Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Eritema multiforme adalah suatu kondisi kulit akut, self-limited, dan


kadang kadang rekuren karena reaksi hipersensitivitas tipe IV yang berhubungan
dengan infeksi, medikasi, dan berbagai pemicu lain. Eritema multiforme dapat
muncul dalam spectrum keparahan yang luas. Eritema multiforme minor
menunjukkan erupsi kulit yang terlokalisasi dengan keterlibatan mukosa yang
minimal atau tidak ada sama sekali, sedangkan eritema multiforme mayor seperti
halnya Steven-Johnson syndrome lebih parah, dan berpotensi mengancam jiwa.
Insidensi pasti dari eritema multiforme belum diketahui pasti, namun sebanyak
1% kasus rawat jalan dermatologic adalah eritema multiforme.

Baru-baru ini, berdasarkan tingkat keparahannya, eritema multiforme


diklasifikasikan menjadi minor, mayor, Stevens-Johnson syndrome (SJS), dan
nekrolisis epidermal toksik (NET), di mana eritema multiforme minor adalah tipe
lesi paling ringan dan nekrolisis epidermal toksik adalah yang paling berat.
Sedangkan berdasarkan gejala klinisnya, dibedakan menjadi tipe makula - eritema
dan vesikobulosa.

Eritema Multiforme disebut juga herpes iris, atau eritema eksudativum


multiforme, timbul akibat penyebab yang belum jelas, namun diperkirakan terjadi
karena adanya faktor-faktor seperti alergi obat, infeksi bakteri atau virus tertentu,
rangsangan fisik, hawa dingin, matahari, faktor endokrin pada haid atau
kehamilan, dan keganasan. Eritema multiforme yang terjadi pada anak-anak
hingga dewasa muda umumnya akibat infeksi, sedangkan pada dewasa
disebabkan oleh obat – obat dan keganasan.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Eritema multiformis merupakan suatu erupsi mendadak (akut) pada


kulit dan kadang-kadang pada selaput lendir dengan efloresensi yang khas
berupa gambaran iris.1

2.2 KLASIFIKASI

Berdasarkan klinis eritema multiforme dibedakan menjadi tipe makula


eritema dan vesikobulosa.2

a. Tipe Makula – Eritema


Erupsi timbul mendadak, simetris dengan tempat
predileksi di punggung tangan, telapak tangan, bagian ekstensor
ekstremitas, dan selaput lendir. Pada keadaan berat dapat juga
mengenai badan. Lesi terjadi tidak serentak, tetapi berturut-turut
daalm 2-3 minggu.
Gejala khas ialah bentuk iris (target lesion) yang terdiri
dari 3 bagian, yaitu bagian tengah berupa vesikel atau eritema
yang terdiri atas 3 bagian, yaitu bagian tengah berupa vesikel
atau eritemayang keungu-unguan, dikelilingi oleh lingkaran
konsentris yang pucat dan kemudian lingkaran yang merah.
b. Tipe Vesikulobulosa
Lesi mula-mula berupa macula, papul, dan urtika yang
kemudian timbul lesi vesikobulosa ditengahnya. Bentuk ini
dapat juga mengenai selaput lendir.
Berdasarkan tingkat keparahan eritema multiforme dibagi
menjadi eritema multiforme minor, mayor, sindrom steven
johnson (SJS), dan nekrolisis epidermal toksik (NET).3

2
Kategori Gambaran
E.M minor  Lesi target yang khas, target lesi atipikal
yang meninggi / membentuk bentolan,
keterlibatan membranemukosa minimal
dan, ketika muncul, hanya pada satu sisi
paling umum di mulut.
 Lesi oral; erythema ringan sampai berat,
erosi danulserasi.
 Kadang-kadang dapat berefek hanya pada
mukosa oral.
 < 10% permukaan tubuh yang terlibat.
E.M mayor  Lesi kutaneus dan setidaknya 2 sisi
mukosa (biasanya mukosa oral) yang
terkena.
 Target lesi yang terdistribusi secara
simetris, tipikal (khas) maupun atipikal.
 Lesi oral biasanya menyebar dan berat.
Steven  Perbedaan utama dari erythema
Syndrome multiforme mayor adalah berdasarkan
Johnson (SSJ) typology dan lokasi lesi dan adanyagejala
sistemik.
 < 10% permukaan tubuh yang terlibat.
 Terutama lesi berupa lesi target datar
atipikal dan makula dari pada lesi target
klasik.
 Secara umum menyebar daripada hanya
melibatkanarea akral. Adanya keterlibatan
mukosa yang multiple dengan scar pada
lesi mukosa.
 Disertai gejala konstitusi atau gejala

3
sistemik mirip-flu prodromal (prodromal
flu-like systemic symptoms) juga umum.
Nekrolisis  Pada kasus di mana muncul spot muncul,
epidermal ditandai oleh epidermal detachment dari >
toksik (NET) 30% permukaan tubuh dan macula
purpuric yang menyebar (widespread
purpuricmacules) atau target atipikal yang
datar.
 Pada kasus di mana tidak ada spot yang
muncul,ditandai oleh epidermal
detachment > 10% permukaantubuh, large
epidermal sheets dan tidak ada macula
ataupun lesi target.

Tabel 1 tingkat keparahan eritema multiforme


2.3 ETIOLOGI
Penyebab pasti belum jelas, diduga karena alergi obat, infeksi virus, udara
dingin atau rangsangan fisik
a. Infeksi
Virus: Adenovirus, coxsackievirus, cytomegalovirus,
echoviruses,enterovirus, Epstein-Barr virus, hepatitis A, hepatitis B,
hepatitis C, herpes simplex, influenza, measles, mumps, paravaccinia,
parvovirus, poliomyelitis, vaccinia, varicella-zoster, variola.2,4
Bakteri: Vaksinasi BCG, borreliosis, catscratch disease, diphtheria,
hemolytic streptococci, legionellosis, leprosy, Neisseria meningitidis,
pneumococcus, Proteus species, Pseudomonas species, Salmonella
species, Staphylococcus species, Treponema pallidum, tuberculosis,
Vibrio parahaemolyticus, Yersinia species, rickettsial infections,
Mycoplasma pneumoniae 2,4
Mycoplasma: Coccidioidomycosis, dermatophytosis, histoplasmosis 2
b. Obat-obatan

4
Antibiotics: Penicillin, ampicillin, tetracyclines, amoxicillin,
cefotaxime,cefaclor, cephalexin, ciprofloxacin, erythromycin,
minocycline, sulfonamides, trimethoprim-sulfamethoxazole, vancomycin
2,4

Antikonvulsan: Golongan barbiturat, carbamazepine, hydantoin,


phenytoin, asam valproat 2,4
Antipiretik/analgesik:
c. Lain-lain:
Kontak dengan bahan - bahan kimia ataupn tumbuh – tumbuhan
Imunologi: defisiensi C4 selektif temporer pada bayi
Faktor fisik: paparan cahaya matahari, cuaca dingin2,4

2.4 EPIDEMIOLOGI

Insidensi pasti dari eritema multiformis belum diketahui pasti, namun


sebanyak 1% kasus rawat jalan dermatologic adalah eritema multiformis.
Eritema multiformis lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada wanita
dengan perbandimgam 2 : 1. Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur
dengan insiden tertinggi pada usia dewasa muda antara 20-40 tahun dan
hanya 20% kasus yang terjadi pada anak-anak.3

2.5 FAKTOR RESIKO

Faktor yang meningkatkan resiko eritema multiforme ini masih belum


sepenuhnya dimengerti, diduga : penderita diabetes melitus, cuaca (panas dan
dingin), higiene yang kurang baik.2

2.6 DIAGNOSA

2.6.1 ANAMNESA

Pada eritema multiforme mayor, 50% pasien mengalami gejala


prodromal, termasuk demam sedang, batuk, sakit tenggorokan, muntah,

5
nyeri dada dan diare. Gejala-gejala ini biasanya muncul 1 – 14 hari
sebelum erupsi kulit terjadi. 2,5

2.6.2 PEMERIKSAAN DERMATOLOGI

Gambaran fisik dinilai berdasarkan gambaran lesi kulit,


penyebaran dari lesi kulit, dan gambaran lesi mukosa, jika menyerang
mukosa.

a. Lesi kulit
Bentuk lesi awal berupa makula merah atau plak urtikaria yang
meluas sedikit demi sedikit menjadi ukuran maksimumnya 2 cm
dalam 24 – 48 jam. Di bagian tengahnya berkembang papula,
vesikel, atau bulla kecil, mendatar dan kemudian hilang.
Berkembang suatu area berbentuk lingkaran dan meninggi, pucat
dan edematosa. Sisi tepinya sedikit demi sedikit berubah menjadi
kebiruan atau keunguan dan membentuk lesi target yang
konsentrik. Beberapa lesi hanya tersusun atas 2 area konsentris
(lihat Gambar 1). Lesi polisiklik atau arkuata dapat juga terjadi
(lihat Gambar 2). Beberapa lesi muncul pada area trauma yang
sebelumnya (fenomena Koebner). Nikolsky sign negative. 2,3,5

Gambar 1
Lesi target pada eritema multiforme

6
Gambar 2
Target atipikal yang meninggi dari lesi arkuata

Gambar 3 variasi lesi eritema multfiforme


b. Penyebaran lesi kulit

Lesi berbentuk simetris, sebagian besar pada permukaan akral


ekstensor ekstremitas, danmenyebar secara sentripetal. Telapak
tangan, leher, dan wajah sering juga terkena. Lesi pada telapak kaki
dan aspek fleksural ekstremitas lebih jarang. Penyebaran seperti
pada herpes zoster (zosteriform distribution) dapat juga terjadi.3,5

c. Lesi mukosa
Keterlibatan mukosa terjadi pada 70% pasien dengan erythema
multiforme. Derajatnya biasanya ringan dan terbatas pada satu
permukaan mukosa. Lesi oral yang paling sering terkena adalah di
daerah bibir, palatum dan gusi. Erosi yang lebih parah pada
setidaknya 2 permukaan mukosa terlihat pada erythema multiforme

7
mayor dan ditandai dengan kerak hemoragik (hemorrhagic
crusting) pada bibir dan ulserasi pada mukosa nonkeratinized (lihat
Gambar 4). Biasanya, lesi mukosa yang sangat nyeri ini cukup luas,
dengan sedikit atau tanpa lesi kulit.3,5

Gambar 4 Hemorraghic crust pada bibir

2.6.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.6.3.1 PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

Pemeriksaan histopatologik biopsy kulit dapat digunakan


untuk memastikan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis
diferensial. Secara histologis, erythema multiforme adalah
prototypical vacuolar interface dermatitis yang memperlihatkan
infiltrate limfositik di sepanjang dermoepidermal junction yang
berhubungan dengan perubahan hidropik dan diskeratosis dari
keratosit basal.

8
Gambar 5 Interface dermatitis dengan sel diskeratorik
prominen pada epidermis

2.6.3.2 PERMERIKSAAN TAMBAHAN

Pemeriksaan darah lengkap; kadar elektrolit;


determinasi BUN (BUN determination); laju endap darah
(LED; erythrocyte sedimentation rate [ESR]); tes fungsi
hati; dan kultur dari darah, sputum dan area erosive
diindikasikan pada kasus parah erythema multiforme
mayor. Pada kasus yang parah, peningkatan ESR,
leukositosis moderat, dan sedikit peningkatan kadar
transaminase hati mungkin ditemukan. Antigen HSV
spesifik telah dapat dideteksi di dalam keratinosit dengan
pemeriksaan immunofluorescence.2

2.7 PATOFISIOLOGI

Pemahaman terbaru mengusulkan bahwa kebanyakan EM, pada


kebanyakan pasien, timbul sebagai manifestasi mukokutaneus dari reaksi
imun langsung yang nyata terhadap kulit yang terjadi akibat adanya satu
infeksi pada individu yang memiliki faktor presipitasi. Penelitian
menunjukkan bahwa pembentukan kompleks imun dan deposisinya pada
mikrovaskulatur kutaneus memiliki peran dalam patogenesis EM. Kompleks
imun yang bersirkulasi dan deposisi dari C3, IgM, dan fibrin di sekitar bagian
atas pembuluh darah dermal telah ditemukan pada kebanyakan pasien EM.7

Secara histologis, infiltrat sel mononuklear ditemukan di sekitar


bagian atas pembuluh darah dermal; dimana halnya pada vaskulitis kutaneus
yang dimediasi oleh kompleks imun juga ditemukan leukosit
polimorfonuklear. EM menunjukkan infiltrat inflamasi yang
lichenoid dan nekrosis epidermal yang kebanyakan mempengaruhi lapisan
basalis. Keratinosit yang mengalami nekrosis bervariasi mulai dari individu
sel sampai nekrosis epidermal yang konfluen. Epidermo-dermal junction

9
menunjukkan perubahan struktur bervariasi mulai dari perubahan vaskuler
sampai subepidermal yang melepuh. Infiltrat di dermal kebanyakan berada
perivaskuler.7

Bila dibandingkan dengan SSJ, SSJ menunjukkan lebih banyak


jaringan yang nekrotik dan infiltrat inflamasi yang minimal. Konsentrasi
acrosyringeal pada keratinosit yang mengalami inflamasi pada EM terjadi
pada kasus-kasus yang behubungan dengan obat- obatan dan kebanyakan
dihubungkan dengan infiltrat inflamasi pada dermis yang
mengandung eosinofil. EM memiliki infiltrat dengan densitas yang kaya akan
limfosit T. Sebaliknya, nekrosis epidermal toksik dicirikan dengan infiltrat
yang miskin sel dan mengandung kebanyakan makrofag dan dendrosit.
Perbedaan ini menunjukkan patogenesis yang jelas untuk penyakit-penyakit
tersebut.7

2.8 PATOGENESIS

Patofisiologi erythema multiforme masih belum dapat dipahami


secara pasti; namun sedikitnya herpes yang berkaitan dengan erythema
multiforme herpes-associated erythema multiforme [HAEM]) muncul karena
hasil dari reaksi imunologis cell-mediated (cell-mediated immune reaction)
yang berkaitan dengan antigen herper simplex virus (HSV). Reaksi
imunologis mempengaruhi HSV-expressing keratinocytes. Sel efektor
sitotoksik, limfosit T CD8+ di epidermis, mempengaruhi apoptosis keratinosit
dan berujung pada nekrosis sel satelit. Sel-sel epidermis di sekitarnya
memiliki HLA-DR positive. Terdapat suatu hubungan antara HLA tipe A33,
B35, B62 (B15), dan DR53 dengan kekambuhan erythema multiforme
(recurrent erythema multiforme). Secara khusus, HLA-DQ3 terutama
berhubungan dengan recurrent erythema multiforme dan dapat menjadi
marker yang sangat membantu untuk membedakan HAEM dari penyakit kulit
lainnya.5,6

10
2.9 DIAGNOSIS BANDING

1. Urtikaria
2. Pitiriasis Rosea

2.10 PENATALAKSANAAN

2.10.1 NON FARMAKOLOGI

Pengggunaan cairan antiseptic, seperti chlorhexidine 0,05%


selama mandi membantu mencegah superinfeksi (infeksi lebih
lanjut).2,5

2.10.2 FARMAKOLOGI
Penyebab erythema multiforme (EM) harus diidentifikasi
terlebih dahulu, jika memungkinkan. Jika ada suatu obat-obatan
yang dicurigai, maka harus dihentikan sesegera mungkin. Infeksi
harus diobati menurut penyakitnya masing-masing setelah
dilaksanakan kultur dan/atau tes serologic. Supresi herpes simplex
virus (HSV) dapat mencegah erythema multiforme yang berkaitan
dengan HSV, tetapi pengobatan antiviral dimulai setelah erupsi
erythema multiforme tidak memiliki efek terhadap keadaan erythema
multiforme. Untuk semua bentuk erythema multiforme,
penatalaksanaan yang paling penting biasanya bersifat simptomatik,
termasuk antihistamin oral, analgesic, perawatan kulit local, obat
kumur. Steroid topical juga dapat dipertimbangkan. Pengobatan
topical, termasuk untuk genital,dapat dilakukan dengan pembalut
kasa atau hydrocolloid.
Perawatan suportif local untuk mata termasuk penting dan
digunakan lubrikan topical untuk mata kering, pembersihan
conjunctival fornices, dan pencabutan atau pembuangan fresh
adhesions. Diet cairan dan terapi cairan intravena bisa dipandang
penting. Antacids oral mungkin sangat membantu untuk mengatasi
ulserasi oral. Support nutrisi dan elektrolit harus dimulai

11
sesegeramungkin. Terapi kortikosteroid sistemik masih
controversial, dan beberapa pihak mempercayai bahwa hal ini akan
menjadikan pasien lebih mudah mengalami komplikasi.
2.10.3 EDUKASI
 Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih untuk mencegah
infeksi sekunder
 Menghentikan obat-obatan jika obat tersebut yang menyebabkan
eitema multiforme.6

2.11 KOMPLIKASI

 Keterlibatan oral yang parah dapat membuat susah makan dan


minum, dan dapat mengakibatkan dehidrasi.
 Komplikasi pada mata dapat bermanifestasi sebagai purulent
conjunctivitis, mata kering, uveitis anterior, pan ophthalmitis,
jaringan parut pada konjungtiva (scarring of the conjunctivae),
symblepharon, dan kebutaan.
 Lesi vaginal dan uretra jarang terjadi. Erosi dapat
menyebabkanphimosis dan retensiurine. Hematocolpos adalah akibat
dari lesi genital pada remaja putri. Jaringan parut yang parah pada
traktus genitourinarius dapat menyebabkan stenosis vagina dan
uretra.

2.12 PROGNOSIS

Pada erythema multiforme minor, lesi akan hilang dalam 2 – 3 minggu


tanpa meninggalkan jaringan parut. Kekambuhan erythema multiforme
minor biasa terjadi dan kebanyakan didahului oleh infeksi HSV subklinis
atau nyata. 2,5

Erythema multiforme mayor memiliki tingkat mortalitas kurang dari


5%. Biasanya, erythemamultiforme bentuk ini membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk hilang, sekitar 3 – 6minggu. Lesi kulit biasanya sembuh

12
dengan hiperpigmentasi dan/atau hipopigmentasi. Jaringan parut biasanya
tidak ada, kecuali setelah infeksi sekunder.

13
BAB III

KESIMPULAN

Erythema multiforme adalah suatu kondisi kulit akut, self-limited, dan


kadang-kadang recurrent karena reaksi hipersensitivitas tipe IV yang dipicu
oleh infeksi, obat-obatan, dan berbagai pemicu lain. Gejalanya berupa lesi
kulit yang penyebaran dan keparahannya bervariasi menurut kategorinya
masing-masing. Kondisi ini dapat terjadi pada siapa saja,tetapi sebagian
besar terjadi pada usia 20 hingga 40 tahun. Penatalaksanaan utamanya
adalah menghindari pemicu utamanya, kemudian ditambah juga dengan
antihistamin, dan antibiotik sesuai dengan tipe erythema multiforme yang
terjadi.

14
TINJAUAN PUSTAKA

1. Siregar, R.S.Atlas Berwarna SariPati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC 2014


2. Djuanda, Adhi, et al 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ed ke 5. Jakarta :
Balai penerbit FKUI
3. Osterne, et al, 2009. Management of Erythema Multiforme Associated with
Recurerent Herpes Infection
4. Isik, et al 2007. Multidrug-Induced Erythema Multiforme J Investig Allergol
Clin Immunol. 2007
5. Lamoreux, et al 2006. Erythema Multiforme. Am Fam Physician 2006;
74;1883-8. Pennsylvania : American Academy of Family Physician
6. Oliveira, L. R and Zucoloto, S. 2008. Erythema Multiforme Minor: A
Revision. American Journal of Infectious Disease
7. Habif TP. Hipersensitivity Syndrome and Vasculitis, Erythema Multiforme.
In : Hodgson S, Cook L, Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis
and Therapy: 2004

15

Anda mungkin juga menyukai