Laporan Ukl-Upl Bendung Irigasi Ula - 2017 PDF
Laporan Ukl-Upl Bendung Irigasi Ula - 2017 PDF
PKMK-UNTAD
Surat Pernyataan
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Desember 2017
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah
Kabupaten Morowali Utara
Kepala,
Materai 6000
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan terima kasih atas saran dan arahan yang telah diberikan Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah, serta Bidang Pencegahan Pengendalian
Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Morowali Utara, sehingga
penyusunan UKL dan UPL ini dapat memenuhi persyaratan dan ketentuan perundangan
serta sesuai dengan harapan kita bersama.
Terima kasih pula kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu hingga
tersusunnya dokumen UKL dan UPL ini.
Desember 2017
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah
Kabupaten Morowali Utara
Kepala,
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-
Nya, sehingga penyusunan Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) Rencana Pembangunan Bendung
Daerah Irigasi (DI) Ula & Jaringan Irigasinya di Desa Posangke pada areal sawah
produktif seluas ±990 Ha, selanjutnya akan dikembangkan hingga luasan ±2.000 Ha di
Kec. Bungku Utara Kab. Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah dapat diselesaikan.
1. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Kabupaten Morowali Utara
dan Pengelola Pembangunan Bendung Daerah Irigasi (DI) Ula di Desa Posangke
pada areal sawah produktif seluas ±990 Ha Kec. Bungku Utara atas perkenannya
untuk bekerjasama dalam kegiatan ini.
2. Pejabat pelaksana teknis kegiatan beserta jajarannya yang telah banyak
membantu dalam hal kelengkapan administrasi dan materi kegiatan ini.
3. Segenap staf pada kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah
Kabupaten Morowali Utara dan Pengelola Pembangunan Bendung Daerah
Irigasi (DI) Ula di Desa Posangke Kecamatan Bungku Utara yang telah banyak
membantu sampai tersusunnya dokumen ini.
Desember 2017
An. Ketua PKMK UNTAD
Koord. Div. Pengemb. Kawasan &
Pengelolaan SDA,
PENDAHULUAN
A. Identitas Pemrakarsa
a. Nama Pemrakarsa : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah
Kabupaten Morowali Utara
b. Alamat Pemrakarsa : Jl. Tarundungi No. 04 Kolonodale-Morowali Utara
(94671), Telp. (0465) .........................
c. Penanggung jawab : Drs. Jamaluddin Sudin, M.Si.
(Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Daerah Kabupaten Morowali Utara
d. Nip. / Pangkat : 19630825 198603.1.017 /
Pembina Utama Muda, IV / c
e. Jenis Kegiatan : Pembangunan Bendung Daerah Irigasi (DI) Ula di
Desa Posangke Kecamatan Bungku Utara
f. Lokasi Kegiatan/Luasan : Lokasi bendung di Desa Taronggo (Koordinatnya =
S.1o 45’ 28,6” dan E.121o 39’ 42,2” dengan EL= 51 m);
Jaringan irigasi melayani 3 (tiga) desa yakni desa
Taronggo, desa Posangke dan desa Tokala Atas,
dengan luas areal produktif lahan yang dapat diairi
seluas ±2.000 ha.
B. Identitas Penyusun
a. Nama Lembaga : Pusat Kajian Pengembangan Masyarakat dan
Kawasan Universitas Tadulako (PKMK – UNTAD)
b. Penanggung Jawab : Dr. Ir. Muhd. Nur Sangadji, DEA
c. Jabatan : Ketua PKMK – UNTAD.
d. Alamat : Kampus Bumi Tadulako, Kel. Tondo (94118)
Palu, Sulawesi Tengah
e. Nomor Telepon/Fax : (0451) – 8202575.
f. E-mail : pkmk_untad@yahoo.co.id
C. Tim Penyusun
Tabel 1.1. Daftar Tim Penyusun UKL – UPL Rencana Pembangunan Daerah
Irigasi (DI) Ula di Desa Posangke Kecamatan Bungku Utara Kabupaten
Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah
Air merupakan salah satu faktor penentu (determinan) dalam proses produksi
pertanian. Oleh karena itu investasi irigasi menjadi sangat penting dan strategis dalam
rangka penyediaan air untuk pertanian. Dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai
keperluan usaha tani, maka air (irigasi) harus diberikan dalam jumlah, waktu, dan mutu
yang tepat, jika tidak maka tanaman akan terganggu pertumbuhannya yang pada
gilirannya akan mempengaruhi produksi pertanian.
Pemberian air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream)
memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut
dapat berupa: bendungan, bendung, saluran primer dan sekunder, box bagi, bangunan-
bangunan ukur, dan saluran tersier serta saluran tingkat usaha tani (TUT). Terganggunya
atau rusaknya salah satu bangunan-bangunan irigasi akan mempengaruhi kinerja system
yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan efektifitas irigasi menjadi menurun.
Apabila kondisi ini dibiarkan terus dan tidak segera diatasi, maka akan berdampak
terhadap penurunan produksi pertanian yang diharapkan, dan berimplikasi negative
terhadap kondisi pendapatan petani dan keadaan sosial, ekonomi di sekitar lokasi.
Daerah Irigasi Ula di Desa Posangke Kecamatan Bungku Utara saat ini sangat
perlu untuk dibangun sarana irigasi teknis karena pada wilayah tersebut cukup potensi
untuk dijadikan lahan persawaan dengan luas areal sawah potensial ± 2.000 Ha yang
terdiri dari tiga desa yakni desa Tokala Atas, desa Posangke dan desa Taronggo, sarana
pengairan sebelumnya sudah ada namun masih tergolong irigasi desa dengan luas areal
pengairan kurang lebih 200 – 300 Ha. Mengingat kondisi jaringan yang ada di Daerah
Irigasi Ula saat ini masih belum dapat mengairi areal keseluruhan yang ada, maka
diperlukan penambahan/peningkatan prasarana jaringan irigasi agar dapat meningkatkan
produksi pertanian. Rencana pengembangan areal ini (seluas ± 990 Ha) sangat ditunjang
oleh ketersediaan debit air sungai Ula yang cukup besar yaitu 1,6301 m3/dtk, adanya
rencana alih fungsi lahan/lading menjadi sawah oleh petani serta penerapan metode SRI
(system of rice intensification) pada system pertanian yang memungkinkan adanya
efisiensi penggunaan air irigasi.
Oleh karena itu, rencana Pembangunan Daerah Irigasi (DI) Ula di Desa Posangke
Kecamatan Bungku Utara, dengan Jaringan Irigasi yang dapat melayani 3 (tiga) desa
yakni desa Taronggo, desa Posangke dan desa Tokala Atas tersebut diprakirakan akan
menimbulkan dampak terhadap beberapa komponen lingkungan. Untuk itu kegiatan ini
harus dilakukan dengan terencana, efisien dan berkelanjutan baik bagi lingkungan sekitar
maupun bagi pemrakarsa selaku penanggung jawab proyek. Maka pemrakarsa dalam hal
ini, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Kabupaten Morowali Utara Provinsi
Sulawesi Tengah berniat melengkapi kelayakan rencana pembangunan Daerah Irigasi
(DI) Ula tersebut dengan studi kelayakan lingkungan yang substansinya berisi kajian
ilmiah, yang diwujudkan dengan penyusunan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), sesuai amanat Undang-Undang No 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH);
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan; Per Men LH No. 05
Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL); serta Permen PU Nomor
10/PRT/M/2008 Tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan
Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Dokumen UKL dan UPL, artinya bahwa jenis
kegiatan pembangunan daerah irigasi dengan luas areal lebih kecil dari 2.000 Ha dan
Rehabilitasi/Peningkatan daerah irigasi dengan luas tambahan lebih kecil dari 1.000 Ha,
termasuk kategori jenis kegiatan yang tidak wajib AMDAL atau kegiatan yang hanya
wajib dilengkapi dengan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL).
Atas dasar itu, maka Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Kabupaten
Morowali Utara selaku pemrakarsa akan melaksanakan studi UKL-UPL dengan format
penyusunan dokumen mengacu pada Per Men LH No. 16 tahun 2012 Tentang Pedoman
Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup (khusus Dokumen Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup/UKL dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup/UPL, tercantum dalam
Lampiran IV). Dokumen ini diharapkan agar dapat mengkaji dampak yang ditimbulkan
serta menghasilkan produk berupa langkah demi langkah penanganan dampak
lingkungan sehingga dapat mengurangi dampak negative dan mengoptimalkan/
mengembangkan dampak positif yang timbul.
1.3.1 Tujuan
1.3.2 Manfaat
a. Bagi Pemrakarsa
b. Bagi Masyarakat
c. Bagi Pemerintah
Undang-Undang Republik
A. Tentang Justifikasi
Indonesia
1 Undang-Undang No. 5 Tahun Peraturan Dasar Pokok- Terkait dengan Pengadaan Lahan
1960. Pokok Agraria
2 Undang-undang No. 5 Tahun Konservasi SDA Hayati Keberadaan Berbagai Ekosistem Alam
1990 dan Ekosistemnya di Sekitar Rencana Kegiatan
3 Undang-Undang No. 23 Tahun Kesehatan Pemeliharaan Kesehatan Pekerja dan
1992 Masy. Sekitar Rencana Kegiatan
4 Undang-Undang No. 5 Tahun Pengesahan Konvensi Upaya Pengelolaan Keanekaragaman
1994 Internasional Mengenai Hayati yang Ada di Beberapa Bagian
KEHATI Lokasi Proyek
5 Undang-Undang No. 41 Tahun Kehutanan Keberadaan lahan yang akan
1999. digunakan oleh proyek yang dikuasai
oleh Dep. Kehutanan dan Perkebunan.
6 Undang-Undang No. 20 Tahun Ketenagakerjaan Tatacara dan Pengaturan Rekrutmen
2002 dan Hak Serta Kewajiban Pemrakarsa
Terhadap TK
7 Undang-Undang No. 7 Tahun Sumber Daya Air Pengelolaan Jaringan Irigasi dan
2004 Fasilitas Pendukungnya
8 Undang-Undang No. 33 Tahun Perimbangan Keuangan Pengaturan Kewajiban Pemrakarsa
2004 Antara Pemerintah Pusat Untuk Membayar Pajak Untuk Daerah
dan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat
9 Undang-Undang No. 12 Tahun Pemerintahan Daerah Hubungan Pemrakarsa dengan
2006 Kewenangan Pemerintah Daerah
Sebagai Daerah Otonom
10 Undang-Undang No. 26 Tahun Penataan Ruang Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan
2007 Dengan Tata Ruang
11 Undang-Undang No. 22 Tahun Lalu Lintas dan Angkutan Penggunaan Jalan Provinsi Dan Jalan-
2009 Jalan Jalan Umum Untuk Kegiatan Proyek
12 Undang-Undang No. 32 Tahun Perlindungan dan Terkait dengan Arti Penting Studi UKL-
2009 Pengelolaan Lingkungan UPL
Hidup (PPLH)
Peraturan Pemerintah
B. Tentang Justifikasi
Republik Indonesia
1 PP No. 43 Tahun 1993 Prasarana dan Lalulintas Pengaturan & Pengawasan Prasarana
Jalan dan Lalulintas Kendaraan Darat yang
Digunakan Dalam Proyek
2 PP No. 18 Tahun 1999 jo PP No. Pengelolaan Limbah Terkait Dengan Pengaturan Dan
85 Thun 1999 Bahan Berbahaya dan Pengawasan Limbah B3 Yang
Beracun (B3) Dihasilkan Oleh Rencana Kegiatan
2 Keputusan Gubernur Sulawesi Baku Mutu Lingkungan di Batas baku mutu lingkungan untuk
Tengah No. Provinsi Sulawesi Tengah berbagai parameter lingkungan yang
Kep.188.44/1443/RO.BLH/1990 harus diacu oleh pemrakarsa.
3 Keputusan Gubernur Kepala Dati Baku Mutu Air dan Udara Terkait dengan Baku Mutu Air Dan
I Sul-Teng No. 465 Tahun 1995. Di Sulawesi Tengah. Udara.
4 Perda Propinsi Sulawesi Tengah Rencana Tata Ruang Tata Ruang Wilayah Prop Sulteng
No. 2 Tahun 2004. Wilayah Prop Sul – Teng. Untuk Perencanaan & Pemanfaatan
Ruang.
5 Perda Kab. Morowali Utara No. .. Rencana Tata Ruang Tata Ruang Wilayah Kab. Morowali
tahun 2014 Wilayah Kabupaten Utara Untuk Perencanaan &
Morowali Utara (RTRWK) Pemanfaatan Ruang.
tahun 2014 - 2034
Pembangunan Bendung dan Daerah Irigasi (DI) Ula di Desa Posangke dengan
wilayah Jaringan Irigasi melayani 3 (tiga) desa yakni desa Taronggo, desa
Posangke dan desa Tokala Atas, pada areal produktif lahan yang dapat diairi untuk
tahap awal mencapai ±990 Ha, selanjutnya akan dikembangkan hingga
mencapai luasan ±2.000 Ha, terletak di wilayah Kecamatan Bungku Utara
Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah.
Jenis-jenis Kegiatan :
a. Penyiapan lahan
b. Pembangunan Base Camp dan Kantor
c. Pembuatan Jalan Usaha Tani (Jalan Inspeksi)
d. Pembuatan Bendung (Intake)
e. Pembuatan saluran pembawa (meliputi saluran primer dan sekunder, serta
bangunan pelengkapnya)
f. Pembuatan saluran/jaringan tersier/kuarter dan pelengkapnya.
g. Pembuatan tanggul
a. Gambaran Umum
Secara administratif, lokasi rencana Pembangunan Bendung dan Daerah Irigasi (DI)
Ula di Desa Posangke dengan wilayah Jaringan Irigasi melayani 3 (tiga) desa yakni
desa Taronggo, desa Posangke dan desa Tokala Atas dengan luas areal tahap
awal mencapai ±990 Ha, selanjutnya akan dikembangkan hingga mencapai
areal seluas ±2.000 Ha, terletak termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan
Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara. Adapun sebaran Desa-desa yang masuk
dalam proyek Pembangunan Bendung dan Daerah Irigasi (DI) Ula berdasarkan
Dari kegiatan orientasi lapangan pendahuluan, pada daerah ini telah dilakukan
beberapa kali upaya-upaya untuk menjadikan areal ini sebagai lahan pertanian
khususnya untuk tanaman padi sawah oleh masyarakat setempat dengan gotong
royong berupa penggalian saluran dan meninggikan muka air sungai/koro Ula
dengan membuat bendung dari tumpukan tanah dan kayu.
Namun sampai dengan saat ini, upaya yang dilakukan masyarakat tersebut belum
berhasil. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya kegiatan ini harapan
masyarakat setempat akan kebutuhan lahan pertanian khususnya tanaman padi
sawah, dapat segera terwujud dan mendapat dukungan pemerintah sebagai upaya
untuk meningkatkan kesejahtraan masyarakat.
Dari pengamatan di lapangan ada peta rupa bumi indonesia (1991) dan analisis
peta topografi hasil survey (2017), Kondisi topografi daerah studi dikategorikan
sebagai daerah dataran, perbukitan bergelombang lemah, dan berbukit terjal hingga
sedang pada sisi alur areal rencana daerah irigasi didominasi oleh bentuk wilayah
datar dengan kemiringan lahan antara 0 – <8% mencapai sekitar 82,76%, dan
landai dengan kemiringan lahan antara 8 – <15% hanya sekitar 11,18%, selebihnya
bentuk wilayah bergelombang dengan kemiringan lahan antara 15 – <25% sekitar
5,19%; serta memiliki topografi ketinggian tempat yang didominasi oleh ketinggian
10 - ≤ 25 m dpl areal seluas ±1,288.54 Ha (75,80%), sedangkan ketinggian 30-50 m
dpl menempati areal seluas ±270.80 Ha (15,93%), dan ketinggian 0 – 10 m dpl
hanya seluas ±140.66 Ha (8,27%). Berdasarkan kondisi topografi tersebut, maka
lokasi ini memungkinkan untuk dijadikan daerah beririgasi dengan sistem pengaliran
secara gravitasi.
Hamparan rencana Daerah irigasi Ula terletak di sebelah kiri sungai/koro Ula yang
akan digunakan sebagai sumber air utama untuk mengairi areal rencana daerah
irigasi, dan hamparan wilayah jaringan irigasi tersebut memanjang dari arah barat
Secara rinci, informasi Lokasi Rencana Pembangunan Bendung dan Daerah Irigasi
(DI) Ula berdasarkan Detail Desain Perencanaan Daerah Irigasi yang terletak di
desa Posangke Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara Tahun 2016
dan Skema Jaringan Irigasi Sungai/Koro Ula dengan luas areal tahap awal
mencapai ±990 Ha, melalui Program Peningkatan/ Rehabilitasi Daerah Irigasi oleh
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Morowali Utara Propinsi Sulawesi Tengah.
b. Kesampaian Daerah
terletak di desa Taronggo. Lokasi wilayah desa tersebut sangat layak untuk
dilakukan pekerjaan pembangunan jaringan irigasi teknis karena pengambilan
sumber airnya masih sangat potensial, hulu sungainya dikelilingi hutan lindung/CA
Morowali, untuk sistim jaringan irigasi sebelumnya sebagian kecil sudah terbentuk
pada wilayah desa posangke dusun SPB dengan kondisi bendung swadya
masyarakat dengan sebagaian saluran permanen/pasangan bantuan dari dinas
terkait, dengan kapasitas mengairi kurang lebih 200 – 300 Ha. Dengan kondisi
wilayah cukup luas kurang lebih 2000 Ha daerah dataran maka sangat perlu untuk
dibangan jaringan irigasi teknis dengan sumber air dari sungai Ula dengan hulu
sungai terletak pada desa Taronggo, agar sarana kebutuhan pengairan tanaman
pangan dapat terpenuhi secara kontinyu sesuai kebutuhan.
Jika ditinjau dari sarana transportasi lokasi tersebut cukup terjangkau dengan
menggunakan kendaraan roda empat dari kota Luwuk atau wilayah Toili Kabupaten
Banggai yang merupakan wilayah penunjang sarana dan prasaran bahan
bangunan, lokasi desa untuk menujuh ke lokasi bendung dan sepanjang rencana
jaringan irigai perlu dibuat jalan inspeksi dan terlebih dahulu harus komunikasi
dengan masyarakat setempat. Untuk kondisi topografi secara keseluruhan tergolong
wilayah dataran rendah dengan hulu sungai pengambilan/bendung terletak pada
daerah lembah atau cela pengunungan. Secara rinci dapat dilihat pada Peta Situasi
Lokasi yang disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Peta Orientasi Lokasi Pembangunan Daerah Irigasi (DI) Ula Kec. Bungku Utara di Kab. Morowali Utara
Sumber air yang akan digunakan sebagai sumber air utama untuk mengairi areal
rencana Daerah Irigasi Ula diambil dari air Sungai/Koro Ula yang terletak di Desa
Taronggo, berada pada DAS Sungai Sumara. Luas daerah tangkapan (catchment
area) dihitung pada lokasi rencana bendung seluas ±7,0 Km2. Menurut informasi
dari masyarakat setempat air pada sungai/koro Ula tidak pernah kering sekalipun
pada musim kemarau.
Morfologi sungai/koro Ula berupa sungai dengan lembah/bukit kiri dan kanan yang
landai dengan bentangan sekitar 6-8 meter. Morfologi pendataran dijumpai di
bagian hilir rencana bendung yang ditempati oleh dataran alluvium. Tipe
sungai/koro Ula termasuk tipe permanen, dimana sungainya selalu berair di setiap
musim, dengan pola sungai dendritik. Pola distribusi sedimen di sepanjang aliran di
pengaruhi oleh kedalaman, kecepatan, serta bentuk morfologinya. Aliran sungai
yang lurus maupun yang menikung mengalami perbedaan perubahan disetiap
posisi titik, baik perubahan ke dalaman, kecepatan, serta perubahan ketinggian
sedimen setelah selang waktu T tertentu, namun perubahannya cukup kecil.
Lokasi rencana tubuh Bendung terletak di alur sungai/koro Ula di wilayah Desa
Taronggo Kecamatan Bungku Utara tepatnya di sebelah Barat/Barat Laut
proyek/daerah irigasi pada posisi koordinat S.1o 45’ 28,6” dan E.121o 39’ 42,2 (Lihat
Gambar 2.2). Untuk menuju lokasi tubuh bendung dari jalan desa harus melalui
jalan tanah yang baru dibuka di kawasan hutan Cagar Alam Morowali, melewati
hutan, semak belukar serta tegalan dan pada saat survey lapangan jalan yang
dibuat belum tembus hingga ke lokasi. Bendung Irigasi Ula ini yang akan dibangun
ditargetkan dapat mengairi sawah untuk tahap awal mencapai ±990 Ha, selanjutnya
akan dikembangkan hingga mencapai ±2.000 Ha.
Gambar 2.2. Foto Lokasi Pembangunan Bendung Irigasi Ula di Desa Taronggo
Rencana pembangunan Bendung Utama Daerah Irigasi Ula berada pada areal
kawasan hutan konservasi (CA Morowali), sedangkan Jaringan Irigasinya berupa
semak belukar, areal perkebunan sawit dan tegalan. Pemanfaatan lahan sebagian
kecil telah dibuka oleh masyarakat untuk bertanam tanaman seperti ubi, jagung, dan
tanaman lainnya, sedangkan bagian besar lainnya umumnya belum tergarap. Status
kepemilikan lahan berupa tanah negara yang dikelola oleh desa setempat.
Sedangkan kegiatan lain di sekitar lokasi rencana bendung dan jaringan irigasi
utama di 3 Desa studi (Desa Taronggo, desa Posangke dan desa Tokala Atas)
Kecamatan Bungku Utara adalah sebagai berikut:
Rencana kegiatan Pembangunan Daerah Irigasi Ula dan Jaringan Irigasinya yang
memanfaatkan debit air sungai/koro Ula sebagai sumber air irigasi dengan wilayah
Jaringan Irigasi melayani 3 (tiga) desa yakni desa Taronggo, desa Posangke dan
desa Tokala Atas.
Skala usaha rencana kegiatan Pembangunan Daerah Irigasi (DI) Ula di Kecamatan
Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara dirinci berdasarkan jenis rencana
bangunan sebagai berikut:
Jenis bangunan yang akan dibangun dalam pembangunan Daerah Irigasi Ula
meliputi bangunan jaringan irigasi (tubuh bendung utama), bangunan pelimpah
(spillway), terowongan pengelak (diversion), dan bangunan pengambilan (intake)
serta bangunan fasilitas operasional dan pemeliharaan.
Peta layout, tata letak Jaringan Irigasi DI Ula dan profil Bendung Irigasi DI Ula lebih
jelas disajikan pada Gambar 2.3 hingga Gambar 2.10.
Gambar 2.3. Peta Situasi/Layout Daerah Irigasi Ula di Kec. Bungku Utara
Gambar 2.4. Peta Situasi Petak Jaringan Daerah Irigasi Ula di Kec. Bungku Utara
Gambar 2.5. Peta Topografi Lokasi Daerah Irigasi Ula di Kec. Bungku Utara
Gambar 2.6. Skema Jaringan Daerah Irigasi Ula di Kec. Bungku Utara
Gambar 2.8. Profil Potongan A-B Bendung Irigasi Ula di Kec. Bungku Utara
UKL-UPL Pembangunan Daerah Irigasi Ula
di Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara II - 14
Uraian Rencana Kegiatan
Gambar 2.9. Profil Potongan H-O-H dan H-O-I Bendung Irigasi Ula di Kec. Bungku Utara
Bangunan utama Daerah Irigasi Ula tersebut dinamakan “Bendung Irigasi Ula”
yang memanfaatkan debit air sungai/koro Ula sebagai sumber air irigasi
dengan pengambilan bebas berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumara.
Bendung Irigasi Ula merupakan bendung tetap dengan type Mercu Ogee,
tinggi ±4,0 m, lebar bentangan 25-40 m. Pada bendung ini terdapat satu
bangunan intake yaitu intake kiri. dengan data sebagai berikut :
Kondisi saluran pembawa DI Ula pada umumnya masih berupa saluran tanah
dan diperlukan pekerjaan lining untuk memperkecil tingkat kebocoran air.
Ruas saluran pembawa baik primer maupun sekunder yang terkait dengan
perluasan areal tentu akan mengalami perubahan pada tingkat muka airnya
(h) karena penampang saluran tidak mengalami perubaan. Apabila tanggul
yang ada lebih rendah dari tanggul rencana yang baru setelah adanya
perluasan areal maka perlu adanya peninggian tanggul dengan timbunan
yang dipadatkan.
3) Bangunan Bagi/Sadap/BagiSadap
Gambar 2.11. Dimensi gorong-gorong box saluran BA2 (0,8 x 0,8 m2)
b. Bangunan Terjun
Fungsi bangunan terjun pada jaringan irigasi adalah untuk
mempertahankan kemiringan dasar saluran, agar tidak tergerus dan tidak
mengalami penurunan. Pada jaringan irigasi pedesaan, bangunan terjun
yang digunakan ada 2 macam, yaitu :
Bangunan terjun tegak
Bangunan terjun tegak digunakan apabila tinggi terjun, Hmax (A-B) =
1,50 m.
Bangunan terjun dengan kolam olakan
Bangunan terjun dengan kolam olakan disebut juga Vlughter Basin.
Khusus untuk perencanaan Jaringan Irigasi Pedesaan, tinggi terjun
c. Jembatan
Bangunan jembatan diperlukan apabila saluran air menyilang jalan yang
ada baik itu untuk kenderaan ataupun pejalan kaki. Konstruksi jembatan
dapat berupa plat beton bertulang atau gorong-gorong lengkung.
Panjang saluran-saluran
Saluran pembawa tersier
Saluran tersier harus diupayakan sependek mungkin untuk mengurangi
kehilangan air sepanjang penyaluran. Panjang saluran tersier untuk 1
hektar areal irigasi seyogyanya jangan melebihi 25 meter.
Saluran pembawa kwarter
Saluran kwarter harus dibuat ke petak terakhir blok kwarter. Panjang
seluruhnya dari bangunan bagi tersier sampai ke ujung kwarter sebaiknya
tidak lebih dari 600 meter.
3) Talang (Flume)
Talang, suatu bagian saluran diatas tanah dibangun ditempat dimana
saluran pembawa melintasi saluran pembuang yang besar. Di dalam
merencanakan, jika tidak perlu benar, sebaiknya jangan menggunakan
talang, karena biayanya cukup mahal dan sulit pembuatannya. Biasanya di
buat dari kayu, pasangan, beton, dan sebagainya.
4) Bangunan Lintasan
Bangunan lintasan, gorong-gorong dan siphon biasanya dibuat pada
persilangan sebuah saluran dengan sebuah jalan, atau sebuah saluran
pembawa yang harus diletakan di jalan darat atau jalan air. Untuk
menghemat biaya, bila mungkin menggunakan gorong-gorong daripada
siphon. Biasanya digunakan pipa prefabrikasi untuk pembangunannya,
pasangan beton, dan sebagainya.
5) Bangunan Akhir
Bangunan ini dibuat di bangunan ujung terakhir saluran dan dimaksudkan
untuk melepaskan kelebihan air ke dalam saluran pembuang. Pasangan
batu, kayu, dan sebagainya, lebih disukai untuk pembangunannya.
Tahap Konstruksi
Gambar 2.12
Tahapan Kegiatan Pembangunan Bendung Irigasi Ula dan Jaringan Irigasi Utama
A. TAHAP PRA-KONSTRUKSI
b) Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi rencana kegiatan Pembangunan Daerah Irigasi Koro Ula
di Kecamatan Bungku Utara merupakan salah satu bagian pelaksanaan studi
analisis mengenai dampak lingkungan hidup dalam bentuk kajian UKL - UPL.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan maksud memberikan informasi dan
pemahaman kepada masyarakat mengenai keberadaan, jadwal, tahapan,
serta hal lain yang berkaitan dengan dampak-dampak yang ditimbulkan akibat
rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut.
Kegiatan sosialisasi dimaksudkan untuk menghindari adanya sikap kontra-
produktif dari masyarakat, terutama masyarakat di sekitar lokasi proyek.
Status lahan pada areal Pembangunan Bendung Daerah Irigasi Koro Ula di
Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara dibagi atas :
1) Lokasi Bendung/Intake Ula (Bangunan Utama)
Lokasi rencana tubuh Bendung terletak di alur sungai/koro Ula di wilayah
Desa Taronggo Kec. Bungku Utara tepatnya di sebelah Barat/Barat Laut
proyek/daerah irigasi pada posisi koordinat S.1o 45’ 28,6” dan E.121o 39’
42,2 yang terletak di kawasan hutan konservasi Cagar Alam (CA)
Morowali. Untuk menuju lokasi tubuh bendung dari jalan desa harus
melalui jalan tanah yang baru dibuka melewati hutan, semak belukar serta
tegalan dan pada saat survey lapangan jalan yang dibuat belum tembus
hingga ke lokasi rencana Bendung Irigasi Ula.
2) Lokasi Jaringan Irigasi dan Fasilitas Lainnya.
Khusus Jaringan Irigasi Ula ini yang akan dibangun ditargetkan dapat
mengairi sawah untuk tahap awal mencapai ±990 Ha, selanjutnya akan
dikembangkan hingga mencapai ±2.000 Ha. Lokasi wilayahnya
didominasi areal pertanian (lahan sawit, sawah tadah hujan, palawija,
kakao), tegalan, dan lahan tidur. Pada saat dilakukan studi UKL/UPL
dilakukan, telah berlangsung kegiatan konstruksi peninggian lining di
bagian saluran sekunder untuk irigasi lama. Sebagian besar areal yang
akan digunakan dalam kegiatan Pembangunan Daerah Irigasi Koro Ula
(75%) telah dibebaskan secara swadaya oleh komunitas masyarakat
yang terhimpun dalam organisasi petani “P3A” (Perkumpulan Petani
Pemakai Air) yang merupakan kelembagaan pengelola irigasi yang
menjadi wadah petani pemakai air dalam pelayanan irigasi yang dibentuk
secara demokratis. Artinya bahwa pembebasan lahan tersebut secara
sukarela dan tanpa dilakukan ganti rugi dalam bentuk apapun karena
adanya kesadaran tentang pentingnya jaringan irigasi tersebut yang
selama ini dilakukan penguatan dan sosialisasi oleh komunitas P3A.
Khusus untuk areal kawasan Cagar Alam (CA) Morowali, merupakan areal
Hutan Negara kategori hutan konservasi yang pemanfaatan dan/atau
penggunaanya harus melalui izin khusus atau perjanjian kerjasama
dengan pihak Dinas Kehutanan/Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) Provinsi Sulawesi Tengah atau melalui prosedur pinjam pakai
kawasan hutan. Berdasarkan Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan (sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2001 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang), dan
Peraturan Pemerintah RI. No. 61 Tahun 2012 (Perubahan atas Peraturan
Pemerintah RI. No. 24 Tahun 2010) tentang Penggunaan Kawasan Hutan
untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan termasuk
kegiatan Pembangunan Bendung Daerah Irigasi Ula. Namun berdasarkan
informasi dari Pemrakarsa (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah
Kab. Morowali Utara) telah membuat MoU atau Perjanjian Kerjasama
tentang Pemanfaatan Blok Khusus CA Morowali untuk Pembangunan
Bendung Irigasi Sungai Ula dengan BKSDA Sulawesi Tengah.
Sedangkan lahan (sekitar 20%) yang merupakan milik masyarakat yang
dominan berupa lahan tegalan/kebun masyarakat yang ditanami kakao dan
kelapa sawit, sehingga perlu dilakukan pembebasan lahan (termasuk
tanaman budidaya) dengan cara ganti rugi yang telah disepakati secara
musyawarah. Namun berdasarkan hasil sosialisasi dengan masyarakat
sekitar yang didampingi oleh komunitas P3A, pembebasan lahan tersebut
juga akan dilakukan secara sukarela dan tanpa dilakukan ganti rugi dalam
bentuk apapun, dengan pertimbangan betapa pentingnya jaringan irigasi bagi
masyarakat petani sekitar.
Prosedur pembebasan lahan dimulai dengan melakukan inventarisasi
kepemilikan tanah masyarakat yang dibuktikan dengan adanya surat
kepemilikan tanah yang sah ataupun surat penetapan penguasaan tanah dari
instansi yang berwenang, ataupun berdasarkan keterangan tertulis dari aparat
tingkat RT/RW/kelurahan dan saksi-saksi tokoh masyarakat setempat. Tahap
selanjutnya dilakukan pengukuran lapangan bersama-sama dengan pemilik
tanah, aparat dari instansi terkait tingkat desa, kelurahan, kecamatan,
kabupaten, dan juga melibatkan saksi-saksi dari RT, RW, dan tokoh
1) Bahwa bidang tanah ini bebas dari pembebanan hak tanggungan serta
tanggungan-tanggungan lainnya.
2) Bahwa apabila dikemudian hari terdapat gugatan-gugatan mengenai
bidang tanah tersebut, demikian pula berupa tagihan-tagihan yang berupa
tunggakan pajak sampai dengan tanggal berita acara tersebut, menjadi
tanggung jawab sepenuhnya dari pihak yang melepaskan hak atas
pembebasan lahan/tanah secara sukarela tersebut.
3) Bahwa hak atas bidang tanah tersebut dilepaskan haknya dengan maksud
untuk dipergunakan menjadi lokasi Pembangunan Daerah Irigasi Koro Ula
di Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali.
Pada tahap kegiatan pengadaan lahan ini diprakirakan akan muncul dampak
berupa terjadinya perubahan fungsi lahan, perubahan jenis/sumber mata
pencaharian penduduk, perubahan pola kepemilikan lahan penduduk.
Pengadaan/pembebasan lahan yang dimiliki oleh masyarakat sekitar secara
sukarela dan tanpa dilakukan ganti rugi dalam bentuk apapun, maka hal
tersebut tidak akan berpengaruh pada pendapatan/penghasilan masyarakat
setempat. Peningkatan pendapatan dari para pemilik lahan ini akan dapat
dirasakan pada saat jaringan irigasi tersebut beroperasi yaitu secara tidak
langsung dapat meningkatkan produksi hasil pertanian (terutama padi sawah)
dan menimbulkan persepsi positif bagi para pemiliknya, namun sebaliknya
apabila dalam kegiatan pengadaan/pembebasan lahan tersebut tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh pemilik lahan, akan berpotensi
memunculkan konflik sosial di masyarakat yang pada akhirnya akan dapat
menyebabkan munculnya persepsi negatif masyarakat terhadap rencana
kegiatan.
B. TAHAP KONSTRUKSI
Jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk pembangunan Bendung Irigasi Ula
dan jaringan irigasinya disesuaikan dengan tahapan kegiatan, jadwal dan
volume kegiatan yang akan dilaksanakan. Komposisis tenaga kerja yang
terlibat untuk mendukung pembangunan Bendung Irigasi Ula dan Jaringan
irigasinya ini dapat dilihat pada Tabel 2.2 yang terdiri dari : Pimpinan (Site
Engineer), Staff Administrasi, Pelaksana Lapangan yang terdiri dari : Mandor,
Operator Alat Berat, Mekanik, Sopir, Tukang Batu, Tukang Besi, Tukang Kayu,
Pekerja dengan total tenaga yang terlibat sekitar 40 orang.
Dari jenis profesi dan banyaknya tenaga kerja seperti pimpinan, Staff
Admnistrasi dan tenaga ahli kemungkinan berasal dari luar, sedangkan untuk
tenaga pelaksana dapat berasal dari daerah setempat atau dari luar daerah
disesuaikan dengan ketersediaan tenaga setempat yang mempunyai kualifikasi
atau keahlian yang sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan.
Kebutuhan tenaga kerja setiap bulannya akan berfluktuasi sesuai dengan
progress pekerjaan. Bila pada saat persiapan atau awal konstruksi hanya
dibutuhkan tenaga kerja ±20 orang dan pada saat ditengah perjalanan bisa
mencapai 2 kali lipat dari kondisi awal dan pada saat puncaknya bisa mencapai
40 orang tenaga kerja.
Tabel 2.2
Perkiraan Jumlah dan Komposisi Tenaga Kerja Pada Tahap Konstruksi
Jumlah (orang) Total Pendidikan Daerah Asal (Orang)
No Uraian
Pria Wanita (orang) SD SLTP SMU D3/S1 Lokal Komuter
1 Site Engineer 1 - 1 - - - 1 - 1
2 Staff Adm & Logistik 1 1 2 - - 2 - 1 1
Staff Pelaksana
3 Mandor 1 - 1 - - 1 - 1 -
4 Tukang Batu 1 - 1 - - 1 - 1 -
5 Tukang Kayu 1 - 1 - - 1 - 1 -
6 Tukang Besi 1 - 1 - - 1 - - 2
7 Operator Alat Berat 2 - 2 - - 2 - - 2
8 Mekanik 2 - 2 - - 2 - - 2
9 Pekerja 23 - 23 10 12 1 - 20 2
10 Driver Dump Truck 3 - 3 - - 3 - - 3
11 Kernek 3 - 3 3 - - - - 3
Jumlah 39 1 40 13 12 14 1 24 16
Sumber : Perkiraan Konsultan, 2016
Tabel 2.3
Perkiraan Jumlah dan Jenis Peralatan Alat Berat
2) Material Bangunan
Keperluan bahan material dalam pembangunan Bendung Irigasi Ula dan
jaringan irigasinya meliputi bahan-bahan berikut : tanah urug, pasir pasang,
pasir beton, batu belah, batu kali, semen, split, besi beton, kayu dan lain-lain,
dimana material tersebut didatangkan dari lokasi borrow area, dan lokasi
quarry. Penggangkutannya akan dilakukan dengan menggunakan dump
truck yang telah disiapkan. Bahan-bahan lain merupakan bahan dari pabrik
(pabrikasi) yang akan didatangkan dari luar daerah yang akan diangkut
melalui jalan darat. Pengangkutan barang-barang tersebut akan dilakukan
secara bertahap sesuai dengan tahapan pekerjaan yang direncanakan.
Tabel 2.4.
Perkiraan Jumlah dan Jumlah Material Yang Dibutuhkan
Ritasi
No Jenis Material Satuan Volume Lokasi Pengambilan
Pengangkutan
1. Tanah Urug m3 7.219 722 Sekitar Lokasi Kegiatan
2. Pasir Pasang m3 814 82 Pada Aliran S.Ula & S. Sompe
3. Batu Belah m3 1.356 136 S.Ula & S. Sompe
4. Batu Pecah 1-3 m3 604 41 S.Ula & S. Sompe
5. Pasir m3 404 8 S.Ula & S. Sompe
6. Besi Beton Kg 18.500 35 Kota Luwuk / Kolonodale
7. Semen Zak 7.040 Kota Luwuk / Kolonodale
Sumber : Perkiraan Konsultan, 2016
Lahan yang dibersihkan adalah lahan yang digunakan untuk lokasi Bendung,
areal genangan, jalan inspeksi, saluran pembawa dan bangunan pelengkap.
Peralatan yang digunakan untuk pembersihan lahan dan pembuatan jalan
inspeksi, antara lain : Bulldozer, Excavator, Dump Truck, Shovel Loader dan
Kegiatan pada Tahap Pasca Konstruksi atau Tahap Operasi yang diprakirakan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan adalah:
Adapun sarana tata air dan perlengkapan irigasi yang perlu diperhatikan dalam
pemeliharaan bendung dan jaringan irigasi, yaitu:
Pemeliharaan sarana dan prasarana irigasi yang terdapat pada bendung Koro
Ula dan jaringan irigasi primer dan sekunder merupakan tanggung jawab
pemerintah melalui Satuan Kerja Bidang Sumber Daya Air Kementerian
Pekerjaan Umum. Sedangkan pemeliharaan jaringan tersier, bangunan box-box
tersier dan kwarter pelengkapan merupakan tanggung jawab masyarakat dalam
hal ini yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air atau P3A,
sesuai penjelasan umum butir 10 PP. No 20/2006 tentang irigasi.
Rona lingkungan hidup yang diperlukan dan relevan untuk ditelaah dalam studi Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup Rencana
Kegiatan Pembangunan Daerah Irigasi (DI) Ula di Desa Posangke, dengan wilayah
Jaringan Irigasi melayani 3 (tiga) desa yakni desa Taronggo, desa Posangke dan desa
Tokala Atas, pada areal produktif lahan yang dapat diairi untuk tahap awal mencapai
±990 Ha, selanjutnya akan dikembangkan hingga mencapai ±2.000 Ha, terletak di
wilayah Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah;
meliputi komponen fisik-kimia, biologi, dan sosial ekonomi serta sosial budaya. Data rona
lingkungan hidup berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari
studi dokumen dan kepustakaan, sedangkan data primer diperoleh dari hasil pengukuran,
pengamatan (observasi), dan wawancara dengan beberapa responden
Berdasarkan hasil telaahan yang berkaitan dengan komponen kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak dan jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini
disajikan mengenai komponen lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup Rencana
Kegiatan Pembangunan Daerah Irigasi (DI) Ula di Desa Posangke di Wilayah Kecamatan
Bungku Utara, Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah. Adapun komponen-
komponen lingkungan yang ditelaah meliputi :
1. Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan;
fisiografi, topografi dan geologi, hidrologi dan kualitas air, bentang alam (landscap),
lahan, tanah dan erosi.
2. Komponen biologi meliputi biota teresterial dan biota perairan.
3. Komponen sosial-budaya meliputi kependudukan, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya,
4. Komponen kesehatan masyarakat meliputi sanitasi lingkungan dan tingkat kesehatan
masyarakat.
Iklim merupakan faktor yang penting bagi kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan
yang hidup dipermukaan bumi. Sampai saat ini, iklim merupakan salah satu faktor yang
belum bisa diatur dengan kemampuan teknologi manusia. Oleh karena itu, dalam
melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan iklim, hal yang dapat dilakukan hanya
menyesuaikan kegiatan tersebut dengan kondisi iklim yang ada untuk mencapai tujuan
yang diharapkan secara optimal.
Kondisi iklim secara umum dapat ditinjau dari beberapa indikator. Hasil pengumpulan data
dari studi ini diperoleh indikator iklim antara lain:
a. Tipe Iklim
Berdasarkan klasifikasi type iklim Schmidt & Ferguson (1951), sebagian besar kawasan
yang berada di Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara bertipe iklim A
(daerah iklim sangat basah) dan iklim B (daerah iklim basah) khusus pada daerah-
daerah yang berbatasan dengan wilayah DAS sekitar kawasan hutan dan CA Morowali
dengan tutupan hutannya yang agak rapat, dan sebagian juga di dominasi oleh tipe C
(daerah agak basah).
b. Curah Hujan
Curah hujan bulanan di wilayah studi proyek yang dikutip dari Laporan Tahunan BPP
Momo (sumber: Stasiun Pengamatan Curah Hujan BPP Momo, 2016) periode tahun
2011-2016, dapat dilihat dalam Tabel 3.1. di bawah ini, serta lebih jelasnya di tampilkan
pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.
Gambar 3.1. Peta Agroklimat Menurut Schmidt dan Ferguson di Wilayah Studi dan Sekitarnya
UKL-UPL Pembangunan Daerah Irigasi Ula
Di Kec. Bungku Utara Kab. Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah III - 3
Uraian Komponen Lingkungan
Gambar 3.2. Peta Sebaran Curah Hujan Tahunan di Wilayah Studi dan sekitarnya (Kisaran CH 2200-2400 mm/tahun).
UKL-UPL Pembangunan Daerah Irigasi Ula
Di Kec. Bungku Utara Kab. Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah III - 4
Uraian Komponen Lingkungan
GAMBAR 3.3. GRAFIK SEBARAN CURAH HUJAN PERIODE T AHUN 2011 S/ D 2016
Dari data curah hujan tersebut terlihat bahwa curah hujan di areal proyek berkisar
antara 2.420–2.947 mm/thn dalam periode 2011 sampai dengan 2016. Pola curah hujan
adalah sama sepanjang masa, yaitu perbedaan jatuhnya curah hujan setiap bulannya
tidak begitu nampak dan hampir merata sepanjang tahun. Bulan September sampai
Desember merupakan bulan kering, sedangkan Januari, Maret sampai Agustus
merupakan bulan yang paling banyak curah hujan.
Dengan curah hujan tiap bulan selama ini minimal 198,42 – 245,58 mm/bulan dapat
disimpulkan curah hujan di areal rencana Pembangunan Bendung Daerah Irigasi (DI)
Sungai Ula dan Jaringan Irigasinya dengan wilayah Jaringan Irigasi melayani 3 (tiga)
desa yakni desa Taronggo, desa Posangke dan desa Tokala Atas; sangat cukup
tersedia, hal ini didukung dengan data debit air yang tersedia pada sungai/koro ula
rata-rata sebesar 1,6301 m3/dtk, dan lahan yang telah di airi irigasi desa seluas 300 Ha,
lahan sawit 1.000 Ha; dari hasil analisis kebutuan air berdasarkan luas lahan yang ada
sisa lahan yang perlu di airi ±1.015 Ha dengan kebutuhan air sebesar ±1,421 m3/dtk
sehingga terjadi kelebihan debit 0,209 m3/dtk terpenuhi.
Fisiografi dan topografi merupakan salah satu faktor fisik yang sangat erat kaitannya
dengan proses-proses alami yang terjadi di suatu daerah. Sub komponen fisiografi dan
geologi yang diperkirakan terkena dampak pada lokasi UKL-UPL Rencana Pembangunan
Bendung Daerah Irigasi (DI) Sungai Ula dan Jaringan Irigasinya di Desa Posangke dengan
wilayah Jaringan Irigasi melayani 3 (tiga) desa yakni desa Taronggo, desa Posangke dan
desa Tokala Atas Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara, meliputi sub
komponen lingkungan: topografi, bentuk lahan (morfologi), tektonika dan struktur geologi,
litologi dan stratigrafi. Uraian singkat dari sub komponen ini adalah:
1. Topografi
Secara umum lokasi untuk rencana Pembangunan Bendung Daerah Irigasi (DI) Sungai Ula
di Desa Posangke dan Jaringan Irigasinya memiliki Topografi Areal yang datar hingga
berbukit ringan dan bentuk wilayah yang bervariasi karena ditempati oleh 4 (empat) bentuk
wilayah yaitu bentuk wilayah datar dengan kemiringan lahan antara 0 – <8%, landai
dengan kemiringan lahan antara 8 – <15%, bergelombang dengan kemiringan lahan antara
15 – <25%, dan agak curam dengan kemiringan lahan antara 25 - <40%. Berdasarkan
Tabel 3.3 tersebut menunjukkan bahwa kondisi wilayah rencana Pembangunan Bendung
Daerah Irigasi (DI) Sungai Ula di Desa Posangke dan Jaringan Irigasinya didominasi oleh
bentuk wilayah datar dengan kemiringan lahan antara 0 – <8% mencapai sekitar 82,76%,
dan landai dengan kemiringan lahan antara 8 – <15% hanya sekitar 11,18%, selebihnya
bentuk wilayah bergelombang dengan kemiringan lahan antara 15 – <25% sekitar 5,19%.
Untuk lebih jelasnya kemiringan lahan di Lokasi Rencana Pembangunan Bendung Daerah
Irigasi (DI) Sungai Ula di Desa Posangke dan Jaringan Irigasinya di wilayah Kecamatan
Bungku Utara dapat dilihat pada Tabel berikut :
Sedangkan kondisi ketinggian tempat (Dpl) pada lokasi rencana Pembangunan Bendung
Daerah Irigasi (DI) Sungai Ula di Desa Posangke dan Jaringan Irigasinya memiliki topografi
ketinggian tempat yang didominasi oleh ketinggian 10 - ≤ 25 m dpl areal seluas ±1,288.54
Ha (75,80%), sedangkan ketinggian 30-50 m dpl menempati areal seluas ±270.80 Ha
(15,93%), dan ketinggian 0 – 10 m dpl hanya seluas ±140.66 Ha (8,27%). Untuk lebih
jelasnya kondisi ketinggian tempat (Dpl) di Lokasi Rencana Pembangunan Bendung
Daerah Irigasi (DI) Sungai Ula di Desa Posangke dan Jaringan Irigasinya di wilayah
Kecamatan Bungku Utara dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 3.4. Ketinggian Tempat (dpl) Wilayah Kerja Rencana Pembangunan Bendung
Daerah Irigasi (DI) Sungai Ula di Desa Posangke dan Jaringan Irigasinya
Ketinggian Tempat Luas
No Simbol
(meter dpl) Ha %
I. Kecamatan Bungku Utara (±1.700 Ha)
1 A 0-5 meter 5,31 Ha 0,31 %
2 B 5-10 meter 135,35 Ha 7,96%
3 C 10-15 meter 526,14 Ha 30,95%
4 D 15-20 meter 465,34 Ha 27,37%
5 E 20-25 meter 297,06 Ha 17,47%
6 F 25-30 meter 100,56 Ha 5,92%
7 G 30-35 meter 60,45 Ha 3,56%
8 H 35-40 meter 71,19 Ha 4,19%
9 I 40-45 meter 38,60 Ha 2,27%
Jumlah 1,700.00 100.00
Sumber : Tim Survey UKL-UPL (+) data olahan 2017.
a. Geologi Regional
Geologi Regional daerah studi didasarkan atas peta geologi skala 1: 250.000 yang
diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, yakni Lembar
Batui, Sulawesi (No.2214) oleh Simanjuntak, T.O., E. Rusmana& J.B. Supandjono, 1993.
Geologi daerah studi dapat di bagi menjadi dua Mandala Geologi yaitu Mandala Ophiolit
Sulawesi Timur dan Platform Banggai Sula. Mandala Ophiolit Sulawesi Timur dicirikan oleh
sebagian besar harzburgit, dunit, piroksenit, gabbro, anortosit, mandala ini berkembang
sangat baik pada lengan timur Sulawesi. Platform Banggai Sula dicirikan oleh kompleks
batuan alas metamorfik dan batuan beku yang berumur Karbon – Trias dan menutup
batuan sedimen batas benua yang berumur Trias hingga Paleogen.
Dari hasil analisis, wilayah studi berada pada Mandala Geologi Sulawesi Timur, dan
memiliki stratigrafi batuan yang cukup variatif, berdasarkan umur dari muda kedua adalah
pada bagian atas di endapkan satuan Alluvium dan endapan pantai, yang terdiri dari kerikil,
pasir dan lumpur yang terbentuk pada zaman Holosen, pada bagian bawahnya diendapkan
secara tidak selaras satuan batuan formasi Tomata yang terdiri dari perselingan batupasir,
konglomerat, napal, batulempung, dan lignit. Lingkungan pengendapan formasi ini berasal
dari laut dangkal hingga payau, yang sebagian terendapkan pada kipas bawah laut, tebal
satuan ini sekitar 750 meter. Pada bagian bawah diendapkan satuan batuan dari Formasi
Matano yang terdiri dari perselingan batugamping kalsilutit dan rijang, bersisipan dengan
batulempung napalan dan argilit. Formasi ini berumur Kapur Akhir, dengan lingkungan
pengendapan laut dalam, tebal satuan ini 550 hingga 1000 meter. Pada bagian bawah
diendapkan batuan Kompleks Ultramafik yang merupakan bagian dari jalur ofiolit Sulawesi
Timur, yang terdiri atas harzburgit, lerzolit, dunit, websterit, piroksenit, dan serpentinit.
Satuan batuan ini diperkirakan telah mengalami beberapa kali pengalihan tempat sejak
zaman Kapur hingga Miosen Tengah. Pada bagian bawah diendapkan satuan batuan
Formasi Tokala yang terdiri dari batugamping, napal, batupasir, serpih dan argilit. Satuan
ini berumur Trias Akhir dengan lingkungan pengendapan neritik luar pada pinggiran benua.
Tebal satuan ini lebih besar dari 500 meter.
Struktur dan tektonika yang diketemukan di sekitar wilayah studi berupa lipatan dan sesar
menjadi struktur utama yang ditemukan di wilayah ini. Lipatan yang berlapis diketemukan
dalam batugamping yang berumur Mesozoik. Sesar utama adalah sesar Matano yang
cenderung bergerak secara sinistral, kecenderungan utara timur laut-barat daya, yang
berhubungan denga sesar Sorong dan sesar Palu-Koro.
Sesar Sorong mulai aktif selama Oligocene, mikro kontinen Banggai Sula melepaskan dari
Benua Australian dan mengapung menuju ke barat. Selama Pertengahan Miocene di
bagian barat lajur penunjaman busur luar tersesar sungkupkan di atas rumpang parit
busur. Sementara pada bagian timur Mendala Geologi mencuat (obducted) benua kecil
Banggai Sula yang bergerak ke arah barat. Sementara itu bagian dari subduction zone
adalah upthrusted atas busur volkanis dari Sulawesi Barat Tanah, menyebabkan ke tiga
mandala geologi itu berhubungan dan mengalami pencenangan.
Struktur geologi dari sebagian besar areal proyek diduga terbentuk pada zaman
Paleozoikum akhir, susunan geologinya terdiri dari konglomerasi dan perselingan batu
pasir yang juga berselingan dengan sisipan lignit. Bahan induk tanah mineral di wilayah
proyek adalah lempung liat berdebu, bahan induk lainnya adalah tanah liat.
Berdasarkan peta Geologi Regional Lembar Bungku dan Toili (PPPG, tahun 1993),
menunjukan bahwa keberadaan areal Pembangunan Bendung Daerah Irigasi (DI) Sungai
Ula di Desa Posangke dan Jaringan Irigasinya di dominasi oleh formasi batuan Alluvium
dan Endapan Pantai (Qa) dan selebihnya merupakan Formasi/Kompleks Ultramafik
(Ku); Alluvium, merupakan satuan termuda di daerah ini, di bagian bawahnya diendapkan
secara tidak selaras batuan formasi Matano, kemudian di bagian atasnya lagi di endapkan
batuan Kompleks Ultramafik yang merupakan lokasi site dibangunnya Kontruksi Bendung
Utama Irigasi Ula. Beberapa kelompok batuan berada dalam wilayah studi dan sekitarnya
dibentuk oleh 2 (dua) formasi geologi, yaitu :
Batuan penyusun formasi ini berumur holosen, terdiri dari material kerikil, pasir, lumpur,
lempung dan kerakal/batugamping koral terbentuk pada lingkungan sungai, delta hingga
laut dangkal, berumur Holosen merupakan sedimen termuda di lokasi IIzin Lokasi untuk
Usaha Pembangunan Bendung Daerah Irigasi (DI) Sungai Ula di Desa Posangke dan
Jaringan Irigasinya, batuan ini diendapkan tidak selaras dengan batuan di bawahnya.
Pasir dan kerikil di dapati di lapangan bertekstur kurang padat, kelabu tua hingga hitam,
mengandung banyak sisa tumbuhan. Perlapisan cukup baik dan pada umumnya di dapati
masih relatif datar, tebal perlapisan didapati berukuran tipis (3 cm) hingga lebih tebal dari
20 cm. Formasi Geologi Alluvium dan Endapan Pantai (Qa) mendominasi areal/wilayah
Jaringan Irigasi Utama dari jalur bangunan irigasi BKr.1 sampai dengan BKr.6.
Batuan penyusun formasi ini yang dicirikan oleh perselingan peridotit, harzburgit, dunit,
kompleks Ultramafik, lezorlit, werlit, websterlit, piroksenit, gabro dan sepertinit.
Gabungan batuan ultrabasa dan basa dengan batuan sedimen pelagis Mesozoikum
Formasi Tokala tersebut diatas merupakan runtuhan ophiolit yang secara regional di sebut
Jalur Ophiolit Sulawesi Timur.
Harzburgit berwarna hijau sampai hijau kehitaman, bertekstur hablur penuh. Di beberapa
tempat terutama di jalur sesar memperlihatkan perdaunan yang sebagian telah terlipat dan
memperlihatkan jalur tekuk, berhablur halus hingga kasar, terdiri dari olivine, piroksen dan
mineral bijih. Dunit berwarna kelabu tua hingga kehitaman, bertekstur afanitik, berhablur
penuh, di beberapa tempat terutama dalam lajur sesar, batuan ini terserpentinitkan kuat di
cirikan dengan struktur sisa seperti jaring dan terdiri dari mineral olivine (95%), piroksen,
plagioklas, serpentin, talcum dan magnetit.
Pada umumnya batuan ini memperlihatkan gejala deformasi yang di tandai oleh
penyimpangan dan pelengkungan kembar pada piroksen. Piroksenit, berwarna kelabu
pucat hingga kehitaman, bertekstur hablur penuh hingga hipidiomorfik, mineral terdiri dari
piroksen (hingga 85%), serpentin (10%) dan mineral bijih.
Serpentinit mudah pecah melalui bidang pedaunan dan cermin sesar, berwarna kelabu tua
hingga hijau kehitaman, bertekstur serabut.
Gambar 3.5. Peta Formasi Geologi Lokasi Pembangunan Bendung Irigasi (DI) Ula di Kec. Bungku Utara Kab. Morowali Utara
UKL-UPL Pembangunan Daerah Irigasi Ula
Di Kec. Bungku Utara Kab. Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah III - 12
Uraian Komponen Lingkungan
Gambar 3.6. Tanah Laterit dari Formasi Ultramafik yang terdapat pada
Lokasi Rencana Pembangunan Bendung Irigasi Ula
c. Geo-Morfologi
Geomorfologi merupakan salah satu cabang ilmu yang mempelajari mengenai keadaan
bentang alam yang disebabkan oleh proses pelapukan dan erosi. Berdasarkan relief dan
beda tinggi, Morfologi daerah wilayah studi dapat dikelompokkan kedalam 2 (dua) satuan
bentangalam yaitu terdiri dari dataran hingga bergelombang.
1. Satuan Morfologi Dataran
2. Satuan Morfologi Dataran Bergelombang
Satuan morfologi ini menempati sekitar 90% dari wilayah studi, terutama di bagian
tengah, timur dan tenggara dari lokasi Rencana Pembangunan Bendung Daerah Irigasi
(DI) Sungai Ula di Desa Posangke dan Jaringan Irigasinya. Satuan morfologi ini memiliki
kelerengan 0% hingga 15%, umumnya disusun oleh formasi Aluvium dan sebagian
formasi Ultramafik karena dominan berada di sekitar sub DAS/Sungai Ula dan sub
Das/koro Sompe. Umumnya tanahnya berupa pasir, kerikil, lumpur, sisa tumbuhan dan
hasil endapan sungai. Daerah ini di manfaatkan oleh masyarakat sekitar lokasi sebagai
tempat perkebunan kelapa sawit, kelapa, kakao dan mangga, dan juga sebagai lokasi
permukiman.
Bentang alam ini memiliki kemiringan lereng 0% – 15% dan ketinggian berkisar 00 -30
meter dpl. Pola aliran sungai pada daerah pemetaan didominasi pola aliran dendritik,
dan terdapat 2 aliran sungai utama/sub DAS utama. Adapun sungai/sub DAS tersebut
adalah sub DAS/Sungai Ula dan sub Das/koro Sompe yang mengalir dari Barat Laut
dan Utara ke Selatan daerah pemetaan Jaringan Irigasi ke Tenggara hingga ke Selatan
dan menuju Pantai/Perairan Teluk Tolo.
Gambar 3.7. Morfologi Dataran Di lokasi Rencana Pembangunan Jaringan Irigasi Ula
Satuan ini menempati 10% dari wilayah studi, berdasarkan relief dan beda tinggi satuan
morfologi dataran bergelombang ini memanjang dari Barat Laut hingga Barat Daya
daerah studi. Beda tinggi satuan ini antara >30 meter hingga 50 meter di atas
permukaan laut. Sungai yang mengalir pada lokasi ini berpola pengaliran parallel,
dengan tipe sungai periodis, dimana pada musim penghujan alirannya lebih banyak dari
pada musim kemarau, tetapi alirannya ada dalam setiap tahunnya. Berdasarkan
pengamatan lapangan satuan ini dicirikan dengan vegetasi dengan tingkat kerapatan
jarang hingga sedang.
Sesar sungkup berarah utara-selatan terdapat di daerah barat peta merupakan garis
pemisah antara Mendala Sulawesi Barat dan Mendala Sulawesi Timur. Sesar ini di duga
terjadi pada Miosen Tengah sebagai akibat gerakan Mendala banggai Sula kearah
Barat. Sesar lain yang lebih kecil berupa sesar ikutan tingkat pertama, kedua dan ketiga
yang terbentuk selama atau sesudah sesar regional.
Lipatan yang terdapat di daerah ini dapat di golongkan menjadi 3 jenis : lipatan lemah
dan terbuka, lipatan tertutup, dan lipatan tumpang-tindih (superimposed fold). Jenis
lipatan yang ada di daerah telitian adalah jenis lipatan yang ketiga, lipatan ini
berkembang baik dalam beberapa batuan malihan Kompleks Pompangeo dan di dalam
batuan serpentin terdaunkan.
Kekar terdapat hampir dalam semua jenis batuan dan terjadi dalam beberapa fasa.
Dalam batuan tua kekar-kekar berkembang lebih hebat dari pada dalam batuan muda.
Di dalam batuan sedimen pola dan arah kekar dapat di bedakan atas ac, b dan
diagonal.
Pola struktur yang di dapati pada wilayah studi antara lain sesar geser yang berarah
relative utara-selatan antara lain sesar geser perbukitan di Kecamatan Bungku Utara
dan sesar geser daerah Kolo Atas Kecamatan Mamosalato yang terdapat di bagian
Timur daerah telitian, begitu pula di bagian Timur Laut didapati sesar normal
Winangabino yang berarah relative barat-timur, dengan blok yang turun di bagian
selatannya.
e. Kondisi Seismologi
sebagaimana tersebut di atas atau lebih adalah 9,5% maka berdasarkan SNI 176-2002,
parameter design untuk ketahanan bangun atas kekuatan gempa direkomendasikan
untuk menambah factor keselamatan, minimum 1,4 kali. Sehingga koefisien seismik
yang diterapkan adalah 0,25 g.
Gambar 3.11. Spectrum Respon Gempa Untuk Zona 5 dan 6 (Berdasarkan SNI 1726-2002)
Tanah adalah hasil transformasi bahan mineral dan bahan organik yang terjadi pada muka
dataran di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang berlangsung selama jangka
waktu yang sangat panjang, dan hasilnya itu berbentuk suatu tubuh dengan organisasi dan
morfologi tertentu yang berbeda jelas dengan organisasi dan morfologi tubuh alam lain.
Tanah dan landscape terus mengalami perubahan, baik secara fisik, kimia maupun
biologis. Di samping itu tanah dapat berfungsi sebagai penerima, pengubah dan pancaran
energi. Dalam proses pembentukannya tanah di suatu daerah dipengaruhi oleh cara
pengolahan dan pemanfaatannya.
adanya usaha-usaha penatagunaan tanah dalam penyusunan rencana tata ruang daerah
yang dirancang untuk memadukan berbagai kebutuhan akan tanah yang bersifat sektoral
menjadi satu kesatuan yang saling terkait, yang memberikan tempat bagi semua pihak
yang memerlukan tanah serta memelihara fungsi lingkungan hidup.
Analisis tanah diarahkan untuk menghasilkan rumusan dan gambaran tentang wilayah/
kawasan potensial sumber daya lahan. Potensi sumber daya lahan yang belum
dimanfaatkan, dan permasalahan sumber daya lahan yang telah dieksploitasi dan dampak
lingkungan sebagai akibat pengusahaan sumber daya lahan.
b. Jenis Tanah
Jenis tanah yang dijumpai di lokasi pekerjaan adalah Grup Alluvial yang umumnya
berkembang dari bahan endapan halus dan Hydraquents merupakan tanah yang dominan
dijumpai. Sedangkan tanah yang lain adalah Fluvaquent Tropohemists, dan Sulfihemist.
Hydraquents adalah merupakan tanah yang belum matang, kandungan airnya cukup tinggi
dan drainasenya sangat terhambat. Tingkat kesuburannya pada umumnya tidak begitu
masalah dimana diantaranya mempunyai kadar P total dan nilai Kapasitas Tukar Kation
tinggi. Diantara semua tanah ini maka Sulfihemist yang terutama akan menjadi masalah bagi
pertanian yaitu mengandung kadar pirit cukup tinggi yang akan membahayakan tanaman.
c. Sifat Tanah
Secara garis besar sifat tanah terdiri atas sifat fisik dan sifat kimia tanah. Adapun uraian
tentang sifat-sifat di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Batas-batas horison
Suatu horison batas dengan horison lainnya dalam suatu profil tanah dapat terlihat jelas
atau baur. Dalam pengamatan tanah di lapangan ketajaman peralihan horison-horison
ini dibedakan ke dalam beberapa tingkatan-tingkatan yaitu nyata (lebar peralihan kurang
dari 2,5 cm), jelas (lebar peralihan 2,5-6,5 cm) dan berangsur (lebar peralihan 6,5-12,5
cm) dan baur (lebar peralihan lebih dari 12,5 cm). Disamping itu bentuk topografi dari
batas horison tersebut dapat rata, berombak, tidak teratur atau terputus.
Secara umum dari macam tanah yang ditemukan didaerah survei tanahnya memiliki
batas lapisan yang jelas hingga berangsur dan rata hingga berombak. Tanah-tanah
yang tergolong ke dalam group Tropik umumnya memiliki batas yang berangsur dan
bergelombang.
Warna tanah
Warna tanah yang ditemui di wilayah studi ada sebagian daerah yang berdrainase
buruk, yaitu lokasi yang selalu tergenang air, seluruh tanah berwarna abu-abu karena
senyawa Fe terdapat dalam keadaan reduksi (Fe2+). Pada lokasi tanah yang
mempunyai drainase baik, yaitu tanah tak pernah terendam air, Fe terdapat dalam
keadaan oksidasi (Fe3+), misalnya dalam senyawa Fe2O3 (hemalit) yang berwarna
merah, atau Fe2O3 3H2O (limmonit) yang berwarna kuning coklat. Bila tanah kadang-
kadang basah dan kadang-kadang kering, sehingga disamping warna abu-abu (daerah
yang tereduksi) di dapat pula bercak-bercak larutan merah atau kuning, yaitu di tempat-
tempat dimana udara dapat masuk sehingga terjadi oksidasi besi di tempat tersebut.
Tekstur
Seperti diketahui, fraksi tanah yang terdiri dari butir-butir tanah berbagai ukuran. Bagian
tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar (keriktl sampai batu).
Bahan-bahan tanah yang lebih halus dapat dibedakan menjadi : Pasir berdiameter 2
mm – 50 mm, Debu berdiameter 50 µm – 2 µm, dan Liat berdiameter kurang dari 2 µm.
Dengan demikian tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan atas
perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat maka tanah dikelompokkan ke
dalam beberapa macam kelas tekstur. Kelas tekstur tersebut meliputi kasar, agak kasar,
sedang, agak halus, dan halus.
Dalam klasifikasi tanah tingkat famili, kasar halusnya tanah ditunjukkan dalam sebaran
kasar butir (Particle Size Distribution) yang merupakan penyederhanaan dari kelas
tekstur tanah dengan memperhatikan pula fraksi tanah yang lebih kasar dari pasir (lebih
dari 2 µm). Sebaran besar butir untuk fraksi dari 2 µm adalah meliputi berpasir,
berlempung kasar, berlempung hatus, berdebu kasar, berdebu halus, berliat halus,
berliat sangat halus. Bila fraksi halus (kurang dari 2 µm) sedikit sekali dan tanah terdiri
dari kerikil-kerikil, batu-batu dan Iain-lain disebut fagmental. Bila tanah halus termasuk
kelas berpasir, berlempung atau berliat, tetapi mengandung 35% atau lebih volume
bahan kasar (kerikil, batu-batu) maka sebaran besar butirannya disebut lapisan skeletal,
berbagai skeletal dan berliat skeletal. Secara umum tekstur tanah-tanah mineral yang
ditemukan di daerah survei adalah liat berdebu hingga lempung liat berdebu. Pada
tanah dengan bentuk wilayah tanggul umumnya tekstur tanahnya sedang hingga agak
kasar. Seperti diketahui bahwa bahan-bahan yang relatif kasar cenderung untuk
diendapkan lebih dahulu.
Struktur
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur ini
terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terlihat satu sama lain oleh satu preskat
seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan Iain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil
mempunyai bentuk, ukuran dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda.
Secara umum tanah-tanah mineral yang ditemukan di daerah survei tergolong ke dalam
struktur tanah yang gembur. Umumnya bentuk struktur tanah yang kandungan bahan
organiknya tinggi adalah gumpal membulat terutama banyak ditemukan pada lapisan
atas.
Konsistensi
Yang dimaksud dengan konsistensi tanah adalah kekuatan daya kohesi butir-butir tanah
atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya
tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Gaya-gaya tersebut misalnya,
pencangkulan, pembajakan dan sebagainya. Tanah-tanah yang mempunyai konsistensi
baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Oleh karena
tanah dapat ditemukan dalam keadaan lembab, basah atau kering, maka penyifatan
konsistensi tanah harus disesuaikan dengan keadaan tanah tersebut.
Dalam keadaan lembab, tanah dibedakan dalam konsistensi gembur (mudah diolah)
sampai teguh (agak sulit dicangkul). Dalam keadaan kering, tanah dibedakan dalam
konsistensi lunak sampai keras. Dalam keadaan basah dibedakan plastisitasnya yaitu
dari plastis sampai tidak plastis atau kelekatannya yaitu dari lekat sampai tidak lekat.
Drainase Tanah
Mudah tidaknya air hilang dari tanah menentukan kelas drainase tanah tersebut. Air
dapat hilang melalui permukaan tanah maupun melalui peresapan ke dalam tanah.
Berdasarkan atas kelas drainasenya, tanah dibedakan menjadi kelas drainase
terhambat (tergenang) sampai sangat cepat (air sangat cepat hilang dari tanah). Kelas
drainase ditentukan di lapangan dengan melihat adanya gejala-gejala tersebut antara
lain adalah warna pucat, kelabu, kebiru-biruan adanya pengaruh genangan yang kuat
sehingga merupakan petunjuk bagi tanah dengan drainase buruk.
pH Tanah
Reaksi tanah juga mempengaruhi perkembangan mikro organisme. Bakteri berkernbang
baik pada pH 5,5 atau lebih, sedang pada pH kurang dari 5,5 perkembangannya sangat
terhambat. Jamur dapat berkembang baik pada segala tingkat kemasaman tanah. Pada
pH lebih dari 5,5 jamur harus bersaing dengan bakteri. Bakteri pengikat nitrogen dari
udara dan bakteri nitrifikasinya hanya dapat berkembang baik pada pH lebih dari 5,5.
Dari hasil analisa laboratorium sample tanah komposit, tanah-tanah di daerah survei
sungai Koro Ula tergolong masam yaitu berkisar antara pH 3,74 hingga pH 5,29.
Perbandingan antara kadar C dan N dikenal sebagai bandingan C/N. Nilai bandingan
C/N dari tanaman, humus ataupun tanah memberikan gambaran tentang jumlah relatif
dari unsur-unsur tersebut. Tanah-tanah dengan bahan organik yang sudah stabil
mempunyai harga C/N sekitar 10.
Lapisan tanah atas dari tanah-tanah yang berada dalam kesetimbangan dengan faktor-
faktor sekelilingnya biasanya mempunyai bandingan C/N antara 10 dan 12. Nilai ini
umumnya menjadi kecil di lapisan bawah oleh karena kadar karbon biasanya berkurang.
Dalam keadaan seimbang biasanya jumlah mikroorganisme tetap. Begitu juga dengan
jumlah bahan organik yang dikembalikan ke tanah. Apabila tanah ini dikerjakan maka
kecepatan mineralisasi akan bertambah dan bahan organik akan cepat habis apabila
tidak ditambah. Pengerjaan tanah dengan sering disertai dengan penambahan bahan
organik yang cukup dan di pupuk bukan saja akan mempertahankan bahan organik
tanah tetapi juga akan meningkatkannya.
Kejenuhan Basa
Jumlah unsur basa-basa yang terkandung dalam tanah biasa disebut dengan kejenuhan
basa seperti K, Ca, Na, Mg yang memiliki tempat-tempat pertukaran setiap 100 g tanah,
terhadap KTK-nya, biasanya dinyatakan dalam persen (%).
Dari hasil analisa laboratorium yang dilakukan oleh team tanah pertanian dari sampel-
sampel tanah yang ada, didapatkan bahwa tanah di daerah survei memiliki tingkat
kejenuhan basa yang rendah hingga sedang, Keadaan ini dapat terjadi karena keadaan
tanah yang ada di lokasi studi cenderung masam, sehingga kompleks jerapan tanah
didominasi oleh kation-kation asam. Hal semacam ini tercermin dari tingkat kapasitas
tukar kation (KTK) tanah yang tinggi tetapi kejenuhan basa-nya sangat rendah.
d. Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu
penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda tergantung dari tipe
penggunaan lahan yang sedang dikembangkan.
Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk suatu
penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya tanaman padi sawah, jagung dan sebagainya.
Berbeda dengan evaluasi kesesuaian lahan, evaluasi kemampuan lahan pada umumnya
ditujukan untuk penggunaan yang lebih luas seperti penggunaan untuk pertanian atau
perkotaan dan sebagainya.
Situasi kesesuaian mempunyai penekanan yang tajam, yaitu mencari lokasi yang memiliki
sifat-sifat positif dalam hubungannnya dengan keberhasilan produksi atau penggunaannya,
sementara evaluasi kemampuan sering dinyatakan dalam hubungan dengan pembatas-
pembatas negatif yang dapat menghalangi beberapa atau sebagian penggunaan lahan yang
sedang dipertanyakan/dipertimbangkan. Penilaian kesesuaian lahan pada dasarnya dapat
berupa pemilihan lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan
menginterpretasikan peta tanah dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk berbagai
tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan.
Pada dasarnya analisis sumber daya lahan bertujuan untuk mengidentifikasi tiga aspek
utama yaitu: besarnya potensi dan daya dukung lahan alami, tingkat perkembangan
pemanfaatan sumber daya tersebut, dan perkiraan perkembangan pemanfaatan wilayah di
dalam menunjang pembangunan dan pengembangan areal persawahan baru serta palawija.
Secara eksplisit, analisis ini diarahkan untuk menghasilkan rumusan dan gambaran tentang
wilayah studi/kawasan potensial sumber daya lahan. Potensi sumberdaya lahan yang belum
dimanfaatkan, dan permasalahan sumberdaya lahan yang telah dieksploitasi dan dampak
lingkungan sebagai akibat pengusahaan sumber daya lahan. Sebagai masukan untuk
menunjang proses analisis beberapa informasi geologi, fisiografi dan geografi wlayah, serta
beberapa kriteria tentang pemanfaatan sumber daya lahan. Informasi tersebut dianalisis
dengan metode tumpang tindih peta dan perbandingan secara deskriptif.
Di dalam memilih lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu dikenal dua tahapan untuk
menentukan lahan yang sesuai. i) Tahapan pertama adalah menilai persyaratan tumbuh
tanaman yang akan diusahakan atau mengetahui sifat-sifat tanah dan lokasi yang
pengaruhnya bersifat negatif terhadap pertumbuhan tanaman, ii) Tahapan kedua adalah
mengikuti tikasihan dan membatasi lahan yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan tetapi
tanpa sifat lain yang tidak diinginkan. Peta-peta tanah membuat kedua tahapan tersebut
lebih mudah untuk dilaksanakan. Selain itu data tanah sangat relevan untuk pendekatan ini,
sebab informasi yang menyangkut sifat-sifat tanah disimpan pada setiap satuan peta tanah.
Tahapan yang paling sulit dalam memilih lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu adalah
menentukan persyaratan-persyaratan yang diperlukan tanaman dalam hubungannya dengan
sifat-sifat tanah. Didalam menginterpretasikan peta-peta tanah dalam hubungannya dengan
kesesuaian tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan, evaluasi lahan sangat
tergantung dari informasi-informasi yang diperoleh dari survei tanah tersebut. Penyurvai
tanah biasanya membuat catatan-catatan berupa keterangan tentang penggunaan lahan
sekarang dari satuan-satuan peta tanah, bila catatan-catatan tersebut menunjukkan bahwa
tanaman tertentu terbatas tumbuh atau terkonsentrasi pada tipe-tipe tanah tertentu, maka
dapat diasumsikan bahwa semua areal dengan jenis-jenis tanah tersebut adalah sesuai,
sejauh tidak dijumpai adanya perubahan faktor-faktor lain yang membatasi terhadap
pertumbuhan tanaman.
dan tanaman yang berbeda, dan hal ini sering berkaitan dengan klasifikasi kemampuan yang
bersifat umum.
Hasil analisis sifat kimia dan sifat fisik tanah dari contoh komposit lapisan atas dari lahan
Daerah Irigasi (DI) Sungai Ula di Desa Posangke, disajikan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Data Hasil Analisis Laboratorium Sampei Tanah D.I Koro Ula
KODE SAMPEL
Lokasi SPL-1 Lokasi SPL-1 Lokasi SPL-2 Lokasi SPL-2
PARAMETER
kedalaman kedalaman kedalaman kedalaman
(0-2) (0.2-0.4) (0.2) (0.2-0.4)
pH H2 0 6.60 7.03 4.44 7.20
pHKCI 5.83 5.95 3.62 4.91
N-tot (%) 0.39 0.15 0.09 0.08
C-Orgnk (%) 2.40 0.90 1.22 0.67
P-ters (ppm) 17.22 3.05 1.83 6.31
K (me/100 g) 0.42 0.15 0.08 0.63
Na(me/100g) 0.02 0.03 0.03 0.02
Ca (me/100g) 3.89 3.01 0.73 2.47
Mg (me/100g) 2.89 3.78 1.08 1.98
KTK (me/100g) 15.45 17.20 4.45 9.75
KB (%) 46.73 40.52 43.15 52.31
Tekstur (%)
Pasir 39.44 35.53 47.31 49.51
Debu 35.78 34.15 35.84 16.98
Liat 24.78 30.32 16.85 33.51
Tekstur Tanah Lempung Lempung berliat Lempung Lempung liat berpasir
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium “Laporan Detail Desain Perencanaan Daerah Irigasi Ula di desa Posangke
Kec. Bungku Utara Kab. Morowali Utara Tahun 2016” dan Analisis Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Fak. Pertanian Univ. Tadulako, November 2017.
Berdasarkan hasil Tabel di atas, maka jenis tanah untuk lahan yang dikembangkan cocok
untuk areal persawahan (daerah irigasi).
Pekerjaan survei hidrologi dan hidrometri ini bertujuan untuk mengumpulkan data-
data dan laporan hidrologi yang pernah ada dan pernah dilakukan dalam studi terdahulu
yang kemudian dilakukan kajian, analisa dan evaluasi sesuai dengan kebutuhan kajian
Studi Lingkungan UKL – UPL Daerah Irigasi (D.I) Koro Ula.
Sedang survei hidrometri bertujuan untuk mendapatkan data perilaku air di saluran-
saluran yang menurut informasi dan pengamatan ada indikasi kebocoran dalam tubuh
saluran sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi sistem jaringan.
Pengukuran debit dengan menggunakan current meter dilakukan pada ruas-ruas saluran
yang terindikasi adanya kebocoran yang pada umumnya masih berupa saluran tanah. Guna
mengetahui besarnya air yang hilang (bocor) maka pengukuran kecepatan dalam 1 (satu)
ruas saluran dilakukan di 2 (dua) lokasi yaitu dibagian hulu dan hilir dalam waktu yang
bersamaan. Selama melakukan pengukuran, ketinggian muka air harus tetap diukur.
Pengukuran kecepatan tersebut dilakukan berulang sebanyak 3 (tiga) kali dengan
penampang melintang saluran yang sudah diukur. Periode waktu pengukuran dapat
ditentukan dengan dua cara yaitu :
Mengukur jumlah putaran baling-baling untuk lama waktu yang telah ditentukan (T,
Pasti) berkisar antara 40 - 70 detik.
Mengukur waktu yang diperlukan untuk mencapai jumlah putaran tertentu (N, Pasti).
Periode waktu pengukuran dapat ditentukan dengan 2 (dua) cara yaitu: Untuk mendapatkan
hasil pengukuran yang teliti maka alat ukur arus dan perlengkapannya harus dalam keadaan
layak pakai, lokasi pengukuran harus memenuhi syarat, waktu pegukuran harus cukup dan
kondisi pengukur harus betul-betul dalam kondisi baik.
Setelah dilakukan pengukuran debit dengan menggunakan alat curret meter 2 (dua) buah,
diketahui bahwa tinggi muka air di saluran primer meluap melebihi tinggi jagaan lining.
Berdasarkan hasil survey pengukuran debit air sungai Ula titik bendung terletak di desa
Taronggo pada koordinat S.1o 45’ 28,6” dan E.121o 39’ 42,2”, telah diperoleh data-data
sebagai berikut :
Kualitas Air
Survei kualitas air dilakukan pada lokasi saluran yang akan mengairi areal pembangunan
Daerah Irigasi Ula dan Jaringan Irigasinya, karena rata-rata areal pembangunan tersebut
memanfaatkan saluran muka dan bangunan akhir yang terkadang melewati daerah
permukiman dengan segala aktifitas sehari-harinya. Pengamatan kualitas air bisa terbagi
menjadi 2 (dua) bagian yaitu:
Secara Fisik
Secara Kimia
Untuk mengetahui kualitas air tersebut, dilakukan pengambilan contoh air yang diambil dari
saluran Irigasi Koro Ula. Lokasi Pengambilan contoh air terletak di lokasi BKr.1 dan BKr.5.
Pengujian kualitas air sebagian dilakukan di Laboratorium Analisis Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, November 2017.
Tabel 3.6. Data Hasil Analisis Laboratorium Sampei Kualitas Air D.I Koro Ula
Hasil Pengujian Batas
No Parameter Satuan Acuan Metode
BKr.1 BKr.5 Maksimal
1 2 3 4 5 6 7
A FISIKA
1 TDS 82 155 1500 mg/l SNI 06-6989-25-2005
2 Salinitas 0,1 0,1 - mg/l SNI 06-6989-25-2004
B KIMIA
1 Kesadahan (CaCO3) 96,4 180,76 600 mg/l SNI 06-6989-25-2004
2 Zat Organik 3,62 6,56 - mg/l SNI 06-2506-1991
3 Phosphat 0,82 1,04 0,2 mg/l SNI 06-6989-25-2005
4 Amonia Bebas < 0,001 0,048 0,05 mg/l SNI 06-6989-25-2004
5 Nitrat (NO3) 0,086 1,40 10 mg/l SNI 06-2506-1991
6 Nitrit (NO2) 0,015 0,06 1,0 mg/l SNI 06-6989-25-2004
7 pH (Derajat Keasaman) 6,27 6,83 6,5 - 9,0 mg/l SNI 06-6989-25-2004
8 Sulfida 2,272 0,067 0,0 mg/l SNI 06-2506-1991
9 Alkalinitas 75 131 - mg/l SNI 06-6989-25-2004
10 Besi (Fe) < 0,001 0,18 1,0 mg/l SNI 06-6989-25-2004
11 COD 18,36 42,84 25 mg/l SNI 06-6989-25-2004
12 BOD 8,82 9,68 3,0 mg/l SNI 06-6989-25-2004
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium “Laporan Detail Desain Perencanaan Daerah Irigasi Ula di desa Posangke
Kec. Bungku Utara Kab. Morowali Utara Tahun 2016” dan Analisis Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Fak. Pertanian Univ. Tadulako, November 2017.
Dari hasil pengujian kualitas air tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa air Sungai Koro
Ula masih cukup baik sebagai sumber air irigasi untuk pertanian termasuk untuk
persawahan.
Hidrologi
Analisis hidrologi adalah analisis yang memperhitungkan besaran hujan maksimum dengan
periode ulang tertentu yang akan dipakai untuk menghitung debit rata-rata di sungai selama
kurun waktu tertentu. Data curah hujan andalan ini akan dipakai untuk perhitungan Q
andalan sungai di lokasi studi.
Analisis hidrologi guna keperluan desain jaringan irigasi difokuskan terutama untuk
mengetahui kebutuhan air jaringan irigasi, sedangkan untuk jaringan pembuang difokuskan
pada perhitungan besarnya debit pembuang yang masuk ke saluran pembuang.
Kualitas udara di wilayah tapak kegiatan Pembangunan Bendung Daerah Irigasi (DI) Koro
Ula dan Jaringan Irigasinya di Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali secara umum
bersih (belum tercemar). Hal ini karena belum ada kegiatan yang menyebabkan terjadinya
pencemaran. Oleh karena itu dalam studi UKL dan UPLl ini akan diukur konsentrasi debu,
maupun gas-gas seperti SO2, NO2, CO, NH3, dan gas-gas yang berbahaya lainnya yang
akan mengalami perubahan bila proyek atau kegiatan tersebut beroperasi. Demikian halnya
dengan kebisingan saat ini masih dianggap normal.
a. Kualitas Udara
Pengukuran kualitas udara dilakukan pada tempat dimana terdapat perbedaan kondisi
antara satu tempat/kawasan dengan tempat/kawasan yang lain. Parameter kualitas
udara yang teramati yaitu SO2, NO2, CO, Pb, debu, dan kebisingan diukur pada 3 (tiga)
tempat yang berbeda di sekitar rencana kegiatan. Ke tiga tempat yang dimaksud adalah
pusat kegiatan, sekitar lokasi dan pemukiman penduduk terdekat. Hasil analisis
parameter kualitas udara tertera pada Tabel 3.7.
Keterangan: *Baku Mutu Udara Ambien Nasional berdasarkan PP No.41 Tahun 1999 (Lampiran);
*Baku Mutu Tingkat Kebisingan KEPMEN LH No.48/MENLH/II/1996 (Lampiran I).
Karbon monoksida merupakan pencemar udara yang paling besar dan umum dijumpai.
Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran bahan-bahan karbon yang
digunakan sebagai bahan bakar, secara tidak sempurna. Sumber terbesar senyawa ini
adalah aktivitas transportasi. Konsentrasi CO di daerah studi berkisar antara 11,05 –
15,21 µg/Nm3 di bawah baku mutu udara ambien 30.000 µg/Nm 3. Peningkatan
konsentrasi CO terjadi saat jumlah kendaraan yang lewat meningkat.
Polutan kimia yang memiliki sifat toksik yang cukup berbahaya adalah senyawa nitrogen
yang membentuk nitrogen oksida (NOx). Konsentrasi NO2 berkisar antara 0,20 – 0,28
µg/Nm3 di bawah baku mutu udara ambien 400 µg/Nm3.
Sulfur Oksida merupakan pencemar yang paling umum, terutama ditimbulkan akibat
pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur tinggi dalam bentuk sulfur
organik dan anorganik. Konsentrasi SO2 berkisar antara 5,08 – 8,10 µg/Nm3 di bawah
baku mutu udara ambien 900 µg/Nm3.
Emisi timah hitam (Pb) hanya ditimbulkan oleh sektor transportasi yang berasal dari
penggunaan bahan bakar dengan pembubuhan TEL (tetraethyl lead) atau (C2H5)4Pb.
Konsentrasi Pb yang terukur pada lokasi studi tidak terdeteksi.
Debu
Konsentrasi debu di daerah studi masih tergolong sangat rendah berkisar antara 7,25 –
9,05 µg/Nm 3 di bawah baku mutu udara ambien. Rendahnya partikel debu yang terukur
dimungkinkan karena belum adanya kegiatan penting yang menunjang partikel debu
beterbangan di udara. Partikel yang terdeteksi di daerah ini secara umum bukan
merupakan partikel yang berbahaya melainkan berasal dari partikel debu tanah yang
beterbangan di udara karena angin bertiup atau dilewati kendaraan.
b. Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan
waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan suatu lokasi menunjukkan ukuran energi
bunyi yang dinyatakan dalam satuan desibel atau disingkat dengan notasi dB(A).
Pengukuran tingkat kebisingan di wilayah studi dilakukan dengan menggunakan alat
Sound Level Meter, perhitungan dan evaluasi tingkat kebisingan berpedoman pada
Rencana pembangunan Bendung Daerah Irigasi (DI) Sungai Ula di Desa Posangke dan
Jaringan Irigasinya di Kecamatan Bungku Utara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi
lingkungan sekitarnya, yang salah satu komponennya adalah komponen yang
berhubungan dengan aspek biologinya. Komponen biologi yang diamati di lokasi rencana
Pembangunan Bendung Daerah Irigasi (DI) Sungai Ula di Desa Posangke dan Jaringan
Irigasinya meliputi flora, fauna dan hidrobiota di lokasi tapak proyek dan sekitarnya.
1. Vegetasi/Flora
Lokasi pengambilan data vegetasi hutan sekitar wilayah studi, titik sampling diletakkan
pada area yang berdekatan dengan kawasan hutan/kawasan CA Morowali dan hutan
sekunder pada Area Penggunaan Lain (APL). Hal ini dilakukan guna mendapatkan
penempatan titik sampling yang representatif sehingga dapat menggambarkan secara
umum keadaan struktur dan komposisi vegetasi hutan yang ada di dalam dan di sekitar
lokasi Tapak Proyek pembangunan Bendung Daerah Irigasi (DI) Sungai Ula di Desa
Posangke dan Jaringan Irigasinya di Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali.
Pada umumnya vegetasi hutan di wilayah kecamatan Bungku Utara untuk tingkat pohon
(dbh> 20 cm) yang didapatkan Indek Nilai Penting tertinggi diperoleh pada mas putih,
kemudian diikuti oleh kayu nenas, binuang (Octomeles sumatrana Mig.) dan indil.
Sedangkan Indek Nilai Penting terendah terdapat pada pangi (Pangium eduie) kemudian
diikuti oleh bintangur (Callopyllum saulatri Bum.), kapok (Firmiana colorata R.Br.), bukol
(Zizyphus mauritiana Lamk.), dan damar (Agathis alba). Untuk vegetasi tingkat tiang (pole,
dbh 10-19.9 cm), Indek Nilai Penting tertinggi terdapat pada kayu sirih (Piper miniatum Bl.),
kemudian diikuti oleh galunggungan, mas putih, bukol (Zizyphus mauritiana Lamk.) dan
tambe. Sedangkan Indek Nilai Penting terendah terdapat pada damar (Agathis alba) dan
watin, kemudian diikuti oleh dao, awar-awar (Ficus septica Burm.), mas merah dan
bintangur (Callopyllum saulatri Bumm.).
Sedangkan lokasi di wilayah kecamatan Bungku Utara “berdekatan dengan CA. Morowali”,
umumnya vegetasi tingkat pohon (dbh >20 cm) yang didapatkan disusun oleh jenis “lero”
(Pterospermum celebicum Miq.), Pomettia pinnata (Sapindaceae), Palaquium obtusifolium,
Castanopsis acuminatisima, Horsfieldia costulata, Gymnacranthera maliliensis,
Elaeocarpus sp, Castanopsis buruana, Cryptocaria crassinerviopsis, Planchonella valida,
Vernonia arborea dan lain-lain sebagainya. Pohon jenis Ptersopermum celebicum
merupakan jenis yang dominan di daerah tersebut karena memiliki INP tertinggi sebesar
31.66% diikuti oleh Pommetia pinnata dengan INP 30.96%. Untuk vegetasi tingkat tiang
(pole, dbh 10-19.9 cm) vegetasi yang mempunyai INP tertinggi adalah Horsfieldia costulata
Miq. dengan INP 20.54%, diikuti oleh Castanopsis accuminatisima dengan INP 18.46%,
Biscofia javanica (INP 14.07%), Myristica fatua (INP 13.53%) dan Memecylon sp. (INP
12.50%). Sedangkan jenis yang memiliki INP terendah adalah Garcinia sp. (Clusiaceae)
dengan INP 3.68%.
Vegetasi/pohon yang terdapat di lokasi studi ada sebagian yang termasuk dilindungi
dan dapat ditebang setelah memenuhi ketentuan yang ditetapkan sesuai dengan SK.
Menteri Pertanian No.54/kpts/Um/2/1972 tanggal 5 pebruari 1972 dan SK Menteri
Kehutanan No.261/Kpts/IV/1990. Adapun jenis-jenis pohon yang termasuk dilindungi
sesuai dengan ketentuan tersebut, tercantum pada Tabel 3.8. berikut:
Berikut ini adalah hasil analisis vegetasi hutan (terutama analisis vegetasi tingkat pohon
dan vegetasi tingkat tiang) di wilayah studi tersebut.
Tabel 3.10. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Pohon (dbh >20 cm) di sekitar lokasi
Proyek (berdekatan dengan CA. Morowali).
Nama KR FR DR INP
No Nama Latin Family
Lokal (%) (%) (%) (%)
1 Lero Ptrospermum celebicum Miq. Sterculiaceae 9.17 13.08 9.40 31.66
2 Lotu Pomettia pinnata Blume Sapindaceae 16.18 1.87 12.89 30.95
3 Kume Palaquium obtusifolium Burck. Sapotaceae 8.09 0.93 12.26 21.28
4 Kaha Castanopsis acuminitasima Rheder Fagaceae 6.47 1.87 6.18 14.52
5 Maniu Horsfieldia costulata (Miq.)Warb. Myristicaceae 6.47 0.93 7.06 14.46
6 Tambada Gymnacranthera maliliensis Wilde Myristicaceae 6.47 2.80 4.69 13.97
7 Eleocarpus sp Eleocarpaceae 1.08 8.41 3.21 12.70
8 Memecylon sp Melastomataceae 3.78 5.61 1.38 10.76
9 Jambu Eugenia sp. Myrtaceae 3.24 2.80 1.64 7.68
Elaeocarpus teysmanii Koord
10 Eleocarpaceae 2.70 0.93 3.87 7.50
&Valeton
11 Kasa Castanopsis buruana Miq Fagaceae 3.24 2.80 1.46 7.50
12 Cryptocaria crassinerviopsis Kost. Lauraceae 0.54 6.54 0.13 7.21
13 Ipu Planconia valida (DC.) Blume Lecythidaceae 2.16 0.93 2.97 6.07
14 psimah Vernonia arborea Buch-Ham Asteraceae 3.78 0.93 1.29 6.00
15 Lekotu Duabanga molucana Blume Annonaceae 1.08 0.93 3.73 5.74
16 Dysoxillum sp. Meliaceae 1.08 3.74 0.31 5.13
17 Rao Dracontamelon dao (Blume.) Anacardiaceae 1.08 0.93 3.11 5.13
18 Kume Palaquium obovatum (Griff.) Engl Sapotaceae 0.54 1.87 2.37 4.78
Nama KR FR DR INP
No Nama Latin Family
Lokal (%) (%) (%) (%)
19 Pterocymbium Kosterm 1.62 1.87 1.22 4.70
20 Anthocepalus microphyllus Havil. Rubiaceae 0.54 1.87 2.24 4.64
21 Polo Biscofia javanica Blume Euphorbiaceae 2.16 0.93 1.11 4.20
22 Baccaurea sp Euphorbiacae 1.08 2.80 0.27 4.15
23 Gofasa Vitex coffosus Reinw.Var. Cofassus Verbenaceae 0.54 0.93 2.51 3.98
24 Bawang Disoxyllum aliaceum Blume Meliaceae 1.08 1.87 0.74 3.69
25 Tea Artocarpus reticultaus Miq. Moraceae 1.08 0.93 1.64 3.66
26 Ndolia Cananga odorata Hook&Thomson Annonaceae 1.62 1.87 0.16 3.64
27 Dyospyiros ferrea (Willd.) Bakh Ebenaceae 1.08 1.87 0.59 3.53
28 Kasio Turpinia spaerocarpa Hassk Staphyliaceae 0.54 0.93 1.98 3.45
29 Sambal Maniltoa schefferi K.Schum. Fabaceae 0.54 1.87 0.90 3.31
30 Kayu riki Kopsia sp. Apocynaceae 1.08 1.87 0.36 3.31
31 Siuri Koordersiodendron pinnatum Merr. Anacardiaceae 1.08 1.87 0.36 3.30
32 Taite Disoxyllum densiflorum Miq. Meliaceae 0.54 0.93 1.80 3.27
33 Sterculia oblongata R.Br Sterculiaceae 0.54 1.87 0.77 3.18
34 Pawa Musaendopsis celebica Bremek. Rubiaceae 0.54 1.87 0.32 2.73
35 Alangium javanicum (Blume) Wang Alangiaceae 0.54 1.87 0.30 2.70
36 Damar Agathis alba - 1.08 0.93 0.58 2.60
37 Lawedaru Myristica fatua Hout. Myristicaceae 0.54 1.87 0.17 2.58
38 Antidesma montana Blume Euphorbiaceae 0.54 1.87 0.16 2.57
39 Eleocarpus argentea Eleocarpaceae 0.54 1.87 0.16 2.57
40 Bunta Ficus variegata Reinw.ex Blume Moraceae 0.54 0.93 0.71 2.19
41 Litsea oppositifolia Gibbs Lauraceae 0.54 0.93 0.71 2.19
42 Sterculia sp. Sterculiaceae 0.20 0.93 1.02 2.15
43 Tiro Ailanthus triphysa Alston Simaroubaceae 0.54 0.93 0.43 1.90
44 Patuyuu Gironniera subaequalis Planch Ulmaceae 0.54 0.93 0.32 1.79
45 Yonde Trema oriantalis (L.) Blume Ulmaceae 0.54 0.93 0.24 1.72
46 Harpulia sp. Sapindaceae 0.54 0.93 0.15 1.63
47 Litsea firma Blume Lauraceae 0.54 0.93 0.15 1.62
Total 100 100 100 300
Sumber: Hasil survey dan perhitungan pengamatan lapangan, tahun 2015 (update 2017).
Tabel 3.11. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Tiang (pole, dbh 10-19.9 cm) di sekitar
lokasi Proyek (berdekatan dengan CA. Morowali).
Nama KR FR DR INP
No Nama Latin Family
Lokal (%) (%) (%) (%)
1 Maniu Horsfieldia costulata (Miq.)Warb Myristicaceae 7.04 6.25 7.25 20.54
2 Kasa Castanopsis accuminatisima Rheder Fagaceae 5.63 6.25 6.57 18.46
3 Polo Biscofia javanica Blume Euphorbiaceae 4.23 3.13 6.72 14.07
4 Lawedaru Myristica fatua Miq. Myristicaceae 4.23 4.69 4.62 13.53
5 Memecylon sp Melastomataceae 4.23 4.69 3.59 12.50
6 Bilonti Malotus barbatus Welzen Euphorbiaceae 7.04 1.56 3.50 12.10
7 Tiro Ailanthus trypisa (Dennst) Alston Simaroubaceae 4.23 4.69 2.80 11.71
8 Kume Palaquium obtusifolium Burck Sapotaceae 4.23 4.69 2.79 11.70
9 Planchonia valida (DC.) Blume Lecythidaceae 2.82 3.13 3.37 9.32
10 Bridelia sp Euphorbiaceae 2.82 3.13 3.29 9.23
11 Poli Lithocarpus celebica Miq. Rheder Fagaceae 2.82 3.13 3.09 9.03
12 K.Bawang Dysoxyllum alliaceum Blume Meliaceae 2.82 3.13 3.08 9.02
13 Gampaya Tabernaenmontana orientalis R.Br. Apocynaceae 2.82 3.13 3.02 8.96
14 Dyospyras ferea (Will.)Bakh. Ebenaceae 2.82 3.13 2.92 8.86
Nama KR FR DR INP
No Nama Latin Family
Lokal (%) (%) (%) (%)
15 Baccaurea tetandra Baill. Euphorbiaceae 2.82 3.13 2.43 8.38
16 Chionanthus niten Valeton Oleaceae 2.82 3.13 2.26 8.20
17 Tambada Gymnacrnathera maliliensis Wilde Myristicaceae 2.82 1.56 2.17 6.55
18 Lero Ptrospermum celebicum Miq. Sterculiaceae 1.41 1.56 3.20 6.17
19 Taite Dysoxyllum densiflorum Miq Meliaceae 1.41 1.56 2.21 5.18
20 Lekotu Duabanga molucana Blume Anonaceae 1.41 1.56 2.12 5.09
21 Polyalthia glauca Boerl. Anonaceae 1.41 1.56 2.10 5.07
22 Bintonu Melochia umbelata (Hook.) Stapf Sterculiaceae 1.41 1.56 2.03 5.00
23 Knema sp Myristicaceae 1.41 1.56 2.01 4.98
24 Taripa Mangifera foetida Lour. Anacardiaceae 1.41 1.56 2.01 4.98
25 Nantu Pouteria firma Dubart Sapotaceae 1.41 1.56 1.92 4.89
26 Andolia Cananga odorata Thomson Anonaceae 1.41 1.56 1.86 4.83
27 Criptocarya crassinerviopsis Kost. Lauraceae 1.41 1.56 1.76 4.73
28 Diospyros ferea Bakh Ebenaceae 1.41 1.56 1.74 4.71
29 Nunu kpali Ficus sp 1 Moraceae 1.41 1.56 1.68 4.65
30 Goniathalamus sp Anonaceae 1.41 1.56 1.66 4.63
31 Damar Agathis alba - 1.41 1.56 1.32 4.29
32 Aglaia argantea Blume Meliaceae 1.41 1.56 1.15 4.12
33 Eleocarpus sp Eleocarpaceae 1.41 1.56 1.10 4.07
34 Ficus sp 2 Moraceae 1.41 1.56 1.10 4.07
35 Suyu bolong Santiria laevigata Blume Burseraceae 1.41 1.56 0.92 3.89
36 Bilonti Acalypha caturus Blume Euphorbiaceae 1.41 1.56 0.84 3.82
37 Antidesma sp Euphorbiaceae 1.41 1.56 0.84 3.82
38 Cinnamomum sp Lauraceae 1.41 1.56 0.78 3.75
39 Lotu Pometia pinnata Forst Sapindaceae 1.41 1.56 0.78 3.75
40 Empoli Ficus sp 3 Moraceae 1.41 1.56 0.71 3.68
41 Tapongan Garcinia parvifolia Miq Clusiaceae 1.41 1.56 0.71 3.68
Total 100 100 100 300
Sumber: Hasil survey dan perhitungan pengamatan lapangan, tahun 2015 (update 2017).
Tabel 3.12. Hasil Analisis Vegetasi tingkat pancang di sekitar lokasi Proyek (berdekatan
dengan CA. Morowali).
Nama KR FR DR INP
No Nama Latin Family
Lokal (%) (%) (%) (%)
1 Memecylon sp Melastomataceae 5.98 8.43 9.21 23.63
2 Meapo Macaranga hispida Mull Arg. Euphorbiaceae 5.98 4.82 8.21 19.01
3 Kume Palaquium obovatum (Griff) Engl. Sapotaceae 5.13 7.23 4.74 17.10
4 Palaquium obtusifolium Burck Sapotacaeae 4.27 3.61 5.63 13.52
5 Singilu Sarcotheca celebica Veldk Euphorbiaceae 5.13 1.20 5.31 11.65
6 Polyaltia sp Annonaceae 3.42 3.61 4.49 11.52
7 Kasa Castanopsis buruana Miq. Fagaceae 5.13 1.20 4.89 11.22
8 Lero Pterospermum celebicum Miq Sterculiaceae 3.42 2.41 5.22 11.05
9 Baccaurea sp Euphorbiaceae 5.13 2.41 2.31 9.85
10 Lero Pometia pinnata J.R. Forst & G.Forst. Sapindaceae 3.42 3.61 2.80 9.83
11 Gymnacranthera maliliensis Schouten Myristicaceae 3.42 3.61 2.73 9.76
12 Garcinia sp Clusiaceae 3.42 3.61 2.57 9.61
13 Viburnum sambucinum Reinw. Caprifoliaceae 2.56 2.41 4.34 9.32
14 Goniothalamus sp Annonaceae 3.42 2.41 3.07 8.90
15 Orophea celebica Miq. Annonaceae 2.56 2.41 2.79 7.77
16 Acalipa caturus Blume Euphorbiaceae 1.71 2.41 2.63 6.75
Nama KR FR DR INP
No Nama Latin Family
Lokal (%) (%) (%) (%)
17 Maniu Hosfieldia costulata Miq Myristicaceae 2.56 2.41 1.64 6.62
18 Tapongan Garcinia parvifolia Miq Clusiaceae 1.71 2.41 1.79 5.91
19 Diospyros ferea Bakh. Ebenaceae 1.71 2.41 1.50 5.62
20 Suka Gnetum gnemon L Gnetaceae 1.71 1.20 2.66 5.57
21 Vernonia arborea Buch.Ham Asteraceae 1.71 1.20 1.43 4.34
22 Jambu Sizygium sp Myrtacaeae 2.56 1.20 0.40 4.17
23 Oreochnide rubescens Miq. Urticaceae 0.85 1.20 1.91 3.97
24 Planchonia valida (DC) Blume Lecythidaceae 0.85 1.20 1.91 3.97
25 Taiti Disoxyllum sp Meliaceae 0.85 1.20 1.70 3.76
26 Aglaia sp Meliaceae 0.85 1.20 1.66 3.72
27 Bilonti Malotus barbatus Welzen Euphorbiaceae 0.85 1.20 1.43 3.49
28 Ndolia Cananga odorata Hook.f & Thomson Annonaceae 0.85 1.20 1.22 3.28
29 Nunu Ficus sp Moraceae 0.85 1.20 1.22 3.28
30 Barringtonia acutangula (L) Gaerth Lecythidaceae 0.85 1.20 0.88 2.94
31 Bawang Dysoxyllum aliaceum Blume Meliaceae 0.85 1.20 0.85 2.91
32 Kume Palaquium quersifolium (de Vriese) Sapotacaeae 0.85 1.20 0.66 2.72
33 Lawedaru Myristica fatua Miq. Myristicaceae 0.85 1.20 0.64 2.70
34 Cyathea contaminant L. Cyatheaceae 0.85 1.20 0.59 2.65
35 Manggis Garcinia balica Miq Clusiaceae 0.85 1.20 0.59 2.65
36 Callophyllum soulatrii Miq Clusiaceae 0.85 1.20 0.50 2.56
37 Sterculia longifolia Tantra Sterculiaceae 0.85 1.20 0.44 2.50
38 Tabernaenmontana orientalis R. Br Apocynacaea 0.85 1.20 0.36 2.42
39 Nantu Pouteria celebica Erlee Sapotaceae 0.85 1.20 0.36 2.42
40 Kopsia sp Apocynacaea 0.85 1.20 0.32 2.38
41 Harpulia arborea Radlk Sapindaceae 0.85 1.20 0.27 2.33
42 Bilonti Mallotus barbatus Welzen Euphorbiaceae 0.85 1.20 0.26 2.32
43 Turpinia spaerocarpa Hassk. Stapylaceae 0.85 1.20 0.26 2.32
44 Dysoxyllum sp Meliaceae 0.85 1.20 0.24 2.30
45 Syzygium polycephalum Miq. Myrtacaeae 0.85 1.20 0.24 2.30
46 Antidesma stipulare Miq Euphorbiaceae 0.85 1.20 0.24 2.30
47 Dysoxyllum densiflorum Miq Meliaceae 0.85 1.20 0.24 2.30
48 Osmoxyllum celebicum Phillipson Araliaceae 0.85 1.20 0.23 2.29
49 Sterculia oblongata R. Br. Sterculiaceae 0.85 1.20 0.21 2.27
50 Jalata Dendrochnide stimulan (L.f) Chev Urticaceae 0.85 1.20 0.19 2.25
Total 100 100 100 300
Sumber: Hasil survey dan perhitungan pengamatan lapangan, tahun 2015 (update 2017).
Tabel 3.13. Hasil Analisis Vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah di sekitar lokasi
Proyek (berdekatan dengan CA. Morowali).
KR FR INP
No Nama Lokal Nama Latin Family
(%) (%) (%)
1 Katuma Elatostema sp Urticaceae 19.04 4.03 23.7
2 Patonsa Sellaginella sp Slaginelaceae 9.65 1.61 11.3
3 Maniu Horsfieldia costulata (Miq.) Warb. Myristicaceae 0.39 9.68 10.1
4 Lotu Pommetia pinnata Forst Sapindaceae 7.34 2.42 9.76
5 Nuasu Spathiphyllum canaefolium Schott. Araceae 5.02 4.03 9.05
6 Speninuasa Curculigo latifolia Hypoxidaceae 6.56 1.61 8.18
7 Paku Neprolepis bisserata L Polypodiaceae 3.47 4.03 7.51
8 Psychotria celebica Miq. Rubiacaeae 0.77 6.45 7.22
9 Panteya Aglaonema simplex Blume Araceae 4.63 1.61 6.25
KR FR INP
No Nama Lokal Nama Latin Family
(%) (%) (%)
10 Bomba Donax canaeformis K. Schum Maranthaceae 1.93 4.03 5.96
11 Balingke Leea indica (Burm.f) Merr. Leeaceae 1.54 4.03 5.58
12 Anggrek Phaius trankervillea (W.Ait) Blume Orchidaceae 3.09 2.42 5.51
13 Rhapidophora sp Araceae 0.77 4.03 4.8
14 Nantu Pouteria celebica Erlee Sapotaceae 3.09 1.61 4.7
15 Valo payu Dinochloa barbata Dransfield Poaceae 0.77 2.42 3.19
16 Forestia mollusimna (Bl) Kds Comelinaceae 0.77 2.42 3.19
17 Tawata Dracaena angustifolia Vand Dracaenaceae 1.54 1.61 3.16
18 Vaya Pothos rumphii Roxburgi Araceae 1.54 1.61 3.16
19 Akar kuni Arcangalesia flava (L) Merr. Menispermaceae 2.32 0.81 3.12
20 Loka wana Musa celebica Nakai &Nasution Musaceae 2.32 0.81 3.12
21 Agalmilla parasitica (Lamk) O.K. Gesneriaceae 1.16 1.61 2.77
22 Kume Palaquium obovatum (Griff) Engler Sapotaceae 1.16 1.61 2.77
23 Pangavu Tetracera scanden (L) Merr. Dilleniaceae 1.16 1.61 2.77
24 Kasio Turpinia spaerocarpa Hassk. Staphyliaceae 1.16 1.61 2.77
25 Tambada Gymnacranthera maliliensis de Wilde Myristicaceae 1.93 0.81 2.74
26 Osmoxylon celebicum Phillipson Araliaceae 1.54 0.81 2.35
27 Putar Baringtonia acutangula (L.) Gaerth Lecythidaceae 0.39 1.61 2
28 Lauro Nenga Calamus zollingerii Becc. Arecaceae 0.39 1.61 2
29 Anggrek Calanthe triplicate Ames Orchidaceae 0.39 1.61 2
30 Dondo Garcinia sp Clusiaceae 0.39 1.61 2
31 Nantu Maducha sp Sapotaceae 0.39 1.61 2
32 Taripa Mangifera foetida L Anacardiaceae 0.39 1.61 2
33 Sirih Piper sp Piperaceae 0.39 1.61 2
34 Polyalthia glauca Boerl Annonaceae 0.39 1.61 2
35 Taroo Costus speciosus J.E. Smith Zingiberaceae 1.16 0.81 1.96
36 Katimba Alpinia galanga L Zingiberaceae 0.77 0.81 1.58
37 Tohiti Calamus inops Arecaceae 0.77 0.81 1.58
38 Dondo maya Garcinia parvifolia Clusiaceae 0.77 0.81 1.58
39 Limoro Macaranga hispida (Blume) Mull.Arg Euphorbiaceae 0.77 0.81 1.58
40 Pocris sp Urticaceae 0.77 0.81 1.58
41 Zizyphus angustifolia (Miq) Hatus Rhamnaceae 0.77 0.81 1.58
42 Bauhinia sp Fabaceae 0.39 0.81 1.19
43 Jongi seki Dillenia serrata Thunb. Dilleniaceae 0.39 0.81 1.19
44 Tambuli Dyospyros ferea Bakh. Ebenaceae 0.39 0.81 1.19
45 Nunsu Ficus sp Moraceae 0.39 0.81 1.19
46 Suka Gnetum gnemon L Gnetaceae 0.39 0.81 1.19
47 Goniothalamus sp Annonaceae 0.39 0.81 1.19
48 Anggrek Goodyeara sp Orchidaceae 0.39 0.81 1.19
49 Kayu riki Kopsia sp Apocynaceae 0.39 0.81 1.19
50 Lauro taiu manu Korthalsia celebica Miq Arecaceae 0.39 0.81 1.19
51 Libu Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg Euphorbiaceae 0.39 0.81 1.19
52 Anggrek Malaxis sp Orchidaceae 0.39 0.81 1.19
53 Kume Palaquium quercifolium de Vriese Sapotaceae 0.39 0.81 1.19
54 Planchonia valida (DC) Blume Lecythidaceae 0.39 0.81 1.19
55 Strobilathes sp Acanthaceae 0.39 0.81 1.19
56 Jambu Syzygium sp Myrtaceae 0.39 0.81 1.19
Total 100 100 200
Sumber: Hasil survey dan perhitungan pengamatan lapangan, tahun 2015 (update 2017).
Pada Tabel 3.12 memperlihatkan jenis-jenis tumbuhan tingkat pancang di lokasi studi
umumnya didominasi oleh Memecylon sp. (INP 23.63%), Macaranga hispida Mull Arg.
(INP 19.01%), Palaquium obovatum (Griff) Engl. (INP 17.10%), Palaquium obtusifolium
Burck. (INP 13.52%), Sarcotheca celebica Veldk. (INP 11.65%). Sedangkan jenis yang
mempunyai nilai INP terkecil adalah Dendrochnide stimulan (L.f) Chev (Urticaceae)
dengan INP 2.25%, Sterculia oblongata R. Br. (Sterculiaceae) dengan INP 2.27%.
Untuk vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah (Tabel 3.13) pada dasarnya disusun
oleh jenis sebagai berikut herba Elatostema spp. (Urticaceae), Spathyphyllum
canaefolium (Araceae), Curculigo latifolia (Hypoxidaceae), Aglaonema simplex
(Araceae), Donax canaeformis (Maranthaceae), Alpinia biakensis (Zingiberaceae),
Costus speciosus (Zingiberaceae), dan Musa celebensis (Musaceae). Beberapa jenis
anggrek tanah seperti Phaius tankervillea, Malaxis sp, Goodyera sp, Calanthe triplicata
(orchidaceae). Seedling seperti Hosfieldia costulata (Myristicaceae), Pommetia pinata
(Sapindaceae), Palaquium spp. (Sapotaceae), Goniothalamus sp. (Annonaceae),
Gnetum gnemon sp. (Gnetaceae) dan lain-lain. Jenis tumbuhan yang bersifat liana
umumnya terdiri atas rotan Korthalsia celebica, Calamus inops, Calamus zollingerii,
Zizyphus angustifolius, Bauhinia sp. (Fabaceae), bambu Dinochloa barbata (Poaceae)
dan lain-lain.
Di wilayah ini juga ditemukan banyak tumbuhan dari anggota Gymnospermae seperti:
“kaju soga” (Agathis dammara), “suka” (Gnetum gnemon), “kaju lapi” (Podocarpus
neriifolius), “Patoo” (Gymnostoma sumatrana dan Dacrydium spp.). “Soga/dammar”
(Agathis dammara) adalah satu jenis kayu perdagangan dengan “trade name”
Agathis/Damar, yang merupakan salah satu jenis kayu yang bukan saja dimanfaatkan
kayunya akan tetapi juga dimanfaatkan resin/damarnya yang disadap oleh masyarakat
lokal dan merupakan salah satu produk hasil hutan non kayu (“Non Timber Forest
Product”) yang penting di Indonesia. Bagi masyarakat lokal (Tao Taa Wana) damar
adalah jenis pohon penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sosial
ekonomi mereka karena sebagian besar mata pencaharian mereka adalah mencari
damar (“badamar”) dan mencari rotan.
2. Fauna
Fauna merupakan jenis satwa yang terdapat pada suatu daerah yang memilikj fungsi yang
penting dalam ekosistem. Dalam menjaga keseimbangan lingkungan hidup, fauna
memberikan manfaat baik secara langsung maupun tak langsung kepada manusia dan
lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu kondisi habitat yang kondusif mutlak diperlukan
dalam upaya mempertahankan populasi serta mendukung kelestarian kehidupannya
khususnya bagi satwa-satwa yang dilindungi. Di lokasi studi terdapat sekitar 40 jenis satwa
yang mencakup jenis mamalia, reptilia, amphibia dan aves baik satwa liar maupun satwa
yang dilindungi yang tercantum pada Tabel 3.14. Data tersebut diperoleh dengan
menerapkan metode langsung yakni perjumpaan langsung dimana satwa tersebut
ditemukan di dalam sampel melalui beberapa metode pengamatan langsung antara lain
pengamatan pada area-area terkonsentrasi dan memotret maupun metode tak langsung
dimana keberadaan dan populasi satwa dapat diduga melalui barang-barang yang
ditinggalkan, antara lain jejak, sarang, suara, serta berdasarkan informasi masyarakat.
Berdasarkan data tersebut, jenis satwa yang dilindungi meliputi 6 jenis dari kelas mamalia,
1 jenis dari reptilia, 8 jenis dari kelas burung/aves. Untuk mengetahui lebih rinci tentang
data jenis satwa dan penyebarannya di sekitar wilayah studi disajikan pada Tabel 3.14.
Jenis Satwa
No Status
Nama Daerah Nama Ilmiah
10 Punai Theron sp. TD
11 Pelatuk Picus sp. TD
12 Pipit hitam Lonchura fuscans TD
13 Gagak hutan Corvus enca TD
14 Kum-Kum Putih Ducula bicolor TD
15 Kakatua putih Cacatua sulphurea D
16 Sri gunting Dricurus lancops TD
17 Kepodang Oriolus chinensis TD
Sumber: Hasil pengamatan lapangan, tahun 2015 (update 2017).
Keterangan :
E = Endemik ; D = Dilindungi; TD = Tidak dilindungi
Berdasarkan data pengamatan di lapangan tercatat 27 jenis satwa liar yang terdiri dari 7
jenis dari kelas mamalia, 3 jenis dari kelas reptilia, 4 jenis dari kelas amphibia dan 13
jenis dari kelas burung/aves, Jenis ini dapat dijumpai secara langsung dan tersebar
pada beberapa titik pengamatan.
Gambar 3.12.
Sarang Sus celebensis yang
digunakan untuk melahirkan
anak.
Gambar 3.13.
Pohon yang digunakan untuk
menggosokkan badan.
Gambar 3.14.
Bongkahan tanah yang digali
untuk mencari umbi-umbian.
Gambar 3.15.
Kayu lapuk yang digali untuk
mencari ulat kayu/larva.
b. Mamalia
c. Aves
Pada areal sekitar wilayah studi, jenis satwa yang paling banyak dijumpai adalah dari
kelompok burung (aves) yakni sebanyak 17 jenis. Jenis-jenis burung yang tercatat pada
umumnya merupakan burung yang menempati habitat pada tajuk pohon seperti:
rangkong, betet/nuri, elang, alap-alap, tekukur dan kum-kum. Dari seluruh jenis yang
dijumpai, burung yang penyebarannya merata di seluruh titik pengamatan adalah
burung rangkong (Rhyticeros cassidix) dengan jumlah tertinggi dibandingkan jenis-jenis
lainnya. Jenis burung ini bahkan sempat terekam gambarnya baik saat hinggap di
pohon maupun saat terbang.
d. Reptilia dan Amphibia
Jenis-jenis reptilia yang tercatat di kawasan sekitar wilayah studi terdiri dari biawak
(Varanus spp.), biawak coklat (Varanus salvator), Kadal (Mabouya multifasciata), Ular
sawah (Phiton sp), serta Ular hijau (Trimeroturus wagieri), Sedangkan jenis amphibia
yang banyak ditemukan adalah katak (Lygosoma loucons), katak Bufo (Bufo bifurcatus),
katak daun (Microchita heynonsi), katak pohon (Phacenhorus montegola) serta katak
hijau (Rana cancrivora).
3. Biota Perairan
Plankton, benthos dan nekton merupakan organisme dari biota perairan. Plankton adalah
organisme mikroskopik yang hidup melayang di dalam badan air, tidak mempunyai alat
gerak dan pergerakannya dipengaruhi oleh arus dan gelombang. Benthos adalah
organismne yang hidup didasar perairan. Sedangkan nekton/ikan adalah organisme yang
hidup dalam kolom air dan dapat melakukan migrasi secara aktif.
Parameter yang digunakan untuk mengkaji plankton dan benthos adalah keanekaragaman
dan kelimpahannya. Sedangkan untuk nekton/ikan adalah keberadaannya/hilangnya jenis
tertentu akibat tekanan/stres lingkungan. Kondisi atau keberadaan biota air sangat
ditentukan oleh kualitas habitatnya.
Pengambilan sampel plankton dan benthos dilakukan pada lokasi yang sama dengan
pengambilan sampel kualitas air. Adapun tujuannya untuk melihat hubungan antara
kualitas air dengan/habitat dengan keberadaan biota air. Semakin baik kualitas air, maka
organisme biota air makin dapat hidup dengan baik (tumbuh dan berkembang). Dan
sebaliknya semakin rendah mutu air, maka menjadi tidak sesuai bagi kebutuhan biota air.
Sedangkan untuk mendapatkan data tentang jenis nekton/ikan dilakukan wawancara
dengan penduduk di sekitar sungai Ula maupun dari pengamatan di lapangan.
a) Plankton
Plankton adalah jenis biota perairan yang sering digunakan sebagai indikator kesuburan
dan kestabilan ekosistem perairan. Hal ini didasarkan pada sistim aliran energi
diperairan dimana fitoplankton merupakan sumber energi bagi organisme perairan
lainnya. Hasil pengamatan sampel plankton pada beberapa stasiun pengamatan pada
sungai Ula di lokasi studi, ditemukan beberapa jenis plankton/zooplankton seperti
terlihat pada tabel 3.16.
Tabel 3.16. Indeks Kemerataan & Keragaman Jenis Zooplankton di Sungai Ula dan
Sumur sekitar areal pembangunan Daerah Irigasi Ula & Jaringan Irigasinya.
Sungai/Koro Ula Air SUMUR
No. NAMA SPESIES/TAKSA
Sta1 Sta2 Sta3 Sta1 Sta2 Sta3
1 Calanus finmarchicus 7 0 6 6 11 0
2 Candacia arma 8 9 0 19 12 16
3 Copepoda 24 21 20 16 18 11
4 Corycacus anglicus 7 6 0 4 7 6
5 Cyclops nauplius 16 13 11 11 15 8
6 Cyclops strenuus 19 11 3 10 4 8
7 Diaptomus gracillis 15 9 12 15 8 9
8 Ebacia tuberosa 13 11 10 7 0 11
9 Eucalanus 4 6 6 13 9 5
10 Euchaeta concinna 6 5 9 5 8 11
11 Labidocera 21 16 24 20 11 16
12 Larva stolephorus 13 9 15 13 15 10
13 Larva udang 15 12 12 18 13 15
14 Macrosetella 9 6 0 17 11 9
15 Misidacea 10 8 6 12 8 7
16 Paracalanus palvus 5 0 8 9 0 12
17 Pseudocalanus elongatus 8 7 11 19 13 15
18 Squid (Loligo vulgaris) 11 14 5 3 0 0
19 Undinula 14 7 21 0 0 4
Jumlah Individu (N) 225 170 179 217 163 173
Jumlah (S) 19 17 16 18 15 17
Indeks Keragaman (H´) 2,84 2,76 2,64 2,78 2,65 2,77
Indeks Keseragaman (E) 0,96 0,97 0,95 0,96 0,98 0,98
Sumber : Hasil Pengamatan dan Analisis Laboratorium, tahun 2017
b) Benthos
Benthos merupakan salah satu komponen biota perairan yang hidup di dasar perairan
sehingga kehidupan benthos sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, seperti substrat dasar,
Tabel 3.17. Indeks Kemerataan & Keragaman Jenis Benthos di Sungai Ula dan Sumur
sekitar areal pembangunan Daerah Irigasi Ula & Jaringan Irigasinya.
Sungai /Koro Ula Air SUMUR
No. NAMA SPESIES/TAKSA
Sta1 Sta2 Sta3 Sta1 Sta2 Sta3
1 Nematoda 3 6 2 10 11 15
2 Polychaeta 5 2 7 9 4 2
3 Pelecypoda 6 3 2 11 2 8
4 Copepoda 11 0 5 10 13 8
5 Sarcomastigophora 4 6 0 0 2 1
6 Isopoda 2 7 4 3 0 0
7 Amphypoda 3 6 3 1 0 0
8 Macrosetella 2 5 8 0 1 0
Jumlah Individu (N) 36 35 31 44 33 34
Jumlah (S) 8 7 7 6 6 5
Indeks Keragaman (H´) 1,91 1,88 1,82 1,61 1,43 1,31
Indeks Keseragaman (E) 0,92 0,97 0,94 0,90 0,80 0,82
Sumber : Hasil Pengamatan dan Analisis Laboratorium, 2017
c) Nekton (Ikan)
Nekton adalah fauna perairan yang hidup bebas bergerak dan tidak dipengaruhi oleh
gerakan air. Dalam habitatnya, ikan melakukan ruaya atau pergerakan baik secara
horizontal maupun secara vertikal yakni dari dasar menuju permukaan perairan
demikian sebaliknya. Pada umumnya gerakan ikan adalah gerakan menantang arus
sehingga gerakannya ke arah hulu perairan, namun demikian ada beberapa jenis ikan
tertentu yang memiliki pergerakan mengikuti arus atau andromous.
Jenis-jenis nekton yang terdapat di daerah kajian antara lain berupa ikan (fish)
yang hidup pada umumnya di sepanjang Sungai Ula dan muara sungai di sekitar
lokasi rencana kegiatan. Di samping jenis-jenis nekton tersebut di atas, juga
didapatkan beberapa jenis organisme makrobentos yang memiliki nilai ekonomis
penting seperti kepiting, udang dan kerang-kerangan.
species nekton yang eksis di sungai Ula sekitar wilayah studi. Oleh karena itu,
efektifitas dan efisiensi penulisan keberadaan jenis nekton di sungai Ula sekitar
proyek disajikan pada Tabel 3.18 di bawah ini.
Tabel 3.18. Nekton yang teridentifikasi di Sungai Ula sekitar Wilayah Studi
No. Nama (Daerah) Nama Indonesia Nama Ilmiah
1. Ikan Sunggili Ikan Sidat Anguila anguila (E)
2. Ikan Petaga Ikan Bula-bula Megalops cprinoides
3. Ikan Nila Ikan Nila Tilapia sp
4. Ikan Mujair Ikan Mujair Tiape sp,
5. Ikan Rameangi Ikan Tawes Puntius javaniscus
6. Ikan Tumbilira Ikan Blosok Monopterus albus
7. Ikan Bumbiri Ikan Belut/Gabus Ophyosephalus striatus
8. Ikan Janggo Ikan Lele Clarias Bataracus
9. Lobster air tawar Lobster air tawar Peneaus, sp.
10. Udang air tawar Udang air tawar Crustacea sp,
11. Udang putih Udang putih Peneaus Vannamei
Sumber : Hasil Pengamatan tahun 2016(update 2017).
E= Endemik
Rencana kegiatan pembangunan Bendung Daerah Irigasi (DI) Sungai Ula di Desa
Posangke dan Jaringan Irigasinya oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah
Kabupaten Morowali Utara, secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Bungku
Utara. Adapun desa-desa yang diperkirakan terkena dampak dari kegiatan proyek tersebut
adalah desa yang wilayahnya akan terkena jaringan irigasi dan memperoleh layanan oleh
Jaringan Irigasi DI Ula yang meliputi 3 (tiga) desa yakni desa Taronggo, desa Posangke
dan desa Tokala Atas, pada areal produktif lahan yang dapat diairi untuk tahap awal
mencapai ±990 Ha, selanjutnya akan dikembangkan hingga mencapai luasan ±2.000 Ha.
Berdasarkan data Kecamatan Bungku Utara Dalam Angka tahun 2017, penduduk
Kecamatan Bungku Utara (tahun 2016) adalah 16.146 jiwa yang terdiri dari 8.281 jiwa
penduduk laki-laki dan 7.865 jiwa penduduk perempuan dengan sex rasio sebesar 105.29
yang berarti dalam 100 penduduk perempuan terdapat 105 penduduk laki-laki. Dengan
luas wilayah sekitar 2.406,79 Km2, maka tingkat kepadatan penduduk 7 jiwa/Km 2. Adapun
mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah sebagai petani, berkebun, berdagang,
nelayan dan pekerjaan di sektor jasa dan industri rumah tangga.
Dilihat dari segi etnis, penduduk yang bermukim di wilayah studi terdiri atas beberapa
kelompok etnis yakni: Kelompok etnis Bungku sebagai penduduk Asli, dan di beberapa
desa yang terpencil baik di Kecamatan Bungku Utara yang dihuni oleh majoritas suku Ta’
(Wana), disamping penduduk pendatang (migran) antara lain: Suku Bugis, Makassar,
Jawa, Bali, Gorontalo, Minahasa dan beberapa etnik pendatang lainnya. Etnik Bugis,
Makassar, Gorontalo dan Minahasa adalah etnik yang datang ke wilayah tersebut dengan
proses perantauan dan sebagian besar telah menetap cukup lama, sedangkan Etnis Jawa
dan Bali pada umumnya datang sebagai warga transmigrasi.
Hubungan antar desa dalam wilayah studi di Kecamatan Bungku Utara secara umum
berjalan lancar, karena dukungan infrastruktur jalan yang cukup memadai baik jalan aspal,
maupun jalan tanah dan jalan pengerasan dengan sirtu.
Tabel 3.19. Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Studi
2 Jenis Kelamin Jumlah Kepadatan Sex
No Kecamatan/Desa Luas (Km ) 2
Lk Pr Jiwa (Km ) Rasio
A Kec. Bungku Utara 2.406,79 8.281 7.865 16.146 7 105,29
1 Posangke 284,92 220 225 445 2 97,78
2 Tokala Atas 177,03 207 207 414 2 100,00
Baturube 78,95 788 881 1.668 21 80,44
3 Taronggo 580,51 679 604 1.283 2 112,42
Jumlah 1042,46 1106 1036 2.142 2 106,76
Sumber : Kecamatan Bungku Utara Dalam Angka 2017.
Dari gambaran Tabel 3.19 menunjukkan bahwa Desa Taronggo adalah desa yang
mempunyai jumlah penduduk yang terbanyak yaitu sebesar 1.283 jiwa dengan tingkat
kepadatan penduduk 2 jiwa/km 2. Mengacu kepada kriteria kepadatan penduduk
berdasarkan Undang-undang Nomor 56/prp/1960 tentang klasifikasi kepadatan
penduduk, maka semua desa di wilayah studi masuk kategori wilayah yang jarang
sampai sangat jarang penduduknya.
Tabel 3.20. Laju Pertumbuhan Penduduk Wilayah Studi Periode Tahun 2015 – 2016
Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju Pertumbuhan
No Desa
2015 2016 Penduduk (%/thn)
A Kec. Bungku Utara 15.759 16.146 2.43
1 Posangke 435 445 2.27
2 Tokala Atas 406 414 1.95
Baturube 1.628 1.668 2.43
3 Taronggo 1.256 1.283 2.13
Jumlah 2.097 2.142 2.12
Sumber : Kecamatan Bungku Utara Dalam Angka tahun 2016; tahun 2017.
Berdasarkan angka pertumbuhan antar kelompok umur akan dapat diketahui struktur
penduduk dalam suatu wilayah tertentu. Penyebaran penduduk menurut kelompok umur
disajikan pada tabel berikut.
TABEL 3.21. JUMLAH PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DAN RASIO BEBAN TANGGUNGAN
0 – 14 Tahun 15 – 64 Tahun 65+ Tahun Rasio Beban
No Kecamatan/Desa
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Tanggungan (%)
A Kec. Bungku Utara
1 Posangke 115 25,84 288 64,72 42 9,44 54,51
2 Tokala Atas 119 28,74 256 61,84 39 9,42 61,72
3 Taronggo 341 26,58 837 65,24 105 8,18 53,29
Jumlah 575 27,05 1.381 63,93 186 9,01 55,10
Sumber : Diolah dari Data Kec. Bungku Utara Dalam Angka Tahun 2017.
d. Sarana Pendidikan
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia akan sangat tergantung kepada tersedianya
sarana maupun prasarana pendidikan, yang sekaligus menjadi barometer kualitas
pendidikan suatu masyarakat. Secara umum ketersediaan sarana dan prasarana
pendidikan di wilayah studi relatif kurang memadai. Berdasarkan data 3 desa studi di
Kecamatan Bungku Utara, terdapat 1 unit sekolah PAUD swasta, 1 unit sekolah TK
negeri dan swasta 4 unit, Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 unit dan swasta 1 unit, Sekolah
Menengah Pertama (SLTP) Negeri 1 unit, sedangkan untuk Sekolah Lanjutan Atas
(SLTA) Negeri terdapat 2 unit di luar wilayah studi yaitu di ibukota kecamatan/Baturube
dan di desa Woomparigi. Pada Tabel 3.22 digambarkan jumlah murid dan tenaga
pendidik di wilayah studi.
Tabel 3.22, di atas menunjukkan bahwa rasio perbandingan antara guru terhadap murid
di wilayah studi, untuk tingkat TK sebesar 7 orang, SD 12 orang, SMP 8 orang; sedang-
kan di ibukota kecamatan (desa Baturube) rasio antara guru terhadap murid TK 13
orang, SD 5 orang, SMP 7 orang dan SLTA 15 orang. Angka-angka tersebut menunjuk-
kan bahwa perbandingan antara guru dengan murid baik di tingkat SD, maupun SLTP
dan SLTA agak cukup memadai, namun masih perlu mendapatkan perhatian
pemerintah daerah. Keadaan tersebut tidak terlepas dari semakin meningkatnya jumlah
guru yang diangkat oleh Pemda termasuk guru-guru sekolah swasta.
Tingkat Pendidikan
Tingkat kemakmuran suatu daerah disamping ketersediaan potensi sumberdaya
alam juga ditentukan oleh sumberdaya manusia yang berkualitas. Hal ini tidak
terlepas dari tingkat pendidikan rata-rata masyarakat. Pendidikan juga salah satu
faktor yang akan mempengaruhi pandangan seseorang terhadap terhadap terjadinya
perubahan lingkungan dan kehidupan sosialnya. Jenjang pendidikan formal
penduduk di wilayah studi, sebagian besar berpendidikan rendah.
e. Agama
Berdasarkan data sekunder Kecamatan Bungku Utara Dalam Angka Tahun 2017,
mayoritas penduduk memeluk agama Islam (55,12%), Kristen Protestan (32,08%),
Hindu (9.90%), Lainnya (2,90%). Dari 3 desa studi, penduduk yang beragama Islam
umumnya bermukim di Desa Tokala Atas, Posangke dan sebagian di Desa Taronggo.
Sedangkan penduduk yang memeluk agama Kristen umumnya bermukim di Desa
Taronggo; agama Hindu umumnya bermukim di Desa Posangke.
Kehidupan masyarakat antar pemeluk agama cukup terjalin dengan harmonis. Konflik
Poso ternyata memberikan pembelajaran bagi mereka untuk saling menghargai dan
menghormati. Di beberapa desa yang terpencil baik di Kecamatan Bungku Utara yang
dihuni oleh majoritas suku Ta’ (Wana) masih ditemui adanya penduduk yang memeluk
agama tradisional mereka (animisme). Untuk mendukung kegiatan keagamaan,
terdapat fasilitas ibadah seperti yang tersaji pada Tabel 3.24 berikut :
dengan tanaman keras, seperti tanaman kelapa sawit, kelapa, kakao, atau buah-
buahan (durian dan mangga).
Saat ini, pola pemilikan lahan umumnya tidak lagi dengan jalan pembukaan lahan
(menebang, menebas dan membakar), tetapi umumnya masyakarat memiliki lahan
dengan proses jual beli ataupun diwarisi dari orang tuanya. Pemilikan lahan oleh
penduduk di wilayah studi, pada umumnya berkisar antara 0,5 hingga 2 Ha/KK.
Untuk pembuktian kepemilikan lahan, umumnya hanya sebatas pembuktian dari
tanaman yang tumbuh di atas lahan, disamping surat keterangan Kepala Desa.
Hanya sebagian kecil pemilikan lahan dibuktikan dengan bukti-bukti pembayaran
SPPT, PBB dan sertifikat.
Pemilikan lahan oleh penduduk di wilayah studi pada umumnya ditanami dengan
tanaman perkebunan seperti Kakao, Kelapa Sawit, Kelapa, dan Cengkeh. Disamping
itu, penduduk di wilayah studi juga mengembangkan tanaman-tanaman padi,
palawija (jagung, ubi Kayu, ubi jalar, kacang tanah dan sayur-sayuran). Pada
umumnya tanaman ini dikembangkan di lahan sekitar permukiman mereka, selain
untuk dikonsumsi sendiri juga dijual untuk menambah pendapatan keluarga.
Secara umum penduduk di 3 (tiga) desa dampak tersebut yaitu Desa Taronggo,
Posangke dan Tokala Atas wilayah kecamatan Bungku Utara mata pencahariannya
adalah pertanian tanaman padi-padian, jagung, sayuran dan tanaman musiman
diantaranya tanaman sawit, kakao, sedangkan yang paling dominan adalah tanaman
sawit karena wilayah tersebut termasuk daerah tanaman perkebunan namun dari
segi hasil masih di bawah penghasilan minimum. Adapun pola penggunaan lahan di
Kecamatan Bungku Utara disajikan pada Tabel 3.25 berikut.
Tabel 3.25 menunjukkan bahwa pola penggunaan lahan tahun 2016 di Kecamatan
Bungku Utara terdiri lahan sawah seluas 983 Ha yang terdiri dari sawah tadah hujan
seluas 53% (521 Ha), irigasi teknis seluas 20,85% (205 Ha), irigasi setengah teknis
seluas 19,84% (195 Ha), dan irigasi desa/non PU 6,31% (62 Ha). Sedangkan lahan
bukan sawah seluas 18.866 Ha, didominasi oleh lahan perkebunan seluas 54,45%
(10.273 Ha), disusul lahan yang tidak diusahakan seluas 21,13%, Tegalan/kebun
seluas 16,01%, lahan untuk usaha lain-lain hanya seluas 1,56%. Selanjutnya Lahan
bukan Pertanian seluas 221.035 Ha, didominasi oleh hutan negara 97,26% (214.969
Ha), disusul lahan untuk lain-lain seluas 1,70% (3.753 Ha).
Luasnya lahan-lahan kosong yang belum termanfaatkan di wilayah Kecamatan
Bungku Utara, masih sangat berpotensi untuk pengembangan areal persawahan
baru yang di dukung oleh pembangunan Bendung dan Jaringan Irigasinya serta
membuka peluang bagi investor untuk menanamkan investasinya terutama di sektor
perkebunan kelapa sawit.
Tabel 3.25. Luas dan Pola Penggunaan Lahan di Kec. Bungku Utara tahun 2016
No Jenis Lahan Luas (Ha)
A Lahan Sawah 983
1 Irigasi Tekhnis 205 20,85%
2 Irigasi setengah Tekhnis 195 19,84%
3 Irigasi sederhana 0 0
4 Irigasi Desa/Non PU 62 6,31%
5 Tadah hujan 521 53,00%
6 Pasang Surut 0 0
7 Lebak. 0 0
8 Polder dan sawah lainnya. 0 0
B Lahan Bukan Sawah 18.866
1 Tegal/Kebun 3.021 16.01%
2 Ladang/Huma 531 2.81%
3 Perkebunan 10.273 54.45%
4 Ditanami Pohon/Hutan Rakyat 369 1.96%
5 Tambak 230 1.22%
6 Kolam/tebat/empang 10 0.05%
7 Pengembalaan /Padang Rumah 150 0.80%
8 Sementara tidak Diusahakan 3.987 21.13%
9 Lain-lain 295 1.56%
C Lahan Bukan Pertanian 221.035
1 Bangunan dan Pekarangan 827 0.37%
2 Hutan Negara 214.969 97.26%
3 Rawa-rawa (yang tidak ditanami) 1.486 0.67%
4 Lain-Lain 3.753 1.70%
jumlah 240.884
Sumber: Kecamatan Bungku Utara Dalam Angka Tahun 2017.
b. Perekonomian Lokal
Aksesibilitas
Akses jalan menuju lokasi kegiatan dapat dicapai dengan melintasi jalan utama yang
menghubungkan ruas jalan dari Toili Kabupaten Banggai ke Pandauke-Tana Sumpu Ibu
Kota Kecamatan Mamosalato dan Baturube Ibu Kota Kecamatan Bungku Utara, kondisi
jalan pada ruas ini secara umum baik, hanya beberapa ruas jalan dalam kondisi rusak
dan sebagian lagi sementara dalam perbaikan.
Akses jalan yang menghubungkan desa Baturube, Desa Tokala Atas, dan Desa
Posangke relatif cukup lancar. Namun kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi
jalan yang menghubungan antara desa-desa tersebut dengan desa-desa lainnya
seperti; Desa Taronggo, Desa Uemasi, dan Desa Lemo, serta menuju ke desa Tirongan
Atas. Desa-desa tersebut secara geografis berada dilembah/perbukitan menengah dan
relative terisolasi akibat buruknya/rusaknya jalan yang dominan merupakan jalan tanah.
Kondisi jalan yang menghubungkan desa-desa tersebut adalah jalan tanah yang sering
mengalami kerusakan bila terjadi genangan air/banjir/longsor pada musim penghujan,
akibatnya akses menuju ke desa-desa tersebut terputus dan hanya dapat dilalui dengan
jalan kaki dan kendaraan roda dua yang dirancang khusus (ojek). Namun hal ini tidak
Lokasi proyek/pekerjaan Pembangunan Bendung dan Daerah Irigasi (DI) Ula terletak
desa Posangke yang melayani tiga desa di Kecamatan Bungku Utara Kabupaten
Morowali Utara dapat ditempuh dengan perjalanan laut dengan jarak 45 mil laut, jarak
Kabupaten Morowali Utara ke ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah kota Palu sekitar 431
Km, jarak kota Kecamatan Bungku Utara ke kota Kabupaten Morowali Utara sekitar 45
mil laut, sedangkan jarak dari masing-masing desa ke kota kecamatan telah tercantum
pada tabel berikut :
Kebutuhan sarana dan prasarana pengairan dalam sistim pola tanam masyarakat
pedesaan saat ini masih sangat perlu ditingkatkan dengan melibatkan pemerintah
daerah maupun pemerintah pusat atau swasta dalam hal pembiayaan, karena dalam
pembangunan sarana irigasi membutuhkan biaya agaran yang cukup besar.
Penyediaan sarana pengairan tanaman pangan masih sangat perlu ditingkatkan terus
menerus karena program ini merupakan program pemerintah yang dapat meningkatkan
hasil panen dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara makro.
Pergerakan ekomomi secara umum pada wilayah di 3 (tiga) desa tersebut yaitu Desa
Taronggo, Posangke dan Tokala Atas, mulai meningkat karena wilayah tersebut
sebagian daerah transmigrasi karena masyarakatnya cukup antusias untuk melakukan
aktifitas di bidang pertanian dengan didukung potensial wilayah yang cukup menunjang
dari kesuburan tanahnya.
berasal dari etnis penduduk setempat yaitu Suku Ta’ (Suku Wana), juga bermukim
beberapa etnis lain diantaranya; Suku Bugis, Mori, Bajo, Jawa, Lombok, dan suku
pendatang lainnya. Beragamnya suku yang mendiami beberapa desa di wilayah studi
adalah sebagai konsekwensi dari terbukanya wilayah tersebut yang bisa dicapai baik
melalui darat maupun melalui laut. Disamping itu, Kecamatan Bungku Utara sejak tahun
1982 menjadi daerah pencanangan program transmigrasi. Oleh karena itu, suku bangsa
penduduk di daerah ini cukup beragamam, dan beberapa desa tersebut merupakan
daerah tujuan migrasi spontan.
Suku asli daerah tersebut adalah suku Ta’ (sering juga disebut suku wana). Secara
keseluruhan baik di Kecamatan Mamosalato, maupun di Kecamatan Bungku Barat
keberadaan suku Ta’ dari segi jumlah tidak lagi menjadi suku yang dominan (namun di
desa-desa studi, suku Ta’ masih menjadi suku yang majoritas, dibandingkan suku-suku
lainnya). Di dua kecamatan ini pula, masih ditemukan suku Ta’ yang masih hidup di
pelosok-pelosok terpencil dan belum berinteraksi dengan masyarakat luas. Mereka
hidup secara tradisional dan relative berpindah-pindah tempat (nomaden).
Dalam menyatakan rasa syukur karena panen yang berhasil, masyarakat Ta’ kerap
melakukan upacar adat yang disebut “Pra Pae”. Adat tersebut dilakukan sekali dalam
setahun atau pada waktu panen selesai. Pelaksanaan adat “Pra Pae” adalah suatu
kegiatan adat makan bersama dari hasil panen dan biasanya dilakukan dibaruga desa
setempat atau dihalaman gereja yang dihadiri oleh masyarakat setempat. Selesai
melaksaksanakan adat “Pra Pae”, masyarakat biasanya melanjutkan kegembiraannya
dengan tari Dero, suatu tarian asli masyarakat Sulawesi Tengah.
Sedangkan suku Jawa yang bermukim di wilayah transmigrasi di wilayah studi, setiap
tahun melakukan “Upacara Hari Bumi” yaitu upacara memberi makan pada bumi atau
sering disebut sedekah bumi. Upacara ini dilakukan dilapangan terbuka dibarengi
dengan makan nasi tumpeng bersama-sama setelah terlebih dahulu melakukan
pembersihan ditempat umum dan tempat ibadah. Upacara ini dimaksudkan agar supaya
bumi selalu memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Suku Bugis yang juga banyak ditemui di wilayah studi, merupakan suku yang berbakat
di bidang kelautan, tetapi juga akrab dengan bidang perdagangan dan pertanian. Itulah
sebabnya mereka terdapat pada hampir semua desa di wilayah studi. Salah satu
prosesi adat pelaksanaan pernikahan yaitu “Mappacci” (malam pacar) masih sering
dilaksanakan oleh warga masyarakat Bugis. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan keagamaan, seperi Sunatan, Maulid, Isra Mi’raj, dan
Mappatemme Korang (khatam Qur’an) serta syukuran rumah baru, masih kerap
dilaksanakan oleh penduduk warga Bugis di Wilayah studi.
Suku-suku yang mendiami wilayah studi baik penduduk lokal maupun penduduk
pendatang memiliki akar budaya dan adat istiadat masing-masing sebagai wujud dari
kearifan masyarakatnya, yang mengatur pola hubungan sesama manusia dan
hubungan dengan alam sekitarnya. Namun demikian seiring dengan perubahan zaman
dan pengaruh tehnologi komunikasi, nilai-nilai budaya yang tergali dari wujud kearifan
masyarakat lambat laun mengalami perubahan dan terlebur dengan nilai-nilai agama
yang dianut oleh masyarakat. Adat-adat kebiasaan yang berlaku dikalangan masyarakat
seperti adat perkawinan, hajatan keluarga, dan upacara-upacara syukuran sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai agama, baik agama Kristen maupun Islam.
Kegiatan keagamaan (Islam) yang paling banyak dan sering dirayakan oleh responden
adalah Maulud Nabi dan Syawalan, untuk agama Kristen/Katolik adalah Natal dan untuk
yang beragama Hindu adalah Nyepi, Utsawa Darmagita (pembacaan Kitab Suci), Bulan
Purnama dan Tilem. Perayaan hari besar agama biasanya diselenggarakan atas
partisipasi dan kerjasama semua warga masyarakat.
b. Proses Sosial
Seperti diuraikan terdahulu bahwa jalur transportasi ke wilayah studi relatif cukup lancar
dan sedikit mudah untuk dijangkai baik melalui darat maupun laut. Oleh sebab itu arus
mobilitas penduduk ke wilayah studi yang sifatnya menetap juga relative sedang.
Dengan demikian, tentu saja akan berpengaruh kepada struktur sosial budaya
masyarakat yang cenderung mengalami perubahan yang disebabkan oleh terjadinya
hubungan-hubungan sosial antar etnis. Hubungan-hubungan tersebut bersifat dinamis
dan tertata dalam bentuk tindakan-tindakan yang berdasarkan nilai-nilai dan norma
sosial yang berlaku dalam masyarakat. Wujud dari interaksi tersebut dapat berupa
kerjasama apabila tindakan-tindakan yang dilakukan sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku.
Tingginya frekwensi interaksi sosial antar etnis, berdampak kepada terjadinya akulturasi
budaya dan bahkan asimilasi antar berbagai etnis di wilayah studi. Berdasarkan hasil
wawancara dan pengamatan di lapangan diketahui bahwa Proses-proses asimilasi
terjadi melalui proses perjodohan dan perkawinan (amalgamasi). Hal ini terjadi karena
adanya kemauan untuk saling menerima sebagai anggota kerabat keluarga tanpa
memandang perbedaan etnis.
Keragaman kehidupan antar etnis, juga berpengaruh kepada terjadinya integrasi sosial
antar etnis di wilayah studi. Dari hasil pengamatan dilapangan terlihat bahwa Integrasi-
integrasi tersebut tercipta dari berbagai kegiatan diantaranya adalah kegiatan
keagamaan seperti sholat berjemaah di masjid ataupun kegiatan ibadah yang
dilaksanakan di gereja, termasuk kegiatan-kegiatan peringatan hari-hari besar
keagamaan maupun hari-hari besar kenegaraan. Selain itu, integrasi sosial juga tercipta
Dari hasil wawancara Tabel 3.27, diketahui bahwa dari 20 responden, semuanya atau
100,00% sudah pernah mendengar adanya rencana Pembangunan Daerah Irigasi Ula
tersebut, karena dari Pemda Kabupaten Morowali Utara melalui Dinas PU serta Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi cukup intensif melakukan pertemuan dan sosialisasi
mengenai Pembangunan Daerah Irigasi Ula di Desa Posangke selama 1 tahun terakhir.
Adapun Sumber informasi mengenai rencana Pembangunan Daerah Irigasi Ula, 10
orang responden (50%) memberikan jawaban, bahwa mengetahui perencanaan
Pembangunan Daerah Irigasi Ula tersebut melalui pertemuan dan sosialisasi, selain itu
setelah melihat adanya pemasangan Pal atau Pengukuran yang dilakukan oleh staf
Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas NakerTrans Morowali Utara bersama Kontraktor
Pelaksana Pekerjaan. Sedangkan 9 responden (45%) mengetahui melalui aparat
pemerintah desa, dan 1 responden (5%) mengetahui melalui informasi dari warga
setempat.
Tabel 3.27. Sumber Informasi Tentang Rencana Pembangunan Bendung Daerah Irigasi (DI)
Ula di Kec. Bungku Utara
No Tanggapan Frekwensi %
1 Responden Mengetahui Rencana Pembangunan
Daerah irigasi (DI) Ula di Desa Posangke :
1. Telah mengetahu 20 100,00
2. Tidak mengetahui 0 0,00
Jumlah 20 100,00
2 Sumber Informasi Tentang Rencana Pembangunan
Daerah irigasi (DI) Ula di Desa Posangke :
a. Staf Dinas PU dan NakerTrans Kabupaten 10 50,00
Morowali Utara
b. Warga Setempat 1 5,00
c. Aparat Desa 9 45,00
Jumlah 20 100,00
Sumber : Olahan Data Primer 2017.
Tabel 3.28. Persepsi Masyarakat Tentang Rencana Pembangunan Bendung dan Jaringan
Irigasi Ula di Kec. Bungku Utara
No Tanggapan Frekwensi %
1 Persepsi Masyarakat :
a. Menerima 20 100
b. Tidak menerima - -
c. Ragu-ragu - -
Jumlah 20 100,00
2 Alasan Menerima :
a. Mengairi areal sawah tadah hujan & penambahan 12 60,00
areal sawah atau alih fungsi lahan/ladang menjadi
sawah baru
b. Mempercepat proses pembangunan pertanian 5 25,00
kawasan pedesaan yang terisolasi
c. Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha. 3 15,00
Jumlah 20 100,00
Sumber : Olahan Data Primer 2017.
areal sawah tadah hujan dan akan terjadi penambahan areal sawah baru atau alih
fungsi lahan/ladang menjadi sawah sehingga terjadi peningkatan luasan areal tanam,
indeks pertanaman dan produktivitas hasil pertanian (terutama padi sawah), sekaligus
dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan memperbaiki taraf hidup
masyarakat pedesaan.
Selanjutnya hasil wawancara sampling sekitar 5 responden (25,00%) dari 20 responden
menyatakan bahwa dengan dibangaunnya Bendung Irigasi dan Jaringan Irigasinya akan
membukan keterisolasian kawasan pertanian yang akan mempercepat pemerataan
pembangunan pertanian di wilayah yang selama ini terisolasi terutama pada 3 desa di
wilayah studi dan sekitarnya. Dengan beroperasinya Bendung Irigasi Ula dan Jaringan
Irigasinya masyarakat diharapkan kesadarannya turut menjaga dan membantu
keberlanjutan proyek, serta berperan aktif menjaga lingkungan sekitar jaringan irigasi
(Bendung Ula) dari kerusakan lingkungan, sehingga akan membuka kesempatan kerja
dan berusaha di wilayah tersebut berupa terbukanya toko atau kios-kios tani,
peningkatan kebutuhan tenaga kerja karena terjadi peningkatan luasan areal tanam,
indeks pertanaman dan produktivitas hasil pertanian (terutama padi sawah), sekaligus
dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan memperbaiki taraf hidup
masyarakat pedesaan, sebagaimana yang diutarakan oleh bapak Sukarmin (35 tahun,
warga transmigrasi/suku Jawa) salah seorang penduduk di Desa Posangke yang
bertempat tinggal tepat di Jalur Jaringan Irigasi tersebut menyatakan bahwa :
“Dengan adanya pembangunan Bendung irigasi tersebut, maka kami selaku masyarakat
sangat merespon dan mendukung sepenuhnya (“kalau bisa mendukung 200%), karena
akan mengairi areal sawah tadah hujan yang selama ini berharap pengairan dari hujan,
peningkatan periode/waktu tanam dari 2 kali/tahun menjadi 3 kali/tahun, selain itu terjadi
penambahan areal sawah baru atau alih fungsi lahan/ladang menjadi sawah sehingga
terjadi peningkatan luasan areal tanam, pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
dan memperbaiki taraf hidup masyarakat petani di pedesaan”
Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang tokoh masyarakat di Desa Taronggo,
yang menyatakan bahwa :
“Bagi kami pembangunaan Bendung irigasi Ula tersebut adalah berkah, dan kami tidak
mempersoalkannya karena kami sadar bahwa Bendung irigasi Ula tersebut untuk
kepentingan orang banyak (terutama petani sawah) pada wilayah pertanian yang
terisolir (desa Taronggo, Posangke, Tokala Atas di Kec. Bungku Utara), sedangkan
persoalan lahan/permukiman (bagi warga kami yang terkena proyek bendung irigasi),
semuanya telah disepakati ganti ruginya sesuai kemampuan dana Pemda Kabupaten
Morowali Utara, tetapi kalaupun dananya tidak tersedia hal tersebut tidak masalah
“karena umumnya petani dan kelompok tani tidak meminta ganti rugi atas penggunaan
lahan mereka untuk dijadikan areal bangunan bendung, jaringan irigasi, jalan usaha tani
dan bangunan lainnya yang menyangkut lahan petani”
“Pada prinsipnya masyarakat menyambut gembira, dan sangat antusias serta sangat
mengharapkan penyelesaian secepatnya pembangunan Bendung Irigasi tersebut,
karena akan berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat pertanian padi sawah di
kawasan ini khususnya. Karena pembanguan Bendung Irigasi Ula sangat strategis dan
besar manfaatnya, diantaranya :
a. membuka keterisolasian daerah pertanian yang selamai ini tidak diperhatikan,
sehingga akan berpotensi menjadi salah satu lumbung padi di wilayah Morowali
Utara.
b. akan mengairi areal sawah tadah hujan yang selama ini berharap pengairan dari air
hujan, sehingga akan terjadi peningkatan frekuensi/waktu tanam dari 2 kali/tahun
menjadi 3 kali/tahun,
c. terjadi penambahan areal sawah baru atau alih fungsi lahan/ladang menjadi sawah
sehingga terjadi peningkatan luasan areal tanam.
d. pelibatan tenaga kerja konstruksi; masyarakat sangat berharap pihak Pemda dan
Konsultan Pelaksana ikut melibatkan warga sekitar tapak proyek dalam pekerjaan
konstruksi bending dan jaringan irigasinya, kenyataannya selama pekerjaan
berlangsung sangat rendah keterlibatan Tenaga Kerja Lokal setempat.
Setiap usaha dan atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah
maupun swasta pada umumnya akan memberikan dampak baik positif maupun negatif
terhadap lingkungan salah satunya adalah aspek kesehatan manusia yang berada di
sekitar kegiatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dapat
menimbulkan berbagai masalah kesehatan antara lain diakibatkan menurunnya tingkat
kualitas sanitasi lingkungan, kualitas udara dan kebisingan, berkurangnya ketersediaan air
bersih, dapat mengakibatkan timbulnya berbagai jenis penyakit sehingga menganggu
kesehatan manusia.
Akibat lain yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan mengarah pada timbulnya
berbagai penyakit adalah persebaran debu/udara dan kebisingan. Dengan demikian, maka
parameter tersebut diharapkan mendapat perhatian yang mendalam pada kegiatan proyek
ini.
1) Sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan yang dimaksudkan di sini adalah cerminan kondisi kesehatan
lingkungan hidup secara fisik, baik di dalam tapak proyek maupun lingkungan di
sekitarnya yang antara lain dicerminkan melalui penyediaan sarana sanitasi,
pengelolaan sampah/limbah, tingkat kebersihan dan kerapian lingkungan.
2) Gangguan kesehatan masyarakat
Gangguan kesehatan adalah adanya gangguan yang kemudian menyebabkan
terjadinya perubahan pola penyakit, baik yang dialami oleh pekerja proyek maupun
penduduk sekitar proyek.
Dari sejumlah rumah tangga yang bermukim di sekitar Tapak Proyek telah memanfaatkan
air dari sumber yang dianggap bersih yaitu dari sumber mata air yang berada di gunung
dan sungai/koro Ula. Penggunaan sumber mata air tersebut diusahakan sendiri oleh
masyarakat desa dampak (Desa Taronggo, Posangke, Tokala Atas) dengan cara
memasang pipa-pipa air sampai ke setiap rumah penduduk. Masyarakat pada lokasi
proyek telah memiliki perilaku hidup yang cukup baik dipandang dari perspektif air bersih.
Hal ini terutama karena satu-satunya air bersih yang mereka gunakan hanya berasal dari
sungai/koro Ula mata air yang di gunung.
Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah desa, adalah memberi
kesadaran kepada seluruh masyarakatnya agar tetap dapat menjaga kebersihan sumber
air yang mereka gunakan, karena hal ini akan sangat mempengaruhi kesehatan
masyarakat desa dampak (Desa Taronggo, Posangke, Tokala Atas) secara keseluruhan.
Mata air yang tidak terlindung dan tidak terjaga kebersihannya dapat memicu kasus
penyakit akibat perilaku hidup yang tidak sehat.
Selain itu, perilaku hidup sehat dari ketersediaan jamban keluarga diharapkan mampu
menekan angka kesakitan akibat buruknya salinitas lingkungan. Sebagian rumah tangga
telah memanfaatkan jamban sederhana. Hal ini bisa terlupakan salah satu indikator,
bahwa kebersihan sanitasi lingkungan masyarakat telah cukup baik.
Tabel 3.29. Data Kunjungan 10 Penyakit Terbesar yang diderita oleh penduduk
di Wilayah Studi tahun 2016.
No Jenis Penyakit Jumlah (%) Persentase
1 ISPA 1.001 26.33%
2 Gastritis 602 15.83%
3 Diare 422 11.10%
4 Malaria 372 9.78%
5 Reumatik 355 9.34%
6 Hipertensi 322 8.47%
7 Alergi 289 7.60%
8 Kecelakaan Lalin 199 5.23%
9 Infeksi Kulit 151 3.97%
10 Conjungtivitis 89 2.43%
Jumlah 3.802 100%
Sumber : Puskesmas Baturube Kecamatan Bungku Utara Tahun 2016.
Dari penyajian Tabel 3.29, menunjukkan bahwa jenis penyakit yang paling banyak
diderita oleh penduduk adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Atas (ISPA)
dengan jumlah kasus 1.001 atau 26,33%, kemudian penyakit Gastritis 15,83% (602
kasus), Diare 11,10%, Malaria 9,78%, Reumatik 9,34%, dan Hypertensi 8,47%.
Sedangkan kecelakaan Lalulintas berada pada posisi ke 8 dengan jumlah kasus 199 atau
5,23%. Dari hasil wawancara dengan petugas Puskesmas Baturube, diperoleh informasi
bahwa terjangkitnya beberapa penyakit tersebut di atas diantaranya adalah karena
kebiasaan hidup sehat masyarakat masih minim serta tingkat pengetahuan masyarakat
tentang penyakit juga masih kurang. Beberapa penyakit berjangkit pada musim-musim
tertentu, seperti halnya penyakit Malaria dan diare yang berjangkit pada musim
penghujan, hal karena banyak air tergenang di sekitar permukiman penduduk dan
menjadi sarang nyamuk sebagai salah satu vektor penyebab penyakit. Sedangkan
penyakit ISPA berjangkit pada musim kemarau, karena debu yang beterbangan, terutama
pada jalan-jalan yang belum beraspal.
b. Sumberdaya Kesehatan
yang berbatasan langsung dengan kawasan CA. Morowali. Oleh sebab itu, penduduk di
tiga desa tersebut memanfaatkan Poskesdes atau Puskesmas Pembantu (Pustu) yang
terdekat di sekitar desa tersebut.
Fasilitas kesehatan yang ada di wilayah studi, didukung oleh tenaga kesehatan, masing-
masing 2 orang bidan desa, 1 orang para medis, 4 orang dukun bayi terlatih, dan 1 orang
dukun tak terlatih. Sedangkan fasilitas tenaga kesehatan di Puskesmas Baturube terdiri
dari Dokter Umum 2 orang, Bidan Desa 23 orang, Para Medis 17 orang, masing-masing 1
orang dukun bayi terlatih dan dukun tak terlatih.
Sarana prasarana kesehatan ini masih sangat kurang memadai, namun dalam segala
keterbatasannya, diharapkan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh masyarakat
yang mendiami desa tersebut di dalam meningkatkan derajat kesehatannya, terutama
untuk keperluan berobat apabila masyarakat menderita suatu penyakit.
Pembahasan kegiatan pada tahap Pra Konstruksi terdiri dari kegiatan survei dan
persiapan lahan.
a. Persepsi Masyarakat
b. Pengharapan Penduduk
Dampak positif lain yang muncul adalah adanya harapan penduduk setempat
untuk bisa bekerja di proyek, baik pada tahap konstruksi maupun pasca
konstruksi. Dengan demikian, meskipun pengharapan penduduk ini dampaknya
bersifat positif, namun terhadap aspek ketenagakerjaan tetap perlu
mendapatkan perhatian dan penanganan disamping perlu mengantisipasi
terhadap aspirasi penduduk setempat yang tidak terakomodir.
Diagram alir prakiraan dampak pada Tahap Pra Konstruksi dapat dilihat pada
Gambar 4.1 berikut ini :
Ketidak jelasan
Rencana Kegelisahan di
Pelaksanaan
Masyarakat
Proyek
Ketidaksesuaian
Kegiatan Survei harga jual tanah Ketidakpuasan dan Presepsi
Lapangan dan Kegelisahan di
Masyarakat
Persiapan Lahan Masyarakat
Spekulan tanah
Adanya
kesempatan kerja
Pengharapan dan sumber
penduduk penghasilan baru
Peningkatan
budidaya pertanian
Gambar 4.1. Diagram Alir Prakiraan Dampak Pada Tahap Pra Konstruksi
Persepsi Masyarakat
Diagram alir prakiraan dampak pada Tahap Konstruksi dapat dilihat pada Gambar
4.2.
Perubahan Ekosistem
Biologi
Mobilisasi Alat dan Perubahan Perilaku Satwa dan Penurunan
Bahan/Material Populasi / Migrasi SatwaSatwa
Perubahan Ekosistem
Biologi
Perubahan Perilaku Satwa dan
Penurunan Populasi
a. Pendapatan Penduduk
Dengan adanya kegiatan mobilisasi alat dan bahan/material, maka akan terjadi
peningkatan arus transportasi di sekitar rencana kegiatan dan jalur transportasi
yang menuju lokasi kegiatan, meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak.
Peningkatan arus transportasi ini akan mengakibatkan terjadinya gangguan
terhadap kualitas udara, khususnya peningkatan pencemar terutama debu
(TSP). Gas NOx, dan SO2.
Pada kegiatan mobilisasi alat dan material diperkirakan akan melibatkan Dump
truck dan peralatan berat lainnya yang berbahan bakar solar.
c. Kerusakan Jalan
Dampak lain dari kegiatan mobilisasi alat dan bahan/material ini adalah
kerusakan jalan akses masuk ke lingkungan proyek Bendung Irigasi. Namun
diprediksi kerusakan jalan ini tidak potensial karena kegiatan mobillisasi alat
dan bahan/material tidak dilakukan secara terus menerus dan apalagi letak
quarry (lokasi galian tanah untuk pengurugan) jaraknya relatif dekat dengan
lokasi kegiatan.
d. Persepsi Masyarakat
Hilir mudik kendaraan berat yang membawa bahan dan material bangunan
diperkirakan akan menimbulkan dampak pencemaran udara dari gas buang
dan debu yang beterbangan baik yang ditimbulkan oleh roda kendaraan, emisi
gas buang maupun muatan yang dibawa oleh kendaraan. Kegiatan ini juga
sedikit banyak akan menimbulkan peningkatan intensitas kebisingan dan
volume lalu lintas di jalan raya sekitar lokasi kegiatan/jalan akses masuk yang
tentunya akan mempengaruhi kelancaran pergerakan lalu lintas.
a. Perubahan Ekosistem
Kegiatan pembersihan lahan atau land clearing dan pembuatan jalan akses
menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem vegetasi alami menjadi lahan
tanpa vegetasi, hal ini berakibat pada hilangnya beberapa flora dan fauna serta
biota air (plankton, benthos dan nekton/ikan) yang ada di sekitar lokasi rencana
kegiatan.
Besarnya air larian pada tahap konstruksi tidak terbatas dari lahan untuk
pembangunan Bendung Irigasi Ula saja melainkan dari seluruh lahan untuk
bangunan penunjang termasuk dari jalan akses yang arealnya tersebar dari dan
menuju tapak Bendung DI Ula dan di daerah irigasinya. Dampak dari adanya air
larian ini dapat menyebabkan genangan di daerah hilir rencana tapak Bendung.
Dampak yang terjadi berlangsung tidak terus menerus, namun karena hal ini
bisa berdampak lanjutan terhadap keberadaan biota air (nekton/ikan), baik
karena migrasi maupun mengalami kematian.
Kualitas air permukaan diprakirakan akan terkena dampak dari adanya bedeng
(base camp) dan kantor proyek sebagai akibat dari adanya air limbah dari
kegiatan domestik/sanitasi (black water) dan kegiatan mencuci (gray water)
yang diprakirakan turut berkontribusi terhadap pencemaran air yang terjadi.
Sebagai indikator pencemaran, antara lain bisa dilihat dari kadar BOD dan COD
dalam air permukaan. Hasil analisa laboratorium terhadap sample air
permukaan (Koro Ula) di wilayah studi; BOD didapatkan nilai sebesar 5,65 mg/l
dan COD adalah 17 mg/l sedangkan nilai baku mutu yang ditetapkan oleh
pemerintah, dalam hal ini Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 (kelas
III) untuk BOD adalah 6 mg/l, sedangkan untuk COD 100 mg/l, hal ini
menunjukan bahwa kondisi saat ini masih berada di bawah baku mutu yang
dipersyaratkan. Dengan beroperasinya bedeng dan kantor proyek, maka akan
menambah kontribusi terhadap penurunan kualitas air permukaan karena
apabila tidak tersedia pengolahan air limbah maka akan meningkatkan
konsentrasi BOD di dalam air permukaan. Sehingga terhadap air limbah baik
black water maupun gray water tersebut perlu mendapat penanganan yang baik
dan serius.
b. Sanitasi lingkungan
Dengan dibangun dan dioperasikannya bedeng (base camp) dan kantor untuk
menunjang kegiatan konstruksi Bendung Irigasi Ula dan jaringan irigasinya,
maka diprakirakan akan menimbulkan dampak ditinjau dari aspek sanitasi
lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dari aspek sanitasi lingkungan berkaitan
erat dengan aktivitas sanitasi, yaitu dengan adanya air limbah (air buangan
domestik), penyediaan air bersih dan persampahan yang dihasilkan dari
kegiatan sanitasi tenaga kerja yang ada di bedeng (base camp) dan kantor.
Yang termasuk kategori air buangan domestik adalah air bekas mandi, bekas
cuci pakaian atau perabot, bahan makanan dan lain-lain. Air ini sering disebut
sebagai sullage atau gray water, dimana didalamnya terdapat kandungan
sabun dan mikroorganisme dan selain itu dapat pula mengandung excreta,
yaitu tinja dan urine manusia. Dibandingkan dengan air bekas cuci, maka
excreta ini lebih berbahaya karena banyak mengandung kuman patogen,
sehingga excreta ini merupakan cara transport utama bagi penyakit bawaan air
(J. Soemirat Slamet, 1994).
Selain dampak yang ditimbulkan oleh sullage atau gray water tersebut. Bila
ditinjau dari aspek sanitasi lingkungan, keberadaan air bersih pun harus
mendapat perhatian karena apabila jumlah air bersih yang tersedia tidak
mencukupi, maka orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik yang
memungkinkan tangan yang mengandung kuman (mikroba pathogen) akan
menempel dalam makanan dan akan menyebabkan gangguan kesehatan bagi
orang peka/resisten. Sebagai contoh, beberapa penyakit bawaan air dan
agentnya yang dikenal, misalnya : Rotavirus penyebab diare pada anak, Vibrio
cholerae penyebab penyakit Cholera, Shigella dysenteriae penyebab penyakit
dysenterie, dan lain-lain. (Bank Dunia, 1985 dalam Kesehatan Lingkungan, J.
Soemirat Slamet, 1994).
Dari segi ketahanannya, mikroba pathogen tertentu seperti Coliform tinja dalam
lumpur tinja bisa bertahan di dalam lingkungan < 50 hari, di dalam air buangan
dan air bersih < 30 hari dan di tanah < 20 hari, untuk jenis virus Enterovirus
bahkan di dalam air buangan dan air bersih bisa bertahan hingga > 50 hari
(Miller Jr., 1975 dan Scawrtzbord, 1987), sehingga hal ini pun harus
mendapatkan perhatian dalam penanganan dampak dari aspek sanitasi
lingkungan.
c. Kesehatan Masyarakat
Dampak yang diprakirakan terjadi apabila penanganan aspek sanitasi tidak baik
adalah sebagaimana telah di uraikan pada bahasan aspek sanitasi lingkungan
di atas, sedangkan apabila aspek persampahan penanganannya kurang baik,
maka akan menyebabkan gangguan pada kualitas udara (bau busuk) dan
lingkungan sekitar bedeng (base camp) dan kantor menjadi kotor (sampah
tercecer dan terbuang tidak pada tempatnya), dan selain itu sampah ini menjadi
media atau vektor pembawa penyakit, misalnya dengan berkembangnya tikus,
serangga dan lalat yang dapat menyebabkan penyakit kulit, diare dan
gangguan pernapasan akibat bau busuk / timbulnyya gas H2S, NH3, dan CO2
yang ditimbulkan sampah tersebut. Sehingga dengan adanya bedeng dan
kantor proyek ini, maka terhadap aspek sanitasi lingkungan dan persampahan
perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius.
Keberadaan bedeng dan kantor proyek juga akan menimbulkan dampak negatif
terhadap persepsi masyarakat berupa kekhawatiran masyarakat dengan
meningkatnya intsensitas konflik di masyarakat, sebagaimana telah disinggung
sebelumnya. Selain itu persepsi yang kurang baik dari masyarakat juga bisa
disebabkan oleh adanya limbah, baik air llimbah domsetik (black water dan grey
water) maupun limbah padat (sampah) yang dihasilkan dari aktivitas tenaga
kerja pendatang yang kemungkinan tidak tertangani dengan baik.
a. Perubahan Ekosistem
Dampak yang akan terjadi terhadap perubahan dan atau hilangnya struktur
penghuni komunitas, baik flora dan fauna serta biota air (plankton, benthos dan
nekton/ikan) dapat berlangsung secara permanen.
Kebisingan yang akan timbul pada tahap konstruksi dapat ditimbulkan dari
penggunaan Genset sebagai pembangkit untuk pekerjaan konstruksi bangunan
Bendung Irigasi Ula terutama untuk jenis pekerjaan yang memerlukan energi
listrik, misalnya pengelasan. Untuk memperkirakan tingkat kebisingan pada
kegiatan ini dapat dihitung dengan persamaan sumber titik, yaitu :
LP LP − 20. log
Dimana :
LP1 = Tingkat kebisingan pada jarak r1, dBA
LP2 = Tingkat kebisingan pada jarak r2, dBA
r1 = Jarak Pengukuran kebisingan dan sumber kebisingan 1
r2 = Jarak Pengukuran kebisingan dan sumber kebisingan 2
Kebisingan yang ditimbulkan dari Genset pada jarak 1 meter bisa > 85 dBA dan
bila dianggap kebisingan yang timbul sebesar 90 dBA, maka menurut
persamaan tersebut kebisingan yang bisa terjadi pada jarak 50 m adalah
sebesar 56,1 dBA dan pada jarak 100 m akan menurun menjadi sekitar 50 dBA,
intensitas kebisingan pada jarak yang terakhir (100 m) nilainya telah berada di
bawah baku mutu, dimana KepMen LH Nomor : Kep-48/MENLH/11/1996
mempersyaratkan sebesar 55 dBA bagi lingkungan permukiman. Sedangkan
lokasi pemukiman terdekat jaraknya ± 6 km sehingga kebisingan yang timbul
dari operasional Genset pada kegiatan konstruksi diperkirakan tidak akan
mengganggu kenyamanan penduduk. Namun demikian, kebisingan yang terjadi
dari kegiatan konstruksi Bendung Irigasi Ula dan jaringannya tidak terbatas dari
adanya operasional Genset saja, melainkan juga dari kendaraan proyek,
peralatan berat seperti Excavator dan Wheel Loader/Buldozer, dan beberapa
peralatan pendukung lainnya, sehingga dampak akumulasii dari kebisingan
yang terjadi sifatnya potensial.
b. Perubahan Ekosistem
d. Persepsi Masyarakat
Pada tahap pasca konstruksi atau tahap operasional Bendung Irigasi Ula, dampak
positif yang timbul perlu dikembangkan sedangkan dampak negatifnya perlu ditekan
sekecil mungkin. Secara umum dampak-dampak pada tahap pasca konstruksi/
tahap operasi berasal dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
Diagram alir prakiraan dampak pada Tahap Pasca Konstruksi (Tahap Operasional)
dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Sosial ekonomi
Distribusi Air Konflik sosial
budaya
Gambar 4.3. Diagram alir Prakiraan Dampak Pada Tahap Pasca Konstruksi
Untuk kegiatan tahap operasi dan pemeliharaan Bendung Irigasi Ula dan
jaringannya tentunya diperlukan sejumlah tenaga kerja guna menangani
kegiatan tersebut. Beberapa tenaga terampil tentu akan didatangkan atau di
drop dari luar lokasi proyek, namun beberapa tenaga pembantunya dapat
diambil dari masyarakat lokal sekitar yang dinilai mampu melaksanakan tugas-
tugas dan tentunya akan diberikan pelatihan terlebih dahulu. Walaupun
jumlahnya tentu tidak sebanyak saat konstruksi, namun perekrutan tenaga kerja
lokal pada saat ini akan menciptakan rasa memiliki masyarakat sekitar akan
sarana dan prasarana bendung irigasi dan jaringannya, sehingga tentu akan
berusaha memeliharanya dengan baik. Mempertimbangkan hal ini dan dampak
negatif yang mungkin timbul (konflik) apabila dampak ini tidak dikelola dengan
baik.
b. Kecemburuan Sosial
Walaupun jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh proyek pada tahap
operasi dan pemeliharaan Bendung Irigasi Ula dan jaringannya tidak sebanyak
saat konstruksi, namun demikian tentu diharapkan juga oleh masyarakat
setempat dapat memberikan peluang kerja bagi mereka. Penggunaan tenaga
kerja dari luar yang tidak proposional dengan tenaga kerja lokal, ataupun sedikit
mengakomodasikan tenaga kerja lokal dalam pelaksanaan konstruksi dan
pasca konstruksi, dapat menimbulkan rasa kecemburuan sosial tenaga kerja
lokal terhadap tenaga kerja pendatang atau persepsi negatif masyarakat
setempat terhadap proyek. Apabila kemudian dampak tersebut tidak juga
dikelola secara bijaksana kemungkkinan juga akan menimbulkan dampak
terjadinya konflik sosial dan gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat
(kamtibmas).
Pola tanam yang dilakukan saat ini oleh masyarakat di 3 (tiga) Desa dampak
yaitu desa Taronggo, Posangke dan desa Tokala Atas didominasi oleh
pertanian lahan kering/kebun campuran, adapun komoditi yang dibudidayakan
diantaranya kakao, kelapa, kelapa sawit, durian dan beberapa jenis tanaman
Palawija seperti jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kacang
kedelai, sedangkan sarana pengairan sebelumnya sudah ada namun masih
tergolong irigasi desa dengan luas areal sawah yang terairi ±200 Ha. Dengan
dibangunnya Bendung Irigasi Ula, maka ditargetkan luas areal persawahan
yang dapat diairi untuk tahap awal mencapai ±990 Ha, selanjutnya akan
dikembangkan hingga mencapai ±2.000 Ha. Melihat dampak positif tersebut
seyogyanya dapat dikembangkan dengan komoditi-komoditi unggulan tertentu
yang lebih menguntungkan usaha tani tersebut.
Tabel 4.1.
Matriks Prakiraan Dampak Pembangunan Daerah Irigasi Ula
II. Biologi
a. Perubahan Ekosistem x x x x
Perubahan / Hilangnya Struktur
b. Penghuni Ekosistem x x x x
Perubahan Perilaku Satwa dan
c. Populasi x x
Keterangan :
Tahap Pra Konstruksi : Tahap Pasca Kontruksi/Operasi :
1. Survey Lapangan 9. Mobilisasi & Perekrutan Tenaga Kerja
2. Penyediaan Lahan 10. Operasional dan Pemeliharaan
Tahap Konstruksi : 11. Distribusi Air
3. Mobilisasi dan Perekrutan Tenaga Kerja
4. Mobilisasi Alat dan Bahan/Material x Ada Interaksi
5. Pembuatan Base Camp dan Kantor
6. Pembersihan Lahan dan Pembuatan Jalan Akses
7. Penggalian dan Timbunan (Eksploitasi Quary dan
Borrow Area).
8. Konstruksi Bangunan Bendung DI dan Jaringannya
1. Pendekatan Teknologi
Pendekatan ini dilakukan untuk mencari teknologi yang tepat dalam upaya
pengelolaan kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap
perubahan kualitas lingkungan baik komponen fisik – kimia, biologi ataupun
sosial budaya.
3. Pendekatan Institusi/Kelembagaan
Untuk mencegah dan mengendalikan dampak sosial yang telah dan akan
timbul dengan titik berat pelibatan partisipasi masyarakat di sekitar kegiatan
proyek, misalnya menjaga hubungan antara pekerja dengan masyarakat
disekitar proyek, perlu dibina saling pengertian dan hubungan baik, sehingga
tercipta kondisi sosial lingkungan yang baik serta adanya pendekatan semua
pekerja yang berasal dari luar daerah proyek dengan masyarakat lokal
melalui, mempelajari dan mematuhi peraturan adat istiadat dan kebiasaan
yang berlaku pada masyarakat setempat.
Uraian mengenai upaya pengelolaan lingkungan hidup ini (disajikan dalam bentuk
Tabel Matriks Pengelolaan) disesuaikan dengan dampak yang diprakirakan timbul
akibat kegiatan Pembangunan Daerah Irigasi (DI) Ula di Desa Posangke dan
Jaringan Irigasinya seluas ±990 Ha, mulai tahap Pra-konstruksi, Konstruksi dan
tahap Pasca Konstruksi atau tahap Operasi.
Tabel 5.1.
Matriks Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) Kegiatan Pembangunan Daerah Irigasi (DI) Ula
di Desa Posangke Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah
2. Keresahan Kegiatan proses Adanya perantara - Kegiatan pembebasan lahan dilakukan secara Lokasi tapak Selama kegiatan Dinas Tenaga Instansi yang - Badan Kesbang
Masyarakat pembebasan tanah (calo tanah) dan langsung dengan pemilik tanah yang terkena proyek dalam pembebasan Kerja dan berwenang dan Pol dan Linmas,
yang berlarut-larut, ketidak-puasan pemilik proyek dan dilakukan melalui musyawarah wilayah Desa lahan pada tahap Transmigrasi Aparat dan Dinas
ketidakpuasan tanah atas ganti rugi yang dihadiri oleh aparat pemerintahan Posangke dan pra konstruksi. Daerah Kab. pemerintahan Lingkungan
pemilik tanah atas yang diberikan yang setempat. sekitarnya di Kec. Morowali setempat Hidup (DLH) Kab.
ganti rugi yang diwujudkan dengan - Untuk mengembalikan adanya fungsi lahan Bungku Utara. Utara Morowali Utara
diberikan dan adanya gangguan sawah irigasi yang terpakai untuk rencana Sedangkan untuk
adanya perantara kamtibmas dan pembangunan Bendung Irigasi Ula dan lahan sawah
(calo tanah). berubahnya fungsi jaringan irigasinya ini hingga penduduk bisa pengganti bisa
lahan kembali memproduksi padi bagi penduduk dialokasikan pada
yang berprofesi sebagai petani padi, kembali areal yang sesuai
mempunyai lahan garapannya, maka untuk itu dengan tata
perlu di alokasikan lahan sawah pengganti ruang dlm wilayah
seluas lahan yang terpakai untuk keperluan kec. Bungku
Bendung Irigasi Ula dan jaringan irigasinya. Utara.
UKL-UPL RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH IRIGASI ULA DI DESA POSANGKE KEC. BUNGKU UTARA V-5
5.1 Program Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)
3. Penurunan Kegiatan Baku Mutu Kualitas - Melakukan penyiraman dengan air, khusus Di lingkungan Dilakukan selama Dinas Tenaga Dinas - Dinas Kesehatan
Kualitas pematangan lahan, Udara Ambien pada saat pekerjaan pematangan lahan yang sekitar Proyek kegiatan Kerja dan Lingkungan dan DLH Kab.
Udara mobilisasi alat dan Nasional (PP No.41 dilakukan pada musim kemarau atau pada dan sepanjang pengangkutan Transmigrasi Hidup (DLH) Morowali Utara
bahan/material, Tahun1999) serta ada kondisi tanahnya kering. jalan/jalur masuk alat dan material Daerah Kab. dan Aparat
pembersihan lahan tidaknya keluhan - Pembatasan kecepatan kendaraan ke lokasi Morowali pemerintahan
dan pembuatan jalan masy. sekitar pengangkut alat dan material misalnya tidak Bendung Irigasi Utara setempat serta
akses serta sehubungan dengan melebihi 20 km/jam saat memasuki lokasi Ula BPD
eksploitasi quarry dampak (debu) yang kegiatan.
dan borrow area. timbul. - Penutupan bak truk pengangkut dengan
plastik atau kain (terpal) sehingga tidak terjadi
penambahan debu dari material yang dibawa
karena tertiup angin.
4. Peningkatan Kegiatan Mobilisasi BM tingkat kebisingan - Pengaturan/penjadwalan alat-alat berat yang Di lokasi Dilakukan selama Dinas Tenaga Dinas - Dinas Lingkungan
Kebisingan alat dan bahan/ menurut KepMen LH akan digunakan sedemikian rupa sehingga kegiatan/ tapak kegiatan Kerja dan Lingkungan Hidup (DLH),
material dan No. 48/MENLH/11/1996 tidak semua alat berat digunakan secara proyek dan pengangkutan Transmigrasi Hidup (DLH) POLRES dan
konstruksi fisik serta ada tidaknya bersaman dan atau pembatasan tahun buatan sepanjang jalan alat dan material Daerah Kab. dan Aparat DLLAJR Kab.
bendung Irigasi Ula keluhan masyarakat dari alat-alat berat yang digunakan (misalnya masuk ke lokasi Morowali pemerintahan Morowali Utara
dan jaringan sekitar sehubungan 10 tahun berakhir). Bendung Irigasi Utara setempat serta
irigasinya. dengan dampak yang - Pembatasan kecepatan kendaraan Ula BPD
terjadi pengangkut alat dan material misalnya tidak
melebihi 20 km/ jam saat memasuki tapak
proyek.
5. Kerusakan Kegiatan Mobilisasi Adanya kerusakan - Menjelang tahap konstruksi selesai, perlu Pada jalur Selama tahap Dinas Tenaga Dinas - DLH Kab.
Jalan alat dan material Jalan dilakukan perbaikan pada jalan yang rusak transportasi/jalan konstruksi, Kerja dan Perhubungan, Morowali Utara,
terutama pada jalan yang masuk. masuk ke lokasi terutama pada Transmigrasi Komunikasi Dinas PU, Dinas
- Beban (tonase) kendaraan pengangkut proyek di dalam saat kegiatan Daerah Kab. dan Perhubungan,
material sebaiknya mengikuti kelas jalan yang wilayah Desa mobilisasi alat Morowali Informatika, Komunikasi dan
ada. Posangke dan dan material. Utara Dinas PU, DLH Informatika Kab.
- Melakukan pengaturan lalulintas secara sekitarnya dan Aparat Morowali Utara
langsung di dan sekitar lokasi proyek serta pemerintahan
pemasangan rambu-rambu darurat. setempat serta
BPD
UKL-UPL RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH IRIGASI ULA DI DESA POSANGKE KEC. BUNGKU UTARA V-6
5.1 Program Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)
7. Derajat Tidak adanya Adanya keluhan Penyediaan fasilitas sanitasi yang baik Di lingkungan Selama masa Dinas Tenaga Dinas - DinasKesehatan
Kesehatan penanganan sanitasi pekerja dan (MCK/Kakus dan Septi Tank) dengan sekitar tapak konstruksi Kerja dan Lingkungan dan Dinas
Masyarakat lingkungan dan masyarakat akan penyediaan air bersih yang cukup, menjaga proyek. Transmigrasi Hidup (DLH), Lingkungan
persampahan yang penyakit bawaan air, kebersihan tangan, kebersihan alat makan, Daerah Kab. Dinas Hidup (DLH) Kab.
baik yang dihasilkan seperti diare, cholera, sanitasi makanan & pengelolaan persam- Morowali Kesehatan dan Morowali Utara
dari aktivitas base disentri dan malaria. pahan yang baik. Utara Aparat
camp dan kantor pemerintahan
proyek. setempat serta
BPD
8. Air Larian (run Kegiatan Adanya air larian yang - Pembuatan saluran air hujan/drainase dan Lokasi tapak Selama tahap Dinas Tenaga Dinas - Dinas Lingkungan
off) dan pembersihan lahan membawa material jebakan-jebakan lumpur/kantong-kantong proyek/sekitar konstruksi sampai Kerja dan Lingkungan Hidup (DLH);
Sedimentasi dan pembuatan jalan tanah dan erosi dan / lumpur pada awal kegiatan sebelum dilakukan lokasi Bendung dengan Transmigrasi Hidup (DLH) Dinas PU dan
akses. atau sedimentasi. kegiatan konstruksi Bendung Irigasi Ula dan Irigasi Ula dan selesainya Daerah Kab. dan Aparat Perhubungan
bangunan penunjang lainnya. jalan akses/ kegiatan Morowali pemerintahan Kab. Morowali
inpeksi. konstruksi Utara setempat serta Utara
- Perlu
diupayakan upaya konservasi tanah dan
Bendung Irigasi BPD
pengelolaan tanaman dengan penanaman
Ula.
vegetasi penutup lahan.
9. Perubahan Kegiatan Land Perubahan struktur - Meminimalisir terjadinya perubahan ekosistem Lokasi tapak Selama tahap Dinas Tenaga Dinas - Dinas Lingkungan
Ekosistem Clearing dan komunitas, kelimpahan, secara ekstrim dengan memperhatikan proyek/sekitar konstruksi Kerja dan Lingkungan Hidup (DLH) dan
Pembuatan jalan komposisi dan jenis keberadaan vegetasi yang selama ini memiliki lokasi Bendung (minimal 1 kali). Transmigrasi Hidup (DLH) Dinas
akses. flora, fauna serta biota fungsi strategis bagi kehidupan organisme di Irigasi Ula dan Daerah Kab. dan Aparat NakerTrans Kab.
air di sekitar lokasi sekitar lokasi kegiatan jalan akses/ Morowali pemerintahan Morowali Utara;
kegiatan. inpeksi. Utara setempat serta BKSDA Prov
- Menyediakan lahan untuk revegetasi yang
BPD Sulteng
berfungsi sebagai penghijauan, resapan air,
estetika serta perlindungan bagi beberapa
satwa yang memiliki adaptasi rendah.
UKL-UPL RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH IRIGASI ULA DI DESA POSANGKE KEC. BUNGKU UTARA V-7
5.1 Program Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)
10. Perubahan Kegiatan konstruksi - Perubahan perilaku - Untuk menahan laju erosi bahan/material Pengelolaan - Pengelolaan Dinas Tenaga Dinas - Dinas Kehutanan
Tingkah laku bangunan bendung jenis satwa meliputi kostruksi yang berukuran kecil agar tidak populasi flora dilakukan selama Kerja dan Lingkungan & Perkebuan
satwa dan Irigasi Ula dan perubahan kebiasaan terbawa aliran air (run off) masuk dalam badan fauna & perub. tahap konstruksi Transmigrasi Hidup (DLH) Dinas
penurunan sarana dan tingkah laku dan perairan perlu dibuatkan kolam sedimentasi tingkah laku kegiatan, Daerah Kab. dan Aparat Lingkungan
populasi penunjangnya. perubahan populasi untuk menahan partikel bahan material fauna teresterial terutama pada Morowali pemerintahan Hidup (DLH) Kab.
baik karena migrasi sehingga tidak masuk ke perairan. dilakukan di saat pematangan Utara setempat serta Morowali Utara
maupun kematian. wilayah vegetasi lahan dan BPD Morowali dan BKSDA Prov
- Untuk mengantisipasi menyebarnya sekitar lokasi keg. pembangunan Utara. Sulteng
- Kelimpahan & debu/partikel maupun kebisingan dari kegiatan Sedangkan sarana dan
komposisi jenis flora pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan pop. prasarana dan
fauna serta biota air di bendung, maka lokasi kegiatan perlu diisolasi biota air dilakukan jaringan
sekitar lokasi /ditutup menggunakan bahan yang dapat pada up stream irigasinya.
kegiatan, terutama meminimasi menyebarnya partikel/debu dan dan downstream
sekitar area CA meredam keluarnya suara kebisingan ke Koro Ula.
Morowali.. wilayah lain di sekitar lokasi kegiatan.
1. Kesempatan Kebutuhan tenaga Jumlah tenaga kerja Memperioritaskan tenaga kerja lokal (penduduk Di desa Menjelang dan/ Dinas Tenaga Dinas - Aparat
Kerja kerja utk mendukung lokal yang terserap oleh setempat) dalam egiatan operasi dan Posangke, atau selama Kerja dan Lingkungan pemerintahan
kegiatan operasi dan proyek dan adanya pemeliharaan bendung dan jaringan irigasinya, Taronggo, dan masa operasional Transmigrasi Hidup (DLH) setempat serta
pemeliharaan peningkatan pendapat terutama tenaga kerja yang kualifikasinya sesuai desa Tokala Atas Daerah Kab. dan Aparat BPD Morowali &
bendung Irigasi Ula penduduk lokal dengan yang di butuhkan sehingga akan dapat terutama di Morowali pemerintahan DLH Kab.
dan jaringan mengerjakan pekerjaan yang menjadi tugasnya. wilayah Kec. Utara setempat serta Morowali Utara.
irigasinya. Bungku Utara. BPD Morowali
Utara.
2. Adanya Mobilisasi/perekruta Ada tidaknya keluhan Rekruitmen tenaga kerja dilakukan dengan Tapak proyek Di Menjelang dan Dinas Tenaga Dinas - Badan Kesbang
Kecemburuan n tenaga kerja untuk dan keresahan mengakomodasikan masyarakat sekitar yang desa Posangke, selama masa Kerja dan Lingkungan Pol dan Linmas,
Sosial operasi dan masyarakat sekitar dinilai mampu berpartisipasi dalam kegiatan Taronggo, dan operasional Transmigrasi Hidup (DLH) dan Dinas
pemeliharaan sehubungan dengan operasi dan pemeliharaan bendung dan jaringan desa Tokala Atas Daerah Kab. dan Aparat Lingkungan
bendung Irigasi Ula perekrutan tenaga irigasinya. Kecamatan Morowali pemerintahan Hidup (DLH) Kab.
& jaringan irigasinya. kerja. Bungku Utara. Utara setempat serta Morowali Utara
BPD Morut.
UKL-UPL RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH IRIGASI ULA DI DESA POSANGKE KEC. BUNGKU UTARA V-8
5.1 Program Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)
3. Peningkatan Tahap operasional Dapat diketahui dari Agar intensitas tanam yang di proyeksikan dapat Di areal Selama masa Dinas Tenaga Dinas - Dinas Pertanian,
Intensitas bendung Irigasi Ula beberapa kali tercapai khususnya pada saat musim kemarau persawahan yang operasional Kerja dan Lingkungan Aparat
Tanam dan jaringan masyarakat petani panjang mungkin dapat dilakukan sistem terdapat di desa Bendung Irigasi Transmigrasi Hidup (DLH), pemerintahan
irigasinya. dapat berusaha tani penggolongan dan pemilihan komoditas Posangke, Ula dan jaringan Daerah Kab. Dinas setempat, dan
(menanam padi) di pertanian yang sesuai sehingga dapat Taronggo, dan irigasinya Morowali Pertanian dan Dinas
areal persawahan yang digunakan seefesien mungkin. desa Tokala Atas Utara Aparat Lingkungan
diairi. Kec. Bungku pemerintahan Hidup (DLH) Kab.
Utara. setempat serta Morowali Utara
BPD Morowali
Utara
4. Gangguan Kegiatan Mundurnya usia tanam Pada kegiatan pemeliharaan sarana dan Di areal Selama masa Dinas Tenaga Dinas - Dinas Pertanian,
Tanam atau pemeliharaan atau gagalnya prasarana mungkin dapat dilakukan sistem persawahan yang operasional Kerja dan Lingkungan dan Dinas
Usahatani bendung dan usahatani yang penggolongan atau pengaturan kegiatan terdapat di desa Bendung Irigasi Transmigrasi Hidup (DLH), Lingkungan
jaringan irigasinya. dilakukan oleh pemeliharaa pada saat penggunaan air minimal. Posangke, Ula dan jaringan Daerah Kab. Dinas Hidup (DLH) Kab.
masyarakat petani Taronggo, dan irigasinya Morowali Pertanian dan Morowali Utara
diareal persawahan desa Tokala Atas Utara Aparat
yang diari. Kec. Bungku pemerintahan
Utara. setempat serta
BPD Morowali
Utara.
5. Konflik Sosial Kegiatan distribusi Adanya keluhan Memberikan penyuluhan kepada masyarakat Di areal Selama masa Dinas Tenaga Dinas - Badan Kesbang
air yang tidak masyarakat tentang petani akan berkurangnya kuantitas air atau persawahan yang operasional Kerja dan Lingkungan Pol dan Linmas,
merata, kuantitas pembagian air memberlaku-kan sistem golongan yang terdapat di desa Bendung Irigasi Transmigrasi Hidup (DLH) Aparat
atau tidak tepat sehingga beberapa proposional dan pemilihan komoditas pertanian Posangke, Ula dan jaringan Daerah Kab. dan Aparat pemerintahan
waktu. masyarakat menjadi yang sesuai, sehingga air dapat digunakan Taronggo, dan irigasinya Morowali pemerintahan setempat serta
terganggu usahatani seefesien mungkin. desa Tokala Atas Utara setempat serta BPD Morowali
atau kegiatannya. Kec. Bungku BPD Morowali Utara dan Dinas
Utara. Utara. Lingkungan
Hidup (DLH) Kab.
Morowali Utara
UKL-UPL RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH IRIGASI ULA DI DESA POSANGKE KEC. BUNGKU UTARA V-9
Program Pemantauan Lingkungan
Tabel 5.2.
Matriks Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) Kegiatan Pembangunan Daerah Irigasi (DI) Ula
di Desa Posangke Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah
1. Persepsi Ketidakjelasan Ada tidaknya rumor atau Pengamatan secara langsung dilapangan Tapak proyek 1 (kali) Dinas Tenaga Instansi yang - Badan Kesbang
Masyarakat tentang desas-desus di terhadap ada tidaknya rumor atau desas- dalam wilayah menjelang atau Kerja dan berwenang dan Pol dan Linmas,
pelaksanaan masyarakat dan adanya desus di masyarakat dan adanya Desa Posangke selama keg. Transmigrasi Aparat Dinas Lingk.
pembangunan harapan masy. terhadap harapan-harapan masyarakat terhadap dan sekitarnya di persiapan/ Daerah Kab. pemerintahan Hidup (DLH) Kab.
bendung Irigasi Ula proyek yang disampaikan proyek. Kec. Bungku pengadaan Morowali Utara setempat Morowali Utara
dan jaringan ke aparat pemerintahan Utara. lahan pada
irigasinya setempat tahap pra
konstruksi
2. Keresahan Kegiatan proses Adanya perantara (calo Pengamatan secara langsung di Tapak proyek 1 kali selama Dinas Tenaga Instansi yang - Badan Kesbang
Masyarakat pembebasan tanah tanah) dan ketidakpuasan lapangan terhadap ada tidaknya Desa Posangke keg. persiapan/ Kerja dan berwenang dan Pol dan Linmas,
yang berlarut-larut, pemilik tanah atas ganti ketidakpuasan pemilik tanah atas ganti dan sekitarnya di penyediaan Transmigrasi Aparat dan Dinas
ketidakpuasan rugi yang diberikan yang rugi yang diberikan dan atau adanya Kec. Bungku lahan pada Daerah Kab. pemerintahan Lingkungan
pemilik tanah atas diwujudkan dengan unjuk rasa/demonstrasi lokal. Utara. Sedangkan tahap pra Morowali Utara setempat Hidup (DLH) Kab.
ganti rugi yang adanya gangguan untuk lahan konstruksi. Morowali Utara
diberikan dan kamtibmas dan sawah pengganti
adanya perantara berubahnya fungsi lahan bisa dialokasikan
(calo tanah). pada areal yang
sesuai dengan
tata ruang dlm
wilayah kec.
Bungku Utara.
1. Tingkat Adanya kesempatan Ada tidaknya tenaga kerja Pengamatan secara langsung di Di lingkungan 1 kali Selama Dinas Tenaga Dinas Lingkungan - Aparat
Pendapatan kerja dan berusaha yang direkrut atau yang lapangan terhadap ada tidaknya tenaga masa konstruksi Kerja dan Hidup (DLH) dan pemerintahan
proyek dalam
Penduduk diperlukan oleh Proyek kerja lokal yang terlibat di proyek dan Transmigrasi Aparat setempat serta
wilayah Desa
selama masa konstruksi yang membuka jenis usaha baru sebagai Daerah Kab. pemerintahan BPD, dan Dinas
Posangke dan
penunjang kegiatan proyek (pada saat Morowali Utara setempat serta Lingkungan
sekitarnya, Kec.
konstruksi). BPD Hidup (DLH) Kab.
Bungku Utara.
Morowali Utara
UKL-UPL RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH IRIGASI ULA DI DESA POSANGKE KEC. BUNGKU UTARA V - 13
5.2 Program Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)
3. Penurunan Kegiatan Baku Mutu Kualitas Udara Melakukan pengukuran secara langsung Di lingkungan Setiap 6 bulan Dinas Tenaga Dinas Lingkungan - Dinas Kesehatan
Kualitas pembersihan & Ambien Nasional menurut di lapangan (sampling) dan analisis di sekitar Proyek sekali selama Kerja dan Hidup (DLH) dan dan DLH Kab.
Udara pematangan lahan, PP No. 41 Tahun 1999 laboratorium kemudian dibandingkan dan sepanjang masa konstruksi Transmigrasi Aparat Morowali Utara
mobilisasi alat dan serta ada tidaknya dengan baku mutu kualitas udara ambien jalan/ jalur masuk Daerah Kab. pemerintahan
bahan/material, keluhan masyarakat menurut PP. No. 41/1999. ke lokasi Bendung Morowali Utara setempat serta
pembersihan lahan sekitar sehubungan Irigasi Ula BPD
dan pembuatan dengan dampak (debu)
jalan akses serta yang timbul.
eksploitasi quarry
dan borrow area.
4. Peningkatan Kegiatan Mobilisasi Baku Mutu tingkat Pengukuran kebisingan secara langsung Di lokasi kegiatan/ Setiap 6 bulan Dinas Tenaga Dinas Lingkungan - Dinas Lingkungan
Kebisingan alat dan bahan/ kebisingan menurut dengan alat Sound Level Meter. tapak proyek dan sekali selama Kerja dan Hidup (DLH) dan Hidup (DLH),
material dan KepMen LH. No. sepanjang jalan masa konstruksi Transmigrasi Aparat POLRES dan
konstruksi fisik 48/MENLH/11/1996 serta masuk ke lokasi Daerah Kab. pemerintahan DLLAJR Kab.
bendung dan ada tidaknya keluhan Bendung Irigasi Morowali Utara setempat serta Morowali Utara
jaringan irigasinya. masyarakat sekitar Ula BPD
sehubungan dengan
dampak yang terjadi
5. Kerusakan Kegiatan Mobilisasi Adanya kerusakan Jalan Pengamatan secara visual terhadap Pada jalur 1 kali setelah Dinas Tenaga Dinas - DLH Kab.
Jalan alat dan material kerusakan jalan yang terjadi. transportasi/jalan masa konstruksi Kerja dan Perhubungan, Morowali Utara,
masuk ke lokasi berakhir atau Transmigrasi Komunikasi dan Dinas PU, Dinas
proyek di dalam menjelang tahap Daerah Kab. Informatika, Dinas Perhubungan,
wilayah Desa pasca Morowali Utara PU, DLH Kab. Komunikasi dan
Posangke dan konstruksi. Morowali Utara Informatika Kab.
sekitarnya dan Aparat Morowali Utara
pemerintahan
setempat serta
BPD
UKL-UPL RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH IRIGASI ULA DI DESA POSANGKE KEC. BUNGKU UTARA V - 14
5.2 Program Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)
6. Penurunan Pekerjaan tanah Baku Mutu Lingkungan Pengambilan sample di lapangan dan Di lokasi tapak Setiap 3 bulan Dinas Tenaga Dinas Lingkungan - Dinas Lingkungan
Kualitas Air dan aktivitas di base menurut PP RI No. 82 analisis di laboratorium kemudian proyek, base sekali selama Kerja dan Hidup (DLH), Hidup (DLH); dan
Permukaan camp dan kantor Tahun 2001 hasilnya dibandingkan dengan baku camp/kantor serta masa konstruksi. Transmigrasi Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan
proyek mutunya menurut PP RI No. 82 Tahun di lokasi quarry Daerah Kab. dan Aparat Kab. Morowali
2001 (peruntukan kelas III). dan borrow area Morowali Utara pemerintahan Utara
sekitar badan air setempat serta
terdekat (Koro Ula BPD
& Koro Salato)
7. Derajat Tidak adanya Adanya keluhan pekerja Pengamatan secara visual terhadap ada Di lingkungan 1 kali selama Dinas Tenaga Dinas Lingkungan - Dinas Kesehatan
Kesehatan penanganan dan masyarakat akan tidaknya fasilitas sanitasi yang ada sekitar tapak masa konstruksi Kerja dan Hidup (DLH), dan Dinas
Masyarakat sanitasi lingkungan penyakit bawaan air, (MCK/Kakus dan Septik Tank) dan sistem proyek. atau sewaktu- Transmigrasi Dinas Kesehatan Lingkungan
dan persampahan seperti diare, cholera, penyediaan air bersih serta terhadap waktu apabila Daerah Kab. dan Aparat Hidup (DLH) Kab.
yang baik yang disentri dan malaria serta pengelolaan sampah domestik. diperlukan. Morowali Utara pemerintahan Morowali Utara
dihasilkan dari penyakit kulit. setempat serta
aktivitas base camp BPD
dan kantor proyek.
8. Air Larian Kegiatan Adanya air larian yang Pengamatan Secara langsung di Lokasi tapak Setiap 3 bulan Dinas Tenaga Dinas Lingkungan - Dinas Lingkungan
(run off) dan pembersihan lahan membawa material tanah lapangan. proyek/sekitar sekali selama Kerja dan Hidup (DLH) dan Hidup (DLH);
Sedimentasi dan pembuatan dan erosi dan / atau lokasi Bendung masa konstruksi Transmigrasi Aparat Dinas PU dan
jalan akses. sedimentasi. Irigasi Ula dan Daerah Kab. pemerintah-an Perhubungan
jalan akses/ Morowali Utara setempat serta Kab. Morowali
inpeksi. BPD Utara
9. Perubahan Kegiatan Land Hilangnya beberapa Pengamatan Secara langsung di Lokasi tapak 1 kali Selama Dinas Tenaga Dinas Lingkungan - Dinas Lingkungan
Ekosistem Clearing dan vegetasi utama/lokal dan lapangan dan pengukuran indicator proyek/sekitar masa konstruksi Kerja dan Hidup (DLH) dan Hidup (DLH) dan
Pematangan lahan berubahnya komposisi ekosistem (flora dan fauna). lokasi Bendung dan menjelang Transmigrasi Aparat Dinas
maupun jenis fauna dan Irigasi Ula dan tahap pasca Daerah Kab. pemerintahan NakerTrans Kab.
biota air yang menghuni jalan akses/ konstruksi. Morowali Utara setempat serta Morowali Utara;
habitat sekitar terutama inpeksi. BPD BKSDA Prov
sekitar areal CA Morowali Sulteng
pada saat dilakukan
penelitian.
UKL-UPL RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH IRIGASI ULA DI DESA POSANGKE KEC. BUNGKU UTARA V - 15
5.2 Program Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)
10. Perubahan Kegiatan konstruksi - Perubahan perilaku jenis Pengamatan Secara langsung di Pemantauan 1 kali Selama Dinas Tenaga Dinas Lingkungan - Dinas Kehutanan
Tingkah laku bangunan bendung satwa meliputi lapangan dan pengukuran indicator populasi flora masa konstruksi Kerja dan Hidup (DLH) dan & Perkebuan
satwa dan Irigasi Ula dan perubahan kebiasaan perubahan ekosistem (flora dan fauna).. fauna & perub. Transmigrasi Aparat Dinas
penurunan sarana dan tingkah laku dan tingkah laku fauna Daerah Kab. pemerintahan Lingkungan
populasi penunjangnya. perubahan populasi baik teresterial Morowali Utara setempat serta Hidup (DLH) Kab.
karena migrasi maupun dilakukan di BPD Morowali Morowali Utara
kematian. wilayah vegetasi Utara. dan BKSDA Prov
sekitar lokasi keg. Sulteng
- Berkurangnya Sedangkan
kelimpahan & komposisi pemantauan pop.
jenis flora fauna serta biota air dilakukan
biota air di sekitar lokasi pada up stream
kegiatan, terutama dan downstream
sekitar area CA Koro Ula.
Morowali.
1. Kesempatan Kebutuhan tenaga Jumlah tenaga kerja lokal Wawancara langsung dengan pihak Di desa 6 bulan sekali Dinas Tenaga Dinas Lingkungan - Aparat
Kerja kerja untuk yang terserap oleh proyek tentang kebutuhan tenaga kerja Posangke, selama masa Kerja dan Hidup (DLH) dan pemerintahan
mendukung kegiatan proyek dan untuk konstruksi. Taronggo, dan operasional. Transmigrasi Aparat setempat serta
kegiatan adanya peningkatan desa Tokala Atas Daerah Kab. pemerintahan BPD Morowali &
operasional dan pendapat penduduk lokal terutama di Morowali Utara setempat serta DLH Kab.
pemeliharaan wilayah Kec. BPD Morowali Morowali Utara.
bendung dan Bungku Utara. Utara.
jaringan irigasinya.
2. Adanya Mobilisasi/perekruta Ada tidaknya keluhan dan Survei langsung di lapangan khususnya Tapak proyek Di 6 bulan sekali Dinas Tenaga Badan Kesbang - Badan Kesbang
Kecemburua n tenaga kerja untuk keresahan masyarakat pada saat musim tanam. desa Posangke, selama masa Kerja dan Pol dan Linmas; Pol dan Linmas,
n Sosial operasional dan sekitar sehubungan Taronggo, dan operasional. Transmigrasi Dinas Lingkungan dan Dinas
pemeliharaan dengan perekrutan desa Tokala Atas Daerah Kab. Hidup (DLH) dan Lingkungan
bendung Irigasi Ula tenaga kerja. Kecamatan Morowali Utara Aparat Hidup (DLH) Kab.
dan jaringan Bungku Utara. pemerintahan Morowali Utara
irigasinya. setempat serta
BPD Morowali
Utara.
UKL-UPL RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH IRIGASI ULA DI DESA POSANGKE KEC. BUNGKU UTARA V - 16
5.2 Program Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)
3. Peningkatan operasional bending Dapat diketahui dari Survei langsung di lapangan khususnya Di areal selama masa Dinas Tenaga Dinas Lingkungan - Dinas Pertanian,
Intensitas Irigasi Ula dan beberapa kali masyarakat pada saat musim tanam. persawahan yang operasional Kerja dan Hidup (DLH) dan Aparat
Tanam jaringan irigasinya. petani dapat berusaha terdapat di desa pada setiap Transmigrasi Dinas Pertanian pemerintahan
tani (menanam padi) di Posangke, musim tanam. Daerah Kab. Kab. Morowali setempat, dan
areal persawahan yang Taronggo, dan Morowali Utara Utara; Aparat Dinas
diairi. desa Tokala Atas pemerintahan Lingkungan
Kec. Bungku setempat serta Hidup (DLH) Kab.
Utara. BPD Morowali Morowali Utara
Utara
4. Gangguan Kegiatan Mundurnya usia tanam Survei langsung di lapangan khususnya Di areal Selama masa Dinas Tenaga Dinas Lingkungan - Dinas Pertanian,
Tanam atau pemeliharaan atau gagalnya usahatani pada saat musim tanam dan waktu persawahan yang operasional Kerja dan Hidup (DLH), dan Dinas
Usahatani bendung Irigasi Ula yang dilakukan oleh peralihan musim tanam. terdapat di desa Bendung Irigasi Transmigrasi Dinas Pertanian Lingkungan
dan jaringan masyarakat petani di Posangke, Ula dan jaringan Daerah Kab. dan Aparat Hidup (DLH) Kab.
irigasinya. areal persawahan yang Taronggo, dan irigasinya pada Morowali Utara pemerintahan Morowali Utara
diari. desa Tokala Atas setiap dilakukan setempat serta
Kec. Bungku pemeliharaan BPD Morowali
Utara. Utara.
5. Konflik Kegiatan distribusi Adanya keluhan Survei atau wawancara langsung dengan Di areal Selama masa Dinas Tenaga Dinas Lingkungan - Badan Kesbang
Sosial air yang tidak masyarakat tentang masyarakat dan petani pengguna air. persawahan yang operasional, 6 Kerja dan Hidup (DLH) dan Pol dan Linmas,
merata, kuantitas pembagian air sehingga terdapat di desa bulan sekali saat Transmigrasi Aparat Aparat
atau tidak tepat beberapa masyarakat Posangke, musim kemarau Daerah Kab. pemerintahan pemerintahan
waktu. menjadi terganggu Taronggo, dan Morowali Utara setempat serta setempat serta
usahatani atau desa Tokala Atas BPD Morowali BPD Morowali
kegiatannya. Kec. Bungku Utara. Utara dan Dinas
Utara. Lingkungan
Hidup (DLH) Kab.
Morowali Utara
UKL-UPL RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH IRIGASI ULA DI DESA POSANGKE KEC. BUNGKU UTARA V - 17
Program Pemantauan & Pengelolaan Lingkungan Hidup
Gambar 5.1
Peta Pengelolaan & Pemantauan Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
2017 Kecamatan Bungku Utara Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Morowali.
ISBN: 978-602-5496-09-7, Katalog BPS: 1102001.7212090.
2016 Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan Daerah Kabupaten Morowali Utara.
Laporan Final Detail Desain Perencanaan Daerah Irigasi Ula desa Posangke dan
Jaringan Irigasinya Kec. Mamosalato Kab. Morowali Utara. PT. Total Prakasa
Utama, November 2016.
2015 Statistik Derah Kecamatan Bungku Utara, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Morowali. ISBN: 978-602-6924-28-5 Katalog BPS: 1101002.7212090.
2000 Heffni Effendi. Telaahan Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya & Lingkungan
Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB. Bogor. 259 hal.
1997 Suryowinoto, S.M. Flora Eksotika Tanaman Peneduh. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta
1994 Mursoedi, DS. Widagdo, Junus, D, Nata Suharta, Darul SWP., Sarwono, H & Hof, J.
Pedoman Klasifikasi Landform, Pusat Penelitian Lingkungan Tanah dan
Agroklimatology, Bogor.
1993 Hardjasoemantri, K. Hukum Perlindungan Lingkungan Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya. Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
1992 Fardiaz, Srikando. Polusi Air dan Udara. Edisi I, Cetakan I. Yayasan Kanisius,
Yogyakarta
1990 Alikodra, H.S. Pengelolaan Satwa Liar. Pusat Antar Universitas (PAU) Ilmu Hayat,
Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.
1989 Arsyad, S. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB. Bogor
1989 Djajadiningrat, S.T. dan H. Harsono Amir. Penilaian secara cepat Sumber-sumber
Pencemaran Air, Tanah, dan Udara (Terjemahan dan Saduran). Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
1987 Alaerts, G., & S. Sri Sumestri. Metode Penelitian Air. Cetakan Pertama, Surabaya
1986 Notohadipraworo., Tejoyuwono. Tanah Estuarin, Watak, Sifat, Kelakuan dan
Kesuburannya Cetakan I. Ghalia Indonesia, Jakarta
1984 Suparni, Nniek. Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan Edisi
I Cetakan ke-2. Sinar Grafika, Jakarta
1981 Schwab. G.O., R.K. Prevert, T.W. Edminester, and K.K. Barnes. Soil and Water
Conservation Engineering. John Wiley & Sons, Inc. New York
1976 APHA. Standart Method For Examination Of Water and Waste Water. Fourteenth
Edition. PHA-AWWA-WPFC Publishing Co, Washinton D.C.
1971 Odum. E.P. Fundamental of Ecology. Third edition, W.B. Sounders Co.
Philaddelphia and London, 546 pp
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DOKUMENTASI LAPANGAN
KONDISI RONA LINGKUNGAN AWAL
RENCANA PEMBANGUNAN BENDUNG DAERAH IRIGASI ULA
Seluas ±990 Ha DI KEC. BUNGKU UTARA KAB. MOROWALI UTARA