Anda di halaman 1dari 24

CO2 REMOVAL MENGGUNAKAN MEMBRAN

http://www.medal.airliquide.com/en/co-membrane/co2-membrane-natural-gas-sweetening/natural-gas-
sweetening-pipeline-and-offshore.html

Membran menjadi teknologi yang menjanjikan dalam pemrosesan gas. Unit pertama
dibangun untuk mengolah 10 MMSCFD gas. Sekarang gas yang diolah mencapai 250
MMSCFD. Pengolahan gas sebanyak 500 MMSCFD, bahkan lebih, sedang dalam
pengerjaan.

Membran diaplikasikan pertama kali pada 1981. Penerimaan terhadap tekonologi ini
lambat, terbatas pada flowrate yang kecil. Pada flowrate yang lebih besar, terdapat
risiko ekonomi, di samping banyak parameter proses yang belum diketahui. Terkait
manfaat yang menjanjikan, industri menggunakan hybrid system, yaitu menggabungkan
membran dengan teknologi yang sudah ada, atau menggunakan membran sebagai
debottleneck dari plant yang menggunakan solvent.

PERLUNYA PENYISIHAN CO2

Kandungan CO2 dalam natural gas dapat mencapai 80%. Bersama air, CO2 bersifat
sangat korosif, menyerang pipa dan equipment, kecuali pipa dan equipment terbuat dari
material konstruksi khusus. CO2 juga menurunkan heating value dari natural gas dan
menuh-menuhin pipa saja (kapasitas natural gas jadi berkurang karena keberadaan
CO2).

Teknologi penyisihan CO2 yang dikenal adalah:


- absorpsi: larutan potassium karbonat dan amine
- cryogenic
- adsorpsi: pressure swing adsorption (PSA), thermal swing adsorption (TSA), dan iron
sponge
- membran
Masing-masing teknologi memiliki kelebihan. Teknologi membran sedang naik daun,
khususnya untuk flowrate besar, CO2 tinggi, dan lokasi yang terpencil (remote area).
MATERIAL UNTUK PENYISIHAN CO2

Saat ini material membran yang digunakan untuk penyisihan CO 2 adalah polymer
based, seperti selulosa asetat, poliimida, poliamida, polisulfon, polikarbonat,
polieterimida. Yang umum adalah selulosa asetat. Poliimida memiliki potensi yang
menjanjikan.

MEMBRANE PERMEATION

Membran yang digunakan untuk penyisihan CO2 tidak beroperasi seperti filter. Pada
filter, molekul kecil dipisahkan dari molekul yang lebih besar melalui medium berpori.
Sedangkan pada membran, prinsip operasinya adalah difusi melalui nonporous
membrane. Mula-mula CO2 larut (dissolve) ke dalam membran, kemudian berdifusi.
Karena membran tidak berpori, pemisahan berlangsung bukan berdasarkan ukuran
molekul, melainkan seberapa baik suatu senyawa terlarut dan berdifusi di dalam
membran.

Gas yang dapat terlarut dan berdifusi dengan cepat di dalam membran disebut fast gas,
misalnya CO2, H2, He, H2S, dan uap air. Sebaliknya, disebut slow gas, seperti CO, N2,
metana, etana, dan hidrokarbon lain. Membran digunakan untuk memisahkan fast gas
dari slow gas.

Proses pelarutan dan difusi digambarkan dengan Fick’s law.

dengan :
J : fluks CO2 melalui membran
k : solubillity CO2 di dalam membran
D : koefisien difusi CO2 melalui membran
Δp : perbedaan tekanan CO2 di aliran feed (high pressure) dan permeate (low pressure)
l : ketebalan membran
Untuk kemudahan, k dan D dikombinasikan menjadi variabel baru, yaitu permeabilitas (P).
Ada 2 hal pada Fick’s law terkait ketergantungan, yaitu:
- ketergantungan pada membran (P/l)
- ketergantungan pada proses (Δp)

Nilai P/l tidak konstan, bergantung pada temperatur dan tekanan.

Persamaan Fick’s law membimbing kita pada variabel penting lainnya, yaitu selektivitas (α).
Selektivitas merupakan rasio permeabilitas CO2 terhadap komponen lain. Misalnya, selektivitas
CO2/metana adalah 5-30. Hal ini berarti CO2 menembus membran 5-30 kali lebih cepat
dibandingkan metana.

Permeabililtas dan selektivitas merupakan pertimbangan penting dalam menyeleksi membran.


Jika permeabilitas semakin tinggi, luas membran akan semakin kecil (biaya makin rendah). Jika
selektivitas semakin tinggi, loss hydrocarbon semakin kecil (volume produk semakin besar).

Sayangnya, tingginya permeabilitas CO2 belum tentu berbanding lurus dengan tingginya
selektivitas. Kombinasi permeabilitas dan selektivitas merupakan tujuan utama para peneliti
membran. Pilihannya adalah membran yang selektif, atau membran yang permeabel, atau di
antara keduanya. Biasanya yang dipilih adalah material yang sangat selektif, kemudian
membuatnya setipis mungkin untuk meningkatkan permeabilitas. Tetapi pengurangan tebal
membuat membran mudah pecah (fragile) sehingga tidak dapat digunakan. Selama bertahun-
tahun sistem membran tidak berkembang karena diperlukan membran yang tebal untuk menjaga
mechanical strength-nya, sehingga permeabilitasnya minimal. Diperlukan solusi untuk
memecahkan keterbatasan ini.

STRUKTUR MEMBRAN

Solusi yang digunakan adalah membran dengan lapisan nonporous sangat tipis, “ditempelkan” di
lapisan berpori yang tebal, yang materialnya sama. Struktur membran ini disebut struktur
asimetrik (lawan dari struktur homogen). Lapisan nonporous merupakan membran ideal, selektif,
dan tipis. Sedangkan lapisan berpori berfungsi sebagai mechanical support, di mana permeate
bebas mengalir.

Permasalahannya adalah karena hanya terdiri dari satu jenis material, diperlukan biaya yang
mahal untuk membuat polimer yang diinginkan (customized).

Untuk memecahkan masalah di atas, digunakan composite membrane, yaitu lapisan tipis dari
polimer, “ditempelkan” di polimer lainnya (berbeda material). Strukturnya asimetrik. Material
komposit banyak digunakan. Dengan composite membrane, manufaktur leluasa membuat
membran yang diinginkan dengan biaya yang reasonable.
http://engineering.osu.edu/nie/nie792/images/ho-membrane_opt.jpg

ELEMEN MEMBRAN

Manufaktur membuat membran dalam dua bentuk, yaitu flat sheet atau hollow fiber. Flat
sheet biasanya digabungkan menjadi spiral-wound element, sedangkan hollow fiber
digabungkan menjadi bundle, seperti shell and tube heat exchanger.

Spiral-wound element dapat menangani tekanan tinggi, lebih resisten terhadap fouling,
dan memiliki sejarah panjang dalam natural gas sweetening.

http://www.mtrinc.com/images/faq/spiral.gif

Hollow-fiber elements memiliki packing density yang tinggi. Plant yang menggunakan
hollow fiber biasanya lebih kecil daripada yang menggunakan spiral-wound.
http://www.medal.airliquide.com/image/photoelement/pj/carbon%20membrane_section38867.gif

MEMBRANE MODULES AND SKIDS

Setelah membran difabrikasi ke dalam bentuk elemen, mereka dimasukkan ke dalam


tube.

Modul membran dengan elemen


(Sumber: Recent Developments in CO2 Removal Membrane Technology, David Dortmundt, Kishore
Doshi, UOP LLC)

Multiple tube kemudian ditempelkan (mounted) ke skid. Orientasinya bisa vertikal atau
horizontal.
http://www.mtrinc.com/images/refineries/membrane_skid.jpg

(Sumber: Recent Developments in CO2 Removal Membrane Technology, David


Dortmundt, Kishore Doshi, UOP LLC, 1999)

Karbon dioksida (CO2)

Karbon dioksida mempunyai sifat tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
merangsang. Gas CO2 merupakan hasil pembakaran sempurna bahan bakar minyak
bumi maupun batu bara. Dengan semakin banyaknya jumlah kendaraan bermotor
dan semakin banyaknya jumlah pabrik, berarti meningkat pula jumlah atau kadar
CO2 di udara kita. Keberadaan CO2 yang berlebihan di udara memang tidak
berakibat langsung pada manusia, sebagaimana gas CO. Akan tetapi berlebihnya
kandungan CO2 menyebabkan sinar inframerah dari matahari diserap oleh bumi dan
benda – benda di sekitarnya. Kelebihan sinar inframerah ini tidak dapat kembali ke
atmosfer karena terhalang oleh lapisan CO2 yang ada di atmosfer. Akibatnya suhu
di bumi menjadi semakin panas. Hal ini menyebabkan suhu di bumi, baik siang
maupun malam hari tidak menunjukkan perbedaan yang berarti atau bahkan dapat
dikatakan sama. Akibat yang ditimbulkan oleh berlebihnya kadar CO2 di udara ini
dikenal sebagai efek rumah kaca atau green house effect. Untuk mengurangi jumlah
CO2 di udara maka perlu dilakukan upaya – upaya, yaitu dengan penghijauan,
menanam pohon, memperbanyak taman kota, serta pengelolaan hutan dengan baik.
CO2 memiliki sifat sebagai gas yang tidak terbakar, dan lebih berat dari udara. Jika
CO2 diarahkan dengan tepat dengan api, maka CO2 dapat menggantikan udara
disekeliling sumber api.
Akibatnya, segitiga api menjadi tidak sempurna karena kehilangan unsur oksigen.
Alhasil, api pun bisa di padamkan. Ini menjelaskan, kenapa api lilin bisa mati jika
kita tiup. Saat kita membuang nafas, sebenarnya kita membuang CO2 dan uap air
hasil pembakaran di paru-paru. Saat kita meniup lilin, sebenarnya kita sedang
menyelimuti lilin dengan CO2 dan uap air sehingga api lilin menjadi kehilangan
oksigen dan mati.

CO2 sebagai Alat Pemadam Kebakaran


Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat temukan alat pemadam kebakaran yang
menggunakan CO2. Type CO2 biasanya ditempatkan pada lokasi yang berdekatan
dengan alat elektronik seperti komputer, server, alat instrumentasi, alat laboratorium
dan lain-lain. Type CO2 memiliki karakter yang tidak merusak alat yang
dilindunginya.
Ciri khusus yang membedakan CO2 dengan alat pemadam lainya adalah adanya
corong plastik yang lebar (biasanya berwarna hitam). Corong ini selain dimaksudkan
untuk memudahkan mengarahkan CO2 ke sumber api, juga dimaksudkan untuk
melindungi tangan pengguna dari dingin. Gas CO2 yang bertekanan tinggi akan
menimbulkan dingin jika melewati lubang nozzle yang sempit.
Berhubung karakter CO2 yang berfungsi sebagai pengusir oksigen. Maka biasanya
alat ini tidak ditempatkan di dalam ruangan yang tertutup. Jika alat pemadam type
ini disemprotkan diruangan tertutup, maka tentu saja akan berbahaya bagi orang
yang berada dalam ruangan karena dapat mengakibatkan kekurangan oksigen. Jika
anda terpaksa menggunakan CO2 diruangan tertutup, pastikan jika anda
menyemprotkannya saat berada di pintu keluar. Segera tinggalkan ruangan segera
setelah CO2 habis, atau saat anda mulai merasa pusing (yang mana yang duluan).
Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara:
Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah karbon
dioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan
lebih banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh
atau hutan yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat. Pada permukaan laut
ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO2 akan lebih mudah larut.
Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang
membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau interior
laut (lihat bagiansolubility pump). Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah
dengan produktivitas yang tinggi, organisme membentuk jaringan yang
mengandung karbon, beberapa organisme juga membentuk cangkang karbonat dan
bagian-bagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran karbon
ke bawah (lihat bagian biological pump). Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua
proses sebelumnya, proses ini tidak memindahkan karbon ke dalam reservoir yang
siap untuk kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek
netto terhadap CO2 atmosferik karena ion bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut
dimana selanjutnya dipakai untuk membuat karbonat laut dengan reaksi yang
sebaliknya (reverse reaction). Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai
cara pula, yaitu:
Melalui pernafasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan
reaksi eksotermikdan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul
organik lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.
Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri
mengurai senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan mengubah
karbon menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika
tidak tersedia oksigen.
Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang terkandung
menghasilkan karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap). Pembakaran bahan
bakar fosil seperti batu bara, produk dari industri perminyakan (petroleum), dan gas
alam akan melepaskan karbon yang sudah tersimpan selama jutaan tahun di dalam
geosfer. Hal inilah yang merupakan penyebab utama naiknya jumlah karbon
dioksida di atmosfer.
Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau kalsium
oksida, dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu gamping yang
akan menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang banyak.
Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas
kembali ke atmosfer.
Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer. Gas-
gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon
dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon
dioksida yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat; Kedua proses kimia ini
yang saling berkebalikan ini akan memberikan hasil penjumlahan yang sama dengan
nol dan tidak berpengaruh terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer dalam skala
waktu yang kurang dari 100.000 tahun.
Pencemaran Udara Oleh Kadar Karbondioksida yang Berlebih
Karbondioksida, suatu gas yang penting, tetapi keberadaannya yang tidak seimbang
akan membuat fenomena alam yang mampu merusak bumi. Mulai dari
tenggelamnya beberapa pulau di dunia sampai musnahnya beberapa jenis spesies di
bumi. Oleh karena itu kadar konsentrasi karbondioksida yang sesuai harus
dipertahankan.Dan komposisi karbondioksida dalam udara bersih seharusnya adalah
314 ppm.
Karbondioksida yang berlebihan efeknya :
Melubangi lapisan Ozon
Efek rumah kaca, cahaya & panas matahari yang masuk kebumi tidak dapat di lepas
ke luar angkasa secara kosmis.
Meningkatkan suhu bumi secara global beberapa derajat
Mencairkan es kutub sehingga meningkatkan permukaan air laut
Saat ini, pemanasan global telah menjadi isu global yang semakin penting di dunia
dan diketahui telah menyebabkan beberapa dampak negatif bagi kehidupan manusia.
Salah satu indikator yang digunakan dalam menganalisis isu pemanasan global
adalah bertambahnya gas rumah kaca, terutama gas CO2, secara cepat akibat
kegiatan manusia. Sejauh ini, berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh manusia
untuk mengurangi dampak pemanasan global, seperti program penanaman kembali
(reboisasi), penghematan energi, penggunaan energi baru dan terbarukan, dan
pemanfaatan berbagai teknologi carbon capture and storage (CCS).
Reboisasi
Salah satu cara untuk mereduksi keberadaan kadar karbondioksida yang berlebih
adalah dengan penghijauan.Beberapa tanaman akan sangat baik dalam penyerapan
CO2. Widyastama (1991) dalamDahlan (1992) menyatakan bahwa tanaman yang
baik sebagai penyerap gas CO2 adalah damar (Agathis alba), daun kupu – kupu
(Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia
auricoliformis) dan beringin (Ficus javanica). Menurut Sugiarti (1998), Flamboyan
(Delonix regia) dan kembang merak (Caesalpinia pulcherrima) merupakan tanaman
yang efektif dalam menyerap gas karbondioksida dan sekaligus relatif kurang
terganggu oleh pencemaran udara. (Sumber Rosa 2005).
Setiawati (2000) dalam Abrarsyah (2002) menyebutkan bahwa tanaman yang
tergolong tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah kembang merak,
trembesi, angsana, asam londo, flamboyan, kupu – kupu, saputangan, kaliandra,
sengon, nyamplung, kenanga, mahoni, eboni, krey payung, kesumba, glodokan,
akasia aurikuliformis dan salam. Adapun tanaman yang tergolong sangat tahan
terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah akasia mangium, sawo kecik, kayu
manis, kayu putih, beringin dan kenari diacu dalam (Abrarsyah 2002).

Tantangan Dalam Mengelola Lapangan Gas dengan Kadar Gas CO2 yang
Tinggi

ABSTRAK

Gas CO2 adalah gas asam dan merupakan kontaminan utama terkandung pada gas alam. Nilai
kandungan CO2 yang tinggi pada lapangan gas memberikan tantangan tersendiri dalam
mengembangkan gas alam secara komersial. Gas alam dengan kadar CO2 sangat tidak disukai
karena kapasitas kalori gas alam akan turun sehingga menjadi bahan pertimbangan dari sisi
pengembangan lapangan gas secara komersial jangka panjang, selain itu kandungan gas CO2
yang tinggi menyebabkan tingkat karat yang tinggi pada peralatan migas bawah permukaan dan
di permukaan. Sehingga material khusus seperti kromium (Cr) di rekomendasikan untuk
digunakan terutama untuk peratan bawah permukaan. Sedangkan utuk peralatan di permukan
penggunakan material Cladded Resistance Alloy (CRA) sangat disarankan. Sebagai
konsekuensi, biaya pengembangan lapangan gas akan menjadi tinggi. Pengembangan lapangan
dengan konsep cluster dengan lapangan gas yang memiliki kandungan CO2 yang rendah akan
memberikan salah satu skenario alternatif pengembangan lapangan yang menarik. Penggunakan
teknologi membran untuk memisahkan gas CO2 dari gas alam menjadi salah satu alternatif untuk
mengoptimalkan skenario pengembangan lapangan gas secara komersial. Akhir kata semoga
artikel ini menjadi salah satu alternatif dalam pengembangan gas dengan kadar CO2 yang tinggi
di Indonesia.

Kata kunci: CO2, Kapasitas Panas, Korosi, cluster, membran

1.PENDAHULUAN

Lapangan gas dengan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) yang tinggi telah tersebar luas dan
berlimpah secara umum. Kandungan gas CO2 dalam suatau lapangan memiliki variasi yang
cukup signifikan pada kedalaman formasi geologi yang berbeda, tergantung pada parameter
tekanan, suhu formasi dan kapasitas penahan lapisan formasi. Hal ini memberikan analogi
tentang penyimpanan CO2 secara alami dan karakteristik formasi tempat penyimpanan gas alam
yang potensial. Telah banyak lapangan gas yang dikembangkan dengan konsentrasi kadar gas
asam yang tinggi yaitu CO2 (40% - 90%). Dibandingkan dengan lapangan gas dengan kadar gas
asam yang rendah, tentu lebih banyak tantangan yang dihadapi untuk mengelolanya secara teknis
dan komersial. Pada akhirnya, tujuan utama dalam mengembangkan lapangan gas yang memiliki
kadar gas CO2 tinggi adalah memasok kebutuhan gas sesuai dengan spesifikasi teknis yang
diinginkan oleh pembeli dengan melalui desain teknik yang optimal dan dengan biaya
pengeluaran yang efektif.

2. PEMBAHASAN

Fokus yang akan dibahas melalui tulisan ini meliputi hal-hal berikut ini:

 Definisi gas asam.


 Asal muasal gas CO2.
 Mengapa gas CO2 tidak dikehendaki
 Tantangan dalam mengelola lapangan gas dengan kadar gas CO2 yang tinggi.

2.1. Definisi gas asam

Gas asam adalah jenis gas yang berubah menjadi asam ketika bercampur dengan air. Di dunia
migas, salah satu gas asam yang sering dijumpai adalah karbon dioksida (CO2). Reaksi kimia
gas karbon dioksida dengan air dapat dijelaskan dengan gambar 1.
Gambar - 1: Reaksi kimia gas karbon dioksida dengan air

2.2. Asal muasal gas CO2

Pembentukan gas CO2 di lapisan bumi disebabkan oleh beberapa hal berikut ini [1] [2] [3] [4]:

 Sebagai akibat dari reaksi batuan pada tekanan dan suhu yang tinggi di lapisan mantel bumi. Gas
ini di distribusikan melalui patahan yang memotong formasi geologi.
 Hasil dari proses diagenesis batuan dikarenakan adanya perubahan fisika, kimiawi, dan biologi
pada saat proses sedimentasi batuan.
 Akibat proses transformasi kimiawi material organic menjadi material kerosen pada suhu yang
tinggi.

2.3. Mengapa gas CO2 tidak dinginkan?

Dalam suatu produksi gas alam secara komersil, gas CO2 harus dipisahkan dari gas hidrokarbon.
Beberapa masalah dibawah ini menjadi penyebab mengapa gas CO2 tidak dinginkan [5] [6] [7]
[8] [9] [10] [11] [12]:

2.3.1. Korosi

Kehadiran gas CO2 bersamaan dengan air akan memberikan efek korosif terhadap material yang
dilaluinya. Material baja karbon biasanya digunakan pada pipa produksi minyak dan gas alam
dengan kadar gas CO2 sampai dengan ~ 40% CO2 akan mengalami laju korosi yang sangat
tinggi. Gas ini dapat menyebabkan kerusakan berbahaya dan fatal bagi infrastruktur pipa
produksi dan pengolahan gas alam. Kebocoran pipa akibat efek korosi pada fasilitas pengolahan
gas alam akan menyebakan kerusakan dan bencana yang mahal dari sisi keselamatan kerja dan
komersial. Gambar-2 dan Gambar-3 memberikan ilustrasi efek korosi pada bagian dalam pipa
dan sebagai akibatnya pipa mengalami kebocoran pada titik tertentu.
Gambar - 2: Korosi pipa bagian dalam akibat gas asam

Gambar - 3: Kebocoran pada pipa produksi akibat efek korosiâ

1.1.1. Masalah pengapian di menara pembakaran gas (Flare)

Pembakaran gas di lokasi pengeboran terkadang perlu dilakukan untuk mencegah penumpukan
gas metan yang berbahaya terhadap keselamatan kerja di lokasi pengeboran. Selain itu, ketika
terjadi masalah di fasilitas pengolahan maka gas alam harus dibakar sebagai bagian dari standar
keselamatan (Gambar-4). Konsentratsi gas CO2 yang tinggi didalam gas alam akan menurunkan
nilai kalori. Dengan demikian proses pembakaran gas akan terhambat dengan kehadiran gas CO2
dengan kadar yang tinggi.
Gambar - 4: Proses pembakaran gas di fasilitas pengolahan gas alam

1.1.1. Kadar kalori yang rendah

Bahan bakar gas biasanya dipasok ke generator turbin gas untuk menghasilkan listrik. Salah satu
tantangan utamanya adalah rendahnya nilai kalori gas sebagai akibat dari tingginya kadar gas
CO2 sehingga akan berdampak terhadap pemilihan jenis generator turbin gas yang tepat.
Beberapa generator turbin gas tidak dapat bekerja secara efisien bila kadar kalorinya rendah.
Sebagai akibatnya, pemilihan jenis trubin akan menjadi hal yang sangat penting dan kapasitas
listrik yang dinginkan kemungkinan tidak tercapai sesuai dengan rencana. Sebagai konsekwensi,
harga gas yang dijual akan semakin rendah dan generator di desain untuk mengadopsi bahan
bakar ganda (gas & diesel) sehingga modal investasi yang diperlukan semakin besar.

2.4 Tantangan dalam mengelola lapangan gas dengan kadar gas CO2 yang tinggi.

Bagian ini akan membahas tantangan dalam mengelola lapangan gas dari dua aspek yang saling terkait
satu dengan yang lainnya yaitu fasilitas bawah permukaan (sub surface) dan fasilitas di permukaan
(surface).

1.2.1. Fasilitas bawah permukaan (sub surface) [13]

a. Peralatan bawah permukaan.


Dalam industri minyak dan gas, bawah permukaan didefinisikan sebagai lokasi yang terletak di
bawah kepala sumur migas sampai dengan kedalaman formasi geologi tertentu. Pada saat
pengeboran sumur migas selesai, pengambilan data bawah permukaan diperlukan untuk
mengevaluasi formasi geologi yang mengandung gas hidrokarbon. Evaluasi ini meliputi lokasi
kedalaman formasi geologi, jenis fluida yang dikandung (minyak/gas/air), karakteristik formasi,
dan tujuan akhirnya adalah untuk menentukan jumlah cadangan migas. Gambar-5
memperlihatkan contoh skematik lapisan geologi yang mengandung gas hidrokarbon dan
air. Setelah evaluasi sumur dilakukan, maka fasilatas bawah permukaan akan dipasang untuk
memproduksi gas ke permukaan.

Secara umum, fasilitas bawah permukaan yang dipasang pada setiap sumur migas meliputi hal-
hal dibawah ini (Gambar-6):

Gambar - 5: skema lapisan geologi yang mengandung gas dan air

 Kepala sumur.

Salah satu komponen sumuar yang terdiri atas peralatan kontrol yang terletak di permukaan,
terbuat dari besi baja untuk mengontrol laju aliran gas atau menyekat semburan gas akibat
kebocoran sumur.

 Katup pengaman bawah permukaan.

Merupakan katup yang terbuat dari besi baja dan dipasang pada rangkaian pipa produksi yang
berfungsi untuk mengamankan aliran gas kepermukaan. Katup ini bekerja secara otomatis
dengan menggunakan tenaga hidrolik

 Pipa selubung.
Merupakan pipa baja berdiameter tertentu yang dimasukkan ke dalam sumur pemboran
kemudian ditempatkan pada kedalaman tertentu dan disertai dengan penyemenan. Fungsi dari
pipa selubung adalah untuk menjaga integritas lubang sumur dan mengisolasi fluida dari formasi
yang tidak diinginkan.

 Pipe produksi.

Merupakan pipa yang ditempatkan di dalam pipa selubung dan berfungsi untuk mengalirkan
fluida hidrokarbon dari formasi geologi ke permukaan. Selain itu pipa ini juga berguna untuk
mengisolasi lapisan formasi geologi yang mengandung air.

 Penyekat (packer).

Fungsi pokok dari penyekat adalah memisahkan atau mengisolasi annulus diantara pipa selubung
dan pipa produksi dan membantu efisiensi produksi. Biasanya penyekat ini dibuat dengan
material karet dan besi baja.

Berdasarkan keterangan diaatas, sebagian besar fasilitas peralatan bawah permukaan


menggunakan besi baja sebagai material utama. Apabila formasi gas dengan kandungan gas CO2
yang tinggi akan dikembangkan secara komersial pada jangka waktu tertentu, maka pmilihan
material peralatan produksi harus direncanakan dengan baik dalam hal dimensi, kekuatan,
kondisi bawah permukaan (tekanan dan suhu alir fluida), dan laju korosi akibat interaksi gas
CO2 dengan besi baja.
Gambar - 6: Contoh fasilitas produksi bawah permukaan

Pentingnya mengetahui struktur micro besi baja dan efeknya terhadap korosi yang disebabkan
oleh gas alam akan menambah pemahaman dalam pemilihan bahan yang akan digunakan pada
fasilitas produksi bawah permukaan. Perbedaan perilaku korosi baja murni dan paduan dengan
material lain sering dipakai untuk menganalisis efek korosi gas CO2 pada baja.

Reaksi kimia korosi dari gas asam CO2 terhadap baja dapat dilihat sebagai berikut:

 Asam karbonat kemudian diasosiasi menjadi bikarbonat dan karbonat memlalui dua langkah
berikut ini:
 Efek korosi gas asam CO2 adalah reaksi elektrokimia sebagai berikut:

Dengan demikian, korosi yang disebabkan oleh gas asam CO2 akan membentuk produk korosi
FeCO3.

Kehadiran material kromiun (Cr) untuk melapisi besi baja menawarkan secara signifikan
ketahanan baja terhadap korosi yang disebabkan oleh gas CO2 dengan cara membentuk oksida
yang stabil. Beberapa publikasi menyarankan penggunaan campuran 13% Cr pada baja baik di
homogen pada baja karbon untuk mitigasi korosi [14] [15]. Tabel-1 memberikan gambaran atas
penambahan jumlah material Cr pada baja akan menurunkan laju korosi secara signifikan.

Tabel - 1: Efek penambahan material Cr terhadap penurunan laju korosi pada besi baja [14]
[15]

Oleh karena itu, pemakaian material tambahan Cr pada baja sangat disarankan pada fasilitas
bawah permukaan untuk mencegah kerusakan yang terkait yang korosi pada masa
pengembangam lapangan gas dengan kandungan gas asam yang tinggi. Namun demikian,
potensi kenaikan biaya pengeboran sumur akan meningkat seiring dengan penggunakan material
Cr pada besi baja. Analisa manfaat biaya harus dilakukan untuk mendapatkan kadar Cr yang
optimum sehingga biaya pengembangan lapangan gas menjadi efektif.

a.Strategi produksi

Dalam suatu lapangan migas dengan kadungan gas CO2 yang tinggi, terkadang terdapat juga
lapangan – lapangan gas disekitarnya dengan kandungan gas asam yang kecil atau bahkan dalam
satu sumur terdapat beberapa lapisan formasi gas dengan kadar gas asam yang berbeda. Hal ini
disebabakan oleh kapasitas lapisan penutup di formasi geologi tertentu berbeda-beda. Semakin
tinggi kapasitas lapisan batuan penutup maka kandungan gas CO2 diharapkan menjadi lebih
kecil karena perpindahan gas CO2 secara vertikal dari sumber batuan dibawah dapat dihambat
oleh lapisan penutup.

Dengan kehadiran formasi gas dengan kadar gas CO2 yang rendah, maka dimungkinkan untuk
mencampur keduanya untuk mendapatkan gas alam dengan kadar gas CO2 yang lebih rendah
atau dengan kadar kalori yang lebih tinggi. Contoh ilustrasi pencampuran gas dengan kadar gas
asam CO2 yang berbeda didalam satu sumur migas dapat dilihat pada Gambar-7. Sedangkan
pencampuran gas pada lapangan dengan kadar gas CO2 berbeda dengan menggunakan sistem
kluster diilustrasikan pada Gambar-8.
Gambar - 7: Ilustrasi pencampuran gas didalam satu sumur dengan kadar gas asam CO2 yang
berbeda

Gambar - 8: Ilustrasi pencampuran gas alam pada lapangan gas dengan kadar gas asam CO2
yang berbeda dengan sistem kluster

2.4.2. Fasilitas permukaan (surface) [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [16] [17]

a. Pemisahan gas asam CO2 dengan menggunakan teknologi membran


Gas CO2 adalah salah satu kontaminan utama dalam aliran gas alam. Pemisahan dari aliran gas
alam diperlukan sebelum memasuki unit hilir dari sistem pengolahan gas karena menyangkut
masalah lingkungan, keselamatan kerja, dan spesifikasi nilai kalori serta masalah korosi yang
signifikan pada pipa dan unit pengolahan. Salah satu teknologi pemisahan gas CO2 adalah
dengan menggunakan teknik absorpsi pada kolom pengeringan gas dan teknologi membran.
Penerapan teknologi ini di lapangan lepas pantai memerlukan biaya modal yang besar, biaya
operasional dan perawatan yang besar serta tempat yang cukup luas untuk penempatan unit.
Namun demikian dengan seiring peningkatan teknologi di pasar, penurunan biaya modal dan
kemungkinan untuk pemakaian pada anjungan produksi lepas pantai yang memiliki tempat
terbatas membuat teknologi ini menjadi menjadi solusi alternatif yang menarik untuk
memisahkan gas CO2 dari aliran gas alam.

Membran adalah sebuah elemen penting dalam pemisahkan gas CO2. Membran terbuat dari
ribuan individual serat membran polimer. Serat ini dibundel untuk memaksimalkan luas
permukaan dan dijungnya kemudian ditutup dengan lembaran tabung epoxy. Setiap elemen
membran dipasang rumah membran dengan konfigurasi khusus untuk memisahkan gas CO2 dan
gas hidrokarbon. Bentuk fisik membran pemisah gas CO2 dapat di lihat pada Gambar-9.

Gambar - 9: Serat membran dan tabung membran untuk memisahkan gas CO2

Cara kerja tabung membran untuk memisahkan gas CO2 dalam suatu aliran gas dijelaskan
sebagai berikut:

 Campuran aliran gas hidrokarbon dan gas asam CO2 akan mengalir secara bersamaan dalam
satu aliran.
 Lalu aliran gas ini melewati tabung membran untuk memisahkan gas CO2 dari aliran gas. Gas
hidrokarbon methan (CH4) memiliki bentuk molekul yang lebih besar dibandingkan gas CO2.
Oleh karena itu, ketika aliran gas campuran memasuki membrane, maka gas CO2 akan bergerak
lebih lebih cepat dibandingkan dengan gas hidrokarbon karena permeabilitas relatif gas CO2
lebih cepat dibandingkan gas hidrokarbon. Mekanisme ini diilustrasikan pada Gambar 10.
 Gambar - 10: Mekanisme dasar pemisahan gas CO2 dengan menggunakan teknologi membran.
Gambar - 10: Mekanisme dasar pemisahan gas CO2 dengan menggunakan teknologi membran

 Gas hidrokarbon akan mengalir memlalui membran dan gas CO2 akan mengalir melalui pipa
selubung yang terletak ditengah tabung membran. Gas yang kaya akan kandungan CO2 disebut
gas permeate dan gas hidroarbon disebut gas non-permeate. Ilustrtasi pemisahan CO2 dalam
tabung membran dapat dilihat pada Gambar-11

Gambar - 11: Ilustrasi pemisahan gas CO2 dan hidrokarbon didalam tabung membrane[4]

Serat membran di desain untuk bekerja pada kondisi gas yang kering. Oleh karena itu, sebelum
aliran gas campuran memasuki tabung membran, proses pengeringan gas terhadap kandungan
air, kondensat, atau merkuri perlu dilakukan. Hal berguna untuk memperpanjang umur
pemakaian membran.
Gambar - 12: ilustrasi sistem aliran gas sebelum memasuki system pemisah gas CO2 [17]

Sistem pemisahan gas CO2 melalui membran bisa dilakukan dalam beberapa tahap tergantung
dari berapa kadar CO2 yang ingin dipisahkan. Gambar-13 memberikan ilustrasi pemisahan gas
CO2 dengan melalui 2 tahap pemisahan. Pada ilustrasi ini, unit pemisahan pertama bertujuan
untuk menurunkan kadar CO2 dalam aliran gas hidrokarbon dari tingat 60% ke 40%. Sedangkan
unit kedua bertujuan untuk menurunkan kadar gas CO2 dari tingkat 40% ke 20%. Jumlah tabung
membran yang digunakan merupakan fungsi dari jumlah aliran gas yang masuk kedalam sistem
pemisahan dan kadar CO2 yang ingin diturunkan. Kualitas membran harus di monitor dari waktu
ke waktu supaya spesifikasi gas yang diharapkan oleh pembeli tidak terganggu.

Beberapa parameter dibawah ini dapat mempengaruhi kualitas membran:

 Tekanan gas input.


 Jumlah laju alir gas input.
 Suhu gas.
 Kandungan air didalam gas.

b. Material pipa permukaan.

Gas alam yang mengandung komponen asam seperti CO2 harus dikurangi ke tingkat yang dapat
terima oleh pembeli sebelum gas ini dijual dan digunakan untuk keperluan industri dan
pelanggan individual. Ilustrasi sistem pemipaan dari sumur gas sampai dengan konsumen dapat
dilihat pada Gambar-13. Dengan sistem pemipaan yang panjang dan dan jaringan yang cukup
rumit, perawatan jaringan pipa merupakan tantangan tersendiri dalam mengelola lapangan gas
dengan kadar gas asam yang tinggi. Walaupun kadar gas CO2 yang telah dipisahkan sudah
rendah, namun untuk pemakaian pipa pada periode waktu yang panjang perlu dipertimbangkan.
Jenis pipa CRA (Cladded Resistance Alloy) biasanya digunakan pada lapangan gas dengan kadar
gas CO2 yang tinggi. Jenis material ini digunakan karena sifat materialnya yang cukup kuat
untuk menahan laju korosi pada jangka waktu tertentu. Sebagai konsekwensi, harga pipa dengan
kualitas CRA akan menjadi lebih mahal daripada pipa baja biasa.
Gambar - 13: Contoh fasilitas produksi gas alam di permukaan (dari sumur sampai kepada
pelanggan) [18]

c. Perawatan fasilitas produksi

Dalam hal perawatan, tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana membuat umur
membran seperti yang diharapakan. Hal ini disebabkan oleh kualitas gas alam yang biasanya
berubah ubah apabila gas alam yang diproduksikan dengan sistem kluster dari beberapa lapangan
yang berbeda dan formasi yang berbeda beda. Namun demikian, untuk mengatasi ini, pada tahap
desain, skenario rencana mitigasi pengembangan beberapa lapangan gas yang berbeda kadar gas
CO2 harus dipertimbangkan. Hal ini sangat diperlukan mengoptimalkan biaya kapital dan biaya
perawatan yang diperlukan dikemudian hari. Pada akhirnya analisa biaya terhadap keuntungan
yang diperoleh harus dilakukan dengan sangat detail untuk menghindari biaya tambahan dalam
perawatan fasilitas sumur dan pemrosesan gas alam.

3. KESIMPULAN

Pengembangan lapangan migas dengan kadar CO2 yang tinggi memerlukan strategi khusus
untuk membuat proyek ini menarik dari sisi komersial. Prinsip pengembangan lapangan migas
dengan konsep kluster menjadi strategi alternatif untuk mengembangkannya. Selain itu, teknik
pemisahan gas CO2 dengan menggunakan teknologi membran telah terbukti bekerja dengan baik
sesuai dengan yang diharapakan. Seiring dengan meningkatnya pengembangan teknologi
membran, diharapkan biaya yang diperlukan untuk mengaplikasikan teknologi ini bisa semakin
terjangkau. Semoga artikel ini bisa menjadi salah satu alternatif pemikiran untuk
mengembangkan lapangan gas dengan kadar gas CO2 tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Some applications of isotope geochemistry for determining sources of stray carbon dioxide gas,
Christopher D. Laughrey et all, Pennsylvania Department of Conservation and Natural
Resources, http://www.dcnr.state.pa.us
2. Petroleum geochemistry and geology, Hunt M. J, 1996.
3. Composition and origins of coalbed gas, Rice D.D. et all, AAPG studies in geology, 1993.
4. Acid gas CO2 separation systems with Cynara Membranes, https://cameron.slb.com
5. High-Capacity Gas Membrane Elements Reduce Weight, Cost, Oil & gas Journal, Magazine
articles, 24 Jul 2006.
6. Membrane technology removes CO2 from liquid ethane, Oil & gas Journal, Magazine articles, 22
Jul 2002.
7. SPE-75505-MS, Membrane Technology for Natural Gas Processing, Klaus Ohlrogge et all, 2002.
8. OTC-24935-MS, CO2 Removal from Natural Gas Using Membrane Contactor, Zhe Phak Chan et
all, 2014.
9. SPE-157281-MS, Evaluation of Membrane Processes for Acid Gas Treatment, Judith Jahn et all,
2012.
10. SPE-13281-PA, Bulk CO2 Removal Achieved Through Membrane Separation, M.S. Dinello at all,
1989.
11. IPTC-12481-MS, Removal of Acid Gas Emissions Using Hollow Fiber Gas Absorption Membrane
Contactors, Amir Mansourizadeh et all, 2008.
12. Several concerns in High CO2 field development, Chemical Process Technology
(http://webwormcpt.blogspot.my), 2007.
13. Well Completion and Servicing, Dennis Perrinet all, Instut Francais du Petrole, 1999.
14. Lopez D A, Perez T and Simison S N, 2003: 'The influence of microstructure and chemical
composition of carbon and low alloy steels in CO2 corrosion- A state-of-the-art appraisal.
Materials and Design, Vol 24, pp561-575.
15. Nesic S, 2007: Key issues related to modelling of internal corrosion of oil and gas pipelines- a
review. Corrosion Science, Vol 49, pp4308-4338.
16. Membrane Technology, Innovative Gas Systems (IGS), http://www.igs-global.in
17. Recent Developments in CO2 Removal Membrane Technology, David Dortmundt et all (UOP LLC)
, 1999.
18. Canadian energy pipeline association, www.cepa.com.

Anda mungkin juga menyukai