PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia, pertumbuhan penduduk dan
perkembangan ekonomi sedang pesat. Namun hal tersebut belum diiringi dengan
pembangunan infrastruktur –infastruktur yang memadai untuk mampu melayani penduduk
yang semakinbanyak. Sehingga masih banyak masyarakat di Indonesia yang masih belum
sejahtera. Salah satu indikator negara maju adalah tercapainya kesejahteraan bagi seluruh
masyarakatnya. Salah satu faktor sejahteranya masyarakat adalah masyarakat memiliki
lingkungan dengan akses sanitasi yang layak.
Hingga tahun 2014, akses aman terhadap sanitasi baru 63 persen secara nasional.
Pemerintah menargetkan 100 persen sanitasi pada tahun 2019 sesuai dengan
RPJMN(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015-2019 beriringan
dengan program SDGs hingga tahun 2020. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan
Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
(SPALD) terdiri dari SPALD-S(Setempat/on-site) dan SPALD-T(Terpusat-off site).
Menurut Dirjen Cipta Karya Kementrian PU baru 13 kota di Indonesia yang telah memiliki
sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) berskala besar, sementara air limbah
domestik di kota-kota lain masih dikelola dengan sistem setempat yang sistem pengolahan
setempatnya masih banyak yang belum memenuhi syarat dan bocor.
Di kota Bandung terdapat IPAL berskala besar yaitu IPAL Bojongsoang yang
melayani 58% masyarakat kota Bandung baik dengan sistem penyaluran secara terpusat
(sewerage system) ataupun juga menerima lumpur tinja dari tangki septik yang
dikumpulkan dari mobil-mobil pengumpul tinja. Di Bandung belum memiliki Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja yang seharusnya menerima lumpur –lumpur dari mobil-mobil
tersebut, sehingga IPAL Bojongsoang yang desainya diperuntukkkan untuk mengolah air
limbah domestik jadi terbebani juga oleh lumpur tinja. Hal ini menyebabkan terjadiny
penumpukan endapan pada kolam –kolam di IPAL Bojongsoang.
Untuk itu, dilakukan perancangan IPAL skala kecil untuk mengurangi beban pada
IPAL Bojongsoang ini untuk melayani 7 Kecematan di Kota Bandung antara lain
Kecamatan Cibiru, Panyileukan, Ujungberung, Cinambo, Gedebage, Arcamanik, dan
Antapani. Pemilihan unit –unit IPAL didasarkan pada karakteristik air limbah domestic
eksisting baik secara kualitas maupun kuantitas yang diproyeksikan pada periode tertentu
yang paling sesuai dan menguntngkan. Pada perancangan IPAL ini akan disusun laporan,
gambar detail dan rancangan anggaran biaya (RAB).
1.2 Tujuan
1. Mengevaluasi permasalahan air limbah
2. Memutuskan sistem instalasi pengolahan air limbah domestik terbaik yang tepat guna
3. Mendesain instalasi penggolahan air limbah sesuai dengan kriteria dan karakteristik
air limbah
1.3 Metodologi
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, tujuan, metodologi, ruang lingkup, dan sistematika
penyusunan laporan.
Bab ini menyajikan dan memaparkan kondisi eksisting daerah layan perencanaan,
karakterisitik air limbah, dan karakteristik badan air penerima effluent dari pengolahan
air limbah.
Bab ini menjelaskan pengolahan air limbah secara menyeluruh mulai dari pengolahan
primer, pengolahan sekunder, pengolahan tersier, hingga pengolahan lumpur. Di setiap
pengolahannya akan dijelaskan fungsi, prinsip pengolahan, kelebihan dan kekurangan,
tipe proses unit, kriteria desain, dan gambar desain (DED).
Bab V Penutup
Bab ini memberikan kesimpulan akhir yang dapat diperoleh dari penyusunan laporan.
BAB II
DASAR-DASAR PERENCANAAN
2.1 Kondisi Eksisting
Kec.
Kec.
Arcamanik
Antapani
Kec.
Gedebage
Secara astronomis kecamatan cibiru terletak di antara 6,89° ls (lintang selatan) - 6,93° ls
(lintang selatan) dan antara 107,70° bt (bujur timur) - 107,73° bt (bujur timur) dimana
menjadikannya sebagai kecamatan paling timur kota bandung. Kecamatan cibiru memiliki
luas wilayah seluas 652,92 hektar. Secara topografi berada ± 760 meter dpl (di atas
permukaan laut) wilayah cibiru secara umum berbukit dan memiliki kemiringan daratan,
dengan titik tertinggi di bagian utara dan terendah di bagian selatan .
Kelurahan cisurupan merupakan kelurahan dengan wilayah terluas, yakni sekitar 34% luas
seluruh wilayah kecamatan cibiru. Sedangkan kelurahan dengan wilayah terkecil adalah
kelurahan cipadung yang luasnya sekitar 16% dari luas seluruh wilayah kecamatan cibiru
Komposisi penduduk kecamatan cibiru yang tersebar di empat kelurahan berdasarkan data
yang dihimpun oleh pihak kecamatan adalah sebanyak 70.066 jiwa, dan jika dibandingkan
dengan luas wilayahnya, maka kepadatan penduduknya adalah sebanyak 10.731 jiwa tiap
kilometer persegi luas wilayah. Penduduk terbanyak terdapat di kelurahan cipadung, yaitu
sebanyak 22.891 jiwa atau sekitar 33% dan penduduk paling sedikit terdapat di kelurahan
cisurupan, yaitu sebanyak 11.250 jiwa atau sekitar 16% dari keseluruhan penduduk cibiru.
Apabila kita bandingkan dengan luas wilayahnya maka kelurahan cipadung adalah
kelurahan dengan kepadatan penduduk tertinggi, dimana tiap km² wilayahnya dihuni
sekitar 21.801 jiwa. Sementara itu, untuk keluarah kelurahan cisurupan tiap hektar
wilayahnya dihuni sekitar 46 jiwa.
2. Kecamatan panyileukan
Kecamatan panyileukan merupakan salah satu bagian wilayah timur kota bandung dengan
memiliki luas lahan sebesar 552,72 ha.
Secara administratif kecamatan panyileukan dibatasi oleh :
ujungberung
• Cipadung kulon
• Cipadung wetan
• Cipadung kidul
• Mekarmulya
Kependudukan
Kecamatan panyileukan memiliki jumlah penduduk sebanyak 33.756 jiwa, yang terdiri dari
17.128 jiwa laki-laki dan 16.628 jiwa perempuan. Jumlah kepala keluarga (kk) di
kecamatan panyileukan saat ini mencapai sekitar 8.385 kk. Berdasarkan data
kependudukan dari kecamatan pada tahun 2012 yang dilihat dari segi kepadatan penduduk
sebesar 61 jiwa per hektar dan dilihat dari pertumbuhan penduduk, intensitas populasinya
akan terus bertambah dari waktu ke waktu.
3. Kecamatan Ujungberung
Wilayah kecamatan ujungberung terletak pada posisi 107º 42' bujur timur dan 6º
54' lintang selatan berada pada ketinggian sekitar 750 meter dpl dan suhu udara rata-rata
19º c - 24º c dan curah hujan 2.400 mm/tahun saat ini memiliki luas sebanyak 661,206
hektar meliputi wilayah perumahan, pertanian, pesawahan dan peruntukan lahan lainya.
Sedangkan kecamatan ujungberung memiliki jumlah penduduk sebanyak 65.262 jiwa
terdiri dari 32.518 laki-laki dan 32.744 perempuan. Secara administratif terbagi ke dalam
5 ( lima ) kelurahan, 58 rw dan 302 rt yaitu:
2. Kelurahan cigending.
3. Kelurahan pasirwangi.
4. Kelurahan pasirjati.
5. Kelurahan pasanggarahan.
4. Kecamatan Cinambo
Kecamatan cinambo yang merupakan kecamatan hasil pemekaran dari wilayah induk
Kecamatan ujung berung yang memilki luas wilayah kurang lebih : 454.93 ha.
5. Kecamatan Antapani
Kecamatan antapani merupakan salah satu bagian wilayah ujung berung kota bandung
dengan memiliki luas lahan sebesar 400, 543 ha.
Secara geografis kecamatan antapani memiliki bentuk wilayah datar sebesar 100 % dari
total keseluruhan luas wilayah. Ditinjau dari sudut ketinggian tanah, kecamatan antapani
berada pada ketinggian 500 m diatas permukaan air laut. Suhu maksimum dan minimum
di kecamatan antapani berkisar 29oc, sedangkan dilihat dari segi hujan berkisar 55 mm/th
dan jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak sebesar 45 hari.
6. Kecamatan Gedebage
P = 14.353
L = 14.616
Total = 28.969
3. Batas Wilayah :
7. Kecamatan Arcamanik
3. Batas Wilayah:
Kecamatan Arcamanik adalah salah satu kecamatan dari 30 Kecamatan yang ada di Kota
Bandung yang secara geografis wilayah kecamatan Arcamanik terletak di sebelah timur pusat Kota
Bandung, dengan luas wilayah 640,571 Ha, terdiri atas 4 kelurahan, 51 Rukun Warga, dan 25
Rukun Tetangga. Dari data diatas kiranya jadi motivasi hasil kinerja yang ingin dicapai yang
sebelumnya IPM Kecamatan Arcamanik pada tahun 2007 sebesar 79,64% yang merupakan
rengking ke 7 dari 30 kecamatan se –kota Bandung, mudah-mudahan ke depan meningkat karena
didukung oleh potensi diantaranya pada tahun 2013 kecamatan arcamanik PDRB 7,97 dan secara
geografis kekuatan alam memiliki bentuk wilayah datar sampai berombak + 100 %, dengan
ketinggian 450 m diatas permukaan laut, dan suhu minimun 27 c maximum 32 c serta curah hujan
8/4 mm/tahun.
Dari tabel diatas tidak ada satupun parameter yang memenuhi konsentrasi
standard kriteria baku mutu air limbah domestik yang tercantum pada Permen LH
No. 68 Tahun 2016 maupun kriteria badan air pada PP No. 81 Tahun 2001 untuk
itu diperlukan pengelolaan air limbah yang dapat memenuhi dua kriteria tersebut.
Namun, dilihat dari ketentuan kriteria maksimum setiap parameternya dapat dipilih
pengelolaan dengan effluent standard karena baku mutu yang harus dicapai dengan
menggunakan effluent standard lebih tinggi jika dibandingkan dengan baku mutu
stream standard. Dengan tingginya baku mutu pada pengelolaan dengan effluent
standard maka beban pengolahannya akan lebih tinggi dan hasil effluent yang akan
dihasilkan akan lebih terjamin. Untuk itu diperlukan perhitungan beban pengolahan
yang tercantum pada tabel dibawah ini
Konsentrasi
Effluent Beban Efisiensi
Parameter Effluent Ceff
Standard Pengolahan (%)
(mg/L)
Ceff (STD) IPAL
(mg/L) (mg/s)
BOD 30 515 259.56 94.174
COD 100 844 425.376 88.15
TSS 30 355 178.92 91.549
Amoniak 10 52 26.208 80.769
Oil and 5 88 44.352 95.318
Grease
Faecal Coli 3000 60000000 30240000 99.995
Nilai pada tabel diatas dapat diperoleh dengan contoh perhitungan dibawah ini:
4. Efisiensi
Diambil dari contoh perhitungan pada parameter BOD:
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 − (𝐶𝑒𝑓𝑓𝑆𝑇𝐷 𝑥 𝑄𝑒𝑓𝑓)
𝐸𝑓𝑖𝑒𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥100
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
259.56 − (30 𝑥 0.504)
𝐸𝑓𝑖𝑒𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥100 = 94.174%
259.56
2.2.2 Kuantitas
Kuantitas air limbah merupakan salah satu kriteria air limbah yang menunjukkan
jumlah atau banyaknya air limbah yang dihasilkan dari berbagai kegiatan. Kegiatan yang
menghasilkan air limbah ini secara umum dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu kegiatan
domestik (rumah tangga) dan kegiatan non-domestik (industri, perkebunan, dan lain-lain).
Air limbah ini secara umum akan dialirkan ke badan air atau badan penerima air limbah.
Namun karena karakteristik air limbah yang sangat beragam terutama untuk limbah industri,
maka diperlukan suatu pengolahan agar air limbah yang akan dialirkan ke badan air ini tidak
menjadi pencemar badan air yang akhirnya akan merusak lingkungan. Oleh karena itu,
sebelum dibuang ke badan air, air limbah ini perlu suatu pengolahan agar memenuhi baku
mutu air limbah yang layak dialirkan ke badan air. Maka untuk melakukan pengolahan
diperlukan suatu instalasi yang disebut instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Untuk perancangan IPAL ini diperlukan beberapa data yang akan menjadi acuan dan
parameter sistem IPAL yang akan digunakan. Salah satu data yang diperlukan ini adalah
timbulan air limbah yang merupakan total jumlah air limbah yang akan masuk dan diolah di
IPAL. Timbulan air limbah yang digunakan harus sesuai dengan life time IPAL yang akan
direncanakan, yaitu pada tahun akhir operasi IPAL. Hal ini dikarenakan agar selama life time
ini IPAL benar-benar masih berfungsi dengan baik dan kapasitasnya masih bisa memenuhi
jumlah air limbah yang masuk.
a Timbulan Air Limbah Domestik
Pada perencanaan kali ini, IPAL direncanakan untuk 20 tahun. Maka kuantitas air
yang dibutuhkan adalah timbulan air limbah 20 tahun dari tahun perencanaan. Untuk air
limbah domestik, timbulan air limbah ini akan bergantung pada jumlah penduduk atau
orang yang menghasilkan limbah, di mana kemungkinan setiap tahunnya akan mengalami
kenaikan karena berhubungan dengan pertambahan penduduk. Oleh karena itu, untuk
mengetahui timbulan air limbah domestik diperlukan terlebih dahulu proyeksi penduduk.
Proyeksi penduduk adalah perhitungan kondisi masa depan yang mungkin terjadi dengan
menggunakan beberapa asumsi, seperti bila angka kelahiran, kematian, dan migrasi saat
ini tidak berubah.
Daerah layan pada perencanaan IPAL terdiri dari 7 kecamatan di kota Bandung
yaitu kecamatan Cibiru, Panyileukan, Ujung Berung, Cinambo, Gedebage, Arcamanik,
dan Antapani. Untuk melakukan proyeksi penduduk diperlukan terlebih dahulu data
jumlah pendudukan beberapa tahun terakhir yang akan dijadikan sebagai acuan. Dalam
perencanaan ini digunakan 5 data jumlah penduduk dari tahun 2011 – 2015. Untuk
memperoleh data penduduk dari 7 kecamatan tersebut dapat diperoleh dari badan pusat
statistik kota Bandung yang disajikan dalam tabel A.
Tabel 2. 4. Jumlah Penduduk Daerah Layan Tahun 2011 – 2015
Kecamatan Jumlah Penduduk
Tahun
Cibiru Panyileukan Ujung berung Cinambo Gedebage Arcamanik Antapani Layanan (jiwa)
2011 69276 38725 74196 24345 35458 67047 72803 381850
2012 71191 39787 76021 24942 36657 68519 73608 390725
2013 72016 40248 76902 25231 37082 69313 74461 395253
2014 70066 39169 75151 24663 35757 67999 74234 387039
2015 70370 39339 75477 24766 35910 68293 74557 388712
Jumlah Penduduk
Tahun r Tn - To Pn
(Jiwa)
Koefisien korelasi
(103734284,6) − (172902393)
𝑟2 =
(103734284,6)
𝑟 2 = −0,666781563
Nilai r2 negatif karena pada data penduduk lima tahun ini pada tahun 2013 ke tahun
2014 mengalami penurunan nilai penduduk, sehingga akan berpengaruh pada rata-
rata laju kenaikan penduduknya menjadi lebih kecil.
Standar deviasi
(172902393)
(103734284,6) − ( )1
5
𝑆𝑇𝐷 = [ ]2
5
𝑆𝑇𝐷 = 5259,694181
2. Metode Geometri
Persamaan metode geometri ditampilkan dalam persamaan berikut:
Tabel 2. 7. Perhitungan Proyeksi Penduduk Metode Geometri
Jumlah
Tahun Penduduk r Tn - To Pn
(Jiwa)
2011 381850 0 0 381850
2012 390725 0.022714 1 383168
2013 395253 0.011456 2 384490
2014 387039 -0.02122 3 385817
2015 388712 0.004304 4 387148
Jumlah 1943579 1922473
Rata-rata 388715.8 0.00345
Berdasarkan tabel 2.7 diperoleh:
Kenaikan rata-rata jumlah penduduk (r) = 0,004304
Rata-rata jumlah penduduk (Pr) = 388715,8
Sehingga persamaan proyeksi penduduk metode aritmatik adalah Pn = Po(1 –
0,004304)n
Setelah ditentukan persamaan proyeksi penduduk, nilai Pn dari masing-masing tahun.
Kemudian dilakukan perhitungan nilai koefisien korelasi dan standar deviasi.
Tabel 2. 8. Perhitungan koefisien korelasi dan standar deviasi metode geometri
Jumlah
Tahun Penduduk r Tn - To Pn (Pn-Pr)2 (Pn-P)2
(Jiwa)
2011 381850 0 0 381850 47139209.64 0
2012 390725 0.022714 1 383168 30778084.84 57108249
2013 395253 0.011456 2 384490 17857385.64 115842169
2014 387039 -0.02122 3 385817 8403041.44 1493284
2015 388712 0.004304 4 387148 2457996.84 2446096
Jumlah 1943579 1922473 106635718.4 176889798
Rata-rata 388715.8 0.00345
r2 -0.658823147
r #NUM!
STD 5319.996962
Koefisien korelasi
(106635718,4) − (176889798)
𝑟2 =
(106635718,4)
𝑟 2 = −0,658823147
Nilai r2 negatif karena pada data penduduk lima tahun ini pada tahun 2013 ke tahun
2014 mengalami penurunan nilai penduduk, sehingga akan berpengaruh pada rata-
rata laju kenaikan penduduknya menjadi lebih kecil.
Standar deviasi
(176889798)
(106635718,4) − ( )1
𝑆𝑇𝐷 = [ 5 ]2
5
𝑆𝑇𝐷 = 5319,996962
Setelah ditentukan persamaan proyeksi penduduk, dicari nilai korelasi dan standar
deviasi untuk metode ini.
Koefisien korelasi
(10076145) − (86656324)
𝑟2 =
(10076145)
𝑟 2 = −7,60014
Nilai r2 negatif karena pada data penduduk lima tahun ini pada tahun 2013 ke tahun
2014 mengalami penurunan nilai penduduk, sehingga akan berpengaruh pada rata-
rata laju kenaikan penduduknya menjadi lebih kecil.
Standar deviasi
(86656324)
(86656324) − ( )1
𝑆𝑇𝐷 = [ 5 ]2
5
𝑆𝑇𝐷 = 3723,575142
4. Metode Eksponensial
Untuk proyeksi penduduk dengan metode ini harus ditentukan nilai koefisien a, b, dan
persamaan eksponensial. Berikut langkah perhitungannya:
Menentukan koefisien proyeksi b
(5 𝑥 193,084239) − (15 𝑥 64,352698)
𝑏=
(5 𝑥 55) − (15)2
𝑏 = 0,002614317
Menentukan koefisien proyeksi a
1
ln 𝑎 = 5 (64,352698 −(0,002614317𝑥15))
𝑎 = 385654,3361
Menentukan persamaan garis metode eksponensial
Berdasarkan pada koefisien-koefisien di atas, persamaan proyeksi penduduk
metode eksponensial adalah:
𝑦 = 𝑎 . 𝑒 𝑏𝑥
𝑦 = 385654,3361 . 𝑒 0,002614317𝑥
Dengan diketahui persamaan ini, maka nilai Pn (jumlah penduduk proyeksi)
diketahui.
Setelah ditentukan persamaan proyeksi penduduk, dicari nilai korelasi dan standar
deviasi untuk metode ini.
Koefisien korelasi
(10329024,2) − (86721933)
𝑟2 =
(10329024,2)
𝑟 2 = −7,395946347
Nilai r2 negatif karena pada data penduduk lima tahun ini pada tahun 2013 ke tahun
2014 mengalami penurunan nilai penduduk, sehingga akan berpengaruh pada rata-
rata laju kenaikan penduduknya menjadi lebih kecil.
Standar deviasi
(86721933)
(86721933) − ( )1
𝑆𝑇𝐷 = [ 5 ]2
5
𝑆𝑇𝐷 = 3724,984467
5. Metode Logaritmik
Untuk proyeksi penduduk dengan metode ini harus ditentukan nilai koefisien a, b, dan
persamaan logaritmik. Berikut langkah perhitungannya:
Menentukan koefisien proyeksi b
𝑁 ∑(𝑦. 𝑙𝑛𝑥) − ∑ 𝑦 ∑(𝑙𝑛𝑥)
𝑏= 2
𝑁 ∑(𝑙𝑛𝑥)2 − (∑(𝑙𝑛𝑥)) (∑(𝑙𝑛𝑥))
1
ln 𝑎 = 5 (1943579 −(3865,000239𝑥4,78749))
𝑎 = 385015,0687
Menentukan persamaan garis metode logaritmik
Berdasarkan pada koefisien-koefisien di atas, persamaan proyeksi penduduk
metode logaritmik adalah:
𝑦 = 𝑎 + 𝑏. 𝑙𝑛𝑥
𝑦 = 385015,0687 + 3865,000239. 𝑙𝑛𝑥
Setelah ditentukan persamaan proyeksi penduduk, dicari nilai korelasi dan standar
deviasi untuk metode ini.
Koefisien korelasi
(24129922) − (72589338)
𝑟2 =
(24129922)
𝑟 2 = −2,008270677
Nilai r2 negatif karena pada data penduduk lima tahun ini pada tahun 2013 ke tahun
2014 mengalami penurunan nilai penduduk, sehingga akan berpengaruh pada rata-
rata laju kenaikan penduduknya menjadi lebih kecil.
Standar deviasi
(72589338)
(72589338) − ( )1
𝑆𝑇𝐷 = [ 5 ]2
5
𝑆𝑇𝐷 = 3407,97507
Dari kelima metode proyeksi yang telah disajikan sebelumnya, aka nada satu
metode yang terpilih untuk menentukan jumlah penduduk proyeksi. Metode proyeksi
yang akan digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk masa yang akan datang
adalah metode yang memiliki nilai koefisien korelasi paling mendekati 1 dan nilai standar
deviasi yang terkecil. Pemilihan didasarkan pada alas an bahwa semakin nilai r mendekati
1 berarti menunjukkan bahwa adanya korelasi yang kuat antar faktor dan/atau koefisien
dalam metode tersebut. Sementara, standar deviasi dengan nilai kecil berarti bahwa
penyimpangan yang terjadi lebih kecil dan juga memiliki resiko kesalahan lebih kecil.
Selain itu, semakin kecil standar deviasi maka sampel semakin tidak beragam.
Rekapitulasi nilai standar deviasi ditampilkan pada tabel I.
Tabel 2. 12. Nilai Koefisien Korelasi Standar Deviasi Metode Proyeksi Penduduk
Qabn
Tahun Qabn (l/hari)
(/detik)
2015 5258211.84 60.86
2016 5267687.04 60.97
2017 5275697.28 61.06
2018 5282632.32 61.14
2019 5288747.52 61.21
2020 5294217.60 61.28
2021 5299163.52 61.33
2022 5303692.80 61.39
2023 5307845.76 61.43
2024 5311703.04 61.48
2025 5315278.08 61.52
2026 5318638.08 61.56
2027 5321783.04 61.59
2028 5324753.28 61.63
2029 5327562.24 61.66
2030 5330223.36 61.69
2031 5332763.52 61.72
2032 5335169.28 61.75
2033 5337480.96 61.78
2034 5339698.56 61.80
2035 5341822.08 61.83
2036 5343851.52 61.85
2037 5345813.76 61.87
2038 5347708.80 61.89
Sementara total kuantitas atau timbulan air limbah yang akan diolah adalah jumlah dari
timbulan air limbah domestik dan timbulan air limbah non-domestik, dinyatakan dalam
persamaan:
𝑄𝑎𝑏 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑄𝑎𝑏𝑑 + 𝑄𝑎𝑏𝑛
Maka untuk tahun 2038 yaitu untuk perencanaan IPAL yang akan mengkoordinir pelayanan
air limbah hingga 20 tahun mendatang, total kuantitas air limbahnya adalah:
𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑄𝑎𝑏 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 38197920 + 5347708.80
ℎ𝑎𝑟𝑖 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑄𝑎𝑏 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 43545628.80
ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑄𝑎𝑏 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 504.00
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
FISIKA
6 Kecerahan Cm 135
KIMIA
1 pH - 7.2 7-9
5 Sulfida(H2S) mg/l - 0
BIOLOGI
Pada perencanaan telah dirancang jaringan perpipaan yang menyalurkan air limbah dari
permukiman maunpun fasilitas –fasilitas penunjang permukiman menuju badan air
penerima setelah memenuhi persyaratan baku mutu air limbah domestic sesuai dengan
Permen LHK No.68 Tahun 2016. Namun pada analisis kualitas air limbah pada subbab
sebelumnya air limbah domestic masih belum memenuhi baku mutu tersebut.
Beberapa sumber pencemaran badan air (air permukaan) bukan hanya dari permukiman
saja, tapi dari sektor industry, pertanian dan perkebunan serta aktivitas –aktivitas lain yang
menggunakan air. Badan air terutama sungai seharusnya memiliki kemampuan untuk
melakukan penjerniah airnya sendiri yang dinamakan self-purification of stream. Ilustrasi
kemampuan badan air untuk menjernihkan airnya sendiri dapat dilihat pada gambar di
bawah ini :
Gambar 2. 4 Ilustrasi Self Purification pada Sungai
(Sumber Gambar : General Types of Water Pollution, Benedict Stewart)
Untuk menjustifikasi bahwa air limbah yang dihasilkan dari 7 kecamatan tersebut jika tidak
dilakukan pengolahan terlebih dahulu dengan karakteristik air limbah yang ada dapat
sangat mencemari badan air maka dilakukan perhitungan perubahan konsentrasi pada
badan air sebelum dan sesudah menerima air buangan yang belum diolah. Langkah –
langkah dan hasil perhitungan dapat dilihat seberti berikut :
Total
Nitrogen mg/l 594 1.22 8 0.504 36.35183443
Oil and
grease mg/l 88 8 0.504 5.215428034
Tabel 2. 19 Perbandingan Konsentrasi Badan Air Tercemar dan Baku Mutu Standarnya
Konsentrasi Konsentrasi
Parameter Satuan
stream (C mix) Std (Cstd)
Oil and
-
grease mg/l 5.215428034
Berdasarkan table di atas, badan air (sungai) sudah tidak memenuhi baku mutu standar
Golongan IV yaitu peruntukan air baku untuk mengairi pertanaman atau peruntukkan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Parameter yang
masih memenuhi standard hanya TSS dan COD, sementara parameter lainya tidak
memebuhi terutama terkait jumlah e.choli yang sangat banyak, dan dapat sangat berbahaya
terhadap kesehatan masyarakat. Data tersebut membuktikan jika air limbah langsung
masuk ke badan air, badan air penermiamenjadi tercemar dan membutuhkan pengelolaan
pencemaran air. Jika badan air sudah tercemar, perbaikan kualitas air sungai akan jauh
lebih sulit dibandinkan pengolahan air limbah. Dan dampak pencemaran badan air/sungai
sangat luas terutama terhadap kehidupan di sekitar perairan dan akan mengganggu
keseimbangan ekosistem.
BAB III
Screening
Untuk jenis saringan dengan metode pembersihan mekanik beserta keuntungan dan
kerugian ditunjukkan pada tabel berikut
Front clean / front return Elemen cleaning banyak Memiliki bagian yang
(siklus pembersihan bergerak di bawah air yang
singkat) membutuhkan saluran
Ukuran penggeraknya bebas air untuk perawatan
kecil Bagian yang bergerak di
bawah air (rantai, gigi dan
poros) mudah rusak
Barang/benda berat
menyebabkan
penggaruk/rake macet
Back clean / back return Elemen cleaning banyak Memiliki bagian yang
(siklus pembersihan bergerak di bawah air yang
singkat) membutuhkan saluran
Bagian yang bergerak di bebas air untuk perawatan
bawah air (rantai, gigi dan Gigi penggaruk yang
poros) terlindung oleh panjang mudah rusak
penggaruk
Gambar dari screen dengan pembersihan secara mekanis ditunjukkan oleh gambar:
Gambar 3. 2 Screen
b. Saringan Halus
Fine screen memiliki ukuran celah kurang dari 6 mm (Metcalf&Eddy,
2004). Dengan ukuran celah yang kecil, fine screen tidak hanya digunakan sebagai
instrumen dalam tahap pra pendahuluan, tapi juga sebagai unit pengolahan primer.
Pemanfaatan fine screen dapat membantu penyisihan TSS sebanyak 15-30%, BOD
sebesar 5-25%, lemak sebanyak 30-50%, dan padatan yang mengapung hingga
90%. dibentuk dari saringan kain ataupun plat berpori yang umumnya diletaknya
pada sabuk, drum berputar, disk yang berada dalam kedalaman tertentu.
Saringan halus dapat diaplikasikan pada berbagai lokasi, di antaranya : saat
pengolahan pendahuluan (setelah bar screen), pengolahan awal (sebagai pengganti
water clarifier awal) dan pengolahan buangan campuran.Saringan halus pada
pengolahan pendahuluan biasanya digunakan bersamaan dengan saringan kasar.
Tipe-tipe saringan halus yang digunakan untuk pengolahan pertama adalah :
1. Static (Fixed)
Tipe ini berbentuk datar, kurung, atau tipe disk berfungsi untuk
menghilangkan partikel yang lebih kecil. Lebar bukaan yaitu 0,25 hingga
2,5 mm.
2. Rotary Drum
Cara kerja Step Screen hampir menyerupai tangga berjalan. Peralatan ini
terdiri dari Step shaped screen eletrcial motor, gear box, rantai, emapt buah
roda eksentrik dan batang penghubung, Semua sampah yang tertahan akan
dibawa ke atas dan dibuang dengan sendirinya pada bagian atas screen.
Berdasarkan cara pembersihannya, maka screen dapat dibagi menjadi dua yaitu
dengan pembersihan manual dan otomatis.
- Pembersihan secara manual
Peralatan ini harus dikontrol dan dibersihkan secara teratur. Bar screen dengan
pembersihan manual sering digunakan dalam OIPAL kapasitas kecil. Meskipun
digunakan dalam IPAL skala kecil, saat in sudah mulai dikembangkan screen
otomatis, bukan hanya untuk mengurangi biayaoperasi, namun juga untuk
mencegah meluapnya air limbah pada saat clogging pipa.
Alat untuk mengambil padatan hasil screening juga harus direncakana sedemikian
rupa sehingga tidak menyulitkan operator. Bagian atasscreen harus dilengkapi
dengan lantai yang berlubang untuk menempatkan padatan hasil screening sebelum
dipindahkan ke tempat pengumpulan limbah padat dikeringkan dalam suatu
penekan hidrolik dan kemudian di insenerasikan dan dihaluskan dalam suatu alat
pemarut dan kemudian dikembalikan ke arah aliran air limbah dan disaring
kembali. Gambar potongan screen ditunjukkan pada gambar:
Tebal (mm) 25 - 50 50 - 75
Jarak antar bar (batang) (mm) 25 - 75 75 - 85
Slope dengan horizontal (derajad) 45 - 60 75 – 85
150 150
Head loss yang dibolehkan, clogged screen (mm) Maksimum head
loss, clogged screen (mm)
800 800
Sumber: jurnal ilmiah teknik Limits volume 7 no 1, 2011
Perhitungan Headloss
𝑊
ℎ = 𝛽( )4/3 ℎ𝑣 𝑠𝑖𝑛𝜃
𝑏
Keterangan
h = Headloss ,m
β = Faktor bentuk
1 Q 2
ℎ=( )( )
2𝑔. 𝐶𝑑 A
Keterangan:
Kuantitas hasil penyaringan bergantung pada tipe penyaring yng digunakan begitu
pula dengan karakteristik air limbah dan lokasi geografis. Kuantitas yang bisa
dihilangkan oleh bar screen adalah 0,0035 hingga 0,0375 m3/1000 m3 (Metcalf &
eddy,2003). Pada system kombinasi sekitar 0,225 m3/1000 m3. (Nptel.ac.in)
1/2
4𝑔(𝜌𝑠− 𝜌)𝑑
𝑣𝑠 = ( )
3𝐶𝑑 𝜌
Keterangan:
d = diameter partikel, m
𝐶𝑑 = koefisien drag
𝛽= konstanta
f = konstanta Darcy-Weisbach
Tipe – tipe Grit Chamber
Ada empat tipe grit chamber antara lain, horisontal flow biasanya berbentuk
rektanguler, aerated, vortex dan detrius tanks. Untuk tipe horisontal flow,
kecepatan air yang mengalir dikontrol oleh dimensi bangunan tersebut, adanya
pintu air didepan bangunan dan weir di akhir bangunan (effluent). Tipe aerated
terdiri dari aliran yang berbentuk spiral, dimana kecepatan spiral juga dipengaruhi
oleh dimensi bangunan dan kuantitas udara yang dimasukkan dalam bangunan
tersebut. Tipe vortex merupakan bangunan yang berbentuk silinder dimana
kekuatan sentrifugal dan gravitasi yang dapat memisahkan bahan – bahan kasar
seperti pasir maupun kerikil. Sedangkan detrius tank berbentuk persegi dengan
aliran horizontal. Tanki tersebut sebenarnya adalah bak sedimentasi dengan waktu
detensi yang singkat. Horizontal flow dan detrius tanks tidak lagi digunakan di US
maka lebih direkomendasikan untuk menggunakan tipe aerasi dan vortex chamber.
Tipe lama yang digunakan dari grit chamber adalah Rectangulair Horisontal
flow Grit chamber, tipe berdasarkan kontrol kecepatan. Bangunan ini dirancang
dengan kecepatan aliran hingga 0,3 m/det (1 ft/sec), sehingga partikel – partikel
kasar dapat diendapkan di dasar bangunan. Ukuran normal partikel – partikel yang
diendapkan di grit chamber dengan diameter 0,1 mm (65 mesh), meskipun ada
beberapa bangunan grit chamber yang dirancang untuk meremoval partikel yang
berdiameter 0,15 mm (100 mesh). Aliran yang ada dalam bak grit chamber haruslah
dibuat turbulen. Endapan yang terjadi pada bangunan ini biasanya di buang dengan
menggunakan scrapper ataupun screw conveyor. Pada umumnya pembersihan grit
yang mengendap dilakukan secara manual.
- Detrius Tanks
Sedangkan alat penginjeksi udara diletakkan 0.45 – 0.6 m (1.5 – 2ft) dari
dasar. Kriteria perencanaan dan gambarnya adalah sebagai berikut :
Tabel 3. 4 Kriteria Perencanaan Aerated Grit Chamber
U. S Customary Unit S.I Unit
Unit Range Typical Unit Range Typical
Waktu detensi s 2-5 3 s 2-5 3
Dimensi
Kedalaman ft 7 – 16 m 2–5
Panjang ft 25 – 65 m 7.5 – 20
Lebar ft 8 - 23 m 2.5 - 7
Lebar : Kedalaman rasio 1:1 - 5:1 1.5 : 1 rasio 1:1 - 5:1 1.5 : 1
Panjang : lebar rasio 3:1 - 5:1 4:1 rasio 3:1 - 5:1 4:1
Suply udara per unit panjang 3
ft /ft.min 3-8 3
m /m.min 0.2 – 0.5
Kuantitas pasir ft3/Mgal 0.5 - 27 2 m3/103.m3 25 - 50 30
Prinsip pengolahan pada grit chamber tipe ini adalah ketika air limbah
masuk menuju saluran dengan pola spiral, partikel yang berat akan mengendap
pada dasar saluran. Partikel yang lebih ringan yang merupakan bahan organik akan
menetap pada suspensi dan terbawa keluar tangki. Kecepatan yang dimiliki air akan
melewati dasar tangki berfungsi mengkontrol ukuran partikel dengan gravitasi
spesifik yang akan terendapkan (Albrecht, 1967). Pengontrol kecepatan ini
diakibatkan oleh adanya laju difusi udara dan bentuk dari tangki tersebut. Untuk
menghilangkan pasir dapat menggunakan chain and bucket, screw augers,clamshell
bucket atau lift pump.
Kelebihan dari tipe ini adalah efisiennya konstan dengan variasi flow yang
tinggi, headloss minimal, kandungan organik dapat dikontrol dengan laju udara,
salurand apat digunakan untuk menmbah atau mencampur bahan kimia,
penambahan sedikit aerasi dapat mengurangi kondisi septik. Sedangkan
kelemahannya adalah kebutuhan energi tinggi, dibutuhkan tenaga kerja untuk
perawatan difusi udara,
Air limbah masuk menuju saluran secara tangensial. Pada bagian tengah
dari saluran sebuah turbine berputar dengan bilah pisau beriringan dengan lantai
berbentuk kerucut menghasilkan aliran pola spiral, berbentuk donat. Ada dua tipe
dari bangunan ini. Turbin yang berputar menjaga kecepatan aliran tetap konstan
dan blade yang memisahkan grit dari air limbah, dimana partikel mengendap secara
gravitasi. Outlet effluen memiliki lebar 2 kali dibanding saluran influen. Hal ini
menyebabkan kecepatan keluar yang kecil dibandingkan dengan kecepatan saat
memasuki saluran dan menghindari pasir untuk terbawa keluar. Bahan – bahan
kasar (grit) yang mengendap diambil dengan pompa penguras. Biasanya bangunan
ini digunakan lebih dari dua unit.
Kelebihan dari tipe ini adalah efisiensi tetap dengan rentang aliran yang
luas, efisien dalam energi, headloss kecil, dibutuhkan lahan kecil. Sedangkan
kelemahannya yaitu desain telah dipatenkan, pemadatan grit, dan bilah pisau turbin
mengeluarkan bising.
Terdapat 2 sistem grit yaitu dengan permukaan datar dan bukaan kecil untuk
mengumpulkan grit atau saluran dengan permukaan miring dan bukaan lebar untuk
mengumpulkan grit. Waktu detensi pada jam puncak yaitu 20-30 detik dengan
debet 0,3 m3/s.
Bahan –bahan kasar terdiri dari pasir, kerikil dan bahan – bahan lain yang
mempunyai berat atau spesifik grafity lebih besar dari bahan – bahan organik.
Bahan – bahan kasar itu misalnya : kulit telor, kulit kopi dan bahan – bahan kasar
lainnya yang lebih besar dari partikel – partikel organik.
Pada umumnya apa yang diremoval sebagai grit adalah bahan – bahan yang
inert dan kering. Dimana spesifik gravity untuk bahan – bahan yang inert adalah
2.7 meskipun bisa rendah sampai 1.3 dan densitas Bulk yang digunakan untuk grit
adalah 1600 kg/m3 (100 lb/ft3). Dan bahan – bahan kasar yang berdiameter 0.2 mm
merupakan suatu masalah di badan air. Biasanya bahan – bahan kasar yang
berdiameter 0.15 mm dapat diremoval hingga 100 %.
3.1.3 Equalisasi
Bak Equalisasi pada umumnya berbentuk segi empat dan melingkar. Pada
unit ini, pengendapan secara gravitasi dan tidak ada penambahan bahan kimia.Bak
ini digunakan untuk mengatasi adanya masalah operasional, adanya variasi debit
dan menangani adanya masalah penanganan kualitas limbah cair yang akan masuk
ke unit-unit pengolahan limbah (Saraswati, 1996). Untuk perencanaan diperlukan
sekali data mengenai debit minimal, debit rata-rata, debit puncak (Metcalf and
Eddy, 1997).
Equalisasi bukan merupakan suatu proses pengolahan tetapi merupakan
suatu cara/ teknik untuk meningkatkan efektivitas dari proses pengolahan
selanjutnya. Keluaran dari bak equalisasi adalah adalah parameter operasional bagi
unit pengolahan selanjutnya seperti aliran, level/ derajat kandungan polutan,
temperatur, padatan.
2. Turbine mixing
4. Mechanical Aeration
Dasar Perencanaan
3. penyisihan flok / lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier
akhir.
1. Bak pengendap segi empat (rectangular) : digunakan untuk laju alir air yang
besar, karena pengendaliannya dapat dilakukan dengan mudah, umumnya
mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman
lebih dari 1,8 meter.
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan kapasitas
besar. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter,
panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter. Pada bak ini, air
mengalir horizontal dari inlet menuju outlet, sementara partikel mengendap ke
bawah (Anonim, 2007).
2. Lingkaran (circular)
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan
kapasitas yang lebih kecil. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7
hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter (Anonim, 2007). Aliran air
dapat secara horizontal ke arah radial dan umumnya menuju ke tepi lingkaran atau
dengan aliran arah vertikal.
Pada kapasitas yang sama, pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran
ini kemungkinan terjadinya aliran pendek (short-circuiting) lebih besar daripada
kolam pengendapan berbentuk segi empat, terutama apabila ambang peluapan tidak
level sehingga aliran air menuju ke satu sisi tertentu saja. Bentuk ini secara
hidraulika kurang baik karena tampang alirannya tidak seragam, sehingga
kecepatan alirannya tidak konstan. Karena itu timbul kesulitan dalam pengontrolan
kecepatan aliran dan semakin besar dimensi bangunan pengontrolan kecepatan
menjadi lebih sulit lagi.
Pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran kelemahan kurangnya
panjang peluapan hampir tidak pernah dijumpai karena ambang peluapan dibangun
sepanjang keliling lingkaran. Namun demikian sering dijumpai panjang peluapan
agak berlebihan, sehingga aliran melewati ambang peluapan berupa aliran yang
sangat tipis. Untuk mengatasi hal tersebut maka ambang peluapan harus
diperpendek dengan cara memasang ambang peluapan yang berbentuk seperti
huruf V (V-notch) atau seperti huruf U (U-notch). Keuntungan lain dari kolam
pengendapan berbentuk lingkaran adalah mekanisme pengumpulan lumpur lebih
sederhana dengan memasang scrapper yang bergerak memutar dan pemeliharaan
lebih mudah (Kamulyan, 1997).
Zona Pengendapan
Proses pengendapan pada zona pengendapan pada dasarnya ditentukan oleh dua
faktor, yaitu karakteristik partikel tersuspensi dan hidrolika bak.
a) Karakteristik partikel tersuspensi
Proses pengendapan yang terjadi di unit prasedimentasi merupakan pengendapan
partikel diskret. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan
bentuk, ukuran, maupun berat pada saat mengendap. Pada saat mengendap, partikel
diskret tidak terpengaruh oleh konsentrasi partikel dalam air karena partikel diskret
mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar partikel.
Contoh partikel diskret adalah silika, silt, serta lempung. Partikel diskret memiliki
spesifik gravity sebesar 2,65 dengan ukuran partikel < 1 mm dan kecepatan
mengendap < 100 mm/detik. Pengendapan partikel diskret merupakan jenis
pengendapan tipe I, yaitu proses pengendapan yang berlangsung tanpa adanya
interaksi antar partikel. Selain pengendapan partikel diskret, contoh lain
pengendapan tipe I adalah pengendapan partikel grit pada grit chamber. Contoh
partikel grit adalah pasir, dengan spesifik gravity antara 1,2-2,65 dengan ukuran
partikel ≤ 0,2 mm dan kecepatan pengendapan sebesar 23 mm/detik.
b) Overflow Rate dan Efisiensi Bak
Proses pengendapan partikel pada bak prasedimentasi aliran horizontal pada
dasarnya seperti yang terlihat pada Gambar 3.17. Partikel memiliki kecepatan
horizontal, vH dan kecepatan pengendapan vS.
𝑣0 𝐷
= ... (1)
𝑣𝐻 𝐿
𝐷
𝑣0 = . 𝑣𝐻 ... (2)
𝐿
𝐷 𝑄
𝑣0 = . 𝑤𝐷 ... (3)
𝐿
Sehingga
𝑄
𝑣0 = 𝑤𝐷 ... (4)
Persamaan (4) menunjukkan bahwa overflow rate merupakan fungsi dari debit dan
luas permukaan. Selain persamaan (1) hingga (4), persamaan-persamaan berikut
dapat membuktikan bahwa v0 = Q /Asurface
ℎ0
𝑣0 = ... (5)
𝑡0
𝑉
𝑡0 = 𝑄 ... (6)
Sehingga
ℎ
𝑣0 = 𝑉⁄0𝑄 ... (6a)
Atau
ℎ0 𝑄
𝑣0 = ... (6b)
𝑉
𝑄
𝑣0 = 𝐴 ... (7)
𝑠
Apabila bak prasedimentasi didesain dengan overflow rate, vo, maka partikel yang
memiliki kecepatan pengendapan vs lebih besar daripada vo akan tersisih
seluruhnya. Partikel yang memiliki kecepatan pengendapan lebih kecil daripada vo
akan tersisih sebagian, yaitu partikel yang berada pada kedalaman H2 (Gambar
3.18).
Gambar 3. 18 Profil pada Bak Rectangular Ideal
(Reynold dan Richards, 1996)
Untuk menentukan besar penyisihan partikel dengan desain overflow rate v0 pada
proses pengendapan partikel, dapat diketahui dari hasil analisa tes kolom. Hasil tes
kolom tersebut akan menentukan overflow rate serta dimensi bak, sehingga dapat
diketahui waktu detensi yang tepat untuk proses pengendapan. Oleh karena itu,
pada dasarnya kriteria desain tidak dapat digunakan untuk menentukan waktu
detensi maupun overflow rate. Kolom yang digunakan untuk analisa memiliki
beberapa kran pada rentang jarak tertentu. Kran-kran tersebut digunakan untuk
mengambil sampel air pada rentang waktu tertentu yang telah ditetapkan. Sebelum
tes dilakukan, terlebih dahulu diambil sampel untuk dikeringkan dan dianalisis
konsentrasinya untuk diketahui konsentrasi awalnya.
Selama proses analisa dengan kolom tes tersebut, setiap rentang waktu tertentu,
diambil sampel air untuk di analisis konsentrasinya. Konsentrasi tersebut akan
dibandingkan dengan konsentrasi awal agar diketahui besar penyisihan partikelnya.
Hal tersebut dilakukan selama rentang waktu tertentu. Untuk menentukan efisiensi
penyisihan partikel pada overflow rate tertentu, fraksi yang tersisihkan terbagi
menjadi dua, yaitu yang memiliki kecepatan pengendapan lebih besar daripada
overflow rate dan yang lebih kecil daripada overflow rate. Partikel yang tersisih
karena memiliki kecepatan pengendapan vs > v0 dapat dituliskan sebagai 1- F0.
Partikel yang tersisih karena memiliki kecepatan pengendapan vs < v0 tetapi berada
pada kedalaman tertentu, sehingga dapat terendapkan dapat ditulis sebagai 1
1 𝐹0
∫ 𝑉
𝑉0 0
𝑑𝐹 .
Zona Outlet
Desain outlet biasanya terdiri dari pelimpah yang dirancang sedemikian rupa untuk
mengurangi terjadinya aliran pendek. Weir loading rate adalah beban pelimpah
(dalam hal ini debit air) yang harus ditanggung per satuan waktu dan panjangnya.
Berikut ini adalah beberapa kriteria desain untuk weir loading rate dari berbagai
sumber (Tabel 3.5).
Berdasarkan sejumlah kriteria desain pada beragam sumber mengenai weir loading
rate di atas, dapat dilihat bahwa jika pada bak terjadi density current, weir loading
rate diharapkan tidak terlalu besar karena dapat menyebabkan terjadinya
penggerusan pada partikel yang mengendap di sekitar outlet, sehingga diharapkan
weir loading rate dapat sekecil mungkin.
Pada dasarnya satu pelimpah sudah cukup, namun jika hanya ada satu pelimpah,
maka weir loading rate akan menjadi besar. Hal tersebut dapat mengganggu proses
pengendapan, sebab terjadi aliran ke atas menuju pelimpah dengan kecepatan
cukup besar yang menyebabkan partikel yang bergerak ke bawah untuk mengendap
terganggu. Terdapat beberapa alternatif untuk mendesain pelimpah agar luas yang
dibutuhkan untuk zona outlet tidak terlalu besar dan beban pelimpah juga tidak
terlalu besar, antara lain dapat dilihat pada Gambar . 3.19
Pemilihan desain outlet sangat tergantung pada lebar bak, debit air yang dialirkan
serta weir loading rate, sehingga pada saat menetapkan bentuk outlet, ketiga hal
tersebut harus dipertimbangkan. Jenis pelimpah yang umumnya digunakan adalah
bentuk rectangular dan v-notch, namun v-notch lebih banyak digunakan karena
memiliki kemampuan self cleansing dan dapat meminimalisasi pengaruh angin.
Contoh gambar v-notch dapat dilihat pada Gambar 3.20 berikut.
Maka waktu yang diperlukan hanya 1/5 waktu semula, jadi overflow rate menjadi
5 kali lebih besar dari semula. Namun akan mempercepat proses penumpukan
sludge pada dasar semu tersebut yang memungkinkan akan terbawa keluar oleh
aliran efluen.
Maka dengan sedikit modifikasi, membuat tray tersebut dalam posisi miring,
sehingga jika sudut kemiringan (α) besar, maka jarak tempuh besar, kemampuan
pengendapan kecil, waktu detensi besar akibatnya overflow rate kecil. Sudut
kemiringan plate settler direncanakan agar lumpur jatuh dengan sendirinya dan
tidak menempel pada plate (45° - 60°), namun biasanya direncanakan pada sudut
55° dari horizontal.(Schlutz, 1984)
PENGGUNAAN SEDIMENTASI
Penggunaan / aplikasi dari sedimentasi pada pengolahan air limbah:
a. Grit chamber
Grit chamber merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel kasar/grit bersifat diskret yang relatif sangat
mudah mengendap. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada grit
chamber adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa
pengendapan partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret)
dan tidak terjadi interaksi antar partikel.
b. Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang
berfungsi untuk mengendapkan lumpur sebelum air limbah diolah secara biologis.
Meskipun belum terjadi proses kimia (misal koaguasi- flokulasi atau presipitasi),
namun pengendapan di bak ini mengikuti pengendapan tipe II karena lumpur yang
terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat kandungan
komponen lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi).
c. Final clarifier
Bak sedimentasi II (final clarifier) merupakan bagian dari bangunan pengolahan air
limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel lumpur hasil proses biologis
(disebut juga lumpur biomassa). Lumpur ini relatif sulit mengendap karena
sebagian besar tersusun oleh bahan-bahan organik volatil. Teori sedimentasi yang
dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe
III dan IV karena pengendapan biomassa dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya pemampatan (kompresi).
Pemilihan metode pengolahan yang akan digunakan tergantung tingkat pencemaran yang
harus dihilangkan, besaran beban pencemaran, beban hidrolis dan standar buang
(effluent) yang diperkenankan. Secara biologis ada 3 prinsip pengolahan biologis yaitu :
pengolahan secara aerobik yaitu dengan melibatkan oksigen,
pengolahan secara anaerobik yaitu tanpa melibatkan oksigen, dan
pengolahan anoxic yaitu pengolahan biologis yang menggunakan oksigen terikat.
Prasarana pengolahan air limbah secara aerobik meliputi:
3.2.1 Aerated Lagoon
Kecepatan
penyisihan hari-1 0.5-0.8d 0.5 -1.5d e
BOD
Koefisien Suhu (tanpa
1.04 1.04 1.04
satuan)
Kedalaman m 2- 5 2- 5 2- 5
Sistem Pengadukan Pengadukan Pengadukan
pengadukan sebagian sebagian sempurna
Energi
kW/103 m3 1 – 1.25 5.0 – 8,0 16-20
minimum
Kelebihan reaktor ini, daya larut oksigen dalam air limbah lebih besar daripada
aerated lagoon, efisiensi proses tinggi, sesuai untuk pengolahan air limbah dengan
debit kecil untuk polutan organik yang sudah terdegradasi. Sedangkan
kekurangannya membutuhkan lahan yang luas, proses operasionalnya rumit
(membutuhkan pengawasan yang cukup ketat seperti kondisi suhu dan bulking
control proses),membutuhkan energi yang besar, membutuhkan operator yang
terampil dan disiplin dalam mengatur jumlah massa mikroba dalam reaktor,serta
membutuhkan penanganan lumpur lebih lanjut.
Unit lumpur aktif dibagi menjadi 3 (tiga) Proses lumpur aktif dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis reaktornya, sebagai berikut:
1. Complete-Mix Activated Sludge(CMAS)
Dalam proses pengolahan CMAS dilakukan pengadukan secara
kontinu dalam tangki aerasi, sehingga beban organik, konsentrasi Mixed
Liquor Suspended Solid (MLSS) dan kebutuhan oksigen diseluruh tangki
menjadi seragam.
Beban BOD
Beban BOD yaitu jumlah massa BOD di dalam air Iimbah yang masuk
(influent) dibagi dengan volume reaktor. Beban BOD dapat dihitung dengan
rumus berikut:
Beban BOD (kg/m 3 .hari) = Q ×SoV
Keterangan:
Q = Debit air limbah yang masuk (m3/hari)
S0 = Konsentrasi BOD di dalam air Iimbah yang massuk (Kg/m3)
V = Volume reaktor (m3)
Padatan Tersuspensi dalam Campuran Cairan(Mixed-Liqour
Suspended Solids/MLSS)
MLSS yaitu jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material
organik dan mineral, termasuk di dalamnya mikroorganisme.
PadatanTersuspensiyang Mudah Menguap dalam Campuran Cairan
(Mixed-Iiqour Volatile Suspended Solids /MLVSS)
Porsi material organik pada MLVSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi
material organic bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan selnya hancur.
Ratio Perbandingan Makanan terhadap Mikroorganisme(Food - to –
Microorganism)
Parameter ini menujukkan jumlah zat organik (BOD) yang dihilangkan dibagi
dengan jumlah massa mikroorganisme di dalam bak aerasi atau reaktor.
Besarnya nilai F/M ratio umumnya ditunjukkan dalam kilogram BOD per
kilogram MLVSS per hari. F/M dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Waktu Tinggal Hidrolis(Hidraulic Retention Time /HRT)
HRT adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influen masuk ke
dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik
dengan laju pengenceran (dilution rate, 0).
Kebutuhan Oksigen
Kebutuhan udara untuk aerasi sebesar 62 m3/Kg BOD dan waktu detensi
aerator selama (2-jam. Kebutuhan dan transfer oksigen dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Spesifikasi teknis aerator yang digunakan pada Oxydation Ditch tertera pada tabel
berikut ini:
Kelebihan parit oksidasi yaitu kemampuan mengolah beban organik dengan biaya
operasional dan perawatan rendah. Selain itu, menghasilkan lumpur yang lebih
sedikit daripada proses biologis lainnya. Kekurangan reaktor ini adalah
membutuhkan lahan yang luas dan konsentrasi TSS pada effluent masih tergolong
tinggi jika dibandingkan dengan proses pengolahan activated sludge.
RBC merupakan salah satu teknologi pengolahan air limbah domestik dengan
mikroorganisme yang melekat pada media piringan fiber/HDPE yang terendam
40% didalam air dan disusun vertikal pada axis rotor horizonal. Piringan diputar
dengan kecepatan 3 - 6 rpm, yang memberikan kesempatan setiap sisi cakram
bergantian berkontak dengan air limbah domestik dan oksigen. Cakram diputar
untuk menjaga suplai oksigen pada bakteri yang melekat pada piringan dan
membilas lapisan lendir mikroorganisme yang terbentuk berlebihan pada piringan
cakram, sehingga penyumbatandapat dihindari. Reaktor Cakram Biologis
umumnya diterapkan untuk melayani 1000 s/d 10.000 jiwa. Kelebihan
penggunaan RBC antara lain:
lahan yang dibutuhkan tidak terlalu besar;
tahan terhadap beban kejut (shock loading) organik dan hidrolis;
peluruhan biomassa lebih aktif;
kebutuhan energi listrik rendah;
efisiensi penyisihan beban organik tinggi;
dapat mengolah air limbah yang mengandung senyawa beracun, besi, sianida,
selenium dan lain-lain.
Kekurangan penggunaan RBC antara lain:
biaya investasi pemasangan RBC mahal;
ASP per debit per kualitas air limbah yang setara;
apabila oksigen terlarutnya rendah dan terdapat sulfida di dalam air limbah
domestik, dapat memicu pertumbuhan bakteri pengganggu seperti Beggiatoa
akan tumbuh di media RB; dan
biaya investasinya akan meningkat dengan peningkatan debit air limbah.
Prasarana RBC terdiri dari:
saringan sampah;
bak pengendap pendahuluan;
bak kontak media (piringan);
bak pengendap kedua;
peralatan untuk penambahan zat desinfektan
bak pengeram lumpur; dan
bak pengering lumpur.
Perencanaan RBC dilaksanakan berdasarkan kriteria desain berikut ini:
Korelasi beban konsentrasi BOD inlet dan beban BOD persatuan luas media
kontak untuk mendapatkan efisiensi penurunan beban BOD sampai 90%,
tercantum pada tabel berikut.
Tabel 3. 12 Korelasi konsentrasi BOD inlet dan beban BOD persatuan luas media, untuk
penurunan BOD sampai 90%
Korelasi konsentrasi BOD inlet terhadap efisiensi penurunan BOD tercantum
pada Tabel berikut.
Tabel 3. 13 Korelasi konsentrasi BOD inlet terhadap efisiensi penurunan BOD
2. Biofilter Aerobik
Biofilter aerobik dioperasikan dengan tambahan pasokan oksigen
melalui injeksi udara menggunakan unit kompresor atau blower dari
bagian bawah medifilter dengan tekanan tertentu lewat media porous (unit
diffuser) atau pipa berlobang (perforated pipe). Gambar 45 menjelaskan
model biofilter aerobik satu kompartemen.
Biofilter aerobik dioperasikan dengan beban pengolahan lebih
rendah, oleh karena itu biofilter aerobik umumnya diletakkan setelah
proses anaerobik Pada unit pengolahan biofilter aerobik memungkinkan
pengolahan air limbah dengan lapisan biofilm dan juga pengolahan air
limbah oleh mikroorganisme tersuspensi. Proses ini akan meningkatkan
efisiensi penguraian zat organik, deterjen dan mempercepat proses
nitrifikasi. Proses ini juga disebut dengan Kontak Aerasi. Dari
kompartemen biofilter aerobik, air limbah dialirkan ke ruang pengendap
akhir.
3.2.8 Unit Reaktor Biofilm dengan Media Bergerak(Moving Bed Biofilm Reactor
/MBBR)
Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) merupakan proses pengolahan yang
sederhana dan membutuhkan luas lahan yang lebih sedikit. Teknologi MBBR
menggunakan beribu biofilm dari polyethylene yang tercampur di dalam suatu
reaktor dengan aerasi terus-menerus.
Keuntungan unit pengolahan MBBRantara lain:
tidak membutuhkan biaya yang besar;
perawatan relatif mudah karena MBBR mampu memproses secara
alamiah merawat bakterinya sendiri pada level optimum dari biofilm yang
produktif;
tidak membutuhkan pengembalian lumpur;
tidak perlu mengatur F/M ratio atau tingkat MLSS yang ada dalam reaktor;
MBBR sangat efektif dalam mereduksi BOD, nitrifikasi, dan
menghilangkan nitrogen.
Proses MBBR mempertahankan volume besar biofilm dalam proses pengolahan
air limbah biologis. Akibatnya, degradasikontaminan biodegradable yang
berkelanjutan dalam ukuran tangki yangsama, tanpa perlu melakukan
pengembalian lumpur. Proses ini memberikan peningkatan perlindungan terhadap
toxic shock, sementara secara otomatis menyesuaikan untuk memuat fluktuasi.
Proses MBBR cocok diterapkan untuk permasalahan nitrifikasi karena prosesnya
memungkinkan perkembangbiakan bakteri nitrifikasi pada area permukaan
media. Bakteri nitrifikasi memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif lambat dan
sangat dipengaruhi oleh suhu air. Dalam reaktor MBBR, kondisi tersebut telah
diatur sehingga proses nitrifikasi dapat teratasi dengan sangat baik.
Pada unit MBBR salah satu tantangan terbesar untuk mencapai pengolahan
nitrifikasi dengan menjaga jumlah bakteri nitrifikasi tanpa mencuci mereka keluar
dari sistem. Teknologi MBBR memungkinkan terjadinya proses nitrifikasi dengan
mempertahankan jumlah bakteri nitrifikasi tanpa bergantung pada waktu retensi
padatan (SRT) ataupun MLSS. Berikut ini skema proses MBBR.
Gambar 3. 33 Skematik Proses MBBR
(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)
Faktor
No. Kriteria Keterangan
perencanaan
Hydraulic Loading
1 (m3/m2.hari) 20
Kecepatan aliran
2 keatas (konstan) 0.83
(m/jam)
Waktu retensi
3 6–8
(jam)
Jika beban
organik
rendah akan
4 BOD minimal 1000 mg/L
sukar
terbentuk
sludge blanket
3 - 12
5 COD
mg COD/m3
Konsentrasi 30.000 –
6
biomass 80.000 mg/L
Hydraulic
7 4 – 12 jam
Detention Time
Efisiensi
8 75 – 90 %
Penyisihan
0.6 – 0.9
9 Upflow velocity
m/jam
Menggunakan
pasangan batu
Penyisihan 70 - 95%
BOD
Organic <3Kg
Loading COD/m3.hari
Hydraulic 6– 20 jam
Retention Time
0.1 – 8
KgCOD/m3.hari
Waktu 1 – 2 hari
detensi
Kedalaman 2.5 - 4 m
kolam
Kedalaman 1.5 - 2 m
kolam
Kolam Kedalaman 1m
maturasi kolam
Waktu 5 – 10 hari
detensi
Efluen dari kolam stabilisasi dapat digunakan untuk keperluan irigasi, untuk
kolam ikan peliharaan, dan pengisian air tanah (ground water recharging).
Gambar 3. 40 Skema Kombinasi Unit Pengolahan Kolam
Lumpur dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang lebih berbahaya dari air limbah
mengingat bahwa:
lumpur dapat mengandung jenis pencemar baru yang tidak terkandung sebelumnya di
dalam air limbah akibat dari penambahan bahan kimia dan dari peruraian senyawa yang
terkandung dalam lumpur.
Lumpur yang banyak mengandung padatan diperoleh dari hasil proses pemisahan padat-
cair dari limbah yang sering disebut dengan sludge atau lumpur encer, di dalam sludge
tersebut sebagian besar mengandung air dan hanya beberapa persen berupa zat padat.
Umumnya persentase kandungan air tersebut dapat mencapai 95-99%. Lumpur yang
dihasilkan unit pengolahan air limbah dapat dikelola hingga menjadi abu dengan kadar
0,3 % dengan melalui beberapa tahap pengolahan yang meliputi proses pemekatan
dengan proses thickening, proses dewatering, proses pengering dan pembakaran. Filtrat
yang dihasilkan dari proses pemekatan dan dewatering dikembalikan ke unit equalisasi
(IPAL) untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.
Untuk dapat mengelola lumpur secara efektif dan tepat, maka perlu mengetahui
karakteristik lumpur tersebut. Karakteristik lumpur tergantung pada sumber lumpur dan
jenis industri penghasil air limbah serta sistem pengolahan IPAL. Peraturan Pemerintah
No. 85 Tahun 1999 memuat daftar dari berbagai jenis industri yang menghasilkan lumpur
IPAL yang dianggap sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Proses Pengolahan
Pengeluaran air lumpur dilakukan melalui media pengering secara gravitasi dan
penguapan sinar matahari. Lumpur yang berasal dari pengolahan air limbah secara
langsung tanpa proses pemekatan terlebih dahulu dapat dikeringkan dengan drying
bed.
Lumpur merupakan hasil akhir dari setiap instalasi pengolahan air limbah. Pada
instalasi pengolahan air limbah yang menggunakan sistem lumpur aktif yang
dihasilkan dalam bak sedimentasi sebagai recycle dan sebagian lagi dipompakan
ke bak pengering lumpur (sludge drying bed) lumpur yang ditumpahkan ke bak
pengering lumpur biasanya mengandung kadar solid 10 % dan air 90 %.
Air yang meresap melewati lapisan penyaring, masuk ke pipa unser drain dan
sebagian lagi menguap ke udara. Waktu pengeringan lumpur biasanya 3-4 minggu
dengan ketebalan lapisan lumpur dalam bak pengering antara 15-25 cm. Semakin
tebal lapisan lumpur, waktu pengeringan semakin lama apalagi ke dalam bak
pengering lumpur yang sudahterisi lumpur masih dimasukkan lagi lumpur yang
baru. Keadaan cuaca juga sangat mempengaruhi lamanya waktu pengeringan
lumpur.
Kriteria Desain
Drying atau sludge drying bed merupakan salah satu metoda dewatering
dengan ukuran kecil hingga medium (maksimum setara dengan 25.000 orang).
Pada unit ini, dewatering terjadi karena evaporasi dan drain (peresapan).
Pada musim kemarau, untuk mencapai kadar solid 30 - 40 % diperlukan
waktu 2 - 4 minggu.
Unit sludge drying bed terdiri dari:
- bak / bed, berukuran 6 - 9 meter (lebar), 7,5 - 37,5 meter (panjang), 20 - 30
cm (kedalaman lumpur)
- pasir, tebal 15 - 25 cm
- kerikil, tebal 15 - 30 cm
- drain, di bawah kerikil untuk menampung resapan air dari lumpur
Luas drying bed dapat dihitung dengan persamaan:
A = K (0,01 R + 1,0)
Dimana:
A = luas per kapita, ft2/kap.
K = faktor yang tergantung pada tipe digestion
K = 1,0 untuk anaerobic digestion
K = 1,6 untuk aerobic digestion
R = hujan tahunan, in.
Deskripsi bak pengering berupa:
bak dangkal berisi media penyaring pasir setinggi 10-20 cm dan
batu kerikil sebagai penyangga pasir antara 20-40 cm, serta saluran air
tersaring (filtrat) di bagian bawah bak.
Pada bagian dasar bak pengering dibuat saluran atau pipa pembuangan air
dan di atasnya diberi lapisan kerikil (diameter 10-30 mmÆ) setebal 20 cm dan
lapisan pasir kasar (3-5 mmÆ) setebal 20-30 cm.
Media penyaring merupakan bahan yang memiliki pori besar untuk
ditembus air. Pasir, ijuk dan kerikil merupakan media penyaring yang sering
digunakan.
Pengisian lumpur ke bak pengering sebaiknya dilakukan 1 kali sehari
dengan ketebalan lumpur di bawah 15 cm. Mengingat keterbatasan daya tembus
panas matahari, maka kedalaman bak kurang dari 50 cm. Jika lumpur masuk terlalu
banyak, permukaan lumpur tampak mengering tetapi lapisan bawah masih basah,
sehingga pengurangan air perlu waktu berhari-hari. Jika saringan tersumbat maka
air tidak dapat keluar, sehingga pengurangan kadar air tidak terjadi.
Pengurangan kandungan air dalam lumpur menggunakan sistem
pengeringan alami dengan matahari, maka air akan keluar melalui saringan dan
penguapan. Pada mulanya keluarnya air melalui saringan berjalan lancar dan
kecepatan pengurangan air tinggi, tetapi jika bahan penyaring (pasir) tersumbat
maka proses pengurangan air hanya tergantung kecepatan penguapan. Kecepatan
pengurangan air pada bak pengering lumpur seperti ini bergantung pada penguapan
dan penyaringan, dan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca seperti suhu,
kelembaban, kecepatan angin, sinar matahari, hujan, ketebalan lapisan lumpur,
kadar air, sifat lumpur yang masuk dan struktur kolam pengeringan. Waktu
pengeringan biasanya antara 3-5 hari.
Gambar 3. 54. Sketsa Denah dan Potongan Sludge Drying Bed
Sludge Drying Bed
–Didesain berdasarkan lama waktu pengeringan (kurang lebih 2 minggu per cycle)
dengan asumsi ketinggian lumpur diatas bed adalah 20-30 cm
–Lapisan filter di bagian dasar berfungsi untuk menahan suspended solid/kadar
solid
–Pipa perforasi di bagian bawah berfungsi untuk mengumpulkan filtrat yang harus
dikembalikan ke bagian hulu dari IPAL
Di antara feed zone dengan clear zone terdapat area yang disebut dengan sludge
blanket yang kedalamannya menjadi faktor penting dalam operasional unit gravity
thickener.
Salah satu tipe yang biasa dipakai adalah gravity thickening secara mekanis.
Lumpur dari bak pertama dan kedua dipompa menuju bak pengaduk untuk
dipekatkan. Pengadukan dilakukan secara perlahan menggunakan pengaduk
mekanis. Lumpur yang sudah dipekatkan dikumpulkan dalam ruang lumpur dan
kemudian dipompa ke digester untuk reduksi massa. Supernatant keluar melalui
pelimpah, kemudian dialirkan menuju pengolahan sekunder agar zat organiknya
direduksi.
Gambar 3. 56. Tipikal Unit Gravity Thickener
B. Kedalaman Thickener
1. Tentukan kadar solid di bagian atas thickening zone dan di bagian bawah
thickening zone, hitung rata-ratanya (lihat kriteria Tabel 2.2)
2. Hitung kedalaman side water dari thickening zone dengan waktu detensi
tertentu
3. Hitung kedalaman central dari thickener (anggap kemiringan 15 – 20%)
4. Hitung kedalaman keseluruhan (free board + clear zone + sedimentation
zone + thickening zone + central)
C. Struktur Influen
Struktur influen pada thickener adalah central well (seperti pada final clarifier)
D. Pembuangan Lumpur
1. Hitung jumlah lumpur yang dihasilkan
Lumpur dihasilkan = (Lumpur masuk) x (solid capture)
2. Hitung debit pompa lumpur dan pilih pompa yang sesuai
3. Cek Sludge Volume Ratio (SVR)
SVR = (volume thickening zone) / (volume thickened sludge per hari)
E. Struktur Efluen
Struktur efluen pada thickener adalah pelimpah V-notch di sekeliling bak (seperti
pada final clarifier)
F. Kualitas Supernatan
1. Hitung volume overflow dari thickener
Overflow = (Debit lumpur influen) – (Debit thickened sludge)
2. Hitung konsentrasi solid di overflow
-Konsentrasi = (Massa solid di supernatan) / (Volume overflow)
-Massa solid di supernatan = (Massa solid influen) x (1 – solid capture)
Outlet untuk tangki melingkar terdiri dari suatu weir di sekitar batas luar yang
menyebarkan aliran menjadi seragam. Center-feed pada clarifier yang melingkar
yang digunakan pada pengolahan air limbah mempunyai penggaruk lumpur secara
mekanik (mechanical sludge rakes) yang terletak di bagian bawah dan penggaruk
permukaan (surface skimming) yang terletak di bagian atas.
3.4.4 Lumpur Aktif
Pada dasarnya sistem lumpur aktif terdiri atas dua unit proses utama, yaitu
bioreaktor (tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam sistem lumpur aktif,
limbah cair dan biomassa dicampur secara sempurna dalam suatu reaktor dan
diaerasi. Pada umumnya, aerasi ini juga berfungsi sebagai sarana pengadukan
suspensi tersebut. Suspensi biomassa dalam limbah cair kemudian dialirkan ke
tangki sedimentasi dimana biomassa dipisahkan dari air yang telah diolah.
Sebagian biomassa yang terendapkan dikembalikan ke bioreaktor, dan air yang
telah terolah dibuang ke lingkungan. Agar konsentrasi biomassa di dalam reaktor
konstan (MLSS = 3-5 gfL), sebagian biomassa dikeluarkan dari sistem tersebut
sebagai excess sludge. Skema proses dasar sistem lumpur aktif dapat dilihat pada
Gambar XX
Tujuan pengolahan limbah cair dengan sistem. lumpur aktif dapat dibedakan
menjadi 4 (empat)% yaitu (i) penyisihan senyawa karbon (oksidasi karbon), (ii)
penyisihan senyawa nitrogen, (iii) penyisihan fosfor, (iv) stabilisasi lumpur secara
aerobik simultan.
Pada penyisihan senyawa karbon (bahan organik), polutan berupa bahan organik
dioksidasi secara enzimatik oleh oksigen yang berada dalam limbah cair. Jadi,
senyawa karbon dikonversi menjadi karbon dioksida. Eliminasi nutrien (nitrogen
dan fosfor) dilakukan terutama untuk mencegah terjadinya eutrofikasi pada
perairan.
Bidang Aplikasi
Hampir semua jenis limbah cair industri pangan dapat diolah dengan sistem lumpur
aktif seperti limbah cair industri tapioka, industri nata de coco, industri kecap, dan
industri tahu. Sistem lumpur aktif dapat digunakan untuk mengeliminasi bahan
organik dan nutrien (nitrogen dan fosfor) dari limbah cair terlarut.
Dimana:
Px = jumlah bersih buangan activated sludge yang dihasilkan tiap hari, diukur
dalam volatile suspended solid, (lb/hari = US) atau (kg/hari = SI)
Yobs= observed yield, lb/lb (g/g)
KONTROL ORGANISME
- F/M rasio = (Q.So) / (V.X)
- Sludge Volume Index (SVI) = (1000 x Vs)/ (MLSS)
Jika, SVI < 100 ml/gr Kualitas pengendapan LA baik
SVI> 200 ml/g Kualitas pengendapan LA jelek
KARAKTERISTIK EFFLUEN
- Efisiensi removal : bod = 85 –95%, tss = 85 –95%
- Biological solids content effluen = 22mg / l & 65% biodegradable
- BOD5content effluen ASP = 20 mg/lt
- Faktor konversi BOD5ke BOD = 0,68
- Perkiraan konsentrasi BOD efluen :
PERSAMAAN PERENCANAAN
a) Waktu Tinggal Hidrolik
c) Konsentrasi Biomass
Dimana:
Qr = debit resirkulasi
Q0 = debit influen
X = Konsentrasi Mikroorganisme dalam bioreaktor
Xr = Konsentrasi Mikroorganisme dalam resirkulasi
KETERANGAN :
F / M = rasio makanan & mikroorganisme (/hari)
Θ = waktu detensi hidrolik tangki aerasi
= V / Q (hari)
So = konsentrasi BOD atau COD influent, (mg/l)
X = Konsentrasi Volatile SS (mg/l) atau (g/m3)
Θc = rata-rata waktu tinggal sel berdasarkan vol.tangki (hari)
Vr = Volume reaktor ( m3 )
X = Konsentrasi Volatile SS (mg/l) atau (g/m3)
Qw = debit lumpur terbuang, mgal/hr(m3/hr)
Xw = konsentrasi volatile suspended solid dalam lumpur terbuang, mg/l atau
g/m3
Qe = rata-rata effluen yang terolah, mgal/hr
Xe = konsentrasi volatile suspended solid dalam effluent yang terolah
Bagan Alir Desain Lumpur Aktif
Gambar 3. 60. Bagan Alir Desain Lumpur Aktif