokus
1.Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengkajian,
tulis tempat klien dirawat dan tanggal di rawat ini pengkajian meliputi :
a.Identitas klien meliputi
Nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS,
informan,tanggal pengkajian, no rumah klien dan alamat klien, No RM.
b. Keluhan utama
Keluhan pada pasien harga diri rendah biasanya berupa Mengkritik diri sendiri,
Perasaan tidak mampu, Pandangan hidup yang pesimistis, Tidak menerima pujian,
Penurunan produktivitas, Penolakan terhadap kemampuan diri, Kurang
memperhatikan perawatan diri, Berpakaian tidak rapi, Selera makan berkurang, Tidak
berani menatap lawan bicara, Lebih banyak menunduk, Bicara lambat dengan suara
lemah
c. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah penolakan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal,ketergantungan dengan orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
d. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tanda tanda vital (suhu, nadi, TD, pernafasan, TB, BB) dan
kelainan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Biasanya klien menyebutkan bagian tubuh yang disukainya atau bagian tubuh
yang tidak disukainya
b) Identitas diri
Biasanya pasien halusinani mampu menyebut identitasnya dengan baik, yaitu
nama, umur, agama, alamat, status perkawinan hanya saja saat di Tanya pasien
menunduk dan malu
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputusan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan
untuk sembuh
e) Harga diri
Perasaan malu berhadapan langsung dengan orang lain,merasa tidak pantas jika
beraada diantara orang lain,kurang interaksi sosial.
3) Hubungan sosial
Harga diri rendah karena klien malu untuk berinteraksi dengan orang lain
4) Spiritual
Tidak peduli terhadap perintah tuhan.
f. Status mental
1) Penampilan
Pada klien dengan harga diri rendah : berpenampilan tidak rapi, rambut acak-
acakan, kulit kotor, gigi kuning.
2) Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan harga diri rendah :pembicaraannya lambat dengan suara
lemah dan tidak berani menatap lawan bicara
3) Aktivitas motorik
Klien lebih banyak menunduk, tidak bergairah dalam beraktifitas.
4) Alam perasaan
Alam perasaan pada klien dengan harga diri rendah biasanya tampak malu bertemu
dengan orang lain ada dimanifestasikan dengan sering menunduk.
5) Afek
Afek klien biasanya tidak sesuai dalam berfikir dan bicara klien lambat
6) Interaksi selama wawancara
Klien menunjukkan kurang kontak mata karena klien menunduk dan kadang-
kadang menolak untuk bicara dengan orang lain karena merasa malu
7) Persepsi
Klien dengan gangguan konsep diri pada kasus harga diri rendah pada umumnya
mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi
8) Pola fikir
Proses pikir pada klien dengan gangguan konsep diri pada kasus harga diri rendah
akan kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat atau blocking serta inkoherensi
dalam proses pikir.
9) Isi pikir
Klien dengan gangguan konsep diri pada kasus harga diri rendah pada umumnya
mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham curiga.
10) Tingkat kesadaaran
Klien tidak mengalami gangguan kesadaran.
11) Memori
Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien mampu mengingat
masalalu nya
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan berhitung.
13) Kemampuan penilaian
Klien tidak mengalami gangguan dalam penilaian
14) Daya tilik diri
biasanya, pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh bantuan agar dirinya
sembuh.
g.Mekanisme koping
Klien apabila merasa cemas atau ada masalah tidak menceritakan pada orang lain atau
lebih suka diam (ketida efektifan koping).
h. Aspek medic
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, dan Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK).

D. Pohon Masalah Harga Diri Rendah

Resiko Tinggi (Risti) Perilaku Kekerasan



Effect Perubaha persepsi sensori : halusinasi

Isolasi Sosial

Core Problem Harga Diri Rendah

Causa Koping Individu Tidak Efektif
E. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Harga diri rendah.
2. Koping individu tidak efektif.
3. Isolasi sosial.
4. Perubahan persepsi sensori halusinasi
5. Resiko tinggi (risti) perilaku kekerasan

F. Data yang dikaji


Masalah Keperawata Data yang perlu dikaji
Harga Diri Rendah Subjektif
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna.
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu.
 Mengungkapkan dirinya tidak semangan beraktivitas
atau bekerja.
 Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan
diri (mandi,berhias,makan,atau toileting).
Objektif
 Mengkritik diri sendiri.
 Perasaan tidak mampu.
 Pandangan hidup yang pesimistis.
 Tidak menerima pujian.
 Penurunan produktivitas.
 Penolakan terhadap kemampuan diri.
 Kurang memperhatikan perawatan diri.
 Berpakaian tidak rapi.
 Berkurang selera makan.
 Tidak berani menatap lawan bicara.
 Lebih banyak menunduk.
 Bicara lambat dengan nada suara lemah.

G. Diagnosis Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronis.
H. Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan Kriteria evaluasi intervensi


Pasien mampu : Setelah….x pertemuan SP I
1. Mengidentifikasi klien mampu : 1.Identifikasi kemampuan
kemampuan dan aspek 1. Mengidentifikasi positif yang dimiliki
positif yang dimiliki kemampuan dan aspek a. Diskusikan bahwa
2. Menilai kemampuan positif yang dimiliki pasien masih memiliki
yang dapat digunakan 2. Memiliki kemampuan sejumlah kemampuan
3. Menetapkan / memilih yang dapat digunakan dan aspek positif seperti
kegiatan yang sesuai 3. memilih kegiatan sesuai kegiatan pasien
dengan kemampuan dengan kemampuan dirumah adanya
4. Melatih kegiatan yang 4. Melakukan kegiatan keluarga dan
sudah dipilih,sesuai yang sudah di pilih lingkungan terdekat
kemampuan 5. Merencanakan kegiatan pasien
5. Merencanakan kegiatan yang sudah dilatih b. Beri pujian yang
yang sudah dilatihnya realistis dan hindarkan
setiap kali bertemu
dengan pasien yang
penilaian negative.
2.Nilai kemampuan yang
dapat dilakukan saat ini
a. Diskusikan dengan
pasien kemampuan
yang masih digunakan
saat ini
b. Bantu pasien
menyebutkan dan
memberi penguatan
terhadap kemampuan
diri yang diungkapkan
pasien
c. Perlihatkan respon yang
konduktif menjadi
pendengar yang aktif
3.Pilih kemampuan yang
akan dilatih
4.Diskusikan dengan pasien
beberapa aktifitas yang
dapat dilakukan dan
dipilih sebagai kegiatan
yang akan pasien lakukan
sehari hari
5.Bantu pasien menetapkan
aktifitas mana yang dapat
pasien lakukan secara
mandiri
a. Aktifitas yang
memerlukan bantuan
minimal dari keluarga
b. Aktivitas apa saja yang
perlu bantuan penuh
dari keluarga atau
lingkungan terdekat
pasien
c. Beri contoh cara
pelaksanaan aktifitas
yang dapat dilakukan
pasien
d. Susun bersama pasien
aktifitas atau kegiatan
sehari hari pasien
6.Nilai kemampuan pertama
yang telah dipilih
a. Diskusikan dengan
pasien untuk
menerapkan kegiatan
(yang sudah dipilih
pasien) yang akan
dilatihkan
b. Bersama pasien dan
keluarga
memperagakan
beberapa kegiatan yang
akan dilakukan pasien
c. Beri dukungan atau
pujian yang nyata
sesuai kemajuan yang
diperlihatkan pasien
7.Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
a. Beri kesempatan pada
pasien untuk mencoba
kegiatan
b. Beri pujian atas aktifitas
/ kegiatan yang dapat
dilakukan pasien setiap
hari
c. Tingkatkan kegiatan
sesuai dengantoleransi
dan perubahan sikap
d. Susun daftar aktifitas
yang sudah dilatihkan
bersama pasien dan
keluarga

SP II
1.Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2.Melatih kemampuan
kedua
3.Menganjurkan pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
Keluarga mampu : Setelah …x pertemuan SP I
Merawat pasien dirumah keluarga mampu : 1.Mendiskusikan masalah
menjelaskan penyebab, yang dirasakan keluarga
tanda dan gejala akibat dalam merawat pasien
serta mampu 2.Menjelaskan pengertian,
memperagakan cara tanda dan gejala harga diri
merawat rendah yang dialami
pasien beerta proses
terjadinya
3.Menjelaskan cara cara
merawat pasien harga diri
rendah
4.RTL keluarga / jadwal
untuk merawat pasien
Setelah …x pertemuan SP II
keluarga mampu 1.Evaluasi kemampuan
1. Menyebutkan kegiatan keluarga (SP 1)
yang sudah dilakukan 2.Latih keluarga merawat
2. Memperagakan cara pasien (langsung pada
merawat pasien serta pasien)
mampu membuat RTL 3.RTL keluarga / jadwal
untuk merawat pasien

Setelah …x pertemuan SP III


keluarga mampu 1.Evaluasi kemampuan
1. Membantu menyusun keluarga
jadwal kegiatan pasien 2.Evaluasi kemampuan
2. Membantu pasien
perkembangan pasien 3.RTL keluarga:
a. Follow up
b.Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Dosen Ampu: H. Tantan Hardiansyah, S.Kep., Ners., M. Kep

Disusun Oleh:

Irma Betty Pertiwi


15.017
TK.III A

AKADEMI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA


CIMAHI
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa ini. Laporan ini diajukan guna
memenuhi salah satu syarat Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
Laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan
Laporan ini.

Semoga Laporan ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan


wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Cimahi, Oktober 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

A. MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. (Balitbang, 2007).
Merupakan percobaan untuk menghidari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan maupun komunikasi dengan orang lain. (Rawlins, 1993).
Merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial. (Depkes RI, 2000).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah individu yang
berusaha menghindari diri dari interaksi dengan orang lain baik berupa komunikasi,
bertukar pikiran maupun bertukar perasaan, akibat dari gangguan hubungan interpersonal
itu sendiri yang tidak fleksibel sehingga menimbulkan perilaku maladaptive.

2. Tanda dan Gejala


1) Kurang spontan.
2) Apatis (acuh terhadap lingkungan).
3) Ekspresi wajah kurang berseri.
4) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
5) Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
6) Mengisolasi diri.
7) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
8) Asupan makanan dan minuman terganggu.
9) Retensi urine dan feses.
10) Aktivitas menurun.
11) Kurang energi.
12) Rendah diri.
13) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur).

3. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Menarik diri


Merasa
Otonomi Ketergantungan
sendiri
Bekerjasama Manipulasi Curiga
Depedensi
Interdependen Curiga

Rentang Respon Isolasi Sosial


Sumber : Townsend (1998)
Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi sosial.
1) Respons Adaptif
Respon adaptif adalah Respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan
masalah.
a) Menyendiri : respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
terjadi dilingkungan sosialnya.
b) Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial.
c) Bekerjasama : Kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
d) Interdependen : saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
2) Respons Maladaptif
Respons maladaptif adalah Respons yang diberikan individu yang menyimpang
dari norma sosial. Yang termasuk respons maladaptif adalah
a) Menarikdiri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain.
b) Ketergantungan : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain.
c) Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga
tidak dapat membina hubungan social secara mendalam.
d) Curiga : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri terhadap orang lain.

C. KEMUNGKINAN DATA FOKUS


a. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengkajian, tulis
tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini pengkajian meliputi:
1) Identitas klien Meliputi
Nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS, informan,
tanggal pengkajian, no rumah klien dan alamat klien, No RM.
2) Keluhan utama
Keluhan pada pasien isolasi social biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang
lain) komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan
orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, dependen.
3) Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelempok sebaya, perubahan stuktur
sosial.
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, diceraisuami,
putus sekolah, PHK, perasaan malu karna sesuatu yang terjadi (korban perkosaan,
dituduh kkn, dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang yang tidak menghargai klien/
perasaan negative terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4) Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB) dan keluhan fisik
yang dialami oleh klien.
5) Aspek psikososial
(a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
(b) Konsep diri
(1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negative tentang tubuh,
Preokupasi dengan tubuh bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan
keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
(2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak
mampu mengambil keputusan.
(3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua, putus sekolah, PHK.
(4) Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi.
(5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencedarai diri, dan
kurang percaya diri.
(c) Hubungan sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan dll.
(d) Spiritual
Tidak peduli terhadap perintah tuhan.

6) Status mental
(a) Penampilan
Pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial : Menarik Diri berpenampilan
tidak rai, rambut acak-acakan, kulit kotor, gigi kuning, tetapi penggunaan pakaian
sesuai dengan keadaan serta klien tidak mengetahui kapan dan dimana harus
mandi.
(b) Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan Kerusakan interaksisosial Menarik Diripada
umumnya tidak mampu memulai pembicaraan, bila berbicara topik yang
dibicarakan tidak jelas atau kadang menolak diajak bicara.
(c) Aktifitas motorik
Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktifitas, kadang gelisah dan
mondar-mandir.
(d) Alam perasaan
Alam perasaan pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri biasanya tampak putus asa dimanifestasikan dengan sering
melamun.
(e) Afek
Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap rangsang yang normal.
(f) Interaksi selama wawancara
Klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang-kadang menolak untuk
bicara dengan orang lain.

(g) Persepsi

Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri pada
umumnya mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi pendengaran, klien
biasanya mendengar suara-suara yang megancam, sehingga klien cenderung
sering menyendiri dan melamun.

(h) Proses pikir

Proses pikir pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri akan kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat atau blocking serta
inkoherensi dalam proses pikir.
(i) Isi pikir

Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri pada
umumnya mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham curiga.

(j) Tingkat Kesadaran

Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri tidak
mengalami gangguan kesadaran.

(k) Memori

Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien mampu


mengingat hal-hal yang telah terjadi.

(l) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri pada
umumnya tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan berhitung.

(m) Kemampuan penilaian

Klien tidak mengalami gangguan dalam penilaian

(n) Daya tilik diri

Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan mengingkari
penyakit yang dideritanya.

7) Kebutuhan persiapan pulang


(a) Makan
Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan mengingkari
penyakit yang dideritanya.
(b) BAB / BAK
Kemampuan klien menggunakan dan membersihkan WC kurang.
(c) Mandi
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri bisanya
tidak memiliki minat dalam perawatan diri (mandi).
(d) Istirahat dan tidur
Kebutuhan istirahat dan tidur klien biasaya terganggu.

8) Mekanis mekoping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya pada
orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)

9) Masalah psikososial dan lingkungan


Klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan seperti klien
direndahkan atau diejek karena klien menderita gangguan jiwa.

10) Pengetahuan
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri, kurang
mengetahuan dalam hal mencari bantuan, faktor predisposisi, koping mekanisme dan
sistem pendukung dan obat-obatan sehingga penyakit klien semakin berat.

11) Aspek medic


Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,
Therapy okopasional, TAK dan rehabilitas.
D. POHON MASALAH

Resti menciderai diri, orang lain, dan lingkungan

Defisit Perawatan Diri PPS : Halusinasi

Isolasi Sosial
Intoleransi Aktifitas

Harga Diri Rendah Kronis

Koping Individu Tidak Efektif Koping Keluarga Tidak Efektif

E. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Isolasi sosial
b. Harga diri rendah kronis
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Koping individu tidak efektif
e. Koping keluarga tidak efektif
f. Intoleransi aktifitas
g. Defisist perawatan diri
h. Resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
F. DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah Data yang perlu dikaji
Keperawatan
Isolasi Sosial Subjektif
 Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
 Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan
meminta untuk sendiri.
 Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
 Tidak mau berkomunikasi
 Data tentang klien biasanya ddidapat dari keluarga yang
mengetahui keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah atau
teman dekat).

Objektif
 Kurang spontan.
 Apatis (acuh terhadap lingkungan).
 Ekspresi wajah kurang berseri.
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
 Mengisolasi diri.
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
 Asupan makanan dan minuman terganggu.
 Retensi urine dan feses.
 Aktivitas menurun.
 Kurang energi.
 Rendah diri.
 Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada
posisi tidur).
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi Sosial

8. INTERVENSI / RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah…..x pertemuan, pasien mampu : SP 1
1. Menyadari penyebab isolasi 1. Membina hubungan saling percaya. 1. Identifikasi penyebab
sosial. 2. Menyadari penyebab isolasi social, a. Siapa yang satu rumah dengan pasien.
2. Berinteraksi dengan orang keuntungan dan kerugian berinteraksi b. Siapa yang dekat dengan pasien.
lain. dengan orang lain. c. Siapa yang tidak dekat dengan pasien.
3. Melakukan interaksi dengan orang lain 2. Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi
secara bertahap. dengan orang lain
a. Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan
berinteraksi dengan orang lain.
b. Tanyakan apa yang menyebabkan pasien
tidak berinteraksi dengan orang lain.
c. Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki
banyak teman dan bergaul akrab dengan
mereka.
d. Diskusikan kerugian bila pasien hanya
mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain.
e. Jelaskan pengaruh isolasi social terhadap
kesehatan fisik pasien.
3. Latihan berkenalan
4. Berikan kesempatan mengungkapkan
perasaannya setelah pelaksanaan kegiatan.
Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap
aktivitas yang dilakukan pasien.

SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
2. Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan.
3. Latih kemampuan yang dipilih.
4. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.

SP3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 Dan 2).
2. Memilih kemampuan ketiga yang dapat
dilakukan.
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.

Keluarga mampu : Setelah…..x pertemuan, pasien mampu : SP1


Merawat pasien isolasi social di 1. Masalah isolasi social dan dampaknya 1. Identifikasi masalah yang dihadapi keluarga
rumah pada pasien. dalam merawat pasien.
2. Penyebab isolasi social. 2. Penjelasan isolasi social.
3. Sikap keluarga untuk membantu 3. Cara merawat isolasi social.
pasien mengatasi isolasi sosialnya.
4. Pengobatannya yang berkelanjutan dan SP2
mencegah putus obat. 1. Evaluasi SP1
5. Tempat rujukan dan fasilitas kesehatan 2. Latih (langsung ke pasien)
yang tersedia bagi pasien. 3. RTL keluarga/jadwal keluarga merawat pasien.

SP3
1. Evaluasi SP1 dan SP2
2. Latih (langsung ke pasien)
3. Rencanakan tindak lanjut keluarga
a. Follow Up
b. Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Dosen Ampu: H. Tantan Hardiansyah, S.Kep., Ners., M. Kep

Disusun Oleh:

Irma Betty Pertiwi


15.017
TK.III A

AKADEMI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA


CIMAHI
2017
LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. MASALAH UTAMA
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah oleh panca indra tanpa adanya rangsangan
(stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essential of Menthal Helath Nursing, 1987).
Halusinasi merupakan persepsi yang salah tentang suatu objek, gambaran dan pikiran
yang sering terjadi tanpa adanya pengaruh rangsang dari luar yang terjadi pada semua
system pengindraan dan hanya dirasakan oleh klien tetapi tidak dapat dibuktikan dengan
nyata dengan kata lain objek tersebut tidak ada secara nyata. (Erlinafsiah, 2010)
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada
pasien gangguan jiwa seperti Skizofrenia, Depresi, Delirium, dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Jenis halusinasi yang
umum terjadi adalah halusinasi penglihatan dan pendengaran. Gangguan halusinasi ini
umumnya mengarah pada prilaku yang membahayakan orang lain, klien dan keluarga.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Halusinasi adalah Persepsi yang salah
terhadap suatu stimulus, gambaran, dan pikiran, tanpa adanya suatu objek. Halusinasi
secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti Skizofrenia, Depresi,
Delirium, dll.

2. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

3. Tahapan Halusinasi
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I - Mengalami ansietas, - Tersenyum, tertawa
- Memberi rasa nyaman kesepian, rasa bersalah sendiri
- Tingkat ansietas sedang dan ketakutan - Menggerakan bibir
secara umum, - Mencoba berfokus pada tanpa suara
halusinasi merupakan fikiran yang dapat - Pergerakan mata yang
suatu kesenangan menghilangkan ansietas cepat
- Fikiran dan pengalaman - Diam dan
sensori masih ada dalam berkonsentrasi
control kesadaran,
nonpsikotik
Tahap II - Pengalaman sensori - Terjadi peningkatan
- Menyalahkan menakutkan denyut jantung,
- Tingkat kecemasan - Merasa dilecehkan oleh pernapasan dan tekanan
berat secara umum pengalaman sensori darah
halusinasi tersebut - Perhatian dengan
menyebabkan antisipasi - Mulai merasakan lingkungan berkurang
kehilangan control - Kehilangan kemampuan
- Menarik diri dari orang membedakan halusinasi
lain non psikotik dengan realitas
Tahap III - Klien menyerah dan - Perintah halusinasi di
- Mengontrol menerima pengalaman taati
- Tingkat kecemaan berat sensori (Halusinasi) - Sulit berhubungan
- Pengalaman halusinasi - Isi halusinasi menjadi dengan orang lain
tidak dapat ditolak lagi aktif - Perhatian terhadap
- Kesepian bila pengalamn lingkungan berkurang
sensori berakhir psiotik hanya beberapa detik
- Tiidak mampu
mengikuti perintah dari
perawat, tremor dan
berkeringat.
TAHAP IV (Conquering)
- Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman sensori
menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon lebih dari satu orang. Kondisi
klien sangat membahayakan.

4. Tanda dan Gejala Halusinasi


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan
seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi
yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan
gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap 1 : halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai / tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3 : halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mampu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

5. Etiologi Halusinasi
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Ganggguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat
dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah
hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri.
2) Psikologis
Keluarga pengasuh yang tidak mendukung (broken home, overprotektif,
dictator, dan lainnya) serta lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
kehidupan klien.
3) Sosial budaya
Kondisi social budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita : dimana
terjadi kemiskinan, konflik social budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan terisolasi yang disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. (Erl inafsiah, 2010)
6. Kemungkinan Data Fokus
Pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengkajian,
tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini pengkajian meliputi:
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan pada pasien Halusinasi Pendengaran biasanya berupa pasien sering
mendengar suara – suara ribut dan mendengung, biasa nya suara – suara tersebut
tersusun menjadi kata – kata dan menyuruh pasien untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan pada pasien Halusinasi Penglihatan biasanya pasien terlihat tersenyum
atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah,
melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu.
c. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya.
d. Aspek fisik/biologis (Pemeriksaan Fisik)
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB, BB) dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep dirI
a) Citra tubuh :
Klien dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungssi
ego. Halusinasi tersebut akan menimbulkan kewaspadaan dan dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
b) Identitas diri
Biasanya pasien halusinani mampu menyebut identitasnya dengan baik,
yaitu nama, umur, agama, alamat, status perkawinan hanya saja saat ada
halusinasi pasien tersebut tidak kooperatif saat ditanya.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya: mengungkapkan
keinginan untuk sembuh dan halusinasi nya hilang.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri dan
orang lain bila menyadari bahwa klien dapat mencelakakan diri sendiri dan
orang lain, gangguan hubungan social.
f. Hubungan Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien
asyik dengan halusinasinya, seolah – olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi social, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata.
g. Kehidupan Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Irama sikardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam
dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang meyebabkan takdirnya memburuk.
h. Status mental
1) Penampilan
Klien tampak kotor dan pakaian tidak rapi dengan raut wajah cemas dan
berjalan modar – mandir.
2) Pembicaraan
Saat ditanya oleh perawat biasa nya pasien halusinasi kooperatif hanya saja
saat timbul halusinasi, pasien akan berkonsentrasi pada halusinasi yang ia rasakan.
3) Aktivitas Motorik (Psikomotorik)
Pasien halusinasi biasanya akan gaduh – gelisah (katatonik) karena merasa
cemas akan halusinasi yang ia rasakan
4) Afek dan Emosi
Pasien halusinasi biasanya akan merasa khawatir dan cemas karena halusinasi
yang ia rasakan.
5) Interaksi selama wawancara
Pasien kooperatif saat berinterksi dengan perawat namun arah pandangan
sering menengok ke arah lain.
6) Persepsi sensori
Pasien mengatakan bahwa ada suara – suara disekitar nya.
7) Proses Pikir
Pada pasien halusinasi biasanya pemikirannya tidak masuk akal karena ia
merasa yakin bahwa halusinasi yang ia rasakan benar – benar nyata.
8) Tingkat Kesadaran
Kesadaran pasien baik, namun kadang – kadang pasein dapat apatis pada dunia
luar selain diri nya dan halusinasinya sendiri.
9) Memory (Daya Ingat)
Daya ingat pasien baik.
10) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Tidak ada gangguan pada tingkat konsentrasi dan berhitung pasien.
11) Kemampuan penilaian/Mengambil Keputusan
Pasien biasanya dapat mengambil keputusan sendiri.
12) Daya Tilik Diri
Biasanya, pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh bantuan agar
dirinya sembuh.
i. Mekanisme koping
Klien apabila merasa cemas, takut tidak mau menceritakannya pada orang lain
(lebih sering menggunakan koping menarik diri).
j. Aspek medic
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, Terapi kejang listrik /
Electro Compulsive Therapy (ECT) dan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).

7. Pohon Masalah Halusinasi

Resiko mencederai diri sendiri,


Orang lain dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori
Halusinasi

Isolasi sosial menarik diri
Gambar Pohon Masalah (Keliat, B.A, 1998:6)
8. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Risiko tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
c. Isolasi social
d. Harga diri rendah

9. Data yang Perlu Dikaji

Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji


Perubahan persepsi Subjektif:
sensori: halusinasi a. Klien mengatakan mendengar sesuatu
b. Klien mengatakan melihat bayangan putih
c. Klien mengatak dirinya seperti disengat listrik
d. Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap,
seperti feses.
e. Klien mengatakan kepalanya melayang di
udara
f. Klien mengatakan dirinya merasakan ada
sesuatu yang berebda pada dirinya

Objektif:
a. Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat
dikaji
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat
unutk menfengarkan sesuatu
d. Disorientasi
e. Kosentrasi rendah
f. Pikiran cepat berubah-ubah
g. Kekacauan alur pikiran
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

D. INTERVENSI / RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Pasien mampu: Setelah….x pertemuan, klien dapat SP1
1. Mengenali halusinasi yang menyebutkan: 1. Bantu klien mengenal halusinasi (isi, waktu
dialaminya 1. Isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, terjadinya, frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat
2. Mengontrol halusinasinya perasaan. terjadinya halusinasi)
3. Mengikuti program pengobatan 2. Mampu memperagakan cara dalam 2. Latih mengontrol halusinasi dengan cara
mengontrol halusinasi menghardik. Tahapan tindakannya meliputi:
a. Jelaskan cara menghardik halusinasi
b. Peragakan cara menghardik
c. Minta klien memperagakan ulang
d. Pantau penyerapan cara ini, beri pengutan
perilaku klien
e. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

Setelah….x pertemuan, klien mampu: SP2


1. Menyebutkan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiatan
dilakukan 2. Latih berbicara/bercakap dengan orang lain saat
2. Memperagakan cara bercakap-cakap halusinasi muncul
dengan orang lain 3. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
Setelah….x pertemuan, klien mampu: SP3
1. Menyebutkan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan SP2)
dilakukan 2. Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul:
2. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari a. Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
dan mampu memperagakannya mengatasi halusinasi
b. Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh
klien
c. Latih klien melakukan aktivitas
d. Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih (dari bangun sampai
tidur malam)
3. Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan
penguatan terhadap prilaku klien yang positif
Setelah….x pertemuan, klien mampu:
1. Menyebutkan kegiatan yang sudah SP4
dilakukan 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,SP2, Dan SP3)
2. Menyebutkan manaat dari program 2. Tanyakan program pengobatan
pengobatan 3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan
jiwa
4. Jelaskan akibat bila tidak diunakan sesuai program
5. Jelaskan apabila putus obat
6. Jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat
7. Jelaskan pengobatan (5B)
8. Latih klien minum obat
9. Masukkan dalam jadwal harian klien
Keluarga mampu: Setelah….x pertemuan, keluarga mampu: SP1
Merawat klien di rumah dan menjadi Menjelaskan tentang halusinasi 1. Identifikais masalah keluarga dlaam merawat klien
system pendukung yang efektif 2. Jelaskan tentang halusinasi:
untuk klien a. Pengertian halusinasi
b. Jenis halusinasi yang dialami klien
c. Tanda dan gejala halusinasi
d. Cara merawat klien halusinasi (cara
berkomunikasi, pemberian obat dan pemberian
aktivitas kepada klien)
e. Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa
dijangkau
f. Bermain peran cara merawat
g. Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal keluarga
untuk merawat klien

Setelah….x pertemuan, keluarga mampu: SP2


1. Menyelesaikan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP1)
dilakukan 2. Latih keluarga merawat klien
2. Memperagakan cara merawat klien 3. RTL keluarga merawat klien

Setelah….x pertemuan, keluarga mampu: SP3


1. Menyebutkan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP2)
dilakukan 2. Latih keluarga merawat klien
2. Memperagakan cara merawat klien 3. RTL keluarga/jadwal keluarga merawat klien
serta mampu membuat RTL

Setelah….x pertemuan, keluarga mampu: SP4


1. Menyebutkan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP1, SP2 dan SP3)
dilakukan 2. Evaluasi kemampuan klien
2. Melaksanakn Follow Up rujukan 3. RTL keluarga:
a. Follow Up
b. Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Dosen Ampu: H. Tantan Hardiansyah, S.Kep., Ners., M. Kep

Disusun Oleh:

Irma Betty Pertiwi


15.017
TK.III A

AKADEMI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA


CIMAHI
2017
LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

A. MASALAH UTAMA
Perilaku kekerasan
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang
ditunjukan dengan prilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai oranglain
secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000 dalam Yosep, 2011).
Peilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun oranglain, disertai
dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan hartono, 2010
dalam Riyadi).
Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal dan
fisik. Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih merujuk kepada
suatu perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut perasaan marah. Dengan kata lain
kemarahan adalah perasaan jengkel yang muncul sebagai respon terhuadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman oleh individu. (Direja, 2011)

2. Proses terjadinya perilaku kekerasan

a. Faktor Predisposisi

1) Teori Biologik

(a) Neurologic factor, beragam komponen sistem syaraf seperti synap,


neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau
menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif.
Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan
dan respons agresif.
(b) Genetic factor, adanya factor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
prilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia
terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur danakan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyo type
XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-
orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.

(c) Cyrcardian Rhytm (Irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu.
Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia mengalami peningkatan
cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan
menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu
orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.

(d) Biochemistry factor ( Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmiter di otak


(epineprin, norepineprin, dopamin, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya
stimulus dari luar tubuh dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar
melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponya melalui melalui serabut
efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta penurunan
serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya perilaku agresif.

(e) Brain Area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom
otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan
sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2) Teori psikologik

(a) Teori psikoanalisa ;

Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh


kembang seseorang (life sapn hystori). Teoriini menjelaskan abahwa adanya
ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapatkan
kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai
kompensasi adanya ketidak percayaan terhadap lingkungan. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif adan tindak kekerasaan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaanya dan
rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.

(b) Imitation, modeling and information processing theory;

Mernurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan


yang menolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari
media atau lingkungan yang memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan
pemukulan pada boneka dengan reward positif (makin keras pukulanya akan
diberi coklat), anak lain menonton tayangan cara mengasihi dan mencium boneka
tersebut dengan reward positif pula (makin baik belaianya mendapat hadiah
coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak
berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.

(c) Learning theory;

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan


terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respons ayah saat menerima kekecewaan
dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan
agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.

3) Teori Sosiokultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau
kotoran kerbau dikeraton, sertaritual-ritual yang cenderung mengasah pada
kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin
menangsendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan
maraknya demonstrasi film-film kekerasan, mistik, tahayul, dan perdukunan
dalamtayangan televisi.
4) Aspek religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan dorongan
danbisikan syetan yang sangat menyukai kerusakan agar manusia menyesal (devil
support). Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke
jantung. Otakdan organ vital manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk
kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi
tanpa melibatkan akal (Ego) dan norma agama ( Super Ego)
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan :
- Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbolsolidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepakbola, geng sekolah, perkelahian massal dan
sebagainya.
- Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
- Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan
dalammenyelesaikan konflik.
- Ketidaksipan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
- Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
- Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

3. Rentang Respon Marah

Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami
kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung,
merasa tidak dianggap, merasa tidak diturut atau diremehkan“. Rentang respons kemarahan
individu dimulai dari respons normal (asertif) sampai pada respons sangat tidak normal
(maladaptif).

Rentang respons

Respon Adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar : Rentang Respons Perilaku

Sumber : Keliat (1999)

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan marah
mengungkapkan mencapai tujuan tidak dapat mengekspresikan dan bermusuhan
marah tanpa kepuasan/saat mengungkapkan secara fisik, tapi yang kuat dan
menyalahkan marah dan tidak perasaannya masih terkontrol, hilang kontrol,
orang lain dan dapat tidak berdaya mendorong disertai amuk,
memberikan menemukan dan menyerah orang lain merusak
kelegaan alternatif dengan ancaman lingkungan
4. Pengkajian Perilaku Asertif, Pasif, dan Agresif/kekerasan

Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai perilaku yang ditampilkan klien. Hal
ini dapat dianalisa dari perbandingan berikut:

Aspek Pasif Asertif Agresif


Isi pembicaraan Negatif, Positif menawarkan Menyombongkan
merendahkan diri, diri, misaslnya:“saya
diri, merendahkan
misalnya: “bisakah mampu, saya bisa, orang
saya melakukan hal anda boleh, anda lain,misalnya:”kamu
itu? Bisa kan anda dapat” pasti tidak bisa,
melakukannya? kamu selalu
melanggar, kamu
tidak pernah
menurut, kamu tidak
akan bisa"
Tekanan suara Lambat, mengeluh Sedang Keras ngotot
Posisi badan Menundukan kepala Tegap dan santai Kaku, condong
kedapan
Jarak Menjaga jarak Mempertahakan Siap dengan jarak
dengan sikap jarak yang nyaman akan menyerang
mengabaikan orang lain
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi
tenang menyerang
Kontak mata Sedikit/sama sekali Mempertahankan Mata melotot dan
tidak kontak mata sesuai dipertahankan.
dengan hubungan

5. Pengkajian mekanisme koping klien

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu


klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontruksif dalam mengepresikan
marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego
seperti displacement (dapat mengungkapkan kemarahan pada objek yang salah, misalnya
pada saat marah pada dosen, mahasiswa mengungkapkan kemarahan dengan memukul
tembok. Proyeksi yaitu kemarahan dimana secara verbal mengalihkan kesalahan diri
sendiri pada orang lain dianggap berkaitan, misalnya pada saat nilai buruk seorang
mahasiwa menyalahkan dosennya atau menyalahkan sarana kampus atau menyalahkan
administrasi yang tidak becus mengurus nilai. Mekanisme koping yang lainnya adalah
represi, dimana individu merasa seolah-olah tidak marah dan tidak kesal, ia tidak mencoba
menyampaikannya kepada orang terdekat atau ekpress feeling, sehingga rasa marahnya
tidak terungkap dan ditekan sampai ia melupakannya.

Perilaku kekerasa biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari
seseorang karena ditingal oleh seseorang yang dianggap sangat berpengaruh dalam
hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri
rendah sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain.

Bila ketidak mampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul
halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak
terhadap resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.

Selain diakibatkan oleh berduka berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik
untuk menghadapi keadaan klien mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga
tidak efektif), hal ini tentunya menyebabkan klien akan sering keluar masuk RS/timbulnya
kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal.

6. Pohon masalah

Stuart dan sundeen (1997) mengidentifikasi pohon masalah sebagai berikut :

Resiko tinggi
mencederai orang lain

Perilaku kekerasan Perubahan persepsi


sensori halusinasi

Infeksif proses terapi Gangguan harga diri Isolasi sosial


kronis

Koping keluarga Berduka


tidak efektif disfungsional
7. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi social
f. Berduka disfungsional
g. Inefektif proses terapi
h. Koping keluargainefektif

8. Tanda dan gejala

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan :

a. Fisik

1) Muka merah dan tegang

2) Mata melotot/pandangan tajam

3) Tangan mengepal

4) Rahang mengatup

5) Wajah memerah dan tegang

6) Postur tubuh kaku

7) Pandangan tajam

8) Mengatupkan rahang dengan kuat

9) Mengepalkan tangan

10) Jalan mondar-mandir


b. Verbal

1) Bicara kasar

2) Suara tinggi membentak atau berteriak

3) Mengancam secara verbal atau fisik

4) Mengumpat dengan kata-kata kotor

5) Suara keras

6) Ketus

c. Perilaku

1) Melempar atau memukul benda/orang lain

2) Menyerang orang lain

3) Melukai diri sendiri/oranglain

4) Merusak lingkungan

5) Amuk/agresif

d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel.
Tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat oranglain,
menyinggung perasaan oranglain, tidak peduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran, perhatian,
bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
C. KEMUNGKINAN DATA FOKUS
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi: nama klien, umur, jenis kelamin, agama, alamat lengkap, tanggal
masuk, no. rekam medik, informan, keluarga yang bisa dihubungi.
b. Alasan masuk
Alasan masuk klien dengan perilaku kekerasan biasanya timbul halusinasi yang
menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan yang berdampak terhadap resiko tinggi
menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
c. Faktor Predisposisi
1) Klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam pengobatan.
2) Klien pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan fisik dalam keluarga.
3) Klien dengan perilaku kekerasan (PK) bisa herediter.
4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu/tidak menyenangkan.
d. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ yaitu : pemeriksaan
TTV (biasanya tekanan darah, nadi, dan pernafasan akan meningkat ketika klien
marah), diikuti dengan pemeriksaan fisik seperti tinggi badan, berat badan, serta
keluhan-keluhan fisik.
e. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan menyukai semua bagian tubuhnya,
tetapi ada juga yang tidak.
b) Identitas diri
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan tidak puas terhadap pekerjaan yang
sedang dilakukan maupun yang sudah dikerjakannya.
c) Peran diri
Biasanya klien klien dengan perilaku kekerasan memiliki masalah dalam
menjalankan peran dan tugasnya.
d) Ideal diri
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya memiliki harapan yang tinggi
terhadap tubuh, posisi, status peran, dan kesembuhan dirinya dari penyakit.
e) Harga diri
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya memiliki harga diri yang rendah.
3) Hubungan social
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran, perhatian,
bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
4) Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
f. Status Mental
1) Penampilan
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya berpenampilan tidak rapi.
2) Pembicaraan
Klien tampak berbicara kasar, suara tinggi membentak atau berteriak, mengancam
secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor, suara keras dan ketus.
3) Aktifitas motorik
Muka merah dan tegang, mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal,
rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, postur tubuh kaku, pandangan tajam,
mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar-mandir.
Melempar atau memukul benda/orang lain, menyerang orang lain , melukai diri
sendiri/oranglain, merusak lingkungan, amuk/agresif.
4) Alam perasaan
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel.
Tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan
menuntut.
5) Afek
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya labil, emosi berubah dengan cepat.
Dimana klien mudah tersinggung ketika ditanyai hal-hal yang tidak mendukungnya,
klien memperlihatkan sikap marah dengan mimik muka yang tajam dan tegang.
6) Interaksi selama wawancara
a) Bermusuhan, tidak kooperatif, dan mudah tersinggung telah tampak jelas.
b) Defensif, selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
7) Persepsi
Persepsi klien dengan perilaku kekerasan biasanya timbul halusinasi yang
menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan.
8) Proses pikir
Biasanya klien berbicara sesuai dengan apa yang ditanyakan perawat, tanpa
meloncat atau berpindah-pindah topik.
9) Isi pikir
Biasanya klien PK ini masih memiliki ambang isi fikir yang wajar, dimana ia
selalu menanyakan kapan ia akan pulang dan mengharapkan pertemuan dengan
keluarga dekatnya.
10) Tingkat Kesadaran
Biasanya tingkat kesadaran klien baik, dimana klien mampu menyadari tempat
keberadaanya dan mengenal baik bahwasanya ia berada dalam pengobatan atau
perawatan untuk mengontrol emosi labilnya.
11) Memori
Biasanya daya ingat jangka panjang klien baik, dimana klien masih bisa
menceritakan kejadian masa-masa lampau yang pernah dialaminya, maupun daya
ingat jangka pendek, seperti menceritakan penyebab ia masuk ke RSJ.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien tidak mampu berkonsentrasi.
13) Kemampuan penilaian
Biasanya klien masih memiliki kemampuan penilaian yang baik, seperti jika
klien disuruh memilih mana yang baik antara makan dulu atau mandi dulu, maka
klien akan menjawab lebih baik mandi dulu.
14) Daya tilik diri
Biasanya klien menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam masa
pengobatan untuk mengendalikan emosinya yang labil.
g. Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Makan
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan tidak memiliki masalah dengan nafsu
makan maupun sistem pencernaannya, maka akan menghabiskan makanan sesuai
dengan porsi makanan yang diberikan.
2) Defekasi /berkemih
Biasanya klien masih bisa BAK/BAB ketempat yang disediakan atau ditentukan
seperti, wc ataupun kamar mandi.
3) Mandi
Biasanya untuk kebersihan diri seperti mandi, gosok gigi, dan gunting kuku masih
dapat dilakukan seperti orang-orang normal, kecuali ketika emosinya sedang labil.
4) Berpakaian
Biasanya masalah berpakaian tidak terlalu terlihat perubahan, dimana klien
biasanya masih bisa berpakaian secara normal.
5) Istirahat dan tidur
Biasanya untuk lama waktu tidur siang dan malam tergantung dari keinginan
klien itu sendiri dan efek dari memakan obat yang dapat memberikan ketenangan
lewat tidur. Untuk tindakan seperti membersihkan tempat tidur, dan berdoa sebelum
tidur maka itu masih dapat dilakukan klien seperti orang yang normal.
6) Penggunaan obat
Biasanya klien menerima keadaan yang sedang dialaminya, dimana dia masih
dapat patuh makan obat sesuai frekuensi, jenis, waktu maupu cara pemberian obat itu
sendiri.
7) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya klien menyatakan keinginan yang kuat untuk pulang, dimana ia akan
mengatakan akan melanjutkan pengobatan dirumah maupun kontrol ke puskesmas
dan akan dibantu oleh keluarganya.
8) Aktivitas di dalam rumah
Biasanya klien masih bisa diarahkan untuk melakukan aktivitas didalam rumah,
seperti: merapikan tempat tidur maupun mencuci pakaian.
9) Aktivitas di luar rumah
Ini disesuaikan dengan jenis kelamin klien dan pola kebiasaan yang biasa dia
lakukan diluar rumah.
h. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah :
1) Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
2) Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik.
3) Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
4) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
5) Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada objek
yang berbahaya.
i. Masalah Psikososial dan lingkungan
Biasanya klien akan mengungkapakan masalah yamg menyebabkan penyakitnya
maupun apa saja yang dirasakannya kepada perawat maupun tim medis lainnya, jika
terbina hubungan yang baik dan komunikasi yang baik serta perawat maupun tim medis
yang lain dapat memberikan soludi maupun jalan keluar yang tepat dan tegas.
j. Pengetahuan
Biasanya klien memilki kemampuan pengetahuan yang baik, dimana ia dapat
menerima keadaan penyakitnya dan tempat ia menjalani perawatan serta melaksanakan
pengobatan dengan baik.
k. Aspek Medik
Diagnosa medik : Perilaku kekerasan
Obat farmakaologi : Anti ansietas dan Hipnotik sadatif, seperti :Diazepam
Anti depresan seperti : Amitriptilin
Matlexon dan Proponolol
Terapi:
1) Terapi keluarga
Dalam terapi keluarga, keluarga dibantu untuk menyelesaikan konflik, cara
membatasi konflik, salingmendukungdan menghilangkan stress.
2) Terapi kelompok
Terapi kelompok berfokus pada dukungan dan perkembangan keterampilan sosial
dan aktifitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran
klien, karna masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada
orang lain.
3) Terapi music
Dengan terapi musik klien terhibur dan bermain untuk mengembalikan kesadaran
klien, karna dengan perasaan terhibur maka klien dapat mengontrol emosinya.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku Kekerasan
E. INTERVENSI / RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah.....x pertemuan, SP 1
- Mengidentifikasi pasien mampu : - Identifikasi
penyebab dan tanda - Menyebutkan penyebab, tanda dan
perilaku kekerasan penyebab,tanda, gejala serta akibat
- Menyebutkan jenis gejala, dan akibat perilaku kekerasan.
perilaku kekerasan perilaku kekerasan. - Latih cara fisik 1:
yang pernah - Memperagakan Tarik nafas dalam
dilakukan cara fisik 1 untuk - Masukan dalam
- Menyebutkan akibat mengontrol jadwal harian pasien
dari perilaku perilaku kekerasan.
kekerasan yang Setelah.....x pertemuan, SP 2
dilakukan pasien mampu : - Evaluasi kegiatan
- Menyebutkan cara - Menyebutkian yang lalu (SP 1)
mengontrol perilaku kegiatan yang - Latih cara fisik 2 :
kekerasan sudah dilakukkan Pukul kasur / bantal
- Mengontrol perilaku - Memperagakan - Masukan dalam
kekerasannya cara fisik untuk jadwal harian pasien
dengan cara : mengontrol
- Fisik perilaku kekerasan
- Sosial/Verbal Setelah....x pertemuan SP 3
- Spiritual pasien mampu : - Evaluasi kegiatan
- Terapi - Menyebutkan yang lalu (SP1 dan
psikofarmaka (obat) kegiatan yang 2)
sudah dilakukan - Latih cara sosial /
- Memperagakan verbal
cara sosial / verbal - Menolak dengan
untuk mengontrol baik
perilaku kekerasan - Meminta dengan
baik
- Mengungkapkan
dengan baik
- Masukan dalam
jadwal harian pasien
Setelah.....x pertemuan, SP 4
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan
- Menyebutkan yang lalu (SP1, 2
kegiatan yang & 3)
sudah dilakukan - Latih secara
- Mempergakan cara spiritual
spiritual -Berdoa
-Sholat
- Masukan dalam
jadwal harian pasien
Setelah.....x pertemuan, SP 5
pasien mampu: - Evaluasi kegiatan
- Menyebutkan yang lalu (SP1, 2, 3
kegiatan yang & 4)
sudah dilakuakan - Latih patuh obat :
- Memperagakan - Minum obat secara
cara patuh obat teratur dengan
prinsip 5 B
- Susun jadwal
minum obat secara
teratur
- Masukan dalam
jadwal harian pasien
Keluaraga mampu : Setelah.....x pertemuan, SP 1
- Merawat pasien di keluarga mampu - Identifikasi masalah
rumah menjelaskan penyebab, yang dirasakan
tanda dan gejala, akibat keluarga dalam
serta mampu merawat pasien
memperagakan cara - Jelaskan tentang
merawat perilaku kekerasan :
- Penyebab
- Akibat
- Cara merawat
- Latih cara merawat
- RTLkeluaraga
/jadwal untuk
merawat pasien.
Setelah.....x pertemuan SP 2
keluarga mampu - Evaluasi kegiatan
menyebutkan kegiatan yang lalu (SP 1)
yang sudah dilakukan dan - Latih (simulasi) 2
mampu merawat serta cara lain untuk
dapat membuat RTL merawat pasien.
- Latih langsung ke
pasien
- RTL keluarga /
jadwal keluarga
untuk merawat
pasien.
Setelah.....x pertemuan SP 3
keluarga mampu - Evaluasi SP 1 dan
menyebutkan kegiatan SP 2
yang sudah dilakukan dan - Latih langsung ke
mampu merawat serta pasien
dapat membuat RTL. - RTL keluarga /
jadwal keluarga
untuk merawat
pasien

Anda mungkin juga menyukai