Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Formokresol

Formokresol merupakan golongan aldehid dan menjadi salah satu pilihan dalam
perawatan pulpa. Bahan ini diperkenalkan oleh Buckley pada tahun 1904 dan sejak saat itu telah
digunakan sebagai medikasi untuk perawatan pulpa dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.
Teknik pulpotomi dengan menggunakan formokresol digunakan oleh Sweet sebagai suatu
modifikasi metode perawatan pulpa pada tahun 1930. Saat itu, Sweet melaporkan bahwa adanya
keberhasilan penggunaan bahan ini sebesar 97 % pada 16.651 kasus.4

• Komposisi Bahan

Larutan formokresol yang memiliki tujuan dasar untuk


memfiksasi jaringan pulpa yang mengalami inflamasi dan mencegah masuknya
mikroorganisme ini, terdiri atas beberapa komponen, diantaranya yaitu:2-3
• Trikresol (35 % )
• Formaldehid (19 % )

• Gliserin ( 15 % )

• Aqua

Gambar 1:
Sediaan formokresol.
Komponen aktif dari formokresol adalah formaldehid dan kresol. Formaldehid
memiliki sifat yang dapat mengiritasi jaringan, sehingga penggunaannya dalam rongga
mulut harus hati-hati. Para peneliti menyimpulkan bahwa formokresol tidak menimbulkan
bahaya bagi kesehatan manusia apabila penggunaannya masih dalam jumlah yang tepat.

Bahan kresol yang ditambahkan pada formaldehid bertujuan untuk mengurangi aksi
iritan formaldehid terhadap jaringan. Selain itu, kresol sendiri dapat berperan sebagai
desinfeksi yang cukup efektif. Kedua bahan ini, formaldehid dan kresol, merupakan bahan
zat antiseptik yang efektif terhadap bakteri. Dimana zat antiseptik tersebut dapat bersifat
bakterisid atau bakteriostatik yang dapat ditentukan dari konsentrasinya. Zat antiseptik
dengan konsentrasi yang kecil dapat berperan sebagai bakteriostatik, sedangkan antiseptik
dengan konsentrasi yang besar dapat bersifat bakterisid.3

Gliserin yang juga ditambahkan dalam larutan ini, digunakan sebagai pengemulsi dan
mencegah polimerisasi formaldehid menjadi paraformaldehid. Dimana paraformaldehid
yang terbentuk jika tidak ada gliserin ini, dapat menyebabkan larutan menjadi keruh.2

2.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan

Perawatan pulpotomi vital dengan menggunakan formokresol ini diindikasikan untuk


beberapa kasus, diantaranya yaitu:4

• Perawatan gigi sulung dengan pulpa yang masih vital;


• Perawatan gigi sulung yang pulpanya terlibat, dengan manifestasi klinis berupa
perubahan inflamatori yang terbatas pada pulpa mahkota atau pembukaan mekanis
pada waktu prosedur operatif;
• Pada gigi posterior permanen untuk perawatan pulpalgia yang bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit pada keadaan darurat. Dalam hal ini, formokresol memfiksasi
pulpa berdekatan yang ditinggalkan dalam saluran akar dan membuatnya kehilangan
rasa sakit.

Beberapa kontraindikasi larutan formokresol ini antara lain:4


• Gigi sulung yang sangat sensitif terhadap panas dan dingin;
• Gigi sulung dengan pulpagia kronis;
• Gigi yang sensitif terhadap perkusi dan palpasi;
• Adanya perubahan radiografik yang disebabkan oleh perluasan penyakit pulpa;
• Gigi dengan kamar pulpa atau saluran akar yang menyempit.

2.1.3 Mekanisme Kerja dan Histologi

Formokresol bekerja melalui kelompok aldehid jenis formaldehid, dengan mengikat


bahan asam amino dari protein bakterinya ataupun sisa dari jaringan pulpa gigi. Kemudian
menonaktifkan enzim-enzim oksidatif di dalam pulpa yang berdekatan dengan daerah
amputasi. Hal ini memberikan efek hialuronidase sehingga jaringan pulpa menjadi fibrous
dan asidofilik dalam beberapa menit setelah aplikasi formokresol. Reaksi ini
diinterpretasikan sebagai fiksasi dari jaringan pulpa vital.3-4

Mensukhani melaporkan suatu penelitian secara histologis pada 43 gigi sulung dan gigi
tetap yang telah dilakukan perawatan pulpotomi vital dengan formokresol dan setelah 7-14
hari terlihat tiga zona yang berbeda, yaitu:4

• Zona asidofilik (fiksasi) yang luas;

• Zona pale stain yang luas;

• Zona konsentrasi sel-sel radang yang luas, yang dijumpai di bawah zona pale staining
kea rah apeks gigi.

Pruhs menyatakan bahwa formokresol adalah bahan germicidal kuat yang dapat
menyebabkan fiksasi dari jaringan vital. Ketika ditempatkan pada sisi yang diamputasi,
formokresol menyebabkan nekrose koagulasi dari jaringan yang secara langsung berkontak
dengannya. Selanjutnya formokresol merembes ke saluran akar sehingga menyebabkan
perluasan reaksi jaringan yang diikuti dengan berkurangnya jumlah sel dan perubahan bentuk
morfologi pulpayang diakibatkan proses kalsifikasi dan resorpsi. Sekitar ujung akar terjadi
penumpukan sel-sel inflamasi dan pembentukan jaringan fibrous yang diikuti dengan
penyembuhan pada ujung akar. Reaksi ini terjadi empat hari setelah dilakukan perawatan
pulpotomi vital.4

Berdasarkan evaluasi mikroskopik yang dilakukan Emmerson, dkk pada tahun 1959,
tentang perbedaan lamanya waktu pemberian formokresol ketika melakukan perawatan
pulpotomi vital, diketahui bahwa fiksasi dari jaringan pulpa vital dapat terjadi dalam waktu
lima menit.

2.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Bahan

Kelebihan Formokresol

Dengan adanya kandungan kresol dalam larutan formokresol, maka larutan ini
memiliki efek antiseptic yang dapat membunuh bakteri dengan baik. disamping itu,
formokresol ini dapat mengkoagulasi protein sehingga dapat berperan sebagai bakterisid
yang kuat dan kaustik. Sifat kaustik inilah yang dapat menyebabkan fiksasi bakteri dan
jaringan pada sepertiga bagian atas pulpa yang terlibat.2

Penggunaan formokresol sebagai pengganti kalsium hidroksida untuk perawatan


pulpotomi pada gigi sulung beberapa tahun ini semakin meningkat. Formokresol tidak
membentuk jembatan dentin tetapi akan membentuk suatu zona fiksasi dengan kedalaman
yang bervariasi yang berkontak dengan jaringan vital. Zona ini bebas dari bakteri dan dapat
berfungsi sebagai pencegah terhadap infiltrasi mikroba. Keuntungan lain dari formokresol
pada perawatan pulpa gigi sulung yang terkena karies yaitu formokresol akan merembes
melalui pulpa dan bergabung dengan protein seluler untuk menguatkan jaringan.2

Kekurangan Formokresol

Beberapa penelitian klinis menyatakan bahwa medikamen yang tergolong aldehid ini
tidak terlalu efektif untuk mencegah atau mengendalikan rasa nyeri pada pemakaian
medikamen intrakanal. Larutan ini juga dikhawatirkan tingkat toksisitasnya baik secara local
maupun sistemis.3
Dikatakan pula bahwa meskipun zat ini dapat memfiksasi jaringan, tapi aldehid tidak
begitu efektif dalam memfiksasi jaringan nekrotik atau jaringan yang mengalami
dekomposisi. Bahkan pada kenyataannya, ketika jaringan nekrotik terfiksasi oleh aldehid,
jaringan tersebut akan lebih toksik dan antigenic. Disamping itu, Menurut Ansari & Ranjpour
(2010), kegagalan formokresol lebih tinggi dibandingkan mineral trioxide aggregate sebab
pada penggunaan formokresol akan terjadi resorpsi internal.2-3

Gambar 4: Kegagalan perawatan pulpotomi dengan menggunakan formokresol pada molar pertama desidui
rahang bawah. Akar mengalami resorpsi dan adanya kehilangan tulang interradikular (tanda panah).

• Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)

Kalsium hidroksida pertama kali diperkenalkan oleh Herman pada tahun 1930, sebagai
satu-satunya obat yang dapat memacu penyembuhan biologis dan pembentukan barier jaringan
keras diatas pulpa radikular yang telah diamputasi. Karena sifat basanya (PH 12), bahan ini
sangat kaustik sehingga bila berkontak dengan pulpa vital akan menyebabkan nekrosis pada
lapisan superficial pulpa.

2.2.1 Komposisi Bahan

Kalsium hidroksida merupakan salah satu bahan


yang digunakan untuk meningkatkan suatu penyembuhan. Bahan ini digunakan karena
kemampuannya membentuk jembatan dan memelihara vitalitas sisa pulpa. Kalsium
hidroksida ini tersedia sebagai puder kering, suatu pasta yang dicampur dengan air, atau
suatu pasta yang dikemas secara komersial; seperti Pulpdent, Dycal, atau Life. Puder/serbuk
kalsium hidroksida dapat digunakan sendiri atau dengan suatu bahan radiopak, seperti barium
sulfat, agar campuran lebih dapat dilihat pada gambaran radiografi.3

Dari sejumlah bahan yang dipelajari secara eksperimental oleh Hunter, kalsium
hidroksida merupakan salah satu bahan yang dapat menghasilkan jembatan dentin. Menurut
Hunter, kedua anion kalsium dan magnesium merangsang pembuatan jembatan karena pH
tinggi kedua bahan tersebut dan kation kelihatannya tidak begitu penting selama tetap
lemah.2

2.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan

Pulpotomi diindikasikan pada gigi permanen anak – anak yang melibatkan pulpa
dengan apeks akarnya belum terbentuk sempurna. Pada kasus semacam itu, ekstirpasi pulpa
dan obturasi dikontraindikasikan karena akar belum matang/immature dan foramen masih
terbuka lebar dan ektraksi tidak dibenarkan karena mempengaruhi erupsi gigi sebelahnya dan
perkembangan lengkung gigi. Foramen yang terbuka merupakan kontraindikasi untuk terapi
saluran akar dan harus ditangguhkan sampai foramen menjadi matang/dewasa. Prosedur
pulpotomi memungkinkan penyelesaian apeksogenesis, maturasi fisiologik akar. Bahkan bila
hanya 3 atau 4 mm bagian apikal jaringan pulpa masih vital, apeks akar dapat menyelesaikan
pertumbuhannya.3

Pulpotomi harus dilakukan pada gigi yang sehat, pulpa hiperemik atau terinflamasi
ringan seperti gigi permanen anterior pada anak dengan apes terbuka lebar yang mengalami
fraktur waktu olahraga atau kecelakaan mobil, atau gigi posterior anak dengan apeks terbuka
lebar yang mempunyai pembukaan karies kecil yang asimptomatik. walaupun pulpotomi
dapat dicoba pada kasus pulpitis hiperplasitk kronis terpilih, yang hanya melibatkan pulpa
mahkota, pada gigi orang muda sehat, prosedur masih diragukan karena kemampuan gigi
untuk dapat direstorasi. Pulpotomi dikontraindikasikan pada pasien yang menderita pulpitis
irreversible. Kontraindikasi pulp capping dan pulpotomi adalah sensitivitas luar biasa
terhadap panas dingin, pulpagia kronis, sensitive terhadap perkusi dan palpasi karena
penyakit pulpa, perubahan radiografik periradikular disebabkan perluasan penyakit pulpa ked
lama jarigan periapikal, dan penyempitan kamar pulpa atau saluran akar (kalsifikasi)3

2.2.3 Mekanisme Kerja dan Histologi

Kalsium hidroksida yang pertama kali diperkenalkan oleh Herman ini, dapat memacu
penyembuhan biologis dan pembentukan barier jaringan keras diatas pulpa radikular yang
telah diamputasi. Karena sifat basanya (pH 12), bahan ini sangat kaustik sehingga bila
berkontak dengan pulpa vital akan menyebabkan nekrosis pada lapisan superficial pulpa.
Sifat iritasinya nampaknya berhubungan dengan kemampuannya dalam menstimulasi
terbentuknya barier kalsium.4

Daerah nekrosis pada lapisan superficial pulpa dibawah Ca(OH)2 ini dipisahkan dari
jaringan pulpa sehat dibawahnya oleh daerah dengan warna gelap yang terdiri atas elemen
basofil dalam Ca(OH)2. Daerah berprotein yang asli masih tetap ada. Namun berhadapan
dengan daerah ini terdapat daerah baru terdiri atas jaringan ikat kasar yang dapat disamakan
dengan tipe tulang primitif. Pada bagian perifer jaringan ikat baru ini, setelah perawatan,
secara radiografis terlihat jembatan kalsium. Jembatan ini terus meningkat ketebalannya
selama periode 12 bulan berikutnya. Jaringan pulpa dibawah jembatan kalsium tetap vital
dan pada dasarnya bebas dari sel inflamasi.2

2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Bahan


Beberapa kelebihan dari bahan kalsium hidroksida adalah: 2,3

• Mempunyai efek dapat mengubah dan melarutkan jaringan;

• Memiliki sifat antimikroba dengan menghambat pertumbuhan bakteri saluran akar dan
mengubah kandungan biologis lipopolisakarida bakteri;
• Dapat membentuk suatu ‘jembatan’ yang menutup dan melindungi pulpa sehingga
dapat memelihara vitalitas pulpa;

• Mudah dibersihkan.

Beberapa kekurangan kalsium hidroksida sebagai bahan dalam perawatan pulpotomi


vital pada gigi sulung, yaitu:3
• Tidak mempunyai kemampuan untuk membantu permbersihan bila diletakkan pada
sisa jaringan pulpa di saluran akar;

• Adanya resorpsi internal pada gigi yang dirawat yang disebabkan oleh adanya bekuan
darah ekstravaskuler;

• Adanya pembentukan celah di bawah jembatan dentin akibat degradasi yang terjadi
sejalan dengan waktu;

• Memiliki kemampuan penutupan yang buruk.

Gambar 7: Resorpsi internal (tanda panah) pada gigi molar mandibula desidui setelah perawatan pulpotomi vital
dengan menggunakan kalsium hidroksida.

2.3 Mineral Trioxide Aggregate (MTA)


Mineral Trioxide Aggregate (MTA) merupakan suatu alternatif bahan baru yang dapat
digunakan untuk mempertahankan vitalitas pulpa bagian radikuler. Bahan ini dikembangkan oleh
dr. Torabinejad di Universitas Loma Linda pada tahun 1993. MTA merupakan bubuk dengan
komposisi yang mengandung trioksida dan partikel hidrofilik lain. Torabinejad menyatakan
bahwa MTA merupakan satu-satunya bahan yang tidak terpengaruh terhadap kelembaban
maupun kontaminasi darah. Pada tahun 1998, Food and Drug Administration (FDA) Amerika
Serikat menyetujui MTA sebagai bahan endodonti teraupetik untuk manusia, karena memiliki
efek antibakteri dan mempertahankan integritas pulpa setelah pulpotomi tanpa efek toksik.5

.3.1 Komposisi Bahan

Mineral Trioxide Aggregate (MTA) merupakan bubuk dengan komposisi yang


mengandung trioksida dan partikel hidrofilik. Kandungan trioksida tersebut terdiri dari
trikalsium oksida, oksida silikat, dan oksida bismuth. Sedangkan partikel hidrofilik MTA
terdiri atas trikalsium silikat dan trikalsium aluminat.6

Gambar 8: Sediaan MTA.

Proses pencampuran MTA dilakukan dengan


mencampur tiga bagian bubuk dengan satu bagian air sehingga diperoleh konsistensi
menggumpal. campuran ini kemudian menghasilkan gel koloid yang mengeras dalam waktu
3 sampai 4 jam dengan pH 12,5. pH yang tinggi tersebut dapat menyebabkan denaturasi sel-
sel inflamasi, protein jaringan serta beberapa bakteri di daerah yang terinflamasi. Selain itu,
pH basa tersebut merupakan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan
mikroorganisme sehingga MTA dikenal sebagai bahan dengan aktivitas antimikroba.5,7

Melalui hasil sebuah pemeriksaan, diketahui bahwa MTA sama dengan 80 % semen
Portland kecuali adanya tambahan 20 % oksida bismuth pada MTA yang dipercayai dapat
membantu mengubah waktu pengerasan. Adanya oksida bismuth juga dapat menghasilkan
gambaran radiografi yang lebih radiopak.7
Sifat alkali yang terdapat pada MTA juga dapat menyebabkan kalsium oksida yaitu
trikalsium silikat dan kalsium silikat dalam MTA dapat membentuk Ca(OH)2 yang beperan
dalam proses mineralisasi. Sedangkan kandungan tetrakalsium aluminoferit pada MTA
penting untuk mencegah diskolorasi. MTA dibedakan menjadi dua, yaitu GMTA (Grey
MTA) yang mengandung tetrakalsium aluminoferit dan WMTA (White MTA) yang tidak
mengandung tetrakalsium aluminoferit, sehingga WMTA tidak dapat diberikan pada gigi
yang memerlukan estetis.5

MTA telah diformulasikan komposisinya sehingga memiliki sifat-sifat fisik, waktu


pengerasan, dan karakteristik yang dibutuhkan untuk bahan pengobatan yang ideal sesuai
dengan syarat sifat bahan dressing yang dibutuhkan. Bubuk MTA harus disimpan dalam
keadaan kering, karena udara basah akan mempengaruhi waktu pengerasan yang akan
mengurangi kekuatan pencampuran.7

2.3.2 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan

MTA merupakan semen endodonti yang biokompatibel yang dapat diindikasikan untuk
beberapa hal, seperti:5

• Sebagai bahan dressing pulpotomi pada gigi sulung yang berguna sebagai perawatan
perantara dan bersifat sementara sampai waktu erupsi gigi permanen tiba;

• Sebagai bahan pengisi saluran akar, kaping pulpa direk, apeksifikasi dan perbaikan
perforasi furkasi.

Lamanya waktu pengerasan MTA, yaitu 3 sampai 4 jam, menyebabkan kontraindikasi


untuk perawatan pulpa pada anak yang tidak kooperatif. Anak yang cenderung memiliki
psikologis yang sangat labil dan tidak sabar menunggu dalam waktu lama merupakan salah
satu pertimbangan yang harus dipikirkan oleh seorang dokter gigi dalam memilih bahan yang
tepat untuk perawatan pulpotomi vital pada gigi anak tersebut. Namun, hal tersebut
sebenarnya dapat diantisipasi dengan menambahkan akselerator seperti kalsium klorida yang
dapat mengurangi waktu pengerasan hingga lebih dari 50 %.

2.3.3 Mekanisme Kerja dan Histologi

MTA yang bersifat biokompatibel dan antibakteri, dapat menyediakan substrat


biologis aktif untuk perlekatan sel sehingga efektif untuk meminimalisasi mikroleakage dan
memperbaiki hasil perawatan. Selain itu, MTA mampu membentuk jembatan dentin yang
lebih cepat, tebal, dan merata.7

Pembentukan barrier terjadi karena MTA menghasilkan pembentukan granula kalsit


dan jembatan termineralisasi di bawahnya. Saat dicampur dengan air steril atau saline, bubuk
kalsium oksida dari MTA berubah menjadi Ca(OH)2 yang terurai menjadi ion kalsium dan
hidroksil saat berkontak dengan cairan jaringan. Ion kalsium bereaksi dengan karbonit dalam
jaringan pulpa dan membentuk granula kalsit. Fibronektin berkumpul di sekitar granula-
granula tersebut sehingga memungkinkan adhesi dan differensiasi sel yang diikuti dengan
pembentukan jaringan teremineralisasi.5-7

Air + MTA Ca(OH)2 + cairan jaringan Ca(OH)2 + hidroksil + karbonit dalam pulpa


(fibronektin)
Jaringan teremineralisasi Adhesi dan differensiasi sel Granula kalsit

Skema1: Pembentukan barrier pada MTA.


Selain pembentukan jembatan dentin, MTA juga menyebabkan terjadinya kalsifikasi
intrapulpa, terbentuknya odontoblast yang normal dan iregulaer, sementum, tanpa adanya
resorpsi internal dan hanya ada inflamasi minimal dengan sedikit infiltrate. Pembentukan
osteoblast ini terjadi karena aksi dari kandungan trioksida dan oksida dari MTA pada sel.
MTA juga merangsang keluarnya osteoblast yang secara aktif mendorong terbentuknya
jaringan keras. Pada suatu penelitian, MTA menunjukkan kemampuan yang lebih besar
untuk memelihara integritas jaringan pulpa dibanding dengan Ca(OH)2.5

2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Bahan

MTA yang merupakan suatu alternatif bahan baru yang dapat digunakan untuk
mempertahankan vitalitas pulpa bagian radikuler ini, memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya yaitu:5-7

• Biokompatibel terhadap jaringan sekitar.

• Memiliki efek antibakteri yang sama dengan kalsium hidroksida.

• Dapat meminimalisasi microleakage dan memperbaiki hasil perawatan.

• Dapat merangsang pembentukan jaringan keras pada pulpa dan membuat terjadinya
pertumbuhan sel yang sangat baik.

• Dapat merangsang
pembentukan jembatan dentin yang lebih cepat dari kalsium hidroksida, dimana
jembatan dentin yang terbentuk lebih tebal dan merata.
Selain banyaknya kelebihan yang terdapat pada MTA, berdasarkan beberapa
penelitian, ternyata MTA juga memiliki beberapa kurangan, yaitu:5-7

• Lamanya waktu pengerasan yang dibutuhkan MTA menyebabkan terjadinya


kemungkinan pelarutan, disintegrasi atau pelepasan bahan. Hal tersebut dapat
menimbulkan cacat jaringan lunak yang terlihat pada gambaran histologi.

• MTA harus tetap dibasahi dengan cotton pellet sehingga tidak dapat direstorasi pada
saat itu.

• Harga MTA juga cukup mahal sehingga dalam penyimpanan dan penggunaannya
harus berhati-hati agar bahan tetap dalam kondisi baik.

2.4 Perbandingan Ketiga Bahan pada Pulpotomi Vital

Berdasarkan penelitian, perbandingan tekhnik pulpotomi bahan formokresol dengan


bahan kalsium hidroksida pada gigi kaninus sulung ditemukan bahwa teknik dengan bahan
formokresol 95% secara klinis berhasil dalam jangka waktu 1 tahun. Walaupun hanya berupa
fiksasi dari jaringan pulpa dan adanya beberapa kehilangan batas sel terlihat secara histologis.
Teknik dengan bahan kalsium hidroksida menunjukkan keberhasilan klinis sebanyak 61% dan
adanya pembentukan dentin bridge terlihat 50% pada pembahasan kasus-kasus.4
Kalsium hidroksida merupakan agen pertama yang digunakan pada pulpotomi yang
menunjukkan kemampuan untuk menginduksi regenerasi dentin. Namun, pH bahan ini yang
sangat tinggi (pH 12.5) sering menyebabkan nekrosis jaringan, inflamasi akut maupun kronis,
dan kalsifikasi distrofi pada jaringan pulpa, sehingga kalsium hidroksida tidak diindikasikan
pada peawatan pulpotomi pada gigi sulung. 4
Koh et al. (1998)6, manunjukkan bahwa MTA memiliki kemampuan merangsang
pelepasan sitokin dari sel tulang yang menunjukkan adanya proses pembentukan yang aktif dari
jaringan keras gigi. MTA juga dapat digunakan sebagai medikamen yang potensial untuk
prosedur pulpotomi, pulp capping, apeksifikasi, dan memperbaiki perforasi akar.
Eidelman et al. (2001)6, meneliti perbandingan antara MTA dan formokresol pada
pulpotomi gigi molar desidui, dan melaporkan keberhasilan gambaran klinis dan radiografi
setelah perawatan pulpotomi dengan MTA, serta terbentuknya dentin bridge.
Salako et al. (2003)6, membandingkan gambaran histologis MTA dan formokresol
sebagai agen pulpotomi pada molar tikus, dan menyimpulkan bahwa MTA sangat ideal sebagai
medikamen pulpotomi yang dapat merangsang pembentukan dentinal bridge.
MTA menunjukkan keberhasilan gambaran klinis, radiografi, dan histologi sebagai bahan
medikasi pada pulpotomi vital pada gigi sulung. Setelah dievaluasi dalam beberapa periode
waktu, MTA merupakan medikasi yang potensial dan sangat menjanjikan dalam keberhasilan
perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung. 7

BAB III
PENUTUP

Adanya struktur anatomi dengan ketebalan enamel dan dentin yang lebih tipis jika
dibanding dengan gigi permanen, menyebabkan gigi sulung sering disertai dengan lesi yang telah
mencapai pulpa. Dan untuk mempertahankan gigi sulung tersebut hingga gigi permanennya
erupsi pada waktunya, maka dibutuhkan suatu perawatan pulpa, salah satunya yaitu pulpotomi
vital.
Pulpotomi vital adalah suatu tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang
mengalami inflamasi dengan melakukan anastesi, kemudian dilakukan pemberian medikamen di
atas pulpa yang diamputasi agar pulpa di bagian radikular tetap vital. Oleh karena adanya
hubungan gigi sulung dan gigi permanen yang sedang berkembang, maka dokter gigi diharapkan
dapat memilih bahan medikamen yang tepat untuk perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung
tersebut. Beberapa bahan yang sering digunakan adalah formokresol, kalsium hidroksida, dan
MTA.
Berdasarkan beberapa penelitian, formokresol yang sering digunakan sebagai bahan
medikamen pada pulpotomi, dilaporkan memiliki sifat toksik dan karsinogenik pada manusia.
Sedangkan kalsium hidroksida yang digunakan sebagai bahan medikamen pada gigi sulung dapat
menyebabkan resorpsi internal yang selanjutnya akan mempengaruhi perkembangan dari gigi
permanennya. Namun dalam jangka waktu satu tahun, formokresol memberikan keberhasilan
klinis sebesar 95 %, sedangkan kalsium hidroksida hanya memberikan keberhasilan 50 % pada
beberapa kasus.
Oleh karena adanya kekurangan yang terdapat pada bahan medikamen formokresol dan
kalsium hidroksida tersebut, saat ini telah dikembangkan suatu alternatif lain yaitu Mineral
Trioxide Aggregate (MTA) yang dapat merangsang pembentukan jembatan dentin yang lebih
cepat dari kalsium hidroksida, dan jembatan dentin yang terbentuk lebih tebal dan merata. Selain
itu, MTA menunjukkan keberhasilan gambaran klinis, radiografi, dan histologi sebagai bahan
medikasi pada pulpotomi vital pada gigi sulung. Setelah dievaluasi dalam beberapa periode
waktu, MTA merupakan medikasi yang potensial dan sangat menjanjikan dalam keberhasilan
perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung.

DAFTAR PUSTAKA

• Minasari. Morfologi gigi desidui dan gigi permanen. Medan: USU Press, 2008: 16.
• Roberson, Heymann, Swift. Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry. 5th
Edition. India: Elsevier, 2009: 218-9.
• Mc Donald, Avery, Dean. Dentistry for the child and adolescent8th Edition. USA:
Mosby, 2004: 342-3.

Anda mungkin juga menyukai