Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Juvenile idiopathic arthritis (JIA) adalah istilah luas yang digunakan untuk
menggambarkan beberapa bentuk arthritis kronis pada anak-anak. Semua bentuk
ditandai dengan nyeri sendi dan peradangan.1 Istilah JIA merupakan istilah baru
yang dikembangkan oleh International League of Associations for Rheumatology
(ILAR) untuk mendiagnosis artritis kronik pada anak anak, menggantikan istilah
juvenile rheumatoid arthritis (JRA). Juvenile idiopathic arthritis (JIA) merupakan
artritis persisten yang menetap lebih dari 6 minggu dengan onset usia kurang dari
16 tahun, setelah penyebab lain artritis disingkirkan.2
Penyakit ini merupakan penyakit aktif yang dapat terus berlangsung sampai
usia dewasa dengan akibat berpotensi menyebabkan keterbatasan fungsional dan
menurunkan kualitas hidup seseorang. Sampai saat ini penyebab JIA belum
diketahui, namun bukti-bukti yang ada menunjukkan pengaruh faktor genetik dan
respons autoimun abnormal sehingga terjadi inflamasi dan destruksi sendi yang
progresif.2 Pengobatan yang tidak tepat dan terapi dini yang agresif, JIA dapat
menyebabkan morbiditas yang signifikan, seperti perbedaan panjang kaki,
kontraktur sendi, kerusakan sendi permanen, atau kebutaan akibat uveitis kronis.1
Juvenile idiopathic arthritis (JIA) pada anak bukan merupakan penyakit yang
jarang , namun frekuensi sebenarnya belum diketahui. Penyakit ini terdapat pada
smeua ras dan geografik. Namun insidennya diseluruh dunia berbeda-beda.
Insiden JIA bervariasi antar 2 sampai 20 anak per 100.000 penduduk. JIA
biasanya bermula sebelum anak berusia 16 tahun, namun onset penyakit juga
dapat terjadi lebih awal, dengan frekuensi tertinggi antar usia 1-3 tahun.
Perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki.3
Sekitar 300.000 anak di Amerika Serikat diperkirakan menderitaartritis
dengan berbagai tipe. Insiden JIA diperkirakan 4-14 kasus per 100.000 anak per
tahun. Di seluruh dunia JIA lebih sering terjadi pada populasi tertentu seperti
Inggris, Columbia, Norwegia. Sebuah studi di Jerman menemukan tingkat

1
prevalensi 20 kasus per 100.000 penduduk, dengan insiden 3,5 kasus per 100.000
penduduk. Di Norwegia tingkat prevalensi sekitar 148 kasus per 100.000
penduduk dengan 22 kasus per 100.000 penduduk. Insiden JIA di Jepang
dilaporkan sangat rendah.4
Beberapa penelitian di negara berkembang melaporkan prevalensi JIA
bervariasi antara 16 dan 150/100.000 populasi, namun pada sebuah ulasan
dinyatakan angka prevalensi tersebut terlalu rendah. Survei berbasis komunitas di
Australia melaporkan bahwa prevalensi JIA berdasarkan pemeriksaan klinis yang
dilakukan oleh ahli reumatologi pada anak usia sekolah sebanyak 400/100.000
populasi. Di Indonesia belum ada data yang menunjukkan besarnya morbiditas
penyakit ini, sehingga tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi profil penderita
yang didiagnosis JIA.2
1.2 Tujuan
Untuk menguraikan teori-teori mengenai Juvenile Idiopathic Arthritis
(JIA), mulai dari definisi hingga diagnosis, serta tatalaksana. Penyusunan laporan
kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3 Manfaat
Laporan Kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan serta
pemahaman penulis dan pembaca, khususnya peserta P3D untuk lebih mengenal
dan memahami Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA), tentang penegakan diagnosis
serta tatalaksana Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA), yang sesuai dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Juvenile idiopathic arthritis (JIA) didefinisikan oleh International League of
Associations for Rheumatology (ILAR) sebagai radang sendi dengan etiologi
yang tidak diketahui pada anak-anak dan remaja di bawah usia 16 tahun yang
menyebabkan peradangan pada satu atau lebih sendi yang berlangsung selama 6
minggu atau lebih dimana kondisi medik lainnya di eksklusi.1,5,6,7
JIA adalah salah satu penyakit kronis pada masa kanak-kanak, dengan
prevalensi sekitar 1 per 1.000.5 JIA adalah diagnosis eksklusi. Sejumlah kondisi,
seperti infeksi, keganasan, trauma, artritis reaktif, dan penyakit jaringan ikat
seperti systemic lupus erythematosus (SLE), harus dikecualikan sebelum
diagnosis JIA dapat dibuat.1 JIA sering berlanjut hingga dewasa dan dapat
menyebabkan morbiditas jangka panjang yang signifikan, termasuk kecacatan
fisik (4-9).5
2.2 Etiologi
Etiopatogenesis penyakit ini masih belum jelas. Teori yang paling mendukung
dan dapat diterima adalah pengaruh dari mekanisme imunogenik sekunder
berupa faktor genetik dan lingkungan. Infeksi yang disebabkan oleh patogen,
bersama dengan stres dan trauma, dianggap sebagai faktor penyebab yang paling
bertanggung jawab. 1,7,8,9
Patogen utama yang diduga sebagai penyebab dari JIA adalah:
1. Virus, yaitu Parvovirus B19 dan Epstein-Barr virus
2.
Bakteri, yaitu Enteric bacteria Chlamydia trachomatis, Chlamydophila
pneumoniae, Chlamydophila pneumoniae, Bartonella henselae, Mycoplasma
pneumoniae dan Streptococcus pyogenes9

3
2.3 Klasifikasi
The International League of Associations for Rheumatology (ILAR)
mengusulkan kriteria klasifikasi untuk JIA. Kriteria revisi terakhir, yang
diperbarui pada tahun 2001, masih banyak digunakan. Menurut kriteria klasifikasi
ILAR, JIA dibagi menjadi tujuh subtipe: oligoarticular JIA, seropositive
polyarticular JIA, seronegative polyarticular JIA, systemic-onset JIA (sJIA),
enthesitis-related arthritis (ERA), juvenile psoriatic arthritis (JPsA) and
undifferentiated JIA (Tabel 1). 8
Subtipe penyakit harus dinilai pada awal penyakit dan selama masa tindak
lanjut. Klasifikasi awal dibuat sesuai dengan manifestasi klinis dari enam bulan
pertama dalam perjalanan penyakit. Timbulnya gejala klinis baru selama
perjalanan penyakit menentukan subtipe akhir penyakit. Tujuan utama dari
subklasifikasi penyakit adalah untuk menyeragamkan kelompok penyakit,
menentukan pilihan terapi, memilih strategi tindak lanjut dan memprediksi
prognosis penyakit. 8
Tabel 1. klasifikasi subtipe juvenile idiopathic arthritis menurut International
League of Associations for Rheumatolog.8
Tipe Definisi dan kriteria eksklusi
Sistemik JIA Demam ≥2 minggu dan radang sendi pada ≥1 sendi, ditambah
satu atau lebih dari yang berikut:
1. Ruam eritem evanescent, tidak menetap (non-fixed)
2. Pembesaran kelenjar getah bening generalisata
3. Hepatomegali atau splenomegali
4. Serositis.
Eksklusi: a, b, c, d
Oligoarthritis JIA Artritis pada 1-4 sendi dalam 6 bulan pertama sakit.
Persisten Ekslusi:a,b,c,d
Mengenai ≤4 sendi selama perjalanan penyakit
Extended secara kumulatif.
Mengenai >4 sendi atau lebih setelah 6 bulan pertama sakit.
Polyarthritis JIA Arthritis mempengaruhi ≥5 sendi selama 6 bulan pertama
FR negatif Uji FR negatif eksklusi:a,b,c,d,e

4
FR positif Uji FR positif pada dua kali pemeriksaan dengan jarak paling
sedikit 3 bulan. Eksklusi:a,b,c,e
Artritis psoriatik Artritis dan psoriasis, atau artritis dan paling sedikit terdapat 2
dari tanda:
a. Daktilitis
b. kelainan kuku (pitting atau onikolisis),
c. riwayat psoriasis dalam keluarga, paling sedikit pada tingkat
1 atau 2 pedegri, dengan konfirmasi oleh dermatologis.
Artritis yang Artritis dan entesitis, atau artritis atau entesitis dengan paling
berhubungan sedikit 2 dari tanda:
dengan entesitis a. nyeri sendi sakroiliaka dan/atau nyeri lumbosacral
b. adanya antigen HLA-B27, timbulnya arthritis pada pria> 6
tahun, akut uveitis anterior.
c. Riwayat keluarga pada tingkat 1 pedigri punya salah satu
dari: ankylosing spondylitis, arthritis terkait enthesitis,
sakroiliitis dengan penyakit radang usus, sindrom Reiter,
atau uveitis anterior akut
Eksklusi : a,d, e
Artritis lain Artritis pada anak dengan penyebab tidak diketahui yang
menetap paling sedikit 6 minggu, tetapi:
1. Tidak memenuhi kriteria salah satu kategori, atau
2. Memenuhi kriteria lebih dari satu kategori.
HLA: Human leukocyte antigen; FR: Faktor reumatoid ; JIA: Juvenile idiopathic
arthritis ; Kriteria eksklusi untuk JIA: (a) psoriasis atau riwayat psoriasis pada pasien
atau kerabat tingkat pertama; (b) artritis dengan HLA-B27-positif pada anak laki-laki
dimulai setelah berusia 6 tahun ; (c) ankylosing spondylitis; artritis yang berhubungan
dengan entesitis; sakroiliitis dengan penyakit radang usus; Sindrom Reiter; atau uveitis
akut - riwayat salah satu dari keluarga pada tingkat 1 pedigri; (d ) adanya faktor
rheumatoid imunuglobin M pada setidaknya dua kali pemeriksaan setidaknya 3 bulan
terpisah; (e) adanya JIA sistemik pada pasien.

2.4 Patofisiologi

5
Artritis reumatoid ditandai dengan peradangan sinovial kronis yang
nonsupuratif.Jaringan sinovial yang terkena menjadi edema, hiperemis, serta
diinfiltrasi oleh limfosit dan sel plasma.Bertambahnya cairan sendi menimbulkan
efusi.Penonjolan dari membran sinovial yang menebal membentuk vili yang
menonjol ke dalam ruang sendi; reumatoid sinovial yang hiperplastik dapat
menyebar dan melekat pada kartilago artikuler sehingga terbentuk pannus.Pada
sinovitis kronis dan proliferasi sinovial yang berkelanjutan, kartilago artikuler dan
struktur sendi lainnya dapat mengalami erosi dan rusak secara progresif.Terdapat
variasi waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya proses kerusakan sendi yang
permanen pada sinovitis.10

JIA pada anak, proses kerusakan kartilago artikuler terjadi lebih


lambatdibandingkan pada dewasa, sehingga anak yang menderita JIA tidak pernah
mendapat cedera sendi permanen walaupun sinovitisnya lama. Penghancuran
sendi terjadi lebih sering pada anak dengan faktor reumatoid positif atau penyakit
tipe sistemik.Bila penghancuran sendi telah dimulai, dapat terjadi erosi tulang
subkhondral, penyempitan ruang sendi, penghancuran tulang, deformitas dan
subluksasi atau ankilosis persendian.Mungkin dijumpai tenosinovitis dan miositis.
Osteoporosis, periostitis, pertumbuhan epifisis yang dipercepat, dan penutupan
epifisis yang prematur dapat terjadi di dekat sendi yang terkena.10
Nodul reumatoid lebihjarang terjadi pada anak dibandingkan orang dewasa,
terutama pada faktor reumatoid positif, dan memperlihatkan bahan fibrinoid yang
dikelilingi oleh sel radang kronis.Pada pleura, perikardium dan peritoneum dapat
terjadi serositis fibrinosis non spesifik.Nodul reumatoid secara histologis tampak
seperti vaskulitis ringan dengan sedikit sel radang yang mengelilingi pembuluh
darah kecil.3
Terdapat 4 jenis patogenesis terjadinya JIA, yaitu :3

1. Berhubungan dengan molekul HLA dan non HLA

Gen HLA merupakan faktor genetik penting pada JIA karena fungsi utama
dari gen ini sebagai APC ke sel T. Hubungan antara HLA dengan JIA berbeda-
beda tergantung subtipe JIA.Secara spesifik oligoartritis dihubungkan dengan

6
genHLA-A2, HLA-DRB1*11, dan HLA-DRB1*08. Faktor reumatoid positif pada
poliartritis berhubungan dengan gen HLA–DR4 pada anak, dan begitu juga pada
dewasa. Selain itu, adanya gen HLA-B27 meningkatkan risiko entesitis terkait
artritis. Protein Tyrosine Phosphatase Nonreceptor 22 (PTPN22) mengkode suatu
fosfatase limfoid spesifik (lyp), suatu varian dalam pengkodean region di gen ini.
Gen ini dihubungkan dengan sejumlah penyakit autoimun yang juga telah
teridentifikasi sebagai suatu lokus untuk JIA. Efek dari PTPN22 ini bervariasi
antara masing-masing subtipe JIA tetapi secara umum lebih terkait daripada gen
HLA. Beberapa gen lainnya yaitu faktor makrofag inhibitor, IL-6, IL-10 dan TNF
α juga berhubungan dengan JRA. 3

2. Mediator inflamasi pada kerusakan sendi

Membran sinoval pada pasien JIA mengandung sel T, sel T yang teraktivasi
sel plasma, dan makrofag yang teraktivasi, yang didatangkan melalui suatu proses
neovaskularisasi. Antigen spesifik sel T berperan dalam patogenesis subtipe
artritis pada JIA. Sel T predominan adalah sel Th1. Sel ini akan mengaktivasi sel
B, monosit, makrofag dan fibroblas sinovial untuk memproduksi immunoglobulin
(Ig) dan mediator inflamasi. Sel B yang teraktivasi akan memproduksi
immunoglobulin termasuk faktor reumatoid dan antinuclear antibody (ANA).
Patogenesis yang tepat tentang faktor reumatoid belum diketahui sepenuhnya,
diduga melibatkan aktivasi komplemen melalui pembentukan komplek
imun.Antinuclear antibody(ANA) dihubungkan dengan onset dini terjadinya
oligoartritis tetapi antibodi ini tidak spesifik untuk JIA. Makrofag yang
teraktivasi, limfosit, dan fibroblas memproduksi vascular endothelial growth
factor (VEGF) dan osteopontin yang menstimulasi terjadinya angiogenesis.Pada
pasien JIA, VEGF banyak ditemukan di jaringan sinovial.Osteopontin meningkat
di cairan sinovial dan berhubungan dengan neovaskularisasi. 3
Tumor necrosis factor (TNF) dan IL-1 diproduksi oleh monosit teraktivasi,
makrofag dan fibroblas sinovial. Mediator inflamasi ini sepertinya memiliki peran
penting dalam terjadinya JIA.Sitokin ini ditemukan meningkat pada cairan sendi
penderita JIA dan telah diketahui menstimulasi sel mesenkim seperti fibroblas

7
sinovial, osteoklast dan khondrosit untuk melepas matrix metaloproteinase (MTP)
yang mengakibatkan kerusakan jaringan.Pada kelinci percobaan, injeksi IL-1 pada
sendi lutut mengakibatkan terjadinya degradasi pada kartilago.

Interleukin-6 (IL-6) adalah sitokin multifungsi yang memiliki aktivitas


biologik yang luas dalam regulasi respon imun, reaksi fase akut, hematopoesis
dan metabolisme tulang. Jumlah IL-6 yang beredar di sirkulasi meningkat pada
pasien JIA.Hal ini dihubungkan dengan hasil laboratorium dan manifestasi klinis
dari derajat aktivitas penyakit.Interleukin-6 (IL-6) menstimulasi hepatosit dan
menginduksi produksi protein fase akut seperti C-reactive Protein (CRP). Jadi,
peningkatan kadar IL-6 dalam serum berkorelasi dengan peningkatan CRP dalam
fase aktif penyakit.
Interleukin-17 (IL-17) diproduksi oleh sel Th17 dan menginduksi reaksi
jaringan yang berlebihan karena memiliki reseptor yang tersebar luas di seluruh
tubuh. Bukti terbaru menunjukkan IL-17 mempunyai peran penting dalam reaksi
inflamasi autoimun. Interleukin-17 (IL-17) akan meningkatkan sitokin
proinflamasi di jaringan sendi, menstimulasi produksi TNF dan IL-1, serta akan
saling bersinergi untuk meningkatkan produksi IL-6, IL-8 dan IL-17 sehingga
menyebabkan kerusakan sendi akibat proses inflamasi. Interleukin-17 (IL-
17)meningkat pada pasien JIA dengan penyakit yang aktif dibandingkan dengan
pasien yang mengalami remisi. 3
3. Profil inflamasi khas pada penyakit tipe sistemik
Patogenesis dari JIA tipe sistemik berbeda-beda pada jenis JIA dalam berbagai
bagian seperti kurangnya keterkaitan antara tipe HLA serta tidak adanya
autoantibodi dan sel T reaktif. Penderita dengan penyakit tidak menunjukkan
tanda-tanda dari limfosit mediated antigen yang merupakan respon imun spesifik.
Tanda-tanda klinis dari JIA tipe sistemik juga dihubungkan dengan granulositosis,
trombositosis, dan peningkatan regulasi reaktan fase akut yang menandakan
aktivasi tidak terkontrol dari sistem imun didapat. Selama manifestasi awal dari
perjalanan penyakit ini, muncul infiltrasi perivaskular dari netrofil dan monosit
yang memproduksi sitokin proinflamasi yang berperan dalam proses patogenesis
penyakit.

8
Data terbaru menunjukkan IL-1 memiliki peran utama dalam gejala klinis
JIA tipe sistemik.Pengobatan dengan reseptor antagonis IL-1 telah menunjukkan
perbaikan gejala klinis dan laboratorium pada pasien yang resisten terhadap
pengobatan anti-TNF.Monosit yang teraktivasi pada pasien dengan gejala
sistemik memiliki jumlah IL-1 yang lebih tinggi, dimana sekresi dari TNF dan
IL-6 tidak terlalu meningkat. Anggota lain dari IL-1 yaitu IL-18 ditemukan
meningkat tajam pada pasien dengan onsetusia yang lebih besar dibandingkan
dengan pasien JIA lainnya. Interleukin-18 (IL-18) ditemukan lebih meningkat
pada serum anak dengantipe sistemik dibandingkandengan tipe poliartikular dan
pausiartikular.Konsentrasi IL-18 juga meningkat pada pasien serositis dan
hepatosplenomegali.
Konsentrasi IL-6 ditemukan meningkat pada pasien dengan tipe sistemik dan
berhubungan dengan keterlibatan sendi.IL-6 juga meningkat pada cairan sinovial
pasien dengan tipe sistemik dibandingkan dengan pasien JIA tipe
lainnya.Produksi berlebihan IL-6 berhubungan dengan manifestasi ekstra artikular
seperti anemia mikrositik dan gangguan pertumbuhan.Pengobatan dengan
monoklonal antibodi yang langsung menyerang reseptor IL-6 menunjukan
perbaikan klinis pada reaktan fase akut pasien dengan tipe sistemik.Aktivasi dan
proliferasi yang tidak terkontrol pada limfosit T dan makrofag yang menyebabkan
terjadinya pelepasan dari sitokin inflamasi seperti TNF α, IL-1, dan IL-6
mengakibatkan munculnya manifestasi klinis dan patologi padamacrofage
activation syndome (MAS). 3
4. Mediator anti inflamasi pada JIA
Dua sitokin anti-inflamasi yang paling dikenal pada JIA adalah IL-10 dan IL-
4. Interleukin-10 (IL-10) menunjukkan degradasi kartilago oleh antigen
stimulated mononuclear cell pada pasien dewasa dengan artritis.
Polimorfonuklear (PMN) dengan produksi IL-10 yang rendah berhubungan
dengan artritis tipe berat. IL-4 menghambat aktivasi sel Th1 dan penurunan
produksi dari TNF α, IL 1 dan menghambat kehancuran kartilago.Interleukin-4
(IL-4) dan IL-10 menghambat produksi dari sitokin inflamasi seperti IL-6 dan IL-
8. Interleukin-4 (IL-4) dan IL-10 yang tinggi pada sendi bermanifestasi sebagai

9
pausiartikular yang ringan dan non-erosif. Foxp3, CD4, CD25, dan sel T regulasi
penting untuk pengontrolan inflamasi. Defek pada X-linked pada foxp3
merupakan penyebab dari kondisi multipel autoimun disebut juga
imunodisregulasi, poliendokrinopati, dan enteropati (IPEX syndrome).Kerusakan
pada sel T regulasi juga merupakan penyebab adanya kegagalan toleransi pada
penyakit autoimun, meskipun belum ada bukti yang menunjukkan adanya defek
pada sel T regulasi pada JIA.Penurunan jumlah sel T regulasi menyebabkan
oligoartritis yang lebih berat. Pada pasien dengan JIA ditemukan peningkatan
jumlah T regulasi yang lebih tinggi di sendi dibandingkan darah tepi, yang
mengindikasikan terjadinya suatu proses inflamasi.3

2.5 Manifestasi Klinis

2.5.1 Poliartikular
Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA) tipe iniditandai dengan keterlibatan banyak
sendi secara khas, yaitu ≥ 5 sendi, termasuk sendi kecil tangan. Biasanya tipe ini
terjadi pada 35% anak yang menderita JIA. Ada 2 subtipe JIA poliartikular, yaitu
poliartritis faktor reumatoid positif (20-30%) dan poliartritis dengan faktor
reumatoid negatif (5-10%).Penyakit dengan faktor reumatoid positif biasanya
dimulai pada akhir masa kanak-kanak.Pada artritis yang lebih berat sering timbul
nodul reumatoid dan vaskulitis reumatoid.Selama masa kanak-kanak, penyakit
tanpa faktor reumatoid bisa terjadi kapanpun, biasanya ringan dan jarang disertai
dengan nodul reumatoid. Anak perempuan lebih banyak terkena dari pada anak
laki-laki.11,12
Perjalanan penyakit ini bisa terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung hebat, atau
secara progresif lambat yang akhirnya dapat menimbulkan kekakuan sendi,
pembengkakan dan kehilangan gerakan. Pada sendi yang terkena ditemukan
tanda-tanda terjadinya proses inflamasi, seperti nyeri, bengkak, panas, penurunan
fungsi tetapi jarang terlihat memerah. Bengkak terjadi akibat edema periartikular,
efusi sendi, dan penebalan sinovial.Nyeri jarang dikeluhkan pada anak yang lebih
kecil.Gejala klinis terlihat dari berkurangnya pergerakan pada sendi yang terkena.

10
Hal ini dapat merupakan akibat dari spasme otot sendi yang mengalamiefusi dan
proliferasi sinovial.12
Proliferasi sinovial dapat mengakibatkan timbulnya kista disekitar sendi yang
terkena, herniasi sinovial, dan ekstravasasi cairan sinovial sehingga mengenai
struktur disekitarnya terutama pada daerah poplitea. Kekakuan sendi pada pagi
hari dan perlunakan pasca inaktivasi merupakan ciri khas JIA.12
Artritis yang mengenai setiap sinovial persendian sering bermula dari sendi
besar seperti lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, dan siku.Serangan awal
ini sering simetris.Peradangan sendi interfalang proksimal mengakibatkan
pengurusan atau perubahan fusiformis pada jari-jari.Serangan pada sendi
metakarpofalangeal seringkali bersamaan dan sendi interfalangeal dapat juga
terkena.Artritis dari spina servikalis ditandai oleh kekakuan dan nyeri leher yang
terjadi pada sekitar 50% penderita.Keterlibatan sendi temporomandibular ditandai
denganterbatasnya gerakan membuka rahang dan nyerinya bisa timbul sebagai
nyeri telinga. Keterlibatan panggul sekurang-kurangnya terjadi pada 50% anak
yang menderita poliartritis, biasanya mulai pada proses penyakit yang lanjut.
Penghancuran kaput femoris dapat terjadi.Penyakit pinggul yang berat merupakan
penyebab utama kecacatan pada stadium akhirJIA.Penyempitan sendi sakroiliaka
bisa diketahui dari foto rontgen.Artritis krikoaritenoid bisa mengakibatkan suara
serak dan stridor laring serta mengakibatkan terjadinya obstruksi akut saluran
napas, namun hal ini jarang terjadi.Keterlibatan sendi sternoklavikular dan
sambungan kostokondral dapat menyebabkan nyeri dada. 11
Gangguan pertumbuhan yang terjadi pada sendi yang meradang bisa
mengakibatkan pertumbuhan yang berlebih atau berkurang.Penambahan panjang
kaki dapat menyertai artritis lutut yang kronis dan mikrognatia pasca artritis
temporomandibular.Hal ini dapat menjadi suatu tanda stadium akhir JIA.Kaki
yang kecil dan berubah bentuk dapat disebabkan karena keterlibatan kaki pada
masa awal kanak-kanak dan jari-jari yang pendek adalah karena keterlibatan
tangan pada masa dini. 11
Manifestasi ekstra-artikular JIA poliartikular tidak sehebat manifestasi yang
tampak pada JIA tipe sistemik.Kebanyakan penderita dengan penyakit

11
poliartikular yang aktif menderita malaise, anoreksia, iritabilitas, dan anemia
ringan.Demam ringan, hepatosplenomegali ringan, dan limfadenopati dapat
dijumpai.Bisa terjadi perikarditis dan iridosiklitis tetapi jarang.Nodulus reumatoid
dapat terjadi pada titik tekanan.Hal ini biasanya dijumpai pada penderita dengan
hasil uji aglutinasi positif terhadap faktor reumatoid. Vaskulitis reumatoid
kadang-kadang terjadi pada penderita dengan faktor reumatoid positif
sebagaimana pada penyakit sjogren. 13
2.6.2 Pausiartikular
Pada pausiartikular/oligoartikular, sendi yang terkena terbatas pada ≤ 4 sendi
selama 6 bulan pertama sesudah timbulnya penyakit. Sendi yang terkena terutama
sendi besar, dan penyebarannya sering tidak simetris. Ada 2 subtipe dari
pausiartikular ini, yaitu tipe 1 terutama menyerang anak perempuan yang masih
kecil pada saat mulainya penyakit dan berisiko menderita iridosiklitis kronis. Tipe
2 terutama menyerang anak laki-laki dengan usia yang lebih besar pada saat
mulainya penyakit dan lebih berisiko mengalami spondiloartropati. 11,12

Gambar 1.Artritis unilateral lutut kiri pada JIA pausiartikular.3


Pausiartikular tipe 1 adalah tipe yang paling umum terjadi (30-40%).
Sebanyak 90% penderita memiliki tes ANA positif dan tidak disertai dengan
faktor reumatoid ataupun HLA 27.Sendi yang paling sering terkena adalah sendi
lutut, pergelangan kaki, dan siku.Kadang-kadang ada keterlibatantersendiri pada
sendi lainnya, seperti sendi temporomandibular, satu jari kaki atau tangan,

12
pergelangan tangan, atau leher.Pinggul dan tulang lingkar panggul biasanya tidak
terkena dan tidak disertai sakroilitis. Gambaran klinis dan histologi sinovial sendi
yang terkena tidak dapat dibedakan dari gambaran klinis dan histologi JIA.11
Penderita dengan penyakit pausiartikuler tipe 1 berisiko tinggi untuk
menderita komplikasimata.Iridosiklitis kronis terjadi pada 15-30% pada suatu
waktu selama 10 tahun pertama penyakit.Ciri khas iridosiklitis kronis JIA adalah
tidak disertai gejala atau tanda-tanda awal.Kadangkala anak menampakkan gejala
awal kemerahan, nyeri, fotofobia, dan penurunan tajam peglihatan.Satu atau dua
mata dapat terkena. Jika dimulai dari unilateral, mata yang lain biasanya tetap
tidak terlibat. Iridosiklitis kadang-kadang merupakan manifestasi JIA yang ada
tetapi biasanya iridosiklitis menyertai awal timbulnya keluhan sendi selama
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.Penderita dengan iridosiklitis biasanya
memiliki tes ANA yang positif.Tanda-tanda peradangan iris dan korpus siliaris
yang paling awal adalah bertambahnya jumlah sel serta jumlah protein dalam
kamera okuli anterior. Perubahan yang timbul hanya dapat dideteksi dengan
pemeriksaan slit lamp. Seringkali radang okuler tetap aktif selama bertahun-
tahun.Sekuelenya meliputi sinekia posterior, katarak dengan komplikasinya,
glaukoma sekunder, dan ptosis bulbi yang dapat berakibat kehilangan visus dan
kebutaan permanen. Oleh karena itu, pada anak dengan pausiartikular harus
dilakukan pemeriksaan slit lamp 3-4 kali setahun sekurang-kurangnya selama 5
tahun pertama penyakit tanpa memandang aktivitas penyakit sendi.Manifestasi
ekstra-artikular lainnya pada JIA pausiartikular biasanya ringan, seperti demam
ringan, malaise, hepatomegali, limfedenopati sedang, dan anemia ringan.Hal ini
bisa dikaitkan dengan aktivitas penyakit yang aktif. 13
Penyakit pausiartikular tipe 2 mengenai 10-15% penderita JIA terutama anak
laki-laki yang berusia lebih dari 8 tahun.Riwayat keluarga sering menunjukan
adanya anggota keluarga yang juga menderita artritis pausiartikular, spondilitis
ankilosa, dan penyakit reiter (iridosiklitis akut).Uji ANA biasanya negatif.Pada
tipe ini sendi yang sering terkena adalah sendi besar, terutama sendi ekstremitas
bawah. Nyeri tumit, fasitis plantaris atau tendinitis achilles sering ditemui.
Kemungkinan juga dapat ditemukan radang pada tempat insersi tendon pada

13
tulang.Seiring berjalannya waktu, artritis pausiartikular tipe 2 ini berkembang
menjadi spondilitis ankilosa yang khas dengan keterlibatan spina lumbodorsal,
manifestasi sindroma reiter (hematuria atau piuria, uetritis, iridosiklitis akut atau
manifestasi mukokutan), atauadanya tanda-tanda penyakit radang usus. 11
2.5.3 Sistemik
Penyakit tipe sistemik adalah jenis JIA yang paling berat tetapi sangat jarang
ditemui. Penyakit ini hanya terjadi pada 10% dari semua anak dengan JIA dengan
perbandingan yang sama antara kedua jenis kelamin. Penderita umumnya datang
dengan demam tinggi yang melonjak-lonjak selama beberapa minggu disertai
ruam-ruam yang cepat menghilang. Demam timbul setiap hari atau dua kali
sehari, sering melonjak hingga suhu 40oC- 41oC pada sore hari, dan sering
menurun dengan cepat sampai subnormal pada jam lain. Demam tinggi mungkin
berlangsung berbulan-bulan sebelum muncul temuan sendi yang
objektif.Lonjakan demam sering disertai oleh ruam makular berwarna salem yang
cepat menghilang, terutama timbul di badan dan paha sebelah dalam. Tiap-tiap
makular tidak kembali muncul di tempat yang sama pada lonjakan demam
berikutnya. Ruam sering memperlihatkan fenomena Koebner, yaitu kemampuan
untuk memicu timbulnya lesi dengan menggosok kulit secara lembut.10
Selain itu, penderita yang usianya lebih besar sering mengeluh artralgia
dan/atau mialgia yang parah. Penurunan nafsu makan dan iritabilitas juga sering
dikeluhkan.Adanya limfadenopati generalisata mungkin cukup menonjol sehingga
memberi kesan kuat akan adanya keganasan. Hepatosplenomegali juga dapat
sebagai tanda keganasan.10
Anak dengan JIA tipe sistemik tidak jarang mengalami perikarditis, kadang
disertai miokarditis yang mungkin mengancam jiwa. Beberapa dari anak ini juga
menderita efusi pleura dan pneumonitis. Kadang-kadang anak mengalami serositis
abdomen yang menimbulkan gambaran mirip akut abdomen.10

Tabel 2.Karakteristik JIA tipe onset penyakit 4

Karakteristik Poliartritis Oligoartritis Sistemik


(Pausiarticular)

14
Presentase kasus 30 % 60% 10%

Sendi terlibat ≥5 ≤4 Bervariasi

Usia onset Seluruh masa Awal masa anak, Seluruh masa


anak, puncak usia puncak usia 1-2 anak, tidak ada
1-3 tahun tahun puncak

Rasio jenis 1:3 1:5 1:1


kelamin ( laki-laki:
perempuan )

Keterlibatan Penyakit sistemik Tidak ada penyakit Penyakit sistemik


sistemik sedang sistemik, penyebab sering sembuh
utama morbiditas sendiri, sebagian
adalah uveitis mengalami
destruksi artritis
kronik

Adanya uveitis 5% 5-15% Jarang


kronik

Frekuensi 10% ( meningkat Jarang Jarang


seropositif faktor dengan usia )
rheumatoid

Antibodi 40-50% 75-85% 10%


antinuclear

Prognosis Sedang Baik, kecuali untuk Buruk


penglihatan

2.6 Diagnosis
2.6.1. Kriteria Diagnosis
Terdapat beberapa pengelompokan dalam mendiagnosis JRA, di antaranya:

15
Kriteria diagnosis Juvenile Rheumatoid Arthritis menurut American College of
Rheumatology (ACR) :14

1. Usia penderita < 16 tahun


2. Artritis (bengkak atau efusi, adanya dua atau lebih tanda : keterbatasan gerak,
nyeri saat gerak dan panas pada sendi) pada satu sendi atau lebih
3. Lama sakit > 6 minggu
4. Tipe onset penyakit (dalam 6 bulan pertama) :
a. Poliartritis : ≥ 5 sendi
b. Pausiartikular : < 5 sendi
c. Sistemik : artritis dengan demam minimal 2 minggu, mungkin terdapat
ruam atau keterlibatan ekstraartikular, seperti limfadenopati,
hepatosplenomegali atau perikarditis
5. Kemungkinan penyakit artritis lain dapat disingkirkan
Kriteria diagnosis Juvenile Chronic Arthritis menurut European League
Against Rheumatism (EULAR) :14
1. Usia penderita < 16 tahun
2. Artritis pada satu sendi atau lebih
3. Lama sakit > 3 minggu
4. Tipe onset penyakit :
a. Poliartritis : > 4 sendi, faktor reumatoid negatif
b. Pausiartikular: < 5 sendi
c. Sistemik : artritis dengan demam
d. Artritis reumatoid juvenil : > 4 sendi, faktor reumatoid positif
e. Spondilitis ankilosing juvenil
f. Artritis psoriasis juvenil

Kriteria diagnosis Juvenile Idiopatic Arthritis menurut International League of


Associations for Rheumatology (ILAR) :14
1. Artritis Sistemik
2. Oligoartritis
a. Persisten

16
b. Extended
3. Poliartritis ( faktor reumatoid negatif )
4. Poliartritis ( faktor reumatoid positif )
5. Artritis psoriasis
6. Artritis terkait entesitis
7. Artritis Lain
a. Tidak memenuhi kategori
b. Memenuhi lebih dari satu kategori

Artritis sistemik
Definisi: artritis dengan demam atau didahului oleh demam paling sedikit 2
minggu, yang terekam sebagaidemam quotidian minimal 3 hari, disertai satu atau
lebih tanda berikut:15
1. Ruam eritem evanescent, tidak menetap (non-fixed)
2. Pembesaran kelenjar getah bening generalisata
3. Hepatomegali atau splenomegali
4. Serositis.
Eksklusi: eksklusi untuk klasifikasi artritis sistemik tidak dicantumkan, tetapi
bila tidak ditemukan tandaklasik penyakit sistemik, maka kemiripan dengan
penyakit infeksi atau keganasan harus disingkirkan denganpemeriksaan
laboratorium yang tepat.15
Deskriptor:
1 Usia pada saat onset penyakit
2. Pola artritis selama periode onset (selama 6 bulan pertama sakit)
a. oligoartritis
b. poliartritis
c. artritis timbul setelah 6 bulan pertama kelainan sistemik
3. Pola artritis selama perjalanan penyakit (setelah 6 bulan pertama sakit)
a. oligoartritis
b. poliartritis
c. tanpa artritis setelah 6 bulan pertama sakit

17
4. Gambaran penyakit sistemik setelah 6 bulan
5. Adanya faktor reumatoid (FR)
6. Kadar protein C-reaktif. 15
Oligoartritis
Definisi: artritis pada 1-4 sendi dalam 6 bulan pertama sakit. Terdapat 2
kategori:
1. Oligoartritis persisten: mengenai tidak lebih dari 4 sendi selama perjalanan
penyakit
2. Oligoartritis extended: secara kumulatif mengenai 5 sendi atau lebih setelah 6
bulan pertama sakit. 15
Eksklusi:
1. Riwayat psoriasis dalam keluarga, paling sedikit pada tingkat 1 atau 2 pedigri,
dengan konfirmasi olehdermatologis
2. Riwayat penyakit dalam keluarga yang secara medis terbukti berhubungan
dengan HLA-B27 palingtidak pada tingkat 1 atau 2 pedegri
3. FR positif
4. Anak lelaki HLA-B27 positif dengan onset artritis setelah usia 8 tahun
5. Artritis sistemik. 15
Deskriptor:
1. Usia pada saat onset artritis dan psoriasis
2. Pola artritis pada saat 6 bulan dan kunjungan klinik terakhir
a. hanya sendi besar
b. hanya sendi kecil
c. predominan pada tungkai: (i) tungkai atas predominan, (ii) tungkai bawah
predominan, (iii)tidakada predominansi tungkai atas atau bawah
d. keterlibatan sendi spesifik (paha, leher)
e. simetri artritis
3. Adanya uveitis anterior (akut atau kronik)
4. Adanya ANA
5. Alel protektif atau predisposisi HLA kelas I atau II. 15
Poliartritis FR negatif

18
Definisi: artritis mengenai 5 sendi atau lebih selama 6 bulan pertama sakit, uji
FR negatif. 15
Eksklusi:
1. Faktor Reumatoid positif
2. Artritis sistemik. 15
Deskriptor:
1. Usia saat onset artritis
2. Simetri artritis
3. Adanya ANA
4. Adanya uveitis (akut atau kronik). 15
Poliartritis FR positif
Definisi: artritis mengenai 5 sendi atau lebih selama 6 bulan pertama sakit,
dengan uji FR positif pada dua kalipemeriksaan dengan jarak paling sedikit 3
bulan.15
Eksklusi:
1. Uji Faktor Reumatoid negatif pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak paling
sedikit 3 bulan
2. Artritis sistemik.15
Deskriptor:
1. Usia saat onset artritis
2. Simetri artritis
3. Adanya ANA
4. Karakter imunogenetik (sebanding dengan populasi artritis reumatoid
dewasa).15
2.6.2 Pemeriksaan Penunjang
2.6.2.1 Laboratorium
Selama penyakit aktif, LED dan CRP biasanya meningkat. Anemia pada
umumnya dijumpai, biasanya dengan angka retikulosit rendah dan uji Coomb
negatif. Selain itu ditemukan peningkatan sel darah putih.Trombositosis dapat
terjadi terutama pada penyakit. Analisis urin normal, selama terapi non-steroid
mungkin ditemukan sedikit eritrosit dan sel tubuler ginjal. Terdapat kenaikan

19
fraksi α2-dan gamma globulin dalam serum dan penurunan albumin. Salah satu
atau semua kadar imunoglobulin serum dapat naik.
ANA ditemukan pada beberapa anak dengan penyakit faktor reumatoid-
negatif (25%), faktor reumatoid positif (75%), atau pausiartikular tipe I (90%)
tetapi jarang pada mereka yang dengan penyakit sistemik atau pausiartikuler tipe
II. Penemuan ANA tidak berkolerasi dengan keparahan penyakit.
Faktor reumatoid ditemukan pada sekitar 5% anak JIA dan berkolerasi dengan
JIA yang mulai pada umur yang lebih tua. Hasil uji positif paling sering
dihubungkan dengan penyakit poliartikular, yang mulai pada akhir masa kanak-
kanak, artritis destruksi berat, dan nodulus reumatoid.
Cairan sinovial pada JIA tampak seperti berawan dan biasanya berisi jumlah
protein yang naik. Jumlah sel dapat bervariasi dari 5000-80.000 sel/mm3; sel-sel
tersebut terutama netrofil. Kadar glukosa pada cairan sendi mungkin rendah;
kadar komplemen mungkin normal atau menurun.13
Faktor reumatoid adalah kompleks IgM-anti IgG pada dewasa dan mudah
dideteksi, sedangkan pada JIA lebih sering IgG-anti IgG yang lebih sukar
dideteksi laboratorium. Anti-Nuclear Antibody (ANA) lebih sering dijumpai pada
JIA.Kekerapannya lebih tinggi pada penderita wanita muda dengan oligoartritis
dengan komplikasi uveitis.Pemeriksaan imunogenetik menunjukkan bahwa HLA
B27 lebih sering pada tipe oligoartritis yang kemudian menjadi spondilitis
ankilosa. HLA B5 B8 dan BW35 lebih sering ditemukan di Australia.4
2.6.2..2 Radiologi
Pemeriksaan radiologi JIA dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
kerusakan yang terjadi pada keadaan klinis tertentu.Kelainan radiologik yang
terlihat pada sendi biasanya adalah pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi,
pelebaran ruang sendi, osteoporosis, dan kelainan yang agak jarang seperti
formasi tulang baru periostal.Pada tingkat lebih lanjut (biasanya lebih dari 2
tahun) dapat terlihat erosi tulang persendian dan penyempitan daerah tulang
rawan.Ankilosis dapat ditemukan terutama di daerah sendi karpal dan tarsal.
Gambaran nekrosis aseptik jarang dijumpai pada JIA walaupun dengan
pengobatan steroid dosis tinggi jangka panjang.Tidak semua sendi kelompok JIA

20
menunjukkan gambaran erosi, biasanya hanya didapatkan pembengkakan pada
jaringan lunak, sedangkan erosi sendi hanya didapatkan pada kelompok
poliartikular.
Gambaran agak khas pada tipe oligoartritis dapat terlihat berupa erosi tulang
pada fase lanjut, pengecilan diameter tulang panjang, serta atrofi jaringan lunak
regional sekunder. Kauffman dan Lovell mengajukan beberapa gambaran
radiologik yang menurut mereka khas untuk JIA sistemik, yaitu a)tulang panjang
yang memendek, melengkung, dan melebar, b)metafisis mengembang, dan
c)fragmentasi iregular epifisis pada masa awal sakit yang kemudian secara
bertahap bergabung ke dalam metafisis.
Pemeriksaan foto rontgen tidak sensitif untuk mendeteksi penyakit tulang atau
manifestasi jaringan lunak pada fase awal.Skintigrafi menunjukkan keadaan
hemodinamik dan aktivitas metabolik di tulang dan sendi saat pemeriksaan
dilakukan, sehingga dapat menunjukkan inflamasi sendi secara
dini.Ultrasonografi merupakan sarana paling baik untuk menilai penebalan
membran sinovial dari sendi yang meradang, bursa dan pembungkus tendon.Serta
mengetahui keadaan cairan intra-artrikular, terutama pada sendi-sendi yang susah
dilakukan pemeriksaan cairan secara klinis, seperti pinggul dan bahu.
Pemeriksaan MRI yang dipadu dengan gadolinium juga dapat membedakan
inflamasi sinovial dengan cairan sinovial.Sarana MRI dapat digunakan untuk
menilai aspek inflamasi dan destruktif dari penyakit artritis. Berlawanan dengan
foto rontgen, pemeriksaan MRI dapat digunakan untuk mendeteksi inflamasi
jaringan lunak dan perubahan tulang pada fase awal, selain itu dapat menilai
progresifitas penyakit.4
2.7 Diagnosis Banding
Beberapa hal harus dipertimbangkan dan disingkirkan sebelum menegakkan
diagnosis JIA dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, yakni:
2.7.1 Artritis pada Penyakit Infeksi
Beberapa proses infeksi seperti artritis septik, artritis reaktif danosteomielitis
dapat menunjukkan manifestasi artritis. Pada artritis septik, jaringansinovial
terinfeksi secara langsung oleh bakteri, virus ataupun agen infeksi lain.Diagnosis

21
didapatkan dari anamnesis yang cermat, pemeriksaan kultur dari cairan sinovial,
kultur darah dan pemeriksaan serologis. Pasien yang menderita artritis septik
dapat melibatkan lebih dari satu sendi namun tidak harus menunjukkan adanya
tanda sepsis ataupun tanda penyakit sistemik. Beberapa anak yang menderita
onset akut harus dicurigai menderita artritis septik.
Infeksi oleh Borrelia burgdorferi pada penyakit Lyme dapat menyebabkan
artritis yakni pausiartikular baik pada anak maupun pada dewasa. Artritis Lyme
biasanya selalu respon terhadap terapi antibiotik. Beberapa agen non-bakterial
seperti rubella, mumps, varisella, adenovirus, hepatitis B, and Mycoplasma dapat
diduga sebagai penyebab artritis. Artritis seperti ini biasanya terjadi pada akhir
dari perjalanan infeksi, meskipun kadang-kadang mendahului manifestasi klinis.
Parvovirus telah diketahui dapat menyebabkan artritis transien pada anak dengan
atau tanpa manifestasi klinis yang menyertainya.
Artritis reaktif adalah artritis steril yang menyertai infeksi gastrointestinal
dengan patogen seperti Shigella, Salmonella, Yersinia, atau Campylobacter sp
pada pejamu yang dicurigai. Beberapa anak dengan artritis akut dengan
manifestasi gastroenteritis harus dievaluasi lebih lanjut. Anak umumnya memiliki
histokompatibilitas antigen HLA B27.
Manifestasi anak dengan osteomielitis kadang mirip dengan penyakit
reumatik. Sendi yang berdekatan dengan area metafisis yang terinfeksi dari tulang
panjang dapat membengkak, namun dengan cairan sendi yang jernih. Pada
osteomielitis nyeri dan pembengkakan pada daerah metafisis lebih menyolok
daripada nyeri sendi. Perubahan gambaran radiografi pada osteomielitis terjadi
setelah sakit minimal hari ke-7. Ultrasonografi atau scanning tulang dapat
menjadi alat untuk diagnosis pada saat awal penyakit.16
2.7.2 Artritis pada Keganasan
Beberapa keganasan anak seperti pada leukemia, neuroblastoma, limfoma,
penyakit hodgkin dan rabdomiosarkoma, seperti halnya pada tumor tulang primer
seperti osteogenik sarkoma dan ewing sarkoma, dapat menyebabkan keluhan
muskuloskeletal yang sangat mirip dengan penyakit reumatik.

22
Artritis pada leukemia dan keganasan lainnya secara umum lebih disebabkan
oleh infiltrasi selganas pada struktur di sekitar sendi, dibandingkan dengan
keterlibatan langsungdari sinovial. Anak biasanya terlihat lebih menderita
dibandingkan pada JRA, dan nyeri sendi yang terjadi biasanya lebih parah,
sehingga anak tidak mau mengerakkan lengan dan tungkainya.
Diagnosis terhadap kemungkinan keganasan, dengan didapatkannya gambaran
hematologi abnormal (leukopenia, anemia berat, trombositopenia), abnormalitas
jaringan lunak atau jaringan tulang serta pemeriksaan yang tepat seperti
pemeriksaan sumsum tulang atau biopsi. Pemeriksaan radiologi sendi yang
terlibat dapat menggambarkan infiltrasi langsung ke tulang atau temuan
nonspesifik seperti penipisan metafisis atau periostitis. Namun, pemeriksaan
radiologi dapat juga menunjukkan tampilan normal yang kadang tidak membantu
dalam menegakkan diagnosis.16
2.7.3 Artritis pada Kondisi Non-Inflamasi
Beberapa kondisi non-inflamasi dapat menyebabkan nyeri sendi yang kadang
diduga sebagai JIA. Diantaranya yaitu nyeri tungkai idiopatik pada anak dan
sindrom nyeri lainnya seperti pada fibromialgia serta trauma muskuloskeletal.
Nyeri pada tumit setelah aktivitas berat merupakan penyebab tersering dari nyeri
tumit pada anak yang lebih besar dan remaja. Kondisi ini dapat menunjukkan
efusi pada lutut yang kadang-kadang mirip dengan artritis. Beberapa sindrom
genetik dan kongenital yang mempengaruhi sistem muskuloskeletal mirip dengan
artritis, seperti pada dislokasi panggul kongenital, dan displasia epifisis serta
metafisis. Diagnosis dari berbagai kondisi non-inflamasi tersebut dapat dibedakan
dari artritis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, riwayat
keluarga lengkap dan pemeriksaan radiologi sendi dan tulang.16
2.7.4 Artritis pada penyakit reumatik lain
Penyakit reumatik anak lainnya dapat mirip dengan artritis. Diagnosis pada
kondisi ini biasanya didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Semuanya
biasanya menunjukkan gejala dan tanda yang berbeda.
Demam rematik adalah penyakit post infeksi streptokokus yang
dikaitkandengan artritis berpindah. Karditis adalah temuan utamanya. Temuan

23
lain termasuk rash, nodul subkutan dan korea. Demam rematik jarang
menyebabkan artritis kronik, jadi untuk membedakanya dengan JIA tidaklah sulit.
Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit multisistem yang
dimulai dengan artritis. Artritis pada penyakit ini jarang menjadi kronik seperti
halnya JIA dan manifestasi klinisnya sangat berbeda. Anti Nuclear Antibody
(ANA) dapat ada pada hampir semua kasus lupus, umumnya dengantiter yang
tinggi. Nefritis adalah temuan yang sering pada lupus anak, dimanakadar
komplemen hemolitik serum menurun dan terjadi peningkatan dari
kadarautoantibodi DNA, temuan yang biasanya tidak ditemukan pada
JIA.Dermatomiositis biasanya dihubungkan dengan artritis namun dengan
manifestasimiositis dan rash.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan penunjang
yang tepat serta pemeriksaan laboratorium yang sesuai dapat secara efektif
membantu menyingkirkan diagnosis banding dari JIA. Penting untuk
menyingkirkan penyakit yang dapat diterapi secara pasti, seperti penyakit infeksi
dan keganasan, beberapa kondisi non-inflamasi dari tulang dan sendi, serta
penyakit reumatoid yang fatal seperti lupus dermatomiositis maupun demam
reumatik sebelum menetapkan diagnosis dari JIA.16
2.8 Penatalaksanaan

Dasar pengobatan JRA adalah suportif, bukan kuratif. Tujuan pengobatan


adalah mengontrol nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi otot serta rentang gerakan
(range of motion), mengatasi komplikasi sistemik, memfasilitasi perkembangan
dan pertumbuhan yang normal.14

2.8.1 Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS)

Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) digunakan pada sebagian besar anak
dalam terapi inisial. Obat golongan ini mempunyai efek antipiretik, analgetik, dan
antiinflamasi serta aman untuk penggunaan jangka panjang pada anak. Selain itu
obat ini juga menghambat sintesis prostaglandin. Sebagian besar anak dengan tipe
oligoartritis dan sedikit poliartritis mempunyai respon baik terhadap pengobatan
OAINS tanpa memerlukan tambahan obat lini kedua.14

24
Penggunaan aspirin sebagai pilihan obat telah digantikan dengan OAINS
karena adanya peningkatan toksisitas gaster dan hepatotoksisitas yang ditandai
dengan transaminasemia. Dengan adanya OAINS yang menghambat siklus
siklooksigenase (COX), khususnya COX-2 maka penggunaan OAINS lebih
dipilih daripada aspirin karena tidak menyebabkan agregasi trombosit, sehingga
dapat digunakan pada pasien yang mempunyai masalah perdarahan. Namun
demikian, aspirin masih mampu menekan demam dan aspek inflamasi lainnya dan
terbukti aman dalam penggunaan jangka panjang.14

Macam OAINS yang sering digunakan pada anak-anak:17

2.8.2 Imunosupresan

Imunosupresan hanya diberikan dalam protokol eksperimental untuk keadaan


berat yang mengancam kehidupan, walaupun beberapa pusat reumatologi sudah

25
mulai memakainya dalam protokol baku. Obat yang biasa dipergunakan adalah
azatioprin, siklofosfamid dan metotreksat. 14,17

Metotreksat mempunyai onset kerja cepat, efektif, toksisitas yang masih dapat
diterima, sehingga merupakan obat lini kedua dalam JRA. Keunggulan
penggunaan obat ini adalah efektif dan dosis relatif rendah, pemberian oral dan
dosis 1 kali per minggu. Indikasinya adalah untuk poliartritis berat, oligoartritis
yang agresif atau gejala sistemik yang tidak membaik dengan OAINS,
hidroksiklorokuins. Lama pengobatan yang dianggap adekuat adalah 6 bulan.
Asam folat 1 mg/hari sering diberikan bersama metotreksat untuk mengurangi
toksisitas mukosa gastrointestinal.14,17

2.8.3 Obat Antireumatik Kerja Lambat

Golongan ini terdiri dari obat antimalaria (hidroksiklorokuin),obat golongan


ini hanya diberikan untuk poliartritis progresif yang tidak menunjukan perbaikan
dengan OAINS. Hidroksiklorokuin dapat bermanfaat sebagai obat tambahan
OAINS. Pemberian hidroksiklorokuin harus didahului dengan pemeriksaan mata,
khususnya keadaan retina, lapangan pandang, dan warna. Oleh karena itu,
penggunaan obat ini jarang diberikan pada anak di bawah usia 4-7 tahun karena
adanya kesulitan tindak lanjut pada pemeriksaan mata. Bila setelah 6 bulan

26
pengobatan tidak diperoleh perbaikan maka hidroksiklorokuin harus
dihentikan.14,17

2.8.4 Kortikosteroid

Diberikan bila terdapat gejala penyakit yang memberat, uveitis kronik,


mengurangi inflamasi, atau untuk suntikan intraartikular. Bila terjadi perbaikan
klinis maka dosis diturunkan perlahan dan prednison dihentikan. Efek samping
yang dapat terjadi pada pemakaian jangka panjang antara lain sindrom cushing,
penekanan pertumbuhan, fraktur, katarak, gejala gastrointestinal dan defisiensi
glukokortikoid.14,17

Kortikosteroid intra-artikular dapat diberikan pada oligoartritis yang tidak


berespon dengan OAINS atau sebagai bantuan dalam terapi fisik pada sendi yang
sudah mengalami inflamasi dan kontraktur. Kortikosteroid intra-artikular juga
dapat diberikan pada poliartritis dimana satu atau beberapa sendi tidak berespon
dengan OAINS. Namun, pemberian injeksi intra-artikular ini harus dibatasi,
misalnya 3 kali pada 1 sendi selama 1 tahun. Triamsinolon heksasetonid
merupakan obat pilihan dengan dosis 20-40 mg untuk sendi besar. 4

27
Gambar 2. Tatalaksana JIA 17

2.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi penting dapat terjadi akibat JRA. Namun dengan
tetapmemantau keadaan anak dan pemberian pengobatan dapat menurunkan
resiko dari komplikasi-komplikasi berikut:18
1. Komplikasi pada mata
Uveitis (inflamasi pada mata) merupakan komplikasi yang sering tanpa
gejala.Biasanya terjadi pada anak perempuan yang memiliki hasil ANA positif.
Bila kondisi ini tidak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan terjadinya
katarak, glaukoma bahkan kebutaan. Uveitis terkait JRA biasanya asimptomatik.
Skrining terhadap uveitis telah dilakukan selama beberapa tahun dan telah
membantu menurunkan prevalensi pasien yang kehilangan penglihatan.
2. Deformitas tulang

28
Inflamasi sinovitis dan efek destruksinya pada sendi dapat menyebabkan
berbagai komplikasi neurologis pada pasien rheumatoid arthritis. Kompresi yang
berlokasi pada saraf median di pergelangan tangan merupakan neuropati yang
paling banyak dilaporkan pada pasien rheumatoid arthritis dewasa. Dalam suatu
penelitian didapatkan bahwa saraf median tidak terpengaruh pada pasien
denganJRA. Namun, perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel lebih besar
sehingga dapat mengevaluasi struktur pada carpal tunner.
3. Gangguan pertumbuhan
JIA dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tulang anak.
Beberapa obat yang digunakan untuk mengobati JIA, terutama kortikosteroid,
juga dapat menghambat pertumbuhan, menyebabkan diskrepensi panjang tungkai,
kaki tidak sama panjang, dan deformitas tulang.
4. Kontraktur sendi
Pada lutut, dapat terjadi kekakuan lutut, deformitas sendi dan kerusakan
sendi.Komplikasi pada tulang leher mengakibatkan anak mengalami kesulitan
menekukkan kepala ke depan. Komplikasi pada tulang punggung berupa
keterbatasan gerakan punggung.
5. Lainnya
Perkarditis dapat terjadi dengan gejala terseringnya berupa nafas pendek
yangtidak dapat dijelaskan. Dapat juga terjadi anemia atau kelainan darah
sejenisnya. Inflamasi dari arteri pada tangan dan kaki yang dapat mengganggu
sirkulasi dan menyebabkan kerusakan serius pada jari tangan dan jari kaki. Selain
itu pernah juga dilaporkan terjadinya inflamasi hepar. 18
2.10. Prognosis
Pada kebanyakan kasus, JIA berespon secara lambat dan berangsurangsur
terhadap terapi yang cocok. JIA biasanya sembuh sebelum dewasa. Pasien yang
menderita artritis hanya pada beberapa sendi memiliki prognosis lebih baik dari
pada mereka yang telah menderita penyakit artritis sistemik, yang sulit
untukdisembuhkan. Walaupun hal ini dapat menjadi masalah yang serius, namun
hanyasedikit orang yang meninggal karenanya.18

29
Prognosis bervariasi berdasarkan kepada bentuk JIA. Lebih dari
50%pasien berkembang menjadi lesi sendi yang berat dengan poliartikuler
seropositif, 25% berkembang menjadi bentuk sistemik, dan 10-20% berupa
poliartikuler seronegatif. Penyebab utama morbiditas pada JIA poliartikuler dan
sistemik adalah penyakit sendi kronis.20% anak yang menderita penyakit
pausiartikuler tipe I nantinya berkembang menjadi poliartritis berat. Pada penyakit
pausiartikuler, morbiditas utama adalah iridosiklitis kronis pada penderita tipe I
dan selanjutnya spondiloartropati pada penderita tipe II. 12,19
Dalam perjalanan penyakit mungkin terdapat eksaserbasi, remisi, atau
gejala-gejala dapat berlangsung selama bertahun-tahun dengan artritis ringan atau
berat yang menyebabkan penghancuran sendi dan deformitas permanen sehingga
menyebabkan timbulnya cacat. Penyakit tidak selalu mereda pada masa pubertas.
Beberapa penderita terus menderita artritis aktif sampai dewasa, dan beberapa
penderita mengalami eksaserbasi sesudah penyakit yang dalam waktu bertahun-
tahun tampak mereda secara sempurna.12
Penderita dengan poliartritis faktor reumatoid-positif dan JIA
sistemikmempunyai prognosis yang paling jelek terhadap fungsi sendi. Namun,
prognosisterhadap keseluruhan baik. Sekurang-kurangnya 75% penderita JIA
akhirnya mengalami penyembuhan lama tanpa deformitas sisa atau kehilangan
fungsi. Hanya sedikit yang tetap dengan cacat deformitas sendi. Kelemahan pada
penderita terutama diakibatkan oleh penyakit sendi pinggul berat, sebagaimana
hilangnya visus karena iridosiklitis. Di Eropa, amiloidosis mengenai sekitar 5%
penderita JIA tetapi di Amerika Serikat komplikasi ini jarang ditemui.12,18
Dengan terapi yang tepat, anak dengan segala bentuk dari artritis akan
selalu membaik seiring waktu. Sebagian besar anak dengan artritis tumbuh normal
tanpa kesulitan berarti. Biasanya untuk kasus berat dengan pengobatan yang tepat,
terapi fisik dan okupasi yang tepat dan operasi yang tepat bila diperlukan,
sebenarnya tidak satu pun pasien yang membutuhkan kursi roda. Anak dengan
penyakit onset sistemik cenderung berespon baik dengan pengobatan medis atau
berkembang menjadi poliartikular berat yang cenderung resisten dengan
pengobatan medis, dengan penyakit persisten hingga dewasa.18

30
Saat ini telah banyak kemajuan signifikan dalam pengobatan anak dengan
artritis. Kemajuan pengobatan selama 20 tahun terakhir ini terutama dengan
ditemukannya steroid intraartikular, metotreksat, dan pengobatan biologik telah
didapatkan kemajuan dramatis dari prognosis anak dengan artritis. Hampir semua
anak dengan JIA dapat hidup produktif. Namun, banyak pasien, khususnya yang
memiliki penyakit poliartikular, mungkin memiliki masalah penyakit aktif saat
dewasa, dengan mencapai remisi terus-menerus pada sebagian kecil pasien.18

31
BAB III
STATUS ORANG SAKIT

Nama : ALN
Usia : 6 tahun 4 bulan
Jenis kelamin : Laki - Laki
Alamat : Jl.Garuda Gg. Palapa No. 11 D Sei Sikambing Medan
Nomor MR : 74.74.97
Tanggal masuk : 11/12/2018
Keluhan utama : Nyeri pada leher dan lutut
Telaah :
- Hal ini telah dialami pasien sejak 5 hari yang lalu, keluhan disertai dengan
bengkak pada kedua sendi lutut. Riwayat keluhan nyeri sendi sudah
dirasakan pasien sejak 6 bulan ini, bersifat hilang timbul dan berpindah-
pindah. Saat nyeri timbul, pasien menangis dan menjerit-jerit. Nyeri paling
sering dirasakanpada sendi lutut, leher, bokong, dada, dan pinggang. Nyeri
hilang dengan obat parasetamol dan dexamethasone kemudian nyeri
timbul kembali. Nyeri sendi disertai dengan pembengkakan dan
kemerahan sendi serta keterbatasan gerak.
- Demam dialami pasien sejak 6 bulan ini, bersifat tinggi hingga mencapai
39 - 40oC. Demam muncul secara tiba-tiba pada malam hari dan kembali
reda pada pagiharinya. Demam disertai menggigil. Demam turun dengan
obat penurun panas.Pasien memiliki riwayat bebas demam 3-4 hari namun
dalam 1 minggu ini pasien demam terus-menerus.
- Kejang tidak dijumpai. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.
- Mual dan muntah tidak dijumpai. Riwayat mual dan muntah sebelumnya
disangkal.
- Batuk tidak dijumpai. Riwayat batuk disangkal.
- Sesak napas tidak dijumpai. Riwayat sesak napas disangkal.

32
- Ruam merah pada badan dan paha pasien dijumpai, tidak disertai rasa
gatal, dan cepat menghilang saat demam turun. Kemudian muncul kembali
saat suhu tubuh kembali naik.
- Rasa silau atau merah pada pipi tidak dijumpai. Sariawan tidak dijumpai.
Rambut rontok tidak dijumpai.
- Pucat dijumpai. Riwayat perdarahan seperti mimisan dan gusi berdarah
tidak dijumpai. Gusi bengkak tidak dijumpai.
- Nyeri menelan tidak dijumpai. Riwayat nyeri menelan sebelumnya
disangkal.
- Penurunan asupan makan dan minum dijumpai.
- BAK kesan cukup, nyeri saat BAK tidak dijumpai. BAK keruh tidak
dijumpai. BAK berwarna merah tidak dijumpai.
- BAB kesan normal. BAB cair tidak dijumpai. BAB berwarna hitam tidak
dijumpai, BAB berdarah tidak dijumpai.
- Riwayat terjatuh sebelumnya disangkal.
- Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria disangkal.
- Riwayat keluarga yang menderita keluhan yang sama disangkal.
- Riwayat penyakit terdahulu : Pasien pernah berobat ke RS Colombia
Asia untuk keluhan demam dan nyeri sendi 4 bulan yang lalu dengan
diagnosa sangkaan penyakit autoimun.
- Riwayat penggunaan obat : Parasetamol, Dexamethasone (selama 3
hari).
- Riwayat kehamilan : Pasien merupakan anak pertama. Umur ibu
saat mengandung pasien adalah 20 tahun. Ibu mengaku rutinkontrol
kehamilan setiap bulan ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan. Pada
awal kehamilan pasien, ibu pasien mengaku mengalami perdarahan
pervaginam sampai usia kandungan 4 bulan. Dokter mendiagnosis ibu
dengan kista ovarium dan diberikan obat-obatan, namun ibu lupa nama
obatnya. Setelah usia kandungan 5 bulan, ibu pasien mengaku tidak pernah
mengalami pendarahan lagi dan ibu pasien mengaku sehat sampai ibu
melahirkan.

33
- Riwayat kelahiran :Pasien lahircukup bulan melalui persalinan
seksio sesarea karena posisi janin sungsang,lahir ditolong oleh dokter
spesialis kandungan dan kebidanan dan segera menangis. Usia ibu saat
melahirkan pasien adalah 20 tahun. BBL3300 gram, PB dan LK tidak
jelas.
- Riwayat imunisasi : Kesan lengkap menurut ibu.
- Riwayat pemberian makan : Pasien mendapatkan ASI eksklusif sampai
usia 4 bulandan setelah 4 bulan ibu mengaku ASI tidak lagi keluar dan
dilanjutkan dengan susu formula ditambah makanan pendamping saat anak
sudah berusia 6 bulan.
- Riwayat tumbuh kembang :Ibu mengaku tidak mengingat riwayat
tumbuh kembang anak dikarenakan ibu sibuk bekerja sampai berusia anak
2 tahun.

Status Presens
Sensorium: GCS 15 (E4V5M5)T: 38,5°C BB: 20kg TB:121 cm
TD: 110/80 mmHg BB/U: 90,9 % (BB normal)
HR:110 kali/menit TB/U: 101% (Tinggi normal)
RR: 22 kali/menit BB/TB: 102% (Gizi baik)
VAS: 7
Kondisi umum : Sedang
Kondisi penyakit : Sedang
Kondisi nutrisi : Gizi baik
Tidak terdapat dyspnoe, anemia, jaundice, sianosis, serta edema.

Status Lokalisata
Kepala :
Rambut : Normal, berwarna hitam, tidak kering, dan tidak mudah di cabut
Wajah :Normal, tidak dismorfik, tidak ada edema
Mata :Refleks cahaya (+/+), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3mm,
konjungtiva palpebra inferior pucat(+/+), sklera ikterik (-/-), tidak

34
terdapat ptosis, lagoftalmos, enopthalmus, eksoftalmos, maupun
strabismus.
Hidung : Deviasi septum tidak dijumpai, tidak terdapat pernafasan cuping
hidung dan epistaksis tidak dijumpai
Mulut : Tidak terdapat trismus, maupun mulut mencucu
Bibir : Mukosa bibir pucat dan tidak dijumpai sianosis
Gusi : Tidak ada dijumpai gusi berdarah ataupun bengkak
Lidah : Tidak terdapat lidah kotor, candidiasis oral, dan tremor lidah
Tonsil faring : Ukuran tonsil T1/T1, Hiperemis tidak di jumpai, nyeri (-),
pembesaran (-), pseudomembran (-), bercak perdarahan (-)
Telinga : Normal, tidak dijumpai kelainan
Leher : TVJ R -2 cmH2O, teraba benjolan di regio colli posterior, ukuran
10 x 7cm, hiperemis tidak dijumpai, nyeri tekan dijumpai
Toraks
a. Inspeksi
- Bentuk (statis) : Simetris fusiformis, funnel chest (-), barrel chest (-),
pigeon chest (-), kifosis (-), skoliosis (-), lordosis (-), gibbus (-
),ketinggalan bernafas (-), ruam eritema (+)
- Dinamik : Jenis pernafasan: thorakal-abdominal, usaha otot bantu
nafas (-), retraksi (-), RR: 22 kali/menit, regular
a. Palpasi :Lapangan paru atas : stem fremitus kanan = kiri
Lapangan parutengah : stem fremitus kanan = kiri
Lapangan parubawah : stem fremitus kanan = kiri
b. Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru
c. Auskultasi :suara pernafasan : vesikuler
suara tambahan : ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : HR:110 kali/menit, regular, desah (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, nyeri tekan (-), Hepar/Lien : tidak
teraba, ruam eritema (+)
Ekstremitas : Akral hangat, nadi 110 kali/menit, regular, t/v cukup,CRT <2”,

35
TD: 110/80 mmHg ,bengkak sendi genu bilateral (+) dan teraba
panas, nyeri tekan sendi genu bilateral (+), bengkak pada sendi
bahu kiri (+), ruam eritema femoral bilateral (+)
Genitalia : Laki-laki, dalam batas normal

Diagnosis banding : 1. Juvenile Idiopathic Arthtritis


2. Acute Leukimia
3. Systemic Lupus Erythematosus
Diagnosis kerja : Susp. Juvenile Idiopathic Arthtritis
Tatalaksana : -Tirah baring
- IVFD D5% + NaCl 0,45%60 cc/jam
- IVFD Paracetamol 300mg/iv
- Ibuprofen 3x200 mg PO

Hasil Laboratorium (11/12/2018)

Darah lengkap Hasil Rujukan


Hemoglobin : 9,6 g/dL (10,8– 15,6)
Eritrosit : 3,45 x 106/µL (4,50 – 6,50)
Leukosit : 5.470/µL (4.500 – 13.500)
Hematokrit : 28 % (33 – 45)
Trombosit : 129.000 /µL (181.000 – 521.000)
MCV : 82 fl (69–93)
MCH : 27,8 pg (22–34)
MCHC : 34,0 g/dl (32– 36)
RDW : 12,9 % (11 – 15)
MPV : 11,5fL (6,5 – 9,5)
LED : 11,5 % (0 – 10)
Differential Counting
Neutrofil : 65,8% (25–60)
Limfosit : 30,7% (25–50)

36
Monosit : 3,3% (1–6)
Eosinofil : 0,0% (1–5)
Basofil : 0,2% (0 – 1)

Elektrolit
Kalsium : 8,3 mg/dL (8,4–10,2)
Natrium : 132 mEq/L (135–155)
Kalium : 3,1 mEq/L (3,6–5,5)
Klorida : 98 mEq/L (96–106)

Fungsi Ginjal
BUN : 7 mg/dL (9 –21)
Ureum : 15 mg/dL (19 –44)
Kreatinin : 0,43 mg/dL (0,7 –1,3)
Asam Urat : 6,0 (3,5 –7,2)

37
BAB IV
FOLLOW UP

Pemantauan tanggal 11/12/2018


S: demam(+),bengkak dan nyeri pada leher dan lutut bilateran (+)
O: Sensorium: CM T: 38,2°C
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3mm,
konjungtiva palpebra inferior pucat, sklera normal, tidak terdapat
ptosis, lagoftalmos, enopthalmus, eksoftalmos, maupun strabismus.
Hidung : Deviasi septum tidak dijumpai, tidak terdapat pernafasan cuping
hidung dan epistaksis tidak dijumpai
Mulut : Tidak terdapat trismus, maupun mulut mencucu
Bibir : Tidak pucat dan tidak dijumpai sianosis
Gusi : Tidak ada dijumpai gusi berdarah
Lidah : Tidak terdapat lidah kotor, candidiasis oral dan tremor lidah
Tonsil faring : Ukuran tonsil T1/T1, Hiperemis tidak di jumpai, nyeri (-),
pembesaran (-), pseudomembran (-), bercak perdarahan (-)
Telinga : Normal, tidak dijumpai kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-), TVJ R -2 cmH2O, kaku kuduk (-), teraba
benjolann di regio coli posterior ukuran 10x7 cm,hiperemis tidak dijumpai, nyeri
taekan pada leher (+)

Toraks
b. Inspeksi
- Bentuk (statis) : Simetris fusiformis, funnel chest (-), barrel chest (-),
pigeon chest (-), kifosis (-), skoliosis (-), lordosis (-), gibbus (-) ,
ketinggalan bernafas (-) , ruam eritema (+)
- Dinamik : Jenis pernafasan: thorakal-abdominal, usaha otot bantu
nafas (-), retraksi (-), RR: 20 kali/menit, regular
c. Palpasi :Lapangan paru atas : stem fremitus kanan = kiri
Lapangan paru tengah: stem fremitus kanan = kiri

38
Lapangan paru bawah : stem fremitus kanan = kiri
d. Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru
e. Auskultas :suara pernafasan : vesikuler
suara tambahan : ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : HR: 100 kali/menit, regular, desah (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, nyeri tekan (-), Hepar/Lien : tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, nadi 100 kali/menit, regular, t/v cukup,CRT <2”,
TD: 120/70 mmHg , bengkak lutut bilateral , nyeri tekan
dijumpai.
Genitalia, : Dalam batas normal, laki-laki
anorectal
A: 1. Prolonged fever
2. Sangkaan JIA
P: -Tirah baring
- IVFD D5% + NaCl 0,45%60 cc/jam
- IVFD Paracetamol 300mg/iv
-ibuprofen 3x200 m-Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam
- Inj. Gentamisin 40 mg/8 jam
R: Cek ANA test,CRP, LED

Pemantauan tanggal 12-13/12/2018


S: demam masih dijumpai, bemgkak dan nyeri pada leher dan lutut kanan
O: Sensorium: CM T: 38,0°C
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3mm,
konjungtiva palpebra inferior pucat, sklera normal, tidak terdapat ptosis,
lagoftalmos, enopthalmus, eksoftalmos, maupun strabismus.
Hidung : Deviasi septum tidak dijumpai, tidak terdapat pernafasan cuping
hidung dan epistaksis tidak dijumpai
Mulut : Tidak terdapat trismus, maupun mulut mencucu
Bibir : Tidak pucat dan tidak dijumpai sianosis
Gusi : Tidak ada dijumpai gusi berdarah

39
Lidah : Tidak terdapat lidah kotor, candidiasis oral dan tremor lidah
Tonsil faring :Ukuran tonsil T1/T1, Hiperemis tidak di jumpai, nyeri (-),
pembesaran (-), pseudomembran (-), bercak perdarahan (-)
Telinga : Normal, tidak dijumpai kelainan
Leher :Pembesaran KGB (-), tvj R -2 cmH2O, kaku kuduk (-), teraba
benjolann di regio coli posterior ukuran 10x7 cm,hiperemis tidak dijumpai, nyeri
tekan pada leher (+)
Toraks
a. Inspeksi
- Bentuk (statis) : Simetris fusiformis, funnel chest (-), barrel chest (-),
pigeon chest (-), kifosis (-), skoliosis (-), lordosis (-), gibbus(-),
ketinggalan bernafas (-) , ruam eritema (+)
- Dinamik: Jenis pernafasan: thorakal-abdominal, usaha otot bantu nafas (-),
retraksi (-), RR: 22 kali/menit, regular
b. Palpasi :Lapangan paru atas : stem fremitus kanan = kiri
Lapangan paru tengah : stem fremitus kanan = kiri
Lapangan parubawah : stem fremitus kanan = kiri
c. Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru
d. Auskultasi :suara pernafasan : vesikuler
suara tambahan : ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : HR: 140 kali/menit, regular, desah (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, nyeri tekan (-), Hepar/Lien : tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, nadi 102 kali/menit, regular, t/v cukup,CRT <2”,
TD: 110/80 mmHg , bengkak dan nyeri pada lutut bilateral(+).
Genitalia, : Dalam batas normal, laki-laki

A: 1. Prolonged fever
2. Sangkaan JIA
3. Sangkaan anemia hemolitik dd/-penyakit kronis
-anemia defisiensi besi

40
P: -Tirah baring
- IVFD D5% + NaCl 0,45%60 cc/jam
- IVFD Paracetamol 300mg/iv
-ibuprofen 3x200 m-Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam
- Inj. Gentamisin 40 mg/8 jam
-inj.cefotaxime 1 gr/12 jam
R/cek urinalisa, profil besi, retikulosit, RF, ANA(susul hasil)

Hasil laboratorium 13/12/2018


Urine lengkap
 Warna : kuning keruh
 Glukosa :-
 Bilirubin :-
 Keton :-
 Berat Jenis : 1,006
 pH :7,0
 Protein :-
 Nitrit :-
 Leukosit :+
 Darah :-
Imunoserologi
Vitamin D : 19,1 ng/ml (30 –40)
CRP Kuantitatif : < 0,7 mg/dl ( < 0,7)
Procalcitonin : 1,15 mg/ml ( < 0,05)
ASTO : < 200 ( < 200)
Faktor Rheumatoid (RF) : < 8 IU/ml ( < 8)
ANA test : 5,16 IU/ml ( <20)
Hematologi
Tet Coomb

41
- Direct : Negatif ( Negatif )
- Indirect : Negatif ( Negatif )
Retikulosit : 0,56 % (0,2 –2,5)
Faal Hemostasis
Ferritin : > 2000 ng/ml (15-240)
Besi (Fe/iron) : 41 mcg/dl (65-175)
TIBC : 186 mcg/dl (112-346)

Pemantauan tanggal 14-15 /10/2018


S: demam naik turun, nyeri lutut dan leher berkurang
O: Sensorium: CM T: 37,3°C
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3mm,
konjungtiva palpebra inferior tidak pucat, sklera normal, tidak
terdapat ptosis, lagoftalmos, enopthalmus, eksoftalmos, maupun
strabismus.
Hidung : Deviasi septum tidak dijumpai, tidak terdapat pernafasan cuping
hidung dan epistaksis tidak dijumpai
Mulut : Tidak terdapat trismus, maupun mulut mencucu
Bibir : Tidak pucat dan tidak dijumpai sianosis
Gusi : Tidak ada dijumpai gusi berdarah
Lidah : Tidak terdapat lidah kotor, candidiasis oral dan tremor lidah
Tonsil faring :Ukuran tonsil T1/T1, Hiperemis tidak di jumpai, nyeri (-),
pembesaran (-), pseudomembran (-), bercak perdarahan (-)
Telinga : Normal, tidak dijumpai kelainan
Leher :Pembesaran KGB (-), tvj R -2 cmH2O, kaku kuduk (-),teraba
benjolann di regio coli posterior ukuran 10x7 cm,hiperemis tidak dijumpai, nyeri
tekan pada leher (+)
Toraks
a. Inspeksi

42
- Bentuk (statis) : Simetris fusiformis, funnel chest (-), barrel chest (-),
pigeon chest (-), kifosis (-), skoliosis (-), lordosis (-), gibbus (-
),ketinggalan bernafas (-), ruam berkurang
- Dinamik : Jenis pernafasan: thorakal-abdominal, usaha otot bantu
nafas (-), retraksi (-), RR: 21 kali/menit, regular

b. Palpasi : Lapangan paru atas : stem fremitus kanan = kiri


Lapangan parutengah : stem fremitus kanan = kiri
Lapangan parubawah : stem fremitus kanan = kiri
c. Perkusi :Sonor pada semua lapangan paru
d. Auskultasi :suara pernafasan : vesikuler
suara tambahan : ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : HR:94 kali/menit, regular, desah (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, nyeri tekan (-), Hepar/Lien : tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, nadi 120 kali/menit, regular, t/v cukup,CRT <2”,
TD: 110/70 mmHg , bengkak dan nyeri lutut bilaterang berkurang
Genitalia, : Dalam batas normal, laki-lakil
A: 1. Prolonged fever
2. Sangkaan JIA
3. Sangkaan anemia hemolitik dd/-penyakit kronis
-anemia defisiensi besi
P: -Tirah baring
- IVFD D5% + NaCl 0,45%60 cc/jam
-ibuprofen 3x200 m-Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam
- Inj. Gentamisin 40 mg/8 jam
- inj.cefotaxime 1 gr/12 jam

Pemantauan tanggal 16-17/12/2018


S: demam tidak dijumpai, nyeri sendi tidak ada
O: Sensorium: CM T: 36,80C

43
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3mm,
konjungtiva palpebra inferior tidak pucat, sklera normal, tidak
terdapat ptosis, lagoftalmos, enopthalmus, eksoftalmos, maupun
strabismus.
Hidung : Deviasi septum tidak dijumpai, tidak terdapat pernafasan cuping
hidung dan epistaksis tidak dijumpai
Mulut : Tidak terdapat trismus, maupun mulut mencucu
Bibir : Tidak pucat dan tidak dijumpai sianosis
Gusi : Tidak ada dijumpai gusi berdarah
Lidah : Tidak terdapat lidah kotor, candidiasis oral dan tremor lidah
Tonsil faring : Ukuran tonsil T1/T1, Hiperemis tidak di jumpai, nyeri (-),
pembesaran (-), pseudomembran (-), bercak perdarahan (-)
Telinga : Normal, tidak dijumpai kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-), TVJ R -2 cmH2O, kaku kuduk (-), teraba
benjolann di regio coli posterior ukuran 10x7 cm,hiperemis tidak dijumpai, nyeri
tekan pada leher berkurang
Toraks
e. Inspeksi
- Bentuk (statis) : Simetris fusiformis, funnel chest (-), barrel chest (-),
pigeon chest (-), kifosis (-), skoliosis (-), lordosis (-), gibbus (-) ,
ketinggalan bernafas (-), ruam hilang
- Dinamik : Jenis pernafasan: thorakal-abdominal, usaha otot bantu
nafas (-), retraksi (-), RR: 24 kali/menit, regular
f. Palpasi :Lapangan paru atas : stem fremitus kanan = kiri
Lapangan paru tengah: stem fremitus kanan = kiri
Lapangan paru bawah : stem fremitus kanan = kiri
g. Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru
h. Auskultasi :suara pernafasan : vesikuler
suara tambahan : ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : HR: 100 kali/menit, regular, desah (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, nyeri tekan (-), Hepar/Lien : tidak teraba

44
Ekstremitas : Akral hangat, nadi 100 kali/menit, regular, t/v cukup,CRT <2”,
TD: 100/70 mmHg , bengkak lutut kanan, nyeri berkurang.
Genitalia, : Dalam batas normal, laki-laki

A: 1. JIA
2.Sangkaan anemia hemolitik dd/-penyakit kronis
- anemia defisiensi besi
P: -Tirah baring
- IVFD D5% + NaCl 0,45%60 cc/jam
-ibuprofen 3x200 m-Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam
- Inj. Gentamisin 40 mg/8 jam

45
BAB V
DISKUSI KASUS

TEORI KASUS
DEFINISI JIA
Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA) adalah ALN, anak laki-laki berusia 6 Tahun 4
peradangan kronis autoimun pada sendi Bulan, dengan BB = 20 kg dan TB = 121
yang onsetnya terjadi sebelum usia 16 cm datang ke RSUP HAM dibawa oleh
orangtuanya dengan keluhan utama nyeri
tahun dan menetap lebih dari 6 minggu,
sendi.
setelah menyingkirkan penyebab lain.
DIAGNOSA - Hal ini telah dialami pasien sejak 5

Kriteria diagnosis Juvenile hari yang lalu, keluhan disertai

Idiopatic Arthritis menurut International dengan bengkak pada kedua sendi

League of Associations for Rheumatology lutut. Riwayat keluhan nyeri sendi

(ILAR) : sudah dirasakan pasien sejak 6 bulan


ini, bersifat hilang timbul dan
8. Artritis Sistemik
berpindah-pindah. Saat nyeri timbul,
9. Oligoartritis
pasien menangis dan menjerit-jerit.
c. Persisten
Nyeri paling sering dirasakan pada
d. Extended
sendi lutut, leher, bokong, dada, dan
10. Poliartritis (faktor reumatoid
pinggang. Nyeri hilang dengan obat
negatif )
parasetamol dan dexamethasone
11. Poliartritis (faktor reumatoid
kemudian nyeri timbul kembali.
positif )
Nyeri sendi disertai dengan
12. Artritis psoriasis
pembengkakan dan kemerahan sendi
13. Artritis terkait entesitis
serta keterbatasan gerak.
14. Artritis Lain
- Demam dialami pasien sejak 6 bulan
c. Tidak memenuhi kategori
ini, bersifat tinggi hingga mencapai
d. Memenuhi lebih dari satu
39 - 40oC. Demam muncul secara
kategori
tiba-tiba pada malam hari dan

46
Artritis sistemik kembali reda pada pagi harinya.
Definisi: artritis dengan demam atau Demam disertai menggigil. Demam
didahului oleh demam paling sedikit 2 turun dengan obat penurun panas.
minggu, yang terekam sebagaidemam Pasien memiliki riwayat bebas
quotidian minimal 3 hari, disertai satu atau demam 3-4 hari namun dalam 1
lebih tanda berikut:6 minggu ini pasien demam terus-
1. Ruam eritem evanescent, tidak menetap menerus.
(non-fixed) - Kejang tidak dijumpai. Riwayat
2. Pembesaran kelenjar getah bening kejang sebelumnya disangkal.
generalisata - Mual dan muntah tidak dijumpai.
3. Hepatomegali atau splenomegali Riwayat mual dan muntah
4. Serositis. sebelumnya disangkal.
Eksklusi: eksklusi untuk klasifikasi artritis - Batuk tidak dijumpai. Riwayat batuk
sistemik tidak dicantumkan, tetapi bila disangkal.
tidak ditemukan tandaklasik penyakit - Sesak napas tidak dijumpai. Riwayat
sistemik, maka kemiripan dengan penyakit sesak napas disangkal.
infeksi atau keganasan harus disingkirkan - Ruam merah pada badan dan paha
denganpemeriksaan laboratorium yang pasien dijumpai, tidak disertai rasa
tepat. gatal, dan cepat menghilang saat
demam turun. Kemudian muncul
Oligoartritis kembali saat suhu tubuh kembali
Definisi: artritis pada 1-4 sendi dalam 6 naik.
bulan pertama sakit. Terdapat 2 kategori: - Rasa silau atau merah pada pipi tidak
1. Oligoartritis persisten: mengenai tidak dijumpai. Sariawan tidak dijumpai.
lebih dari 4 sendi selama perjalanan Rambut rontok tidak dijumpai.
penyakit. - Pucat dijumpai. Riwayat perdarahan
2. Oligoartritis extended: secara kumulatif seperti mimisan dan gusi berdarah
mengenai 5 sendi atau lebih setelah 6 tidak dijumpai. Gusi bengkak tidak
bulan pertama sakit. dijumpai.
Eksklusi: - Nyeri menelan tidak dijumpai.
1. Riwayat psoriasis dalam keluarga,

47
paling sedikit pada tingkat 1 atau 2 Riwayat nyeri menelan sebelumnya
pedigri, dengan konfirmasi disangkal.
olehdermatologis - Penurunan asupan makan dan minum
2. Riwayat penyakit dalam keluarga yang dijumpai.
secara medis terbukti berhubungan - BAK kesan cukup, nyeri saat BAK
dengan HLA-B27 palingtidak pada tidak dijumpai. BAK keruh tidak
tingkat 1 atau 2 pedegri dijumpai. BAK berwarna merah tidak
3. FR positif dijumpai.
4.Anak lelaki HLA-B27 positif dengan - BAB kesan normal. BAB cair tidak
onset artritis setelah usia 8 tahun dijumpai. BAB berwarna hitam tidak
5. Artritis sistemik. dijumpai, BAB berdarah tidak
dijumpai.
Poliartritis FR negatif - Riwayat terjatuh sebelumnya tidak
Definisi: artritis mengenai 5 sendi atau dijumpai.
lebih selama 6 bulan pertama sakit, uji FR - Riwayat berpergian ke daerah
negatif. endemis malaria disangkal.
Eksklusi: - Riwayat keluarga yang menderita
1. Faktor Reumatoid positif keluhan yang sama disangkal.
2. Artritis sistemik.
Pemeriksaan Fisik
Poliartritis FR positif Sensorium:GCS 15 (E4V5M5)
Definisi: artritis mengenai 5 sendi atau T: 38,5°C BB: 20 kgTB: 121 cm
lebih selama 6 bulan pertama sakit, TD: 110/80 mmHgHR: 110 kali/menit
dengan uji FR positif pada dua RR: 22 kali/menit VAS: 7
kalipemeriksaan dengan jarak paling BB/U:90,9 % (BB normal)
sedikit 3 bulan. TB/U: 101 % (Tinggi normal)
Eksklusi: BB/TB: 102% (Gizi baik)
1. Uji Faktor Reumatoid negatif pada 2 Status Lokalisata
kali pemeriksaan dengan jarak paling - Kepala:
sedikit 3 bulan Rambut : Normal, berwarna
2. Artritis sistemik. hitam, tidak kering, dan tidak mudah

48
di cabut
- Wajah :Normal, tidak dismorfik,
tidak ada edema
- Mata:Refleks cahaya (+/+), pupil
isokor dengan diameter 3 mm/3mm,
konjungtiva palpebra inferior
pucat(+/+), sklera ikterik (-/-), tidak
terdapat ptosis, lagoftalmos,
enopthalmus, eksoftalmos, maupun
strabismus.
- Hidung:Deviasi septum tidak
dijumpai, tidak terdapat pernafasan
cuping hidung dan epistaksis tidak
dijumpai
- Mulut:Tidak terdapat trismus,
maupun mulut mencucu
- Bibir : Mukosa bibir pucat dan tidak
dijumpai sianosis
- Gusi: Tidak ada dijumpai gusi
berdarah ataupun bengkak
- Lidah : Tidak terdapat lidah kotor,
candidiasis oral, dan tremor lidah
- Tonsil faring : Ukuran tonsil T1/T1,
Hiperemis tidak di jumpai, nyeri (-),
pembesaran (-), pseudomembran (-),
bercak perdarahan (-)
- Telinga:Normal, tidak dijumpai
kelainan
- Leher: TVJ R -2 cmH2O, teraba
benjolan di regio colli posterior,

49
ukuran 10 x 7cm, hiperemis tidak
dijumpai, nyeri tekan dijumpai
- Toraks
a. Inspeksi
- Bentuk:Simetrisfusiformis,
funnel chest (-), barrel chest (-),
pigeon chest (-), kifosis (-),
skoliosis (-), lordosis (-), gibbus
(-),ketinggalan bernafas (-)
- Dinamik: Jenis pernafasan:
thorakal-abdominal, usaha otot
bantu nafas (-), retraksi (-), RR:
22 kali/menit, regular
b. Palpasi :
Lapangan paru atas: stem
fremitus kanan = kiri
Lapangan parutengah :stem
fremitus kanan = kiri
Lapangan parubawah : stem
fremitus kanan = kiri
c. Perkusi: Sonor pada semua
lapangan paru
d. Auskultasi :
suara pernafasan:vesikuler

suara tambahan: ronkhi (-),


wheezing (-)

- Jantung : HR:110 kali/menit,


regular, desah (-)
- Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
N, nyeri tekan (-), Hepar/Lien : tidak

50
teraba
- Ekstremitas : Akral hangat, nadi 110
kali/menit, regular, t/v cukup,CRT
<2”, TD: 100/80 mmHg , bengkak
sendi genu bilateral (+) dan teraba
panas, nyeri tekan sendi genu
bilateral (+), bengkak pada sendi
bahu kiri (+)
- Genitalia:Laki-laki, dalam batas
normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA Darah lengkap
JIA Hemoglobin: 9,6 g/dl(10,8 – 15,6)
1. Laboratorium Eritrosit: 3,45 x 106/µL(4,50 – 6,50)
- Selama penyakit aktif, LED dan Leukosit: 5.470/µL(4.500 – 13.500)
CRP biasanya meningkat. Hematokrit: 28 %(33 – 45)
- Anemia pada umumnya dijumpai, Trombosit: 129.000 /µL(181.000 –
biasanya dengan angka retikulosit 521.000)
rendah dan uji Coomb negatif. MCV : 82 fl (69 – 93)
- Terdapat kenaikan fraksi α2-dan MCH : 27,8 pg(22–34)
gamma globulin dalam serum dan MCHC : 34,0 g/dl(32– 36)
penurunan albumin. Salah satu RDW : 12,9 % (11 – 15)
atau semua kadar imunoglobulin MPV : 11,5 fL (6,5 – 9,5)
serum dapat naik. LED : 11,5 % (0 – 10)
- ANA ditemukan pada beberapa
anak dengan penyakit faktor Differential Counting
reumatoid-negatif (25%), faktor Neutrofil: 65,8%(25–60)
reumatoid positif (75%), atau Limfosit: 30,7%(25–50)
pausiartikular tipe I (90%) tetapi Monosit: 3,3%(1–6)
jarang pada mereka yang dengan Eosinofil: 0,0% (1– 5)
penyakit sistemik atau Basofil : 0,2% (0 – 1)

51
pausiartikuler tipe II. Penemuan Elektrolit
ANA tidak berkolerasi dengan Kalsium : 8,3 mg/dL (8,4 –10,2)
keparahan penyakit.
Natrium : 132 mEq/L (135 –155)
- Faktor reumatoid ditemukan pada
sekitar 5% anak JIA dan Kalium : 3,1 mEq/L (3,6 –5,5)
berkolerasi dengan JIA yang mulai
Klorida : 98 mEq/L (96–106)
pada umur yang lebih tua. Hasil uji
positif paling sering dihubungkan
dengan penyakit poliartikular,
Fungsi Ginjal
yang mulai pada akhir masa kanak-
kanak, artritis destruksi berat, dan BUN : 7 mg/dL (9 –21)
nodulus reumatoid.
Ureum : 15 mg/dL (19 –44)
- Cairan sinovial pada JIA tampak
seperti berawan dan biasanya berisi Kreatinin : 0,43 mg/dL (0,7 –1,3)
jumlah protein yang naik. Jumlah
Asam Urat : 6,0 (3,5 –7,2)
sel dapat bervariasi dari 5000-
80.000 sel/mm; sel-sel tersebut
terutama netrofil. Kadar glukosa
Imunoserologi
pada cairan sendi mungkin rendah;
kadar komplemen mungkin normal Vitamin D : 19,1 ng/ml (30 –40)
atau menurun.
CRP Kuantitatif : < 0,7 mg/dl ( < 0,7)
- Pemeriksaan imunogenetik
menunjukkan bahwa HLA B27 Procalcitonin : 1,15 mg/ml ( < 0,05)
lebih sering pada tipe oligoartritis
ASTO : < 200 ( < 200)
yang kemudian menjadi spondilitis
ankilosa. HLA B5 B8 dan BW35 Faktor Rheumatoid (RF): < 8 IU/ml
lebih sering ditemukan di
( < 8)
Australia.
ANA test : 5,16 IU/ml ( <20)
2 Radiologi

- Kelainan radiologik yang terlihat

52
pada sendi biasanya adalah Hematologi
pembengkakan jaringan lunak
Tet Coomb
sekitar sendi, pelebaran ruang
sendi, osteoporosis, dan kelainan - Direct : Negatif ( Negatif )
yang agak jarang seperti formasi - Indirect : Negatif ( Negatif )
tulang baru periostal. Pada tingkat Retikulosit : 0,56 % (0,2 –2,5)
lebih lanjut (biasanya lebih dari 2
tahun) dapat terlihat erosi tulang
persendian dan penyempitan Faal Hemostasis
daerah tulang rawan.
Ferritin : > 2000 ng/ml (15-240)
- Pemeriksaan foto rontgen tidak
sensitif untuk mendeteksi penyakit Besi (Fe/iron) : 41 mcg/dl (65-175)
tulang atau manifestasi jaringan
TIBC : 186 mcg/dl (112-346)
lunak pada fase awal.
- Ultrasonografi merupakan sarana
paling baik untuk menilai
penebalan membran sinovial dari
sendi yang meradang, bursa dan
pembungkus tendon. Serta
mengetahui keadaan cairan intra-
artrikular, terutama pada sendi-
sendi yang susah dilakukan
pemeriksaan cairan secara klinis,
seperti pinggul dan bahu.
- Berlawanan dengan foto rontgen,
pemeriksaan MRI dapat digunakan
untuk mendeteksi inflamasi
jaringan lunak dan perubahan
tulang pada fase awal, selain itu
dapat menilai progresifitas
penyakit.

53
PENATALAKSANAAN JIA Tatalaksana pada pasien
Dasar pengobatan JIA adalah suportif,
bukan kuratif. Tujuan pengobatan adalah
- Tirah baring
mengontrol nyeri, menjaga kekuatan dan
-IVFD D5% + NaCl 0,45%60 cc/jam
fungsi otot serta rentang gerakan (range of
motion), mengatasi komplikasi sistemik, - IVFD Paracetamol 300mg/iv
memfasilitasi perkembangan dan
- Ibuprofen 3x200 mg PO
pertumbuhan yang normal.
Adapun pilihan terapi yaitu

 Obat Anti Inflamasi Nonsteroid


(OAINS)
 Imunosupresan
 Obat Antireumatik Kerja Lambat
 Kortikosteroid

54
BAB VI
KESIMPULAN

Telah dilaporkan suatu kasus Juvenile Idiopathic Arthtritis pada seorang anak
laki-laki, ALN, berusia 6 tahun 4 bulan dengan BB 20 kg dan TB 121 cm.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pasien selanjutnya ditatalaksana dengan tirah baring, IVFD D5% +
NaCl 0,45%60 cc/jam, IVFD Paracetamol 300mg/iv, Ibuprofen 3x200 mg PO.

55
DAFTAR PUSTAKA

1. Espinos Maria, Gottlieb Beth S. Juvenile Idiopathic Arthritis. Pediatrics in


Review Vol.33 No.7 July 2012.pp 303-313
2. Lovell DJ. Juvenile idiopathic arthritis. Dalam: Klippel JHSJ, Crofford LJ,
White PH, penyunting. Primer on the rheumatic disease. Edisi ke-13. New
York: Springer; 2008. hlm. 142–8.
3. Khan P. Juvenile Idiopathic Arthritis, An Update on Pharmacotherapy.
Bulletin of the NYU Hospital for Joint Diseases 2011; 69(3): 264-76.
4. David DS. Juvenile Idiopathic Arthritis. Diunduh
dari:http://emedicine.medscape.com/article/1007276-overview#a0156,
2017.
5. American Collage of Rheumatology. Recomendations for the Threatment
of Jouvenille Idiophatic Arthritis Clinician’s Guide. ACR. 2011
6. Petty R, Southwood T, Manners P, et al. International League of
Associations for Rheumatology classification of juvenile idiopathic
arthritis. 2nd revision. J Rheumatol 2004;31(2):390–2.
7. Victorian Paediatric Rheumatology Consortium.Juvenile Idiopathic
Arthritis “information for teacher”. ERC 060474 Published July
2007.pp.15(1-4)
8. Barut K, Adrovic A, Şahin S, Kasapçopur Ö. Juvenile Idiopathic Arthritis.
Balkan Med J 2017;34:90-101. Di iunduh dari:
https://www.researchgate.net/publication/313872866 [diakses 10-01-
2019]
9. Rigante Donato, Bosco Analisa, Esposito susanna. The Etiology of
Juvenile Idiopathic Arthritis Clinic Rev Allerg Immunol (2015) 49:253–
261
10. Rudolph MA. Artritis Reumatoid Juvenilis. Dalam: Buku Ajar Pediatrik
Rudolph. Vol. 1. Ed : 20. Deborah Welt Kredich. Jakarta: EGC. 2006;
537-8.(7)
11. Yuliasih. ArtritisReumatoidJuvenil. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting.
BukuAjarIlmuPenyakitDalam. Jakarta: Interna Publishing. 2010; 2520-5.
(5)
12. Kliegman R, Stanton BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE, Arvin A.
ArtritisReumatoidJuvenil. Juvenile Idiopathic Arthritis. Dalam: Kliegman
Robert M ... [et al.]. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th edition.
Philadelphia: Elsevier. 2011; 2671-2689.(9)

56
13. Saxena N. Is the enthesitis-related arthritis subtype of juvenile idiopathic
arthritis a form of chronic reactive arthritis?. Oxford University Press on
behalf of the British Society for Rheumatology. 2006; 1129-32.(10)
14. AkibAAP. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Akib AAP, Munasir Z,
Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak. Jakarta:
IDAI.2008; hal 322-44.(3)
15. Pribadi A, Akib AAP, Taralan T. ProfilKasusArtritisIdiopatikJuvenil (AIJ)
BerdasarkanKlasifikasi International League Against Rheumatism (ILAR).
Jakarta :DepartemenIlmuKesehatanAnakFakultasKedokteranUniversitas
Indonesia, RS Dr. CiptoMangunkusumo. Sari Pediatri.2008; 9 (6) : 40-8.
(6)
16. Schaller JG. Juvenil Reumatoid Artritis. American Academy of
Pediatrics.1997; 9-11.
17. Khawaldeh F, Marzi R.Recommendation Guideline for Juvenile Idiopathic
Arthritis. Drug Information Center/KAUH. 2014
18. Shiel, William C. Juvenile Rheumatoid Arthritis.
Diunduhdari:http://www.emedicinehealth.com/juvenile_rheumatoid_arthri
tis/article_em.htm tanggal 2 Januari 2019
19. Cantani A. Juvenile Rheumatoid Arthritis. Dalam: Pediatric
Allergy,Asthma, and Immunology. Springer Berlin Heidelberg
NewYork.2008:1085-100.

57

Anda mungkin juga menyukai