Anda di halaman 1dari 115

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sekarang ini sedang menghadapi banyak masalah berkaitan

dengan bidang kependudukan yang dikhawatirkan akan menjadi masalah besar

dalam pembangunan apabila tidak ditangani dengan baik. Permasalahan

kependudukan pada dasarnya terkait dengan kuantitas, kualitas dan mobilitas

penduduk. Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga telah mengamanatkan perlunya

pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk

agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh bagi pembangunan dan

ketahanan nasional.

RISKESDAS 2010, Perempuan muda di Indonesia dengan usia 10-14 tahun

menikah sebanyak 0,2% atau lebih dari 22.000 wanita menikah. Jumlah dari

perempuan muda berusia 15-19 tahun (11,7%P : 1,6%L). Diantara kelompok

umur perempuan 20-24 tahun lebih dari 56,2% sudah menikah. Di Kota

Pekalongan BP4 mencatat data calon pengantin berdasakan umur tahun 2015

menunjukan 86 jiwa pada usia 17-19 tahun perempuan menikah, dan usia 19-24

tahun sebanyak 181 jiwa laki-laki menikah.

Menurut laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

tentang capaian target tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) Indonesia tahun

2008, sebanyak 34,5 persen dari 2.049.000 pernikahan yang terjadi setiap tahun

merupakan pernikahan dini(Bappenas, 2008). Hasil data Survei Demografi

1
2

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan median usia kawin

pertama berada pada usia 19,8 tahun sementara hasil SDKI 2002-2003

menunjukan angka 19,2 tahun. Angka ini mengindikasikan bahwa separuh dari

pasangan usia subur di Indonesia menikah dibawah usia 20 tahun.

Momentum bonus demografi akan mencapai titik terendah dan dianggap

menguntungkan diproyeksikan terjadi pada tahun 2020-2030 dengan tingkat Total

Fertelity Rate sebesar 2,1. Menjaga TFR pada angka tersebut memerlukan

berbagai upaya serius untuk mengendalikan jumlah kelahiran. Salah satu faktor

yang menjadi penyumbang tingginya TFR yaitu masih tingginya perkawinan usia

muda serta banyaknya kasus kehamilan tidak diinginkan sebagai akibat perilaku

seks bebas pra nikah pada remaja. Upaya promosi kesehatan reproduksi remaja

dan pendewasaan usia perkawinan memiliki peran besar dalam menekan tingginya

TFR. (Yuniarti, 2015)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekalongan

menunjukkan persentase penduduk 10 tahun keatas menurut status perkawinan

dan umur perkawinan pertama di Kota Pekalongan Tahun 2012 pada usia 17 – 20

tahun sebesar 39,27 %. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan usia

perkawinan yang berumur 21 – 25 tahun dan diatas 25 tahun (Maulina, Hinda

2015). Sedangkan target pencapaian untuk usia kawin pertama perempuan dari

BKKBN pada tahun 2014 adalah 21 tahun. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum

mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orangtua.

Hal serupa juga ditunjukan oleh Riset Kesehatan Dasar (2010) yang menemukan
3

bahwa pernikahan usia 15-19 tahun mencapai 41,9% bahkan pernikahan pada usia

10-14 tahun sebesar 4,8%.

Pusat Informasi dan Konseling merupakan suatu wadah kegiatan program

PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja) yang dikelola dari, oleh

dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling kesehatan

reproduksi serta penyiapan kehidupan berkeluarga. Pusat Informasi dan Konseling

di Kota Pekalongan tercatat 42 PIK terbentuk melalui tahapan yang sudah tersebar

di Pekalongan Utara, Pekalongan Selatan, Pekalongan Timur dan Pekalongan

Barat. Salah satu materi yang harus dikuasai ialah Pendewasaan Usia Perkawinan.

Pendewasaan usia perkawinan merupakan program BKKBN dalam

menurunkan angka pernikahan dini. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa

mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan (1) tahun

1974).Pendewasaan usia perkawinan merupakan upaya pemerintah dalam

menekan laju pertumbuhan penduduk. Kebijakan pemerintah ini sudah ada sejak

tahun 1982 tapi perkawinan di usia dini pada wanita masih tinggi hingga saat ini.

Berdasarkan Undang-undang perkawinan pasal 7 menyatakan bahwa

“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan

pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun”, sedangkan pada Undang-undang

perlindungan anak Nomor 23 Tahun 2002 batas usia perkawinan yaitu 18 tahun.

Berkaitan dengan adanya perbedaan Undang-undang tersebut, menjadi salah satu

faktor tidak maksimalnya Pendewasaan Usia Perkawinan yang mencanangkan

batas usia menikah pada laki-laki ialah 25 tahun, dan wanita minimal 20 tahun.
4

Pendewasaan Usia Perkawinan bukan sekedar menunda Usia kawin, akan

tetapi juga mengupayakan agar di dalam merencanakan keluarga, dapat

mempertimbangkan dari segi aspek kesehatan yakni resiko kehamilan, aspek

pendidikan, psikologis yakni mencegah KDRT, serta aspek ekonomi yang

berpengaruh pada kelangsungan hidup manusia, melihat fenomena yang terjadi

kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir merupakan suatu keadaan yang

fisiologis namun dalam prosesnya terdapat kemungkinan suatu keadaan yang

dapat mengancam jiwa ibu dan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian.

Dari aspek kesehatan, menurut Prawirohardjo, 2010 bahwa setiap menit

diseluruh dunia, 380 wanita mengalami kehamilan, 190 wanita menghadapi

kehamilan tidak diinginkan, 110 wanita mengalami komplikasi terkait kehamilan,

40 wanita mengalami aborsi yang tidak aman dan 1 wanita meninggal. Indikator

yang umum di gunakan dalam kematian ibu adalah angka kematian ibu ( AKI ).

Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola

penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan ( 25%, biasanya

perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%),

partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain

(8%). Di Kota Pekalongan tahun 2014 berdasar data Dinas Kesehatan melaporkan

terdapat 6 ibu meninggal dunia. Didapatkan 1 jiwa meninggal dunia pada umur 22

tahun, dan di Tahun 2015 terdapat 6 ibu meninggal dunia dengan 1 jiwa berdasar

umur meninggal di usia 26 tahun.

Berdasarkan data Perkumpulan Keluaraga Berencana Indonesi (PKBI,

Rakyat Merdeka, tahun 2006) yang merujuk pada data Terry Hull dkk. (1993) dan
5

Utomo dkk.(2001) di dapatkan bahwa 2,5 juta perempuan pernah melakukan

aborsi per tahun, 27% (± 700 ribu ) dilakukan oleh remaja, dan sebagian besar

dilakukan dengan cara tidak aman. Sekitar 30-35% aborsi ini adalah penyumbang

kematian ibu (307/100 ribu kelahiran) dan tercatat bahwa Angka Kematian Ibu di

Indonesia adalah 10 kali lebih besar dari Singapura. (BKKBN, 2011)

Dari aspek psikologis, Beberapa kasus yang marak saat ini antara lain :

Menurut data KPAI, jumlah kasus kekerasan terhadap anak pada 2012 meningkat

hingga mencapai 2.275 kasus yang terbagi dalam sembilan bidang perlindungan

anak. Berdasarkan Hasil dari Badan Pusat Statistis (BPS) Kota Pekalongan tahun

2012 untuk tingkat cerai hidup pada usia 17 – 21 tahun mencapai 53,88 %. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Plan Indonesia (2010), 44% anak perempuan yang

menikah dini mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan

frekuensi tinggi, dan sisanya 56% dengan frekuensi rendah. Berdasar laporan LP-

PAR Kota Pekalongan tahun 2015 KDRT berbasis Gender berjumlah 30, dan 39

kasus kekerasan terhadap anak. Kasus terbaru KDRT tahun 2016 sampai saat ini

berbasis Gender berjumlah 14, dan kasusu kekerasan anak berjumlah 23 korban.

Data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012,

menunjukan bahwa median usia kawin pertama wanita di indonesia masih relatif

muda yakni 20,1 tahun, sedangkan media usia kawin laki-laki di Indonesia adalah

24,3 tahun. Perkawinan di usia dini inilah yang memicu tingkat perceraian hidup

tinggi. Di Kota Pekalongan terdapat angka cerai total 28 berdasar data dari KUA

Pekalongan Utara pada bulan Januari-Desember 2014.


6

Dari aspek pendidikan, menurut Bidang Sosial di Dinas Sosial

Ketenagakerjaan dan Trasmigrasi Kota Pekalongan, terdapat sekitar 212 remaja

telantar, putus sekolah dan lainnya yang kemudian menjurus pada perilaku

kenakalan remaja. Hal ini menjadi salah satu pemicu adanya pernikahan dini di

kota pekalongan. BP4 melaporkan tahun 2015 Kota Pekalongan calon pengantin

berdasarkan tingkat pendidikan yang menikah sejumlah 380 jiwa tingkat SD, 433

tingkat SMP, dan 568 tingkat SMA.

Kota Pekalongan memiliki 4 Kantor Urusan Agama, yaitu KUA Timur,

Utara, Barat dan Selatan. Pada KUA pekalongan Utara diperoleh data dari tahun

2010-2013 tercatat angka usia kawin untuk Laki-laki menikah pada usia 16-19

tahun sebanyak 291 orang dan perempuan sebanyak 435. Sedangkan pada usia 20-

26 tahun pada tahun 2010-2013 tercatat untuk laki-laki sebanyak 471 orang, dan

perempuan sebanyak 518 orang, Sedangkan di tahun 2014 diperoleh data usia

menikah umur < 19 tahun untuk laki-laki sebanyak 11 orang, dan perempuan

kisaran umur 17-19 tahun sebanyak 59 orang, serta laki-laki menikah usia 19-21

tahun sebanyak 69 orang.

Pada laporan jumlah perkawinan berdasar usia di Pekalongan Timur di

tahun 2014 dari bulan 01 juni-31desember 2014 diperoleh data laki-laki yang

menikah pada usia >=19 s/d <25 sebanyak 135 orang dan perempuan pada umur

>=17 s/d <=20 tahun sebanyak 298 oraang. Pada tahun 2015 pada bulan januari-

september diperoleh data usia nikah pada laki-laki umur >=19 s/d <25 sebanyak

116 orang, dan perempuan >=17 s/d <=20 sebanyak 199 orang. Selanjutnya, data

usia kawin pada KUA pekalongan selatan pada tahun 2014 diperoleh usia laki-laki
7

menikah pada umur 19-25 tahun sebanyak 118 orang, dan perempuan pada usia

16-19 tahun sebanyak 41 orang.

Berdasar fenomena di atas, Pemerintah telah menunjuk Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) dalam mengatasi

permasalahan remaja dengan mengembangkan program Kesehatan Reproduksi

Remaja (KRR). Program KRR termasuk salah satu program pokok yang

tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2004-2009).

Diharapkan melalui program ini setiap Kecamatan memiliki Pusat Informasi dan

Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) yang dapat mengatasi dan

menanggulangi permasalahan remaja termasuk pernikahan dini dengan adanya

informasi dan edukasi Pendewasaan Usia Perkawinan. Namun, sejauh ini program

tersebut masih belum terealisasi dengan maksimal melihat masih banyaknya

pernikahan dini dan kasus lainnya terkait remaja di indonesia khususnya di kota

pekalongan. Sehingga penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan ini dalam

sebuah penelitian dengan judul “Implementasi Pendewasaan Usia Perkawinan

Melalui Pusat Informasi dan Konseling di Kota Pekalongan”

1.2. Identifikasi Masalah

1. Pendewasaan usia perkawinan dimaksudkan untuk meningkatkan usia

perkawinan pertama sampai mencapai usia 20 tahun pada wanita dan 25

tahun pada laki-laki.

2. PIK merupakan salah suatu wadah kegiatan program PKBR (Penyiapan

Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja) yang memberikan informasi terkait


8

materi Pendewasaan Usia Perkawinan.

3. Usia menikah berpengaruh pada aspek kesehatan, pendidikan, psikologis,

serta aspek ekonomi.

4. Laporan data tahun 2014 berdasar data Dinas Kesehatan melaporkan

terdapat 6 ibu meninggal dunia. Didapatkan 1 jiwa meninggal dunia pada

umur 22 tahun, dan di Tahun 2015 terdapat 6 ibu meninggal dunia dengan

1 jiwa berdasar umur meninggal di usia 26 tahun.

5.Momentum bonus demografi akan mencapai titik terendah dan dianggap

menguntungkan diproyeksikan terjadi pada tahun 2020-2030 dengan

tingkat Total Fertelity Rate sebesar 2,1.

6. Perbedaan Undang-undang perkawinan dan Undang-undang perlindungan

anak tentang batas usia menikah menjadi salah satu faktor tidak

maksimalnya implementasi pendewasaan usia perkawinan yang

mencanangkan batas usia menikah adalah 20 tahun.

7. Dari segi kesehatan, Secara global 80% kematian ibu tergolong pada

kematian ibu langsung. Pola penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu

perdarahan ( 25%, biasanya perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%),

hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi

tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain (8%). (Prawirohardjo, 2010).

8. Berdasar laporan LP-PAR Kota Pekalongan tahun 2015 KDRT berbasis

Gender berjumlah 30, dan 39 kasus kekerasan terhadap anak. Kasus

terbaru KDRT tahun 2016 sampai saat ini berbasis Gender berjumlah 14,

dan kasus kekerasan anak berjumlah 23 korban.


9

9. Berdasarkan Hasil dari Badan Pusat Statistis (BPS) Kota Pekalongan tahun

2012 untuk tingkat cerai hidup pada usia 17 – 21 tahun mencapai 53,88 %.

10.BP4 melaporkan tahun 2015 Kota Pekalongan calon pengantin

berdasarkan tingkat pendidikan yang menikah sejumlah 380 jiwa tingkat

SD, 433 tingkat SMP, dan 568 tingkat SMA.

1.3. Rumusan Masalah

Dari data KUA kota pekalongan diperoleh hasil angka usia kawin

muda masih perlu adanya perhatian khusus dalam meningkatkan usia kawin

perempuan yaitu 21 tahun dan laki-laki 25 tahun menurut BKKBN dengan

harapan terwujudnya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Namun pada

kenyataanya masih tingginya usia kawin muda terutama di kota pekalongan

yang menimbulkan resiko kesehatan yang dipicu salah satunya oleh ketidak

siapan fisik, psikologis, dan mental. Sedangkan sebenarnya pemerintah sudah

mencanangkan program GenRe yaitu Pendewasaan Usia Perkawinan melalui

PIK R/M di Kota Pekalongan untuk meminimalisir angka usia kawin muda

serta resiko kesehatan.

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka pertanyaan penelitian

dari masalah yang diambil adalah “Bagaimana Implementasi Pendewasaan

Usia Perkawinan melalui Pusat Informasi dan Konseling di Kota

Pekalongan”.
10

1.4 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah Mengetahui Bagaimana

Implementasi Program Pendewasaan Usia Perkawinan Melalui Pusat

Informasi dan Konseling di Kota Pekalongan

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi lanjut respon sasaran terhadap pendewasaan usia

perkawinan melalui Pusat Informasi dan Konseling.

b. Mengidentifikasi lanjut pengurus yang melayani pendewasaan usia

perkawinan melalui Pusat Informasi dan Konseling.

c. Mengidentifikasi lanjut kegiatan edukasi tentang pendewasaan usia

perkawinan melalui Pusat Informasi dan Konseling.

d. Mengidentifikasi lanjut pendampingan sektor terkait tentang

pendewasaan usia perkawinan melalui Pusat Informasi dan Konseling.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Bagi penelitiuntuk mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku

kuliah dan pengalaman nyata dalam melakukan penelitian Implementasi

pendewasaan usia perkawinan melalui pusat informasi dan konseling di

Kota Pekalongan.

2. Manfaat Praktis

Bagi remaja melalui PIK, diharapkan bisa memberikan informasi


11

dan pengetahuan yang cukup tentang konsep penyiapan kehidupan

berkeluarga dalam Program Generasi berencana melalui substansi

pendewasaan usia perkawinan sehingga dapat meningkatkan kualitas

kehidupan individu menjadi keluarga yang berkualitas.

3. Manfaat Strategis

Bagi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) dan BPMP2AKB Kota Pekalongan Sebagai bahan masukan

dalam melakukan kontrol dan evaluasi keberhasilan program guna

mempengaruhi perubahan, sehingga akan membantu dalam peningkatan

kebutuhan dari pelaksanaan Program GenRe melalui substansi

Pendewasaan Usia Perkawinan.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

1. Lingkup Keilmuan

Penelitian ini termasuk lingkup keilmuan kesehatan masyarakat

2. Lingkup Masalah

Penelitian ini dibatasi pada masalah lemahnya penerapan Pendewasaan

Usia Perkawinan melalui PIK di kota Pekalongan

3. Lingkup Tempat

Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Pekalongan.

4. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini akan dilaksanaka pada bulan Juni sampai Agustus 2016

5. Ruang Lingkup Sasaran


12

Sasaran pada penelitian ini adalah PIK R kategori masyarakat di kota

Pekalongan, PIK kategori Mahasiswa di kota Pekalongan, dan PIK

kategori Siswa di Kota Pekalongan.


13

5.6 Penelitian Terdahulu

No Judul Penelitian Desain Variabel Hasil Penelitian


1 Implementasi Program Kualitatif a.Informan 1. Pada aspek kualitas, masih terkendala dengan kurang efektifnya
PIK KRR (Pusat Analitik b.Sumberdaya proses penyampaian informasi kepada remaja tentang PIK KRR
Informasi Dan pendukung 2. Pada aspek pelaksanaan, belum baik karena masing-masing PIK
Konseling Kesehatan c.Perilaku KRR belum dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan
Reproduksi Remaja) d.Struktur rencana yang telah disusun
Di Kota Pekalongan organisasi 3. Minimnya kesadaran remaja tentang pentingnya pengetahuan
e.Standar kesehatan reproduksi mengakibatkan pemanfaatan PIK KRR di
Nurul Hidayah (2013) Operasional kota pekalongan masih sangat rendah
4. Sarana dan Prasarana/fasilitas bagi kelompok PIK KRR masih
sangat kurang karena rata-rata dalam masing-masing tahapan PIK
KRR belum memiliki ruang konseling yang privat.
5. Masing-masing tahapan PIK KRR baik Tumbuh, Tegak dan
Tegar memiliki kendala yang sama dalam Implementasi Program
PIK KRR yaitu permasalahan penyampaian informasi, sumber
daya, sikap maupun penerapan standar operasional yang mengatur
jalannya PIK KRR di Kota Pekalongan.
2 Implementasi Kualitatif a.Materi PIK 1. Pelaksanaan dari akselerasi program GenRemelalui New
Akselerasi Program dengan teknik b.Bentuk Initiative 2014 di kota pekalongan tidak efektif 2. Materi yang
Generasi Berencana analisis dan Kegiatan PIK dikuasai oleh pengurus PIK tegar model melalui akselerasi belum
(GenRe) Melalui New deskriptif c. Sumber Daya sesuai dengan indikator materi POK R/M tahap Tegar
Initiative 2014 di Kota PIK 3. Variasi kegiatan dari PIK R/M Tegar Model melalui akselerasi
Pekalongan d. Jaringan PIK terkait dengan berupa kegiatan sosialisasi serta terlibat dalam
kegiatan sosial
Hinda Maulina 4. Kelompok PIK R/M Tegar Model melalui akselerasi terkait
dengan sumber daya dapat disimpulkan masih rendah.
14

5. Terdapat 1 dari 4 kelompok PIK R/M Tegar Model dari


akselerasi yang telah mempunyai jaringan mitra kerja secara
tertulis
6. Penguasaan pengelola dalam mengakses remaja yang telah
dilakukan oleh PIK R/M tegar model yang terbentuk melalui
proses akselerasi dengan kegiatan yang bersifat sosialisasi.
Sedangkan PIK R/M tegar model terbemtuk melalui proses
barbagai tahapan telah mencapai kemandirian
7. Tingkat kepuasan remaja yang telah memanfaatkan PIK R/M
Tegar Model Akselerasi dan PIK Tegar Model menunjukan
perbedaan pada tingkat kepuasan.

Perbedaan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dengan peneliti terdahulu antar lain; Pertama, Rancangan Penelitian

yang menggunakan Single Program After-Only. Kedua, Fokus Penelitian , dimana variabel yang diteliti ialah Disposisi Publik, SDM,

Kemudahan Memperoleh Pelayanan PIK, Pendampingan Sektor Terkait. Selanjutnya ketiga, pada peneliti juga menggunakan

Modifikasi Teori Sistem dan Teori Indikator PIK R/M Tahap Tegar (BKKBN, 2014).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Implementasi Kebijakan

1. Definisi Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam

keseluruhan struktur kebijakan. Tahap ini menentukan apakah kebijakan yang

ditempuh oleh pemerintah benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil

menghasilkan output dan outcomes seperti direncanakan. Untuk dapat

mewujudkan output dan outcomes yang ditetapkan, maka kebijakan publik

perlu untuk diimplementasian tanpa diimplementasikan maka kebijakan

tersebut hanya akan menjadi catatan-catatan elit sebagaimana dipertegas oleh

Udoji (dalam Agustino, 2006) yang mengatakan bahwa pelaksanaan

kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting

daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar

berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau

tidak diimplementasikan.

Menurut Van Meter dan Van Horn (Wahab, 2006;65), implementasi

adalah tindakan tindakan yang dilakukan oleh individu/pejabat atau kelompok

pemerintahatau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijakan. Implementasi melibatkan usaha dari

Policy makers untuk mempengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “Street

Level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku

kelompok sasaran (target group), (Subarsono, 2012:88).

15
16

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Implementasi yang merupakan merupakan nilai ukur dari sebuah

kebijakan tidaklah sesuai dengan harapan, ada banyak faktor yang

mempengaruhi berjalan tidaknya suatu program. Menurut Grindle dalam

bukunya yang berjudul Politics and Policy Implementation in the Third

Word (1980) dalam Sahya Anggara (2014;254) mengatakan bahwa

mengimplementasikan sebuah kenijakan bergantung pada content (isi)

dan context-nya, serta tingkat keberhasilannya bergantung pada kondisi

tiga komponen variable sumber daya yang diperlukan.

1) Content of Policy (Isi Kebijakan)

Isi kebijakan atau program akan berpengaruh pada tingkat

keberhasilan implementasi. Isi kebijakan yang dapat mempengaruhi

implementasi menurut Grindle adalah sebagai berikut:

a) Kepentingan yang dipengaruhi oleh adanya program

b) Jenis manfaat yang dihasilkan

c) Jangkauan perubahan yang diinginkan

d) Kedudukan pengambil keputusan

e) Pelaksana program

f) Sumber daya yang disediakan

2) Content of Implementation (Konteks Implementasi)

Konteks implementasi juga akan berpengaruh pada tingkat

keberhasilannyta karena baik mudahnya kebijakan maupun

dukungan kelompok sasaran, hasil implementasi tetap bergantung


17

pada implementornya (Sahya Anggara, 2014:256). Konteks

implementasi yang berpengaruh pada keberhasilan implementasi

menurut Grindle adalah sebagai berikut :

a) Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat

b) Karakteristik lembaga dan penguasa

c) Keputusan/ kepatuhan dan daya tanggap

2. Jenis-jenis Kebijakan

Secara tradisional, dalam Subarsono para pakar politik

mengkategorikan kebijakan publik kedalam kategori, yaitu :

a. Kebijakan Substantif vs kebijakan prosedural

Kebijakan Substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang

akan dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan prosedural adalah

bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan.

b. Kebijakan Distributif vs kebijakan regulatory vs kebijakan re-distributif

Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau

kemanfaatan pada masyarakat atau segmen masyarakat tertentu individu.

Kebijakan regulatory adalah kebijakan yang berupa pembatasan atau

pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok masyarakat.

Sedangkan kebijakan re-distributif adalah kebijakan yang mengatur

alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak di antara berbagai

kelompok dalam masyarakat.


18

c. Kebijakan material vs kebijakan simbolis

Kebijakan material yaitu kebijakan yang memberikan keuntungan

sumberdaya konkrit pada kelompok sasaran. Sedangkan kebijakan

simbolis yaitu kebijakan yang memberikan menfaat simbolis pada

kelompok sasaran.

d. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum (public goods) dan

barang privat (privat goods)

Kebijakan public goods yaitu kebijakan yang bertujuan mengatur

pemberian barang atau pelayanan publik. Sedangkan kebijakan privat

goods yaitu kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan

untuk pasar bebas.

Program PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluaraga bagi Remaja)

merupakan tahapan struktur dari sebuah kebijakan yang diterapkan oleh

BKKBN. Dimana PKBR adalah upaya untuk menumbuhkembangkn

kehidupan remaja yang tegar dalam rangka memasuki kehidupan berkeluarga

melalui penyiapan remaja tentang konsep dan contoh-contoh kehidupan

berkeluarga yaang ideal. Tujuan Penyiapan Berkeluarga bagi Remaja adalah

untuk memperkaya dan meningkatkan kualitas kehidupan individu dan

keluarga. (BKKBN, 2011).

Salah satu implementasi dari PKBR adalah adanya Program GenRe

yang merupakan suatu program untuk memfasilitasi terwujudnya Tegar

Remaja., yaitu remaja yang terhindar dari resiko TRIAD KRR , menunda usia

pernikahan, mempunyai peremcanaan dalam berkeluarga, dan menjadi


19

sumber informasi bagi teman sebayanya. Dalam upaya meningkatkan

terwujudnya Remaja Tegar serta untuk menyentuh langsung ke sasaran

remaja, ada upaya yang dilakukan sebagai tahapan dari program GenRe yang

dikembangkan melalui dua arah yakni Pusat Informasi dan Konseling (PIK)

dan Kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR).Di dalam PIK R/M salah satu

substansi materi yang harus dikuasai ialah materi Pendewasaan Usia

Perkawinan (PUP).

2.2 Program Generasi Berencana (GenRe)

1. Pengertian Program GenRe

Program GenRe adalah suatu program untuk memfasilitasi terwujudnya

Tegar Remaja, yaitu remaja yang berperilaku sehat, terhindar dari risiko Triad

KRR, menunda usia pernikahan, mempunyai perencanaan kehidupan

berkeluarga untuk mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera serta

menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman sebayanya.

GenRe adalah remaja atau mahasiswa yang memiliki pengetahuan, bersikap

dan berperilaku sebagai remaja atau mahasiswa, untuk menyiapkan dan

perencanaan yang matang dalam kehidupan berkeluarga. Remaja atau

Mahasiswa GENRE yang mampu melangsungkan jenjang-jenjang pendidikan

secara terencana, berkarir dalam pekerjaan secara terencana, dan menikah

dengan penuh perencanaan sesuai siklus Kesehatan Reproduksi

(BkkbN,2014).

Dalam rangka merespon berbagai masalah remaja yang telah

dikemukakan di latar belakang, BKKBN merasa perlu untuk membentuk dan


20

mengelola suatu program yang dapat memberikan informasi yang berkaitan

dengan penytiapan diri remaja. Salah satu yang menjadi fokus utama dalam

program ini adalah promosi pendewasaan usia perkawinan dengan tujuan

meningkatnya median usia kawin pertama khususnya bagi perempuan. Secara

skematis, kedudukan Program GenRe diilustrasikan sebagai berikut :


KONDISI
KONDISI INTERVENSI
YANG

Median Usia Pendewasaan Median Usia


Kawin Pertama Usia Kawin Pertama
Wanita Perkawinan Wanita
Melalui
(19,8 tahun) Program GenRe (21 tahun)

Gambar 2.2.1

Skema kedudukan program GenRe (BKKBN, 2013:92)

a. Tujuan Program GenRe

Adapun tujuan dari program Generasi Berencana (GenRe) :

1) Tujuan Umum

Terciptanya generasi yang memiliki perencanaan dan kesiapan

dalam pembentukan keluarga sebagai dasar mewujudkan Keluarga

Kecil Bahagia dan Sejahtera melalui peningkatan median kawin

pertama khususnya bagi perempuan. GenRe juga diharapkan mampu

memfasilitasi remaja belajar memahami dan mempraktikan

puerilaku hidup sehat dan berakhlak (healthy and ethical life

behaviors) untuk mencapai ketahanan remaja (adolescent resilience).


21

2) Tujuan Khusus

a) Remaja memahami dan mempraktikan pola hidup sehat dan

berakhlak

b) Remaja memahami dan mempraktikan pola hidup yang

berketahanan

c) Remaja memahami dan memprsiapkan diri menjadi Generasi

Berencana Indonesia

b. Sasaran program GenRe

Sasaran program GenRe antara lain :

1) Remaja (10-24 tahun) dan belum menikah

2) Mahasiswa/ mahasiswi belum menikah

3) Keluarga yang punya remaja maupun tidak punya remaja

4) Masyarakat peduli remaja

c. Arah Program GenRe

Program Generasi Berencana dikembangkan melalui dua arah yaitu :

1) Pusat Informasi dan Konseling Remaja/ Mahasiswa (PIK R/M)

Suatu Wadah dalam Program GenRe yang dikelola dari, oleh

dan untuk remaja/ mahasiswa guna memberikan pelayanan informasi

dan konseling tentang kesehatan reproduksi serta kegiatan-kegiatan

penunjang lainnya.

a) Kelompok Bina Keluarga Remaja

Adalah suatu kelompok/ wadah kegiatan yang terdiri dari

keluarga mempunyai remaja 10-24 tahun yang dilakukan untuk


22

menigkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua dalam

rangka pembinaan tumbuh kembang remaja dalam rangka

memantapkan kesertaan, pembinaan dan kemandirian ber-KB

bagi PUS anggota kelompok.

Arah dari program Generasi Berencana (GenRe) dapat di

lihat melalui tabel berikut:

Tabel 2.2.2

Gambar 2.1.2

Arah Program GenRe (BKKBN, 2013;94)

b) Kebijakan dan Strategi Program GenRe

Intervensi yang perlu dilakukan dalam mewujudkan

kondisi remaja yang diinginkan dituangkan dalam kebijakan dan

strategi sebagai berikut :

(1) Kebijakan Program GenRe

(a) Meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat

dalam program GenRe


23

(b) Meningkatkan komitmen stakeholder dan mitra kerja

dalam pengelolaan dan pelaksanaan program GenRe

(c) Meningkatnya usia kawin pertama perempuan menjadi

21 tahun

(d) Menurunnya kasus perilaku seks pranikah, HIV &

AIDS, dan penyalahgunaan NAPZA di kalangan remaja

/ mahasiswa.

(e) Meningkatnya jumlah PIK R/M melalui berbagai jalur

(PT/Akademi, Sekolah Umum/Agama, Organisasi

Keagamaan dan Organisasi Kepemudaan)

(f) Meningkatnya jumlah kelompok BKR (dasar,

berkembang, paripurna)

(g) Meningkatnya SDM pengelola PIK R/M dan

Kelompok BKR

(h) Meningkatnya partisipasi keluarga dalam kelompok

BKR

(2) Strategi Program GenRe

(a) Penataan dan penyerasian kebijakan program GenRe

(b) Peningkatan komitmen dan peran serta stakeholder dan

mitra kerja dalam program GenRe

(c) Peningkatan penggerakan dan pemberdayaan

stakeholder, mitra kerja, keluarga, dan remaja dalam

program GenRe
24

(d) Peningkatan akses remaja dalam pelayanan informasi

dan konseling melalui PIK R/M

(e) Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM pengelola, PS,

KS, dan kadee BKR

(f) Peningkatan jumlah kelompok BKR (Dasar,

Berkembang, Paripurna).

2.3 Pengelolaan PIK-R/M (Pusat Informasi Konseling Remaja/Mahasiswa)

Pusat Informasi Konseling-Remaja/mahasiswa (PIK-RM) sebagai suatu

wadah kegiatan program GenRe dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluaraga

bagi remaja/mahasiswa yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja/mahasiswa

guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang perencanaan

kehidupan berkeluarga bagi remaja/mahasiswa serta kegiatan kegiatan penunjang

lainnya. (BKKBN 2014)

Adapun, peneliti melakukan 3 tahap dalam upaya implementasi

pendewasaan usia perkawinan yang dilakukan oleh Pusat Informasi dan

Konseling di Kota Pekalongan, ialah dari segi Input, Proses, dan Output.

1. INPUT
a. Sumber Daya Manusia
Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap

sumberdaya (resources).Seorang ahli dalam bidang sumberdaya,

Schermerchorn, Jr (1994:14) mengelompokkan sumberdaya ke dalam:

“Information, Material, Equipment, Facilities, Money, People”.

SementaraHodge (1996:14) mengelompokkan sumberdaya ke dalam:

”Human resources, Material resources, Financial resources and


25

Information resources”. Pengelompokkan ini diturunkan pada

pengkategorikan yang lebih spesifik yaitu sumberdaya manusia ke

dalam: “Human resources- can be classified in a variety of ways; labors,

engineers, accountants, faculty, nurses, etc”. Sumberdaya material

dikategorikan ke dalam: “Material resources-equipment, building,

facilities, material, office, supplies, etc. Sumberdaya finansial

digolongkan menjadi: ”Financial resources- cash on hand, debt

financing, owner`s investment, sale reveue, etc”. Serta sumber daya

informasi dibagi menjadi: “Data resources-historical, projective, cost,

revenue, manpower data etc”.


Edwards III (1980:11) mengkategorikan sumber daya organisasi

terdiri dari : “Staff, information, authority, facilities; building,

equipment, land and supplies”. Edward III (1980:1) mengemukakan

bahwa sumberdaya tersebut dapat diukur dari aspek kecukupannya yang

didalamnya tersirat kesesuaian dan kejelasan; “Insufficient resources will

mean that laws will not be enforced, services will not be provided and

reasonable regulation will not be developed “.


“Sumber daya diposisikan sebagai input dalam organisasi sebagai

suatu sistem yang mempunyai implikasi yang bersifat ekonomis dan

teknologis. Secara ekonomis, sumber daya bertalian dengan biaya atau

pengorbanan langsung yang dikeluarkan oleh organisasi yang

merefleksikan nilai atau kegunaan potensial dalam transformasinya ke

dalam output. Sedang secara teknologis, sumberdaya bertalian dengan

kemampuan transformasi dari organisasi”. (Tachjan, 2006:135)


26

Menurut Edward III dalam Agustino (2006:158-159), sumberdaya

merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan yang baik.

Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauhmana

sumberdaya mempengaruhi implementasi kebijakan terdiri dari:


1) Staf. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf

atau pegawai (street-level bureaucrats). Kegagalan yang sering

terjadi dalam implementasi kebijakan, salah-satunya disebabkan oleh

staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak

kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf dan

implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan implementasi

kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian

dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam

mengimplementasikan kebijakan.
2) Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai

dua bentuk yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara

melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan

dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang

telah ditetapkan.
3) Wewenang. Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar

perintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan

otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan

kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang tidak

ada, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak

dilegitimasi, sehingga dapat menggagalkan implementasi kebijakan

publik. Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal


27

tersedia, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas

kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan

dalam implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas akan

menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana

demi kepentingannya sendiri atau kelompoknya.


4) Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam

implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf

yang mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas

pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan

tersebut tidak akan berhasil.


Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penting

yang tidak bisa dilepaskan dari sebuah organisasi, baik perusahaan

ataupun instuisi yang merupakan faktor dalam mempengaruhi

perkembangan suatu organisasi PIK. SDM disini berpengaruh pada

kwalitas, kwantitas dan kapasitas dari sebuah oeganisasi.


Sumber Daya Manusia yang dimaksudkan ditujukan kepada

pengurus PIK untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas

pengelolaan dan pelayanan PIK R/M, Menyiapkan dan memberdayakan

SDM (Pengelola, Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya) baik untuk PIK

R/M yang baru tumbuh maupun untuk mengganti SDM yang sudah tidak

aktif lagi dengan berbagai sebab (regenerasi) untuk keberlangsungan PIK

R/M, menyiapkan dan memberdayakan SDM pengelola program GenRe

(Kabid KSPK, Kasubid Bina Ketahanan Remaja, Kepala SKPDKB,

Kabid dan Kasi yang menangani program GenRe di Kabupaten dan

Kota).
28

b. Dukungan Sumber Dana PIK


Dukungan sumber dana PIK R/M diperlukan untuk mempermudah

atau melancarkan kegiatan-kegiatan operasional PIK R/M (seperti: biaya

listrik, telepon/pulsa HP, PDAM, langganan internet, biaya nara sumber,

biaya pertemuan dan biaya administrasi lainnya).Sumber dana PIK bisa

diperoleh dari BKKBN Provinsi dan SKPD KB Kabupaten dan Kota.

Yang mengusulkan anggaran operasional melalui APBN dan APBD, serta

PIK R/M mengambangkan dan mengelola kegiatan atau usaha ekonomi

produktif.

c. Materi khusus yang dikuasai oleh pengelola, Pendidik Sebaya (PS) dan

Konselor Sebaya (KS), diantaranya yaitu :

1) 8 fungsi keluarga

2) Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)

3) TRIAD KRR

4) Keterampilan Hidup (Life Skills)

5) Keterampilan Advokasi dan KIE

6) Pengembangan materi sesuai kebutuhan PIK R/M

d. Sarana, Prasarana dan SDM :

1) Ada ruang sekretariatan, ruang konseling dan ruang pertemuan

2) Memiliki papan nama dengan ukuran minimal 60x90 cm

3) Struktur pengurus minimal terdiri dari : Pembina, Ketua, Sekretaris,

Bendahara, Seksi Program dan Kegiatan, serta minimal 4 orang

Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya.


29

4) 4 orang Pendidik Sebaya yang telah dilatih/ diorientasi tentang

substansi Program GenRe

5) 4 Konselor Sebaya yang dilatih/ diorientasi tentang materi

pengatahuan dasar konseling

6) Lokasi di komunitas remaja/ mahasiswa (mudah diakses dan di sukai

oleh remaja)

7) Memiliki perpustakaan

8) Memiliki sarana dan prasarana jaringan internet serta akses terhadap

jejaring sosial

2. PROSES

a. Respon Sasaran yang melayani informasi Pendewasaan Usia Perkawinan

Ialah respon sasaran terhadap Pendewasaan Usia Perkawinan yang

meliputi;

1) Pengetahuan Sasaran tentang Pendewasaan Usia Perkawinan

Ialah kemampu sasaran dalam memahami dan menjelaskan

materi Pendewasaan Usia Perkawinan, baik dari pengurus Pusat

Informasi dan Konseling dan sasaran yang memanfaatkan Pusat

informasi dan Konseling yang ada di sekitar.

2) Sikap terhadap Pendewasaan Usia Perkawinan


Sikap disini dimaksudkan bahwa setelah sasaran tau tentang

informasi Pendewasaan Usia Perkawinan, remaja juga mau dan

mampu menerapkan 4 aspek PUP, ialah aspek ekonomi, aspek

pendidikan, aspek kesehatan, dan aspek psikologis.


b. Upaya Sasaran untuk Meningkatkan Pendewasaan Usia Perkawinan
30

Salah satu upaya Pusat Informasi dan Konseling untuk

meningkatakan Pendewasaan Usia Perkawinan ialah dengan

Pembentukan dan pengembangan PIK R/M, Peningkatan kualitas

pengelola PIK R/M, Menyiapkan PIK R/M yang ramah remaja dan

ramah mahasiswa (youth friendly), Peningkatan komitmen dengan

stakeholder dan mitra kerja dalam pengelolaan PIK R/M, Peningkatan

pelayanan Kependudukan dan Keluarga Berencana yang terintegrasi ke

dalam Kuliah Kerja Nyata bagi PIK Mahasiswa, dan Penyediaan dan

peningkatan kompetensi SDM pengelola PIK R/M.


Sedangkan Upaya remaja yang mau memanfaatkan PIK ialah

dengan memaksimalkan fasilitas pelayan Pusat informasi dan Konseling

serta Mau memberikan edukasi kepada teman sebaya sebagai salah satu

bentuk penyebarluasan materi Pendewasaan Usia Perkawinan.


c. Pengurus yang Melayani Informasi tentang Pendewasaan Usia

Perkawinan
Ialah Kemampuan pengurus Pusat Informasi dan Konseling yang

melakukan pelayanan Pendewasaan Usia Perkawinan yang meliputi;


1) Kualitas dan Kapasitas
- Pengetahuan Pengurus tentang Pendewasaan Usia Perkawinan

Ialah pengetahuan pengurus tentang pendewasaan usia

perkawinan, mengetahui 4 aspek pendewasaan usia perkawinan,

mengetahui persiapan menjelang pranikah dan memiliki

perencanaan keluarga, mengetahui perencanaan keluarga dalam

pendewasaan usia perkawinan, mengetahui resiko kehamilan

dan persalinan di dalam pendewasaan usia perkawinan.


31

- Kemampuan Pengurus Pusat Informasi dan Konseling untuk

melakukan upaya edukasi seperti: Melakukan advokasi tentang

penumbuhan dan pengembangan PIK R/M, Melakukan promosi

dan sosialisasi tentang PIK R/M, Menyediakan dukungan

anggaran bagi kegiatan PIK R/M, baik dari danan APBN,

APBD, maupun dari sumber dana lainnya, Melaksanakan

pelatihan, orientasi, magang dan studi banding bagi SDM

pengelola PIK R/M, Mengembangkan kegiatan yang menarik

minat remaja/mahasiswa, Mengembangkan materi substansi PIK

R/M sesuai dengan dinamika remaja/mahasiswa, Memilih dan

mengembangkan PIK R/M Unggulan dan PIK Mahasiswa CoE,

serta Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi secara

berjenjang.
2) Kuantitas
Ialah rasio pengurus dengan sasaran yang dilayani apakah

sudah memenuhi standar pelayanan yang menjadi prosedur dalam

pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling yang sudah diterapkan.


d. Kegiatan Edukasi Pendewasaan Usia Perkawinan oleh Pusat Informasi

dan Konseling
1) Kegiatan yang dilakukan oleh Pengurus Pusat Informasi dan

Konseling
 Membentuk PIK R/M
Pembentukan PIK R/M di lingkungan komunitas remaja

dan mahasiswa untuk memberikan pelayanan informasi dan

konseling tentang 8 fungsi keluarga, Pendewasaan Usia


32

Perkawinan, TRIAD KRR, Life Skills, Gender, Advokasi dan

KIE
 Melakukan advokasi
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari

penentu kebijakan terhadap kelancaran dan keberlangsungan

PIK R/M.
 Melakukan promosi dan Sosialisasi PIK R/M
Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan keberadaan

PIK R/M kepada semua pihak yang terkait dalam rangka

memperluas akses dan pengembangan dukungan serta jaringan

PIK R/M
 Dukungan sumber dana PIK R/M
Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung biaya

operasional PIK R/M secara rutin melalui pengembangan

kegiatan ekonomi produktif, penggalangan dana baik yang

bersumber dari APBN dan APBD maupun sumber lainnya yang

tidak mengikat
 Melaksanakan konsultasi dan fasilitasi dalam pengelolaan PIK

R/M
Kegiatan ini bertujuan untuk mencari cara-cara pemecahan

masalah yang terkait dengan pengelolaan dan pelaksanaan PIK

R/M yang tidak bisa dipecahkan oleh pengelola.


2) Mekanisme tentang pelayanan pendewasaan usia perkawinan oleh

Pengurus Pusat Informasi dan Konseling


a) Pencatatan
- PS dan KS melakukan pencatatan setiap kali melakukan

pemberian informasi atau pelayanan konseling


33

- Formulir pencatatan tersebut, diserahkan kepada sekretaris

PIK R/M untuk kemudian direkap kedalam formulir

pelaporan
- Hasil rekap diserahkan kepada Ketua PIK R/M
b) Pelaporan
- Ketua PIK R/M menandatangani dan menyerahkan laporan

kepada Pengelola program GenRe (PPLKB/KUPTD

KB/Koordinator PLKB/PKB, PLKB/PKB) dan tembusan

kepada Pembina PIK R/M


- PPLKB/KUPTD KB/Koordinator PLKB/PKB,

PLKB/PKBmerekap laporan ketua PIK R/M dan

melaporkan kepada pengelola program GenRe (SKPD KB

kabupaten dan Kota) serta tembusan kepada Camat

setempat
- SKPD-KB Kabupaten dan Kota (misalnya Kabid KSPK.

Kasie remaja/ yang mengelola program GenRe/ Eselon III

dan IV yang menangani program KB/KS) merekap laporan

PPLKB/KUPTD KB/Koordinator PLKB/PKB, PLKB/PKB

dan melaporkan kepada Kepala SKPD KB


- Kepala SKPD-KB nelaporkan hasil rekaitulasi pencatatan

dan pelaporan PIK R/M Kecamatan kepada Kepala

Perwakilan BKKBN Provinsi (Kabid KSPK atau Kasubbid

Bina Ketahanan Remaja) dan tembusan kepada Bupati dan

Walikota
- Kabid KSPK atau Kasubbid Bina Ketahanan Remaja

merekap laporan PIK R/M Kabupaten dan Kota, dan

ditanda tangani oleh Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi.


34

- Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi, melaporkan hasil

rekap Provinsi Kepada BKKBN Pusat


- Kasubbit Monitoring dan Evaluasi Direktorat Bina

Ketahanan Remaja merekap laporan PIK R/M Provinsi dan

melaporkan kepada Direktur Bina Ketahanan Remaja.


- Direktur Bina Ketahanan Remaja menandatangani laporan

PIK R/M dan mengirimkan laporan kepada Direktorat

Pelaporan dan Statistik


3) Kendala dan hambatan yang dirasakan oleh Pengurus Pusat

Informasi dan Konseling


a) Faktor Individual
Merupakan keterikatan budaya yang dibawa seseorang dalam

melakukan interaksi. Misalnya faktor fisik, sudut pandang, nilai-

nilai, satutus sosial, dan bahasa.


b) Faktor Situasional, yaitu percakapan yang dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan
c) Faktor Kompetensi
Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukan perilaku

kompeten dari kedua belah pihak. Keadaan yang menyebabkan

putusnya komunikasi adalah kegagalan menyampaikan

informasi penting, bicara yang tidak lancar, dan salah

pengertian.
e. Kemudahan memperoleh informasi Pendewasaan Usia Perkawinan oleh

Pusat Informasi dan Konseling


Ialah Akses untuk memperoleh pelayanan PIK tentang

pendewasaan usia perkawinan tidak sulit, baik dari segi teknis, teortis,

dan strategis.
f. Pendampingan Sektor Terkait
35

Tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau

dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah

mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat

untuk meraih dampak yang diinginkan. hal ini memperbaiki masalah

yang dihadapi masyarakat.


Kegiatan ini merupakan upaya pendampingan yang dilakukan oleh

sektor terkait yang dilakukan oleh BPMP2AKB Kota Pekalongan, Bina

Keluarga Remaja (BKR), Pembina Pusat Informasi dan Konseling, dan

Pihak Universitas Pekalongan yang bertujuan untuk meningkatkan tertib

administrasi, pencatatan, pelaporan, dan mendokumentasikan kegiatan-

kegiatan dalam pengelolaan dan pelayanan yang diberikan oleh PIK

R/M, meliputi SDM, sarana, prasarana dan metode.

3. OUTPUT

Dengan adanya kebijakan yang sudah diterapkan oleh BKKBN yang

dilakukan oleh Pusat Informasi dan Konseling di Kota Pekalongan pada

infprmasi terkait dengan Pendewasaan Usia Perkawinan, di harapkan ada

output yang tercapai, diantaranya :

a. Bagi Remaja
1) Memahami dan Mampu Menjelaskan PUP
Peran remaja sangat erat kaitannya dengan pemahaman yang harus

dikuasai terkait pendewasaan usia perkawinan. Memahami peran

penting serta mampu menjelaskan tentang pentingnya menunda usia

kawin merupakan hal yang seharusnya remaja tau, mau serta mampu

menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diharapkan


36

dengan pemahaman remaja bisa memberikan dampak yang baik bagi

remaja itu sendiri, serta menekan laju pertumbuhan penduduk.


2) Menerapkan 4 Aspek PUP
Menurut BKKBN 2013, Pentingnya PUP bagi remaja terkait erat

dengan beberapa aspek, sebagai berikut :


a. Aspek Kesehatan
Dilihat dari aspek kesehatan, perempuan yang menikah

muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu

yang melahirkan, kematian bayi serta rendahnya derajat

kesehatan ibu dan anak. Dalam masa reproduksi perempuan,

usia usia dibawah 20 tahun adalah usia yang dianjurkan untuk

menunda perkawinan dan kehamilan. Dalam usia ini perempuan

atau laki-laki masih dalam proses tumbuh kembang baik secara

fisik maupun psikis. Proses pertumbuhan berakhir pada usia 20

tahun, dengan alasan ini maka dianjurkan perempuan menikah

pada usia 20 tahun dan laki-laki menikah pada usia 25 tahun

utnuk menghindari Risiko pada proses kehamilan dan

persalinan.
b. Aspek Ekonomi
Masalah perekonomian keluarga adalah salah satu sumber

ketidakharmonisan keluarga. Umumnya masalah keluarga

disebabkan karena masalah ekonomi keluarga. Secara umum,

pernikahan di usia muda mempunyai hubungan sebab akibat

dengan kemiskinan. Keluarga dengan kondisi ekonomi

rendahmemiliki kecenderungan untuk menikahkan anak diusia

dini atau muda. Disisi lain remaja yang menikah di usia muda
37

seringkali mengalami kesulitan ekonomi. Dampaknya

pernikahan di usia muda membuat keluarga, masyarakat, bahkan

negara mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari jeratan

kemiskinan. Sehingga, seharusnya dalam keluarga terdapat

beberapa kebutuhan yang hendaknya di penuhi, yaitu kebutuhan

primer, sekunder, dan tersier.


c. Aspek Psikologis
Berdasar Samsunuwiyati (2005) menyatakan, Terjadinya

peningkatan perhatian remaja terhadap kehidupan seksual ini

sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik

selama periode pubertas. Terutama kematangan organ-organ

seksual dan perubahan-perubahan hormonal, mengakibatkan

munculnya dorongan-dorongan seksual dalam diri remaja,

sebagai anak muda yang belum memiliki pengalaman tentang

seksual, tidak jarang dorongan seksual ini menimbulkan

ketegangan fisik dan psikis.


Kesiapan psikologis menjadi alasan utama untuk menunda

perkawinan. Kesiapan psikologis diartikan sebagai kesiapan

individu dalam menjalankan peran sebagai suami atau istri,

meliputi pengetahuan akan tugasnya masing-masing dalam

rumah tangga. Oleh karena itu kesiapan psikologis sangat

diperlukan dalam memasuki kehidupan perkawinan agar

pasangan siap dan mampu menghadapi berbagai masalah yang

timbul dengan cara yang bijak, tidak mudah bimbang dan putus

asa. Berdasarkan masa perkembangan, pada usia 20-24 tahun


38

remaja memasuki masa dewasa awal, dimana pada masa ini

remaja sudah mendekati masa kematngan fisik dan emosi.


Kematangan emosi merupakan salah satu aspek psikologis

yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan.

Emosi yang belum stabil, memungkinkan banyaknya

pertengkaran atau bentrokan yang berkelanjutan dan dapat

mengancam kelangsunagn rumah tangga dan berujung pada

perceraian.
Selanjutnya, kemampuan penyesuaian diri juga menjadi

aspek psikologis dalam rumah tangga, karena perkawinan

didalmnya terdapat banyak konsekuensi yang harus dihadapi

sebgai bentuk tahapan individu dan pergantian status dari lajang

menjadi suami/istri yang menuntut adanya penyesuaian diri

terus menerus sepanjang perkawinan yang sesuai harapannya.


Pasangan yang memiliki kesiapan akan lebih mudah

menerima dan menghadapi segala konsekuensi persoalan yang

timbul dalam perkawinan. Perkawinan diusia dewasa juga akan

memberikan keuntungan dalam hal kesiapan psikologis. Semua

bentuk kesiapan ini mendukung pasangan untuk dapat

menjalankan peran baru dalam keluarga yang akan dibentuknya

agar perkawinan yang dijalani selaras, stabil, dan pasangan

dapat meraskan kepuasan dalam perkawinan kelak.


d. Aspek pendidikan
Pendidikan dan keterampilan merupakan salah satu aspek

yang harus dimiliki dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Pendidikan merupakan penopang bdan sumber untuk mencari


39

nafkah dalam upaya memenuhi segala kebutuhan dalam rumah

tangga . pernikahan di usia muda seringkali menyebabkan

remaja tidak lagi bersekolah, karena mempunyai tanggungjawab

baru, baik sebagai kepala keluarga dan ayah, serta calon ibu atau

istri yang diharapkan berperan lebih banyak mengurus rumah

tangga maupun menjadi tulang punggung keluarga.


Disisi lain biaya pendidikan yang tak terjangkau

menyebabkan remaja, terutama perempuan berhenti sekolah dan

kemudian dinikahkan untuk mengalihkan beban tanggungjawab

orang tua. Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah

tingkat pendidikan yang dicapai oleh remaja atau sebaliknya

semakin besar kemungkinan mereka untuk menikah diusia

muda.
3) Memiliki Persiapan Menjelang Pranikah dan Memiliki Perencanaan

Keluarga
a) Persiapan Menjelang Pranikah
 Pemeriksaan Kesehatan Pranikah
Tujuannya untuk mengetahui sejak dini penyakit yang ada

pada calon pengantin. Sehingga mereka dapat mengambil

keputusan yang bijaksana dan bertanggungjawab terkait

dengan rumah tangga mereka ke depan.


 Persiapan Gizi
Calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan

perlu meningkatkan status kesehatan dan status gizi agar

terhindar dari KEK (kurang Energi Kronis) yang dapat

beresiko pada saat kehamilan dan kelahiran.


 Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)
40

Untuk keselamatan dan perlindungan diri terhadap

penyakit tetanus, maka perlu dilakukan 5 kali pemberian

imunisasi TT.
 Lain-lain
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemakaian

NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif). Karena

pemakaian NAPZA dapat mempengaruhi kesehatan

perempuan, terutama pada saat kehamilan.


b) Perencanaan Keluarga
 Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan
 Masa Menjarangkan Kehamilan
 Masa Mengakhiri Kehamilan
b. Bagi Pemerintah Kota Pekalongan
1) Peningkatan Usia Perkawinan
Mengurangi pernikahan dini pemerintah mempunyai andil

besar terutama meningkatkan pendidikan dengan memberikan

ketersediaan atau akses secara luas melalui penambahan gedung

sekolah, Sumber Daya Manusia yaitu tenaga pendidik (guru dan

administrasi) terdidik dan mumpuni, sarana dan prasarana lengkap

dan disesuaikan dengan kondisi sekarang, terpenting lagi biaya

sekolah yang terjangkau oleh masyarakat. Perhatian pemerintah

dalam meningkatkan ekonomi keluarga memberikan dampak

pengurangan pernikahan dini, dalam sisi hukum melakukan regulasi

terhadap undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan

dengan memberikan ketegasan terhadap batas umur minimal

menikah, jajaran kesehatan, Badan Kependudukan dan KB,

Departemen Agama, Sosial memberikan sosialisasi kepada


41

masyarakat tentang peningkatan usia kawin dalam mewujudkan

keluarga sejahtera dan berkualitas.


Sehingga diharapkan dengan adanya Program genRe melalui

Pusat Informasi dan Konseling, Pendewasaan Usia Perkawinan

menjadi salah satu bentuk perhatian pemerintah dalam menangani

kasus pernikahan dini yang masih meningkat dan mampu menekan

laju pertumbuhan penduduk.


2.4 Pendewasaan Usia Perkawinan
1. Pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan
Pendewasaan usia perkawinan adalah upaya untuk meningkatkan usia

pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan mencapai usia

minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Batasan usia

ini di anggap sudah siap baik dipandang dari sisi kesehatan maupun

perkembangan emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga. PUP

bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan tetapi

juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup

dewasa. Apabila seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka

diupayakan adanya penundaan kelahiran anak pertama. Penundaan kehamilan

dan kelahiran anak pertana ini dalam istilah KIE disebut sebagai anjuran

untuk mengubah bulan madu menjadi “Tahun Madu” (BKKBN 2011)


Pendewasaan Usia Perkawinan merupakan bagian dari program

Keluarga Berencana Nasional. Program PUP akan memberikan dampak

terhadap peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan

menurunkan Total Fertility Rate (TFR). Tujuan Program Pendewasaan Usia

Perkawinan adalah memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar

didalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai


42

aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental,

emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak

kelahiran.
2. Pendewasaan Usia Perkawinan dan Perencanaan Keluarga
Pendewasaan Usia Perkawinan dan Perencanaan Keluarga merupakan

kerangka dari program pendewasaan usia perkawinan. Kerangka ini terdiri

dari tiga masa reproduksi, yaitu: 1) Masa menunda perkawinan dan

kehamilan, 2) Masa menjarangkan kehamilan dan 3) Masa mencegah

kehamilan. Kerangka ini dapat dilihat seperti bagan berikut ini.

BAGAN PERENCANAAN KELUARGA20 th- 35 th

Dari bagan tersebut yang terkait langsung dengan Pendewasaan Usia

Perkawinan adalah bagian pertama dari keseluruhan kerangka Pendewasaan

Usia Perkawinan dan perencanaan keluarga. Bagian kedua dan ketiga dari

kerangka dimaksud adalah untuk pasangan usia subur. Informasi yang

berkaitan dengan masa menjarangkan kehamilan dan masa mencegah

kehamilan, perlu disampaikan kepada para remaja agar informasi tersebut

menjadi bagian dari persiapan mereka untuk memasuki kehidupan

berkeluarga. Dibawah ini akan diuraikan ciri dan langkah-langkah yang


43

diperlukan bagi remaja apabila memasuki ketiga masa reproduksi tersebut.

3. Masa Menunda Perkawinan

Sehat adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh

bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan namun juga sehat secara

mental dan sosio kultural. Salah satu prasyarat untuk menikah adalah

kesiapan secara fisik, yang sangat menentukan adalah umur untuk melakukan

pernikahan. Secara biologis, fisik manusia tumbuh berangsur-angsur sesuai

dengan pertambahan usia. Elizabeth mengungkapkan (Elizabeth B. Hurlock,

1993, h. 189) bahwa pada laki-laki, organ- organ reproduksinya di usia 14

tahun baru sekitar 10 persen dari ukuran matang.

Setelah dewasa, ukuran dan proporsi tubuh berkembang, juga organ-

organ reproduksi. Bagi laki-laki, kematangan organ reproduksi terjadi pada

usia 20 atau 21 tahun. Pada perempuan, organ reproduksi tumbuh pesat pada

usia 16 tahun. Pada masa tahun pertama menstruasi dikenal dengan tahap

kemandulan remaja, yang tidak menghasilkan ovulasi atau pematangan dan

pelepasan telur yang matang dari folikel dalam indung telur. Organ

reproduksi dianggap sudah cukup matang di atas usia 18 tahun, pada usia ini

rahim (uterus) bertambah panjang dan indung telur bertambah berat.

Pada beberapa wanita ada kemungkinan mengalami penyimpangan

dalam perjalanan kehamilannya. Ada beberapa komplikasi yang dapat

dialami seorang wanita hamil. Komplikasinya ini dapat dibagi sesuai dengan

masa kehamilannya yaitu kehamilan muda atau kehamilan trimester ketiga.

(Siti Bandiyah: 2009: 45). Adapun resiko yang terjadi pada proses kehamilan
44

maupun persalian :

a. Resiko pada Proses Kehamilan

Perempuan yang hamil pada usia dini atau remaja cenderung

memiliki berbagai resiko kehamilan dikarenakan kurangnya pengetahuan

dan ketidaksiapan dalam menghadapi kehamilannya. Akibatnya mereka

kurang memperhatikan kehamilannya. Resiko yang mungkin terjadi

selama proses kehamilan adalah:

1) Keguguran (aborsi), yaitu berakhirnya proses kehamilan pada usia

kurang dari 20 minggu.

2) Pre eklampsia, yaitu ketidakteraturan tekanan darah selama

kehamilan dan Eklampsia, yaitu kejang pada kehamilan.

3) Infeksi, yaitu peradangan yang terjadi pada kehamilan.

4) Anemia, yaitu kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.

5) Kanker rahim, yaitu kanker yang terdapat dalam rahim, hal ini erat

kaitannya dengan belum sempurnanya perkembangan dinding rahim.

6) Kematian bayi, yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang dari 1

tahun.

b. Resiko pada Proses Persalinan

Melahirkan mempunyai resiko kematian bagi semua perempuan.

Bagi seorang perempuan yang melahirkan kurang dari usia 20 tahun

dimana secara fisik belum mencapai kematangan maka resikonya akan

semakin tinggi. Resiko yang mungkin terjadi adalah:

1) Prematur, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu.


45

2) Timbulnya kesulitan persalinan, yang dapat disebabkan karena

faktor dari ibu, bayi dan proses persalinan.

3) BBLR (berat bayi lahir rendah), yaitu bayi yang lahir dengan berat

dibawah 2.500 gram.

4) Kematian bayi, yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang dari 1

tahun

5) Kelainan bawaan, yaitu kelainan atau cacat yang terjadi sejak dalam

proses kehamilan.

4. Masa Menunda Kehamilan

Perempuan yang menikah pada usia kurang dari 20 tahun dianjurkan

untuk menunda kehamilannya sampai usianya minimal 20 tahun. Untuk

menunda kehamilan pada masa ini ciri kontrasepsi yang diperlukan adalah

kontrasepsi yang mempunyai reversibilitas dan efektifitas tinggi.

5. Masa Menjarangkan Kehamilan

Pada masa ini usia isteri antara 20-35 tahun, merupakan periode yang

paling baik untuk hamil dan melahirkan karena mempunyai resiko paling

rendah bagi ibu dan anak. Jarak ideal untuk menjarangkan kehamilan adalah

5 tahun, sehingga tidak terdapat 2 balita dalam 1 periode. Ciri kontrasepsi

yang dianjurkan pada masa ini adalah alat kontrasepsi yang mempunyai

reversibilitas dan efektifitas cukup tinggi, dan tidak menghambat air susu ibu

(ASI).

6. Masa Mengakhiri Kehamilan

Masa mengakhiri kehamilan berada pada usia PUS diatas 35 tahun,


46

sebab secara empirik diketahui melahirkan anak diatas usia 35 tahun banyak

mengalami resiko medik. Ciri kontrasepsi yang dianjurkan untuk masa ini

adalah kontrasepsi yang mempunyai efektifitas sangat tinggi, dapat dipakai

untuk jangka panjang, dan tidak menambah kelainan yang sudah ada (pada

usia tua kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, keganasan dan

metabolik biasanya meningkat oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan

kontrasepsi yang menambah kelainan tersebut).

Menurut Khairunnas dalam bukunya Panduan Konseling Praniakah:

Menyiapkan Generasi Emas, Untuk mengukur apakah seseorang sudah siap

secara mental dan psikologi untuk berumah tangga, dapat dilihat dari kriteria

berikut :

a. Mampu bersikap toleran terhadap pasangan

b. Mampu mengendalikan diri

c. Mampu bekerjasama dengan pasangan

d. Mampu menyesuaikan diri dengan perubahan

e. Mampu berkomunikasi dengan pasangan

f. Mampu menyelesaikan konflik

g. Selalu berpikir positif


47

2.5 Kerangka Teori

Program GenRe

Input Proses Output

Respon sasaran Bagi Remaja


1.Man
terhadap PUP Memahami dan Mampu
SDM/Pengelola
Pengurus yang Melayani Menjelaskan PUP
Jumlah PIK R/M
PUP Merapkan 4 Aspek PUP
2. Money
Kegiatan edukasi PUP Memiliki Persiapam
Biaya Operasional
oleh PIK Menjelang Pranikah
3. Material
Pendampingan sektor danMemiliki Perencanaan
4 Aspek PUP
terkait Keluarga
(Kesehatan, Ekonomi,
Bagi Pemerintah Kota
Psikologis, Pendidikan) Implementasi
Pekalongan
4.Machine Pendewasaan Usia
Peningkatan Usia
Sarana/Prasarana Perkawinan melalui Pusat
Perkawinan
Buku Pedoman PUP Informasi dan Konseling di
Kota Pekalongan

Modifikasi Teori Sistem dan Teori Indikator PIK R/M Tahap Tegar (BKKBN, 2014)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Fokus Penelitian

Pada penelitian kualitatif, penentuan fokus berdasarkan hasil studi

pendahuluan, pengalaman, dan hasil dari referensi (Sugiyono: 2014). Penelitian

ini difokuskan pada Implementasi Program pendewasaan Usia Perkawinan

melalui Pusat Informasi dan Konseling di Kota Pekalongan, yang terdiri dari

beberapa variabel yang sesuai dengan Indikator PUP, yaitu pertama adanya

kegiatan respon sasaran terhadap pup yang dilakukan oleh pengelola PIK. Kedua

ialah Pengurus PIK yang Melayani PUP. Ketiga, Kegiatan edukasi PUP oleh PIK.

keempat, ialah bagaimana proses pendampingan sektor terkait dalam

Implementasi PUP melalui PIK di Kota Pekalongan.

3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Pengambilan


Data
1. Respon sasaran Respon sasaran PUP yang meliputi; FGD/Indept
terhadap Pengetahuan, Sikap, Upaya sasaran Interview/Observasi/do
pendewasaan untuk meningkatkan PUP kumentasi
usia
perkawinan
2. Pengurus PIK Kemampuan pengurus PIK yang FGD/Indept
yang Melayani melakukan pelayanan PUP, Interview/Observasi/do
PUP meliputi: kumentasi
A.Kualitas dan Kapasitas :
1. Pengetahuan Pengurus tentang
PUP
2.Kemampuan pengurus PIK untuk
melakukan upaya edukasi
B. Kuantitas:
1.Rasio pengurus dengan sasaran
yang dilayani
3 Kegiatan Kegiatan yang dilakukan oleh FGD/Indept
edukasi PUP pengurus PIK, meliputi ; Kegiatan, Interview/Observasi/do

48
oleh PIK Mekanisme, Kendala dan kumentasi
Hambatan, Anggaran, dan
Kemudahan memperoleh PUP oleh
PIK
4 Pendampingan Upaya pendampingan yang FGD/Indept
sektor terkait dilakukan oleh sektor terkait yang Interview/Observasi/do
dilakukan oleh BPMP2AKB, kumentasi
Pembina PIK, BKR, dan Pihak
Universitas, meliputi Administrasi,
Pencatatan, Pelaporan, Sarana-
Prasarana, dan Dokumentasi
Kegiatan.

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif kualitataif. Alasan atas pemilihan ini karena metode deskriptif

kualitatif menggambarkan atau merumuskan semua data yang didapat dengan

kata-kata atau kalimat-kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori yang

dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan dari penelitian implementasi

program pendewasaan usia perkawinan melalui pusat informasi dan konseling

di kota pekalongan. Proses kualitatif berasal dari orang dan perilaku yang

dapat diamati secara langsung.

2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah penelitian Single Program After-Only,

dimana peneliti melakukan pengukuran kondisi terhadap informasi yang

diperoleh dari Informan atau pengelola PIK sesuai dengan indikator PUP

terkait dengan SDM dan Materi PUP untuk mengukur sejauh mana program

49
tersebut terlaksana sebagai upaya implementasi pendewasaan usia

perkawinan melalui Pusat Informasi dan Konseling di kota Pekalongan.

3.4 Informan Penelitian

Penelitian Deskriptif kualitatif tidak dimakusudkan untuk membuat

generalisasi dari hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif

tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Penelitian ini menggunakan informan

utama dan informan triangulasi. Berikut karakteristik informan yang digunakan

dalam penelitian telah disesuaikan dengan tujuan peneliti yang akan diteliti yaitu :

1. Informan Utama

Informan Utama dalam penelitian ini terdiridari12informan disekitar

PIK, diantaranyasebagai berikut :

a. Pengelola/ pengurusmasing-masingdariPIK R/M Tingkat SMAyaitu 3

orang dari PIK R SMA SANTO BERNADUS Kota Pekalongan.

b. Pengelola/ pengurusmasing-masingdariPIKMA Tingkat SMP yaitu3orang

dari PIK R SMP N 1 Pekalongan Kota Pekalongan.

c. Pengelola/ pengurusmasing-masingdariPIK R Tingkat Mahasiswa

yaitu3orang dari PIKMA SRIWIJAYA Universitas Pekalongan Kota

Pekalongan.

d. Pengelola/ pengurusmasing-masingdariPIK R di Masyarakat yaitu3orang

dari PIK R IPPNU Podosugih Kota Pekalongan.

2. Informan Triangulasi

Informan Triangulasi penelitian ini adalah Eselon IV bidang Keluarga

Berencana/Sejahtera di BPMP2AKB Kota Pekalongan, selaku implementor

50
dari program kebijakan akselerasi program GenRe dan program PIK R/M

yang terbentuk melalui tahapan, 4 remaja disekitar PIK R/M, 4 remaja yang

tidak memanfaatkan PIK, 4 responden yang menikah muda berdasar data

KUA di Kota Pekalongan.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data sangat erat hubungannya dengan masalah

penelitian yang ingin dipecahkan. Masalah memberi arah dan mempengaruhi

penentuan metode pengumpulan data. Banyak masalah yang telah dirumuskan

tidak dapat dipecahkan dengan baik, karena metode untuk memperoleh data yang

diperlukan tidak dapat menghasilkan data seperti yang diinginkan. Pengumpulan

data akan berpengaruh kepada langkah-langkah berikutnya sampai pada tahap

kesimpulan. Karena pentingnya proses pengumpulan data ini maka diperlukan

teknik yang benar untuk memperoleh data-data yang akurat, relevan dan dapat

dipercaya kebenarannya. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa

data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data Primer dikumpulkan melalui melalui Focus Group Discussion

(FGD), dalam hal ini FGD digunakan pada informan utama yakni PIK R

SMA Santo Bernadus, PIK R SMP N 1 Pekalongan, PIKMA Sriwijaya unikal,

dan PIK R IPPNU podosugih kota Pekalongan. Selain itu peneliti juga

menggunakan indepth interview. Indepth interview digunkan terhadap Eselon

IV bidang Keluarga Berencana/Sejahtera di BPMP2AKB Kota Pekalongan

51
serta Remaja di sekitar PIK di Kota Pekalongan. Data primer selanjutnya

yaitu melalui observasi, dilakukan kepada semua informan peneliti.

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder diperoleh melalui metode dokumentasi. Metode

dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan

mendapatkan data tentang pelaksanaan implementasi program pendewasaan

usia perkawinan melalui pusat informasi dan konseling di kota pekalongan.

3.6 Alat Pengumpul Data

Pencatatan data selama penelitian penting sekali karena data dasar yang

akan dianalisis berdasarkan kutipan hasil wawancara. Oleh karena itu pencatatan

data harus dilakukan dengan cara yang sebaik dan setepat mungkin.

Alat bantu pengambilan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

antara lain :

1. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak

menyimpang dari tujuan penelitian dan dapat dijadikan pedoman umum

wawancara memuat isu-isu yang berkaitan dengan tema penelitian tanpa

menentukan ukuran pertanyaan karena akan disesuaikan dengan situasi dan

kondisi saat wawancara berlangsung. Pedoman ini digunakan untuk

mengingat sekaligus sebagai daftar pengecek bahwa semua aspek yang

relevan telah dibahas atau ditanyakan.

2. Alat Perekam

52
Alat perekam sebagai alat pengumpul data agar memudahkan peneliti

untuk mengingat kembali apa yang telah dikatakan informan dan dapat

digunakan sebagai pembuktian-pembuktian. Peneliti menggunakan alat

perekam dengan seizin informan. Pengguanaan alat perekam memungkinkan

peneliti untuk lebih berkonsentrasi pada apa yang telah dikatakan oleh

informan. Alat perekam dapat menghasilkan banyak informasi yang

bermanfaat dan dapat menjadi bahan utuh yang menghasilkan bentuk analisis

yang cermat saat peneliti menuangkannya pada catatan lapangan.

a. Moderator Guideline

Moderator Guideline digunakan sebagai dokumen yang berisi

panduan bagi moderator mengenai topik FGD, pertanyaan yang akan

ditanyakan lepada informan FGD yang akan didalami dari penelitian

implementasi pendewasaan usia perkawinan melalui pusat informasi dan

konseling di kota pekalongan.

3. Catatan Lapangan (Field Note)

Catatan lapangan dalam penelitian ini sangat berguna bagi si peneliti,

sebagai alat perantara yang peneliti lihat dan rasakan dalam rangka

pengumpulan data. Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang

didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan

refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.

Demikian juga dalam pembuatan laporan penelitian semua harus

didukung data yang ada dilapangan dalam hal ini adalah catatan lapangan.

3.7 Teknis Analisis Data

53
Untuk menganalisa data penelitian kualitatif digunakan analisis yang

bersifat terbuka yang menggunakan proses induksi, artinya dalam pengujian

hipotesa-hipotesa bertitik tolak dari data yang terkumpul kemudian di simpulkan.

Proses berfikir induktif dimulai dari data yang terkumpul atau keputusan-

keputusan khusus kemudian di ambil kesimpulan secara umum. Adapun urutan

analisanya adalah data, reduksi data, penyajian data dan verifikasi atau

kesimpulan. Aktivitas dalam analisa data dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Gambar 3.7.1 Komponen dalam analisis data (Miles dan Huberman, 1984)

Sumber; Sugiyono (205:92)

Pada gambar diatas adalah Teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian pada model ini ada tiga komponen analisis untuk mengolah data yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan tertulis dari lapangan. Reduksi data dilakukan dengan

membuat ringkasan dari catatan data yang diperoleh di lapangan. Dalam

menyusun ringkasan tersebut peneliti juga membuat coding, memusatkan

54
tema, menentukan batasan permasalahan dan juga menulis memo. Proses ini

berlangsung secara terus-menerus.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan penyajian informasi untuk memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Sajian ini merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logika dan

sistematis sehingga bila bicara akan bisa mudah dipahami berbagai hal yang

terjadi dan memungkinkan peneliti untuk berbuat sesuatu pada analisis

ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut. Sajian data ini harus

mengacu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan sebagai pernyataan

peneliti, sehingga narasi yang disajikan merupakan deskriptif mengenai

kondisi yang rinci untuk menceritakan dan menjawab setiap permasalahan

yang ada.

3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Penarikan Kesimpulan/Verifikasi yaitu penarikan kesimpulan dari data

yang telah di analisis. Jika disimpulkan dirasa kurang mantap, maka penulis

akan menggali dalam field note tetapi jika dalam field note belum diperoleh

data yang diingikan maka penulis mencari data lagi di lapangan. Kesimpulan

perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar benar bisa dipertanggung

jawabkan. Kesimpulan akhir yang ditulis merupakan rangsangan keadaan dari

yang belum jelas kemudian meningkatkan berbagai pertanyaan yang telah

memiliki landasan yang kuat dari proses analisis terhadap fenomena yang ada

(Djam’an dan Aan komariah,2011).

55
3.8 Instrumen Penelitian

1. Pedoman Wawancara.

Pedoman wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi sejauh

mana pelaksanaan program Generasi Berencana (GenRe) BKKBN dalam

upaya meningkatkan pendewasaan usia perkawinan di kota Pekalongan

2. Kredibilitas Penelitian.

Kredibilitas adalah ukuran kebenaran data yang dikumpulkan, yang

manggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan hasil penelitian.

Kredibilitas digunakan untuk mengetahui pedoman wawancara yang kita

susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur.

Untuk menguji keabsahan data yang terkumpul perlu menggunakan

triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan

terhadap data itu.

Teknik triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

triangulasi sumber. Dalam triangulasi sumber digunakan beberapa sumber

data untuk mengumpulkan data. Data yang diperoleh kemudian diuji

keabsahannya dengan cara membandingkan hasil wawancara antara informan

yang satu dengan yang lain. Dengan demikian diharapkan mutu dari

keseluruhan proses pengumpulan data dalam penelitian ini menjadi valid.

3.8 Alur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu tahap pralapangan dan

pasca lapangan, melalui :

56
1. Tahap Pra Lapangan

a. Melakukan studi pendahuluan permasalahan PIK (Pusat Informasi dan

Konseling) dan Pelaksana Program GenRe melaui substansi PUP

(Pendewasaan Usia Perkawinan)

b. Pembuatan proposal penelitian

c. Penetapan objek penelitian, informan utama, dan informan triangulasi

d. Penyiapan tools penelitian, meliputi: pedoman wawancara, moderator

guidline, alat perekam, dan catatan lapangan

e. Penyiapan interviewer

2. Tahap Pasca Lapangan

a. merangkum hal-hal yang pokok sesuai focus penelitian

b. menyusun kesimpulan dari jawaban indepth interview, field note, dan

focus grub discussion

c. menyajikan hasil laporan penelitian

57
3.9 Skema Penelitian
Judul :
“IMPLEMENTASI PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN MELALUI
PUSAT INFORMASI DAN KONSELING DI KOTA PEKALONGAN”

Perumusan Masalah :
Bagaimanakah Implementasi Pendewasaan Usia Perkawinan Melalui Pusat
Informasi Dan Konseling Di Kota Pekalongan?

Tujuan :

1. Tujuan Umum
Mengetahui Bagaimana Implementasi Program Pendewasaan Usia Perkawinan Melalui Pusat
Informasi dan Konseling di Kota Pekalongan
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi lanjut respon sasaran terhadap pendewasaan usia perkawinan melalui
Pusat Informasi dan Konseling.
b. Mengidentifikasi lanjut pengurus yang melayani pendewasaan usia perkawinan melalui
Pusat Informasi dan Konseling.
c. Mengidentifikasi lanjut kegiatan edukasi tentang pendewasaan usia perkawinan melalui
Pusat Informasi dan Konseling.
d. Mengidentifikasi lanjut pendampingan sektor terkait tentang pendewasaan usia
perkawinan melalui Pusat Informasi dan Konseling.ssss

Desain Penelitian :
Desain Penelitian deskriptif melalui metode kualitatif

1. Rancangan Penelitian : Single Program After-Only


2. Informan Penelitian :
a. Informan Utama ( 12 pengurus PIK dari PIK Mahasiswa, SMP, SMA dan PIK R di
Masyarakat ) DAFTAR PUSTAKA
b. Informan Triangulasi ( Eselon Bidang KB BPM2AKB kota pekalongan dan 4 remaja
disekitar PIK R/M, $ remaja yang tidak memanfaatkan PIK, dan 4 responden yang
menikah dini )
3. Metode Pengumpulan Data : Data Primer dan Data Sekunder
4. Alat Pengumpul Data : Pedoman Wawancara, Alat Perekam, Catatan Lapangan
5. Teknis Analisis Data : Reduksi Data, Penyajian Data, Penarikan Kesimpulan
6. Instrumen Penelitian : Pedoman Wawancara, Kredibilitas Penenlitian

58
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Program GenRe Pendewasaan Usia Perkawinan Melalui

Pusat Informasi dan Konseling di Kota Pekalongan

Kota Pekalongan terletak di dataran rendah pantai Utara Pulau Jawa,

dengan ketinggiankurang lebih 1 m diatas permukaan laut dengan posisi

geografis antara: 6° 50’ 42° - 6° 55’ 44° Lintang Selatan 109° 37’ 55° - 109°

42’ 19° Bujur Timur serta berkoordinat Fiktif 510-518 km membujur dan

517,75-526,75 km melintang.
Secara administratif mempunyai batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten Batang
Sebelah Barat : Kabupaten Pekalongan
Sebelah Selatan : Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang
Luas wilayah Kota Pekalongan 45,25 km 2 dengan jarak terjauh dari

Utara ke Selatan ± 9 km dan dari Barat ke Timur ± 7 km.


Permasalahan kependudukan pada dasarnya terkait dengan kuantitas,

kualitas dan mobilitas penduduk. Undang-Undang No. 52 Tahun 2009

tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga telah

mengamanatkan perlunya pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan

pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang

tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional.

59
60

Salah satu upaya kebijakan yang dilakukan oleh BKKBN untuk

mengatasi dan merubah berbagai permasalahan yang berkaitan dengan

kependudukan adalah melalui program Generasi Berencana (GenRe).

Kebijakan progran GenRe dikembangkan melalui dua arah yakni melalui

Pusat Informasi dan Konseling (PIK) dan Bina Keluarga Remaja (BKR).

Melalui PIK R/M dan BKR, remaja diberikan pengetahuan dan pemahaman

tentang perlunya menunda usia perkawinan, penyalahgunaan narkoba,

penyakit menular seksual dan seks pra nikah. Harapannya selururh PIK R/M

ini bisa mencapai kemandirian dengan berbagai variasi kegiatan serta

mampu mengakses banyak informasi remaja. (BKKBN, 2013)


Salah satu program BKKBN yang dilakukan oleh Bina Keluarga

Remaja (BKR) dan Pusat Informasi dan Konseling ialah dengan adanya

informasi Pendewasaan Uisa Perkawinan (PUP) yang diberikan kepada

seluruh pengurus PIK ataupun BKR yang menjadi sarana informasi dan

edukasi remaja untuk disalurkan kepada masyarakat sekitar khususnya

wilayah Kota Pekalongan.


Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) merupakan upaya untuk

meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga pada saat

perkawinan mencapai usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun

bagi laki-laki. Batasan usia ini di anggap sudah siap baik dipandang dari sisi

kesehatan maupun perkembangan emosional untuk menghadapi kehidupan

berkeluarga. Pendewasaan Usia Perkawinan merupakan bagian dari program

Keluarga Berencana Nasional. Program PUP akan memberikan dampak

terhadap peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan


61

menurunkan Total Fertility Rate (TFR). Tujuan Program Pendewasaan Usia

Perkawinan adalah memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja

agar didalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan

berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik,

mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah

dan jarak kelahiran.


Kota Pekalongan meruapakan salah satu Kota yang melaksanakan

program BKKBN dengan adanya Pusat Informasi dan Konseling yang

sudah tersebar baik di tingkat SMP, SMA, Perguruan Tinggi, hingga tingkat

Masyarakat. Dengan adanya program GenRe pada substansi materi PUP

diharapkan dapat membantu menekan angka pernikah dini di Kota

Pekalongan. Hasil data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)

Kota Pekalongan menunjukan presentase 39,27% pada umur 17-20 tahun

sudah menikah di tahun 2012. Sedangkan target pencapaian untuk usia

kawin pertama perempuan dari BKKBN pada tahun 2014 adalah 20 tahun.
Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana

program pemerintah yang dicanangkan oleh BKKBN terhadap program

GenRe melalui Pusat Informasi dan Konseling pada substansi materi

Pendewasaan Usia Perkawinan tersebut terealisasi serta bagaimana

implementasinya yang diterapkan kepada remaja khususnya masyarakat

Kota Pekalongan.

4.2. Tahap Penelitian

1. Tahap Pra Lapangan


62

Tahap persiapan dimulai dengan melakukan kegiatan meliputi :

a. Melaksanakan survey awal ke KUA Kota Pekalongan, serta survey

pendahuluan kondisi permasalahan remaja melalui PIK dalam

penerapan Pendewasaan Usia Perkawinan di Kota Pekalongan.

b. Menyusun proposal penelitian.

c. Melaksanakan survey awal ke BPMP2AKB Kota Pekalongan

untuk mendapatkan data PIK yang berada di Kota Pekalongan

melalui substansi Pendewasaan Usia Perkawinan

d. Melaksanakan survey awal ke salah satu PIK di Kota Pekalongan

untuk mengetahui penerapan Pendewasaan Usia Perkawinan di

Kota Pekalongan.

e. Mengurus perijinan dan perlengkapan untuk penelitian.

f. Mencari informan.

2. Tahap Pekerja Lapangan

a. Menemukan informan berdasarkan survey awal di BPMP2AKB

Kota Pekalongan untuk mendapatkan data pengelolaan program

GenRe melalui substansi Pendewasaan Usia Perkawinan di Kota

Pekalongan

b. Menentukan jadwal pelaksanaan pengumpulan data dan

menanyakan kesediaan informan dan subyek.

c. Menemukan informan berdasarkan survey awal ke salah satu

SMA/SMP/ di Kota Pekalongan untuk mengetahui penerapan

Pendewasaan Usia Perkawinan pada remaja di Kota Pekalongan.


63

d. Membuat janji dengan informan dan subyek untuk keperluan

pengumpulan data.

e. Jika informan menyetujui untuk melakukan wawancara maka

informan wajib menandatangani surat persetujuan untuk menjadi

informan (informed consent) dan kemudian melakukan wawancara

kepada informan.

f. Pelaksanaan pengumpulan data.

3. Tahap Analisis Data

a. Pengumpulan data.

b. Data dikumpulkan dari FGD, Indepth Interview, dokumentasi, hasilnya

ditulis dalam bentuk catatan lapangan dan disalin dalam bentuk

transkrip.

c. Reduksi data dengan merangkum,memilih hal-hal pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya sehingga

memberikan gambaran yang lebih jelas.

d. Penyajian data

e. Penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk tabel

teks, naratif.

f. Penarikan kesimpulan.

4. Pemilihan Kesimpulan

Sajian data dibahas dengan menyimpulkan hasil-hasil dari penelitian

yang telah dilakukan terhadap informan utama dan informan triangulasi.


64

4.3 Karakteristik Informan

1. Informan Utama

Informan Utama dalam penelitian adalah pengurus PIK R/M dari tingkat

Mahasiswa, SMA, SMP, dan PIK yang berada di Masyarakat di wilayah

Kota Pekalongan. Masing-masing terdiri dari 3 pengurus yaitu Ketua,

Pendidik Sebaya, dan Konselor Sebaya. Pemilihan infroman tersebut di

dasarkan pada PIK tahap tegar yang sudah mendapatkan pelatihan dan

melakukan edukasi terhadap substansi materi pendewasaan usia

perkawinan di wilayah masing-masing. Diantaranya sebagai berikut:

a. Informan Utama 1

Terdiri dari 3 pengurus PIK R yang merupakan siswa Bernadus Kota

Pekalongan yaitu 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.

b. Informan Utama 2

Terdiri dari 3 pengurus PIK R yang merupakan siswa SMP N 1 Kota

Pekalongan yaitu 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.

c. Informan Utama 3

Terdiri dari 3 pengurus PIK M yang merupakan mahasiswa

Universitas Pekalongan yaitu 2 orang perempuan dan 1 orang laki-

laki.

d. Informan Utama 4
65

Terdiri dari 3 pengurus PIK R yang merupakan remaja IPPNU

Podosugih Kota Pekalongan, yaitu 2 orang laki-laki dan 1 orang

perempuan.
66

Tabel 4.3.1
Karakteristik Informan Utama
Pengurus PIK dalam Menerapan Substansi Pendewasaan Usia Perkawinan di Kota Pekalongan

No Nama Jenis Kelamin Status Pendidikan Nama PIK R/M


1. Informan Utama 1a Laki-Laki Siswa SMA Bernadus Pekalongan
Informan Utama 1b Laki-Laki Siswa SMA Bernadus Pekalongan PIK KRR BERNADUS
Informan Utama 1c Perempuan Siswa SMA Bernadus Pekalongan
2. Informan Utama 2a Perempuan Siswa SMP N 1 Pekalongan
Informan Utama 2b Laki-Laki Siswa SMP N 1 Pekalongan PIK R SMP 1
Informan Utama 2c Laki-Laki Siswa SMP N 1 Pekalongan PEKALONGAN
3. Informan Utama 3a Perempuan Mahasiswa Universitas Pekalongan
Informan Utama 3b Perempuan Mahasiswa Universitas Pekalongan PIKMA SRIWIJAYA
Informan Utama 3c Laki-Laki Mahasiswa Universitas Pekalongan
4. Informan Utama 4a Laki-Laki Remaja IPPNU Podosugih Pekalongan
Informan Utama 4b Laki-Laki Remaja IPPNU Podosugih Pekalongan PIK IPPNU PODOSUGIH
Informan Utama 4c Perempuan Remaja IPPNU Podosugih Pekalongan
2. Informan Triangulasi (Keabsahan Data)

Informan triangulasi dalam penelitian ini terdiri dari 13 informan.

Pemilihan informan triangulasi tersebut di dasarkan pada cluster dan

kriteria inklusi remaja. Informan triangulasi diperlukan untuk cross check

keabsahan data hasil indept interview dengan informan utama. Informan

triangulasi dalam penelitian ini adalah orang-orang yang merupakan

remaja yang memanfaatkan organisasi PIK yaitu 4 orang, dan 4 remaja

yang tidak memanfaatkan organisasi PIK, 4 orang dengan kategori

menikah dini, serta 1 orang Eselon IV Bidang Keluarga

Berencana/Sejahtera BPMP2AKB Kota Pekalongan yang merupakan

pengelola Program GenRe melalui pendewasaan usia perkawinan.

Karakteristik Informan triangulasi adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3.2
Karakteristik Informan Triangulasi
Remaja Pengguna PIK R/M

Jenis Hubungan dengan


No Nama Alamat
Kelamin Informan Utama
Pengguna PIK KRR Jl. Salak No.89
1 Informan Triangulasi 1a Laki-Laki
Bernadus Pekalongan
2 Informan Triangulasi 1b Perempuan Pengguna PIK R SMP 1 Jl. Jawa gg. 15 No.4
Pengguna PIKMA Tangkil-Tengah,
3 Informan Triangulasi 1c Perempuan
Sriwijaya Kedungwuni
Pengguna PIK IPPNU Jl. Jendral Sudirman
4 Informan Triangulasi 1d Perempuan
POdosugih Podosugih-Pekalongan

Tabel 4.3.3
Karakteristik Informan Triangulasi
Remaja bukan Pengguna PIK R/M
Jenis
No Nama Status Informan Alamat
Kelamin
1 Informan Triangulasi 2a Perempuan Pelajar SMA Bernadus Jl. Hoscokroaminoto

67
37A Pekalongan
2 Informan Triangulasi 2b Laki-Laki Pelajar SMP 1 Jl. KH Ahmad Dahlan
3 Informan Triangulasi 2c Perempuan Mahasiswa Unikal Ds. Jagung Kesesi
Jl. Jendral Sudirman
4 Informan Triangulasi 2d Perempuan Bekerja
Podosugih

Tabel 4.3.4
Karakteristik Informan Triangulasi
Remaja dengan Kategori Nikah Muda
Menikah
No Nama Janis Kelamin Alamat
Umur
1 Informan Triangulasi 3a Perempuan 18th Klego Pekalongan Utara
2 Informan Triangulasi 3b Perempuan 17th Jenggot Pekalongan Selatan
3 Informan Triangulasi 3c Perempuan 19th Landungsari Pekalongan Timur
4 Informan Triangulasi 3d Perempuan 19th Tirto Pekalongan Barat

Tabel 4.3.4
Karakteristik Informan Triangulasi
Eselon IV BPMP2AKB Kota Pekalongan
Jenis
No Nama Jabatan Nama Instansi
Kelamin
Kasubid KB dan Kesehatan BPMP2AKB Kota
1 Informan Triangulasi 4a Perempuan
Reproduksi Pekalongan

4.4 Hasil Penelitian Focus Group Discussion (FGD) Informan Utama PIK
R/M terhadap Pendewasaan Usia Perkawinan di Kota Pekalongan

Pusat Informasi dan Konseling merupakan salah satu sarana yang

seharusnya di manfaatkan oleh remaja sekitar untuk mendapatkan pelayanan

konseling maupun informasi yang berkaitan dengan permasalahan remaja dan

materi lainnya yang dikuasai oleh pengurus PIK R/M.


Berdasarkan materi substansi Pendewasaan Usia Perkawinan belum

sepenuhnya di terapkan oleh Pusat Informasi dan Konseling yang berada di

Kota Pekalongan. Hasil penelitian dari informan utama yakni PIK tingkat

SMP, SMA, Perguruan Tinggi, dan Tingkat Masyarakat belum

memaksimalkan dalam sosialisasi materi Pendewasaan Usia Perkawinan

68
yang di anggap perlu untuk menunda usia kawin muda, resiko kehamilan dan

persalinan yang mengakibatkan AKI dan AKB, KDRT, serta dampak resiko

lainnya karena menikah di usia muda.


Hasil wawancara Focus Group Discussion yang dilakukan kepada

pengurus PIK menyimpulkan bahwa pengetahuan pada materi substansi

pendewasaan usia perkawinan oleh pengurus masih lemah dan masih jarang

dalam sosialisasi baik dari konseling maupun bentuk edukasi yang jarang

dilakukamn oleh 4 PIK btersebut.


Penerapan substansi materi Pendewasaan Usia Perkawinan di Kota

Pekalongan dapat digambarkan dari hasil jawaban informan utama dan

informan triangulasi, namun penelitian ini tidak mewakilkan wilayah Kota

Pekalongan tetapi menemukan fenomena penerapan pendewasaan usia

perkawinan dalam pengaruhnya terhadap remaja yang ada di Kota

Pekalongan.
Kemudian informasi yang diperoleh dari infroman triangulasi terhadap

pengguna PIK juga tidak sepenuhnya dipahami terkait materi PUP, serta

perbandingan dengan informan yang tidak memanfaatkan PIK menunjukan

kurang adanya sosialisasi yang tidak menyeluruh oleh pengurus PIK kepada

sasaran yang ada disekitar.


Selanjutnya, pada informan triangulasi peneliti mengambil 4 responden

nikah dini, sasaran belum pernah mendapat materi pernikahan yang

seharusnya mereka dapatkan menjelang pra nikah, bahkan eksistensi PIK di

Kota Pekalongan belum sepenuhnya dimengerti serta dipahami oleh

masyarakat khususnya di wilayah Kota Pekalongan. Masih banyak kasus

nikah dini karena seks di luar nikah, pendidikan dan ekonomi yang rendah,

69
mengalami masalah pada saat persalinan, sampai pada angka kematian bayi

pada remaja yang menikah dini.


Tidak terealisasinya program tersebut merupakan salah satu bentuk

penolakan atau bahkan tidak menjadi solusi dikarenakan kurangnya

sosialisasi yang efektif serta tidak adanya evaluasi yang berjenjang dari pihak

terkait. Sehingga kurangnya kesadaran penuh untuk menjalankan program

yang menjadi target dari masing-masing pengelola maupun dari pengurus itu

sendiri.
Adapun hasil penelitian Focus Group Discussion pada 12 informan

utama, 12 Informan triangulasi menggunakan indepth Interview mengenai

penerapan 8 pendewasaan usia perkawinan di Kota Pekalongan, sebagai

berikut :

1. Respon Sasaran Terhadap Pendewasaan Usia Perkawinan


Hasil penelitian Focus Group Discussion dari 12 informan utama yaitu

mengenai respon sasaran terhadap pendewasaan usia perkawinanan

sebagai berikut :
a. Informan Utama 1a, 1b, 1c (Pengurus PIK KRR SMA Bernadus)
Pada materi pendewasaan usia perkawinan yang dilakukan oleh PIK

ialah meliputi pengertian, usia, serta resiko-resiko nikah muda.

Pengurus sendiri tidak sepenuhnya menguasai materi yang ada

dalam pendewasaan usia perkawinan. Sikap pengurus sangat

antusias terhadap adanya program pendewasaan usia perkawinan,

dimana ada beberapa manfaat yang dirasakan seperti pengetahuan

terkait bahaya nikah muda, kematian ibu dan bayi, serta bahaya

lainnya. Sehingga pengurus melakukan upaya dengan diadakannya

sosialisasi 4x selama satu tahun. Namun, sosialisasi yang diberikan

70
tentang pendewasaan usia perkawinan kepada remaja sekitar masih

belum menyeluruh.
b. Informan Utama 2a, 2b, 2c (Pengurus PIK R SMP N)
Materi yang disampaikan meliputi pengertian dan resiko-resiko dari

nikah muda. Dalam hal penguasaan materi pengurus masih sangat

terbatas. Sikap pengurus menunjukan bahwa mereka sangat

menghargai dengan adanya pendewasaan usia perkawinan sehingga

lebih memikirkan untuk melanjutkan pendidikan dibandingkan

dengan menikah di usia muda. Kemudian terkait konseling dan

sosialisasi masih belum maksimal dikarenakan lebih menargetkan

sosialisasi permasalahan remaja seperti Triad KRR.


c. Informan Utama 3a, 3b, 3c (Pengurus PIKMA Sriwjaya)
Materi yang disampaikan meliputi pengertian, aspek-aspek PUP,

serta resiko dari nikah muda. Masing-masing dari oengurus sudah

cukup menguasai materi, dan pengurus sangat mendukung adanya

program pup dengan menyebarluaskan kepada teman sebaya dan

meberikan sosialisasi di tingkat SMA khususnya di wilayah Kota

Pekalongan. Kemudian upaya yang dilakukan ialah tidak hanya dari

konseling, melainkan memberikan sosialisasi menyebarkan leaflet,

menempel materi di mading, serta menyediakan buku-buku tentang

remaja.
d. Informan Utama 4a, 4b, 4c (Pengurus PIK R IPPNU Podosugih)
Materi yang dismpaikan lebih pada batasan usia menikah. Kurang

maksimalnya sosialisasi menjadi kendala utama dalam

penyebarluasan pup. Dalam satu tahun hanya dilakukan satu kali

71
sosialisasi saja karena lebih sering melakukan konseling melalui

pendekatan kepada remaja.

Kesimpulan : 4 kelompok PIK menunjukan bahwa respon pengurus

terhadap pendewasaan usia perkawinan masih belum

sepenuhnya di aplikasikan baik dan belum merasakan

manfaat sepenuhnya dengan adanya substansi materi

pendewasaan usia perkawinan. Dilihat dari terbatasnya

penguasaan materi, serta kurang maksimalnya sosialisasi

maupun konseling yang tidak terjadwal secara terstruktur

sehingga tidak efektif dalam menyebarluaskan edukasi

maupun informasi yang dilakukan oleh pengurus.

2. Pengurus yang Melayani Pendewasaan Usia Perkawinan


Hasil penelitian Focus Group Discussion dari 12 informan utama yaitu

mengenai pengurus yang melayani pendewasaan usia perkawinanan

sebagai berikut :
a. Informan Utama 1a, 1b, 1c (Pengurus PIK KRR SMA Bernadus)
Dalam kualitas penguasaan materi oleh pengurus belum

sepenuhnya menguasai baik dari pengertian, resiko-resiko serta

aspek dari PUP. Dari segi kuantitas terdapat 12 pengurus di dalam

anggota PIK yang belum memenuhi rasio dikarenakan kesibukan

pengurus yang menjabat organisasi lain.


b. Informan Utama 2a, 2b, 2c (Pengurus PIK R SMP N)
Dalam kualitas penguasaan materi oleh pengurus masih sebatas

pengertian dan usia menikah, dan belum mengetahui aspek aspek

72
dalam pendewasaan usia perkawinan. Dari segi kuantitas terdapat

20 anggota pada periode sebelumnya, namun dikarenakan belum

adanya pergantian pengurus menjadi kendala kurang aktifnya pik

di sekolah.
c. Informan Utama 3a, 3b, 3c (Pengurus PIKMA Sriwijaya)
Dalam kualitas penguasaan materi sudah cukup baik dari

pengertian, resiko, dan aspek PUP dikarenakan sering melakukan

sosialisasi. Dari segi kuantitas terdapat 6 konselor sebaya, dan 7

pendidik sebaya yang sudah cukup memenuhi rasio karena client

berhak memilih konselor.


d. Informan 4a, 4b, 4c (Pengurus PIK R IPPNU Podosugih)
Dalam kualitas penguasaan materi terkait dengan pengertian,

resiko dan aspek pup belum sepnuhnya memahami. Dari segi

kuantitas terdapat 25 pengurus PIK namun hanya 25% yang pernah

mendapakan menguasai dan mendapatkan materi PUP dikarenakan

kesibukan masing-masing anggota.

Kesimpulan : 4 kelompok PIK menunjukan bahwa Pengurus yang

melayani pendewasaan usia perkawinan terkait materi

belum sepenuhnya dipahami oleh masing-masing pengurus,

dikarenakan rasio pengurus belum memenuhi sasaran yang

dicapai. Kesibukan dan belum adanya pergantian pengurus

juga menjadi kendala utama dalam melakukan sosialisasi.

3. Kegiatan Edukasi Pendewasaan Usia Perkawinan oleh Pusat

Informasi dan Konseling

73
Hasil penelitian Focus Group Discussion dari 12 informan utama yaitu

Kegiatan Edukasi Pendewasaan Usia Perkawinan oleh Pusat Informasi

dan Konseling sebagai berikut :


a. Informan Utama 1a, 1b, 1c (Pengurus PIK KRR Bernadus)
Dalam menyebarluaskan substansi materi pendewasaan usia

perkawinan, pengurus hanya melakukan sosialisasi, menyebarkan

brosur, dan ikut berperan aktif pada agenda ospek dengan

memberikn pengetahuan seputar PIK pada siswa baru. Kemudian,

dalam melakukan konseling salah satu hambatannya ialah

kesibukan masing-masing pengurus, dan tidak adanya agenda

khusus dalam sosialisai PIK, sehingga saat sosialisai yang

dilakukan masih mengikuti kegiatan extrakurikuler seperti

pramuka, osis, dan kegiatan lainnya. Selanjutnya, karena tidak ada

kesekretariatan PIK maka pelayanan konseling masih bergabung

dengan ruang BK. Media yang dilakukan dalam edukasi PUP

belum memaksimalkan adanya blog, fb, instagram, ataupun media

lainnya, hanya sebatas sosialisasi dan melakukan konseling via

bbm/sms tanpa di pungut biaya.


b. Informan Utama 2a, 2b, 2c (Pengurus PIK R SMP 1)
Dalam menyebarluaskan materi pendewasaan usia perkawinan

pengurus belum maksimal dalam melakukan sosialisasi,

dikarenakan semua pengururs belum memahami sepenuhnya

tentang PUP dan lebih memaksimalkan sosialisasi Triad KRR.

Dalam melakukan konseling, kesekretariatan berada di ruang BK,

dan diserahkan kepada pengurus PIK. Pada permasalahn koseling

74
pengurus lebih melakukan pendekatan secara pribadi terhadap

client dan tidak memungut biaya.


c. Informan utama 3a, 3b, 3c (Pengurus PIKMA Sriwijaya)
Dalam menyebarluaskan materi pendewasaan usia perkawinan

pengurus melakukan sosialisasi Goes to School tingkat SMA,

penyebaran leaflet dan brosur, di sediakannyanya Kotak Curhat,

dan media lainnya seperti mading, facebook dan Blog, serta

melakukan pelatihan kader melalui capacity building terkait

konselor sebaya dan pendidik sebaya pada substansi materi

pendewasaan usia perkawinan. Mekanisme dalam memperoleh

pelayanan pada konseling ialah dengan mendatangi sekretariat dan

melakukan pencatatan administrasi konseling juga bisa dilakukan

via bbm ataupun sms tanpa di pungut biaya. Salah satu kendala

yang dihadapi oleh pengurs adalah dengan adanya kesibukan dari

masing-masing pengurus, belum maksimalnya kotak curhat yang

sudah tersedia, administrasi yang kurang lengkap, dan kurangnya

sosialisasi yang optimal di wilayah kampus khususnya pada

substansi materi pndewasaan usia perkawinan.

d. Informan 4a, 4b, 4c (Pengurus PIK R IPNNU Podosugih)


Dalam menyebarluaskan materi pendewasaan usia perkawinan

pengurus melakukan sosialisasi, leaflet, memanfaatkan media

sosial seperti facebook namun tidak maksimal. Mekanisme

maupun akses dalam pelayanan pusat informasi dan konseling

lebih sering door to door tanpa ada kegiatan yang khusus. Kendala

utamanya selain dari kesibukan pengurus, tidak adanya

75
kesekretariatan, juga tidak adanya anggaran dalam melakukan

sosialisasi.
Kesimpulan : 4 kelompok PIK menunjukan bahwa kegiatan edukasi

pendewasaan usia perkawinan belum maksimal dan

optimal, baik dari segi teknis maupun aplikatifnya. Salah

satu kendala utama ialah tidak adanya kesekretariatan

khusus untuk tingkat SMP, SMA, maupun PIK di

Masyarakat, kesibukan dari masing-masing pengurus juga

menjadi faktor tidak maksimalnya dalam melakukan

sosialisasi, serta tidak adanya anggaran yang juga

berpengaruh dengan adanya edukasi terkait materi

pendewasaan usia perkawinan.

4. Pendampingan Sektor Terkait


Hasil penelitian Focus Group Discussion dari 12 informan utama

yaitu pendampingan sektor terkait sebagai berikut :


a. Informan Utama 1a, 1b, 1c (Pengurus PIK KRR Bernadus)
Proses pendampingan dari sektor terkait dilakukan oleh pembina

PIK serta dari pihak BPMP2AKB. Bentuk dukungan yang

diberikan berupa nasihat-nasihat, sedangkan dari BPMP2AKB

memberikan materi serta pelatihan yang diadakan setiap tahunnya.


b. Informan Utama 2a, 2b, 2c (Pengurus PIK R SMP 1)
Proses pendampingan dilakukan oleh guru BK, pembina PIK serta

dari pihak BPMP2AKB. Bentuk dukungan yang diberikan berupa

nasihat-nasihat, diskusi oleh pembina dan guru BK. Sedangkan

76
dari pihak BPMP2AKB berupa pemberian materi dan pelatihan

setiap tahunnya.
c. Informan Utama 3a, 3b, 3c (Pengurus PIKMA Sriwijaya)
Proses pendampingan dilakukan oleh pihak Universitas

Pekalongan, pembina Pusat Informasi dan Konseling,

BPMP2AKB. Bentuk dukungan yang diberikan oleh pembina

berupa nasihat dan diskusi, bentuk dukungan dari pihak universitas

berupa dana untuk setiap kegiatan PIK, dan BPMP2AKB

memberikan dukungan berupa sponshorsip pemateri dan pelatihan

setiap tahunnya.

d. Informan Utama 4a, 4b, 4c (Pengurus PIK R IPPNU Podosugih)


Proses pendampingan dilakukan oleh pembina, BKM dari

kelurahan, dan dari pihak BPMP2AKB. Bentuk dukungan yang

diberikan oleh pembina berupa nasihat, dari BKM berupa dana,

dan dari pihak BPMP2AKB berupa pemateri dan pelatihan setiap

tahunnya.
Kesimpulan : 4 kelompok PIK menunjukan bahwa proses pendampingan

yang dilakukan oleh pihak terkait pada tingkat SMP dan

SMA seperti pembina PIK, guru BK, dan BPMP2AKB

berupa nasihat, diskusi, dan pemateri. Pada PIK podosugih

pemberian dana berasal dari BKM tingkat kelurahan, serta

pemateri dari BPMP2AKB. Kemudian, pendampingan PIK

tingkat mahasiswa dari pihak Universitas berupa dana, dan

pihak BPMP2AKB berupa sponshorsip pemateri. Dari

proses pendampingan dan bentuk dukungan yang dilakukan

77
oleh pihak terkait tidak menunjukan adanya evaluas baik

dari administrasi, pengelolaan PIK, dan bentuk dukungan

lainnya yang menunjang keberlangsungan kegiatan PIK

selama ini.

4.5 Hasil Indepth Interview Informan Triangulasi pada Pengguna Pusat

Informasi dan Konseling

Hasil penelitian informan triangulasi yaitu mengenai penerapan

pendewasaan usia perkawinan terhadap sasaran yang memanfaatkan pusat

informasi dan konseling sebagai berikut :

1. Respon Sasaran terhadap Pendewasaan Usia Perkawinan


a. Informan Triangulasi 1a
Pengetahuan yang di peroleh sasaran terhadap pendewasaan usia

perkawinan yang disampaikan oleh pengurus pusat informasi dan

konseling ialah tentang pengertian nikah muda. Informan sangat

mendukung dengan adanya materi tersebut, salah satu upaya yang

dilakukan ialah dengan membantu memberikan saran kepada teman

sebaya terhadap permasalahan yang dimiliki.


b. Informan Triangulasi 1b
Pengetahuan yang diperoleh sasaran terhadap pendewasaan usia

perkawinan yang disampaikan oleh pengurus pusat informasi dan

konseling ialah tentang pernikahan muda dibawah usia 20 tahun

pada perempuan, dan 25 tahun pada laki-laki. Informan sangat

setuju dengan adanya materi tersebut, salah satu upaya yang

78
dilakukan ialah dengan memberikan informasi pada teman sebaya

untuk menunda usia perkawinan.

c. Informan Trianguasi 1c
Pengetahuan yang diperoleh sasaran terhadap pendewasaan usia

perkawinan yang disampaikan oleh pengurus pusat informasi dan

konseling ialah pernikahan dini yang belum sesuai dengan batasan

usia menikah 20th wanita dan 25 tahun laki-laki. Informan sangat

setuju dengan adanya materi pendewasaan usia perkawinan untuk

meminimalkan kepadatan penduduk. Salah satu upaya yang

dilakukan ialah memberi dukungan terhadap teman sebaya untuk

tidak menikah di usia dini.


d. Informan Triangulasi 1d
Pengetahuan yang diperoleh sasaran terhadap pendewasaan usia

perkawinan yang disampaikan oleh pengurus pusat informasi dan

konseling ialah batasan usia menikah, memperkirakan jarak

kehamilan, serta resiko dari nikah muda. Sasaran setuju dengan

adanya materi tersebut, salah satu upaya yang dilakukan ialah

dengan menginformasikan tentang materi tersebut melalui media

sosial.
Kesimpulan : 4 informan triangulasi menunjukan bahwa respon sasaran

terhadap pendewasaan usia perkawinan terkait pengetahuan

meliputi pengertian nikah muda dan batasan usia saja.

Sasaran menunjukan respon setuju dengan memberikan

informasi kepada teman sebaya baik secara langsung

79
maupun tidak langsung melalui media terkait penundaan

usia perkawinan.
2. Pengurus yang Melayani Pendewasaan Usia Perkawinan
a. Informan Triangulasi 1a
Informan pernah mengakses pelayanan pusat informasi dan

konseling, terkait informasi yang diperoleh meliputi pernikahan

dini, dan masalah remaja seksual lainnya. Pengurus sudah cukup

memahami namun masih kurang dalam upaya sosialisasinya di

kalangan siswa. Selain itu jumlah pengurus tidak sebanding dengan

sasaran, sehingga harapannya perlu adanya tambahan sumber daya

manusia dalam pelayanan pusat informasi dan konseling.


b. Informan Triangulasi 1b
Informan pernah mengakses pelayanan pusat informasi dan

konseling, terkait informasi yang diperoleh berupa motifasi untuk

menunda usia menikah dinidan melanjutkan pendidikan. Pengurus

sudah cukup menguasai materi pendewasaan usia perkawinan,

namun pada sosialisainya lebih sering pada materi pergaulan bebas.

Salah satu kendalanya ialah dari siswa itu sendiri yang tidak semua

mau menerima informasi tersebut. Harapan untuk pengurus itu

sendiri adalah agar pengurus menjadi remaja yang cerdas dan lebih

banyak remaja yang memberikan informasi-informasi kaitannya

dengan permasalahan remaja.

c. Informan Triangulasi 1c
Informan sering memanfaatkan pelayanan fasilitas wifi yang

berada di sekretariat pusat informasi dan konseling. Materi yang

diperoleh berupa pengetahuan aspek-aspek dalam pendewasaan

80
usia perkawinan. Informan belum sepenuhnya merasa jelas dengan

informasi yang diberikan dikarenakan belum melakukan konseling

secara maksimal. Salah satu kendala nya ialah karena tidak

mengenali seluruh pengurus dan informasi yang diberikan

dilingkungan universitas belum menyeluruh. Sehingga harapannya

untuk sosiliasi pengurus lebih memaksimalkan dalam pemberian

informasi serta memperbanyak sumber daya manusia yang menjadi

pengurus pusat informasi dan konseling.


d. Informan Triangulasi 1d
Informan pernah mengakses pelayanan pusat informasi dan

konseling, terkait materi yang diperoleh berupa batasan usia

menikah. Pengurus masih belum sepenuhnya memahami tentang

materi pendewasaan usia perkawinan karena materi kesehatan

reproduksi remja lebih sering disosialisasikan. Salah satu

kendalanya ialah tidak ada kesekretariatan dan kesibukan masing-

masing pengurus. Harapannya untuk pengurus lebih aktif dan

gencar dalam melakukan sosialisasi khususnya materi

pendewasaan usia perkawinan.


Kesimpulan : 4 informan triangulasi menunjukan bahwa informan

pernah mengakses pelayanan pusat informasi dan konseling.

Terkait materi informan sekedar mengetahui tentang pengertian

nikah muda pada batasan usia menikah. Informan menganggap

pengurus pusat informasi dan konseling sudah paham dengan

materi pendewasaan usia perkawinan. Namun tidak sepenuhnya

pengurus memahami materi tersebut dan hanya beberapa saja.

81
Salah satu kendalanya antara lain tidak adanya kesekretariatan

khusus untuk pengurus PIK kecuali Pika Sriwijaya, kurang adanya

sosialisasi menyeluruh di wilayah sekitar karena lebih sering materi

kesehatan reproduksi remaja, kemudian tidak semua sasaran

mengenal pengurus PIK sehingga merasa malu untuk mengakses

pelayanan PIK. Harapannya baik dari pengurus lebih aktif dan

gencar dalam sosialisasi terkait materi pendewasaan usia

perkawinan serta penambahan sumber daya manusia untuk

memudahkan dalam menyebarluaskan informasi maupun edukasi

yang diberikan kepada remaja.


3. Kegiatan Edukasi Pendewasaan Usia Perkawinan oleh Pusat

Informasi dan Konseling


a. Informan Triangulasi 1a
Sasaran pernah mengikuti kegiatan sosialisasi pusat informasi dan

konseling seperti penyakit seksual, pernikahan dini, dan Napza.

Kesan sasaran terhadap pengurus sangat baik. Sasaran juga pernah

konseling dengan pengurus yang cukup membantu dalam

menyelesaikan masalahnya. Mekanisme sasaran memperoleh

pelayanan dengan menghubungi ketua dari PIK lalu adanya respon

yang memberikan konseling terhadap client atau bisa langsung

datang ke ruang BK. Kendala dalam melakukan konseling ialah

karena belum adanya pergantian pengurus yang pasti pada anggota

PIK. Sasaran tidak dipungut biaya dalam melakukan konseling

ataupun mengikuti sosialisasi. Adanya tindak lanjut dari konseling

tersebut tergantung dari permasalahan client itu sendiri. Menurut

82
informan pendewasaan usia perkawinan masih sangat perlu untuk

dilakukan oleh pusat informasi dan konseling.


b. Informan Triangulasi 1b
Informan pernah mengikuti kegiatan edukasi yang dilakukan oleh

pusat infromasi dan koseling seperti sosialisasi pergaulan bebas,

HIV dan AIDS, namun untuk materi pendewasaan usia perkawinan

masih belum teralu sering disosialisasikan. Kesar informan dengan

adanya materi tersebut sangat bersyukur. Informan juga pernah

mengikuti koseling dan merasa senang dengan adanya solusi yang

diberikan. Mekanisme konseling yang dilakukan tidak

menggunakan prosedur, sekedar bercerita tentang masalh pribadi.

Rasa malu merupakan salah satu kendala yang dirasakan oleh

informan, tempat juga berpengaruh sehingga tidak melakukan

konseling di ruang BK melainkan mencari tampat yang sepi.

Konseling maupun sosialisasi tidak dipungut biaya. Untuk

memperoleh akses pelayanan PIK dengan mendatangi guru BK

kemudian pihak guru menyerahkan kepada salah satu pengurus

PIK. Seteah melakukan konseling ataupun mengikuti sosialisai,

tidak ada pendampingan khusus, sekedar motifasi yang diberikan

oleh pengurus. Informan mengganggap bahwa materi pendewasaan

usia perkawinan masih perlu dilakukan oleh pusat informasi dan

konseling.
c. Informan Triangulasi 1c
Informan tidak pernah mengikuti kegiatan yang dlakukan oleh

pusat informasi dan konseling, melainkan memanfaatkan

83
pelayanan konseling yang ada. Kesan informan setelah melakukan

konseling menjadi pengetahuan dengan adanya informasi baru

yang diberikan oleh pengurus. Mekanisme yang dilakukan

informan dalam memperoleh pelayanan konseling ialah dengan

datang langsung ke sekretriat PIK dan tidak dipungut biaya. Akses

yang diberikan pengurus dalam melakukan pelayanan sudah cukup

mudah namun belum sepenuhnya dipahami oleh remaja sekitar.

Informan masih merasa perlu adanya informasi pendewasaan usia

perkawinan yang dilakukan oleh pusat informasi dan konseling.


d. Informan Utama 1d
Informan pernah mengikut sosialisasi yang diadakan oleh pusat

informasi dan konseling bersama pemuda lainnya. Materi

pendewasaan usia perkawinan masih sangat kurang disosialisaikan.

Mekanisme yang diakukan untuk mendapatkan pelayanan pik

dengan menggunakan media seperti BBM ataupun sms dalam

melakukan konseling dan tidak dipungut biaya oleh pengurus.

Pelayanan yang dilakukan saat ini masih belum mudah karena

belum terorganisir dengan baik. Namun, sosialisasi pendewasaan

usia perkawinan masih sangat perlu dilakukan oleh pusat informasi

dan konseling.
Kesimpulan : 4 informan triangulasi menunjukan bahwa masing-masing

informan pernah mengikuti kegiatan edukasi yang dilakukan oleh

pusat informasi dan konseling seperti sosialisai Napza, HIV dan

AIDS, Pergaulan bebas. Sedangkan materi pendewasaan usia

perkawinan masih belum optimal. Pengurus tidak memungut biaya

84
pada saat sosialisasi maupun konseling. Mekanisme yang

dilakukan dalam melakukan pelayanan lebih memanfaatkan media

via BBM atau sms untuk memudahkan client dengan konselor.

Berdasar 4 informaan tersebut, pendewasaan usia perkawinan

masih sangat perlu dilakukan oleh pusat informasi dan konseling.

4.6 Hasil Penelitian Indept Interview Informan Triangulasi Bukan

Pengguna Pusat Informasi dan Konseling


Hasil penelitian informan triangulasi yaitu mengenai penerapan

pendewasaan usia perkawinan terhadap sasaran yang bukan memanfaatkan

pusat informasi dan konseling sebagai berikut :


a. Informan Triangulasi 2a
Informan belum mengatahui pusat informasi dan konseling di wilayah

sekitar. Pengertian informan tentang pendewasaan usia perkawinan

sebatas pelatihan usia perkawinan, sedangkan pengertian dari nikah

muda ialah remaja yang menikah setelah lulus SMA. Resiko dari nikah

muda seperti gagal membina keluarga, sedangkan resiko yang terjadi

saat kehamilan jarang terjadi. Faktor ekonomi berpengaruh terhadap

adanya nikah dini, sehingga informan mau mengakses pelayanan dan

setuju dengan adanya materi pendewasaan usia perkawinan yang

dilakukan oleh pusat informasi dan konseling.


b. Informan Triangulasi 2b
Informan sudah tau adanya pusat infromasi dan konseling di wilayah

sekitar. Namun pengertian dari pendewasaan usia perkawinan tidak

85
mengetahui, informan berpendapat bahwa pernikah dini ialah menikah

di bawah usia 20tahun. salah satu resiko dari nikah muda ialah bercerai.

Faktor pendidikan sangat berpengaruh terhadap kasus nikah dini.

Sehingga informan mau mengakses pelayanan dan setuju dengan

adanya materi pendewasaan usia perkawinan yang dilakukan oleh pusat

informasi dan konseling.


c. Informan Triangulasi 2c
Informan mengetahui adanya pusat informasi dan konseling di wilayah

sekitar. Materi tentang pendewasaan usia perkawinan merupakan materi

yang disampaikan menjelang pernikahan. Menikah dini merupakan

menikah dibawah usia 18 tahun pada wanita dan dibawah 20tahun pada

laki-laki. Salah satu resiko dari nikah dini karena belum siapnya

psikologis, adanya resiko angka kematian ibu karena reproduksi yang

belum matang. Faktor yang berpengaruh adanya nikah dini ialah

pendidikan yang rendah. Informan setuju dengan adanya materi

pendewasaan usia perkawinan, namun kurang koordinasi dan

sosialisasinya pusat informasi dan konseling diwilayah kampus menjadi

kurang tertarik. Sehingga lebih ditingkatkan dalam kegiatan

sosialisasinya.
d. Informan Triangulasi 2d
Informan tidak megetahui adanya pusat informasi dan konseling dan

tidak pernah mendengar adanya materi pendewasaan usia perkawinan.

Pengrtian nikah muda ialah menikah dibawah 18 tahun untuk

perempuan dan 20tahun untuk laki-laki. Resiko dari nikah muda adalah

banyaknya anak, terjadinya keguguran, dan pendarahan. Faktor

86
pendidikan berpengaruh dengan adanya nikah dini. Sehingga informan

mendukung dan mau mengakses pelayanan pusat informasi dan

konseling terkait materi pendewasaan usia perkawinan.

4.7 Hasil Penelitian Indept Interview Informan Triangulasi Responden yang

Menikah di Usia Dini


Hasil penelitian informan triangulasi yaitu mengenai penerapan pendewasaan

usia perkawinan terhadap sasaran dengan kategori menikah di usia dini

sebagai berikut :
a. Informan Triangulasi 3a
Informan menikah di usia 18 tahun dan suami usia 20 tahun karena merasa

jodoh, faktor ekonomi, dan sudah tidak melanjutkan pendidikan. Informan

tidak mengetahui dan mendapat informasi dan resiko yang terjadi pada

saat menikah di usia muda. Pada saat kehamilan, terjadi keguguran anak

yang pertama, dan mengalami permasalahan pada saat kehamilan yang

kedua dengan hilangnya janin yang sudah berusia 9 bulan dalam

kandungan. Sehingga informan merasa sangat perlu mendapatkan

informasi pendewasaan usia perkawinan oleh pusat informasi dan

konseling untuk memberikan informsi pada remaja sebelum menikah.


b. Informan Triangulasi 3b
Informan menikah di usia 17 tahun karena terjadinya kehamilan tidak di

inginkan. Informan percaya bahwa permasalahn yang terjadi salah satunya

karena nikah muda, namun tidak pernah mendapat sosialisai tentang

pernikahan dari luar hanya dari pihak keluarga. Salah satu permasalahan

saat kehamilan mengalami pendarahan. Setuju dengan merasa perlu

dengan adanya informasi berkaitan dengan pendewasaan usia perkawinan

yang dilakukan oleh pusat informasi dan konseling.

87
c. Informan Triangulasi 3c
Informan menikah di usia muda karena mersa sudah senang dengan

pasangan serta dorongan dari orang tua. Usia dikatakan nikah muda di

bawah 22 tahun. permasalahan yang biasa terjadi akibat nikah muda salah

satunya pertengkaran. Selama pernikahan belum sampai mengalami

kekerasan dalam rumah tangga, dari kehamilan serta persalinan lancar.

Informasi yang didapat tentang pernikahan dari pihak keluarga dan teman

sebaya. Penting untuk informasi remaja terkait materi pendewasaan usia

perkawinan yang dilakukan oleh pusat informasi dan konseling.


d. Informan Triangulasi 3d
Informan menikah di usia muda karena tidak melanjutkan pendidikan

berkaitan dengan masalah ekonomi keluarga. Usia dikatakan menikah

muda dibawah umur 20 tahun. Pengaruh dari nikah muda masalah

ekonomi, tidak bisa bermain dengan teman sebaya, dan tidak percaya

resiko lainnya seperti dampak dari nikah muda. Tidak mengalami

kekerasan dalam rumah tangga hanya pertengkaran yang sering terjadi dan

cemburu terhadap pasangan, dan meninggalnya bayi usia 7 bulan akibat

demam berdarah. Informasi pernikahan di dapat dari Ibu di dalam

keluarga, belum pernah mendapat sosialisasi dari luar. Penting dengan

adanya pusat informasi dan konseling terkait materi pendewasaan usia

perkawinan.

4.8 Hasil Penelitian Indept Interview Informan Triangulasi (Eselon IV

bidang KB/Keluarga Sejahtera Mengenai Pengelolaan Program Genre

Melalui Substansi Pendewasaan Usia Perkawinan Di Kota Pekalongan)

88
1. Perubahan Kota Pekalongan adanya Pendewasaan Usia Perkawinan

oleh Pusat Informasi dan Konseling


Dari pihak BPMP2AKB tidak mempunyai data terkait dengan

permasalahan yang terjadi dari nikah muda. Tidak mengetahui

perkembangan dari adanya substansi materi pendewasaan usia

perkawinan khususnya di wilayah Kota Pekalongan. Dari pihak

BPMP2AKB sekedar mengontrol keaktifan dari Pusat Informasi dan

Konseling terhadap kegiatan-kegiatan setiap tahunnya.


2. Proses Pendampingan oleh BPMP2AKB
Proses pendampingan melalui orientasi yang ditujukan kepada pengurus

pusat informasi dan konseling, melakukan sosialisasi, dan pelatihan-

pelatihan materi maupun pendidik sebaya dan konselor sebaya.

Pendampingan administrasi dari pihak PLKB yang berada disekitar Pusat

informasi dan Konseling. Namun, untuk organisasi pusat informasi dan

konseling yang sudah mandiri tidak dilakukan pemantauan lagi seperti

PIKMA Sriwijaya Universitas Pekalongan.

3. Langkah dan Upaya yang dilakukan oleh BPMP2AKB


Langkah dan upaya yang dilakukan oleh BPMp2AKB dengan

memberikan penyuluhan dan pelatihan baik di Pusat informasi dan

konseling dan Bina Keluarga Remaja yang dilakukan setiap tahunnya

tergantung anggaran. Mengikutsertakan lomba-lomba yang mendukung

terkait dengan prestasi dari organisasi yang terbentuk baik melalui pusat

informasi dan konseling maupun bina keluarga remaja.


4. Evaluasi oleh BPMP2AKB terhadap Pendewasaan Usia Perkawinan
Tidak ada evaluasi khusus terkait materi pendewasaan usia perkawinan.

Evaluasi dilakukan kepada pengurus pusat informasi dan konseling dari

89
keaktifan mengikuti lomba-lomba yang diselenggarakan setiap tahunnya

seperti duta mahasiswa, lomba penyuluhan. Pidato, dan kegiatan lain yang

diselenggarakan dari pusat.


5. Hambatan dan Kendala dalam Implementasi Pendewasaan Usia

Perkawinan
Hambatan utama adalah kurang optimalnya substansi 8 fungsi keluarga

yang diterapkan di dalam keluarga. Untuk mengatasi kendala tersebut,

sesuai dengan program dan tujuan pokok dan fungsi ialah dengan

memberikan penyuluhan, motifasi, edukasi kepada masyarakat dan remaja

secara langsung. Kemudian di BKR, PIK, Keluarga balita, juga Lansia

berperan aktif dalam mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh

BPMP2AKB. PLKB sendiri merupakan pendamping yang mengontrol

kegiatan pusat informasi dan konseling maupun bina keluarga remaja

yang berada di lingkungan masyarakat. Saat ini materi pendewasaan usia

perkawinan sudah diterpakan di Dinas Kesehata untuk mengantisipasi

pernikahan dini dengan memberikan informasi dan pelatihan pada tingkat

SMP dan SMA.


Tabel 4.8.1
Daftar PIK R/M Basis Pendidikan di Kota Pekalongan
No PIK R/M Yang Dibentuk
Basis Pendidikan
1 PIKMA UNIKAL 8 SMA ISLAM Pekalongan
2 PIKMA STIE Muhammadiyah 9 MAN 1 Kota Pekalongan
3 PIKMA STIMIK 10 SMP N 1 Pekalongan
4 SMA N 1 Pekalongan 11 SMP N 3 Pekalongan
5 SMA N 2 Pekalongan 12 SMP N 10 Pekalongan
6 SMA N 4 Pekalongan 13 MTs In ‘Isthifa”
7 SMA Bernadus Pekalongan

Tabel 4.8.2
Daftar PIK R/M Basis Masyarakat di Kota Pekalongan

90
No PIK R/M Yang Dibentuk
Basis Masyarakat
1 Bendan Kergon 18 Poncol
2 Podosugih 19 Kalibaros
3 Kramatsari 20 Setono
4 Pasir sari 21 Jenggot
5 Kraton Kidul 22 Kuripan Kertoharjo
6 Tirto 23 Kuripan Yosorejo
7 Pringrejo 24 Soko Duwet
8 Medono 25 Buaran Kradenan
9 Sapuro Kebulen 26 Banyurip
10 Keputran 27 Panjang Wetan
11 Noyontaan 28 Kandang Panjang
12 Landungsari 29 Panjang Baru
13 Klego 30 Krapyak
14 Kauman 31 Degayu
15 Sampangan 32 Padukuhan Kraton
16 Sugihwaras 33 Bandengan
17 Gamer 34 IPPNU Podo Sugih

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Implementasi Pendewasaan Usia Perkawinan melalui Pusat Informasi

dan Konseling di Kota Pekalongan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pusat informasi

dan konseling dari tingkat SMP, SMA, Perguruan Tinggi, dan tingkat

masyarakat di Kota Pekalongan dalam implementasi pendewasaan usia

perkawinan belum sepenuhnya maksimal dilakukan oleh semua pengurus PIK

R/M. Terkait dengan implementasi pendewasaan usia perkawinan di lihat dari

hasil yang dilakukan terhadap 4 kelompok PIK R/M tidak efektif karena

belum sesuai dengan indikator dari substansi materi pendewasaan usia

91
perkawinan yang dilakukan oleh pusat informasi dan konseling di Kota

Pekalongan.

Menurut BKKBN (2013) mengemukakan bahwa indikator

keberhasilan pada substansi materi pendewasaan usia perkawinan ialah

mampu Menjelasakan pengertian pendewasaan usia perkawinan, Menjelaskan

pentingnya pendewasaan usia perkawinan dari aspek kesehatan, ekonomi,

psikologis, pendidikan, dan kependudukuan, Menjelaskan persiapan

menjelang pernikahan, Menjelaskan tentang perencanaan keluarga.

Dalam Agustino (2006) yang mengatakan bahwa pelaksanaan

kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting

92
93

daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar

berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau

tidak diimplementasikan.

Pada informan utama selaku pengurus tidak sepenuhnya memahami

peran penting dari adanya substansi materi pendewasaan usia perkawinan.

Melihat lemahnya informasi yang diserap oleh pengurus berdampak pada

kurangnya pengetahuan yang disampaikan kepada remaja. Pengurus tidak

semua memahami tentang pengertian, resiko nikah muda, maupun aspek yang

ada dalam pendewasaan usia perkawinan.

Menurut Edward III dalam Agustino (2006:158-159), sumber daya

merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan yang baik. Dimana

pengurus mempunyai peran yang sangat penting sejauhmana sumberdaya

mempengaruhi implementasi kebijakan dari staf, informasi, wewenang, dan

fasilitas yang ada.

Sumber Daya Manusia yang dimaksudkan ditujukan kepada pengurus

PIK untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pengelolaan dan

pelayanan PIK R/M, Menyiapkan dan memberdayakan SDM (Pengelola,

Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya) baik untuk PIK R/M yang baru

tumbuh maupun untuk mengganti SDM yang sudah tidak aktif lagi dengan

berbagai sebab (regenerasi) untuk keberlangsungan PIK R/M, menyiapkan

dan memberdayakan SDM pengelola program GenRe (Kabid KSPK, Kasubid


94

Bina Ketahanan Remaja, Kepala SKPDKB, Kabid dan Kasi yang menangani

program GenRe di Kabupaten dan Kota).

Sejauh ini pelaksanaan atau bentuk edukasi yang dilakukan oleh

pengurus pusat infromasi dan konseling yang terhadap materi pendewasaan

usia perkawinan belum maksimal. Dilihat dari penjelasan masing-masing

informan yang melakukan sosialisasi hanya beberapa kali saja karena banyak

kendala dari tidak adanya kesekretariatan, kurangnya pengurus, kesibukan

masing-masing pengurus, tidak adanya dana, dan faktor lainnya yang

menghambat jalannya sosialisasi yang seharusnya menjadi agenda rutin oleh

pengurus pusat informasi dan komseling.

Selanjutnya, pada informan triangulasi dengan berbagai karkater yang

dilakukan oleh peneliti terhadap pengguna PIK R/M, bukan pengguna PIK

R/M, serta responden yang menikah dini menjadi salah satu target evaluasi

sejauh mana implementasi pendewasaan usia perkawinan oleh pusat

informasi dan konseling di Kota Pekalongan.

Pada pengguna pelayanan pusat informasi dan konseling belum

sepenuhnya memahami apa itu materi pendewasaan usia perkawinan. Baik

dari batasan usia, aspek PUP, dan resiko yang terjadi saat menikah di usia

muda. Kurang terstrukturnya mekanisme yang dilakukan oleh pengurus

dalam melayani konseling seperti pencatatan dan pelaporan tidak dilakukan

secara prosedural terkait etika dan aturan yang seharusnya diterapkan dalam

sebuah organisasi. Bentuk informasi yang kurang menyeluruh menjadi salah


95

satu bentuk nyata bahwa dalam menyebarluasakan materi poendewasaan usia

perkawinan masih sangat rendah.

Adapun perbedaan yang diungkapkan oleh Informan bukan pengguna

pelayanan pusat informasi dan konseling, bahwa dari 4 informan ada yang

tidak mengetahui adanya pusat informasi dan konseling diwilayah sekitar

terait materi pendewasaan usia perkawinan masih sangat tabu. Hal ini

menunjukan bahwa kurangnya eksistensi pusat informasi dan konseling

dalam sosilisasi yang dilakukan di wilayah sekitar tidaklah maksimal.

Informan triangulasi selanjutnya dilakukan terhadap remaja yang

menikah dini dengan permasalahn yang ada menguatkan bahwa pusat

informasi dan konseling belum dikenal di kalangan masyarakat khususnya di

wilayah pekalongan. Usia menikah di bawah 20 tahun menjadi hal yang wajar

dikalangan remaja yang sudah menikah dini, adapun bentuk permasalahan

yang di alami oleh responden baik dalam kehamilan maupun persalinan

seperti pendarahan, keguguran, perceraian, KTD, dan faktor lainnya menjadi

salah satu informasi yang masih sering kita dengar. Sehingga perlu adanya

peningkatan baik dari segi kuantitas dan kualitas oleh pengurus pusat

informasi dan konseling di wilayah Kota Pekalongan.

“....pernah keguguran pisan,,terus pas kae si, hamil kedua ki jare hamil

anggur, wes 9 bulan, wes prekso, bukune yo sampe saiki ono, tumon-tumon

tangi turu kempes kae si,,berarti pertama kegururan, naa,,kedua sing ilang

kui,,” (Informan Triangulasi 3a)


96

“ Yoo,,,wes pernah pendarahan mas,,,terus yo pancen ono pertengakaran

biasa,,ee masalah ekonomi ow,,wong durung mapan,,akhirnya yo saiki wes

ceraii juga mbaa,,,” (Informan Triangulasi 3b)


Untuk merespon permasalahan remaja tersebut, berdasar Undang-

undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga. Dalam pasal 48 ayat (1) menyebutkan bahwa

peningkatan kualiatas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan,

konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga. Peningkatan kualitas

remaja melalui pembinaan ketahan dan kesejahteraan oleh BKKBN. (BKKN,

2014).

Dalam mengemban amanat tersebut, diharapkan BPMP2AKB selaku

pengelola Pusat informasi dan Konseling mampu melakukan evaluasi baik dari

data, administrasi, dan dukungan yang penuh baik moril maupun finansial

terhadap pengurus pusat informasi dan konseling agar mampu menjalankan

visi dan misi untuk mencapai tujuan yang sama, yakni meningkatkan usia

kawin pertama menjadi 21 tahun, dan meningkatnya partisipasi keluarga yang

mempunyai remaja dalam kegiatan bina keluarga remaja (BKR).

5.2 Respon Sasaran terhadap Pendewasaan Usia Perkawinan

Hasil penelitian terhadap 4 informan utama menunjukan bahwa 4

kelompok PIK R/M terkait informasi yang diberikan kepada remaja masih

belum memenuhi indikator pendewasaan usia perkawinan yang seharusnya

diberikan kepada remaja. Hal ini terlihat dari informan utama 2


97

“ Emm,,dari pengurus jika ada konseling baik anak di kelas, sosialisasi

materi yang disampaikan seperti memberikan pengertiannya, terus resiko

dari PUP,,,”

Berdasar indikator terkait dengan materi yang harus dikuasai oleh pengurus

PIK R/M yaitu :

1. Menjelasakan pengertian pendewasaan usia perkawinan


Pendewasaan usia perkawinan adalah upaya untuk meningkatkan usia

pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan mencapai usia

minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.


2. Menjelaskan pentingnya pendewasaan usia perkawinan dari aspek

kesehatan, ekonomi, psikologis, pendidikan, dan kependudukuan.


Menurut BKKBN 2013, Pentingnya PUP bagi remaja terkait erat

dengan beberapa aspek, sebagai berikut :


a. Aspek Kesehatan
Dilihat dari aspek kesehatan, perempuan yang menikah muda dapat

berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan,

kematian bayi serta rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak.

Dalam masa reproduksi perempuan, usia usia dibawah 20 tahun

adalah usia yang dianjurkan untuk menunda perkawinan dan

kehamilan. Dalam usia ini perempuan atau laki-laki masih dalam

proses tumbuh kembang baik secara fisik maupun psikis. Proses

pertumbuhan berakhir pada usia 20 tahun, dengan alasan ini maka

dianjurkan perempuan menikah pada usia 20 tahun dan laki-laki

menikah pada usia 25 tahun utnuk menghindari Risiko pada proses

kehamilan dan persalinan.


b. Aspek Ekonomi
98

Masalah perekonomian keluarga adalah salah satu sumber

ketidakharmonisan keluarga. Umumnya masalah keluarga

disebabkan karena masalah ekonomi keluarga. Secara umum,

pernikahan di usia muda mempunyai hubungan sebab akibat dengan

kemiskinan. Keluarga dengan kondisi ekonomi rendahmemiliki

kecenderungan untuk menikahkan anak diusia dini atau muda. Disisi

lain remaja yang menikah di usia muda seringkali mengalami

kesulitan ekonomi. Dampaknya pernikahan di usia muda membuat

keluarga, masyarakat, bahkan negara mengalami kesulitan untuk

melepaskan diri dari jeratan kemiskinan. Sehingga, seharusnya

dalam keluarga terdapat beberapa kebutuhan yang hendaknya di

penuhi, yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.


c. Aspek Psikologis
Berdasar Samsunuwiyati (2005) menyatakan, Terjadinya

peningkatan perhatian remaja terhadap kehidupan seksual ini sangat

dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik selama periode

pubertas. Terutama kematangan organ-organ seksual dan perubahan-

perubahan hormonal, mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan

seksual dalam diri remaja, sebagai anak muda yang belum memiliki

pengalaman tentang seksual, tidak jarang dorongan seksual ini

menimbulkan ketegangan fisik dan psikis.


d. Aspek pendidikan
Pendidikan dan keterampilan merupakan salah satu aspek yang harus

dimiliki dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Pendidikan

merupakan penopang bdan sumber untuk mencari nafkah dalam


99

upaya memenuhi segala kebutuhan dalam rumah tangga . pernikahan

di usia muda seringkali menyebabkan remaja tidak lagi bersekolah,

karena mempunyai tanggungjawab baru, baik sebagai kepala

keluarga dan ayah, serta calon ibu atau istri yang diharapkan

berperan lebih banyak mengurus rumah tangga maupun menjadi

tulang punggung keluarga.


e. Aspek Kependudukan
Median usia kawin pertama bagi perempuan sangat mempengaruhi

situasi kependudukan, terutama fertilisas (kesuburan). Fertilitas

adalah kemampuan seorang perempuan untuk melahirkan bayi

hidup. Perempuan yang menikah pada usia muda akan mempunyai

rentang waktu lebih panjang terhadap risiko untuk hamil, sehingga

menikah pada usia muda juga berdampak pada tingkat fertilitas di

masyarakat. Semakin muda umur perkawinan seseorang, maka masa

subur reproduksi akan lebih panjang dilewatkan dalam ikatan

perkawinan.

3. Menjelaskan persiapan menjelang pernikahan


a. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah
Tujuannya untuk mengetahui sejak dini penyakit yang ada pada calon

pengantin. Sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang

bijaksana dan bertanggungjawab terkait dengan rumah tangga mereka

ke depan.
b. Persiapan Gizi
Calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan perlu

meningkatkan status kesehatan dan status gizi agar terhindar dari KEK
100

(kurang Energi Kronis) yang dapat beresiko pada saat kehamilan dan

kelahiran.
c. Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)
Untuk keselamatan dan perlindungan diri terhadap penyakit tetanus,

maka perlu dilakukan 5 kali pemberian imunisasi TT.


d. Lain-lain
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemakaian NAPZA

(narkotika, psikotropika, dan zat adiktif). Karena pemakaian NAPZA

dapat mempengaruhi kesehatan perempuan, terutama pada saat

kehamilan.
4. Menjelaskan tentang perencanaan keluarga
a. Perencanaan Keluarga
b. Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan
c. Masa Menjarangkan Kehamilan
d. Masa Mengakhiri Kehamilan.
Pada informan triangulasi pengguna pelayanan pusat informasi dan

konseling juga belum memahami manfaat dari materi pendewasaan usia

perkawinan, terlihat dari informan triangulasi 1b


“em,,PUP kan pendewasaan usia perkawinan, bagi saya berarti kita itu

ee,,harus menikah umur 20th untuk wanita dan laki-laki 25th,,begitu..”


Penguasaan materi baik dari pengurus dan pengguna PIK R/M sebatas

pengeritian tentang batasan menikah. Ini menunjukan adanya kesenjangan

yang terjadi karena tidak terlaksananya sosialisasi yang optimal dan

menyeluruh.
Baik pengguna maupun bukan pengguna PIK R/M masih sangat rendah

pengetahuannya tentang pendewasaan usia perkawinan, dari segi aspek PUP,

dan resiko lainnya yang menjadi informasi yang berguna untuk remaja

sekitar. Dari 4 informan triangulasi pada responden yang menikah dini juga

menunjukan bahwa mereka tidak pernah mendapatkan materi ataupun


101

sosialisasi tentang pernikahan. Dilihat dari hasil wawancara salah satu

informan triangulasi 3b
”..Yoo ora ngerti si mas,,,tapi paling yo seko wong tuo,,karo seko hp

kadang,,,”
Menjalankan sebuah program bukan hal yang mudah melihat tidak

sedikit masalah yang dihadapi oleh pembuat kebijakan, pengelola, maupun

pengurus pusat informasi dan konseling. Untuk mencapai tujuan yang

diharapkan, dana operasioanal, kesekretariatan, kegiatan edukasi yang tidak

monoton merupakan bahan evaluasi yang pentig untuk meminimalkan

dampak yang terjadi terkait dengan permasalahan tersebut.

5.3 Pengurus yang Melayani Pendewasaan Usia Perkawinan


Hasil penelitian terhadap 4 informan utama menunjukan bahwa 4

kelompok PIK R/M terkait dengan pengurus yang melayani pendewasaan usia

perkawinan bahwa pengurus masih mempunyai kendala yang sama yakni tidak

sepenuhnya memahami peran pentingnya implementasi dari adanya materi

pendewasaan usia perkawinan yang dilakukan oleh pusat informasi dan

konseling di Kota Pekalongan. Berdasar hasil wawancara menunjukan bahwa 3

dari 4 informan utama mengalami kesulitan karena kurangnya pengurus yang

memadai dalam menyebarluasakan informasi kepada sasaran.


Belum karna kita masih harus rebutan dengan organisasi yang lain kaya

bantara, osis, dan yang lainnya. Ee,,,ya kadang problemnya selain kesibukan

pengurus juga kurangnya pengurus karna masih belum tertarik dengan PIK

lebih suka bantara kalo nggak osis, gitu,,,(Informan Utama 1a)


Kendala yang terjadi pada pengurus PIK R/M dalam melayani maupun

mensosialisasikan mater pendewasaan usia perkawinan ialah terkait rasio

jumlah pengurus dengan jumlah sasaran yang dihadapi kurang sesuai,


102

kesibukan masing-masing pengurus yang merangkap dalam jabatan organisasi

menjadi tidak berjalan dengan baik. Sesuai dengan teori yang ada bahwa

pengurus yang melayani pendewasaan usia perkawinan seharusnya, sebagai

berikut :
1. Kualitas dan Kapasitas
a. Pengetahuan Pengurus tentang Pendewasaan Usia Perkawinan
Ialah pengetahuan pengurus tentang pendewasaan usia perkawinan,

mengetahui 4 aspek pendewasaan usia perkawinan, mengetahui

persiapan menjelang pranikah dan memiliki perencanaan keluarga,

mengetahui perencanaan keluarga dalam pendewasaan usia perkawinan,

mengetahui resiko kehamilan dan persalinan di dalam pendewasaan

usia perkawinan.
b. Kemampuan Pengurus Pusat Informasi dan Konseling untuk melakukan

upaya edukasi seperti: Melakukan advokasi tentang penumbuhan dan

pengembangan PIK R/M, Melakukan promosi dan sosialisasi tentang

PIK R/M, Menyediakan dukungan anggaran bagi kegiatan PIK R/M,

baik dari danan APBN, APBD, maupun dari sumber dana lainnya,

Melaksanakan pelatihan, orientasi, magang dan studi banding bagi

SDM pengelola PIK R/M, Mengembangkan kegiatan yang menarik

minat remaja/mahasiswa, Mengembangkan materi substansi PIK R/M

sesuai dengan dinamika remaja/mahasiswa, Memilih dan

mengembangkan PIK R/M Unggulan dan PIK Mahasiswa CoE, serta

Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi secara berjenjang.


2. Kuantitas
103

ialah rasio pengurus dengan sasaran yang dilayani apakah sudah memenuhi

standar pelayanan yang menjadi prosedur dalam pengelolaan Pusat

Informasi dan Konseling yang sudah diterapkan.

5.4 Kegiatan Edukasi Pendewasaan Usia Perkawinan Oleh Pusat Informasi

dan Konseling
Hasil penelitian terhadap 4 informan utama menunjukan bahwa 4

kelompok PIK R/M terkait dengan kegiatan edukasi pendewasaan usia

perkawinan yang dilakukan oleh pusat informasi dan konseling masih

menunjukan kegiatan yang monoton dengan melakukan sosialisasi-sosialisasi

yang bahkan tidak menyeluruh. Kegiatan edukasi yang dilakukan oleh 4

informan utama menyatakan bahwa sosialisasi lebih sering dilakukan pada

materi TIAD KRR di wilayah sekitar. Namun dari 4 informan tersebut

terdapat 1 perbandingan informan utama yang di anggap sudah mandiri dalam

melakukan sosialisasi dibandingkan dengan PIK R lainnya. Hal tersebut juga

bisa dilihat dari informan yang menjelaskan akses kemudahan dalam

memanfaatkan pelayanan PIK R/M. Hal tersebut ditujukan dari pernyataan

yang disampaikan oleh informan utama 3a sebagai berikut

“ Lewat depan sekre sudah ada mading itu paling mudah kalo misalkan

ee,,ingin penasaran lebih dalam lagi biasanya mereka akan masuk kemudian

bisa pinjam buku, ambil leaflet dan kalo ee,,ada tamu kita ajak ngobrol,

mereka sudah kenal nanti lambat laun mampir kalo sudah akan mampir kalo

enggak langsung mencari yang dikenal untuk ngobrol di sekre juga ada

perpustakaan mini kita, ada leaflet, ada mading, kalo kita keluar goes to
104

school kita juga bawa Genre Kit dari BPMP2AKB. Jadi ketika Goes to

school kita juga memberikan Contact person jadi siswa yang tertarik ingin

curhat akan menghubungi lewat sms, facebook maupun BBM.

Ee,,,mungkin kalo akses dari konselingnya kita sudah banyak baik dari FB,

HP, BBM, Emai, Blog, ataupun kochat. Tetapi mungkin dari sosialisasinya

mbak tidak semua mahasiswa unikal mengetahui bahwa ada fasilitas yang

disediakan untuk konseling. Kalo dari SMA sendiri kita sudah melakukan

melalui ee,,kegiatan pendidik sebaya sebagai pendekatan terhadap siswa”.


Berdasarkan teori, kegiatan edukasi pendewasaan usia perkawinan oleh

pusat informasi dan konseling dalam memaksimalkan kegiatan PIK R/M ialah

dengan melakukan upaya sebagai berikut :


1. Membentuk PIK R/M
Pembentukan PIK R/M di lingkungan komunitas remaja dan mahasiswa

untuk memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang 8 fungsi

keluarga, Pendewasaan Usia Perkawinan, TRIAD KRR, Life Skills,

Gender, Advokasi dan KIE


2. Melakukan advokasi
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari penentu

kebijakan terhadap kelancaran dan keberlangsungan PIK R/M.


3. Melakukan promosi dan sosialisasi PIK R/M
Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan keberadaan PIK R/M

kepada semua pihak yang terkait dalam rangka memperluas akses dan

pengembangan dukungan serta jaringan PIK R/M


4. Dukungan sumber dana PIK R/M
Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung biaya operasional PIK R/M

secara rutin melalui pengembangan kegiatan ekonomi produktif,


105

penggalangan dana baik yang bersumber dari APBN dan APBD maupun

sumber lainnya yang tidak mengikat


5. Melaksanakan konsultasi dan fasilitasi dalam pengelolaan PIK R/M
Kegiatan ini bertujuan untuk mencari cara-cara pemecahan masalah yang

terkait dengan pengelolaan dan pelaksanaan PIK R/M yang tidak bisa

dipecahkan oleh pengelola.


Adapun mekanisme yang dilakukan oleh pengurus PIK R/M dalam

melayani klient tidak sesuai dengan prosedural yang ada, seperti halnya dari

segi administrasi maupun pelaporan kepada pihak terkait. Seharusnya,

pencatatan dan pelaporan PIK R/M merupakan suatu bentuk informasi dari

pengurus dalam mencatat dan melaporkan berbagai aspek yang berkaitan

dengan pengelolaan dan pelayanan yang dilakukan oleh PIK R/M. (BKKBN,

2014)
“Yaa,,,melakukan konseling biasa si mba nanti minta saran atau solusi,,”

(Informan Triangulasi 1b)


“Saya bisa main ke sekre, walupun cuma ngobrol ataupun numpang

wifi,,,hehe” (Informan Triangulasi 1c)


“Yah,,ketemuan dulu tapi sebelumnya wa, atau sms dulu si mba,,kalo gak ya

pas ada kegiatan ikut,,sama pemuda yang lain,,” (informan Triangulasi 1d)
Hal ini menunjukan tidak adanya administrasi yang terstruktur yang

dilakukan oleh pengurus dalam melakukan pelayanan konseling baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pernnyataan informan Triangulasi

menunjukan perbedaan dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh

pengurus PIK R/M. Berdasar keterangan yang diperoleh dari pengurus pada

saat melakukan konseling ada mekanisme yang dilakukan oleh klient.

Namun, ada beberapa kendala yang sering terjadi pada kelalaian masing-

masing pengurus yang tidak mencatat administrasi pada saat konseling.


106

Pada dasarnya materi pencatatan tersebut terdiri dari regristrasi klient,

maksud dan tujuan klient, pencatatan sarana dan tenaga pengurus PIK R/M,

dan pencatatan pemberian jenis informasi dan konseling. Sedangkan materi

pelaporan terdiri dari laporan bulanan PIK R/M, laporan rekapitulasi bulanan

tingkat kecamatan, laporan rekapitulasi bulanan tingkat kabupaten dan kota,

dan laporan rekapitulasi bulanan tingkat pusat. Pendampingan dari sektor

terkait, seperti pembina, dari pihak BPMP2AKB selaku pengelola program

juga berpengaruh penting dalam hal administrasi dan pelaporan. Berdasar

wawancara dengan perwakilan dari pihak eselon bidang keluarga

berencana/sejahtera menyatakan,
“Jadi, kalo secara data kita tidak punya. Kita bertugas hanya membentuk
kelompok PIK itu aktif apa tidak. Aktif disini dia sebagai konselor itu jalan
sebagaimana mestinya, bisa sharing dengan teman sebayanya”.
Berdasarkan pedoman BkkbN 2014 terhadap pengelolaan pusat

informasi dan konseling remaja dan mahasiswa ialah sebagai berikut :


1. Pencatatan
a. PS dan KS melakukan pencatatan setiap kali melakukan pemberian

informasi atau pelayanan konseling


b. Formulir pencatatan tersebut, diserahkan kepada sekretaris PIK R/M

untuk kemudian direkap kedalam formulir pelaporan


c. Hasil rekap diserahkan kepada Ketua PIK R/M
2. Pelaporan
a. Ketua PIK R/M menandatangani dan menyerahkan laporan kepada

Pengelola program GenRe (PPLKB/KUPTD KB/Koordinator

PLKB/PKB, PLKB/PKB) dan tembusan kepada Pembina PIK R/M


b. PPLKB/KUPTD KB/Koordinator PLKB/PKB, PLKB/PKBmerekap

laporan ketua PIK R/M dan melaporkan kepada pengelola program


107

GenRe (SKPD KB kabupaten dan Kota) serta tembusan kepada Camat

setempat
c. SKPD-KB Kabupaten dan Kota (misalnya Kabid KSPK. Kasie

remaja/ yang mengelola program GenRe/ Eselon III dan IV yang

menangani program KB/KS) merekap laporan PPLKB/KUPTD

KB/Koordinator PLKB/PKB, PLKB/PKB dan melaporkan kepada

Kepala SKPD KB.


d. Kepala SKPD-KB nelaporkan hasil rekaitulasi pencatatan dan

pelaporan PIK R/M Kecamatan kepada Kepala Perwakilan BKKBN

Provinsi (Kabid KSPK atau Kasubbid Bina Ketahanan Remaja) dan

tembusan kepada Bupati dan Walikota


e. Kabid KSPK atau Kasubbid Bina Ketahanan Remaja merekap laporan

PIK R/M Kabupaten dan Kota, dan ditanda tangani oleh Kepala

Perwakilan BKKBN Provinsi.


f. Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi, melaporkan hasil rekap Provinsi

Kepada BKKBN Pusat


g. Kasubbit Monitoring dan Evaluasi Direktorat Bina Ketahanan Remaja

merekap laporan PIK R/M Provinsi dan melaporkan kepada Direktur

Bina Ketahanan Remaja.


h. Direktur Bina Ketahanan Remaja menandatangani laporan PIK R/M

dan mengirimkan laporan kepada Direktorat Pelaporan dan Statistik.


Hasil 4 informan terhadap kendala dalam melakukan

sosialisasi maupun edukasi mempunyai permasalahan yang hampir sama.

Salah satunya pernyataan yang disampaikan oleh informan utama 4,


“Kadang itu ada yang menganggap remeh, karena masih tabu..dan

kurang menarik, tidak seperti reproduksi remaja. Terus sosial juga

ngaruh karena adat jadi banyak yang nikah dini, gitu. Kalo anggaran si
108

sangat mempengaruhi, apa lagi tahun ini tidak dapat anggaran sama

sekali jadi kita memang jadi kurang aktif sii,,”


Dari segi teknis dan teori, kendala dan hambatan merupakan hal yang

wajar dalam sebuah organisasi. Namun, bagaimana cara kita

menyelesikan hambatan tersebut menjadi sebuah tantangan yang baru

oleh pengurus pusat informasi dan konseling khususnya. Adapun kendala

dan hambatan yang dirasakan oleh Pengurus Pusat Informasi dan

Konseling.

1. Faktor Individual
Merupakan keterikatan budaya yang dibawa seseorang dalam

melakukan interaksi. Misalnya faktor fisik, sudut pandang, nilai-nilai,

satutus sosial, dan bahasa.


2. Faktor Situasional, yaitu percakapan yang dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan
3. Faktor Kompetensi
Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukan perilaku kompeten dari

kedua belah pihak. Keadaan yang menyebabkan putusnya komunikasi

adalah kegagalan menyampaikan informasi penting, bicara yang tidak

lancar, dan salah pengertian.

5.5 Pendampingan Sektor Terkait


Hasil penelitian terhadap 4 informan utama menunjukan bahwa 4

kelompok PIK R/M terkait dengan pendampingan sektor terkait seperti

pembina, pihak Universitas, BPMP2AKB, serta BKR. Namun, dari

keterangan 4 informan pendampingan dilakukan oleh pembina, pihak

universitas, dan BPMP2AKB. Dalam hal ini BKR maupun PLKB tidak

berpengaruh terhadap pendampingan. Hal ini terlihat dari informasi yang


109

diperoleh terkait point ke 14 mengenai penjelasan proses pendampingan

yang telat di ketahui


“.Kalo pendampingan biasanya lebih ke pihak unikal, kemudian pembina

PIK, BPMP2AKB. Tapi kalo dari pihak BKR kita tidak pernah melakukan

komunikasi dengan BKR...” (Informan Utama 3a)


Perbedaan jawaban diperoleh dari keterangan pihak BPMP2AKB

yang diwakili oleh eselon bidang keluarga berencana/sejahtera yang

menyatakan proses pendampingan sebagai berikut :


“Yaa,,kita melalui orientasi, kemudian ee sosialisasi, kemudian pelatihan-

pelatihan pendidik dan konselor sebaya. Dari segi administrasi

jugaaa,,,kalo pihak PLKB juga mendampingi, namun untuk PIK yang sudah

mandiri seperti PIKMA, itu sudah tidak ada pemantauan lagi.,” (Informan

Triangulasi 4a)
Pada kondisi tersebut, PIKMA Sriwijaya sudah dianggap mandiri,

sehingga tidak ada pemantaun kembali. Berbeda dengan PIK R/M yang lain

masih dilakukannya pemantauan, namun tidak dari segi administrasi seperti

yang dijelaskan oleh informan triangulasi 4a, karena berdasar 4 informan

utama dari segi administrasi tidak ada pendampingan atau pengontrolan

rutin dari pihak terkait.


Pada dasarnya, tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai

atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah

mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk

meraih dampak yang diinginkan. hal ini memperbaiki masalah yang

dihadapi masyarakat.
Kegiatan ini merupakan upaya pendampingan yang dilakukan oleh

sektor terkait yang dilakukan oleh BPMP2AKB Kota Pekalongan, Bina


110

Keluarga Remaja (BKR), Pembina Pusat Informasi dan Konseling, dan

Pihak Universitas Pekalongan yang bertujuan untuk meningkatkan tertib

administrasi, pencatatan, pelaporan, dan mendokumentasikan kegiatan-

kegiatan dalam pengelolaan dan pelayanan yang diberikan oleh PIK R/M,

meliputi SDM, sarana, prasarana dan metode.


BKKBN melalui BPMP2AKB Kota Pekalongan memberikan tugas

pokok dan fungsi yang seharusnya dilakukan terkait permasalahan remaja

dari masalah triad krr (seksualitas, napza, hiv dan aids), dimana substansi

Program GenRe terdapat materi 8 fungsi keluarga, Pendewasaan Usia

Perkawinan, Life Skill, Ketrampilan advokasi dan KIE, dan lain-lain. Teknis

kegiatan tersebut dilakukan oleh PIK R/M sebagai wadah informasi remaja

dalam menyebarluaskan informasi materi tersebut khususnya di wilayah

sekitar Kota Pekalongan.


Namun, pada aplikasinya, masih menjadi tanda tanya atas peran dari

pihak terkait. Materi yang diberikan berdasarkan pelatihan yang sudah

diberikan dalam rangka untuk menyebarluaskan baik dari sosialisasi,

penyebaran leaflet, lomba, dan sebainya. Sejauh ini, upaya evaluasi pada

substansi materi GenRe tidak pernah dilakukan oleh pihak terkait khususnya

pengelola program BPMP2AKB. Hasil ini berdasar pada point ke 4

mengenai penjelasan evaluasi yang telah dilakukan.


“Yaa kalo kita evaluasi PUP khusus ya gak ada, karna kita mengontrolnya

PIK ya kita lihat dari PIK nya, administrasinya, mengikuti lomba-lomba

penyuluhan, pidato, dumas, dan yang lainnya,,,gituu,,,” (Informan

Triangulasi 4a)
111

Jadi, pada evaluasi substansi materi program GenRe tidak pernah

dijalnkan oleh pihak terkait. Sehingga perlu adanya penegasan dan tindakan

yang jelas agar program yang sudah dicanangkan dapat berjalan dengan

semestinya. Baik dari administrasi, dana operasional, sarana dan prasarana,

serta bentuk edukasi yang kreatif untuk menarik minat remaja dengan

harapan bisa menurunkan kasus permasalahanm yang terjadi pada remaja

sehinggan memberikan dampak positif bagi diri sendiri, lingkungan sekitar,

dan wilayah Kota Pekalongan.


Dengan adanya kebijakan yang sudah diterapkan oleh BKKBN

yang dilakukan oleh Pusat Informasi dan Konseling di Kota Pekalongan

pada infprmasi terkait dengan Pendewasaan Usia Perkawinan, di harapkan

ada output yang tercapai bagi remaja maupun pemerintah Kota Pekalongan.

5.6 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sulitnya melengkapi

data penunjang penelitian yang begitu kompleks masalah terkait dengan

remaja, sulitnya mengatur waktu dengan informan utama, serta sulitnya

mencari informan yang menikah dini sebagai informan triangulsi karena

masalah yang terjadi menjadi pribadi yang sensitif untuk dijadikan sebagai

penelitian. Sehingga peneliti harus siap mengganti beberapa informan

triangulasi yang siap untuk dijadikan informan penunjang penelitian.


BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dibahas pada halaman

sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Implementasi Pendewasaan Usia Perkawinan yang dilakukan oleh Pusat

Informasi dan Konseling belum sepenuhnya diterapkan oelh PIK R/M

di wilayah sekitar Kota Pekalongan.


2. Respon sasaran terhadap pengurus maupun pengguna layanan PIK R/M

dalam penguasaan materi belum sesuai dengan indikator substansi

Pendewasaan Uisa Perkawinan.


3. Pengurus yang melayani (Penguasaan materi) terkait substansi materi

Pendewasaan Usia Perkawinan masih sangat rendah. Eksistensi PIK

R/M di Kota Pekalongan tidak diketahui oleh remaja disekitar PIK R/M

dan remaja yang menikah di usia muda, Sehingga masih banyak resiko

yang terjadi dalam aspek PUP pada remaja yang menikah di usia muda.

Salah satu kendalanya ialah rasio pengurus PIK R/M masih belun

mencukupi terhadap sasaran remaja dalam menyebarluaskan informasi

di wilayah sekitar.
4. Kegiatan edukasi yang dilakukan oleh pengurus PIK R/M cenderung

monoton, Akses yang dilakukan oleh PIK R/M terhadap remaja dalam

112
113

memberikan sosialisasi, pelatihan, maupun melayani konseling belum

menyeluruh.
5. Tidak adanya Pendampingan dari pihak BPMP2AKB selaku pengelola

program administrasi, pencatatan, dan pelaporan dalam pengelolaan dan

pelayanan yang diberikan oleh PIK R/M, serta minimnya dana

operasional yang diberikan menjadi faktor penting lemahnya informasi

PUP yang diberikan kepada remaja sekita wilayah Kota Pekalongan.


6.2 Saran
1. Bagi Pengurus PIK R/M di Kota Pekalongan
a. Ditingkatkannya penguasaan pengurus pada materi substansi

pendewasaan usia perkawinan, tidak hanya TRIAD KRR melalui

pelatihan atau orientasi khusus terhadap pengurus PIK R/M

sehingga mencapai indikator penguasaan materi Pendewasaan

Usia Perkawinan.
b. Perlunya membuat jadwal sosialisasi yang disetujui oleh semua

pengurus PIK R/M dalam satu periode sebagai target

penyebarluasan substansi materi GenRe (TRIAD KRR,

Pendewasaan Usia Perkawinan, 8 Fungsi Keluarga, Life Skill,

Advokasi dan KIE).


c. Dalam menyebarluaskan informasi hendaknya lebih kreatif dan

terus-menerus sebagai upaya advokasi di wilayah sekitar, dan lebih

menyeluruh tidak terbatas pada SMP, maupun SMA.


d. Perlu kedisiplinan dalam segi administrasi, pencatatan, pelaporan,

dan dokumentasi dari setiap kegiatan yang dilakukan, sehingga

lebih terstruktur dan terorganisir.


e. Perlu strategi baru dan pembaharuan yang kreatif pada substansi

materi pendewasaan usia perkawinan yang di sosialisasikan secara


114

menyeluruh di wilayah sekitar dengan menjalin kerja sama dalam

upaya advokasi melalui MOU pada pihak-pihak penunjang sebagai

target penyebarluasan informasi di wilayah Kota Pekalongan

seperti di sektor swasta maupun sektor pemerinta seperti;

Pemerintah Kota Pekalongan, Radio, Tv Lokal, Media Cetak,

Dinas Kesehatan, PLKB, BKR, Pihak Kelurahan dan Tokoh

penting di dalam masyarakat.


2. Bagi Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan,

Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BPMP2KB) Kota

Pekalongan
a. Selaku pengelola Program GenRe mewakili BKKBN seharusnya

lebih aktif dalam mengontrol dan melakukan evaluasi yang di

lakukan setiap bulannya, baik dari segi administrasi, pelaporan,

dokumentasi dan kegiatan yang dilakukan oleh PIK R/M.


b. Lebih up to date terhadap penurunan maupun peningkatan terkait

masalah remaja yang timbul di wilayah Kota Pekalongan

khususnya Data dari pihak instansi sebagai bahan penunjang dan

evaluasi kasus yang menjadi terget sasaran pengelola BPMP2AKB.


c. Perlunya strategi baru dalam peningkatan KIE Individu, KIE

Kelompok, KIE Massa secara menyeluruh yang di sosialisasikan

oleh PIK Binaan, BKR, PLKB, mapun pihak yang terkait dalam

penyebarluasan informasi khususnya substansi materi Pendewasaan

Usia Perkawinan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Disarankan untuk peneliti selanjutnya bisa mengembangkan

penelitian ini, karena penelitian ini masih jauh dari sempurna,


115

diharapkan pula peneliti lain bisa mengambil tema penelitian

mengenai Strategi Early Detection pada Remaja Pra Nikah melalui

Substansi Pendewasaan Usia Perkawinan di Kota Pekalongan.

Anda mungkin juga menyukai