Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENCAPAN 2
PENCAPAN KAIN SUTERA DENGAN ZAT WARNA ASAM

DISUSUN OLEH:

RIJALI NURMAN (11020061)

RISKA WULANDARI (11020065)

SANTI INDRIYANI (11020067)

YUDA RANGGA (11020074)

DOSEN:

SUKIRMAN, S.ST.

ASISTEN:

DESIRIANA

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL


BANDUNG
2013
I. Maksud dan Tujuan
1.1 Maksud
1.1.1 Mengetahui dengan baik prinsip dasar proses pencapan kain sutera
dengan zat warna asam
1.1.2 Memahami karakter kain sutera, zat warna asam, zat pembantu dan alat
cap yang akan dipakai.
1.1.3 Mengetahui faktor – faktor penting yang mempengaruhi hasil proses
pencapan kain sutera dengan zat warna asam.
1.2 Tujuan
1.2.1 Dapat membuat perencanaan proses pencapan kain sutera dengan zat
warna asam.
1.2.2 Dapat menghitung kebutuhan bahan, zat warna dan zat pembantu sesuai
resep pencapan.
1.2.3 Mampu melakukan proses pencapan kain sutera dengan zat warna
pigmen dengan hasil pencapan yang rata, tajam, tahan luntur warna dan
ketuaan warna sesuai yang dipersyaratan.
1.2.4 Mampu mengevaluasi dan menganalisa hasil proses pencapan.
1.2.5 Melaksanakan prinsip – prinsip kesehatan dan keselamatan kerja.

II. Teori Dasar


2.1 Serat Sutera
Serat sutera merupakan serat protein yang strukturnya berupa rantai polipeptida
yang merupakan gabungan asam – asam amino. Asam amino adalah senyawa yang
mempunyai gugus asam basa. Serat protein bersifat amfoter dan dapat bereaksi
atau menyerap asam dan basa pada larutan encer. Serat bersifat hidrofil dan daya
serap airnya tinggi, dengan Moisture Regain (MR) sutera 10-11%. Gugus amina
(NH2) dan karboksilat (-COOH) pada serat protein merupakan gugus fungsi yang
berperan untuk mengadakan ikatan dengan zat warna basa berupa ikatan ionic
(elektrokovalen). Serat protein umumnya lebih tahan asam tapi kurang tahan
suasana alkali, sehingga proses pengerjaan pencelupannya dilakukan dalam
suasana asam.

Sifat Fisika
Dalam keadaan kering, kekuatan serat sutera 4 – 4,5 per denier dengan mulur 20
– 25 persen, dan dalam keadaan basah kekuatannya 3,5 – 4,0 gram/denier dengan
mulur 25 – 30 persen. Serat sutera dapat kembali kepanjang semula setelah mulur
4%, tetapi kalau mulurnya lebih dari 4%, pemulihannya lambat dan tidak kembali
kepanjang semula.
Sifat khusus dari serat sutera adalah bunyi gemerisik (scroop) yang timbul
apabila serat saling bergeseran. Sifat ini bukan sifat pembawaan sutera, tetapi hasil
pengerjaan dengan larutan asam encer, yang mekanismenya belum diketahui. Berat
jenis serat sutera mentah 1,33 dan sutera yang telah dihilangkan serisinnya 1,25.

Sifat Kimia
Seperti protein – protein lain, sutera bersifat amfoter dan menyerap asam dan
basa dari larutan encer. Sutera mempunyai titik iso elektrik 3,6.
Sutera tidak mudah diserang oleh larutan asam encer hangat, tetapi larut dan
rusak didalam asam kuat. Disbanding dengan wol, sutera kurang tahan dengan
alkali, tapi lebih tahan dalam suasana alkali, meskipun dalam konsentrasi rendah
pada suhu tinggi akan kemunduran kekuatan. Serat sutera tahan terhadap semua
pelarut organik, tetapi larut didalam kuproamonium hidroksida dan kupri etilena
diamine.
Sutera kurang tahan terhadap zat – zat oksidator dan sinar matahari
dibandingkan dengan serat selulosa atau serat buatan, tetapi lebih tahan terhadap
serangan secara biologi dibandingkan dengan serat alam lainnya.

2.2 Zat Warna Asam

Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam air karena mempunyai
gugus pelarut sulfonat atau karboksilat dalam struktur molekulnya. Gugus – gugus
tersebut juga berfungsi sebagai gugus fungsi untuk mengadakan ikatan ionik dengan
tempat – tempat positif dalam serat protein.

Zat warna asam yang mempunyai satu gugus sulfonat disebut zat warna asam
monobasik, sedangkan yang mempunyai dua gugus sulfonat disebut zat warna asam
dibasic dan seterusnya.

Semakin banyak gugus pelarut, maka kelarutannya makin tinggi, akibatnya


menjadi lebih mudah rata, tetapi tahan luntur hasil pencelupan terhadap
pencuciannya akan berkurang. Dengan demikian, jumlah maksimum zat warna asam
dibasik yang dapat terserap oleh serat sutera menjadi lebih kecil dari pada zat warna
asam monobasik, terutama bila suasana pasta cap sedikit asam, karena kondisi
seperti itu tempat – tempat positif pada bahan terbatas. Jadi untuk pencapan warna
tua sebaiknya digunakan zat warna asam monobasik.
Dalam pencapan, zat warna asam dapat memberikan warna yang mengkilap
dengan tahan luntur terhadap pencucian yang baik pula. Keunggulan lain dari zat
warna asam adalah warnanya yang cerah, hal tersebut karena ukuran partikelnya
relative kecil (lebih kecil dari ukuran struktur molekul zat warna direk).

Struktur zat warna asam bervariasi, antara lain jenis trifenil metan, xanten, nitro
aromatik, azo dan pirazolon. Kebanyakan zat warna asam termasuk jenis sehingga
hasil celupnya dapat dilunturkan dengan reduktor.

Berdasarkan cara pemakaiannya, zat warna asam dapat digolongkan menjadi


tiga, yaitu zat warna sam celupan rata yang mempunyai ukuran molekul yang
relative sangat kecil sehingga substantifitasnya terhadap serat relatef kecil, sangat
mudah larut dan warnanya sangat cerah, warnanya mudah rata, tetapi tahan luntur
warnanya rendah. Untuk warna tua biasanya diperlukan kondisi larutan celup yang
sangat asam pada pH 2-4, tapi untuk warna sedang dan muda dapat dilakukan pada
pH 4-5.

Untuk zat warna asam milling, afinitas zat warna asam milling lebih besar dan
agak sukar bermigrasi dalam serat, akibatnya agak sukar mendapatkan kerataan
warna. Umumnya diperlukan kondisi larutan celup pada pH 4-5 untuk warna tua,
tetapi untuk warna sedang dan muda sebaiknya dilakukan pada 5-6 agar hasil celup
warnanya rata.

Pada jenis zat warna asam supermiling ukuran molekulnya paling besar sehingga
afinitas terhadap serat relative besar dan sukar bermigrasi, akibatnya sukar
mendapatkan kerataan warnanya, tetapi tahan luntur warnanya tinggi.

Tahan luntur yang tinggi diperoleh dari adanya ikatan antara serat dan zat warna
yang berupa ikatan ionic yang didukung oleh ikatan gaya Van der Waals serta
kemungkinan terjadinya ikatan hydrogen. Untuk warna tua dapat dilakukan pada
kondisi pH 5-6 tetapi untuk warna muda dapat dilakukan pada pH 6-7.

Ukuran zat warna asam levelling adalah paling kecil sehingga kecerahan zat
warna asam levelling paling tinggi dibandingkan zat warna tipe zat warna asam
lainnya.

Ukuran partikel zat warna juga menentukan besarnya ikatan sekunder antara zat
warna dengan serat yang berupa ikatan dari gaya Van der Waals, dimana makin
banyak electron dalam molekul (makin besar ukuran molekul) zat warna makin besar
ikatan fisika (Van der Waals) nya. Oleh karena itu dapat dipahami bila tahan luntur
zat warna asam levelling lebih rendah bila dibandingkan dengan tahan luntur hasil
celup dengan zat warna asam milling atau supermilling.

Zat warna asam dapat mewarnai serat sutera karena adanya tempat – tempat
positif pada bahan. Jumlah tempat positif pada bahan sangat tergantung pada dua
factor yaitu jumlah gugus amida dan jumlah gugus amina dalam serat serta
keasaman dari pasta cap.

Mekanisme terbentuknya tempat – tempat bermuatan positif pada bahan adalah


sebagai berikut:

 Pada suasana netran (pH 7)


Bila serat wol atau sutera dimasukkan kedalam air pada suasana netral
sebagian akan terionisasi sebagai berikut:

-
HOOC----Sutera----NH2 OOC---Sutera---N+H3

 Pada suasana asam


Bila ditambahkan asam maka terbentuk muatan positif yang nyata pada
serat, akibat adanya ion H+ yang terserap gugus amina dari serat wol atau
sutera.

HCl H+ + Cl-
HOOC---Sutera---N+H3 + H+ + Cl- HOOC---Sutera---N+H3…Cl-

Adanya tempat – tempat positif pada wol atau sutera memungkinkan


terjadinya ikatan ionik antara anion zat warna asam dengan wol atau
sutera yang mudah menyerap ion H+.

Zw-SO3Na Zw-SO3- + Na
-
O3S-ZW
Ikatan ionik

HOOC --- Sutera --- N+H3

Zat warna asam lebih banyak digunakan untuk pencapan wol dan sutera
daripada zat warna lain, karena zat warna asam mempunyai daya serap lebih baik,
warnanya dapat mengkilap dan tahan lunturnya terhadap pencucian dan sinar baik.
Zat warna ini dapat disebut zat warna asam karena zat warna aslinya
mengandung asam – asam mineral atau asam organik, dan dibuat dalam bentuk
garam – garan natrium dari asam organic, dimana gugus anion merupakan gugus
pemberi warna yang aktif.

2.3 Pengental

Pengental didalam proses pencapan mempunyai peranan yang sangat penting


yaitu berfungsi untuk melekatkan zat warna pada bahan tekstil sehingga diperoleh
motif – motif tertentu dengan batas yang tajam, membawa zat warna dan zat – zat
pembantu, mencegah migrasi yang terjadi selama proses pengeringan,
meningkatkan daya adhesi dari zat warna yang belum terfikasasi ke dalam serat,
mengikat air dari hasil kondensasi uap pada proses pengukusan dan bertindak
sebagai koloid pelindung agar zat warna dan zat – zat pembantu tidak mengendap
(terpisah) selama proses.

Faktor – faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan pengental adalah sebagai
berikut :

1. Pengental harus stabil dalam kondisi pH tertentu dan cocok dengan zat warna dan
zat pembantu yang digunakan.
2. Pengental harus dapat membentukan lapisan/film yang fleksibel dan mempunyai
daya lekat yang baik.
3. Pengental dengan kandungan zat padat rendah memberikan hasil warna yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pengental dengan kandungan zat padat tinggi.
4. Kemudahan persiapan dan penghilangan dalam pencucian setelah proses
pencapan selesai.
5. Pengental yang mempunyai harga murah tetapi dapat memberikan hasil yang
optimum.

Persyaratan pengental yang akan digunakan untuk pencapan bahan tekstil adalah
sebagai berikut :

1. Tidak membentuk busa pada pasta pencapan.


2. Tidak berubah viskositasnya baik selama penyimpanan maupun selama proses.
3. Tidak mempengaruhi atau bereaksi dengan zat warna yang digunakan.
4. Memiliki daya lekat yang baik.
5. Memiliki lapisan/film yang baik dan fleksibel dan tidak kaku setelah proses
pengeringan.
6. Tidak menimbulkan migrasi warna yang disebabkan oleh kontak dengan serat
setelah pengeringan.
7. Dapat mengikat air dengan baik, sehingga dapat menghindari bleeding pada
waktu fiksasi.
8. Mudah dihilangkan dalam pencucian.

Tips Memilih Pengental


Dalam memilih bahan pengental, harus disesuaikan dengan zat warna yang
digunakan dalm pencapan, yaitu:
Untuk zat warna yang daya penyerapannya kecil terhadap serat sebaiknya dipakai
pengental yang mudah menyerap kebahan, dan sebaliknya jika daya penyerapannya
besar terhadap serat, maka digunakan pengental yang penyerapannya terhadap kain
kecil.

III. Percobaan
a. Alat dan Bahan
Alat – alat:
- Ember plastik
- Gelas plastik
- Gelas piala
- Gelas ukur
- Pipet ukur
- Kaca pengaduk
- Stirrer
- Kaca datar
- Rakel
- Timbangan
- Pembakar Bunsen

Bahan:

- Kain sutera
- Zat warna asam
- CMC
- Na asetat
- Urea/gliserin
- Asam asetat
- Air panas

b. Diagram Alir

Printing Drying (80°C 1-2’) Steaming (102°C ~ 30’)

Drying Washing off

- Cuci dingin
- Cuci sabun panas
- Cuci dingin

c. Resep Pencapan
1) Pengental induk
- CMC 300 gram
- Air 700 gram
1000 gram
2) Pasta cap
- ZW asam 20 gram
- CMC 7% 700 gram
- urea/gliserin 10 – 20 gram
- Na asetat 30 gram
- Asam asetat 5 - 10 gram
- air panas x gram
1000 gram

Resep R1 R2 R3 R4

20
Zw asam × 50 = 1 𝑔𝑟𝑎𝑚
1000

7
CMC × 300 = 21 𝑔𝑟𝑎𝑚
100

30
Na asetat × 50 = 1,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
1000
10
Urea × 50 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
1000

10
Asam asetat × 50 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
1000

Waktu steaming 5’ 10’ 15’ 20’

d. Fungsi Zat

- CMC(pengental) berfungsi untuk meningkatkan kekentalan pasta cap,


melekatkan zat warna pada pada bahan tekstil dan pengatur viskositas.

- Urea berfungsi sebagai zat higroskopis

- Na asetat berfungsi sebagai buffer

- Asam asetat berfungsi untuk mendapatkan suasana asam agar serat


bermuatan positif

e. Langkah Kerja

Tahapan membuat pasta cap

a. Pengental induk
Pengental induk dibuat dengan cara menambahkan air panas sedikit demi
sedikit kedalam ember plastik yang telah berisi CMC sampai homogen,
b. Pasta cap:
Semua zat pembantu yang tidak dalam bentuk larutan harus dilarutkan
terlebih dahulu dengan air atau air panas, agar tidak mengganggu
homogenitas pasta cap. Siapkan pengental dalam ember plastik, kemudian
sambil di-mixer tambahkan zat warna, binder, fixer dan DAP.
Hasil Pencapan

Steaming 5 menit
Steaming 10 menit
Steaming 15 menit
Steaming 20 menit
IV. Diskusi
Dari hasil yang didapat, waktu steaming 5 menit pada saat dilakukan pencucian,
zat warna yang luntur sangat banyak, sehingga ketuaan warna sangat muda
dibandingkan dengan waktu steaming 10 menit, 15 menit dan 20 menit. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan waktu steaming yang singkat, zat warna tidak terdifusi
sempurna kedalam serat, sehingga zat warna yang berada pada permukaan kain
luntur ketika dilakukan pencucian sabun panas. Namun pada waktu steaming 5
menit terlihat lebih mengkilap.

V. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa waktu steaming
menentukan ketajaman hasil pencapan. Semakin lama waktu steaming, zat warna
yang terdifusi semakin banyak, sehingga motif lebih tua dan semakin tajam. Selain
itu, tahan luntur zat warna terhadap pencucian semakin kecil.

Anda mungkin juga menyukai