PKMK-UNTAD
Surat Pernyataan
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Desember 2014
Dinas Pekerjaan Umum & Perhubungan Daerah
Kabupaten Morowali Utara
Kepala,
Materai 6000
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan terima kasih atas saran dan arahan yang telah diberikan Dinas
Pekerjaan Umum dan Perhubungan Daerah serta Bidang/Seksi Pencegahan
Pengendalian Dampak Lingkungan, Bappeda Kabupaten Morowali Utara, sehingga
penyusunan UKL dan UPL ini dapat memenuhi persyaratan dan ketentuan perundangan
serta sesuai dengan harapan kita bersama.
Terima kasih pula kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu hingga
tersusunnya dokumen UKL dan UPL ini.
Desember 2014
Dinas Pekerjaan Umum & Perhubungan Daerah
Kabupaten Morowali Utara
Kepala,
DAFTAR ISI
Surat Pernyataan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Tabel iv
Daftar Gambar vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.10 Jenis Burung yang Terdapat di Sekitar Lokasi Rencana Proyek III-25
Tabel 3.11 Jenis-jenis Hewan Domestik di Sekitar Lokasi Rencana Proyek III-25
Tabel 3.12 Jenis-jenis Mamalia, Reptilia dan Amphibia yang Terdapat di Sekitar III-25
Lokasi Kegiatan TPA Koromatantu
Tabel 3.13 Kemelimpahan dan Indeks Keanekaragaman Zooplankton dan III-26
Fitoplankton
Tabel 3.14 Kemelimpahan dan Keanekaragaman Benthos di Sekitar Lokasi III-27
Kegiatan
Tabel 3.15 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Studi III-29
Tahun 2012
Tabel 3.16 Laju Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Studi Periode 2011 - 2012 III-30
Tabel 3.17 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Beban III-30
Tanggungan di Wilayah Studi
Tabel 3.18 10 Jenis Penyakit Terbesar di Wilayah Kerja Puskesmas Kolonodale III-37
Tahun 2013
Tabel 3.19 Fasilitas Kesehatan di wilayah Kecamatan Petasia Tahun 2013 III-38
Tabel 3.20 Persentase Rata-rata Kebiasaan Responden dalam Buang Air III-39
Besar (BAB)
Tabel 3.21 Rata-rata Jarak Tandon Tinja dengan Sumur Keluarga III-40
Tabel 4.1 Prakiraan Dampak Lingkungan Yang Akan Terjadi IV-2
Tabel 4.2 Matriks Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) Pembangunan IV-7
TPA Sampah Koromatantu & Fasilitas Penunjangnya
Tabel 4.3 Matriks Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) Pembangunan IV-15
TPA Sampah Koromatantu & Fasilitas Penunjangnya
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
A. Identitas Pemrakarsa
B. Identitas Penyusun
a. Nama Lembaga : Pusat Kajian Pengembangan Masyarakat dan
Kawasan Universitas Tadulako (PKMK
UNTAD)
b. Penanggung Jawab : Dr. Ir. Muhd. Nur Sangadji, DEA
c. Jabatan : Ketua PKMK UNTAD.
d. Alamat : Kampus Bumi Tadulako, Kel. Tondo
(94118) Palu, Sulawesi Tengah
e. Nomor Telepon/Fax : (0451) 486158.
f. E-mail : pkmk_untad@yahoo.co.id
C. Tim Penyusun
Tabel 1.1. Daftar Tim Penyusun UKL UPL Rencana Pembangunan Tempat
Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) Morowali Utara Seluas 5,00 Ha Di
Desa Koromatantu Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara.
No. Nama Kedudukan Dalam Tim Keahlian dan Sertifikasi
1 Ir. Abd. Wahid, M.Si Ketua Tim Studi Pengelolaan SDA - Lingk,
(merangkap Tim Biologi) Amdal A Plus dan ERA
2 Jusman, S.Si., M.Si Ahli Kimia Lingkungan /
Analisis Kualitas Air
Tim Fisik-Kimia
3 Sandi Prasetyo, ST. Ahli Teknik Lingkungan
M.Si (Amdal A)
Ahli Kesehatan
4 Sardiana Junus, SKM Tim Sosekbud-Kesmas
Masyarakat (Kesmas)
Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Dari kriteria yang
ada, kategori dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan TPA tidak termasuk
dalam kategori kegiatan yang mempunyai dampak penting terutama terhadap
penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan, sehingga kegiatan
Pembangunan TPA Sampah tersebut di atas hanya diwajibkan menyusun Studi
UPL dan UKL bukan Studi AMDAL. Penyusunan dokumen UPL dan UKL rencana
Kegiatan pembangunan TPA Sampah dilakukan berdasarkan Per Men LH No. 16
tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup (khusus
Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup/UKL dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup/UPL, tercantum dalam Lampiran IV). Dokumen ini diharapkan
agar dapat mengkaji dampak yang ditimbulkan serta menghasilkan produk berupa
langkah demi langkah penanganan dampak lingkungan sehingga dapat
mengurangi dampak negative dan mengoptimalkan/mengembangkan dampak
positif yang timbul.
f. Sebagai acuan dan sumber informasi bagi intansi sektoral yang terkait dalam
pelaksanaan pembinaan, pengawasan, pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh pemrakarsa.
g. Sebagai instrumen pengikat bagi pihak pemrakarsa untuk melaksanakan Upaya
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup dalam kegiatan
pembangunan.
h. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan ijin melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan bagi usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan dokumen UKL dan UPL.
Peraturan Pemerintah
B. Tentang Justifikasi
Republik Indonesia
1 PP No. 35 Tahun 1991 Sungai Pengaturan secara umum tentang
pemanfaatan sungai/danau untuk
kepentingan Irigasi dll.
2 PP No. 41 Tahun 1993 Angkutan Jalan Terkait dengan Pengaturan Dan
Pengawasan Roda Angkutan Darat
yang Digunakan Dalam Proyek
3 PP No. 43 Tahun 1993 Prasarana dan Lalulintas Pengaturan & Pengawasan Prasarana
Jalan dan Lalulintas Kendaraan Darat yang
Digunakan Dalam Proyek
4 PP No. 18 Tahun 1999 jo PP No. Pengelolaan Limbah Terkait Dengan Pengaturan Dan
85 Thun 1999 Bahan Berbahaya dan Pengawasan Limbah B3 Yang
Beracun Dihasilkan Oleh Rencana Kegiatan
5 PP No. 41 Tahun 1999 Pengendalian Pengaturan dan Pengendalian
Pencemaran Udara Pencemaran Udara yang Mungkin
Ditimbulkan Oleh Rencana Kegiatan
6 PP No. 150 Tahun 2000 Pengendalian Kerusakan Pengaturan dan Pengendalian
Tanah Untuk Produksi Kerusakan Tanah Yang Ditimbulkan
Biomassa Oleh Proyek Untuk Produksi Biomasa
7 PP No. 74 Tahun 2001 Pengelolaan Bahan Terkait dengan Pengaturan,
Berbahaya dan Beracun Penanganan dan Pengawasan Limbah
(B3) B3 Yang Dihasilkan Oleh Rencana
Kegiatan.
8 PP No. 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air Pengaturan dan Pengelolaan Kualitas
dan Pengendalian Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Pencemaran Air oleh Rencana Kegiatan, Terutama
Pada Tahap Operasional.
9 PP No. 16 Tahun 2004 Penatagunaan Tanah Pengaturan dan Pengawasan
Pengadaan Tanah Bagi Pemrakarsa
Untuk Kepentingan Umum.
10 PP No. 34 Tahun 2004 Pemanfaatan Jasa Pengaturan & pemanfaatan SDA untuk
Lingkungan kepentingan jasa lingkungan
11 PP No. 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Antara Urusan Pemerintah Propinsi dengan
Pem. Pusat dgn Pem. dan Pemerintah Kab/Kota.
Provinsi dan Pemerintah
Kab/Kota.
12 PP No. 26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan
Wilayah Nasional dengan Tata Ruang
13 PP No. 27 Tahun 2012 Izin Lingkungan Terkait dengan Arti Penting
Pelaksanaan Studi UKL-UPL
14 PP No. 81 Tahun 2012 Pengelolaan Sampah Prosedur Penanganan Sampah
Rumah Tangga Dan Domestik atau Sejenisnya yang
Sampah Sejenis Sampah Ramah Lingkungan
Rumah Tangga
Keputusan Presiden
C. Tentang Justifikasi
Republik Indonesia
1 Keppres No. 43 Tahun 1991 Konservasi Energi Upaya-Upaya Konservasi Energi Yang
Akan Dilaksanakan Oleh Pemrakarsa
Dalam Operasionalisasi Proyek.
2 Keppres No. 22 Tahun 1993 Penyakit Yang Timbul Terkait dengan Kesehatan Tenaga
Karena Hubungan Kerja Kerja
3 Perpres No. 65 Tahun 2006 Pengadaan Tanah Bagi Pengaturan dan Pengawasan
Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pemrakarsa
Pembangunan Untuk Yang Terkait Untuk Kepentingan
Kepentingan Umum Umum.
Keputusan/Peraturan
D. Tentang Justifikasi
Menteri
1 Kep.Men.Neg Kependudukan dan Pedoman Penetapan Baku Terkait dengan Batas Baku Mutu
Lingkungan Hidup No. 02/MEN Mutu Lingkungan Lingkungan Untuk Berbagai Parameter
KLH/I/ 1988 Lingkungan Yang Harus Diacu Oleh
Pemrakarsa
2 Kep.Men Keh. No.837/kpts- Larangan Penebangan Terkait dengan Larangan Penebangan
II/1990 Pohon Di 100 M Kiri Pohon Pada Rencana Usaha Di
Kanan Sungai Dan 200 M Kawasan Sungai dan Mata Air.
dari Radius Mata Air
3 Kep. MPE No. 06P/0746/ M.PE/ Pemeriksaan Adanya Kewajiban untuk Melakukan
1991 Keselamatan Kerja Untuk Pemeriksaan Keselamatan Kerja Untuk
Instalasi, Peralatan, dan Instalasi, Peralatan dan Teknis Secara
Teknis Rutin.
4 Kep.Men Hub No. KM 69/ 1993 Penyelenggaraan Pedoman Yang Harus Diikuti Oleh
Angkutan Barang di Jalan Pemrakarsa Dalam Penyelenggaraan
Angkutan Barang di Jalan
5 Kep.Men PU No. 63/PRT/ 1993 Batas Badan Sungai, Terkait dengan Pengaturan dan
Peruntukan Sungai, Pengawasan Penggunaan Badan dan
Daerah Pengawasan Air Sungai Yang Digunakan Oleh
Sungai dan Bekas Sungai Pemrakarsa
6 Kep.Men LH No. 13/ Baku Mutu Emisi Sumber Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
MENLH/1995 Tidak Bergerak Bergerak Ini Akan Diacu Dalam Setiap
Operasi Alat Non Mobil Yang
Mengeluarkan Emisi
7 Kep. MNLH No. Kep-48/ MENLH/ Baku Tingkat Kebisingan Baku Mutu Tingkat Kebisingan Ini
11/1996 Akan Diacu Dalam Setiap Operasi Alat
Yang Mengeluarkan Kebisingan
8 Kep. MNLH No. Kep-50/ MENLH/ Kebauan Baku Mutu Kebauan Ini Akan Diacu
11/1996 dalam Setiap Operasi Kegiatan Yang
Menimbulkan Kebauan.
9 Kep.Men kesehatan No. Persyaratan Kesehatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
262/Menkes/SK/II/ 1998 Lingkungan Kerja bagi karyawan dan masy. Sekitar.
10 Kep.Men.Kes. No.876/Men. Pedoman Analisis Pedoman Untuk Mengkaji Aspek
Kes/SK/VII/2001 Dampak Kesehatan Kesehatan Masyarakat Dalam Amdal
Lingkungan
11 PerMen PU No. 10/PRT/M/2008. Jenis Usaha dan/atau Menetapkan jenis rencana usaha
Keg. Bidang PU yang dan/atau kegiatan yang wajib
Wajib Dilengkapi dengan dilengkapi dengan Dokumen UKL-UPL
Dokumen UKL-UPL. Bidang Pekerjaan Umum.
12 Permen LH. No. 21 Tahun 2008 Baku Mutu Emisi Sumber Standar Baku Mutu Lingk. Sumber
Tidak Bergerak Bagi emisi Mesin operasional Pembangunan
Usaha dan/atau Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
Pembangkit Tenaga (TPA) Morowali Utara
Listrik Termal
13 PerMenDagri No.33 Tahun 2010 Pedoman Pengelolaan Pedoman Pengelolaan, Peran
Sampah Masyarakat, Pengawasan &
Pembinaan Persampahan
14 PerMenKes No. Persyaratan Kualitas Air Syarat-Syarat Pengawasan Kualitas
492/MENKES/PER/IV/2010 Minum Air Untuk Minum Bagi Kesehatan
Pekerja & Masyarakat
15 PerMenKes No. Tata Laksana Prosedur Standar Pengawasan Kualitas
736/MENKES/PER/IV/2010 Pengawasan Kualitas Air Air Minum terhadap Cemaran
Minum Lingkungan.
16 Per Men LH No. 05 Tahun 2012 Jenis Rencana Usaha dan Menetapkan jenis rencana usaha
atau Kegiatan yg Wajib dan/atau kegiatan yang wajib
Memiliki AMDAL dilengkapi dengan AMDAL
Keputusan/Peraturan
E Tentang Justifikasi
Kepala BPN, Bapedal dll
1 Kep.Ka. Bapedal No. 205 Tahun Pedoman Teknis dengan Teknis Pengendalian
1996 Pengendalian Pencemaran Udara Yang Disebabkan
Pencemaran Udara Oleh Rencana Kegiatan.
Sumber Tidak Bergerak
2 Kep.Ka. Bapedal No.Kep 105 Panduan Pemantauan Dengan Pengelolaan dan Pemantauan
Tahun 1997 Pelaksanaan Renc. Lingkungan Yang Dilakukan Oleh
Pengelolaan Lingk. dan Pemrakarsa
Renc. Pemantauan Lingk.
3 Kep.Ka BAPEDAL No. Panduan Kajian Aspek Pedoman Ini Akan Diacu Dan Untuk
124/12/1997 Kesehatan Masyarakat Pertimbangan Dalam Proses
Dalam Penyusunan Penyusunan Dokumen Amdal/UKL-UPL
Amdal/UKL UPL
4 Per.Meneg Agraria/Kepala BPN Tentang Penyelesaian Terkait dengan Keberadaan Hak
No. 5 Tahun 1999 Masalah Hak Ulayat Ulayat Yang Ada Dalam Kawasan
Masyarakat Hukum Adat Rencana Pembangunan Jalan.
Keputusan Gubernur Dan
F Tentang Justifikasi
Peraturan Daerah
1 Perda Propinsi Dati I Sulawesi Pengelolaan dan Terkait dengan Pengelolaan dan
Tengah No. 4 Tahun 1985. Pelestarian Lingkungan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Hidup Di Sul-Teng
2 Perda Provinsi Daerah Tingkat I Sempadan Sungai Terkait dengan Pengelolaan dan
Sulawesi Tengah No 11 Tahun Pemanfaatan Sempadan Sungai.
1996.
3 Keputusan Gubernur Sulawesi Tentang Baku Mutu Batas baku mutu lingkungan untuk
Tengah No. Lingkungan di Provinsi berbagai parameter lingkungan yang
Kep.188.44/1443/RO.BLH/1990 Sulawesi Tengah harus diacu oleh pemrakarsa.
4 Keputusan Gubernur Kepala Dati Baku Mutu Air dan Udara Terkait dengan Baku Mutu Air Dan
I Sul-Teng No. 465 Tahun 1995. Di Sulawesi Tengah. Udara.
5 Perda Propinsi Sulawesi Tengah Rencana Tata Ruang Tata Ruang Wilayah Prop Sulteng
No. 2 Tahun 2004. Wilayah Prop Sul Teng. Untuk Perencanaan & Pemanfaatan
Ruang.
6 Perda Provinsi Sulawesi Tengah Irigasi Terkait dengan Pengelolaan dan
No 02 Tahun 2009 Pemanfaatan Irigasi Pengairan.
7 Perda Kab. Morowali Utara No. .. Rencana Tata Ruang Tata Ruang Wilayah Kab. Morowali
tahun 2014 Wilayah Kabupaten Utara Untuk Perencanaan &
Morowali Utara (RTRWK) Pemanfaatan Ruang.
tahun 2014 - 2034
Gambar 2.1. Peta Tata Batas Kawasan Hutan Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah (tahun 2013)
2.2.2 Tata letak Lokasi dan Batas Lahan Untuk Rencana Kegiatan
Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik
sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi
potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Controlled landfill merupakan
sarana pengurugan sampah yang bersifat antara sebelum mampu melaksanakan
operasi sanitary landill, dimana sampah yang telah diurug dan dipadatkan di area
pengurugan dilakukan penutupan dengan tanah penutup paling tidak setiap 7 hari.
Area calon lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah ini dibatasi sisi
sebelah barat merupakan area pertambangan dengan kegiatan operasi
pertambangan berjarak lebih dari 1 km dari batas terluar calon lokasi TPA. Di
sebelah barat lokasi, terdapat pemukiman dengan jarak lebih dari 2 km dari batas
terluar pengukuran topografi. Batas calon lokasi TPA bagian timur memanjang
hingga ke bagian tenggara adalah perkebunan kelapa sawit milik warga. Adapun
akses calon lokasi TPA dari pusat kota Kecamatan Petasia akan menggunakan
jalan raya Kolonodale - Trans Sulawesi.
Dari hasil survey lapangan pada areal lokasi TPA Sampah, dapat diambil
kesimpulan daerah pengembangan dapat diperluas ke arah timur dari lokasi area
perluasan.
Elevasi lahan
Berdasarkan referensi elevasi muka air laut selanjutnya elevasi lahan sekitar
proyek berkisar +42,53 meter sampai dengan +108,89 meter.
Gambar 2.1b.
Kondisi jalan di bagian utara
calon lokasi TPA
Gambar 2.2. Kondisi calon lokasi TPA dilihat dari batas terluar bagian utara dan barat
Gambar 2.3.
Kondisi Jalan raya Kolonodale -
Trans Sulawesi, penghubung calon
lokasi TPA dengan Pusat Kota
Calon lokasi TPA Kabupaten Morowali Utara terletak pada Mendala Geologi
Sulawesi Timur (Eastern Sulawesi Terrain). Kondisi hidrogeologi calon lokasi TPA
Kabupaten Morowali Utara tergolong dalam jenis Kompleks ultramafik, merupakan
bagian dari jalur Onolit Sulawesi, terdiri atas harzburgit, lezolit, werlit, websterit,
dunit, piroksenit, dan serpentinit. Satuan ini diduga telah mengalami beberapa kali
pengalihtempatan, sejak Kapur sampai Miosen Tengah. Adapun dari peta hidrologi
di bawah, dapat diketahui bahwa di area calon lokasi TPA Kabupaten Morowali
Utara tidak ditemukan adanya mata air. Selain itu lapisan tanah merupakan batuan
terobosan yang terdiri dari batuan ultrabasa dan basa. Jenis batuan ini umumnya
kedap air.
Gambar 2.4. Peta Orientasi Lokasi Rencana Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah di Kecamatan Petasia.
Gambar 2.5. Peta Situasi/Lokasi Studi Rencana Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah di Kecamatan Petasia
Gambar 2.6. Peta Lokasi dan Layout Rencana Pembangunan Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Sampah Berdasarkan Penggunaan Lahan di Sekitar Lokasi Studi.
Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik
sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi
potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Controlled landfill merupakan
sarana pengurugan sampah yang bersifat antara sebelum mampu melaksanakan
operasi sanitary landill, dimana sampah yang telah diurug dan dipadatkan di area
pengurugan dilakukan penutupan dengan tanah penutup paling tidak setiap 7 hari.
Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk
meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.
Pengurugan sampah pada Controlled landfill : sampah disebar dan dipadatkan
lapis per-lapis sampai ketebalan sekitar 4,50 m yang terdiri dari lapisan-lapisan
sampah setebal sekitar 0,5 m yang digilas dengan steel wheel compactor atau
dozer paling tidak sebanyak 3 sampai 5 gilasan, sehingga menjadi sel-sel sampah.
Setelah terbentuk ketinggian tersebut, timbunan kemudian ditutup dengan tanah
penutup antara setebal minimum 20 cm. Tinggi tinggi lapisan setinggi sekitar 5 m
disebut sebagi 1 lift. Di Indonesia, metode controll landfill dianjurkan untuk
diterapkan di kota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metode ini
diperlukan penyediaan beberapa fasilitas, diantaranya : a) Saluran drainase untuk
mengendalikan aliran air hujan, b) Saluran pengumpul leachate dan kolam
penampungan, c) Pos pengendalian operasional, d) Fasilitas pengendalian gas
metan, e) Alat berat.
Gambar 2.7. Desain Site Plant / Layout TPA Sampah Kabupaten Morowali Utara
1) Bangunan Blok Landfill; 2 Unit (Landfill 1 0,718 Ha; Landfill 2 0,565 Ha)
2) Bangunan Kolam penanganan Lindi TPA Sampah, terdiri dari 4 unit pengolahan
yaitu kolam anaerobik/stabilisasi, kolam fakultatif, kolam maturasi, dan
hayati/wetland.
3) Bangunan Tanggul Landfill dan Box Kontrol Lindi; 1 Unit.
4) Jalan masuk ke lokasi TPA Sampah sepanjang 195 meter (starting dari jalan
raya Trans Sulawesi)
5) Bangunan lain meliputi; Jembatan Timbang, kantor TPA, Pos Jaga, Mess
Karyawan, Bengkel/Garasi, Tempat Cuci Truk; masing-masing 1 Unit.
Sedangkan sarana dan prasarana lain yang akan dibangun adalah terdiri dari :
1) Pintu gerbang, dan pagar keliling
2) Sumur pantau/monitoring, dan Menara air
3) Stock file tanah penutup, dan Greenbelt
4) Instalasi luar, Daya, Penerangan Listrik dan Genset
5) Pemasangan Pipa lindi dan Pipa gas metan.
Pekerjaan tahap prakonstruksi adalah kegiatan yang terdiri dari; koordinasi, sosialisasi
publik, pembebasan lahan dan pemagaran tapak kegiatan. Uraian kegiatan pada tahap
pra-konstruksi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Koordinasi
Penentuan lokasi rencana lokasi TPA Sampah Kabupaten Morowali Utara di Desa
Koromatantu berdasarkan masterplan perencanaan TPA Kabupaten Morowali Utara
tahun 2014 yang dilengkapi dengan DED maupun desain operasional TPA
Kabupaten Morowali Utara. Saat ini lahan rencana lokasi TPA Sampah di
Koromatantu kondisinya merupakan lahan semak belukar dan tidak/belum ada
kegiatan pemanfaatan lahan. Area calon lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Sampah ini dibatasi sisi sebelah barat merupakan area pertambangan dengan
kegiatan operasi pertambangan berjarak 1 km dari batas terluar calon lokasi TPA. Di
sebelah barat lokasi, terdapat pemukiman dengan jarak 2 km dari batas terluar
pengukuran topografi. Batas calon lokasi TPA bagian timur memanjang hingga ke
bagian tenggara adalah perkebunan kelapa sawit milik warga. Adapun akses calon
lokasi TPA dari pusat kota Kecamatan Petasia akan menggunakan jalan raya
Kolonodale -Trans Sulawesi.
3. Pembebasan lahan
Status lahan pada lokasi rencana Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Sampah di Desa Koromatantu Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara
sebagian besar masih milik masyarakat sekitar, karena proses pembebasan lahan
oleh Pemda Kabupaten Morowali masih berlangsung, termasuk koordinasi dengan
pihak-pihak terkait untuk status Hak Pakai dari Badan Pertanahan Nasional RI,
dengan luas lahan sebesar 5,00 Ha.
Pada saat studi UKL/UPL dilakukan, di sekitar lokasi rencana proyek tersebut
kondisinya merupakan lahan semak belukar yang tidak produktif dan tidak/belum ada
kegiatan pemanfaatan lahan di sekitarnya. Prosedur pembebasan lahan dimulai
dengan melakukan inventarisasi kepemilikan tanah masyarakat yang dibuktikan
dengan adanya surat kepemilikan tanah yang sah ataupun surat penetapan
penguasaan tanah dari instansi yang berwenang, ataupun berdasarkan keterangan
tertulis dari aparat tingkat RT/RW/kelurahan dan saksi-saksi tokoh masyarakat
setempat. Tahap selanjutnya dilakukan pengukuran lapangan bersama-sama dengan
pemilik tanah, aparat dari instansi terkait tingkat desa, kelurahan, kecamatan,
kabupaten, dan juga melibatkan saksi-saksi dari RT, RW, dan tokoh masyarakat yang
ada. Kesepakatan yang dicapai pada proses inventarisasi dan pengukuran lapangan
selanjutnya dituangkan dalam berita acara, dan digunakan sebagai dasar
pelaksanaan pembayaran ganti rugi dengan harga yang telah disepakati. Pelepasan
hak dan penerimaan ganti rugi tanah tersebut nantinya harus disaksikan oleh
anggota-anggota panitia pengadaan tanah Kabupaten Morowali Utara.
Pelepasan hak dan penerimaan ganti rugi tanah tersebut di atas, disertai dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1) Bahwa bidang tanah ini bebas dari pembebanan hak tanggungan serta
tanggungan-tanggungan lainnya.
2) Bahwa apabila dikemudian hari terdapat gugatan-gugatan mengenai bidang
tanah tersebut, demikian pula berupa tagihan-tagihan yang berupa tunggakan
pajak sampai dengan tanggal berita acara tersebut, menjadi tanggung jawab
sepenuhnya dari pihak yang melepaskan hak dan penerimaan ganti rugi.
3) Bahwa hak atas bidang tanah tersebut dilepaskan haknya dengan maksud untuk
dipergunakan menjadi lokasi Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Sampah.
Pada tahap kegiatan pengadaan lahan ini diprakirakan akan muncul dampak berupa
terjadinya perubahan fungsi lahan, perubahan jenis/sumber mata pencaharian
penduduk sekitar, perubahan pola kepemilikan lahan penduduk. Pengadaan lahan
yang dimiliki oleh masyarakat dilakukan dengan cara ganti rugi, maka hal tersebut
akan meningkatkan pendapatan/penghasilan masyarakat setempat. Peningkatan
pendapatan dari para pemilik lahan ini akan dapat menimbulkan persepsi positif bagi
para pemiliknya, namun sebaliknya apabila dalam kegiatan pengadaan lahan
tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemilik lahan, akan
berpotensi memunculkan konflik sosial di masyarakat yang pada akhirnya akan dapat
menyebabkan munculnya persepsi negatif masyarakat terhadap rencana kegiatan.
Diperkirakan 90% kesempatan kerja dapat diisi oleh calon tenaga kerja dengan
tingkat pendidikan SLTA ke bawah. Rekruitmen tenaga kerja akan diprioritaskan
untuk tenaga kerja dari daerah sekitar TPA Sampah Koromatantu yang memenuhi
kualifikasi.
Kebutuhan air pada tahap konstruksi diperkirakan sebanyak 4,3 m3/hari, yang akan
disuplai dari sumber mata air atau sumur dangkal yang disimpan di water tank
dengan kapasitas 5 m3. Berikut adalah perhitungan kebutuhan air tahap konstruksi :
Tabel 2.2. Kebutuhan Air Tahap Konstruksi dan Limbah Cair yang Dihasilkan
Jumlah
Jumlah Jumlah
No Sumber Pekerja Standar Keterangan
(l/hari) (m3/hari)
(Orang)
a b c D e=cxd f = e/1000
A Air Bersih
100
Domestik
6 l/orang/ 600 0,6 Tinggal di lokasi
Pekerja
hari *
50 Kebutuhan pekerja konstruksi
Domestik
74 l/orang/ 3700 3,7 selama ada di lokasi (jam kerja
Pekerja
hari ** konstruksi)
Asumsi kebutuhan konstruksi
Kegiatan
- - 1000** 1 (campuran adukan semen
Konstruksi
pasir, siram jalan, dll)
TOTAL Kebutuhan Air Bersih 5300 l/hari 5,3 m3/hari
80% x 5300 = 80% x 5,3 =
TOTAL Air Limbah Yang Dihasilkan
4240 l/hari 4,3 m3/hari
Keterangan :
(*) : Perencanaan dan Pemeliharaan Sistem Plumbing.Soufyan M Noer Bambang dan Taeko Moriumura
(**) : analogi dengan kegiatan sejenis (Pembangunan TPA Sampah Morowali Utara, 2014)
Adapun bahan material yang akan dimobilisasi untuk kegiatan konstruksi meliputi :
Untuk mengurangi masalah kebisingan dan debu yang ditimbulkan oleh kegiatan
transportasi peralatan dan bahan bangunan, maka laju kendaraan pengangkut
dijalankan dengan kecepatan rendah. Selain itu untuk mengurangi kadar debu yang
beterbangan di udara, maka akan dilakukan penyiraman di jalan sekitar. Alat-alat
berat dan bahan material ini didatangkan dari ibukota Kabupaten Morowali Utara
yaitu dari Kolonodale atau dari dari ibukota Morowali induk (Bungku).
3. Persiapan Lahan
Kondisi lokasi TPA Sampah di Koromatantu merupakan lahan semak belukar yang
tidak produktif dan tidak/belum ada kegiatan pemanfaatan lahan di sekitarnya, yang
merupakan kawasan lembah berbukit sedang dengan beda elevasi yang terletak
antara 42,53 meter sampai dengan 108,89 meter dari permukaan laut, lokasi berupa
lahan milik warga yang tidak produktif.
Pembentukan lahan ditujukan untuk jalan operasi truk sampah. Pada titik ini
harus dilakukan penimbunan dan pemadatan tanah sebesar 2 meter (titik awal
14.0 m.dpl), sehingga diperoleh ketingian dasar jalan operasi sebesar 16.00
m.dpl.
Lapisan dasar lahan TPA Sampah Koromatantu Kab. Morowali Utara, direncanakan
terdiri dari 5 (Lima) lapisan, yaitu :
Penggunaan Clay / Lapisan Tanah Dasar ditunjukkan pada Tabel dibawah ini
Rancangan jalan operasional dalam TPA Kab. Morowali Utara , terbagi menjadi :
9 Jalan penghubung (akses)
9 Jalan operasi
9 Jalan kerja
Jalan Penghubung
Jalan penghubung merupakan jalan utama pada lokasi TPA yang berfungsi
menghubungkan jalan umum dan jalan operasi. Jalan ini akan menampung arus
kendaraan pengangkut sampah yang masuk dan keluar dari TPA. Jalan penghubung
direncanakan dengan kriteria perencanaan sebagai berikut :
a) Kecepatan kendaraan = 30 km/jam
b) Lebar jalan = Tahap I : 12 m
c) Bahu jalan (kiri dan kanan jalan) selebar 1 meter dengan konstruksi pasangan
batu belah, dengan ketebalan lapisan bawah pondasi = 15 cm & lapisan atas
pondasi = 7 cm
d) Kemiringan =< 2%
e) Slope tanggul jalan 1 : 1.5 dengan ketinggian 0,5-4,0 meter
f) Beban kendaraan minimum 30 ton
g) Lapisan perkerasan terdiri dari :
Lapisan permukaan (surface course) adalah beton tebal 22 cm
Lapisan atas adalah lantai kerja tebal 5 cm
Lapisan bawah adalah sirtu (pasir batu) tebal 15 cm
Lapisan tanah dasar dipadatkan sampai ketebalan 20 cm
Jalan Operasi
curah yang berfungsi sebagai tempat truk pengangkut sampah menuangkan sampah
dalam lahan timbun. Jalan operasi direncanakan dengan kriteria sebagai berikut :
Jalan Kerja adalah jalan yang digunakan alat-alat berat menuju sel sampah yang
ditentukan dalam lahan penimbunan. Jalan ini bersifat sementara karena pada
akhirnya akan ditimbun dengan sampah. Jalan Kerja direncanakan dengan kriteria
sebagai berikut :
b. Drainase
Saluran drainase diperlukan untuk mencegah agar air hujan yang jatuh di luar area
TPA tidak melimpas ke dalam area TPA. Demikian halnya saluran drainase juga
dibutuhkan untuk menampung dan mengalirkan air hujan yang jatuh dan melimpas di
atas permukaan timbunan sampah ke luar dari area TPA ke badan air terdekat.
Dengan demikian saluran drainase TPA bangunan agar dapat menampung air hujan
yang mengalir di permukaan tanah dan dengan segera mengeluarkan dari wilayah
TPA. Kapasitas saluran drainase disesuaikan dengan tingginya curah hujan, luas
area yang dilayani dan koefisien pengaliran. Fungsi drainase di TPA selain untuk
mencegah tergenangnya area timbulan sampah juga untuk mengurangi timbulan lindi.
Tipe penampang saluran drainase sebagaimana gambar berikut ;
a) Leachate dari TPA yang muda (umur < 2 tahun) bersifat asam, berkandungan
organik yang tinggi, mempunyai ion-ion terlarut yang tinggi serta rasio
BOD/COD relatif tinggi
b) Leachate dari TPA yang sudah tua (umur > 10 tahun) sudah mendekati netral,
mempunyai kandungan karbon organik dan mineral menurun serta rasio
BOD/COD relatif menurun.
Secara teori, beberapa karakteristik utama leachate diuraikan pada Tabel berikut.
Tabel 2.7. Karakteristik Utama Leachate
Landfill
No. Parameter
Umur < 2 tahun Umur > 10 tahun
1. BOD5 (ppm) 2.000 30.000 100 200
2. TOC (ppm) 1.500 20.000 80 160
3. COD (ppm) 3.000 45.000 100 500
4. Total suspended solids (ppm) 200 2.000 100 400
5. Organic Nitrogen (ppm) 10 600 80 120
6. Ammonia Nitrogen (ppm) 10 800 20 40
7. Nitrite (ppm) 5 40 5 10
8. Total Phosporus (ppm) 1 70 5 10
9. Alkalinity as CaCO3 (ppm) 1.000 10.000 200 1000
10. pH 4.5 7.5 6.6 7.5
11. Total Kesadahan (ppm CaCO3) 300 10.000 200 500
12. Kalsium (ppm) 200 3.000 100 400
13. Magnesium (ppm) 50 150 50 200
14. Potasium (ppm) 200 2.000 50 500
15. Sodium (ppm) 200 2.000 100 200
16. Chlorida (ppm) 100 3.000 100 4000
17. Sulfat (ppm) 100 1.500 200 550
18. Total Besi (ppm) 50 600 20 200
Sumber : E.D. McBean, F.A. Rovers, G.J. Farquher, (1995), Solid Waste Landfill Engineering and Design
An-aerobic System
anaerobic adalah (Metcalf & eddy). Jika waktu tinggal kolam an aerobic
direncanakan selama 3 hari dan design kolam dengan kedalaman (H) = 2,5 m,
maka dengan Q = 31,104 m3/hari, dimensi kolam adalah :
Q x td
A=
H
31,104 x 3
A= = 37 ,32 m 2
2,5
Dalam proses anaerobic, bakteri memanfaatkan oksigen dari dua sumber, yaitu
dari hasil transfer oksigen antara air dan udara serta dari oksigen yang dihasilkan
oleh ganggang. Mineral yang dihasilkan oleh bakteri dimanfaatkan oleh ganggang
untuk pertumbuhannya dan oksigen yang dihasilkan oleh ganggang dimanfaatkan
oleh bakteri untuk proses mineralisasi, sehingga ada proses timbal balik yang
menguntungkan.
Untuk desain kolam fakultatif, waktu detensi yang direncanakan adalah 7 hari
dengan kedalaman standar sebesar 2,5 meter.
Q x td
A=
H
31,104 x 7
A= = 87 ,09 m 2
2,5
a. Panjang Kolam = 16 m
b. Lebar Kolam = 5,5 m
D
L
c. Kedalaman Kolam = 2,50 m
P
Maturation System
Kolam maturasi pada umumnya digunakan sebagai pengolahan lanjut dari pengolahan
kolam fakultatif yang berfungsi untuk menghilangkan bakteri pathogen. Kedalaman
kolam maturasi antara 0,75 1,5 meter, dimana untuk perencanaan ini diambil 1,5
meter. Waktu detensi standar dari kolam maturasi sebesar 7-10 hari, dimana untuk
perencanaan ini diambil 7 hari.
Q x td
A=
H
31,104 x 7
A= = 145 ,15 m 2
1,5
a. Panjang Kolam = 21 m
b. Lebar Kolam = 7 m
D
L
c. Kedalaman Kolam = 1,5 m
P
Bak Polishing
Waktu detensi (td) untuk Bak Polishing direncanakan = 2 hari (172.800 detik),
sehingga Kapasitas kolam (C) dihitung dengan rumus :
C = Q x td
= 0,31 l/det x 172.800 detik
= 53568 L
= 53,568 m3
Jika kedalaman Bak Polishing direncanakan 5 meter, maka Luas Bak adalah :
53,568 m3
A bak = 21,43 m 2
2,5 m
Bak Polisihing direncanakan berbentuk empat persegi panjang dengan P sama
dengan L, sehingga panjang dan lebar bak adalah
= 21, 43 m 2
= 4,6 m 5,00 m
Kualitas leachate yang dibuang kedalam badan air penerima harus memenuhi syarat
baku mutu yang ditetapkan. Jika dihitung efesiensi penyisihan BOD dengan rumus :
So
Se =
1+ K 25 x td
Dimana :
So : BOD influent (mg/L)
K25 : konstanta reaksi pada suhu 25 C (Metcalf & Eddy)
Td : Waktu detensi (hari)
Se : BOD effluent (mg/L)
Dengan 4 (empat) jenis pengolahan standar yang ditetapkan, leachate yang keluar dari
instalasi pengolahan untuk masing-masing bangunan pengolahan ditunjukkan pada
Tabel 2.9.
Pada bagian akhir proses pengolahan leachate, dibuat kolam uji hayati yang
direncanakan dibagi menjadi 2 (dua) kompartemen, dimana 1 kompartemen
diperuntukan untuk uji kualitas leachate dengan penanaman ikan didalamnya dan 1
kompartemen untuk out let akhir sebelum dibuang ke Badan Air Penerima.
Waktu detensi (td) untuk Kolam uji hayati direncanakan = 12 jam (43.200 detik),
sehingga Kapasitas kolam (C) dihitung dengan rumus :
C = Q x td
= 0,31 L/det x 43.200 detik
= 13.392 L
= 13,392 m3
Jika kedalaman kolam uji direncanakan 3 meter, maka luas kolam adalah
13,392 m3
A kolam = 5,4m m 2
2,5 m
Lebar kolam direncanakan 2 meter, maka panjang kolam adalah
5,4 m 2
=
2m
= 2,7 m
3 meter
Skematik pengolahan leachate dan lay out lokasi pengolahan ditunjukkan pada
Gambar 2.15.
Dari TPA
Q = 0,68 l/det
a) Gangguan terhadap tanaman di lokasi land fill atau sekitarnya, karena mengurangi
oksigen pada zona akar, meningkatkan suhu tanah, efek toxic pada fisiologi
tanaman.
b) Methane pada konsentrasi 5% - 15% volume udara mudah terbakar/meledak, juga
merupakan kontributor dalam pemanasan global.
c) Bau, walaupun methane dan karbondioksida tidak berbau tetapi gas-gas yang lain
seperti H2S Mercaptane dan Gas organik menimbulkan bau.
d) Karbondioksida dapat meningkatkan kesadahan air.
Untuk itu perlu diadakan celah ventilasi yang terdiri dari ventilasi vertikal dari pipa
PVC 4 yang dilubang-lubangi dan dipasang di atas tanah penutup dengan jarak
antara pipa 50 100 meter. Pipa berlubang tersebut diselimuti dengan kerikil 5-15 cm
untuk mencegah tersumbatnya lubang tersebut dan dipasang pada box (junction)
pipa induk penyalur leachate Disamping itu terdapat sistem pengumpul gas bio yang
horisontal atau miring, yaitu :
a) Vertikal, yang naik sesuai dengan kenaikan timbunan artinya bila lahan mencapai
bukit akhir, maka ventilasi dibuat dengan menyambung ventilasi yang sudah ada
sebelunya, akhirnya pada bukit akhir dibuat pipa ventilasi tegak dan berada 1 (satu)
meter di atas muka bukit.
b) Horisontal, yang menyatu dengan penutup harian.
c) Miring, yang direncanakan mengikuti kemiringan dinding lahan.
a. Green Barrier
Selain penanaman tanaman pagar berupa angsana dan bambu jepang, kegiatan
penghijauan juga akan dilakukan di sekitar/sekeliling area TPA serta areal-area yang
telah dilakukan penutupan dengan tanah. Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi
penyebaran bau sampah ke lingkungan sekitar serta meningkatkan estetika
lingkungan di sekitar TPA. Tanaman penghijauan ini akan berfungsi sebagai buffer
zone/green barrier TPA terhadap lingkungan permukiman sekitar TPA. Penanaman
pohon tersebut juga sekaligus digunakan untuk ujicoba pemanfaatan kompos hasil
produksi TPA.
Adapun jenis tanaman penghijauan yang akan dibudidayakan selain angsana dipilih
dari jenis yang memiliki kemampuan menyerap polusi udara dan menetralisir bau
tidak sedap (mengeluarkan bau wangi), antara lain :
2. Rumah Petugas Terlindung dari lalu lintas truk Luas rumah penjaga 36
1 unit
TPA sampah dan bau sampah m2
Pada tahap operasi kegiatan yang akan dilakukan mencakup pengangkutan sampah,
mobilisasi alat berat, penimbunan dan pemadatan sampah, penutupan tanah, ventilasi
gas, pengumpulan dan pengolahan lindi dan pengolahan sampah menjadi kompos.
1. Pengangkutan sampah
Kegiatan operasional pengangkutan sampah harus memperhatikan jumlah volume
sampah dan kendaraan pengangkut sampah. Volume sampah harian yang dapat
ditampung dalam lahan TPA dapat dilihat pada Tabel 2.14. Proyeksi Timbunan Sampah
Kabupaten Morowali Utara berikut ini. Tabel berikut ini merupakan proyeksi timbulan
sampah untuk mengetahui besar timbulan sampah yang akan ditangani dalam 20 tahun
kedepan.
Sumber : Madter Plant & DED TPA Kab. Morowali Utara, 2014
Kegiatan pengangkutan sampah akan dilakukan setiap hari antara pukul 06.00 s/d 15.00
WIB. Jumlah truk yang akan beroperasi akan disesuaikan jumlah timbulan sampah. Jika
kapasitas pengangkutan 6 m3/truk dan tiap truk dapat mengangkut 2 rit/hari, maka
sesuai prediksi timbulan sampah dimasa mendatang jumlah truk yang dibutuhkan
adalah 10-13 truk. Penggunaan truk yang layak jalan dalam kondisi yang baik
merupakan jantung dari kegiatan pengelolaan sampah. Penggunaan terpal penutup
pada dump truk merupakan langkah pencegahan sampah tercecer di jalan serta
mengurangi timbulnya bau bagi pengguna jalan lainnya. Sedangkan manajemen sel
dalam TPA Kab. Morowali Utara ini direncanakan sebagai berikut :
a. Kendaraan kendaraan pengangkut akan diarahkan ke jalur penurunan sampah
(tipping area), dimana lokasi penurunan sampah (tipping place) direncanakan sesuai
dengan arah kemajuan penimbunan sampah.
b. Sampah yang diangkut, dibongkar di titik jalur penurunan sampah, dipindahkan ke
lokasi penimbunan dan disebarkan. Kemudian sampah tersebut ditutup dengan
lapisan tanah penutup (soil cover) setiap 1,5 meter.
a. Bulldozer
b. Compactor
c. Excavator
Kebutuhan Bulldozer
Bulldozer berfungsi untuk mendorong dan meratakan sampah yang dituangkan truk dari
lahan curah ke lahan timbun, untuk kemudian disimpan dalam area sel yang sudah
ditentukan. Jumlah kebutuhan bulldozer dihitung berdasarkan perbandingan produksi
maksimum per hari bulldozer dengan volume sampah harian yang masuk. Produksi
maksimum per hari bulldozer sesuai spesifikasi teknis.
Contoh perhitungan :
a. Jika volume sampah harian yang dapat ditampung di TPA Kab. Morowali Utara (Vn),
adalah 219,52 m3. (volume sampah pada akhir perencanaan tahun 2022)
b. Produksi maksimum per hari bulldozer untuk sampah (Pbms), adalah 4.390,79 m3.
Maka bulldozer yang dibutuhkan adalah
Vn 219,52 m3
= = 0,05 1
Pbms 4.390,79 m3
Kebutuhan Compactor
Compactor berfungsi untuk meratakan sampah dan memadatan tanah penutup antara
dan penutup akhir, dengan produksi maksimum per hari compactor sesuai spesifikasi
teknis, ditunjukkan pada Tabel 2.13.
Contoh perhitungan :
a. Jika volume sampah harian yang dapat ditampung di TPA Kab. Morowali Utara (Vn),
adalah 219,52 m3.
b. Produksi maksimum per hari compactor untuk sampah (Pcms), adalah 9.557 m3.
c. Jika volume tanah penutup harian yang dibutuhkan (So), adalah 20,04 m3.
d. Produksi maksimum per hari compactor untuk tanah penutup (Pcmt), adalah 972 m3.
Kebutuhan Excavator
Excavator digunakan untuk menaikkan dan meninggikan sampah dan membawa tanah
penutup dengan sekopnya dari satu tempat ke tempat lain. produksi maksimum per hari
excavator ditunjukkan pada Tabel 2.14.
Contoh perhitungan :
a) Jika volume sampah harian yang dapat ditampung di TPA Kab. Morowali Utara (Vn),
adalah 219,52 m3.
b) Produksi maksimum per hari excavator untuk sampah (Pems), adalah 558 m3.
c) Jika volume tanah penutup harian yang dibutuhkan (So), adalah 20,04 m3.
d) Produksi maksimum per hari excavator untuk tanah penutup (Pemt), adalah 565 m3.
3
Maka excavator yang dibutuhkan untuk sampah adalah V n = 219 ,52 m = 0,398
3
Pcms 558 m
3
dan untuk tanah penutup adalah S o = 16,296 m = 0,029
3
Pcmt 565 m
4. Penutupan Tanah
Penutupan tanah harian harus dilakukan guna mengurangi bahaya kebakaran, infiltrasi
air hujan, bau, terbangnya sampah yang ringan, gas, berkembangnya binatang pengerat
dan vektor, dan memperbaiki penampilan (estetika) TPA. Tanah penutup yang harus
disediakan untuk sistem Sanitary Landfill, akan diupayakan dari tanah hasil proses
penggalian setiap zona. Tanah penutup diperlukan pada waktu selesainya kegiatan
pemadatan sampah harian yang disebut tanah penutup harian, serta pada saat lahan
selesai dipergunakan yaitu disebut tanah penutup akhir. Tanah penutup untuk operasi
penimbunan sel sampah di TPA Kab. Morowali Utara direncanakan dari tanah yang
mempunyai sifat kedap air. Perhitungan tanah penutup diperhitungkan atas dimensi sel,
yaitu :
a. Ketebalan tanah penutup antar sel (hi) = 0,2 meter
b. Tebal sel sampah (hw) = 1,50 meter
c. Lebar sel sampah (lw) = 5 meter (skenario 2)
d. Panjang sel sampah (ps) = 6,7 meter
Kebutuhan tanah penutup harian dan rekapitulasi sampai akhir umur lahan TPA Kab.
Morowali Utara, ditunjukkan pada Tabel berikut.
Tanah penutup ini akan dipergunakan untuk proses pembentukan lahan (untuk lahan
uyang memerlukan peimbunan dan pemadatan), dan sisanya disimpan sementara pada
lahan yang direncanakan di lokasi buffer zona (zona pelindung) Secara rinci standar
penutupan tanah dilakukan sebagai berikut :
a) Kemiringan dan kondisi tanah penutup harian harus dikontrol setiap hari untuk
menjamin peran dan fungsinya, bilamana perlu dilakukan penambahan dan perbaikan
pada lapisan ini;
b) Dalam panduan pengoperasian harus dicantumkan (1) sumber tanah penutup serta
jenis dan klasifikasi yang perlu ada (2) pengaturan kemiringan (slope) area pengurugan
mininal 450 untuk memperbanyak run-off dan mengurangi erosi akibat air limpasan,
serta mengurangi infiltrasi, (4) prosedur untuk mempertahankan integrasi bahan
penutup;
c) Penutup harian sedapat mungkin diaplikasikan setiap hari, namun bila tidak mungkin,
dilakukan paling tidak setiap minggu;
d) Ketebalan tanah penutup minimum adalah 15 cm;
e) Bila sel harian tidak akan dilanjutkan untuk jangka waktu lebih dari 1 bulan, maka
dibutuhkan penutup antara setebal 30 cm dengan pemadatan;
f) Penutup akhir diaplikasikan pada setiap area pengurugan yang tidak akan
digunakan lagi lebih dari 1 tahun. Ketebalan tanah penutup final ini paling tidak 60 cm;
g) Pada area yang telah dilaksanakan penutupan final sebaiknya ditanami pohon yang
sesuai.
Jenis tanah yang akan digunakan adalah jenis tanah yang tidak kedap, yakni tanah
laterit. Tanah penutup akan diambil di sekitar lokasi. Guna mengurangi kebutuhan tanah
urug yang harus didatangkan dari luar lokasi, maka tanah penutup juga akan
menggunakan kompos curah yang dihasilkan dari TPA Kabupaten Morowali Utara di
Koromatantu sendiri.
7. Pembuatan Kompos
Kegiatan pengolahan sampah organik menjadi kompos di TPA Kabupaten Morowali
Utara di Koromatantu merupakan salah satu bagian dari strategi pengurangan sampah
di Kabupaten Morowali Utara. Selain bertujuan memanfaatkan sampah menjadi pupuk,
kegiatan ini juga bertujuan untuk memperpanjang umur teknis TPA dan memberdayakan
masyarakat di sekitar TPA. Kegiatan pengolahan sampah organik yang akan
dilaksanakan di TPA Kabupaten Morowali Utara di Koromatantu terbagi ke dalam dua
bagian, yaitu:
a) Pengolahan sampah organik dari pasar yang relatif bersih dari pengotor dengan
mekanisasi (mesin pencacah sampah) dan menghasilkan kompos yang disebut
kompos murni. Cairan/leachate yang dihasilkan dari proses pengomposan
dimanfaatkan menjadi pupuk cair.
Kompos murni dapat dimanfaatkan untuk segala jenis tanaman termasuk tanaman
konsumsi. Sedangkan kompos curah disarankan hanya digunakan untuk tanaman hias
dan tanaman keras, karena ada resiko tercemar oleh B3 (Bahan Beracun dan
Berbahaya). Kompos murni hasil pengomposan di TPA Kabupaten Morowali Utara di
Koromatantu adalah sampah sisa sayuran dan buah-buahan dari Pasar. Dalam rangka
mendukung rencana pengelolaan TPA Kabupaten Morowali Utara di Koromatantu yang
mengarah kepada sistem controlled landfill, maka kapasitas pengolahan kompos akan
terus ditingkatkan.
8. Pembinaan Pemulung
Suka atau tidak suka kehadiran pemulung di lokasi TPA Kabupaten Morowali Utara di
Koromatantu sesungguhnya akan ikut andil dalam proses pengelolaan sampah
Kabupaten Morowali Utara. Kegiatan mandiri yang dilakukan para pemulung ini akan
membantu proses pengelolaan sampah, mulai dari pemilahan, pengumpulan kembali,
dan pengangkutan ke luar TPA. Sampah berupa plastik, potongan besi, dan lain-lain
yang masih bisa didaur ulang dikumpulkan dan dijual kepada pengumpul. Sehingga
pada dasarnya melalui jasa pemulung ini pengurangan sampah telah terjadi.
Bagi pemerintah (Dinas Tata Kota, Kebersihan, dan Pertamanan Kabupaten Morowali
Utara) selaku penanggungjawab pengelolaan TPA, yang terpenting adalah memberikan
arahan, pembinaan, dan fasilitasi yang cukup agar para pemulung dapat bekerja secara
optimal dan sejalan dengan program pengelolaan sampah di TPA Kabupaten Morowali
Utara di Koromatantu. Pemulung harus dipandang sebagai karyawan yang perlu
memperoleh hak-hak pengembangan diri dan keselamatan kerja. Oleh karena itu
pengelola TPA Kabupaten Morowali Utara di Koromatantu perlu memberikan pelatihan
dan peralatan yang dibutuhkan. Pemberian seragam berupa rompi, topi, masker, dan
sepatu boot mungkin dapat dilakukan guna meningkatkan harga diri, karena merasa
diakui, dan meningkatkan keselamatan kerja yang pada gilirannya akan memotivasi
kinerja para pemulung di TPA ini. Guna membantu proses pencucian plastik yang
selama ini dilakukan di rumah-rumah penduduk, maka Pengelolan TPA Kabupaten
Morowali Utara di Koromatantu berencana untuk mengadakan fasilitas pencucian plastik,
menggunakan air bekas pencucian truk.
9. Penggunaan Energi
Energi listrik yang digunakan untuk menunjang operasional TPA Kabupaten Morowali
Utara di Koromatantu berasal dari PLN Ranting Kolonodale dengan daya 500 KVA.
Sebagai cadangan akan digunakan genset dengan daya 500 KVA. Untuk itu sebagai
cadangan bahan bakar minyak akan diadakan stok BBM solar sebanyak 100 liter/hari.
Setelah TPA Sampah di Koromatantu penuh, maka akan dilakukan reklamasi lahan
sesuai persyaratan teknis tanah penutup akhir TPA. Pada tahap selanjutnya TPA dapat
dimanfaatkan sesuai dengan lansekap akhir diselaraskan dengan peruntukkan lahan di
sekitar TPA pada RTRW Kabupaten Morowali. Kegiatan pasca operasi TPA antara lain
meliputi kegiatan :
Inspeksi rutin
Kegiatan revegetasi dan pemeliharaan lapisan penutup
Penanaman dan pemeliharaan tanaman di TPA
Pemeliharaan dan kontrol leachate dan gas
Pembersihan dan pemeliharaan saluran-saluran drainase
Pemantauan penurunan lapisan dan stabilitas lereng
Pemantauan kualitas lingkungan.
1. Reklamasi Lahan
Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, karena proses dekomposisi sampah
menjadi lindi dan gas berlangsung dalam waktu yang sangat lama 30 tahun, maka lahan
bekas TPA Koromatantu direkomendasikan untuk lahan terbuka hijau atau sesuai
dengan rencana tata guna lahannya. Apabila lahan bekas TPA akan digunakan sebagai
daerah perumahan atau bangunan lain, maka perlu memperhitungkan faktor keamanan
bangunan secara maksimal. Reklamasi lahan bekas TPA Morowali Utara di
Koromatantu disesuaikan dengan rencana peruntukannya terutama yang berkaitan
dengan konstruksi tanah penutup akhir. Untuk lahan terbuka hijau, ketebalan tanah
penutup yang dipersyaratkan adalah 1 m (tergantung jenis tanaman yang akan ditanam),
ditambah lapisan top soil.
3.1.1. Iklim
Iklim merupakan faktor yang penting bagi kehidupan manusia, hewan maupun
tumbuhan yang hidup dipermukaan bumi. Sampai saat ini, iklim merupakan salah satu
faktor yang belum bisa diatur dengan kemampuan teknologi manusia. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan iklim, hal yang dapat dilakukan
hanya menyesuaikan kegiatan tersebut dengan kondisi iklim yang ada untuk mencapai
tujuan yang diharapkan secara optimal.
Kondisi iklim secara umum dapat ditinjau dari beberapa indikator. Hasil pengumpulan
data studi ini diperoleh indikator iklim antara lain:
a. Curah Hujan
Curah hujan daerah penyelidikan cukup tinggi dengan hari hujan antara 14 hari
26 hari per bulan atau rata-rata 17 hari. Hujan paling banyak terjadi pada bulan
April sampai Agustus, Desember sampai Januari dengan curah hujan mencapai
334 mm 376 mm per bulan.
Sedangkan berdasarkan peta sebaran curah hujan (Gambar 3.1) yang dihimpun
dari data curah hujan selama 10 tahun (tahun 2002-2012) oleh BPDAS Palu-Poso
Tahun 2012, menunjukan daerah sekitar lokasi rencana Pembangunan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah di Koromatantu Kecamatan Petasia curah
hujan tahunan berkisar 2400-2600 mm.
Gambar 3.1. Peta Sebaran Curah Hujan Tahunan di Wilayah Studi (Desa Koromatantu
dan Sekitarnya Ch 2400-2600 mm)
Tabel 3.1. Curah Hujan dan Hari Hujan Tompira Tahun 2013
Bulan Curah Huj an Hari Hujan
Januari 292 15
Februari 372.5 14
Mar et 233.5 14
April 506 17
M e i 190 14
J u n i 548 16
J u l i 439 19
Agustus 474 25
Sept em ber 231 13
Oktober 300 15
Nop em ber 285 14
Des em ber 315 16
Rata rata 348,833 16
b. Tipe Iklim
Berdasarkan klasifikasi type iklim Schmidt & Ferguson (1951), sebagian
besar kawasan yang berada di Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara
bertipe iklim B (daerah iklim basah) khusus pada daerah-daerah yang berbatasan
dengan wilayah DAS sekitar kawasan hutan dengan tutupan hutannya yang agak
rapat, dan sebagian juga di dominasi oleh tipe iklim A (daerah iklim sangat
basah). Untuk kawasan lokasi rencana Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Sampah memiliki Tipe iklim B dengan jumlah rata-rata jumlah bulan basah
9-11 bulan, bulan kering 2-3 bulan dan nisbah Q (%) adalah kisaran 14,3 33,3%,
atau termasuk wilayah/daerah iklim basah (Gambar 3.2).
c. Suhu Udara
Suhu udara terendah 20,4C dan suhu udara maksimum 30,1C dengan rata-rata
26,8C. Kelembaban nisbih berkisar antara 73% 90%. Rata-rata penyinaran
matahari mencapai 66,67%.
d. Kelembaban Udara
Kelembaban udara selama tahun 2013 rata-rata berkisar antara 72-89%.
Sedangkan jika dibandingkan kelembaban udara tahun 2010 rata-rata berkisar
antara 81-89%.
Fisiografi dan topografi merupakan salah satu faktor fisik yang sangat erat kaitannya
dengan proses-proses alami yang terjadi di suatu daerah. Sub komponen fisiografi dan
geologi yang diperkirakan terkena dampak pada lokasi UKL-UPL Rencana
Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah dengan luas areal 5,00 Ha
terletak Di Desa Koromatantu Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara, meliputi
sub komponen lingkungan: topografi, bentuk lahan (morfologi), tektonika dan struktur
geologi, litologi dan stratigrafi. Uraian singkat dari sub komponen ini adalah:
1. Topografi
2. Morfologi
Berdasarkan analisis peta system lahan dan survei lapangan, bentuk morfologi di
lokasi Rencana Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah dengan
luas areal 5,00 Ha terletak Di Desa Koromatantu Kecamatan Petasia Kabupaten
Morowali Utara bentuk morfologi ini merupakan Satuan Morfologi Perbukitan dan
Dataran.
a. Morfologi Dataran
Satuan morfologi ini menempati sebagian areal rencana lokasi proyek. Satuan
morfologi ini memiliki persen kelerengan berkisar antara 5 10%, stadia erosi
pada daerah ini umumnya berstadia dewasa dicirikan oleh aliran sungai dan
struktur batuan yang telah terombak, dengan intensitas pelapukan yang cukup
tinggi, umumnya disusun oleh Kompleks Pompangeo, Formasi Morowali Utara,
Batugamping Malih, Endapan Alluvial Danau berupa kerikil, pasir dan lumpur.
Umumnya tanahnya berupa pasir, kerikil, lumpur, batugamping koral, sisa
tumbuhan dan hasil endapan sungai. Daerah ini di manfaatkan oleh masyarakat
sekitar lokasi sebagai areal perladangan/pertanian, tempat pemukiman dan
pemanenan hasil hutan (seperti merotan, dll).
b. Morfologi Perbukitan
Sejarah tektonik yang menyatukan ketiga mendala tersebut dapat diuraikan mulai
jaman kapur, yaitu saat Mendala Sulawesi Timur bergerak ke barat mengikuti
gerakan penunjaman landai ke arah barat di bagian timur Mendala Sulawesi Barat.
Penunjaman ini menyebabkan terbentuknya bancuh tektonik dan sekis glokofan.
Fase tektonik berikutnya pada oligosen, yaitu saat benua mikro Banggai-Sula
bergerak ke barat seiring terjadinya sesar besar mendatar (Sesar Sorong),
sementara penunjaman dibagian timur Mendala Sulawesi Barat masih berlanjut.
Pada Miosen Tengah ketiga mendala geologi tersebut menyatu dengan kontak
tektonik, dan sebagian batuan dari bagian timur Mendala Sulawesi mencuat ke atas
Mendala Banggai-Sula. Pada akhirnya Miosen Tengah sampai Pliosen terjadi
pengendapan sedimen molasa secara tak selaras di atas ketiga mendala tersebut,
serta terjadi batuan terobosan granit di Mendala Sulawesi Barat. Pada Plio-
Plistosen seluruh daerah tersebut mengalami pencenanggaan serta penerobosan
oleh granit yang sebelumnya hanya terjadi di Mendala Sulawesi Barat. Setelah itu
Daerah Morowali Utara merupakan jalur Ofiolit Sulawesi Timur atau Metamorfik Belt
(Simandjuntak, 1986). Wilayah ini sangat di pengaruhi oleh struktur aktif berupa
patahan geser Sula berarah timur-barat dan patahan geser Palu-Koro yang berarah
relatif utara selatan.
Gambar 3.3. Posisi Geologi daerah Rencana Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Sampah dengan luas areal 5,00 Ha Di Desa Koromatantu
Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara.
Beberapa kelompok batuan berada di wilayah studi dan sekitarnya antara lain:
a. Formasi Matano (Kml) terdiri dari kelompok batuan: batugamping hablur dan
kalsikulit, napal dan serpih dengan sisipan rijang dan batusabak. Ditandai
dengan penciri Batugamping mengandung fosil Heterohelix sp, dan rijangnya
mengandung radiolarian, Berumur dari akhir masa Jura sampai akhir masa
Kapur, fosil-fosil tersebut menunjukan umur Kapur Akhir, lingkungan
pengendapannya yaitu laut dalam dengan tebal formasinya mencapai 1000 m.
Hubungan, ditindih tak selaras dengan Formasi Tomata.
b. Formasi/Kompleks Ultramafik (MTosu). Komplek Ultramafik merupakan bagian
dari jalur ofiolit Sulawesi, terdiri atas harzburgit, lerzolit, dunit, websterit, werlit,
piroksenit, dan serpentinit. Satuan ini diperkirakan telah mengalami beberapa kali
pengalih tempatan sejak Zaman Kapur sampai Miosen Tengah.
c. Batugamping Malih (MTmm), terdiri dari material batuan pualam dan
batugamping terdaunkan; berwarna kelabu muda sampai kelabu kehijauan,
coklat sampai merah kecoklatan. Satuan ini berumur lebih tua dari zaman Kapur
dan cukup tebal.
d. Alluvium dan Endapan Pantai (Qal), batuan penyusun formasi ini berumur
holosen, terdiri dari material alluvial, lumpur, pasir, kerikil, kerakal. Terbentuk
pada lingkungan sungai, dan merupakan sedimen termuda, batuan ini
diendapkan tidak selaras dengan batuan di bawahnya. Batuan termuda berupa
Aluvium (Qa) yang terdiri dari: lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal; berupa
endapan sungai, rawa dan pantai. Satuan ini menindih tak selaras satuan yang
lebih tua dan setempat menjemari dengan batugamping terumbu, Formasi
Terumbu Koral Kuarter (Ql).
.
Gambar 3.4. Peta Formasi Geologi Lokasi Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Sampah seluas 5,00 Ha Di Desa Koromatantu Kecamatan Petasia Kabupaten
Morowali Utara yang didominasi oleh Formasi Matano (Kml) dan Alluvium dan
Endapan Pantai (Qal).
5. Kondisi Seismologi
9,5% maka berdasarkan SNI 176-2002, parameter design untuk ketahanan bangun
atas kekuatan gempa direkomendasikan untuk menambah factor keselamatan,
minimum 1,4 kali. Sehingga koefisien seismik yang diterapkan adalah 0,25 g.
1. Kualitas Udara
Pengukuran kualitas udara dilakukan pada tempat yang terdapat perbedaan kondisi
antara satu tempat/kawasan dengan tempat/kawasan yang lain. Parameter kualitas
udara yang teramati yaitu SO2, NO2, CO, Pb, dan debu yang diukur pada 3 (tiga)
tempat yang berbeda di sekitar lokasi proyek. Ke tiga tempat yang dimaksud adalah
Tapak Proyek TPA Sampah, pemukiman penduduk terdekat (desa Koromatantu),
dan akses jalan menuju ke lokasi proyek. Hasil analisis terhadap parameter yang
terukur sebagaimana tertera pada Tabel 3.2 masih berada pada kisaran normal
berdasarkan PP. No 41 tahun 1999 dan KEPMEN No.48/MENLH/ II/1986 tentang
baku mutu kualitas udara.
Tabel 3.2. Hasil Pengukuran Kualitas Udara dan Kebisingan di Lokasi Studi
Parameter Satuan/ Hasil Pengukuran *Standar Baku Mutu
Udara Ambien Unit L1 L2 L3 (selama 1 jam)
Sulfur Dioksida (SO2) g/Nm3 31,77 33,25 46,17 900
Karbon Monooksida (CO) g/Nm3 11,76 14,76 30,17 30.000
Nitrogen Dioksida (NO2) g/Nm3 1,77 1,75 3,79 400
Oksidan (O3) g/Nm3 - - - 235
Timah Hitam (Pb) g/Nm3 0,00 0,00 0,00 1
Total Debu/Partikel (TSP) g/Nm3 0,00 6,15 19,25 90
Kebisingan (Perumahan, Permukiman
dBA 45,7-49,9 47,5-52,5 48,5-58,5 55 - 60
& Lokasi Proyek/fasiitas umum
Keterangan: *Baku Mutu Udara Ambien Nasional berdasarkan PP No.41 Tahun 1999 (Lampiran);
*Baku Mutu Tingkat Kebisingan KEPMEN LH No.48/MENLH/II/1996 (Lampiran I).
*Data primer hasil analisis Laboratorium, April 2014
*L1 = Lokasi Tapak Proyek TPA
*L2 = Lokasi Sekitar permukiman Penduduk Koromatantu
*L3 = Lokasi sekitar jalan akses ke areal Proyek.
organik dan anorganik. Konsentrasi SO2 berkisar antara 31,77 46,17 g/Nm3 di
bawah baku mutu udara ambien 900 g/Nm3.
Debu
Konsentrasi debu di daerah studi masih tergolong sangat rendah berkisar antara
6,15 19,25 g/Nm3 di bawah baku mutu udara ambien. Rendahnya partikel debu
yang terukur dimungkinkan karena belum adanya kegiatan penting yang menunjang
partikel debu beterbangan di udara. Partikel yang terdeteksi di daerah ini secara
umum bukan merupakan partikel yang berbahaya melainkan berasal dari partikel
debu tanah yang beterbangan di udara karena angin bertiup atau dilewati
kendaraan.
Berdasarkan hasil analisis kualitas udara pada lokasi studi, diperoleh bahwa
kualitas udara masih di bawah ambang baku mutu udara ambient. Hal itu
menunjukkan bahwa kualitas udara di lokasi studi masih memenuhi syarat sesuai
PP No. 41 Tahun 1999.
2. Kebisingan
3. Getaran
Berdasarkan hasil pengukuran getaran untuk 2 (dua) lokasi diperoleh nilai getaran
5,9 mm/detik dan 6,3 mm/detik, nilai tersebut memenuhi baku mutu menurut
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 49 Tahun 1996. Sumber
getaran selama pengukuran bersumber dari aktifitas kendaraan yang melalui lokasi
rencana Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah.
Upaya pengelolaan dampak yang kemungkinan timbul terhadap kualitas air di lokasi
rencana kegiatan Pembangunan TPA Sampah di Kecamatan Petasia Kabupaten
Morowali Utara dilakukan untuk mencegah atau mengurangi penurunan kualitas air
akibat adanya kegiatan TPA tersebut. Sasaran pengelolaan ditujukan pada sumber air
di sekitar kegiatan yang diperkirakan dapat terkena dampak. Untuk kepentingan
penyusunan UKL dan UPL Rencana kegiatan tersebut, diambil data primer tentang
kualitas air yang ada hubungannya dengan kegiatan tersebut. Data primer diambil
pada air yang digunakan penduduk sekitar permukiman. Hasil analisis kualitas air di
lokasi rencana kegiatan Pembangunan TPA Sampah di Kecamatan Petasia Kabupaten
Morowali Utara di analisis sesuai syarat baku mutu kualitas air sesuai PP No. 82
Tahun 2001 Kelas satu (I) untuk air bersih, sebagaimana tertera pada Tabel 3.4.
1. Temperatur
Hasil analisis sifat fisik air seperti temperatur disekitar lokasi kegiatan adalah
28,00 C pada sumber air bersih yang digunakan penduduk sekitar, dimana air
tersebut bersumber dari mata air yang terletak disekitar lokasi kegiatan,
parameter suhu masih pada kisaran normal (baku mutu temperatur badan air
31C) sesuai PP No 82. Tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas air.
Pengukuran temperatur menjadi sangat penting dalam sebuah pemantauan
lingkungan, karena temperatur air sangat berpengaruh terhadap nilai dan
besaran parameter kimia yang menjadi target amatan. Aktivitas mikroorganisme
memerlukan temperatur optimum yang berbeda-beda.
Temperatur yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan berpengaruh terhadap
komposisi dan jenis biota air. Temperatur yang tinggi juga akan menurunkan nilai
oksigen terlarut dalam air yang juga berpengaruh terhadap BOD air. Oleh karena
itu, parameter temperatur menjadi tolok ukur dalam analisis dan interpretasi hasil
pengamatan atau pengukuran. Perubahan temperatur akan mempengaruhi laju
reaksi dan tingkat kelarutan gas dalam air, peningkatan temperatur akan
menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Temperatur badan air juga
menentukan jenis species yang menghendaki temperatur optimum. Temperatur
yang baik untuk kepentingan perikanan adalah 27 C (temperatur air normal)
dengan fluktuasi 3 C.
1. Kemasaman (pH)
Kemasaman (pH) dapat mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia dalam
ekosistem perairan serta tersedianya hara serta toksisitas dari unsur-unsur renik.
Nilai pH perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam badan
air yang bersangkutan. Hasil Analisis pH air bersih di wilayah studi yang diukur
secara langsung bernilai 7,50. Hal itu menunjukkan bahwa pH air yang
dikonsumsi penduduk di sekitar lokasi kegiatan berada dalam ambang normal.
Tabel 3.4. Hasil Pengukuran Kualitas Air Bersih di sekitar lokasi rencana
kegiatan Pembangunan TPA Sampah di Kecamatan Petasia
Kabupaten Morowali Utara
Hasil Baku
No PARAMETER Satuan
Analisis Mutu *)
1. Temperatur C 28,00
2. Residu terlarut (TDS) mg/L 43,00 1000
3 Residu Tersuspensi mg/L 27,00 50
4 Conductifitas mg/L 480,00
5 Turbiditas mg/L 2,00
6 Salinitas 0,20
9 pH 7,50 6-9
10 BOD mg/L 1,30 2
11 COD mg/L 3,55 10
12 DO mg/L 7,20 6
13 NO3 sebagai N mg/L 2,80 10
14 NO2-N mg/L 0,03 0.06
15 Kadmium mg/L 0,00 0.01
16 Tembaga mg/L 0,00 0.02
17 Besi mg/L 0,02 0.3
18 Timbal mg/L 0,00 0.01
19 Mangan mg/L 0,00 0
20 Seng mg/L 0,00 0.05
21 Sulfat mg/L 0,35 400
Keterangan :
* = Baku Mutu Air Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Th. 2001 Kelas I
2. Salinitas
Hasil pengukuran salinitas air pada air bersih penduduk di sekitar lokasi terdekat
dari Tapak Proyek di Koromatantu Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali
Utara terukur dengan nilai 0,20, masih dalam kondisi salinitas yang normal.
Jumlah oksigen terlarut dalam air adalah penting untuk kehidupan tumbuhan dan
organisme air. Oksigen terlarut dalam air terutama bersumber dari atmosfer dan
tumbuhan air. Pada siang hari tumbuhan air menyerap CO2 dan H2O, selanjutnya
melalui proses fotosintesis dikonversi menjadi karbohidrat dan oksigen.
Kelarutan oksigen dalam air tergantung dari suhu air, tekanan parsial oksigen
diatmosfer serta kandungan garam dan air. Makin tinggi suhu, makin tinggi
kandungan garam dalam air, maka kelarutan oksigen akan makin rendah. Hasil
analisis oksigen terlarut (DO) untuk air bersih terukur dengan nilai 7,2 g/L, baku
mutu DO dibadan air bersih adalah 6 g/L (PP 82 Tahun 2001) ini berarti nilai
DO badan air disekitar lokasi kegiatan sebelum aktivitas berlangsung masih
tergolong normal.
6. N-NO 2 , dan NO 3
molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Nitrogen organik berupa protein, asam
amino, dan urea. Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami
dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat
nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, serta tidak bersifat
toksik terhadap organisme akuatik, sedangkan amonia bebas (NH3) yang tidak
terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas amonia
terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan konsentrasi
oksigen terlarut, pH, dan suhu. Hasil analisis konsentrasi NO2-N, dan NO3-N air
terhadap sumber air bersih penduduk tergolong normal dengan nilai N-NO2 =
0,03 mg/L dan N-NO3 = 2,80 mg/L.
7. Tembaga (Cu)
Tembaga atau copper (Cu) merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan
alami dan merupakan unsur yang esensil bagi tumbuhan dan hewan. Pada
tumbuhan, termasuk algae, tembaga berperan sebagai penyusun plastocyanin
yang berfungsi dalam transpor elektron dalam proses fotosintesis. Konsentrasi
tembaga maksimum air berdasarkan Baku Mutu Peraturan Pemerintah RI No. 82
Th. 2001 Kelas I adalah 0,02 mg/L. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa konsentrasi tembaga pada air bersih disekitar
lokasi studi adalah normal yakni 0,00 mg/L.
8. Seng (Zn)
Seng (zinc) termasuk unsur yang terdapat dalam jumlah berlimpah di alam.
Seng yang berikatan dengan klorida dan sulfat mudah larut, sehingga
konsentrasi seng dalam air sangat dipengaruhi oleh bentuk senyawanya. Jika
perairan bersifat asam, kelarutan seng meningkat. Hasil analisis konsentrasi
seng masing-masing terukur dengan nilai 0,00 mg/L. Konsentrasi Zn tersebut
masih tergolong normal.
9. Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) merupakan logam yang hingga saat ini belum diketahui dengan
jelas peranannya bagi pertumbuhan dan mahluk hidup lain. Di dalam air,
kadmium (Cd) terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit dan bersifat tidak larut
dalam air. Kadmium bersifat kumulatif dan sangat toksik bagi manusia karena
dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan paru-paru, meningkatkan
tekanan darah dan mengakibatkan kemandulan pada pria dewasa. Hasil analisis
kadmium (Cd) tergolong nihil dengan nilai 0,00 mg/L.
Timbal (Pb) dalam perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi.
Kelarutan timbal cukup rendah sehingga konsentrasi timbal dalam air relatif
sedikit. Konsentrasi dan toksisitas timbal dipengaruhi oleh kesadahan, pH,
alkalinitas, dan konsentrasi oksigen. Kumulasi timbal di dalam tubuh manusia
mengakibatkan gangguan pada otak dan ginjal, serta kemunduran mental pada
anak yang sedang tumbuh. Hasil analisis Timbal (Pb) juga tergolong normal
dengan nilai 0,00 mg/L pada air bersih penduduk.
Mangan (Mn) adalah kation logam yang memiliki karakteristik kimia serupa
dengan besi. Konsentrasi mangan pada perairan alami sekitar 0,2 mg/L atau
kurang. Konsentrasi mangan pada perairan tawar adalah 0.0 mg/L. Pada air
minum konsentrasi mangan maksimum 0,5 mg/L. Mangan merupakan nutrien
renik yang esensil bagi tumbuhan dan hewan. Logam itu berperanan dalam
pertumbuhan dan merupakan salah satu komponen penting pada sistem enzim.
Konsentrasi besi pada perairan yang mendapat cukup aerasi (aerob) hampir
tidak pernah lebih dari 0,3 mg/L. Konsentrasi besi pada perairan alami berkisar
antara 0,05-0,2 mg/L. Konsentrasi besi >1,0 mg/L dianggap membahayakan
kehidupan organisme akuatik. Hasil analisis konsentrasi besi adalah 0,02 mg/L,
dan masih tergolong normal.
Dari hasil analisis kualitas air tersebut di atas, hampir semua variabel
menunjukkan nilai yang masih di bawah ambang batas baku mutu kualitas air,
artinya semua parameter kualitas air di sekitar lokasi kegiatan memenuhi syarat
baku mutu kualitas air bagi kegiatan.
1. Tanah
Tanah dan landscape terus mengalami perubahan, baik secara fisik, kimiawi
maupun biologis. Disamping itu tanah dapat berfungsi sebagai penerima, pengubah
dan pancaran energi. Dalam proses pembentukannya tanah disuatu daerah
dipengaruhi oleh cara pengolahan dan pemanfaatannya. Secara eksplisit, analisis
ini diarahkan untuk menghasilkan rumusan dan gambaran tentang wilayah/
kawasan potensial sumber daya lahan dan permasalahan sumber daya lahan yang
telah dieksploitasi dan dampak lingkungan sebagai akibat pengusahaan sumber
daya lahan itu. Ordo tanah di lokasi studi adalah Inceptisols dan Ulitisol dengan
relief berbukit.
Sifat fisik tanah yang dikaji dalam studi meliputi tekstur, permeabilitas, porositas
dan bobot isi. Sifat fisik tanah di lokasi kegiatan dicantumkan pada Tabel 3.5.
Tekstur tanah mencerminkan ukuran dan proporsi kelompok butiran-butiran primer
mineral tanah yang ditentukan oleh perbandingan relatif jumlah fraksi liat, debu
dan pasir. Perbandingan relatif dari fraksi-fraksi tersebut dapat berubah akibat
pelapukan tanah dan sedimentasi liat dari aliran air. Tekstur suatu horison tanah
merupakan sifat yang hampir tidak berubah. Tanah di lokasi studi bertekstur
Lempung berdebu.
Tabel 3.5. Hasil Analisis Tanah Rencana Lokasi Kegiatan Pembangunan TPA
Sampah Koromatantu di Kec. Petasia Kabupaten Morowali Utara.
HASIL ANALISIS
NO PARAMETER SATUAN SPL-1 SPL-2 KETERANGAN
1 Pasir % 6,70 5,70
2 Debu % 74,80 75,30 Lempung Berdebu
3 Liat % 18,50 19,00
4 Permeabilitas cm/jam 0.45 0,55 Lambat-Agak Lambat
5 Berat Isi Tanah g/cm3 1,23 1,25
6 Ruang Pori Total % 54,83 52,70 Sangat Tinggi
7 C-organik % 2,90 3,33 Sedang-Tinggi
8 N-total % 0,30 0,32 Sedang
9 C/N 12,89 13,88 Sedang
10 pH H2O (1:2,5) 5,7 5,6 Agak Masam
11 PH KCl (1 :2,5) 4,5 4,6
12 P2O5 (HCl 25 %) mg/100 g 25,68 23,98 Sedang
13 P2O5 (Bray I) ppm 25,29 23,62 Rendah
14 K2O (HCl 25 %) me/100 g 19,71 16,86 Rendah
15 Ca me/100 g 0,36 0,27 Sangat Rendah
16 Mg me/100 g 0,35 0,40 Rendah
17 K me/100 g 0,17 0,12 Rendah
18 Na me/100 g 0,23 0,31 Rendah
19 KTK me/100 g 30,88 32,03 Tinggi
20 KB % 3,50 3,25 Sangat Rendah
21 Al-dd me/100 g 0,15 0,19
22 H-dd me/100 g 0,10 0,10
Keterangan: Lab. Analisis Sumber Daya Alam dan Lingkungan Fak. Pertanian UNTAD, Nov. 2014
Bobot isi dan porositas tanah mempunyai hubungan erat, karena masing-masing
ditentukan oleh volume padatan dan volume udara (ruang kosong) dalam tanah.
Bobot isi (bulk density) merupakan berat tanah per satuan volume. Porositas
merupakan persentase jumlah dari ruang kosong (pori makro dan mikro) dalam
satuan volume tertentu. Bobot isi tanah di sekitar lokasi studi adalah 1,23 g/cm-
1,25 g/cm. Sedangkan angka porositasnya adalah 52,70% - 54,83%.
Reaksi tanah (kemasaman tanah) di lokasi studi tergolong Agak Masam (pH 5,6
5.7). Kandungan C-organik tanah di areal studi tergolong sedang sampai Tinggi
(2,90% - 3,30%). Kandungan Nitrogen total tergolong sedang (0,30% - 0,32%),
UKL-UPL Pembangunan TPA Sampah Seluas 5,00 Ha
Di Kecamatan Petasia Kab. Morowali Utara Sulawesi Tengah III - 20
Uraian Komponen Lingkungan
fosfor tersedia tergolong rendah (23,63 - 25,29 ppm P2O5), dan kalium total juga
tergolong rendah (16,86 -19,71 me/100 g).
Hasil analisis laboratorium terhadap contoh tanah menunjukkan bahwa nilai KTK
di lokasi studi tergolong tinggi (30,88-32,03 me/100 g), dan kejenuhan basa
tergolong sangat rendah (3,25% - 3,50%). Secara keseluruhan kesuburan tanah
tersebut tergolong rendah.
2. Erosi Tanah
Erosi merupakan hasil interaksi beberapa faktor antara lain curah hujan (faktor
dominan), kemiringan dan panjang lereng, vegetasi penutup tanah dan kepekaan
erosi dari tanah tertentu. Penelaahan mengenai erosi tanah meliputi pendugaan
laju erosi (potensial dan aktual), penilaian tingkat bahaya erosi aktual, penetapan
nilai T (erosi yang dapat ditoleransi), serta penetapan kawasan rawan erosi.
Dampak erosi tanah secara langsung adalah hilangnya tanah subur lapisan atas,
hilangnya unsur hara, rusaknya struktur tanah, dan merosotnya struktur tanah.
Dampak tidak langsung erosi adalah berkurangnya alternatif penggunaan lahan,
timbulnya dorongan untuk membuka lahan baru, dan penurunan kualitas air di
badan perairan.
Besarnya erosi tanah dihitung dengan persamaan umum kehilangan tanah menurut
Wischmeir dan Smith (1978) yang dikenal dengan USLE sebagai berikut:
A = R.K.LS.C.P
Catatan :
A : besar tanah yang hilang (ton/ha/tahun)
R : faktor erosivitas hujan
K : indeks faktor erodibilitas tanah
L : indeks faktor panjang lereng
S : indeks faktor kemiringan lereng
C : indeks faktor penutup tanaman
P : indeks faktor pengelolaan lahan
Hasil perhitungan pendugaan erosi disajikan pada Tabel 3.6. Erosi yang diduga
meliputi erosi potensial, erosi saat ini, dan tingkat bahaya erosi. Erosi potensial
diduga menggunakan nilai faktor tanaman (C=1) kondisi lahan yang terbuka. Erosi
saat ini (erosi aktual) diduga berdasarkan nilai pengelolaan tanaman (C=0,01) untuk
kondisi padang rumput .
Hasil analisis pendugaan erosi aktual di lokasi studi untuk saat ini tergolong memiliki
indeks bahaya erosi rendah (skala kualitas <1), tingkat kerusakan tergolong rendah
dan tingkat kehilangan tanah tergolong rendah. Batas maksimal erosi yang dapat
ditoleransi (TSL= Tolerable Soil Lost) ditetapkan dengan pedoman mengacu pada
nilai T untuk tanah-tanah di Indonesia (Arsjad, 1989). Dengan pertimbangan kondisi
tanah di areal studi (solum sedang). Nilai T untuk tanah di lokasi kegiatan adalah
sebesar 37,50-43,20 ha/tahun.
Hasil prediksi erosi pada titik pengamatan (Tabel 3.6) yang dianggap dapat mewakili
di wilayah studi menunjukkan bahwa erosi umumnya lebih kecil dari erosi wajar atau
erosi yang dapat ditolerir dengan kondisi saat ini. Hasil Prediksi erosi menunjukkan
bahwa besarnya erosi aktual pada lahan tersebut adalah 3,937 - 9,187
ton/ha/tahun, sedangkan erosi potensialnya sebesar 393,734 ton/ha/tahun
918.713 ton/ha/tahun. Jika kondisi tanah tersebut dibiarkan dalam keadaan terbuka,
maka kehilangan tanah karena erosi tergolong ekstrim. Oleh karena itu bahaya
erosi tersebut perlu dikelola dan dipantau.
Pengamatan terhadap biota daratan (teresterial) meliputi vegetasi alam dan satwa/satwa
liar yang terdapat pada lokasi studi. Satwa liar yang diamati meliputi mamalia, aves
(burung), reptil, amphibi dan insekta serta hewan ternak. Vegetasi daratan yang diamati
meliputi vegetasi alami dan tumbuhan/tanaman budidaya. Pengamatan terhadap vegetasi
dilakukan langsung di lapangan, sedangkan untuk satwa liar disamping dilakukan
pengamatan langsung dengan bantuan teropong, juga dilakukan wawancara dengan
masyarakat sekitar, sedangkan hewan yang ditemukan langsung diidentifikasi. Khusus
untuk aves (burung) buku kunci yang digunakan adalah McKinnon (1990).
3.2.1. Flora
a) Vegetasi Alami
b) Vegetasi Budidaya
Tabel 3.8. Jenis Tanaman Budidaya yang terdapat di sekitar lokasi kegiatan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Family
1. Pohon Jati Tectona grandis L.f Verbenaceae
2. Coklat Theobroma cacao L. Streculiaceae
3. Kelapa dalam Cocos nucifera L. Palmae
4. Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae
Tabel 3.9. Jenis Tanaman non Budidaya (Gulma) Yang terdapat di Sekitar Lokasi
Kegiatan
Nama Indonesia/ nama
Suku Nama Ilmiah Ket.
No lokal
1 Kembang Telang Fabaceae Clitorea ternatea Gulma
2 Sembung Asteraceae Blumea lacera (Burm) Gulma
3 Takokak Solanaceae Solanum torvum Swartz Sayur
4 Alang-alang Poaceae Imperata cylindrica L Gulma
5 Jarong Verbenaceae Stachytarpheta spp Gulma
6 Rumput belulang Poaceae Eleusine indica Gaerth Gulma
7 Babandotan Asteraceae Ageratum conyzoides Gulma
8 Rumput Poaceae Leersea hexandra Gulma
9 Paku Polypodiaceae Diplazium spp Gulma
10 Orok-orok Fabaceae Crotalaria anagyroides Gulma
11 Keranjang hutan Passifloraceae Passiflora foetida Gulma
Sumber : Hasil Pengamatan, Nov. 2014
3.2.2. Fauna
Keberadaan fauna di lokasi studi sangat ditentukan oleh tipe ekosistem yang ada
karena berkaitan erat dengan habitat sebagai tempat tinggal, tempat berkembang
biak, tempat migrasi dan tempat makan. Lokasi studi berupa hutan dan semak
belukar sehingga sangat baik untuk hewan-hewan liar sehingga hewan-hewan liar
banyak dijumpai dilokasi proyek kecuali beberapa jenis burung dan ampibi serta
beberapa hewan ternak kurang dijumpai.
a) Jenis-jenis Burung
b) Hewan Domestik
Jenis-jenis hewan domestik yang diamati di daerah penelitian disajikan pada tabel
berikut ini.
Tabel 3.11. Jenis-jenis hewan domestik yang terdapat di disekitar lokasi kegiatan
No Nama lokal Nama ilmiah Status
1 Sapi Bos taurus Dipelihara
2 Babi Babby sp Dipelihara
3 Kambing Capra spp Dipelihara
4. Anjing Cuon spp Dipelihara
5. Kucing Felis domestica Dipelihara
6 Ayam Gallus gallus Dipelihara
Sumber : Hasil Pengamatan, Nov. 2014
Tabel 3.12. Jenis-jenis mamalia, reptilia dan amphibia yang terdapat di sekitar
lokasi kegiatan
No Nama lokal Nama ilmiah Status
1 Yakis Macaca tonkeana Mayer, 1899 Dilindungi (B, D)*
2 Rusa Cervus timorensis de Blainville Dilindungi (A, B)
3 Babi hutan Sus celebensis Endemik
4 Kuskus Ailurops ursinus Temminck, 1824 Dilindungi (B,C)*
5 Tupai/Bajing Prosciorus sp. TD
1. Plankton
2. Benthos
Dilihat dari segi etnis, penduduk Kecamatan Petasia cukup heterogen karena
bermukim beberapa suku bangsa yaitu; Etnis Mori sebagai penduduk asli, Etnis
Bungku, Bugis, Toraja, Lombok, Flores, Bali, Jawa dan beberapa etnis lainnya.
Kehidupan sosial antar etnis tersebut cukup memberikan kontribusi yang signifikan
dalam pembangunan masyarakat khususnya di Kecamatan Petasia. Hal ini karena
tidak ditemuinya hubungan-hubungan sosial yang dissosiatif seperti; konflik-konflik
horisontal antar etnis. Begitupun kehidupan beragama, baik Islam, Kristen, Hindu
dan Budha senantiasa berjalan dengan baik.
Hubungan antar desa dalam wilayah Kecamatan Petasia secara umum berjalan
lancar, karena dukungan infrastrutur jalan yang cukup memadai baik jalan aspal,
maupun jalan tanah dan jalan pengerasan dengan sirtu.
Dari segi kondisi jalan yang menghubungkan antara lingkungan dalam wilayah
Kelurahan/Desa di Kecamatan Petasia diantaranya adalah jalan beraspal dan jalan
pengerasan yang tentu saja hal ini akan mendorong perkembangan perekonomian
masyarakat setempat.
Tabel 3.15
Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Studi Tahun 2012
Desa/ Luas Jenis Kelamin Jumlah Kepadatan Jml Sex Ukuran
No
Kelurahan (Km2) Lk Pr Jiwa (Km2) KK Rasio Jiwa/KK
1 Koromatantu 69,00 450 410 860 12 181 109,76 5
Tabel 3.16
Laju Pertumbuhan Penduduk Kelurahan/Desa Koromatantu tahun 2011-2012
Jumlah Penduduk (jiwa) Laju Pertumbuhan
Kecamatan/Desa
2011 2012 Penduduk (%)
Kec. Petasia 20.880 22.178 6.03
c. Struktur Penduduk
Tabel 3.17
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Beban Tanggungan
di wilayah studi
Desa/ 0 14 Tahun 15 64 Tahun 65+ Tahun Rasio Beban
No
Kelurahan Jumlah % Jumlah % Jumlah % Tanggungan
1 Koromatantu 280 32.56 525 61.05 55 6.40 63.81
Sumber : Kecamatan Petasia, Tahun 2013 (data diolah)
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kelompok umur 15 64 tahun cukup
dominan yakni 61,05%, disusul kemudian kelompok umur 0 14 tahun (32,56%),
dan kelompok 65 tahun ke atas sekitar 6,40%. Dengan demikian maka rata-rata
proporsi jumlah penduduk antara kelompok umur produktif dengan tidak produktif
di desa studi yaitu 61,05% berbanding 38,95%. Dengan rasio beban tanggungan
63,81 yang berarti bahwa setiap 100 orang usia produktif harus menanggung
sekitar 64 orang berusia tidak produktif.
2) Pendidikan
Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan baik negeri maupun swasta akan
sangat berpengaruh pada peningkatan sumberdaya manusia dan sekaligus
menjadi barometer terhadap kualitas masyarakat. Berdasarkan data profil desa
dan Kecamatan di wilayah studi, tingkat pendidikan penduduk di wilayah studi
didominasi penduduk dengan tingkat pendidikan tamat SD yaitu sebanyak
56,40%, disusul penduduk dengan tingkat pendidikan tamat SLTP sebanyak
26,16% dan tamat SLTA sebanyak 15,93%. Adapun penduduk yang masih buta
aksara diperkirakan sekitar 1,51%. Sementara itu, sarana dan parasaran
pendidikan di wilayah studi masing-masing 1 buah taman kanak-kanak, dan 1
buah Sekolah Dasar (SD), sementara Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) belum tersedia.
3) Agama
Agama Kristen Protestan dan Agama Islam merupakan agama mayoritas
penduduk di wilayah studi dan sekitarnya yaitu Kristen 50,58%, Islam 46,63%,
sedangkan agama lainnya yaitu Hindu 2,56%, dan Budha 0,23%. Untuk
mendukung kegiatan keagamaan, terdapat fasilitas rumah peribadatan di
Kelurahan/Desa Koromatantu hanya terdapat 1 buah mesjid, sementara untuk
peribadatan umat Kristiani akan bergabung dengan desa terdekat yang memiliki
fasilitas Gereja (Mondowe dan Korololama). Kehidupan masyarakat antar
pemeluk agama cukup terjalin dengan harmonis. Konflik di wilayah Poso
beberapa tahun lalu ternyata memberikan pembelajaran bagi mereka untuk
saling menghargai dan menghormati antar sesama penganut agama.
wilayah ini juga kaya sumber kelautan dan bahan tambang (nikel). Oleh sebab itu
penduduk di wilayah tersebut mempunyai peluang-peluang ekonomi untuk
mengembangkan usaha baik dibidang pertanian dan perkebunan maupun
perikanan dan pertambangan. Sebagai wilayah terbuka dan terdapat kota
Kolonodale sebagai kota pelabuhan dan perdagangan, maka mata pencaharian
pendudukpun dapat berkembang kepekerjaan di sektor-sektor jasa seperti dan
perdagangan
Dari hasil observasi di wilayah studi, diketahui bahwa mata pencaharian pokok
penduduk pada umumya adalah sebagai petani/berkebun, disamping pekerjaan-
pekerjaan lainnya seperti berdagang, PNS dan pekerjaan dibidang jasa seperti,
tukang ojek dan pertukangan.
Adapun mengenai tingkat pendapatan penduduk, tidak ada data yang jelas,
namun dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap penduduk setempat
diperoleh informasi bahwa rata-rata pendapatan penduduk Rp 500.000,- hingga
Rp 3.000.000,- ke atas. Penduduk yang berpendapatan di atas Rp 3.000.000,-
adalah penduduk yang bermata pencaharian sebagai PNS dan pedagang serta
pengusaha.
Suku-suku yang mendiami wilayah studi memiliki akar budaya dan adat istiadat
yang cukup tinggi sebagai wujud kearifan masyarakatnya baik dalam
hubungannya dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitarnya.
Namun dalam proses perkembangannya tidak lagi terlihat diberlakukan secara
ketat, artinya nilai-nilai budaya yang tergali dari kearifan lokal masyarakatnya,
penggunaanya senantiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman dan telah
terlebur dengan nilai-nilai agama yang dianutnya. Pengaruh nilai-nilai
Pada beberapa tahun terakhir ini masyarakat di wilayah tersebut terus menerus
mengalami perubahan dan konflik. Masyarakat menerima dan menggunakan
hasil perubahan itu dan tak terelakkan lagi akan mempengaruhi perilaku
sosialnya baik struktur, kultur dan interaksionalnya, yang bermuara pada
berbagai pilihan yang menguntungkan dan jika tidak akan merugikan (termasuk
dengan adanya berbagai kerusuhan yang terjadi akhir-akhir ini). berdasarkan
penelusuran dan wawancara dengan warga masyarakat meskipun dilanda
berbagai kerusuhan dan konflik komunal, warga sadar bahwa aktifitas
pembangunan harus tetap berjalan.
sama agar pekerjaan dapat segera diselesaikan seperti kerja sama dan tolong
menolong dari sekelompok petani baik dari suatu lingkungan kelurahan, maupun
lingkungan keluarga, di mana mereka saling membantu mengerjakan ladang/
kebun/sawah dan kegiatan yang bersentuhan langsung dengan perekonomian
masyarakat lainnya.
Persepsi masyarakat adalah aspek lingkungan yang sensitif pada setiap tahap
kegiatan karena akan bermuara diterima atau tidaknya proyek di lokasi tersebut.
Persepsi masyarakat juga sangat tergantung pada sejauh mana kegiatan
memberikan manfaat ataupun kerugian pada anggota masyarakat.
kepada rasa khawatir bahwa setelah beroperasinya TPA Sampah tersebut akan
berdampak terhadap resiko pencemaran terhadap sumber air bersih, kualitas udara
dan kebauan, serta penurunan kualitas estetika lingkungan sekitar lokasi TPA di
desa Koromatantu, terutama apabila pelaksanaan operasionalnya tidak dikelola
dengan baik yang ramah lingkungan.
Selain itu lahan yang disiapkan sekitar 5,00 Ha sebagian besar masih milik warga
masyarakat, sehingga kekhawatiran lain muncul tentang penyelesaian pembebasan
lahan dengan ganti rugi yang sesuai termasuk tanaman budidaya yang tumbuh (bila
ada). Seperti yang dituturkan oleh seorang responden yang bermukim di sekitar
lokasi rencana Pembangunan TPA Sampah Koromatantu tersebut yaitu Bapak Yon
(49 tahun/Guru) yang menyatakan bahwa :
Setiap usaha dan atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah
maupun swasta pada umumnya akan memberikan dampak baik positif maupun
negatif terhadap lingkungan salah satunya adalah aspek kesehatan manusia yang
berada di sekitar kegiatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan
yang dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan antara lain diakibatkan
menurunnya tingkat kualitas sanitasi lingkungan, kualitas udara dan kebisingan,
berkurangnya ketersediaan air bersih, dapat mengakibatkan timbulnya berbagai
jenis penyakit sehingga memganggu kesehatan manusia.
a. Sumberdaya Kesehatan
banyaknya fasilitas kesehatan di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.19,
berikut.
Tabel 3.19
Fasilitas Kesehatan di wilayah Kecamatan Petasia Tahun 2013
Rumah Puskesmas Toko
Kecamatan Puskesmas Posyandu
Sakit pembantu obat
1. Petasia 1 3 9 18 2
Sumber: Kecamatan Petasia Dalam Angka Tahun 2013
Untuk tenaga kesehatan di wilayah studi, yaitu terdapat 12 orang dokter, 7 orang
perawat/mantri, 18 orang bidan desa,28 orang dukun terlatih, dan 6 orang dukun
tidak terlatih.
Kondisi sanitasi lingkungan di wilayah studi khususnya di calon lokasi proyek relatif
baik. Walaupun tidak didukung oleh beberapa tindakan pengukuran analisis
mengenai contoh air sumur penduduk yang di dalamnya terkandung bakteri E. coli
dan total Coliform. Kondisi sanitasi lingkungan di wilayah studi yang relatif masih
baik.
Pemenuhan air bersih merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat.
Sebagian besar penduduk masih memanfaatkan sumber air yang berasal dari
sumber mata air pegunungan, dan PDAM dari pemerintah daerah, bahkan
sungaipun dalam kondisi jernih.
Lokasi yang biasanya digunakan responden untuk melakukan Buang Air Besar
(BAB) sangat beragam. Gambaran tentang hal tersebut disajikan pada Tabel 3.20,
berikut.
Tabel 3.20.
Persentase Rata-rata Kebiasaan Responden
dalam Buang Air Besar (BAB)
Penduduk di wilayah studi pada umumnya sudah memiliki jamban keluarga untuk
keperluan buang air besar keluarga. Sebanyak 179 orang responden (74,60%)
menyatakan melakukan buang air besar di WC keluarga. Sementara itu penduduk
yang melakukan buang air besar di WC umum sebanyak 13 responden (5,40%).
Apabila ditinjau dari segi kesehatan maka kelompok masyarakat telah mempunyai
kesadaran tinggi akan pentingnya kesehatan. Sedangkan sebanyak 39 responden
(16,2%) melakukan buang ari bersar di sungai dan WC alam, dengan alasan masih
cukup area hutan dan lahan yang luas, serta jarang penduduknya. Dari data
tersebut dapat digolongkan dalam kondisi baik, namun masih perlu dilakukan
berbagai upaya perbaikan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan di wilayah
studi dan sekitarnya.
c. Kondisi Lingkungan
Kondisi bangunan tempat tinggal responden secara umum tergolong dalam kualitas
sedang karena lebih dari 50% rumah responden telah berdinding tembok, 32%
lantainya berupa ubin dan 88% atapnya berupa genting.
Gambaran tentang keadaan tandon tinja keluarga (jumbleng) khususnya dilihat dari
jaraknya dengan sumur yang merupakan sumber pemenuhan kebutuhan air sehari-
hari dalam keluarga responden, disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 3.21.
Rata-rata Jarak Tandon Tinja dengan Sumur Keluarga
Apabila dilihat dari aspek kesehatan, maka jarak tandon tinja dengan sumur yang
dapat memenuhi syarat kesehatan adalah berjarak lebih dari 10 meter (72,98%).
Kondisi ini bila dilihat berdasarkan baku penilaian kualitas lingkungan termasuk
dalam kriteria sedang.
Dampak merupakan suatu perubahan yang akan terjadi karena adanya kegiatan yang
mampu mempengaruhi kondisi lingkungan hidup di sekitar lokasi proyek. Oleh karena itu,
diperlukan pengkajian terhadap dampak suatu rencana kegiatan. Kajian mengenai dampak
lingkungan suatu kegiatan disusun dalam dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), sehingga dapat dilakukan pengelolaan secara
tepat untuk mencegah dan meminimalkan dampak negatif yang timbul serta meningkatkan
dan mempertahankan dampak positif dari kegiatan tersebut.
Program pengelolaan lingkungan adalah suatu usaha secara terpadu dalam melestarikan
sumber daya alam sehubungan dengan rencana proyek pembangunan.
1. Pendekatan Teknologi
Pengelolaan dampak lingkungan dengan pendekatan sosial ekonomi dan budaya yang
ditempuh antara lain:
pengelolaan lingkungan layak ditinjau dan segi ekonomi dan dampak yang masih
timbul dapat diminimalisir.
3. Pendekatan Institusi/Kelembagaan
Perlu dilakukan koordinasi dan sinkronisasi yang baik dengan pemerintah daerah
serta instansi terkait lainnya dalam pengelolaan lingkungan hidup;
Pengawasan terhadap hasil kerja untuk pengelolaan lingkungan hidup oleh instansi
yang berwenang;
Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan hidup secara berkala kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.
Untuk mencegah dan mengendalikan dampak sosial yang telah dan akan timbul
dengan titik berat pelibatan partisipasi masyarakat di sekitar kegiatan proyek,
misalnya menjaga hubungan antara pekerja dengan masyarakat disekitar proyek,
perlu dibina saling pengertian dan hubungan baik, sehingga tercipta kondisi sosial
lingkungan yang baik serta adanya pendekatan semua pekerja yang berasal dari luar
daerah proyek dengan masyarakat lokal melalui, mempelajari dan mematuhi
peraturan adat istiadat dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat setempat.
Uraian mengenai upaya pengelolaan lingkungan hidup ini (disajikan dalam bentuk Tabel
Matriks Pengelolaan) disesuaikan dengan dampak yang diprakirakan timbul akibat kegiatan
pembangunan Pembangunan TPA Sampah Koromatantu dan Fasilitas Penunjangnya,
mulai tahap Pra-konstruksi, Konstruksi, Operasi dan tahap Pasca Operasi.
Tabel 4.2. Matriks Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) Pembangunan TPA Sampah Koromatantu & Fasilitas Penunjangnya
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
Jenis Besaran Periode
No Sumber Dampak Bentuk Upaya Pengelolaan Lokasi Pengelolaan
Dampak Dampak Pengelolaan
Lingkungan Hidup Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
Tahap Pra Konstruksi
1. Perubahan Persepsi Banyak dan jenis - Melakukan sosialisasi kepada - Sekitar lokasi rencana Sebelum kegiatan
persepsi Masyarakat persepsi (positif masyarakat sekitar mengenai rencana kegiatan konstruksi
masyarakat dan negatif) pembangunan TPA - Kantor Desa Koromatantu
disekitar lokasi masyarakat - Membuat pengumuman kepada - Kantor Kecamatan Petasia
kegiatan yang terhadap kegiatan masyarakat sekitar mengenai rencana
bersumber dari kegiatan pembangunan TPA sebelum
kegiatan dimulainya kegiatan konstruksi berupa
koordinasi dan spanduk dan informasi di kantor
konsultasi publik Kelurahan/kecmatan
- Memasang papan pengumuman akan
adanya rencana kegiatan pembangunan
TPA di sekitar lokasi kegiatan
- Mengurus perizinan yang diperlukan
dalam kegiatan pembangunan TPA
- Berkoordinasi dengan pihak Desa/
Kelurahan dan Kecamatan setempat
- Berkoordinasi dengan institusi yang
terkait rencana pembangunan TPA
Tahap Konstruksi
1. Adanya debu, Kualitas Udara Jumlah dan jenis - Memastikan kendaraan pengangkut dan - Sekitar lokasi rencana Saat dan selama
udara pengap/ alat berat dan alat berat dalam kondisi layak operasi kegiatan pembangunan TPA kegiatan konstruksi
sesak yang kendaraan - Pengangkutan sisa material dan sisa - Pemukiman penduduk Desa berlangsung
bersumber dari pengangkut yang tanah galian sesegera mungkin ke luar Koromatantu
mobilisasi digunakan selama lokasi proyek dengan truk pengangkut
kendaraan tahap konstruksi yang dilengkapi terpal penutup untuk
pengangkut berlangsung menghindari ceceran material dan tanah
material dan alat - Melakukan pengaturan kecepatan
berat, kegiatan kendaraan antara 25-40 km/jam
Pembangunan - Pengangkutan material konstruksi dan
TPA Sampah alat berat dilakukan pada malam hari
Koromatantu di - Memelihara peralatan dan kendaraan
Kabupaten proyek sehingga dapat mengurangi
Morowali Utara kadar emisi gas buang.
4. Peningkatan Timbulan - Sisa tanah galian - Limbah padat domestik ditampung - Di dalam lokasi proyek TPA Saat dan selama
timbulan limbah Limbah Padat dan sisa bahan dalam drum tertutup dan dikirim ke TPS kegiatan konstruksi
padat akibat material - Melakukan pemilahan limbah padat berlangsung
adanya sisa - Limbah domestik berdasarkan jenis dan/atau sifatnya
material pekerja konstruksi - Mengangkut sisa material dan tanah
konstruksi, dan yang dihasilkan sesegera mungkin ke luar lokasi proyek
Tahap Operasi
1. Penurunan Kualitas Udara Adanya parameter - Menanam tanaman pelindung di ruang Sepanjang lokasi kegiatan Saat dan selama
kualitas udara kualitas udara terbuka sekitar lokasi kegiatan operasional TPA Sampah masa operasi
akibat adanya yang melebihi - Membuat penghijauan pada bagian sisi- Morowali Utara di berlangsung
pengangkutan baku mutu. sisi jalan yang berfungsi menyerap Koromatantu
sampah dan polutan
mobilisasi alat - Para pekerja (sopir dan pembantu
berat sopir/kenek) menggunakan penutup
hidung (masker);
- Menutup bak truk kendaraan
pengangkut sampah dengan terpal atau
kanvas;
- Mencuci ban truk sampah sebelum
masuk ke jalan raya;
2. Peningkatan Kebisingan Adanya parameter - Merawat dan memelihara tanaman Sepanjang lokasi kegiatan Saat dan selama
kebisingan akibat tingkat kebisingan penghijauan sepanjang Ruas Jalan TPA operasional TPA Sampah masa operasi
adanya yang dapat - Sepanjang jalan yang dilalui mobilisasi Morowali Utara di berlangsung
pengangkutan meningkat akibat dengan batas pemukiman ditanami Koromatantu
sampah dan kegiatan tanaman pelindung yang dapat
mobilisasi alat operasional TPA berfungsi untuk peredam suara.
berat
Tabel 4.3. Matriks Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) Pembangunan TPA Sampah Koromatantu & Fasilitas Penunjangnya
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
Institusi Pengelola dan
Sumber Jenis Besaran Lokasi
No Bentuk Upaya Pemantauan Periode Pemantauan Pemantauan
Dampak Dampak Dampak Pemantauan
Lingkungan Hidup Lingkungan Hidup Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
Tahap Pra Konstruksi
1. Perubahan Persepsi Banyak dan - Pengamatan langsung - Sekitar lokasi - Satu kali sebelum Institusi Pengelola :
persepsi Masyarakat jenis persepsi terhadap sikap dan rencana kegiatan dilakukan kegiatan - Kontraktor Pelaksana
masyarakat (positif dan pendapat masyarakat TPA konstruksi berlangsung - Dinas Pek. Umum &
disekitar lokasi negatif) terkait rencana - Kantor Desa - Pelaporan setiap 3 Perhubungan Daerah Kab.
kegiatan yang masyarakat Pembangunan TPA Koromatantu bulan sekali Morowali Utara
bersumber dari terhadap Sampah Koromatantu di - Kantor Kecamatan Institusi Pengawas :
kegiatan kegiatan Kabupaten Morowali Utara Petasia - BLHD Prov. Sul-Teng
koordinasi dan - Melakukan wawancara - Bidang/Seksi Pencegahan
konsultasi kepada tokoh masyarakat Pengendalian Dampak
publik setempat sekitar lokasi Lingkungan, Bappeda Kab.
kegiatan TPA Morut
- Tolok ukur dampak adalah
Institusi Pelaporan :
Peraturan Menteri Negara
- BLHD Prov. Sul-Teng
Lingkungan Hidup No. 17
- Bidang/Seksi Pencegahan
Tahun 2012 tentang
Keterlibatan Masyarakat Pengendalian Dampak
Lingkungan, Bappeda Kab.
Morut
Tahap Konstruksi
1. Adanya debu, Kualitas Jumlah dan - Pemantauan kualitas udara - Sekitar lokasi - Pemantauan setiap 3 Institusi Pengelola :
udara Udara jenis alat berat dilakukan dengan rencana kegiatan bulan sekali selama - Kontraktor Pelaksana
pengap/sesak dan kendaraan pengambilan sampel udara TPA masa konstruksi - Dinas Pek. Umum &
yang pengangkut pada parameter Karbon - Pemukiman Desa - Pelaporan setiap 3 Perhubungan Daerah Kab.
bersumber dari yang Monoksida (CO), Sulfur Koromatantu bulan sekali selama Morowali Utara
mobilisasi digunakan Dioksida (SO2), Nitrogen masa konstruksi Institusi Pengawas :
kendaraan selama tahap Dioksida (NOx) dan Debu - BLHD Prov. Sul-Teng
pengangkut konstruksi (TSP). Kemudian di - Bidang/Seksi Pencegahan
material dan berlangsung analisis di laboratorium Pengendalian Dampak
alat berat, dengan menggunakan Lingkungan, Bappeda Kab.
kegiatan metode sesuai dengan Morut
Pembangunan parameter yang dipantau.
TPA Sampah Pengukuran kualitas udara
Koromatantu di menggunakan multiple
5. Penurunan Gangguan Jenis pohon di - Memantau secara visual - Di dalam lokasi - Pemantauan setiap 3 Institusi Pengelola :
vegetasi di Vegetasi sekitar lokasi kondisi vegetasi di proyek TPA bulan sekali selama - Kontraktor Pelaksana
sekitar lokasi kegiatan antara sepanjang lokasi proyek masa konstruksi - Dinas Pek. Umum &
proyek akibat lain Medan - Melakukan inventarisasi - Pelaporan setiap 3 Perhubungan Daerah Kab.
penebangan kuning, Kayu jenis dan jumlah bulan sekali selama Morowali Utara
pohon-pohon Bengkulu, tanaman/pohon pelindung masa konstruksi
Institusi Pengawas :
pada lahan Kayu - Tolok ukur dampak adalah
- BLHD Prov. Sul-Teng
yang terkena Merapuyen, Peraturan Menteri Dalam
- Bidang/Seksi Pencegahan
kegiatan Balam Putih, Negeri No. 1 Tahun 2007
Pengendalian Dampak
pembangunan Jengkol, tentang Penataan Ruang
Lingkungan, Bappeda Kab.
Medang Labu, Terbuka Hijau Kawasan
Morut
Medang Putih, Perkotaan
Tahap Operasi
1. Penurunan Kualitas Adanya - Pemantauan kualitas udara - Lokasi kegiatan - Pemantauan dilakukan Institusi Pengelola :
kualitas udara Udara parameter dilakukan dengan TPA setiap 6 bulan sekali - Dinas Pek. Umum &
akibat adanya kualitas udara pengambilan sampel udara - Pemukiman Desa selama masa operasi Perhubungan Daerah Kab.
pengangkutan yang melebihi pada parameter Karbon Koromatantu - Pelaporan dilakukan Morowali Utara
sampah dan baku mutu. Monoksida (CO), Sulfur setiap 6 bulan sekali
Institusi Pengawas :
mobilisasi alat Dioksida (SO2), Nitrogen
- BLHD Prov. Sul-Teng
berat Dioksida (NOx) dan Debu
- Bidang/Seksi Pencegahan
(TSP). Kemudian di
Pengendalian Dampak
analisis di laboratorium
Lingkungan, Bappeda Kab.
dengan menggunakan
Morut
metode sesuai dengan
parameter yang dipantau. Institusi Pelaporan :
Pengukuran kualitas udara - BLHD Prov. Sul-Teng
menggunakan multiple - Bidang/Seksi Pencegahan
impinge dengan metode Pengendalian Dampak
colorimetrik dengan alat Lingkungan, Bappeda Kab.
spektrofotometer. Morut
- Tolok ukur dampak adalah
PP RI No. 41 Tahun 1999
tentang Baku Mutu Udara
Ambient Nasional
3. Adanya Kualitas Air Adanya Pemantauan kualitas air Sempadan Sungai - Pemantauan dilakukan Institusi Pengelola :
penurunan Permukaan parameter dilakukan dengan yang berdekatan setiap 6 bulan sekali - Dinas Pek. Umum &
kualitas air kualitas air pengukuran langsung dan dengan lokasi selama masa operasi Perhubungan Daerah Kab.
permukaan permukaan pengambilan contoh air dari operasional TPA - Pelaporan dilakukan Morowali Utara
akibat adanya yang melebihi saluran drainase dan setiap 6 bulan sekali
Institusi Pengawas :
kegiatan baku mutu saluran dalam lokasi yang
- BLHD Prov. Sul-Teng
pengumpulan akan masuk ke
- Bidang/Seksi Pencegahan
dan pengolahan drainase/badan air
Pengendalian Dampak
lindih penerima serta
Lingkungan, Bappeda Kab.
menganalisa nya di
Morut
laboratorium untuk
mengetahui kondisi kualitas Institusi Pelaporan :
air permukaan mengacu - BLHD Prov. Sul-Teng
pada PP. No. 82 tahun - Bidang/Seksi Pencegahan
2001 Pengendalian Dampak
Lingkungan, Bappeda Kab.
Morut
2. Adanya Kualitas Air Adanya - Observasi dan dokumentasi Area pasca - Pemantauan dilakukan Institusi Pengelola :
penurunan Permukaan parameter lapangan operasional TPA setiap 2 tahun selama - Dinas Pek. Umum &
kualitas air kualitas air - Analisis deskriptif-kualitatif Sampah Morowali masa pasca operasi Perhubungan Daerah Kab.
permukaan permukaan - Analisis perbandingan Utara di - Pelaporan dilakukan Morowali Utara
akibat adanya yang melebihi perubahan kualitas air Koromatantu setiap 2 tahun selama
kegiatan baku mutu permukaan sebelum dan masa pasca operasi Institusi Pengawas :
pemantauan setelah TPA beroperasi - BLHD Prov. Sul-Teng
kualitas lindih - Bidang/Seksi Pencegahan
Pengendalian Dampak
Lingkungan, Bappeda Kab.
Morut
Institusi Pelaporan :
- BLHD Prov. Sul-Teng
- Bidang/Seksi Pencegahan
Pengendalian Dampak
Lingkungan, Bappeda Kab.
Morut
Legenda
= Kualitas = Flora fauna
Udara darat
= Air = Sosekbud
permukaan & = Prasarana
biota air Jalan
DAFTAR PUSTAKA
Chatib, Beny, (1995) Pengelolaan Buangan Padat, Diktat (LAPI Institut Teknologi
Bandung)
Damanhuri, Enri, Tri Padmi, (2004) Pengelolaan Sampah, Diktat Kuliah TP-3150
(Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut
Teknologi Bandung)
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan (2004),
Operasi dan Pemeliharaan TPA Sanitary Landfill dan Controlled Landfill, Draft
Petunjuk Teknis
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya, (1998), Tata Cara
Perencanaan TPA Sampah, Petunjuk Teknis (No. CT/S/Re-TC/004/98)
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya, (1994), Tata Cara
Pemilihan Lokasi TPA Sampah, Standar, (SK. SNI - 03-3241-1994), Yayasan LPMB,
Bandung
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya, (1991), Tata Cara
pengelolaan sampah di permukiman Standar, (SK. SNI T-12-1991-03), Yayasan
LPMB, Bandung
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya, (1990), Tata Cara
Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, Standar, (SK. SNI T-13-1990-F)
E.D. McBean, F.A. Rovers, G.J. Farquher, (1995), Solid Waste Landfill Engineering
and Design, (Prentice Hall PTR)
Kabupaten Morowali Utara Dalam Angka, (2013) Badan Pusat Statistik Kabupaten
Morowali Utara
Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan Daerah Kab. Morowali Utara, (2014)
Penyusunan Masterplan dan DED TPA Sampah di Koromatantu Kec. Petasia
Kabupaten Morowali Utara (Executive Summary).
Met Calf & Eddy, Inc, (1979), Waste Water Engineering Treatment disposal Re
Use, Mc Graw Hill , Series Water Resources and Environmental Engineering, (New
York, Mc Graw Hill Book, Co)
M.J Smith, Elly Madyayanti, (1984), Mekanika Tanah, (Jakarta Pusat, Erlangga)
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DOKUMENTASI LAPANGAN
KONDISI RONA LINGKUNGAN AWAL
RENCANA PEMBANGUNAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH
DI DESA KOROMATANTU KEC. PETASIA KAB. MOROWALI UTARA