Anda di halaman 1dari 26

KELAINAN KROMOSOM PADA MANUSIA YANG DISEBABKAN

OLEH PERUBAHAN JUMLAH DAN STRUKTUR KROMOSOM


Dosen Pengampu: Fidia Rizkiah I, S.St,M.Keb
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi Dasar

Disusun Oleh:
Kelompok 1
1. Novita Diyah Ningrum (18930072)
2. Faza Hamala Rahmah (18930074)
3. Sela Ardhisa Rosalind (18930075)
4. Nabila Amirotul Aisy F (18930079)
5. Indira Aisya Putri (18930083)
6. Rista Octavia Mahardiani (18930085)
7. Riznah al-Rizqiyyah (18930087)
8. Nabhila Annisa Rizqi N.A (18930089)
9. Salsabila Isnaini (18930092)
10. Siti Rahmatia Said (18930093)
11. Mohammad Fathur Roziq (18930094)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kromosom adalah untaian material genetik yang terdapat didalam setiap


sel mahkluk hidup. Setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri
dari 22 pasang kromosom non-sex (kromosom 1 sampai dengan kromosom 22)
dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis
kelamin. Kromosom juga berfungsi untuk membawa informasi genetik yang
sangat menentukan proses pertumbuhan dan perkembangan janin dan juga fungsi
tubuh untuk kehidupan sehari-hari. Proses pertumbuhan ini meliputi pembentukan
protein-protein tubuh, sehingga kelainan genetik atau struktur dan jumlah
kromosom akan sangat mempengaruhi pembentukan protein-protein tubuh dan
dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan janin atau bayi yang tidak
normal.Setiap orang mendapatkan 1 dari tiap pasangan kromosom dari ayahnya
dan 1 dari ibunya, dengan kata lain setiap orang mendapatkan 23 kromosom dari
ayah (dibawa oleh sperma) dan 23 kromosom dari ibunya (dibawa oleh sel telur),
yang kemudian total menjadi 46 kromosom (23 pasang) setelah pembuahan.
(Hidayati, 2010)

Kelainan kromosom merupakan salah satu masalah yang menjadi


perhatian publik dan para ilmuwan pada saat ini. Kelainan kromosom yang
diderita dapat berupa kelainan jumlah atau kelainan struktur kromosom. Kelainan
jumlah dapat berupa hilang atau bertambahnya satu kromosom. Misalnya
monosomi, trisomi, dan triploidi. Sedangkan kelainan struktur dapat terjadi
dikarenakan delesi, duplikasi, translokasi, inversi, dan ring. Selain kelainan
struktur dan jumlah, keadaan mosaik juga merupakan salah satu jenis kelainan
kromosom. Kelainan kromosom ini dapat diturunkan dari orang tua ataupun
terjadi secara de novo dan berkontribusi besar terhadap terjadinya cacat lahir pada
bayi. (Agha, dkk, 2006)
Penyimpangan kromosom gangguan dalam isi kromosom sel normal, dan
merupakan penyebab utama kondisi genetik pada manusia, seperti sindrom Down.
Beberapa kelainan kromosom tidak menyebabkan penyakit pada operator, seperti
translokasi, inversi kromosom atau, meskipun mereka dapat menyebabkan
kesempatan yang lebih tinggi melahirkan anak dengan kelainan kromosom.
Jumlah abnormal kromosom atau set kromosom, aneuploidi, bisa mematikan atau
menimbulkan gangguan genetik, misalnya Sindrom klinefelter yang merupakan
suatu keadaan pada individu yang mempunyai kelebihan satu kromosom,
sehingga susunan kromosomnya adalah 22AA + AAY atau 47,XXY. Sindrom
klinefelter terjadi pada seorang laki-laki. Penderita ini memiliki 47 kromosom,
termasuk satu kromosom Y dan dua kromosom X. Oleh karena itu, diperlukan
konseling genetik ditawarkan untuk keluarga yang mungkin membawa penataan
ulang kromosom. Penyimpangan kromosom adalah perubahan dalam struktur
kromosom. Ia memiliki peran besar dalam evolusi (Kimball, 2010).

Pentingnya mengetahui dan mempelajari kelainan kromosom pada manusia


yang disebabkan oleh perubahan jumlah dan struktur kromosom. Selain itu juga
memberikan wawasan kepada masyarakat luat mengenai kelain kromosom pada
manusia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kelainan kromosom yang disebabkan jumlah kromosom?
2. Bagaimana kelainan struktur kromosom?
3. Apa pengertian perubahan jumlah kromosom?
4. Apa pengertian perubahan struktur kromosom?
5. Apa penyebab terjadinya perubahan jumlah dan struktur kromosom pada
manusia?
6. Apa kelainan atau macam kelainan yang terjadi pada manusia akibat
adanya perubahan jumlah dan struktur kromosom?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui kelainan kromosom pada manusia yang disebabkan jumlah
kromosom.
2. Mengetahui kelainan kromosom pada manusia yang disebabkan struktur
kromosom.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelainan Jumlah Kromosom

Kelainan genetik adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh kelainan satu atau
lebih gen yang menyebabkan sebuah kondisi fenotip klinis. Penyebab penyakit
genetik antara lain adalah karena ketidaknormalan jumlah kromosom (Sindrom
Down, Sindrom Klinefelter, dan Sindrom Turner) mutasi gen yang berulang
(Penyakit Huntington), gen yang rusak dan diturunkan oleh orangtua. Sindrom
Down, Sindrom Klinefelter dan Sindrom Turner merupakan kelainan kromosom
klasik, yang telah ditemukan pada akhir abad ke 19 (Fidler, 2005: 92).

Kelainan kromosom merupakan salah satu masalah yang menjadi


perhatian publik dan para ilmuwan pada saat ini. Kelainan kromosom yang
diderita dapat berupa kelainan jumlah atau kelainan struktur kromosom. Kelainan
jumlah dapat berupa hilang atau bertambahnya satu kromosom. Misalnya
monosomi, trisomi, triploidi. Sedangkan kelainan struktur dapat terjadi
dikarenakan delesi, duplikasi, translokasi, inversi, ring. Selain kelainan struktur
dan jumlah, keadaan mosaik juga merupakan salah satu jenis kelainan kromosom
(Mueller dan Young, 2001)

Miskonsepsi tentang sel kelamin dan sel tubuh dihubungkan dengan jenis
kromosom. Hal ini dinyatakan bahwa “Setiap makhluk hidup dibangun oleh sel
tubuh (somatik) dan sel kelamin (gamet). Masing-masing sel tersebut disusun oleh
dua macam kromosom. Sel tubuh disusun oleh kromosom tubuh (autosom)
sedangkan sel kelamin disusun oleh kromosom kelamin (gonosom). Penggunaan
kata kromosom tubuh dan kromosom kelamin ini perlu direvisi karena
miskonsepsi bisa terjadi karena kesalahan pemilihan kata dan kalimat. Siswa akan
menafsirkan bahwa kromosom tubuh ada di sel tubuh. Kromosom kelamin ada di
sel kelamin. Konsep yang seharusnya adalah Sel tubuh tidak hanya disusun oleh
kromosom tubuh tetapi juga kromosom kelamin. Sel kelamin juga disusun oleh
kromosom tubuh kromosom kelamin hanya jumlahnya saja yang berbeda yakni
haploid. Sel tubuh diploid. Penulis menyarankan sebaiknya Istilah kromosom
tubuh diganti dengan kromosom kromosom autosom dan kromosom kelamin
diganti dengan kromosom gonosom. Miskonsep tentang fungsi kromosom
autosom pada buku ajar dinyatakan adalah “Kromosom berfungsi mengatur dan
mengendalikan sifat-sifat tubuh makhluk hidup. Kromosom ini tidak ada
hubungannya dengan penentuan jenis kelamin. Seks kromosom adalah kromosom
yang menentukan jenis kelamin organisme”. Konsep ini perlu kaji kembali dengan
mengembangkan kajian pada kelompok makhluk hidup lain yang lebih luas dan
mengikuti perkembangan hasil penelitian tentang ekspresi kelamin. Pada awalnya
memang kromosom kelamin merupakan penanda bahwa makhluk hidup tersebut
jantan atau betina. Kemudian terbukti gen penentu jenis kelamin adalah gen yang
berada pada kromosom autosom maupun gonosom. Mekanisme penentuan jenis
kelamin pada makhluk hidup cukup beragam diantara golongan makhluk hidup
(Corebima, 1997:37).

2.1.1 Aneuploidi (monosomik/trisomik)

Aneuploidi merupakan jenis kelainan yang sangat sering dijumpai pada


bayi baru lahir. Aneuploidi sering dihubungkan dengan usia kehamilan, dan
memiliki porsi kejadian yang cukup besar jika dikaitkan dengan kasus abortus
spontan yang diakibatkan oleh kelainan kromosom. Aneuploidi dapat dideteksi
pada masa prenatal. Aneuploidi adalah kondisi abnormal yang disebabkan oleh
hilangnya satu kromosom (monosomi) pada suatu pasang kromosom, atau yang
disebabkan oleh bertambahnya jumlah kromosom pada suatu pasang kromosom
(trisomi). Aneuploidi disebabkan oleh terjadinya kesalahan dalam proses
pemisahan kromosom pada fase meiosis I dan II. Monosomi merupakan sebuah
kelainan dimana hanya terdapat satu kromosom pada autosom sedangkan jika
terdapat kelebihan kromosom disebut trisomi. Kromosom yang terkandung dalam
trisomi memiliki kepadatan gen yang rendah. Trisomi dapat ditemukan pada
sindrom down/trisomi 21 (Gambar 2.1) ( Firmansyah, dkk, 2007).
Gambar 2.1 Down Syndrome

Fertilisasi yang melibatkan gamet tanpa salinan kromosom tertentu akan


menyebabkan zigot kekurangan satu kromosom. Zigot aneuploidi disebut
monosomik (monosomik) untuk kromosom tersebut. Jika kromosom terdapat
sebagai triplikat (salinan rangkap tiga) dalam zigot (sehingga sel memiliki
kromosom 2n + 1), sel aneuploid bersifat trisomik untuk kromosom tersebut
(Campbell, dkk, 2010).

Mitos setelahnya akan meneruskan anomali tersebut kepada semua sel


embrio. Jika bertahan hidup, organisme tersebut biasanya memiliki sekumpulan
sifat yang disebabkan oleh dosis abnormal dari gen yang terkait dengan satu
kromosom yang berlebih atau kurang. Sindrom down merupakan contoh trisomi
pada manusia. Gagal berpisah juga dapat terjadi saat mitosis. Jika kesalahan
semacam itu terjadi saat perkembangan embrio dini, maka kondisi aneuploid
diteruskan oleh mitosis ke banyak sel dan mungkin mendatangkan efek besar
kepada organisme (Campbell, dkk, 2010).

1. Sindrom Turner
Sindrom turner merupakan salah satu contoh monosomi pada kromosom
X. sindrom turner dapat berupa sindrom turner klasik (45, X), mosaic (46, XX
/46, X), maupun isokromosom X ataupun delesi sebagian dari lengan kromosom
X.16 Insidensi sindrom Turner berkisar antara 1 dari 2500 hingga 1 dari 3000.
Manifestasi klinik yang sering muncul adalah pada bayi tampak kecil, kaki dan
tangan bengkak karena edema limfe, pterygium colli (kelebihan kulit leher), batas
rambut belakang rendah, pada dewasa bentuk badan pendek, dan amenorrhea
karena ovarium yang sangat kecil (Gambar 2.2) (Firmansyah, dkk, 2007).
Gambar 2.2 Sindrom Turner

2. Sindrom Klinefelter
Pada sindom klinefelter terdapat penambahan kariotip pada kromosom X.
Pada sebagian kasus didapatkan kelainan mosaik (46, XY/47, XXY). Pada
beberapa kasus yang sangat jarang dapat juga ditemukan kelainan pada laki-laki
berupa (48, XXXY atau 49, XXXXY). Angka kejadiannya kurang lebih 10
insiden per 10.000 kelahiran. Manifestasi klinis yang sering muncul adalah Jari-
jari tangan yang menggembung (puffy hand and feet), selaput leher (webbed
neck), dada seperti perisai (shield chest), dada lebar, perawakan tinggi, garis batas
rambut letak rendah (low hairline), valgus pada cubitus, kelainan jantung, dan
ginjal (Gambar 2.3) (Firmansyah, dkk, 2007).

Gambar 2.3 Sindrom Klinefelter

3. XXX females
Pada kelainan ini terjadi kesalahan pada meiosis I atau pada meiosis II.
Kariotipe yang tampak adalah 47,XXX. Angka kejadiannya kurang lebih 10
insiden per 10.000 kelahiran. Manifestasi yang sering tampak adalah perawakan
yang tinggi, fisik normal, rata-rata IQ lebih rendah, gangguan perkembangan
motorik bahasa, terkadang juga disertai gangguan menstruasi, dan menopause dini
(Gambar 2.4) (Firmansyah, dkk, 2007).
Gambar 2.4 XXX females

4. XYY males
Adanya kelebihan dalam jumlah kromosom Y yang disebabkan kegagalan
pada fase meiosis II dan bersifat paternal maupun post-zygotic event. Angka
kejadiannya sekitar 10 insiden per 10.000 kelahiran. Mayoritas laki-laki dengan
kariotip ini tidak mengalami kelainan klinis dan tidak terdiagnosis. Ukuran saat
lahir normal. Pertumbuhan pada anak-anak umumnya terjadi percepatan, terjadi
perawakan tinggi, tapi tidak ada manifestasi klinis yang lain selain adanya
kejadian jerawat yang umumnya berat. Gangguan tingkah laku meliputi
hiperaktifitas, distracbility, dan impulsive. Angka perbuatan kriminalitas pada
penderita sindrom ini 4 kali lipat lebih tinggi (Gambar 2.5) (Firmansyah, dkk,
2007).

Gambar 2.5 XYY males

3.1.2 Poliploid (penambahan 1 set kromosom)

A. Pengertian Poliploidi
Poliploidi merupakan suatu kondisi dimana makhluk hidup tertentu
memiliki lebih dari dua perangkat kromosom (Ayala, dkk., 1984 dalam Firdaus,
2002). Keadaan ini terjadi akibat adanya induksi poliploidisasi. Pada umumnya
tiap organisme mempunyai dua perangkat kromosom (diploid). Akan tetapi tidak
ditutup kemungkinan akan terjadinya perubahan perangkat kromosom tersebut.
Organisme yang mengalami perubahan perangkat kromosom menjadi lebih dari
dua perangkat kromosom disebut poliploid, sedangkan organisme yang
mengalami perubahan perangkat kromosom menjadi satu perangkat kromosom
disebut monoploid atau haploid. Menurut Wilkins dan Gosling (1983 dalam
Firdaus, 2002), poliploidi merupakan salah satu bentuk mutasi kromosom dan
dapat digunakan sebagai pengendali kelamin (sex control) suatu organisme,
pembentuk galur murni, dan penghasil ikan yang steril (Chao, dkk., 1986 dalam
Firdaus, 2002). Tipe-tipe poliploidi dibedakan berdasarkan jumlah perangkat
kromosom yang dibentuk, contohnya triploid, tetraploid, pentaploid, dan
seterusnya.
B. Macam Poliploidi
Berdasarkan asal usul kejadiannya, poliploidi dapat dibedakan menjadi
autopoliploidi dan alloploidi (Klug dan Cummings, 2000). Pada autopoliploidis
tidak dilibatkan spesies yang lain jadi seluruh perangkat kromosom yang ada
berasal dari spesies yang sama. Autotriploid dapat terjadi karena pembuahan suatu
gamet diploid dengan gamet haploid. Gamet diploid yang terbentuk adalah hasil
kegagalan pemisahan seluruh perangkat kromosom selama meiosis. Zigot
autotripoid juga mungkin terjadi karena adanya pembuahan satu ovum oleh dua
sperma atau juga mungkin terjadi akibat persilangan eksperimental individu
diploid dan tetraploid (Niekerson, 1990 dalam Abidah, 2000)
1. Autopoliploidi
Autopoliploid adalah sel yang mempunyai lebih dari dua genom dimana
genomnya identik atau mempunyai kromosom homolog karena pada umumnya
berasal dari satu spesies. Autopoliploid muncul dari penggandaan kromosom yang
komplemen secara langsung. Autopoliploid dapat diinduksi artifisial melalui
perlakuan kolsisin dan dapat terjadi secara spontan, tetapi yang terakhir ini jarang
ditemukan. Menurut Vandepoele et al, (2003) autopoliploid dapat berasal dari
persilangan intraspesies diikuti dengan penggandaan kromosom dimana gamet
tidak mengalami reduksi dankromosomnya membentuk multivalent pada saat
miosis, dengan pewarisan yang multisomik. Beberapa tanaman yang termasuk
autopoliploid alami adalah kentang, ubi jalar, kacang tanah, alfalfa dan
“orchardgrass”. Beberapa sifat autopoliploid yang berbeda dengan diploid adalah :
(1) volume sel dan nukleus lebih besar, (2) bertambah ukuran daun dan bunga
serta batang lebih tebal, (3) terjadi perubahan komposisi kimia meliputi
peningkatan dan perubahan karbohidrat, protein, vitamin dan alkaloid, (4)
kecepatan pertumbuhan lebih lambat dibanding diploid, menyebabkan
pembungaannya juga terlambat, (5) miosis sering tidak teratur dengan
terbentuknya multivalen sebagai penyebab sterilitas, (6) poliploidi tidak seimbang
terutama pada triploid dan pentaploid (Sparrow, 1979).
Dikatakan juga oleh Poehlman dan Sleper (1995) bahwa autopoliploid
berperan meningkatkan ukuran sel merismatik tetapi jumlah total sel tidak
bertambah. Menurut Sareen et al. (1992) tanaman autotetraploid mempunyai
bagian vegetatif lebih besar, menyebabkan mereka lebih jagur dibanding
diploidnya. Tetapi efek ini tidak universal karena ada beberapa autotetraploid
yang mirip atau lebih lemah dibandingkan tetua diploid. Menurut Poehlman dan
Sleper (1995) tiga hal dasar sebagai petunjuk untuk memproduksi dan
memanfaatkan autoploidi dalam program pemuliaan tanaman yaitu : (1) autoploidi
cenderung mempunyai pertumbuhan vegetatif lebih besar sedangkan biji yang
dihasilkan sedikit, sehingga lebih bermanfaat untuk pemuliaan tanaman yang
bagian vegetatifnya dipanen, (2) lebih berhasil untuk mendapatkan autoploidi
yang jagur dan fertil melalui penggandaan diploid yang jumlah kromosom sedikit,
(3) autoploidi yang berasal dari spesies menyerbuk silang lebih baik dari pada
autoploidi dari spesies menyerbuk sendiri, sebab penyerbukan silang membantu
secara luas rekombinasi gen dan kesempatan untuk memperoleh keseimbangan
genotip pada poliploidi.
2. Allopoliploid
Allopoliploid adalah keadaan sel yang mempunyai satu atau lebih genom dari
genom normal 2n = 2x, dimana pasangan kromosomnya tidak homolog.
Allopoliploid terbentuk dari hibridisasi antara spesies atau genus yang berlainan
genom (hibridisasi interspesies). Tanaman F1-nya akan steril karena tidak ada
atau hanya beberapa kromosom homolog. Bila terjadi penggandaan kromosom
spontan atau diinduksi makatanaman menjadi fertil. Beberapa tanaman yang
termasuk alloploidi alami adalahgandum, terigu, kapas, tembakau, tebu dan
beberapa spesies kubis. Allopoliploid ditemukan ada yang allopoliplod segmental
(sebagian kromosomhomolog) menyebabkan steril sebagian, dan allopolyploid
(semua kromosom tidak homolog) menyebabkan steril penuh. Allopoliploid
segmental memiliki segmenkromosom homologous dan homoeologus (homolog
parsial) yang selama miosis dapatterjadi bivalen dan multivalen sehingga
pewarisannya campuran disomik polisomik (Vandepoele et al. 2003). Dikatakan
juga bahwa prototipe poliploidi dari rumput-rumputan seperti gandum adalah
allopolyploid, jagung adalah alloploidi segmental danpadi adalah paleopoliploid.
Tujuan induksi allopoliploid adalah mengkombinasi sifat-sifat yang
diinginkandari dua tetua diploid ke dalam satu tanaman (Sparrow, 1979). Menurut
Poehlman danSleper (1995) beberapa manfaat alloploidi untuk para pemulia
adalah : (1) dapatmengidentifikasi asal genetik spesies tanaman poliploidi, (2)
menghasilkan genotip tanaman baru, (3) dapat memudahkan transfer gen antar
spesies dan (4) memudahkantransfer atau subtitusi kromosom secara individual
atau pasangan kromosom. Para pemulia menginduksi poliploidi dengan
menyilangkan antara spesiesbudidaya tetraploid dengan kerabat liarnya dengan
tujuan supaya gen yang diinginkan dapat ditransfer dari spesies liar ke kultivar
budidaya (Sparrow, 1979). Menurut Poehlman dan Sleper (1995) hampir semua
kerabat liar Solanum dapat disilangkan dengan Solanum tuberosum (interspesies)
dengan tujuan untuk mendapatkan resistensiterhadap stress abiotik maupun biotik
serta memperbaiki heterosigositas tanaman. Pendekatan pembuatan allopoliploid
ini kelihatan kurang berhasil dibanding induksi autopoliploid. Kesulitan yang
ditemui dengan pendekatan ini adalah : (1) adanya “barier incompatible” antar
kedua spesies yang akan disilangkan, (2) terjadipembuahan tetapi mengalami
aborsi embrio (Karmana, 1989). Kendala dalam menghasilkan tanaman
allopoliploid ini dapat diatasi dengan teknik hibridisasi baru yaitu fungsi protoplas
atau hibridisasi somatik.
C. Pembentukan Poliploidi
Di alam, poliploidi dapat terjadi karena kejutan listrik (petir), keadaan
lingkungan ekstrem, atau persilangan yang diikuti dengan gangguan pembelahan
sel. Perilaku reproduksi tertentu mendukung poliploidi terjadi, misalnya
perbanyakan vegetatif atau partenogenesis, dan menyebar luas. Poliploidi buatan
dapat dilakukan dengan meniru yang terjadi di alam, atau dengan menggunakan
mutagen. Kolkisin adalah mutagen yang umum dipakai untuk keperluan ini.
Efeknya cepat diketahui dan aplikasinya mudah. Penggunaannya beresiko tinggi
karena kolkisin sangat karsinogenik. Autopoliploid terjadi apabila suatu spesies,
karena salah satu sebab di atas, menggandakan set kromosomnya dan kemudian
saling kawin dengan autopoliploid lain. Pola pembelahan sel autopoliploid rumit
karena melibatkan perpasangan empat, enam, atau delapan set kromosom.
Triploid karena autopoliploid dapat bersifat fertil. Allopoliploid terjadi karena
persilangan antarspesies dengan genom yang berbeda tanpa diikuti reduksi jumlah
sel dalam meiosis. Amfidiploid adalah allotetraploid yang perilaku pembelahan
selnya serupa dengan diploid. Allopoliploidi segmental terjadi apabila sebagian
kromosom berasal dari genom yang berbeda (tidak semuanya berasal dari set
kromosom yang lengkap). Suatu spesies dapat bersifat diploid, meskipun dalam
sejarah perkembangan evolusinya berasal dari poliploid. Spesies demikian dikenal
sebagai paleopoliploid. Contoh spesies ini misalnya padi. Dengan n=10, padi
berasal dari moyang poliploid dengan n=5.
D. Efek Poliploidi pada Organisme
Poliploidi seringkali memberikan efek dramatis dalam penampilan atau
pewarisan sifat yang bisa positif atau negatif. Tumbuhan secara umum bereaksi
positif terhadap poliploidi. Tetraploid (misalnya kentang) dan heksaploid
(misalnya gandum) berukuran lebih besar (reaksi "gigas", atau "raksasa") daripada
leluhurnya yang diploid. Karena hasil panen menjadi lebih tinggi, poliploidi
dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman. Berbagai kultivar tanaman hias
(misalnya anggrek) dibuat dengan mengeksploitasi poliploidi. Reaksi negatif
terjadi terhadap kemampuan reproduksi, khususnya pada poliploidi berbilangan
ganjil, meskipun ukurannya membesar. Karena terjadi ketidakseimbangan
pasangan kromosom dalam meiosis, organisme dengan ploidi ganjil biasanya
mandul (steril). Pemuliaan tanaman, sekali lagi, mengeksploitasi gejala ini.
Karena mandul, semangka triploid tidak memiliki biji yang normal (bijinya tidak
berkembang normal atau terdegenerasi) dan dijual sebagai "semangka tanpa biji".
Penangkar tanaman hias menyukai tanaman triploid karena biji tanaman ini tidak
bisa ditumbuhkan sehingga konsumen harus membeli tanaman dari si penangkar.
E. Pemuliaan Poliploidi
Poliploidi adalah keadaan sel yang memiliki lebih dari dua genom dasar (3x,
4x, 5x dan seterusnya), ditemukan banyak pada kingdom tanaman. Poliploidi
dapat berisikan dua atau lebih pasang genom dengan segmen kromosom yang
homolog, keseluruhan kromosom homolog atau keseluruhan kromosom tidak
homolog. Perbedaan satu dengan yang lain pada sejumlah gen atau segmen
kromosom yang menyebabkan sterilitas sebagian atau seluruhnya (Stebbins, 1950
dalam Sareen, Chowdhury dan Chowdhury, 1992). Famili rumput-rumputan
(gramineae) adalah famili terbesar dari semua tanaman berbunga, meliputi 10.000
species. Famili ini dikelompokan dalam 600 -700 genus yang berasal dari moyang
purba sekitar 50-70 juta tahun lalu (Kellogg, 2001; Huang et al, 2002). Famili ini
biasanya dipakai sebagai model dalam mempelajari poliploidi. Sebagian besar tipe
poliploidi dari famili gramineae yaitu autopoliploid, allopoliploid segmental dan
allopolyploid (Vandepoele, Simillion dan Van de Peer, 2003) Secara alami
poliploidi sering lebih besar penampakan morfologi dari spesies diploid seperti
permukaan daun lebih luas, organ bunga lebih besar, batang lebih tebal dan
tanaman lebih tinggi. Fenomena ini diistilahkan sebagai gigas atau jagur
(Kuckuck et al., 1991). Populasi poliploidi mempunyai kemampuan berkompetisi
lebih baik dibanding moyang diploid ditunjukkan dengan daerah penyebarannya
yang luas (Karmana, 1989). Menurut Poehlman dan Sleper (1995) poliploidi juga
memberi peluang untuk merubah karakter suatu tanaman melalui perubahan
jumlah genom dan kontribusi gen-gen alelik pada karakter tertentu.

2.3 Kelainan Struktur Kromosom


2.3.1 Delesi

Delesi adalah mutasi karena kekurangan segmen kromosom. Hal ini yang
terjadi karena sebagian segmen kromosom lenyap sehingga kromosom
kekurangan segmen. Delesi terjadi ketika sebuah fragmen kromosom patah dan
hilang pada saat pembelahan sel. Kromosom tempat fragmen tersebut berasal
kemudian akan kehilangan gen-gen tertentu. Namun dalam beberapa kasus,
fragmen patahan tersebut dapat berikatan dengan kromosom homolog
menghasilkan Duplikasi. Fragmen tersebut juga dapat melekat kembali pada
kromosom asalnya dengan arah terbalik dan menghasilkan Inversi. Defisiensi
dapat menyebabkan kematian, separuh kematian, atau menurunkan viabilitas.
Pada tanaman, defisiensi yang ditimbulkan oleh perlakuan bahan mutagen
(radiasi) sering ditunjukkan dengan munculnya mutasi klorofil. Kejadian mutasi
klorofil biasanya dapat diamati pada stadium muda (seedlingstag), yaitu dengan
adanya perubahan warna pada daun tanaman.

Macam-macam delesi antara lain:


 Delesi terminal, ialah delesi yang kehilangan ujung segmen kromosom.

Gambar 2.6 Delesi Terminal

 Delesi interstitial, ialah delesi yang kehilangan bagian tengah kromosom.

Gambar 2.7 Delesi Interstitial

 Delesi cincin, ialah kehilangan segmen kromosom sehingga berbentuk


lingkaran seperti cincin

Gambar 2.8 Delesi Cincin


 Delesi loop, ialah delesi cincin yang membentuk lengkungan pada
kromosom lainnya. Hal ini terjadi pada waktu meiosis, sehingga
memungkinkan adanya kromosom lain (homolognya) yang tetap normal.

Kelainan pada manusia akibat delesi adalah Sindrom tangisan kucing, disebut
juga Sindrom CriduChat atau Sindrom Lejeune, adalah suatu
kelainan genetik akibat adanya delesi (hilangnya sedikit bagian) pada lengan
pendek kromosom nomor 5 manusia. Manusia yang lahir dengan sindrom ini akan
mengalami keterbelakangan mental dengan ciri khas suara tangis yang
menyerupai tangisan kucing. Individu dengan sindrom ini
biasanya meninggal ketika masih bayi atau anak-anak.

Sindrom tangisan kucing disebabkan kelainan kromosom


tubuh (autosomal). Kromosom nomor 5 yang terlibat mengalami delesi pada
lengan pendeknya (5p). Kebanyakan kasus terjadi akibat mutasi. Suatu
mekanisme translokasi genetik pada kromosom orang tua saat pembelahan
sel juga menjadi penyebab kelainan ini. Akibat translokasi ini, risiko terjadinya
kasus yang sama pada kehamilan berikutnya akan meningkat. Tidak ditemukan
hubungan antara usia orangtua saat kehamilan dengan sindrom ini. Diagnosis
kelainan ini dapat dilakukan pada jaringan plasenta (teknik chorionicvillus
sampling) saat kehamilan berusia 9-12 minggu atau dengan
cairan ketuban (amnioncentesis) saat usia kehamilan di atas 16 minggu.

Penderita sindrom tangisan kucing menunjukkan ciri utama berupa suara


tangisan yang lemah dan bernada tinggi (melengking), mirip suara anak kucing.
Suara tangisan yang khas tersebut diakibatkan oleh ukuran laring yang kecil dan
bentuk epiglotis yang tidak normal. Sejalan dengan pertambahan besar laring,
suara menyerupai kucing itu akan hilang. Sepertiga dari penderita tidak lagi
menunjukkan suara tangis menyerupai kucing setelah berusia 2 tahun.

Penderita sindrom ini lahir dengan berat badan yang di bawah normal. Selama
masa pertumbuhan pun, tubuh penderita kecil dengan tinggi badan di bawah rata-
rata. 98% penderita memiliki otak yang kecil (mikrochepal) sehingga bentuk
kepala juga kecil saat lahir. Pertumbuhan badan dan kepala lambat. Ciri fisik lain
meliputi bentuk wajah bulat dengan pipi besar, jari-jari yang pendek, dan
bentuk kuping yang rendah letaknya.

Pada penderita sindrom tangisan kucing, kromosom nomor 5 mengalami


delesi pada lengan pendeknya. Penderita sindrom tangisan kucing umumnya
mengalami penyakit jantung bawaan yang terdeteksi sejak lahir. Terjadi kesulitan
dalam bernapas dan menelan pada bayipenderita berhubungan dengan ukuran
laring. Perkembangan bahasa lambat sehingga komunikasi lebih banyak
digunakan dengan bahasa tubuh. Orang dewasa dengan sindrom ini mengalami
pertumbuhan otot yang abnormal sehingga menyulitkan pergerakan tubuh.

Belum ada pengobatan untuk sindrom tangisan kucing. Pengobatan dilakukan


terhadap penyakit medis seperti gangguan pernapasan, pencernaan, dan penyakit
jantung yang dialami oleh penderita. Pendidikan untuk peningkatan
komunikasi bahasa lisan, tulisan, maupun stimulasi bahasa tubuh dapat dilakukan
pada usia sedini mungkin. Terapi visual motorik dilakukan untuk meningkatkan
fungsi tubuh yang abnormal.

Kasus ini terjadi pada 1 individu setiap 20.000 kelahiran. Dikarenakan


kecenderungan penderita sindrom ini meninggal pada usia dini maka frekuensi
berkurang menjadi 1 individu setiap 50.000 kelahiran bayi yang
hidup. Kemungkinan terjadinya keterbelakangan mental adalah 1.5 per 1000
individu. Kasus sindrom tangisan kucing ini lebih banyak ditemukan pada anak
perempuan.

Gambar 2.9 Sindrom Tangisan Kucing


3.2.1 Duplikasi

Dasar perubahan pada tingkat genom adalah mutasi, yang mendasari cukup
banyak evolusi genom. Di bagian ini, kita akan menjabarkan bagaimana salinan
ekstra dari seluruh atau sebagian genom dapat muncul, dan kemudian kita akan
mendalami proses-proses sesudahnya yang dapat menyebabkan evolusi protein
(atau produk RNA) dengan fungsi yang sedikit berbeda atau sepenuhnya baru
(Campbell, 2008).

Kecelakaan saat meiosis dapat menghasilkan satu perangkat ekstra


kromosom atau lebih, kondisi yang dikenal sebagai poliploidi. Dalam organisme
poliploidi, satu perangkat gen dapat memberikan fungsi yang esensial bagi
organisme. Gen-gen dalam satu perangkat ekstra atau lebih dapat berdivergensi
melalui akumulasi mutasi. Variasi-variasi ini mungkin akan bertahan jika
organisme yang mengandung variasi tersebut sintas dan bereproduksi. Asalkan
satu salinan dari gen esensial diekspresikan, divergensi salinan yang lain dapat
menyebabkan protein yang dikodekan bekerja dengan cara baru, sehingga
mengubah fenotipe organisme. Hasil akumulasi mutasi ini mungkin berupa
percabangan spesies-spesies baru, seperti yang sering terjadi pada tumbuhan.
Hewan poliploid juga mungkin ada, namun jarang dijumpai (Campbell, 2008).

Pelaksanaan analisis perbandingan serupa di antara kromosom-kromosom


manusia dan enam spesies mamalia lain memungkinkan para peneliti menyusun
sejarah evolusi penyusunan ulang kromosom pada kedelapan spesies ini. mereka
menemukan banyak duplikasi dan inversi dari bagian-bagian besar kromosom,
akibat kesalahan-kesalahan selama rekombinasi meiosis, ketika DNA patah dan
digabungkan lagi secara tidak benar. Walaupun dua individu dengan susunan
berbeda masih tetap kawin dan menghasilkan keturunan, anaknya akan memiliki
dua perangkat kromosom yang tidak ekuivalen, sehingga meiosis menjadi tidak
efisien atau bahkan mustahil. Dengan demikian, penyusunan ulang kromosom
akan menghasilkan dua populasi yang tidak berhasil kawin satu sama lain,
selangkah lebih dekat dengan pemisahan menjadi dua spesies (Campbell, 2008).
Analisis titik patahan kromosom yang berkaitan dengan penyusunan ulang
menunjukkan bahwa titik-titik itu tidak terseba acak, melainkan ada situs-situs
spesifik yang digunakan berkali-kali. Sejumlah ‘hot spot’ rekombinasi ini
berkesesuaian dengan lokasi penyusunan ulang kromosom dalam genom manusia
yang berkaitan dengan penyakit bawaan (Campbell, 2008).

Gambar 2.10 Duplikasi

Kesalahan saat meiosis juga dapat menyebabkan duplikasi wilayah kromosom


yang lebih kecil daripada yang telah kita bahas, termasuk segmen-segmen yang
sepanjang gen individual. Pindah silang yang tak setara saat profase I meiosis,
misalnya, dapat menghasilkan sebuah kromosom dengan delesi dan sebuah
kromosom lain dengan duplikasi gen tertentu. Unsur-unsur transposabel dalam
genom dapat menyediakan situs-situs tempat kromatid-kromatid non-saudara bisa
berpindah silang, bahkan ketika sekuens-sekuens homolog keduanya tidak berjejer
dengan tepat (Campbell, 2008).

Selain itu, peristiwa tergelincir juga dapat terjadi selama replikasi DNA,
sedemikian rupa sehingga cetakan tergeser terhadap untai komplementer baru,
sedangkan sebagian untai cetakan terlompati oleh mekanisme replikasi atau
digunakan dua kali sebagai cetakan. Akibatnya segmen DNA terdelesi atau
terduplikasi. Jumlah satuan berulang yang bervariasi dari DNA sekuens sederhana
pada situs tertentu, digunakan untuk analisis STR, mungkin disebabkan oleh
kesalahan semacam ini. Bukti bahwa pindah silang yang tak setara dengan
penggelinciran cetakan selama replikasi DNA menyebabkan duplikasi gen
dijumpai dalam keadaan famili multigen (Campbell, 2008).

Peristiwa duplikasi dapat menyebabkan evolusi gen-gen dengan fungsi-fungsi


terkait, seperti yang terdapat dalam famili gen α-goblin dan β-goblin.
Perbandingan sekuens gen dalam famili multigen dapat menunjukkan
kemungkinan urut-urutan kemunculan gen. Masing-masing gen ini kemudian
diduplikasi beberapa kali, dan salinan-salinan itu kemudian berdivergensi satu
sama lain dalam sekuens, menghasilkan anggota-anggota famili saat ini. Bahkan,
gen goblin nenek moyang bersama juga menghasilkan protein otot pengikat-
oksigen (mioglobin) dan protein tumbuhan bersama leghemoglobin. Dua protein
yang disebut terakhir berfungsi sebagai monomer-monomer, dan gen-gen pengode
keduanya tergolong ke dalam ‘superfamili globin’ (Campbell, 2008).

Setelah peristiwa duplikasi, perbedaan-perbedaan antara gen-gen dalam famili


goblin tak diragukan lagi timbul akibat mutasi yang terakumulasi dalam salinan-
salinan gen selama beberapa generasi. Model yang diterima saat ini adalah bahwa
fungsi yang dibutuhkan, yang disediakan oleh protein α-goblin, misalnya dipenuhi
oleh satu gen, sedangkan salinan-salinan lain dari gen α-goblin mengakumulasi
mutasi secara acak (Campbell, 2008).

Kemiripan sekuens asam amino dari berbagai polipeptida α-goblin dan β-


goblin menyokong model duplikasi dan mutasi gen ini. Sekuens asam amino β-
goblin, misalnya, jauh lebih mirip satu sama lain daripada dengan sekuens α-
goblin. Keberadaan sejumlah pseudogen ini di antara gen-gen globin fungsional
memberikan bukti tambahan untuk model ini. Mutasi-mutasi acak dalam ‘gen-
gen’ ini selama perjalanan evolusi telah menghancurkan fungsinya (Campbell,
2008).

Dalam evolusi famili gen goblin, duplikasi gen dan divergensi sesudahnya
menghasilkan anggota-anggota famili dengan produk protein yang melakukan
fungsi serupa (transpor oksigen). Alternatifnya, satu salinan gen hasil duplikasi
mungkin mengalami perubahan yang menimbulkan fungsi yang sepenuhnya baru
untuk produk protein. Gen-gen pengode lisozim dan α-laktalbumin merupakan
contoh yang bagus (Campbell, 2008).

Kita telah melihat bahwa pindah silang yang tak setara selama meiosis dapat
menyebabkan duplikasi gen pada sebuah kromosom dan hilangnya gen itu dari
kromosom homolog. Melalui proses yang serupa, ekson tertentu dalam sebuah
gen dapat terduplikasi pada sebuah kromosom dan terdelesi pada kromosom lain.
Gen dengan ekson hasil duplikasi akan mengodekan protein yang mengandung
salinan kedua domain yang dikodekan. Perubahan struktur protein ini dapat
meningkatkan fungsinya karena meningkatkan stabilitas, meningkatkan
kemampuan protein mengikat ligan tertentu, atau mengubah sifat lain. Sedikit gen
pengode protein memiliki banyak salinan ekson-ekson terakit, yang mungkin
timbul akibat duplikasi dan kemudian berdivergensi. Gen pengode protein matriks
ekstraselular, kolagen, merupakan contoh asam amino yang sangat repetitif, yang
tercermin dalam pola repetitif ekson dalam gen kolagen (Campbell, 2008).

Gambar 2.11 Evolusi Gen Baru melalui Pengocokan Ekson

Alternatifnya, kita dapat membayangkan pencampuran dan perpasangan


ekson-ekson berbeda yang kadang terjadi di dalam gen atau di antara dua gen
nonalelik akibat kesalahan saat rekombinasi meiosis. Proses ini, disebut
pengocokan ekson (exon shuffling), dapat menimbulkan protein baru dengan
kombinasi fungsi baru. Sebagai contoh, mari kita pelajari gen pengode aktivator
plasminogen jaringan (tissue plasminogen activator, TPA). Protein TPA adalah
protein ekstraseluler yang membantu mengontrol penggumpalan darah. TPA
mengandung empat domain dari tiga tipe, masing-masing dikodekan oleh sebuah
ekson. Salah satu ekson terdapat sebagai dua salinan. Karena setiap tipe ekson
juga ditemukan dalam protein lain, gen pengode TPA diduga muncul melalui
beberapa kali pengocokan ekson dan duplikasi (Campbell, 2008).

3.2.4 Inversi
A. Pengertian Inversi

Inversi ialah mutasi yang mengalami perubahan letak gen-gen, karena selama
meosis kromosom terpilih dan terjadi kiasma. Inversi terjadi karena kromosom
patah dua kali secara simultan setelah terkena energira diasi dan segmen yang
patah tersebut berotasi 180o dan menyatu kembali. Kejadian bila centromere
berada pada bagiankromosom yang terinversi disebut paracentric. Invers
parasentric berhubungan dengan duplikasi atau penghapusan chromatid yang
dapat menyebabkan aborsi gamet atau pengurangan frekuensi rekomendasi gamet.
Perubahan ini akan ditandai dengan adanya aborsi tepung sari atau biji tanaman,
seperti dilaporkan terjadi pada tanaman jagung dan barley. Inversi dapat terjadi
secara spontan atau diinduksi dengan bahan mutagen, dan dilaporkan bahwa
sterilitas biji tanaman heterozigot dijumpai lebih rendah pada kejadian inversi dari
pada translokasi.
B. Macam-macam inversi
1. Inversi Parasentrik, terjadi pada kromosom yang tidak bersentromer .
2. Inversi Perisentrik, terjadi pada kromosom yang bersentromer.

3.2.5 Translokasi

A. Pengertian Translokasi

Translokasi adalah pemindahan sebagian dari segmen kromosom


kekromosom lainnya yang bukan kromosom homolognya ataumutasi yang
mengalami pertukaran segmen kromosom ke kromosom non homolog. Macam-
macam translokasi antara lain sebagai berikut.
1. Translokasi tunggal
Translokasi ini terjadi jika kromosom yang patah pada satu tempat,
kemudian bagian yang patah tersebut bersambungan dengan kromosom lain yang
bukan homolognya
2. Translokasi perpindahan
Terjadi jika kromosom patah di dua tempat dan patahannya bersambungan
dengan kromosom lain yang bukan homolognya
3. Translokasi resiprok
Terjadi jika dua buah kromosom yang bukan homolognya patah pada
tempat tertentu, kemudian patahan tersebut saling tertukar.

Gambar 2.12 Translokasi Resiprok


Translokasi resiprok dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) Translokasi
resiprok homozigot, ialah translokasi yang mengalami pertukaran segmen dua
kromosom homolog dengan segmen dua kromosom non homolog; (2)
Translokasi resiprok heterozigot, ialah translokasi yang hanya mengalami
pertukaran satu segmen kromosom ke satu segmen kromosom nonhomolognya.
4. Translokasi Robertson
Translokasi Robertson ialah translokasi yang terjadi karena penggabungan
dua kromosom akrosentrik menjadi satu kromosom metasentrik, maka disebut
juga fusion (penggabungan). Translokasi terjadi apabila dua benang kromosom
patah setelah terkena energi radiasi, kemudian patahan benang kromosom
bergabung kembali dengan cara baru. Patahan kromosom yang satu berpindah
atau bertukar pada kromosom yang lain sehingga terbentuk kromosom baru yang
berbeda dengan kromosom aslinya.

Gambar 2.13 Translokasi Robertson


Translokasi dapat terjadi baik di dalam satu kromosom
(intrachromosome) maupun antar kromosom (interchromosome). Translokasi
sering mengarah pada ketidakseimbangan gamet sehingga dapat menyebabkan
kemandulan (sterility) karena terbentuknya kromatid dengan duplikasi dan
penghapusan. Alhasil, pemasangan dan pemisahan gamet jadi tidak teratur
sehingga kondisi ini menyebabkan terbentuknya tanaman aneuploidi. Translokasi
dilaporkan telah terjadi pada tanaman Aegilops umbellulata dan Triticum
aestivum yang menghasilkan mutan tanaman tahan penyakit.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan materi diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kelainan jumlah dapat berupa hilang atau bertambahnya satu kromosom,
dibagi menjadi dua yaitu polipolidi dan eunopolidi.
2. Kelainan struktur dapat terjadi dikarenakan delesi, duplikasi, translokasi,
inversi, ring

3.2. Saran
Di zaman modern ini, manusia dihadapkan pada banyak kemudahan yang
dapat menyebabkan kromosom mengalami mutasi. Oleh karena itu, sebaiknya kita
menggunakan atau mengkonsumsi bahan-bahan yang baik bagi tubuh dan
menjaga lingkungan agar terjauh dari mutagen. Selain itu, dihaarapkan pada ibu
hamil untuk memeriksakan kandungannya agar bisa mendeteksi kelainan pada
calon bayi sejak dini. Sehingga berbagai kelainan genetik dapat teratasi lebih dini.
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, Ricky dan Kusumo. 2011. Biologi Genetika dan Mutasi. Jakarta:
Universitas Indonesia

Campbell, Neil A, dkk. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Campbell, Neil A, dkk. 2010. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Corebima, A.D. 1997. Penentuan Jenis Kelamin pada Makhluk Hidup. Surabaya:
Airlangga University Press

Elrod, dkk. 2007. Genetika: Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga

Fidler, Deborah J. 2005. The Emerging Down Syndrome Behavioral Phenotype in


Early Childhood. Infant & Young Children Journal. Vol .18 No. 2, pp 86-
103.

Firmansyah, dkk. 2007. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Bandung: PT Setia
Purna Inves

Hidayati, Nur. 2010. Kamus Lengkap Biologi. Jakarta: Dwi Media Press

Mueller RF, dan Young ID. 2001. Emery’s Elements of Medical Genetics.
London: Churchill Livingstone

Pratiwi, dkk. 2006. Biologi Umum. Jakarta : Erlangga

Suryo. 2001. Genetika Manusia. Yogyakarta: UGM Press

Anda mungkin juga menyukai