Anda di halaman 1dari 152

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia, pertumbuhan penduduk dan
perkembangan ekonomi sedang pesat. Namun hal tersebut belum diiringi dengan
pembangunan infrastruktur –infastruktur yang memadai untuk mampu melayani penduduk
yang semakinbanyak. Sehingga masih banyak masyarakat di Indonesia yang masih belum
sejahtera. Salah satu indikator negara maju adalah tercapainya kesejahteraan bagi seluruh
masyarakatnya. Salah satu faktor sejahteranya masyarakat adalah masyarakat memiliki
lingkungan dengan akses sanitasi yang layak.

Hingga tahun 2014, akses aman terhadap sanitasi baru 63 persen secara nasional.
Pemerintah menargetkan 100 persen sanitasi pada tahun 2019 sesuai dengan
RPJMN(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015-2019 beriringan
dengan program SDGs hingga tahun 2020. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan
Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
(SPALD) terdiri dari SPALD-S(Setempat/on-site) dan SPALD-T(Terpusat-off site).
Menurut Dirjen Cipta Karya Kementrian PU baru 13 kota di Indonesia yang telah memiliki
sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) berskala besar, sementara air limbah
domestik di kota-kota lain masih dikelola dengan sistem setempat yang sistem pengolahan
setempatnya masih banyak yang belum memenuhi syarat dan bocor.

Di kota Bandung terdapat IPAL berskala besar yaitu IPAL Bojongsoang yang
melayani 58% masyarakat kota Bandung baik dengan sistem penyaluran secara terpusat
(sewerage system) ataupun juga menerima lumpur tinja dari tangki septik yang
dikumpulkan dari mobil-mobil pengumpul tinja. Di Bandung belum memiliki Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja yang seharusnya menerima lumpur –lumpur dari mobil-mobil
tersebut, sehingga IPAL Bojongsoang yang desainya diperuntukkkan untuk mengolah air
limbah domestik jadi terbebani juga oleh lumpur tinja. Hal ini menyebabkan terjadiny
penumpukan endapan pada kolam –kolam di IPAL Bojongsoang.
Untuk itu, dilakukan perancangan IPAL skala kecil untuk mengurangi beban pada
IPAL Bojongsoang ini untuk melayani 7 Kecematan di Kota Bandung antara lain
Kecamatan Cibiru, Panyileukan, Ujungberung, Cinambo, Gedebage, Arcamanik, dan
Antapani. Pemilihan unit –unit IPAL didasarkan pada karakteristik air limbah domestic
eksisting baik secara kualitas maupun kuantitas yang diproyeksikan pada periode tertentu
yang paling sesuai dan menguntngkan. Pada perancangan IPAL ini akan disusun laporan,
gambar detail dan rancangan anggaran biaya (RAB).

1.2 Tujuan
1. Mengevaluasi permasalahan air limbah
2. Memutuskan sistem instalasi pengolahan air limbah domestik terbaik yang tepat guna
3. Mendesain instalasi penggolahan air limbah sesuai dengan kriteria dan karakteristik
air limbah

1.3 Metodologi

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup pembahasan yaitu mengenai perencanaan, pemilihan hingga desain
pengolahan limbah cair domestik dan non-domestik berdasarkan kriteria desain dan
kondisi eksisting dari wilayah pelayanan. Untuk daerah yang dilayani yaitu meliputi tujuh
Kecamatan di Kota Bandung, antara lain Kecamatan Cibiru, Panyileukan, Ujungberung,
Cinambo, Gedebage, Arcamanik, dan Antapani.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penyusunan laporan ini dapat dilihat sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang, tujuan, metodologi, ruang lingkup, dan sistematika
penyusunan laporan.

Bab II Dasar-Dasar Perencanaan

Bab ini menyajikan dan memaparkan kondisi eksisting daerah layan perencanaan,
karakterisitik air limbah, dan karakteristik badan air penerima effluent dari pengolahan
air limbah.

Bab III Inventarisasi Unit Pengolahan

Bab ini menjelaskan pengolahan air limbah secara menyeluruh mulai dari pengolahan
primer, pengolahan sekunder, pengolahan tersier, hingga pengolahan lumpur. Di setiap
pengolahannya akan dijelaskan fungsi, prinsip pengolahan, kelebihan dan kekurangan,
tipe proses unit, kriteria desain, dan gambar desain (DED).

Bab IV Perhitungan Detail Dimensi Unit Pengolahan

Bab ini menyajikan skenario pengolahan (skema), pemilihan skenario pengolahan,


perhitungan seluruh unit pengolahan, dan mass balance.

Bab V Penutup

Bab ini memberikan kesimpulan akhir yang dapat diperoleh dari penyusunan laporan.
BAB II

DASAR-DASAR PERENCANAAN
2.1 Kondisi Eksisting

Gambar 2. 1 Peta Kota Bandung

Kec.
Kec.
Arcamanik
Antapani

Kec.
Gedebage

Gambar 2. 2 Peta Wilayah Perencanaan


1. Kecamatan cibiru

Secara astronomis kecamatan cibiru terletak di antara 6,89° ls (lintang selatan) - 6,93° ls
(lintang selatan) dan antara 107,70° bt (bujur timur) - 107,73° bt (bujur timur) dimana
menjadikannya sebagai kecamatan paling timur kota bandung. Kecamatan cibiru memiliki
luas wilayah seluas 652,92 hektar. Secara topografi berada ± 760 meter dpl (di atas
permukaan laut) wilayah cibiru secara umum berbukit dan memiliki kemiringan daratan,
dengan titik tertinggi di bagian utara dan terendah di bagian selatan .

Secara geografis, kecamatan cibiru berbatasan dengan kecamatan cilengkrang, kabupaten


bandung (utara); kecamatan panyileukan, kota bandung (selatan); kecamatan cileunyi,
kabupaten bandung (timur); kecamatan ujung berung, kota bandung (barat). Pembagian
luas wilayah untuk masing - masing kelurahan di kecamatan cibiru adalah sebagai berikut
: pasirbiru memiliki luas 110 ha, cipadung 105 ha, palasari 217,275, cisurupan 220,645 ha.

Kelurahan cisurupan merupakan kelurahan dengan wilayah terluas, yakni sekitar 34% luas
seluruh wilayah kecamatan cibiru. Sedangkan kelurahan dengan wilayah terkecil adalah
kelurahan cipadung yang luasnya sekitar 16% dari luas seluruh wilayah kecamatan cibiru

Komposisi penduduk kecamatan cibiru yang tersebar di empat kelurahan berdasarkan data
yang dihimpun oleh pihak kecamatan adalah sebanyak 70.066 jiwa, dan jika dibandingkan
dengan luas wilayahnya, maka kepadatan penduduknya adalah sebanyak 10.731 jiwa tiap
kilometer persegi luas wilayah. Penduduk terbanyak terdapat di kelurahan cipadung, yaitu
sebanyak 22.891 jiwa atau sekitar 33% dan penduduk paling sedikit terdapat di kelurahan
cisurupan, yaitu sebanyak 11.250 jiwa atau sekitar 16% dari keseluruhan penduduk cibiru.

Apabila kita bandingkan dengan luas wilayahnya maka kelurahan cipadung adalah
kelurahan dengan kepadatan penduduk tertinggi, dimana tiap km² wilayahnya dihuni
sekitar 21.801 jiwa. Sementara itu, untuk keluarah kelurahan cisurupan tiap hektar
wilayahnya dihuni sekitar 46 jiwa.

2. Kecamatan panyileukan

Kecamatan panyileukan merupakan salah satu bagian wilayah timur kota bandung dengan
memiliki luas lahan sebesar 552,72 ha.
Secara administratif kecamatan panyileukan dibatasi oleh :

• Bagian selatan : kecamatan gedebage

• Bagian utara : kecamatan cibiru dan kecamatan

ujungberung

• Bagian timur : kecamatan cileunyi kab. Bandung

• Bagian barat : kecamatan cinambo

Kawasan perencanaan dalam lingkup kecamatan panyileukan

Kecamatan Kelurahan/desa Panyileukan

• Cipadung kulon

• Cipadung wetan

• Cipadung kidul

• Mekarmulya

Secara geografis kecamatan panyileukan memiliki bentuk wilayah datar / berombak


sebesar 100 % dari total keseluruhan luas wilayah. Ditinjau dari sudut ketinggian tanah,
kecamatan panyileukan berada pada ketinggian 650 m diatas permukaan air laut. Suhu
maksimum dan minimum di kecamatan panyileukan berkisar 27 co, sedangkan dilihat dari
segi hujan berkisar 2400 mm/th dan jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak
sebesar 45 hari.

Kependudukan

Kecamatan panyileukan memiliki jumlah penduduk sebanyak 33.756 jiwa, yang terdiri dari
17.128 jiwa laki-laki dan 16.628 jiwa perempuan. Jumlah kepala keluarga (kk) di
kecamatan panyileukan saat ini mencapai sekitar 8.385 kk. Berdasarkan data
kependudukan dari kecamatan pada tahun 2012 yang dilihat dari segi kepadatan penduduk
sebesar 61 jiwa per hektar dan dilihat dari pertumbuhan penduduk, intensitas populasinya
akan terus bertambah dari waktu ke waktu.
3. Kecamatan Ujungberung

Wilayah kecamatan ujungberung terletak pada posisi 107º 42' bujur timur dan 6º
54' lintang selatan berada pada ketinggian sekitar 750 meter dpl dan suhu udara rata-rata
19º c - 24º c dan curah hujan 2.400 mm/tahun saat ini memiliki luas sebanyak 661,206
hektar meliputi wilayah perumahan, pertanian, pesawahan dan peruntukan lahan lainya.
Sedangkan kecamatan ujungberung memiliki jumlah penduduk sebanyak 65.262 jiwa
terdiri dari 32.518 laki-laki dan 32.744 perempuan. Secara administratif terbagi ke dalam
5 ( lima ) kelurahan, 58 rw dan 302 rt yaitu:

1. Kelurahan pasir endah.

2. Kelurahan cigending.

3. Kelurahan pasirwangi.

4. Kelurahan pasirjati.

5. Kelurahan pasanggarahan.

Dalam menjalankan roda pemerintahan, kecamatan ujungberung dibagi dalam 5


kelurahan dengan jumlah rt serta rw adalah sebagai berikut :

Gambar 2. 3. Kelurahan dan Jumlah RT/RW Kecamatan Ujungberung

4. Kecamatan Cinambo

Kecamatan cinambo yang merupakan kecamatan hasil pemekaran dari wilayah induk
Kecamatan ujung berung yang memilki luas wilayah kurang lebih : 454.93 ha.

Secara administrasi kecamatan cinambo memilki 4 kelurahan yaitu :

1. Kelurahan pakemitan ( 0001 ) luas wilayah : 109,52 ha

2. Kelurahan sukamulya ( 0002 ) luas wilayah : 73,34 ha

3. Kelurahan cisaranten wetan ( 0003 ) luas wilayah : 90,14 ha

4. Kelurahan babakan penghulu ( 0004 ) luas wilayah : 181,93 ha

Batas batan wilayah kecamatan cinambo adalah :

» sebelah selatan : kecamatan gedebage

» sebelah utara : kecamatan ujung berung

» sebelah timur : kecamatan panyileukan

» sebelah barat : kecamatan arcamanik

5. Kecamatan Antapani

Kondisi eksisting kecamatan antapani

Kecamatan antapani merupakan salah satu bagian wilayah ujung berung kota bandung
dengan memiliki luas lahan sebesar 400, 543 ha.

Secara administratif kecamatan antapani dibatasi oleh :

Secara geografis kecamatan antapani memiliki bentuk wilayah datar sebesar 100 % dari
total keseluruhan luas wilayah. Ditinjau dari sudut ketinggian tanah, kecamatan antapani
berada pada ketinggian 500 m diatas permukaan air laut. Suhu maksimum dan minimum
di kecamatan antapani berkisar 29oc, sedangkan dilihat dari segi hujan berkisar 55 mm/th
dan jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak sebesar 45 hari.

6. Kecamatan Gedebage

1. Luas Kecamatan Gedebage : 979,308 Ha


2. Jumlah Penduduk :

P = 14.353

L = 14.616

Total = 28.969

3. Batas Wilayah :

Utara : Kecamatan Cinambo

Timur : Kabupaten Bandung

Barat : Kecamatan Rancasari

Selatan : Kabupaten Bandung

7. Kecamatan Arcamanik

1. Luas Kecamatan Arcamanik: 640.571 Ha

3. Batas Wilayah:

Utara : Kecamatan Mandalajati dan UjungBerung

Timur : Kecamatan Cinambo

Selatan : Kecamatan Rancasari dan Gedebage

Barat : Kecamtan Antapani

Kecamatan Arcamanik adalah salah satu kecamatan dari 30 Kecamatan yang ada di Kota
Bandung yang secara geografis wilayah kecamatan Arcamanik terletak di sebelah timur pusat Kota
Bandung, dengan luas wilayah 640,571 Ha, terdiri atas 4 kelurahan, 51 Rukun Warga, dan 25
Rukun Tetangga. Dari data diatas kiranya jadi motivasi hasil kinerja yang ingin dicapai yang
sebelumnya IPM Kecamatan Arcamanik pada tahun 2007 sebesar 79,64% yang merupakan
rengking ke 7 dari 30 kecamatan se –kota Bandung, mudah-mudahan ke depan meningkat karena
didukung oleh potensi diantaranya pada tahun 2013 kecamatan arcamanik PDRB 7,97 dan secara
geografis kekuatan alam memiliki bentuk wilayah datar sampai berombak + 100 %, dengan
ketinggian 450 m diatas permukaan laut, dan suhu minimun 27 c maximum 32 c serta curah hujan
8/4 mm/tahun.

2.2 Karakteristik Air Limbah


2.2.1 Kualitas
Kualitas air limbah dalam dasar-dasar perencanaan instalasi pengolahan air
limbah adalah aspek yang sangat penting untuk diperhatikan. Kualitas effluent air
limbah harus memenuhi Kriteria Mutu Air menurut Peraturan Pemerintah No. 81
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
serta Permen LHK No. 68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Sebelum dilakukan perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah maka harus
dikenali terlebih dahulu karakteristik influen air limbah domestik yang akan diolah.
Berikut karakteristik air limbah domestik yang akan diolah:

Tabel 2. 1. Konsentrasi Pencemar pada Air Limbah Domestik


Konsentrasi Air Limbah
Parameter Satuan
1a 1b 2a 2b 3a 3b
BOD mg/L 509 500 453 498 520 515
COD mg/L 830 788 698 653 798 844
TSS mg/L 401 420 426 378 440 355
Amoniak mg/L 67 46 51 41 55 52
Total Nitrogen mg/L 571 631 698 732 682 594
Oil and Grease mg/L 71 100 98 87 79 88
Feacal Coli (x107) 8 6 5 7 5 6
Catatan: Warna kuning adalah konsentrasi pencemar kelompok 3B

Selanjutnya perlu dibandingkan kualitas air limbah domestik dengan baku


mutu air limbah domestik untuk diketahui beban pengolahan dan efisiensi dari
masing-masing parameter. Berikut perbandingan kualitas air limbah domestik
dengan kriteria air limbah domestik pada Permen LH No. 68 Tahun 2016.

Tabel 2. 2. Perbandingan Kualitas Air Limbah Domestik


Parameter Konsentrasi Debit Air Effluent Konsentrasi Stream
CInfluent Limbah Standard Effluent Ceff Standard
(mg/L) Qeff (m3/s) Ceff(STD) (mg/L) Cstr(STD)
(mg/L) (m3/s)
BOD 10.87 30 515 6
COD 15.42 100 844 50
TSS 15 30 355 400
Amoniak 0.01 10 52 -
Total 1.19 - 594 20.06
0.504
Nitrogen
Oil and 0 5 88 1000
Grease
Feacal 700 3000 60000000 2000
Coli

Dari tabel diatas tidak ada satupun parameter yang memenuhi konsentrasi
standard kriteria baku mutu air limbah domestik yang tercantum pada Permen LH
No. 68 Tahun 2016 maupun kriteria badan air pada PP No. 81 Tahun 2001 untuk
itu diperlukan pengelolaan air limbah yang dapat memenuhi dua kriteria tersebut.
Namun, dilihat dari ketentuan kriteria maksimum setiap parameternya dapat dipilih
pengelolaan dengan effluent standard karena baku mutu yang harus dicapai dengan
menggunakan effluent standard lebih tinggi jika dibandingkan dengan baku mutu
stream standard. Dengan tingginya baku mutu pada pengelolaan dengan effluent
standard maka beban pengolahannya akan lebih tinggi dan hasil effluent yang akan
dihasilkan akan lebih terjamin. Untuk itu diperlukan perhitungan beban pengolahan
yang tercantum pada tabel dibawah ini

Tabel 2. 3. Perhitungan Beban Pengolahan dan Efisiensi

Konsentrasi
Effluent Beban Efisiensi
Parameter Effluent Ceff
Standard Pengolahan (%)
(mg/L)
Ceff (STD) IPAL
(mg/L) (mg/s)
BOD 30 515 259.56 94.174
COD 100 844 425.376 88.15
TSS 30 355 178.92 91.549
Amoniak 10 52 26.208 80.769
Oil and 5 88 44.352 95.318
Grease
Faecal Coli 3000 60000000 30240000 99.995
Nilai pada tabel diatas dapat diperoleh dengan contoh perhitungan dibawah ini:

1. Konsentrasi Effluent Standard (CEffSTD)


Didapat dari Lampiran Permen LH No. 68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air
Limbah Domestik
2. Konsentrasi Effluent (CEff)
Didapat dari Modul Asistensi PIPLC 2018
3. Beban pengolahan IPAL
Diambil dari contoh perhitungan pada parameter BOD:
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = 𝐶𝑒𝑓𝑓 𝑥 𝑄𝑒𝑓𝑓
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = 515 𝑥 0.504 = 259.56𝑚𝑔/𝑠

4. Efisiensi
Diambil dari contoh perhitungan pada parameter BOD:
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 − (𝐶𝑒𝑓𝑓𝑆𝑇𝐷 𝑥 𝑄𝑒𝑓𝑓)
𝐸𝑓𝑖𝑒𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥100
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
259.56 − (30 𝑥 0.504)
𝐸𝑓𝑖𝑒𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥100 = 94.174%
259.56

Setelah diketahui beban pengolahan dan efisiensi dari masing-masing


parameter langkah selanjutnya adalah menyesuaikan beban pengolahan dari
parameter terhadap penggunaan unit-unit pengolahan yang terdapat pada
inventarisasi unit pengolahan. Untuk selanjutnya masing-masing unit pengolahan
harus memiliki efisiensi sesuai dengan efisiensi yang didapatkan dari perhitungan
diatas untuk menghilangkan parameter seperti pada Tabel XX diatas.

2.2.2 Kuantitas
Kuantitas air limbah merupakan salah satu kriteria air limbah yang menunjukkan
jumlah atau banyaknya air limbah yang dihasilkan dari berbagai kegiatan. Kegiatan yang
menghasilkan air limbah ini secara umum dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu kegiatan
domestik (rumah tangga) dan kegiatan non-domestik (industri, perkebunan, dan lain-lain).
Air limbah ini secara umum akan dialirkan ke badan air atau badan penerima air limbah.
Namun karena karakteristik air limbah yang sangat beragam terutama untuk limbah industri,
maka diperlukan suatu pengolahan agar air limbah yang akan dialirkan ke badan air ini tidak
menjadi pencemar badan air yang akhirnya akan merusak lingkungan. Oleh karena itu,
sebelum dibuang ke badan air, air limbah ini perlu suatu pengolahan agar memenuhi baku
mutu air limbah yang layak dialirkan ke badan air. Maka untuk melakukan pengolahan
diperlukan suatu instalasi yang disebut instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Untuk perancangan IPAL ini diperlukan beberapa data yang akan menjadi acuan dan
parameter sistem IPAL yang akan digunakan. Salah satu data yang diperlukan ini adalah
timbulan air limbah yang merupakan total jumlah air limbah yang akan masuk dan diolah di
IPAL. Timbulan air limbah yang digunakan harus sesuai dengan life time IPAL yang akan
direncanakan, yaitu pada tahun akhir operasi IPAL. Hal ini dikarenakan agar selama life time
ini IPAL benar-benar masih berfungsi dengan baik dan kapasitasnya masih bisa memenuhi
jumlah air limbah yang masuk.
a Timbulan Air Limbah Domestik
Pada perencanaan kali ini, IPAL direncanakan untuk 20 tahun. Maka kuantitas air
yang dibutuhkan adalah timbulan air limbah 20 tahun dari tahun perencanaan. Untuk air
limbah domestik, timbulan air limbah ini akan bergantung pada jumlah penduduk atau
orang yang menghasilkan limbah, di mana kemungkinan setiap tahunnya akan mengalami
kenaikan karena berhubungan dengan pertambahan penduduk. Oleh karena itu, untuk
mengetahui timbulan air limbah domestik diperlukan terlebih dahulu proyeksi penduduk.
Proyeksi penduduk adalah perhitungan kondisi masa depan yang mungkin terjadi dengan
menggunakan beberapa asumsi, seperti bila angka kelahiran, kematian, dan migrasi saat
ini tidak berubah.
Daerah layan pada perencanaan IPAL terdiri dari 7 kecamatan di kota Bandung
yaitu kecamatan Cibiru, Panyileukan, Ujung Berung, Cinambo, Gedebage, Arcamanik,
dan Antapani. Untuk melakukan proyeksi penduduk diperlukan terlebih dahulu data
jumlah pendudukan beberapa tahun terakhir yang akan dijadikan sebagai acuan. Dalam
perencanaan ini digunakan 5 data jumlah penduduk dari tahun 2011 – 2015. Untuk
memperoleh data penduduk dari 7 kecamatan tersebut dapat diperoleh dari badan pusat
statistik kota Bandung yang disajikan dalam tabel A.
Tabel 2. 4. Jumlah Penduduk Daerah Layan Tahun 2011 – 2015
Kecamatan Jumlah Penduduk
Tahun
Cibiru Panyileukan Ujung berung Cinambo Gedebage Arcamanik Antapani Layanan (jiwa)
2011 69276 38725 74196 24345 35458 67047 72803 381850
2012 71191 39787 76021 24942 36657 68519 73608 390725
2013 72016 40248 76902 25231 37082 69313 74461 395253
2014 70066 39169 75151 24663 35757 67999 74234 387039
2015 70370 39339 75477 24766 35910 68293 74557 388712

Sumber: ppid.bandung.go.id, 2015


Setelah diketahui jumlah penduduk daerah layan tersebut, selanjutnya adalah
melakukan proyeksi penduduk untuk 20 tahun ke depan. Proyeksi penduduk dapat
dilakukan dengan menggunakan 5 metode, yaitu metode Aritmatik, metode Geometri,
metode Regresi Linear, metode Eksponensial, dan metode Logaritmik.
1. Metode Aritmatik
Persamaan metode aritmatik ditampilkan dalam persamaan berikut:
Tabel 2. 5. Perhitungan Proyeksi Penduduk Metode Aritmatik

Jumlah Penduduk
Tahun r Tn - To Pn
(Jiwa)

2011 381850 0 0 381850


2012 390725 8875 1 383223
2013 395253 4528 2 384595
2014 387039 -8214 3 385968
2015 388712 1673 4 387340
Jumlah 1943579 1922976
Rata-rata 388715.8 1372.4
Berdasarkan tabel 2.5 diperoleh:
 Kenaikan rata-rata jumlah penduduk (r) = 1372,4
 Rata-rata jumlah penduduk (Pr) = 388715,8
 Sehingga persamaan proyeksi penduduk metode aritmatik adalah Pn = Po +
1372,4(Tn-To)
Setelah ditentukan persamaan proyeksi penduduk, nilai Pn dari masing-masing tahun.
Kemudian dilakukan perhitungan nilai koefisien korelasi dan standar deviasi, dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

Tabel 2. 6. Perhitungan koefisien korelasi dan standar deviasi metode aritmatik


Metode Aritmatik
Jumlah Penduduk
Tahun r Tn - To Pn (Pn-Pr)2 (Pn-P)2
(Jiwa)
2011 381850 0 0 381850 47139209.64 0
2012 390725 8875 1 383223 30170851.84 56280004
2013 395253 4528 2 384595 16980992.64 113592964
2014 387039 -8214 3 385968 7550404.84 1147041
2015 388712 1673 4 387340 1892825.64 1882384
Jumlah 1943579 1922976 103734284.6 172902393
Rata-rata 388715.8 1372.4
r2 -0.666781563
r #NUM!
STD 5259.694181

 Koefisien korelasi
(103734284,6) − (172902393)
𝑟2 =
(103734284,6)
𝑟 2 = −0,666781563
Nilai r2 negatif karena pada data penduduk lima tahun ini pada tahun 2013 ke tahun
2014 mengalami penurunan nilai penduduk, sehingga akan berpengaruh pada rata-
rata laju kenaikan penduduknya menjadi lebih kecil.
 Standar deviasi
(172902393)
(103734284,6) − ( )1
5
𝑆𝑇𝐷 = [ ]2
5
𝑆𝑇𝐷 = 5259,694181
2. Metode Geometri
Persamaan metode geometri ditampilkan dalam persamaan berikut:
Tabel 2. 7. Perhitungan Proyeksi Penduduk Metode Geometri
Jumlah
Tahun Penduduk r Tn - To Pn
(Jiwa)
2011 381850 0 0 381850
2012 390725 0.022714 1 383168
2013 395253 0.011456 2 384490
2014 387039 -0.02122 3 385817
2015 388712 0.004304 4 387148
Jumlah 1943579 1922473
Rata-rata 388715.8 0.00345
Berdasarkan tabel 2.7 diperoleh:
 Kenaikan rata-rata jumlah penduduk (r) = 0,004304
 Rata-rata jumlah penduduk (Pr) = 388715,8
 Sehingga persamaan proyeksi penduduk metode aritmatik adalah Pn = Po(1 –
0,004304)n
Setelah ditentukan persamaan proyeksi penduduk, nilai Pn dari masing-masing tahun.
Kemudian dilakukan perhitungan nilai koefisien korelasi dan standar deviasi.
Tabel 2. 8. Perhitungan koefisien korelasi dan standar deviasi metode geometri
Jumlah
Tahun Penduduk r Tn - To Pn (Pn-Pr)2 (Pn-P)2
(Jiwa)
2011 381850 0 0 381850 47139209.64 0
2012 390725 0.022714 1 383168 30778084.84 57108249
2013 395253 0.011456 2 384490 17857385.64 115842169
2014 387039 -0.02122 3 385817 8403041.44 1493284
2015 388712 0.004304 4 387148 2457996.84 2446096
Jumlah 1943579 1922473 106635718.4 176889798
Rata-rata 388715.8 0.00345
r2 -0.658823147
r #NUM!
STD 5319.996962
 Koefisien korelasi
(106635718,4) − (176889798)
𝑟2 =
(106635718,4)
𝑟 2 = −0,658823147
Nilai r2 negatif karena pada data penduduk lima tahun ini pada tahun 2013 ke tahun
2014 mengalami penurunan nilai penduduk, sehingga akan berpengaruh pada rata-
rata laju kenaikan penduduknya menjadi lebih kecil.

 Standar deviasi
(176889798)
(106635718,4) − ( )1
𝑆𝑇𝐷 = [ 5 ]2
5
𝑆𝑇𝐷 = 5319,996962

3. Metode Regresi Linear


Untuk proyeksi penduduk dengan metode ini harus ditentukan nilai koefisien a, b, dan
persamaan regresi linear. Berikut langkah perhitungannya:
 Menentukan koefisien proyeksi a

(1943579 𝑥 55) − (15 𝑥 5840775)


𝑎=
(5 𝑥 55) − (15)2
𝑎 = 385704,4
 Menentukan koefisien proyeksi b

(5 𝑥 5840775) − (15 𝑥 1943579)


𝑏=
(5 𝑥 55) − (15)2
𝑏 = 1003,8
 Menentukan persamaan garis metode regresi linear
Berdasarkan pada koefisien-koefisien di atas, persamaan proyeksi penduduk
metode regresi linear adalah:
𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
𝑦 = 385704,4 + 1003,8𝑥
Dengan diketahui persamaan ini, maka nilai Pn (jumlah penduduk proyeksi)
diketahui.
Tabel 2. 9. Hasil Perhitungan Metode Regresi Linear
Jumlah Penduduk
Tahun x x2 y2 xy Pn (Pn-Pr)2 (Pn-P)2
(Jiwa) (y)
2011 381850 1 1 1.45809E+11 381850 386709 4027246.24 23609881
2012 390725 2 4 1.52666E+11 781450 387712 1007614.44 9078169
2013 395253 3 9 1.56225E+11 1185759 388716 0.04 42732369
2014 387039 4 16 1.49799E+11 1548156 389720 1008417.64 7187761
2015 388712 5 25 1.51097E+11 1943560 390724 4032867.24 4048144
Jumlah 1943579 15 55 7.55597E+11 5840775 1943581 10076145.6 86656324
Rata-rata 388715.8
a 385704.4
b 1003.8
r2 -7.600146072
r #NUM!
STD 3723.575142

Setelah ditentukan persamaan proyeksi penduduk, dicari nilai korelasi dan standar
deviasi untuk metode ini.
 Koefisien korelasi
(10076145) − (86656324)
𝑟2 =
(10076145)
𝑟 2 = −7,60014
Nilai r2 negatif karena pada data penduduk lima tahun ini pada tahun 2013 ke tahun
2014 mengalami penurunan nilai penduduk, sehingga akan berpengaruh pada rata-
rata laju kenaikan penduduknya menjadi lebih kecil.
 Standar deviasi
(86656324)
(86656324) − ( )1
𝑆𝑇𝐷 = [ 5 ]2
5
𝑆𝑇𝐷 = 3723,575142
4. Metode Eksponensial
Untuk proyeksi penduduk dengan metode ini harus ditentukan nilai koefisien a, b, dan
persamaan eksponensial. Berikut langkah perhitungannya:
 Menentukan koefisien proyeksi b
(5 𝑥 193,084239) − (15 𝑥 64,352698)
𝑏=
(5 𝑥 55) − (15)2
𝑏 = 0,002614317
 Menentukan koefisien proyeksi a

1
ln 𝑎 = 5 (64,352698 −(0,002614317𝑥15))

𝑎 = 385654,3361
 Menentukan persamaan garis metode eksponensial
Berdasarkan pada koefisien-koefisien di atas, persamaan proyeksi penduduk
metode eksponensial adalah:
𝑦 = 𝑎 . 𝑒 𝑏𝑥
𝑦 = 385654,3361 . 𝑒 0,002614317𝑥
Dengan diketahui persamaan ini, maka nilai Pn (jumlah penduduk proyeksi)
diketahui.

Tabel 2. 10. Hasil Perhitungan Metode Eksponensial


Jumlah Penduduk
Tahun x ln y x.lny x2 Pn (pn-Pr)2 (Pn-P)2
(Jiwa) (y)
2011 381850 1 12.85278314 12.85278314 1 386664 4209883.24 23174596
2012 390725 2 12.87575927 25.75151853 4 387677 1079105.44 9290304
2013 395253 3 12.88728135 38.66184404 9 388691 615.04 43059844
2014 387039 4 12.86628074 51.46512297 16 389709 986446.24 7128900
2015 388712 5 12.87059399 64.35296994 25 390729 4052974.24 4068289
Jumlah 1943579 15 64.35269848 193.0842386 55 1943470 10329024.2 86721933
Rata-rata 388715.8
a 385654.3361
b 0.002614317
r2 -7.395946347
r #NUM!
STD 3724.984467

Setelah ditentukan persamaan proyeksi penduduk, dicari nilai korelasi dan standar
deviasi untuk metode ini.
 Koefisien korelasi
(10329024,2) − (86721933)
𝑟2 =
(10329024,2)
𝑟 2 = −7,395946347
Nilai r2 negatif karena pada data penduduk lima tahun ini pada tahun 2013 ke tahun
2014 mengalami penurunan nilai penduduk, sehingga akan berpengaruh pada rata-
rata laju kenaikan penduduknya menjadi lebih kecil.
 Standar deviasi
(86721933)
(86721933) − ( )1
𝑆𝑇𝐷 = [ 5 ]2
5
𝑆𝑇𝐷 = 3724,984467
5. Metode Logaritmik
Untuk proyeksi penduduk dengan metode ini harus ditentukan nilai koefisien a, b, dan
persamaan logaritmik. Berikut langkah perhitungannya:
 Menentukan koefisien proyeksi b
𝑁 ∑(𝑦. 𝑙𝑛𝑥) − ∑ 𝑦 ∑(𝑙𝑛𝑥)
𝑏= 2
𝑁 ∑(𝑙𝑛𝑥)2 − (∑(𝑙𝑛𝑥)) (∑(𝑙𝑛𝑥))

(5 𝑥 1867218) − (15 𝑥 4,78749)


𝑏=
(5 𝑥 6,1995) − (4,78749)2
𝑏 = 3865,000239
 Menentukan koefisien proyeksi a
1
ln 𝑎 = (∑ 𝑦 − 𝑏 ∑(𝑙𝑛𝑥)
𝑁

1
ln 𝑎 = 5 (1943579 −(3865,000239𝑥4,78749))

𝑎 = 385015,0687
 Menentukan persamaan garis metode logaritmik
Berdasarkan pada koefisien-koefisien di atas, persamaan proyeksi penduduk
metode logaritmik adalah:
𝑦 = 𝑎 + 𝑏. 𝑙𝑛𝑥
𝑦 = 385015,0687 + 3865,000239. 𝑙𝑛𝑥

Dengan diketahui persamaan ini, maka nilai Pn (jumlah penduduk proyeksi)


diketahui.
Tabel 2. 11. Hasil Perhitungan Metode Logaritmik
Jumlah
Tahun x ln x y.ln x (ln x)2 Pn (Pn-Pr)2 (Pn-P)2
Penduduk
2011 381850 1 0 0 0 385016 13688520 10023556
2012 390725 2 0.693147 270829.9 0.480453 387695 1042032.64 9180900
2013 395253 3 1.098612 434229.8 1.206949 389262 298334.44 35892081
2014 387039 4 1.386294 536550 1.921812 390374 2749627.24 11122225
2015 388712 5 1.609438 625607.8 2.59029 391236 6351408.04 6370576
Jumlah 1943579 15 4.787492 1867218 6.199504 1943583 24129922.4 72589338
Rata-rata 388715.8
a 385015.0687
b 3865.000239
r2 -2.008270677
r #NUM!
STD 3407.97507

Setelah ditentukan persamaan proyeksi penduduk, dicari nilai korelasi dan standar
deviasi untuk metode ini.
 Koefisien korelasi
(24129922) − (72589338)
𝑟2 =
(24129922)
𝑟 2 = −2,008270677
Nilai r2 negatif karena pada data penduduk lima tahun ini pada tahun 2013 ke tahun
2014 mengalami penurunan nilai penduduk, sehingga akan berpengaruh pada rata-
rata laju kenaikan penduduknya menjadi lebih kecil.
 Standar deviasi
(72589338)
(72589338) − ( )1
𝑆𝑇𝐷 = [ 5 ]2
5
𝑆𝑇𝐷 = 3407,97507
Dari kelima metode proyeksi yang telah disajikan sebelumnya, aka nada satu
metode yang terpilih untuk menentukan jumlah penduduk proyeksi. Metode proyeksi
yang akan digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk masa yang akan datang
adalah metode yang memiliki nilai koefisien korelasi paling mendekati 1 dan nilai standar
deviasi yang terkecil. Pemilihan didasarkan pada alas an bahwa semakin nilai r mendekati
1 berarti menunjukkan bahwa adanya korelasi yang kuat antar faktor dan/atau koefisien
dalam metode tersebut. Sementara, standar deviasi dengan nilai kecil berarti bahwa
penyimpangan yang terjadi lebih kecil dan juga memiliki resiko kesalahan lebih kecil.
Selain itu, semakin kecil standar deviasi maka sampel semakin tidak beragam.
Rekapitulasi nilai standar deviasi ditampilkan pada tabel I.
Tabel 2. 12. Nilai Koefisien Korelasi Standar Deviasi Metode Proyeksi Penduduk

Metode STDEV r^2


Aritmatik 5259.694181 -0.666781563
Geometrik 5319.996962 -0.658823147
Regresi Linier 3723.575142 -7.600146072
Eksponensial 3724.984467 -7.395946347
Logaritmik 3407.97507 -2.008270677
Berdasarkan tabel 2.12, metode proyeksi yang paling sesuai untuk memperkirakan
jumlah penduduk pada masa yang akan datang adalah metode logaritmik, karena pada
metode ini nilai standar deviasi paling kecil diantara semua metode lainnya, sementara
untuk nilai koefisien korelasi dari semua metode bernilai negative karena adanya
penurunan data yang terjadi cukup besar pada tahun 2013 sehingga berpengaruh pada
nilai laju pertumbuhan yang lebih kecil. Tabel J menampilkan hasil proyeksi penduduk
dengan Metode Logaritmik sampai tahun 2038 yang diproyeksikan 20 tahun dari tahun
perencanaan yaitu pada tahun 2018.
Tabel 2. 13. Proyeksi Penduduk Metode Logaritmik
Jumlah
Tahun x Penduduk
(Jiwa)
2015 5 391236
2016 6 391941
2017 7 392537
2018 8 393053
2019 9 393508
2020 10 393915
2021 11 394283
2022 12 394620
2023 13 394929
2024 14 395216
2025 15 395482
2026 16 395732
2027 17 395966
2028 18 396187
2029 19 396396
2030 20 396594
2031 21 396783
2032 22 396962
2033 23 397134
2034 24 397299
2035 25 397457
2036 26 397608
2037 27 397754
2038 28 397895
Setelah diketahui jumlah penduduk dengan melakukan proyeksi penduduk untuk
20 tahun. Selanjutnya untuk menghitung timbulan air limbah diperlukan data kebutuhan
air bersih dan faktor air limbahnya. Kota Bandung termasuk dalam kategori kota besar,
berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 2008, kebutuhan air bersih
untuk kota besar adalah 120-150 liter/orang/hari. Dari air bersih yang digunakan ini, 60-
80% akan menjadi air limbah, angka ini disebut sebagai faktor air limbah.
Tabel 2. 14. Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga
Dengan mengacu pada data kebutuhan air bersih dan faktor air limbah, dalam
perencanaan IPAL ini digunakan asumsi sebagai berikut:
 Kebutuhan air bersih penduduk = 120 liter/orang/hari
 Persentase banyaknya limbah yang dihasilkan (faktor air limbah) = 80% dari
pemakaian air bersih
Setelah ditentukan data standar kebutuhan air bersih dan faktor air limbah, maka
dapat ditentukan timbulan air limbah yang akan dihasilkan dengan menggunakan
persamaan berikut:
𝑄𝑎𝑏𝑑 = 𝑃 𝑥 𝑓𝑎𝑏 𝑥 𝑄𝑎𝑚
Dimana:
Qab = timbulan air limbah domestik (l/hari)
P = jumlah penduduk (jiwa)
fab = faktor air limbah
Qab = debit/kebutuhan air bersih (l/orang/hari)
Maka, timbulan air limbah domestik pada tahun 2038 adalah:
𝑄𝑎𝑏𝑑 = 397895 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑥 80% 𝑥 120 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟/𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑄𝑎𝑏𝑑 = 38197920 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟/ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑄𝑎𝑏𝑑 = 442,11 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
Tabel 2. 15. Hasil Perhitungan Timbulan Air Limbah Domestik
Jumlah
kebutuhan air
Tahun Penduduk fab Qab (l/hari) Qabd (l/detik)
bersih (l/o/hr)
(Jiwa)
2015 391236 120 80% 37558656 434.71
2016 391941 120 80% 37626336 435.49
2017 392537 120 80% 37683552 436.15
2018 393053 120 80% 37733088 436.73
2019 393508 120 80% 37776768 437.23
2020 393915 120 80% 37815840 437.68
2021 394283 120 80% 37851168 438.09
2022 394620 120 80% 37883520 438.47
2023 394929 120 80% 37913184 438.81
2024 395216 120 80% 37940736 439.13
2025 395482 120 80% 37966272 439.42
2026 395732 120 80% 37990272 439.70
2027 395966 120 80% 38012736 439.96
2028 396187 120 80% 38033952 440.21
2029 396396 120 80% 38054016 440.44
2030 396594 120 80% 38073024 440.66
2031 396783 120 80% 38091168 440.87
2032 396962 120 80% 38108352 441.07
2033 397134 120 80% 38124864 441.26
2034 397299 120 80% 38140704 441.44
2035 397457 120 80% 38155872 441.62
2036 397608 120 80% 38170368 441.79
2037 397754 120 80% 38184384 441.95
2038 397895 120 80% 38197920 442.11
b Timbulan Air Limbah Non-Domestik
Timbulan air limbah non-domestik pada perencanaan IPAL ditentukan sebanyak
14% dari timbulan air limbah domestik. Sehingga untuk perhitungan timbulan air limbah
non-domestik dapat menggunakan persamaan berikut:
𝑄𝑎𝑏𝑛 = 14% 𝑥 𝑄𝑎𝑏𝑑
Dimana:
Qabn = timbulan air limbah non-domestik (l/hari)
Qabd = timbulan air limbah domestik (l/hari)
Maka, timbulan air limbah non-domestik pada tahun 2038 adalah:
𝑄𝑎𝑏𝑛 = 14% 𝑥 38197920 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟/ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑄𝑎𝑏𝑛 = 5347708,8 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟/ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑄𝑎𝑏𝑛 = 61,89 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

Tabel 2. 16. Hasil Perhitungan Timbulan Air Limbah Non-Domestik

Qabn
Tahun Qabn (l/hari)
(/detik)
2015 5258211.84 60.86
2016 5267687.04 60.97
2017 5275697.28 61.06
2018 5282632.32 61.14
2019 5288747.52 61.21
2020 5294217.60 61.28
2021 5299163.52 61.33
2022 5303692.80 61.39
2023 5307845.76 61.43
2024 5311703.04 61.48
2025 5315278.08 61.52
2026 5318638.08 61.56
2027 5321783.04 61.59
2028 5324753.28 61.63
2029 5327562.24 61.66
2030 5330223.36 61.69
2031 5332763.52 61.72
2032 5335169.28 61.75
2033 5337480.96 61.78
2034 5339698.56 61.80
2035 5341822.08 61.83
2036 5343851.52 61.85
2037 5345813.76 61.87
2038 5347708.80 61.89
Sementara total kuantitas atau timbulan air limbah yang akan diolah adalah jumlah dari
timbulan air limbah domestik dan timbulan air limbah non-domestik, dinyatakan dalam
persamaan:
𝑄𝑎𝑏 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑄𝑎𝑏𝑑 + 𝑄𝑎𝑏𝑛
Maka untuk tahun 2038 yaitu untuk perencanaan IPAL yang akan mengkoordinir pelayanan
air limbah hingga 20 tahun mendatang, total kuantitas air limbahnya adalah:
𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑄𝑎𝑏 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 38197920 + 5347708.80
ℎ𝑎𝑟𝑖 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑄𝑎𝑏 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 43545628.80
ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑄𝑎𝑏 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 504.00
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

2.3 Karakteristik Badan Air


Dalam merancang suatu IPAL terpusat dari jaringan perpipaan air limbah domestic
7 kecamatan yang ada di Bandung, diperlukan badan air penerima hasil olahan IPAL yng
berlokasi tidak jauh dari lokasi IPAL. Sungai –sungai yang ada disekitaran wilayah
pelayanan tersebut diantranya, Sungai Citarum, Sungai Cijalupang, dan Sungai Cikaleuy.
Berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan pada salah satu sungai tersebut,
diasumsikan karakteristik sungai –sungai tersebut tidak jauh berbeda. Dari uji lab tersebut
diperoleh hasil kualitas badan air pada Tabel 2.4.1 di bawah ini :

Tabel 2. 17 Kulitas badan AIr

No Paramter Satuan Kualitas Stream Standar (Kelas 4)

FISIKA

1 Temperatur Celcius 27.2 -5

2 Residu terlarut mg/l 162.52 2000

3 Zat tersuspensi mg/l 18 400

4 Kekeruhan NTU NTU -

6 Kecerahan Cm 135

KIMIA

1 pH - 7.2 7-9

2 CO2 bebas mg/l 13.2

3 HCO3 mg/l 101.5


4 Kesadahan(CaCO3) mg/l 59.4

5 Sulfida(H2S) mg/l - 0

6 Ammonia(NH3) mg/l 0.09 0

7 Nitrit(NO2-N) mg/l 0.07 0

8 Nitrat(NO3-N) mg/l 1.15 20

9 Fosfat(PO4) mg/l 0.22 5

11 Oksigen Terlarut mg/l 2.9 0

12 COD mg/l 23.5 100

13 BOD mg/l 9.33 12

16 Besi (Fe) mg/l 0.21 0

17 Air Raksa (Hg) 0.43 0.05

18 Nikel (Ni) mg/l 0.03

19 Tembaga (Cu) mg/l 0.01 0.2

20 Seng (Zn) mg/l 0.02 2

22 Kadmium (Cd) mg/l - 0.01

23 Timbal (Pb) mg/l 0.0087 1

28 Mangan (Mn) mg/l 0.076 0

29 Natrium (Na) mg/l 34.33

BIOLOGI

1 MPN E.coli JPT/100 240 2000

2 MPN Coliform JPT/100 460 10000


Sungai sebagai badan air penerima hasil pengolahan air limbah memiliki data kualitas air
yang ditunjukkan pada tabel. Berdasarkan parameter kualitas badan air, fungsi
pemanfaatan air sungai dapat dibagi menjadi 4 kelas. Penentuan kelas yaitu dengan
membandingkan tiap-tiap parameter dengan baku standar untuk masing-masing kelas
sesuai dengan PP no 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
pencemaran air, maka sungai tersebut kelas 4. Kualitas awal ini dapat berubah jika terjadi
pencampuran dengan air limbah domestik yang akan dibuang di badan sungai tanpa
pengolahan terlebih dahulu. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan kualitas dari
parameter standar jika terjadi pencampuran.

Pada perencanaan telah dirancang jaringan perpipaan yang menyalurkan air limbah dari
permukiman maunpun fasilitas –fasilitas penunjang permukiman menuju badan air
penerima setelah memenuhi persyaratan baku mutu air limbah domestic sesuai dengan
Permen LHK No.68 Tahun 2016. Namun pada analisis kualitas air limbah pada subbab
sebelumnya air limbah domestic masih belum memenuhi baku mutu tersebut.
Beberapa sumber pencemaran badan air (air permukaan) bukan hanya dari permukiman
saja, tapi dari sektor industry, pertanian dan perkebunan serta aktivitas –aktivitas lain yang
menggunakan air. Badan air terutama sungai seharusnya memiliki kemampuan untuk
melakukan penjerniah airnya sendiri yang dinamakan self-purification of stream. Ilustrasi
kemampuan badan air untuk menjernihkan airnya sendiri dapat dilihat pada gambar di
bawah ini :
Gambar 2. 4 Ilustrasi Self Purification pada Sungai
(Sumber Gambar : General Types of Water Pollution, Benedict Stewart)
Untuk menjustifikasi bahwa air limbah yang dihasilkan dari 7 kecamatan tersebut jika tidak
dilakukan pengolahan terlebih dahulu dengan karakteristik air limbah yang ada dapat
sangat mencemari badan air maka dilakukan perhitungan perubahan konsentrasi pada
badan air sebelum dan sesudah menerima air buangan yang belum diolah. Langkah –
langkah dan hasil perhitungan dapat dilihat seberti berikut :

Tabel 2. 18 Hasil Perhitungan Kualitas Badan Air Tercemar

C badan Debit Debit air


Konsentrasi
C air limbah air badan air limbah
Parameter Satuan stream (C
(Ceff) penerima
(m³/s) (m³/s) mix)
(Cinf)

BOD mg/l 515 9.33 8 0.504 39.29915334

COD mg/l 844 23.5 8 0.504 72.12793979

TSS mg/l 355 18 8 0.504 37.97271872

Amonia mg/l 52 0.09 8 0.504 3.166509878

Total
Nitrogen mg/l 594 1.22 8 0.504 36.35183443
Oil and
grease mg/l 88 8 0.504 5.215428034

Faecal coli 10^-7 60000000 240 8 0.504 3556199.436

(Sumber : Pengolahan Data Pribadi)


Besarnya konsentrasi stream (C mix) merupakan campuran air limbah dengann badan air
penerima. Konsentrasi ini diperngaruhi oleh konsentrasi air limbah (Ceff) dan konsentrasi
badan air penerima sebelum tercemar air limbah. Parameter yang dihitung adalah
parameter yang diketahui dari pengujian laboratoriun yang dilakukan pada sampel air
limbah. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data kualitas dan debit air sungai
dengan data dan kualitas air limbah. Perhitungan dilakukan terhadap parameter BOD,
COD, Tss, Amonia, Total Nitrogen, oil&grease dan faecal coli. Rumus yang digunakan
untuk menentukan konsentrasi stream (Cmix) adalah berikut :
𝐶 𝐴𝐼𝑅 𝐿𝐼𝑀𝐵𝐴𝐻 𝑋 𝑄𝐴𝐼𝑅 𝐿𝐼𝑀𝐵𝐴𝐻 + 𝐶 𝐴𝐼𝑅 𝑆𝑈𝑁𝐺𝐴𝐼 𝑋 𝑄𝐴𝐼𝑅 𝑆𝑈𝑁𝐺𝐴𝐼
𝐶𝑚𝑖𝑥−𝑝𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 =
𝑄𝑇𝑂𝑇𝐴𝐿

Berikut contoh perhitungan pada parameter BOD :


515𝑋 0.504 + 9.33𝑋 8
𝐶𝐵𝑂𝐷 = = 39.3 𝑚𝑔/𝑙
0.504 + 8

Hasil pengukuran menunjukkan terjadinya peningkatan atau penambahan konsentrasi pada


masing –masing parameter. Oleh karena itu hasil perhitungan yang sudah diperoleh
dianalisis kualiasnya dengan strandar baku mutu air baku golongan IV PP no. 82 tahun
2001. Berikut hasil perbandingan kualitas badan air yang sudah tercemar :

Tabel 2. 19 Perbandingan Konsentrasi Badan Air Tercemar dan Baku Mutu Standarnya

Konsentrasi Konsentrasi
Parameter Satuan
stream (C mix) Std (Cstd)

BOD mg/l 39.29915334 12

COD mg/l 72.12793979 100

TSS mg/l 37.97271872 400

Amonia mg/l 3.166509878 0


Total
Nitrogen mg/l 36.35183443 20

Oil and
-
grease mg/l 5.215428034

Faecal coli JPN/100 3556199.436 2000

Berdasarkan table di atas, badan air (sungai) sudah tidak memenuhi baku mutu standar
Golongan IV yaitu peruntukan air baku untuk mengairi pertanaman atau peruntukkan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Parameter yang
masih memenuhi standard hanya TSS dan COD, sementara parameter lainya tidak
memebuhi terutama terkait jumlah e.choli yang sangat banyak, dan dapat sangat berbahaya
terhadap kesehatan masyarakat. Data tersebut membuktikan jika air limbah langsung
masuk ke badan air, badan air penermiamenjadi tercemar dan membutuhkan pengelolaan
pencemaran air. Jika badan air sudah tercemar, perbaikan kualitas air sungai akan jauh
lebih sulit dibandinkan pengolahan air limbah. Dan dampak pencemaran badan air/sungai
sangat luas terutama terhadap kehidupan di sekitar perairan dan akan mengganggu
keseimbangan ekosistem.

BAB III

INVENTARISASI UNIT PENGOLAHAN


3.1 Unit Pengolahan Primer
Pengolahan primer bertujuan untuk menghilangkan material yang dapat
mengapung atau mengendap dengan bantuan gravitasi dan juga bertujuan untuk
mengurangi BOD. Hal tersebut menyebabkan kandungan oksigen (DO) dalam air
meningkat yang baik bagi kehidupan biota air. Pengolahan ini dapat mengurangi BOD
sekitar 20-30 persen dan padatan tersuspensi hingga 60%. Pengolahan dapat dilakukan
dengan cara fisik seperti penyaringan, penghilangan pasir (Grit Chamber), sedimentasi dan
menggunakan komunitor.
3.1.1 Screen
Di dalam proses pengolahan air limbah, screening (saringan) atau saringan
dilakukan pada tahap yang paling awal. Saringan untuk penggunaan umum (general
porpose screen) dapat digunakan untuk memisahkan bermacam-macam benda
padat yang ada di dalam air limbah, misalnya kertas, plastik, kain, kayu dan benda
dari metal serta lainnya.
Benda-benda tersebut jika tidak dipisahkan dapat menyebabkan kerusakan
pada sistem pemompaan dan unit peralatan pemisah lumpur (sludge removal
equipment) misalnya weir, block valve, nozle, saluran serta perpipaan. Hal tersebut
dapat menimbulkan masalah yang serius terhadap operasional maupun
pemeliharaan peralatan. Saringan yang halus kadang-kadang dapat juga digunakan
untuk memisahkan padatan tersuspensi.
Screen chamber terdiri dari saluran empat persegi panjang, dasar saluran
biasanya 7 –15 cm lebih rendah dari saluran inlet (incoming sewer). Screen
chamber harus dirancang sedemikian rupa agar tidak terjadi akumulasi pasir (grit)
atau material yang berat lainnya di dalam bak. Jumlah bak minimal 2 buah untuk
instalasi dengan kapasitas yang besar.
Screen atau saringan dapat dikelompokkan menjadi dua yakni saringan
kasar (coarse screen) dan saringan halus (fine screen). Saringan kasar diletakkan
pada awal proses. Tipe yang umum digunakan antara lain : bar rack atau bar screen,
coarse woven – wire screen dan comminutor. Saringan halus (fine screen)
mempunyai bukaan (opening screen) 2,3 – 6 mm, ada juga yang mempunyai
bukaan yang lebih kecil dari 2,3 mm. Biasanya untuk saringan halus
pembersihannya dilakukan secara mekanis. Beberapa tipe screen yang sangat halus
(micro screen) juga telah banyak dikembangkan untuk dipakai pada pengolahan
sekunder.
Adapun type-type screen yang digunakan dalam pengolahan air limbah, dapat
dilihat pada bagan 1 berikut:

Screening

Coose screens Micro screens Fine screens

6-150 mm < 0,5 mm < 6 mm

Hand cleaned Mechanically Static Drum Step


wedgewire
cleaned

Chain Reciprocating Catenary Continouse


driven tuke belt

Gambar 3. 1 Type-type screen yang digunakan dalam pengolahan air limbah


a. Coarse screen (saringan kasar / bar racks)
Dalam pengolahan limbah, saringan kasar ini digunakan untuk melindungi
pompa, value, perpipaan dll dari penyumbatan dan kerusakan. Bar screen terdiri
dari batang baja yang dilas pada kedua ujungnya terhadap dua batang baja
horizontal. Jarak antar batang yaitu sekitar 32-100 mm.

Deskripsi saringan kasar yaitu ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 3. 1. Deskripsi Saringan Kasar

Tipe Lokasi Deskripsi


Bar Rack atau Bar Screen Di depan stasiun pompa Bar screen dapat
atau unit pemisah pasir dibersihkan secara
(grit chamber) manual atau mekanik.
Untuk pembersihan
secara manual biasanya
digunakan untuk instalasi
pengolahan air limbah
kapasitas kecil.

Coarse woven- wire Di belakang bar screen Bentuknya bermacam-


screen atau di depan trickling macam : datar, keranjang,
filter. sangkar (cage), disk.
Digunakan untuk
memisahkan padatan
dengan ukuran yang
relatif kecil. Pembersihan
dilakukan dengan cara
mengambil saringan dari
bak atau saluran. Ada tipe
yang menggunakan
screen yang dapat
digerakkan atau
dipindahkan seperti pada
saringan halus. Padatan
yang tersaring dipisahkan
secara kontinyu kedalam
penampung, bukaan
screen bervariasi antara 3
–20 mm tergantung
kebutuhan.
Comminutor Digabungkan dengan Comminutor terdiri dari
saringan kasar (coarse peralatan seperti grinder
screen) dan memotong material
yang tertangkap oleh
screen. Comminutor
dilengkapi dengan gigi
pemotong atau peralatan
pencacah dalam drum
yang berputar.

Untuk jenis saringan dengan metode pembersihan mekanik beserta keuntungan dan
kerugian ditunjukkan pada tabel berikut

Jenis saringan Keuntungan Kerugian


Chain-driven screen Elemen cleaning banyak Memiliki bagian yang
Front clean / back return (siklus pembersihan bergerak di bawah air yang
singkat) membutuhkan saluran
Digunakan untuk tugas bebas air untuk perawatan
yang berat Pembuangan hasil
saringan kurang efisien,
misalnya penggerak hasil
saringan ke saluran
buangan

Front clean / front return Elemen cleaning banyak Memiliki bagian yang
(siklus pembersihan bergerak di bawah air yang
singkat) membutuhkan saluran
Ukuran penggeraknya bebas air untuk perawatan
kecil Bagian yang bergerak di
bawah air (rantai, gigi dan
poros) mudah rusak
Barang/benda berat
menyebabkan
penggaruk/rake macet
Back clean / back return Elemen cleaning banyak Memiliki bagian yang
(siklus pembersihan bergerak di bawah air yang
singkat) membutuhkan saluran
Bagian yang bergerak di bebas air untuk perawatan
bawah air (rantai, gigi dan Gigi penggaruk yang
poros) terlindung oleh panjang mudah rusak
penggaruk

Reciprocating rake Tidak ada bagian yang Kemungkinan pada


terendam air; perawatan & penggeraknya Tinggi level
perbaikan dapat dilakukan air pada saluran yang tidak
di atas diperhitungkan dapat
Dapat menangani benda merendam motor
besar (balok, ban, dll) penggaruk dan
menyebabkannya terbakar
Penggaruk efektif dan Membutuhkan ruang yang
pembuangan hasil saringan lebih besar
efisien
Harga operasional dan Waktu siklus yang lama;
perawatan relatif rendah kapasitas penggaruk
Konstruksi mengurangi terbatas
korosi Kapasitas debit Akumulasi pasir di depan
besar saringan dapat
menghentikan pergerakan
stainless-steel penggaruk
Harga relatif tinggi karena
konstruksi dari stainless-
steel

Catenary Gigi tidak terendam air; Karena desain tergantung


kebanyakan perawatan pada berat rantai
dapat dilakukan di atas penghubung penggaruk
Kebutuhan ruang relatif dengan saringan, rantai
sedikit Elemen cleaning sangat berat dan sulit
banyak (siklus ditangani
pembersihan singkat) Karena besarnya sudut 45-
75 derataj, saringan
Dapat menangani benda memiliki jangkauan yang
besar Ukuran luas Pergeseran dan
penggeraknya keci perubahan bentuk dapat
terjadi jika penggaruk
macet Dapat menghasilkan
bau karena terbuka

Continuous belt Kebanyakan perawatan Overhaul atau penggantian


dilakukan di atas elemen saringan
Unit sulit untuk macet membutuhkan waktu yang
lama dan biaya operasi
yang tinggi

Sumber: jurnal ilmiah teknik Limits volume 7 no 1, 2011

Gambar dari screen dengan pembersihan secara mekanis ditunjukkan oleh gambar:

Gambar 3. 2 Screen
b. Saringan Halus
Fine screen memiliki ukuran celah kurang dari 6 mm (Metcalf&Eddy,
2004). Dengan ukuran celah yang kecil, fine screen tidak hanya digunakan sebagai
instrumen dalam tahap pra pendahuluan, tapi juga sebagai unit pengolahan primer.
Pemanfaatan fine screen dapat membantu penyisihan TSS sebanyak 15-30%, BOD
sebesar 5-25%, lemak sebanyak 30-50%, dan padatan yang mengapung hingga
90%. dibentuk dari saringan kain ataupun plat berpori yang umumnya diletaknya
pada sabuk, drum berputar, disk yang berada dalam kedalaman tertentu.
Saringan halus dapat diaplikasikan pada berbagai lokasi, di antaranya : saat
pengolahan pendahuluan (setelah bar screen), pengolahan awal (sebagai pengganti
water clarifier awal) dan pengolahan buangan campuran.Saringan halus pada
pengolahan pendahuluan biasanya digunakan bersamaan dengan saringan kasar.
Tipe-tipe saringan halus yang digunakan untuk pengolahan pertama adalah :
1. Static (Fixed)
Tipe ini berbentuk datar, kurung, atau tipe disk berfungsi untuk
menghilangkan partikel yang lebih kecil. Lebar bukaan yaitu 0,25 hingga
2,5 mm.
2. Rotary Drum

Gambar 3. 3. Rotary Vacuum Drum Filter


Terdiri dari silinder yang berputar yang dilengkapi dengan screen yang
melapisi area sekeliling drum. Air akan masuk melalui drum secara aksial
dan bergerak secara radial. Padatan dihilangkan melalui pancaran air dari
bagian atas dan keluar menerobos. Bukaan berkisar natara 1 hingga 5 mm
dan 0,25 hingga 2,5 mm untuk pengolahan pertama. Tujuan lebar bukaan
ini untuk menghilangkan alga dari effleun yang berasal dari kolam
stabilisasi
3. Step Type

Gambar 3. 4. Step Screen


Sumber : http://www.ekotuotanto.fi/StepScreen.php

Cara kerja Step Screen hampir menyerupai tangga berjalan. Peralatan ini
terdiri dari Step shaped screen eletrcial motor, gear box, rantai, emapt buah
roda eksentrik dan batang penghubung, Semua sampah yang tertahan akan
dibawa ke atas dan dibuang dengan sendirinya pada bagian atas screen.

Pembuangan sampah dari screen / sampah yang tersaring pada instalasi


pengolahan yang kecil hal ini mudah dicapai dengan cara penanaman pada
suatu lahan yang kecil.

Screen Berdasarkan cara Pembersihan

Berdasarkan cara pembersihannya, maka screen dapat dibagi menjadi dua yaitu
dengan pembersihan manual dan otomatis.
- Pembersihan secara manual
Peralatan ini harus dikontrol dan dibersihkan secara teratur. Bar screen dengan
pembersihan manual sering digunakan dalam OIPAL kapasitas kecil. Meskipun
digunakan dalam IPAL skala kecil, saat in sudah mulai dikembangkan screen
otomatis, bukan hanya untuk mengurangi biayaoperasi, namun juga untuk
mencegah meluapnya air limbah pada saat clogging pipa.
Alat untuk mengambil padatan hasil screening juga harus direncakana sedemikian
rupa sehingga tidak menyulitkan operator. Bagian atasscreen harus dilengkapi
dengan lantai yang berlubang untuk menempatkan padatan hasil screening sebelum
dipindahkan ke tempat pengumpulan limbah padat dikeringkan dalam suatu
penekan hidrolik dan kemudian di insenerasikan dan dihaluskan dalam suatu alat
pemarut dan kemudian dikembalikan ke arah aliran air limbah dan disaring
kembali. Gambar potongan screen ditunjukkan pada gambar:

Gambar 3. 5. Denah Screen dan Potongan Screen


- Pembersihan secara mekanis
Bahan alat pembersihan secara mekanis ini yaitu stainless steel dan plastik. Adapun
typenya adalah :
1. Curved Screen
Curven screen beroperasi secara otomatis terutama dipasang pada saluran yang
dangkal. Kelebihan peralatan ini adalah pada luas permukaan yang lebih besar.
Pembersihan dilakukan dengan satu atau lebih sikat pembersih yang salah satu
ujungnya diikat pada posisi horizontal. Scrapper membuang padatan hasil
screening ke samping, yakni ke dalam bak penampungan yang dapat dipindah-
pindahkan atau ke dalam ban berjalan yang begerak dan membawa padatan hasil
screening ke bapk penampungan.
2. Straight Screen Otomatis
Straight screen otomatis terdiri atas batangan-batangan besi dengan penampang
segi empat atau trapezoidal untuk mencegah terjadinya kemacetan system
pengambilan padatan hasil screening. Screen biasanya dipasang pada kemiringan
80 derajat terhadap horizontal.
Bagian atas bar disambungkan dengan besi atau beton. Sistem penggarukan bekerja
secara reciprocating, mengangkat padatan dan membuangnya ke dalam bak
penampungan dibawahnya. Sistem ini biasa disebut system pembersihan dari
muka.
Sistem otomatis dilakukan oleh level control yang mendeteksi perbedaan antara
permukaan air di depan dan dibelakang bar screen atau dapat juga dengan
penggunaan timer yang menjalankan motor elektrik secara teratur.
3. Basket Screen
Basket screen biasanya digunakan dalam saluran pembuangan yang sangat sempit.
Bahan-bahan yang tertahan di dalam basket diambil dengan cara menaikkan basket.
Selama proses pembersihan penyaringan dilakukan oleh bar screen sementara.
4. Step Screen
Cara kerja Step Screen hamper menyerupai tangga berjalan. Peralatan ini terdiri
dari Step shaped screen eletrcial motor, gear box, rantai, emapt buah roda eksentrik
dan batang penghubung, Semua sampah yang tertahan akan dibawa ke atas dan
dibuang dengan sendirinya pada bagian atas screen.
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan pembersihan secara manual yaitu membutuhkan peralatan perawatan
dan merupakan pilihan yang baik untuk pengolahan yang kecil dengan beberapa
penyaringan. Sedangkan pembersihan secara mekanis membutuhkan biaya tenaga
kerja yang lebih kecil dibandingkan dengan pembersihan secara manual dan
peningkatan aliran yang lebih baik dan penyaringan yang lebih baik juga dibanding
pembersihan secara manual. Namun, membutuhkan energi yang lebih besar untuk
menggerakan mesin.
Kriteria Perencanaan Bar Screen
Bar screen biasanya digunakan untuk fasilitas pengolahan air limbah dengan skala
sedang atau skala besar. Pada umumnya terdiri dari screen chamber (bak) dengan
struktur inlet dan outlet, serta peralatan saringan (screen). Bentuknya dirancang
sedemikian rupa agar memudahkan untuk pembersihan serta pengambilan material
yang tersaring.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan bar screen antara lain
yakni :
 Kecepatan atau kapasitas rencana.
 Jarak antar bar
 Ukuran Bar (batang)
 Sudut Inklinasi
 Headloss yang diperbolehkan

Tabel 3. 2. Kriteria Desain Screen


Pembersihan Pembersihan
Kriteria Desain
Manual Mekanis
Kecepatan aliran melalui screen (m/det) 0.3 – 0,6 0,6 – 1,0
Ukuran Bar (batang) Lebar (mm) 4–8 8 – 10

Tebal (mm) 25 - 50 50 - 75
Jarak antar bar (batang) (mm) 25 - 75 75 - 85
Slope dengan horizontal (derajad) 45 - 60 75 – 85
150 150
Head loss yang dibolehkan, clogged screen (mm) Maksimum head
loss, clogged screen (mm)
800 800
Sumber: jurnal ilmiah teknik Limits volume 7 no 1, 2011

Perhitungan Headloss

𝑊
ℎ = 𝛽( )4/3 ℎ𝑣 𝑠𝑖𝑛𝜃
𝑏

Keterangan
h = Headloss ,m

β = Faktor bentuk

W= Lebar bar yang menghadap aliran, m

B = jarak antar bar, m

h_v = Head kecepatan, m

θ= sudut bar dengan horizontal

Sedangkan rumus untuk headloss pada saringan halus yaitu

1 Q 2
ℎ=( )( )
2𝑔. 𝐶𝑑 A

Keterangan:

g= Percepatan gravitasi, m/s2

Cd = Koefisien discharge (0,6)

Q= Debit yang melalui screen (m3/s)

A = Luas area terbuka, m2

Kuantitas Hasil Penyaringan

Kuantitas hasil penyaringan bergantung pada tipe penyaring yng digunakan begitu
pula dengan karakteristik air limbah dan lokasi geografis. Kuantitas yang bisa
dihilangkan oleh bar screen adalah 0,0035 hingga 0,0375 m3/1000 m3 (Metcalf &
eddy,2003). Pada system kombinasi sekitar 0,225 m3/1000 m3. (Nptel.ac.in)

3.1.2 Grit Chamber


Grit chamber bertujuan untuk menghilangkan kerikil, pasir dan partikel-
partikel lain yang dapat mengendap di dalam saluran dan pipa-pipa serta untuk
melindungi pompa-pompa dan peralatan lain dari penyumbatan, abrasi, dan
overloading. Grit removal digunakan untuk mengambil padatan-padatan yang
memiliki ukuran partikel lebih kecil dari 0,2 mm. Grit yang terambil biasanya juga
mengandung bahan-bahan organic yang mengendap secara bersamaan. Oleh karena
itu, grit perlu dicuci terlebih dahulu untuk mencegah adanya bau dan masalah-
masalah kesehatan yang mungkin timbul.

Parameter terpenting dalam desain grit chamber adalah kecepatan


mengendap dari partikel. Tipe 1 sedimentasi digunakan sebagai dasar dalam
perhitungan pengendapan partikel pada grit chamber. Untuk mengendapkan pasir
dari partikel organic, grit chamber bergantung pada perbedaan spesifik gravitasi
antara padatan organic dan anorganik. Pada standar gravitasi dari pemisahan
pasrtikel diasumsikan mengikuti persamaan Newton.

1/2
4𝑔(𝜌𝑠− 𝜌)𝑑
𝑣𝑠 = ( )
3𝐶𝑑 𝜌

dan persamaan Camp

8𝛽(𝜌𝑠− 𝜌)𝑔𝑑 1/2


𝑣𝑠𝑐𝑜𝑢𝑟 = ( )
1,000 𝑓

Keterangan:

𝑣𝑠 = kecepatan mengendap partikel, m/s

g = percepatan gravitasi , m/s2

𝜌𝑠 = densitas partikel , kg/m3

𝜌 =densitas air , kg/m3

d = diameter partikel, m

𝐶𝑑 = koefisien drag

𝑣𝑠𝑐𝑜𝑢𝑟 = kecepatan scour, m/s

𝛽= konstanta

f = konstanta Darcy-Weisbach
Tipe – tipe Grit Chamber

Ada empat tipe grit chamber antara lain, horisontal flow biasanya berbentuk
rektanguler, aerated, vortex dan detrius tanks. Untuk tipe horisontal flow,
kecepatan air yang mengalir dikontrol oleh dimensi bangunan tersebut, adanya
pintu air didepan bangunan dan weir di akhir bangunan (effluent). Tipe aerated
terdiri dari aliran yang berbentuk spiral, dimana kecepatan spiral juga dipengaruhi
oleh dimensi bangunan dan kuantitas udara yang dimasukkan dalam bangunan
tersebut. Tipe vortex merupakan bangunan yang berbentuk silinder dimana
kekuatan sentrifugal dan gravitasi yang dapat memisahkan bahan – bahan kasar
seperti pasir maupun kerikil. Sedangkan detrius tank berbentuk persegi dengan
aliran horizontal. Tanki tersebut sebenarnya adalah bak sedimentasi dengan waktu
detensi yang singkat. Horizontal flow dan detrius tanks tidak lagi digunakan di US
maka lebih direkomendasikan untuk menggunakan tipe aerasi dan vortex chamber.

Perencanaan Grit Chamber pada awalnya didasarkan pada penghilangan


bahan – bahan kasar yang mempunyai spesifik gravity 2.65 dan temperatur 15.5o
C (60o F). Dimana sesuai rangenya untuk berat partikel atau spesifik gravity antara
1. 3 – 2.7.

Lokasi penempatan grit chamber diletakkan setelah saringan kasar. Dapat


juga ditempatkan pada bagian hulu saringan halus untuk melindungi saringan halus
dari beban yang tinggi.

Rectangulair Horisontal Flow Grit Chamber


Gambar 3. 6 Rectangular Horisontal Flow Grit Chamber
sumber: clipartxtras.com

Tipe lama yang digunakan dari grit chamber adalah Rectangulair Horisontal
flow Grit chamber, tipe berdasarkan kontrol kecepatan. Bangunan ini dirancang
dengan kecepatan aliran hingga 0,3 m/det (1 ft/sec), sehingga partikel – partikel
kasar dapat diendapkan di dasar bangunan. Ukuran normal partikel – partikel yang
diendapkan di grit chamber dengan diameter 0,1 mm (65 mesh), meskipun ada
beberapa bangunan grit chamber yang dirancang untuk meremoval partikel yang
berdiameter 0,15 mm (100 mesh). Aliran yang ada dalam bak grit chamber haruslah
dibuat turbulen. Endapan yang terjadi pada bangunan ini biasanya di buang dengan
menggunakan scrapper ataupun screw conveyor. Pada umumnya pembersihan grit
yang mengendap dilakukan secara manual.

Adapun kriteria perencanaan untuk horisontal flow grit chamber


ditunjukkan pada tabel 1.3

Tabel 3. 3 Kriteria Perencanaan Horisontal Flow Grit Chamber


U. S Customary Unit S.I Unit
Unit Range Typical Unit Range Typical
Waktu detensi s 45 - 90 60 s 45 - 90 60
Kecepatan Horisontal ft/s 0.8 – 1.3 1.0 m/s 0.25 – 0.4 0.3
Kecepatan untuk pengendapan
0.21 mm (65 mesh) ft/min 3.2 – 4.2 3.8 m/min 1.0 – 1.3 1.15
0.15 mm (65 mesh) ft/min 2.0 – 3.0 2.5 m/min 0.6 – 0.9 0.75
Headloss % 30 - 40 36 % 30 - 40 36
Pertambahan panjang pada aliran turbulen % 25 - 50 30 % 25 - 50 30
di inlet dan outlet

- Detrius Tanks

Detrius tank adalah pengendap pasir yang juga mengendapkan endapan


lumpir juga materi organik yang berada bersama dengan pasir. Hal ini dikarenakan
kecepatan aliran lambat dan waktu detensi lebih lama pada detrius tank. Tujuan
pemasangan Detrius tank adalah untuk menghilangkan partikel halus lebih baik
dibandingkan dengan grit chamber tipe lainnya.

Detrius tank merupakan bak pengendap aliran berkelanjutan berbentuk


pesergi panjang atau persegi. Sisi dari tangki yaitu vertikal dan runcing pada bagian
bawah berfungsi sebagai pengumpul dari detritus, yaitu campuran pasir, lumpur
dan padatan organik. Kedalaman total dari tangki yaitu antara 2,5-3,5 m dengan
waktu detensi 3-4 menit dan kecepatan aliran 0,2-0,3 m/s.

- Aerated Grit Chamber

Pada bangunan ini udara dimasukkan untuk mendapatkan aliran yang


mengikuti pola spiral, dimana bahan –bahan kasar dapat mengendap di dasar
bangunan. Jika kecepatan aliran terlalu besar maka bahan – bahan kasar akan terikut
keluar melalui saluran outlet grit chamber, tapi jika aliran terlalu lemah maka bahan
– bahan organik akan ikut terendapkan. Sehingga kuantitas udara yang digunakan
juga harus diperhitungkan. Pada bangunan ini 100 % bahan – bahan kasar
terendapkan. Bangunan ini biasanya meremoval bahan – bahan kasar dengan
diameter 0.21 mm (65 mesh) atau lebih besar, dengan waktu detensi yang
dibutuhkan adalah 2 – 5 menit, dengan kedalaman grit storage 0.9 m (3 ft)

Sedangkan alat penginjeksi udara diletakkan 0.45 – 0.6 m (1.5 – 2ft) dari
dasar. Kriteria perencanaan dan gambarnya adalah sebagai berikut :
Tabel 3. 4 Kriteria Perencanaan Aerated Grit Chamber
U. S Customary Unit S.I Unit
Unit Range Typical Unit Range Typical
Waktu detensi s 2-5 3 s 2-5 3

Dimensi
Kedalaman ft 7 – 16 m 2–5
Panjang ft 25 – 65 m 7.5 – 20
Lebar ft 8 - 23 m 2.5 - 7
Lebar : Kedalaman rasio 1:1 - 5:1 1.5 : 1 rasio 1:1 - 5:1 1.5 : 1
Panjang : lebar rasio 3:1 - 5:1 4:1 rasio 3:1 - 5:1 4:1
Suply udara per unit panjang 3
ft /ft.min 3-8 3
m /m.min 0.2 – 0.5
Kuantitas pasir ft3/Mgal 0.5 - 27 2 m3/103.m3 25 - 50 30

Gambar 3. 7 Aerated Grit Chamber


Sumber: Water and Waste Water Design Mackenzie

Prinsip pengolahan pada grit chamber tipe ini adalah ketika air limbah
masuk menuju saluran dengan pola spiral, partikel yang berat akan mengendap
pada dasar saluran. Partikel yang lebih ringan yang merupakan bahan organik akan
menetap pada suspensi dan terbawa keluar tangki. Kecepatan yang dimiliki air akan
melewati dasar tangki berfungsi mengkontrol ukuran partikel dengan gravitasi
spesifik yang akan terendapkan (Albrecht, 1967). Pengontrol kecepatan ini
diakibatkan oleh adanya laju difusi udara dan bentuk dari tangki tersebut. Untuk
menghilangkan pasir dapat menggunakan chain and bucket, screw augers,clamshell
bucket atau lift pump.

Kelebihan dari tipe ini adalah efisiennya konstan dengan variasi flow yang
tinggi, headloss minimal, kandungan organik dapat dikontrol dengan laju udara,
salurand apat digunakan untuk menmbah atau mencampur bahan kimia,
penambahan sedikit aerasi dapat mengurangi kondisi septik. Sedangkan
kelemahannya adalah kebutuhan energi tinggi, dibutuhkan tenaga kerja untuk
perawatan difusi udara,

- Vortex Grit Chamber

Air limbah masuk menuju saluran secara tangensial. Pada bagian tengah
dari saluran sebuah turbine berputar dengan bilah pisau beriringan dengan lantai
berbentuk kerucut menghasilkan aliran pola spiral, berbentuk donat. Ada dua tipe
dari bangunan ini. Turbin yang berputar menjaga kecepatan aliran tetap konstan
dan blade yang memisahkan grit dari air limbah, dimana partikel mengendap secara
gravitasi. Outlet effluen memiliki lebar 2 kali dibanding saluran influen. Hal ini
menyebabkan kecepatan keluar yang kecil dibandingkan dengan kecepatan saat
memasuki saluran dan menghindari pasir untuk terbawa keluar. Bahan – bahan
kasar (grit) yang mengendap diambil dengan pompa penguras. Biasanya bangunan
ini digunakan lebih dari dua unit.

Kelebihan dari tipe ini adalah efisiensi tetap dengan rentang aliran yang
luas, efisien dalam energi, headloss kecil, dibutuhkan lahan kecil. Sedangkan
kelemahannya yaitu desain telah dipatenkan, pemadatan grit, dan bilah pisau turbin
mengeluarkan bising.

Terdapat 2 sistem grit yaitu dengan permukaan datar dan bukaan kecil untuk
mengumpulkan grit atau saluran dengan permukaan miring dan bukaan lebar untuk
mengumpulkan grit. Waktu detensi pada jam puncak yaitu 20-30 detik dengan
debet 0,3 m3/s.

Gambar 3. 8 Dua Tipe Vortex Grit Chamber


Sumber: Water and Waste Water Design Mackenzie

Karakteristik Bahan – bahan Kasar (Grit)

Bahan –bahan kasar terdiri dari pasir, kerikil dan bahan – bahan lain yang
mempunyai berat atau spesifik grafity lebih besar dari bahan – bahan organik.
Bahan – bahan kasar itu misalnya : kulit telor, kulit kopi dan bahan – bahan kasar
lainnya yang lebih besar dari partikel – partikel organik.

Pada umumnya apa yang diremoval sebagai grit adalah bahan – bahan yang
inert dan kering. Dimana spesifik gravity untuk bahan – bahan yang inert adalah
2.7 meskipun bisa rendah sampai 1.3 dan densitas Bulk yang digunakan untuk grit
adalah 1600 kg/m3 (100 lb/ft3). Dan bahan – bahan kasar yang berdiameter 0.2 mm
merupakan suatu masalah di badan air. Biasanya bahan – bahan kasar yang
berdiameter 0.15 mm dapat diremoval hingga 100 %.
3.1.3 Equalisasi

Gambar 3. 9 Bak Equalisasi


Bak ini berfungsi untuk menampung air sebelum dilakukan pengolahan
lebih lanjut. Bak Equalisasi ini dimaksudkan untuk menangkap benda kasar yang
mudah mengendap yang terkandung dalam air baku, seperti pasir atau dapat juga
disebut partikel diskret. Penggunaan unit Equalisasi selalu ditempatkan pada awal
proses pengolahan air, sehingga dapat dicapai penurunan kekeruhan. Equalisasi
merupakan bak pengendapan material pasir dan lain-lain yang tidak tersaring pada
screen, serta merupakan pengolahan fisik yang kedua.

Bak Equalisasi pada umumnya berbentuk segi empat dan melingkar. Pada
unit ini, pengendapan secara gravitasi dan tidak ada penambahan bahan kimia.Bak
ini digunakan untuk mengatasi adanya masalah operasional, adanya variasi debit
dan menangani adanya masalah penanganan kualitas limbah cair yang akan masuk
ke unit-unit pengolahan limbah (Saraswati, 1996). Untuk perencanaan diperlukan
sekali data mengenai debit minimal, debit rata-rata, debit puncak (Metcalf and
Eddy, 1997).
Equalisasi bukan merupakan suatu proses pengolahan tetapi merupakan
suatu cara/ teknik untuk meningkatkan efektivitas dari proses pengolahan
selanjutnya. Keluaran dari bak equalisasi adalah adalah parameter operasional bagi
unit pengolahan selanjutnya seperti aliran, level/ derajat kandungan polutan,
temperatur, padatan.

Pencampuran selalu diberikan pada proses equalisasi dan untuk mencegah


pengendapan zat padat pada dasar bak. Pada proses pencampuran, oksidasi dapat
mengurangi bahan organik atau BOD oleh udara dalam air limbah dari proses
pencampuran dan aerasi. Metode yang digunakan pada proses pencampuran antara
lain :

1. Distribution of inlet flow and baffle

2. Turbine mixing

3. Diffused Air Aeration

4. Mechanical Aeration

Power yang dibutuhkan apabila menggunakan surface aerator sebesar 15 –


20 hp/million galon ( 0.003 – 0.004 Kw/m3). Udara yang dibutuhkan untuk diffuser
air aerator sebesar 0.5 ft3 udara/ gal air buangan.

Bak Equalisasi di desain untuk menyamakan aliran, konsentrasi atau


keduanya. Debit atau aliran dan konsentrasi limbah yang fluktuatif akan disamakan
debit dan konsentrasinya dalam bak equalisasi, sehingga dapat memberikan kondisi
yang optimum pada pengolahan selanjutnya.

Lokasi equalisasi harus dipertimbangkan pada saat pembuatan diagram alir


pengolahan limbah. Lokasi equalisasi yang optimal sangat akan bervariasi menurut
tipe pengolahan limbah yang dilakukan, karakteristik, sistem pengumpulan dan
jenis air limbah.
Pada beberapa kasus, bak equalisasi dapat ditempatkan setelah pengolahan
primer dan sebelum pengolahan biologis. Penempatan setelah pengolahan primer
biasanya disebabkan oleh masalah yang ditimbulkan oleh lumpur dan buih. Jika
diletakkan sebelum pengolahan primer dan pengolahan biologis, dalam proses
equalisasi diperlukan pengadukan untuk mencegah pengendapan dan aerasi untuk
mencegah timbulnya bau.

Volume equlisasi diperlukan dengan membuat diagram hubungan antara


laju alir kumulatif dan waktu (hari). Laju alir diplotkan pada diagram yang sama.
Dalam praktik, volume bak aqualisasi harus dibuat lebih besar sekitar 10-20% dari
hasil penentuan secara teoritis.Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Pengoperasian alat-alat aerasi dan pengaduka secara kontinu dapat


menyebabkan air meluap berlebihan

2. Adanya aliran-aliran recycle

3. Kemungkinan adanya perubahan aliran secara tiba-tiba

Dasar Perencanaan

1. Energi pengaduka 5-10 watt/m3

2. Alat pengadukan meliputi shaft vertikal, horizontal mixer, submerged


mixer, jet mixer, dan surface aerator atau blower

3. Pemilihan material : baja, beton, GRP, batu kali atau geomembrane

4. Level bervariasi atau konstan

5. Otomatisasi atau sistem kontrol

3.1.4 Bak Sedimentasi


Sedimentasi adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan
secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Pada umumnya, sedimentasi
digunakan pada pengolahan air minum, pengolahan air limbah, dan pada
pengolahan air limbah tingkat lanjutan.
Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan
bentuk lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran
umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter.
Bak berbentuk bujur sangkar umumnya mempunyai lebar 10 hingga 70 meter dan
kedalaman 1,8 hingga 5,8 meter. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai
lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari
1,8 meter.

Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk:

1. penyisihan grit,pasir,atau silt(lanau).

2. penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama.

3. penyisihan flok / lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier
akhir.

4. penyisihan humus pada clarifier akhir setelah trickling filter.

Alat sedimentasi terdiri atas dua jenis, yaitu:

1. Bak pengendap segi empat (rectangular) : digunakan untuk laju alir air yang
besar, karena pengendaliannya dapat dilakukan dengan mudah, umumnya
mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman
lebih dari 1,8 meter.

2. Bak pengendap jenis lingkaran (circular) : memiliki mekanisme pemisahan


lumpur yang sederhana, umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan
kedalaman 3 hingga 4,3 meter.

Bentuk Bak Sedimentasi

1. Segi empat (rectangular)

Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan kapasitas
besar. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter,
panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter. Pada bak ini, air
mengalir horizontal dari inlet menuju outlet, sementara partikel mengendap ke
bawah (Anonim, 2007).

Bentuk kolam memanjang sesuai arah aliran, sehingga dapat mencegah


kemungkinan terjadinya aliran pendek (short-circuiting). Bentuk ini secara
hidraulika lebih baik karena tampang alirannya cukup seragam sepanjang kolam
pengendapan. Dengan demikian kecepatan alirannya relatif konstan, sehingga tidak
akan mengganggu proses pengendapan partikel suspensi. Selain itu pengontrolan
kecepatan aliran juga lebih mudah dilaksanakan. Namun demikian, bentuk ini
mempunyai kelemahan kurangnya panjang peluapan terutama apabila ukurannya
kurang lebar, sehingga laju peluapan nyata menjadi terlalu besar dan menyebabkan
terjadinya gangguan pada bagian akhir kolam pengendapan. Untuk mengatasi hal
tersebut, maka ambang peluapan harus diperpanjang, misalnya dengan
menambahkan kisi-kisi saluran peluapan di depan outlet (Kamulyan, 1997)

Gambar 3. 10 Bak Sedimentasi Bentuk Segiempat


Sumber: Water and Waste Water Design Mackenzie

2. Lingkaran (circular)
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan
kapasitas yang lebih kecil. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7
hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter (Anonim, 2007). Aliran air
dapat secara horizontal ke arah radial dan umumnya menuju ke tepi lingkaran atau
dengan aliran arah vertikal.
Pada kapasitas yang sama, pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran
ini kemungkinan terjadinya aliran pendek (short-circuiting) lebih besar daripada
kolam pengendapan berbentuk segi empat, terutama apabila ambang peluapan tidak
level sehingga aliran air menuju ke satu sisi tertentu saja. Bentuk ini secara
hidraulika kurang baik karena tampang alirannya tidak seragam, sehingga
kecepatan alirannya tidak konstan. Karena itu timbul kesulitan dalam pengontrolan
kecepatan aliran dan semakin besar dimensi bangunan pengontrolan kecepatan
menjadi lebih sulit lagi.
Pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran kelemahan kurangnya
panjang peluapan hampir tidak pernah dijumpai karena ambang peluapan dibangun
sepanjang keliling lingkaran. Namun demikian sering dijumpai panjang peluapan
agak berlebihan, sehingga aliran melewati ambang peluapan berupa aliran yang
sangat tipis. Untuk mengatasi hal tersebut maka ambang peluapan harus
diperpendek dengan cara memasang ambang peluapan yang berbentuk seperti
huruf V (V-notch) atau seperti huruf U (U-notch). Keuntungan lain dari kolam
pengendapan berbentuk lingkaran adalah mekanisme pengumpulan lumpur lebih
sederhana dengan memasang scrapper yang bergerak memutar dan pemeliharaan
lebih mudah (Kamulyan, 1997).

Gambar 3. 11 Bak sedimentasi bentuk lingkaran aliran horizontal.


Sumber:water and waste water design, mackenzie.

Gambar 3. 12 Bak Sedimentasi


sumber: green life sedimentation.com

1) Lingkaran (Circular)-Periferal Feed


Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling lingkaran dan secara horinsontal
mengalir menuju ke outlet dibagin tengah lingkaran. Tipe periferal feed
menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed,
walaupun center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak
lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang.
Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan
peralatan pengumpul lumpurnya lebih sederhana.
Gambar 3. 13 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran-periferal feed:
(a) denah, (b) potongan melintang

Gambar 3. 14 Bak Sedimentasi (2)


Sumbr:water and waste water design, mackenzie.

Bagian-Bagian dari Bak Sedimentasi

Gambar 3. 15 Bagian-bagian Bak Sedimentasi


Zona Inlet
Zona inlet berfungsi untuk mendistribusikan air ke seluruh area bak secara seragam,
mengurangi energi kinetik air yang masuk, serta untuk memperlancar transisi dari
kecepatan air yang tinggi menjadi kecepatan air yang rendah yang sesuai untuk
terjadinya proses pengendapan di zona pengendapan. Rostami dkk (2011)
melakukan penelitian dengan cara mengatur letak bukaan inlet dan juga mengatur
jumlah bukaan inlet. Bukaan inlet (a) terletak di atas, bukaan inlet (b) terletak di
tengah bak, bukaan inlet (c) terletak di bawah bak, sedangkan bukaan inlet (d) dan
(e) merupakan variasi dari jumlah bukaan inlet. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, apabila digunakan hanya satu bukaan inlet, circulation zone yang
terbentuk yang paling kecil adalah apabila bukaan inlet diletakkan di tengah. Hasil
penelitian tersebut, memberikan kesimpulan bahwa apabila hanya digunakan satu
bukaan saja, maka yang paling baik adalah dengan meletakkan bukaan inlet pada
bagian tengah bak. Namun, akan lebih baik apabila bukaan pada inlet jumlahnya
lebih banyak. Hasil serupa juga dihasilkan dari hasil penelitian Tamayol dkk
(2008). Tamayol dkk (2008) melakukan penelitian serupa dengan memposisikan
inlet pada tiga posisi, yaitu atas bak, tengah bak, dan bawah bak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peletakan bukaan inlet di tengah dapat


mengurangi volume circulation zone yang dapat mempengaruhi kondisi
pengendapan. Selain melakukan pengaturan pada posisi inlet, hal lain yang dapat
dilakukan untuk mengurangi volume circulation zone dan mengurangi energi
kinetik air adalah dengan memasang baffle. Namun, perlu diketahui peletakan
baffle yang tepat, sebab peletakan baffle yang salah dapat memperburuk kinerja
bak. Hasil penelitian Tamayol dkk (2008) menunjukkan bahwa baffle harus
diletakkan tidak jauh dari letak terjadinya circulation zone. Baffle harus diletakkan
dekat dengan terjadinya circulation zone.
Apabila merujuk pada hasil penelitian Rostami dkk (2011) bahwa semakin banyak
bukaan inlet dapat mengurangi volume circular zone dan hasil penelitian Tamayol
dkk (2008) bahwa penempatan baffle pada posisi yang tepat dapat meningkatkan
kinerja bak, maka hal ini akan berkaitan dengan hasil penelitian Kawamura (2000)
tentang perforated baffle. Perforated baffle merupakan modifikasi dari baffle yang
memiliki lubang-lubang pada dindingnya. Adanya lubang-lubang dengan ukuran
seragam pada dinding baffle menyebabkan terjadinya perataan aliran, sehingga
dapat meminimalisasi terjadinya dead zone. Sketsa perforated baffle dapat dilihat
pada Gambar 3.16

Gambar 3. 16 Sketsa Perforated Baffle


Perforated baffle berfungsi untuk meratakan aliran, sehingga dapat
meminimalisasi terjadinya dead zone. Perataan aliran yang terjadi menyebabkan
kecepatan aliran hampir merata di semua titik, sehingga kecepatan air yang terjadi
seragam di semua titik pada lubang perforated baffle. Namun, perforated baffle
bukan berfungsi untuk mengatur agar terpenuhinya bilangan Reynolds aliran, sebab
kecepatan aliran yang seragam hanya terjadi pada lubang di perforated baffle,
namun setelah air melalui lubang tersebut, kecepatan air akan mengikuti luas
penampang basah bak yang dilalui oleh air, sehingga perforated baffle bukan
berfungsi untuk mengatur bilangan Reynolds.

Zona Pengendapan
Proses pengendapan pada zona pengendapan pada dasarnya ditentukan oleh dua
faktor, yaitu karakteristik partikel tersuspensi dan hidrolika bak.
a) Karakteristik partikel tersuspensi
Proses pengendapan yang terjadi di unit prasedimentasi merupakan pengendapan
partikel diskret. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan
bentuk, ukuran, maupun berat pada saat mengendap. Pada saat mengendap, partikel
diskret tidak terpengaruh oleh konsentrasi partikel dalam air karena partikel diskret
mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar partikel.
Contoh partikel diskret adalah silika, silt, serta lempung. Partikel diskret memiliki
spesifik gravity sebesar 2,65 dengan ukuran partikel < 1 mm dan kecepatan
mengendap < 100 mm/detik. Pengendapan partikel diskret merupakan jenis
pengendapan tipe I, yaitu proses pengendapan yang berlangsung tanpa adanya
interaksi antar partikel. Selain pengendapan partikel diskret, contoh lain
pengendapan tipe I adalah pengendapan partikel grit pada grit chamber. Contoh
partikel grit adalah pasir, dengan spesifik gravity antara 1,2-2,65 dengan ukuran
partikel ≤ 0,2 mm dan kecepatan pengendapan sebesar 23 mm/detik.
b) Overflow Rate dan Efisiensi Bak
Proses pengendapan partikel pada bak prasedimentasi aliran horizontal pada
dasarnya seperti yang terlihat pada Gambar 3.17. Partikel memiliki kecepatan
horizontal, vH dan kecepatan pengendapan vS.

Gambar 3. 17 Pergerakan Partikel pada Bak Prasedimentasi Aliran Horizontal

Gambar 3.17 menunjukkan bahwa apabila overflow rate/kecepatan horizontal


sebanding dengan kedalaman/panjang bak, maka

𝑣0 𝐷
= ... (1)
𝑣𝐻 𝐿

𝐷
𝑣0 = . 𝑣𝐻 ... (2)
𝐿

𝐷 𝑄
𝑣0 = . 𝑤𝐷 ... (3)
𝐿
Sehingga

𝑄
𝑣0 = 𝑤𝐷 ... (4)

Persamaan (4) menunjukkan bahwa overflow rate merupakan fungsi dari debit dan
luas permukaan. Selain persamaan (1) hingga (4), persamaan-persamaan berikut
dapat membuktikan bahwa v0 = Q /Asurface

ℎ0
𝑣0 = ... (5)
𝑡0

𝑉
𝑡0 = 𝑄 ... (6)

Sehingga


𝑣0 = 𝑉⁄0𝑄 ... (6a)

Atau

ℎ0 𝑄
𝑣0 = ... (6b)
𝑉

𝑄
𝑣0 = 𝐴 ... (7)
𝑠

Apabila bak prasedimentasi didesain dengan overflow rate, vo, maka partikel yang
memiliki kecepatan pengendapan vs lebih besar daripada vo akan tersisih
seluruhnya. Partikel yang memiliki kecepatan pengendapan lebih kecil daripada vo
akan tersisih sebagian, yaitu partikel yang berada pada kedalaman H2 (Gambar
3.18).
Gambar 3. 18 Profil pada Bak Rectangular Ideal
(Reynold dan Richards, 1996)
Untuk menentukan besar penyisihan partikel dengan desain overflow rate v0 pada
proses pengendapan partikel, dapat diketahui dari hasil analisa tes kolom. Hasil tes
kolom tersebut akan menentukan overflow rate serta dimensi bak, sehingga dapat
diketahui waktu detensi yang tepat untuk proses pengendapan. Oleh karena itu,
pada dasarnya kriteria desain tidak dapat digunakan untuk menentukan waktu
detensi maupun overflow rate. Kolom yang digunakan untuk analisa memiliki
beberapa kran pada rentang jarak tertentu. Kran-kran tersebut digunakan untuk
mengambil sampel air pada rentang waktu tertentu yang telah ditetapkan. Sebelum
tes dilakukan, terlebih dahulu diambil sampel untuk dikeringkan dan dianalisis
konsentrasinya untuk diketahui konsentrasi awalnya.

Selama proses analisa dengan kolom tes tersebut, setiap rentang waktu tertentu,
diambil sampel air untuk di analisis konsentrasinya. Konsentrasi tersebut akan
dibandingkan dengan konsentrasi awal agar diketahui besar penyisihan partikelnya.
Hal tersebut dilakukan selama rentang waktu tertentu. Untuk menentukan efisiensi
penyisihan partikel pada overflow rate tertentu, fraksi yang tersisihkan terbagi
menjadi dua, yaitu yang memiliki kecepatan pengendapan lebih besar daripada
overflow rate dan yang lebih kecil daripada overflow rate. Partikel yang tersisih
karena memiliki kecepatan pengendapan vs > v0 dapat dituliskan sebagai 1- F0.
Partikel yang tersisih karena memiliki kecepatan pengendapan vs < v0 tetapi berada
pada kedalaman tertentu, sehingga dapat terendapkan dapat ditulis sebagai 1
1 𝐹0
∫ 𝑉
𝑉0 0
𝑑𝐹 .
Zona Outlet

Desain outlet biasanya terdiri dari pelimpah yang dirancang sedemikian rupa untuk
mengurangi terjadinya aliran pendek. Weir loading rate adalah beban pelimpah
(dalam hal ini debit air) yang harus ditanggung per satuan waktu dan panjangnya.
Berikut ini adalah beberapa kriteria desain untuk weir loading rate dari berbagai
sumber (Tabel 3.5).

Tabel 3. 5 Ragam Weir Loading dari Berbagai Sumber


Weir
Loading
Sumber Keterangan
Rate
(m3/hari.m)
186 Katz, 1962
Pada daerah
yang
249,6 Katz, 1962 terpengaruh
density
current
Kawamura,
264
2000
Droste,
125-500
1997
172,8- Huisman,
259,2 1977

Berdasarkan sejumlah kriteria desain pada beragam sumber mengenai weir loading
rate di atas, dapat dilihat bahwa jika pada bak terjadi density current, weir loading
rate diharapkan tidak terlalu besar karena dapat menyebabkan terjadinya
penggerusan pada partikel yang mengendap di sekitar outlet, sehingga diharapkan
weir loading rate dapat sekecil mungkin.

Pada dasarnya satu pelimpah sudah cukup, namun jika hanya ada satu pelimpah,
maka weir loading rate akan menjadi besar. Hal tersebut dapat mengganggu proses
pengendapan, sebab terjadi aliran ke atas menuju pelimpah dengan kecepatan
cukup besar yang menyebabkan partikel yang bergerak ke bawah untuk mengendap
terganggu. Terdapat beberapa alternatif untuk mendesain pelimpah agar luas yang
dibutuhkan untuk zona outlet tidak terlalu besar dan beban pelimpah juga tidak
terlalu besar, antara lain dapat dilihat pada Gambar . 3.19

Gambar 3. 19 Beragam Susunan Pelimpah pada Outlet


(Qasim, 1985)

Pemilihan desain outlet sangat tergantung pada lebar bak, debit air yang dialirkan
serta weir loading rate, sehingga pada saat menetapkan bentuk outlet, ketiga hal
tersebut harus dipertimbangkan. Jenis pelimpah yang umumnya digunakan adalah
bentuk rectangular dan v-notch, namun v-notch lebih banyak digunakan karena
memiliki kemampuan self cleansing dan dapat meminimalisasi pengaruh angin.
Contoh gambar v-notch dapat dilihat pada Gambar 3.20 berikut.

Gambar 3. 20 Contoh v-notch


(Fair dkk., 1981)
Selain menggunakan pelimpah, outlet unit prasedimentasi dapat menggunakan
perforated baffle karena pada dasarnya outlet berfungsi untuk mengalirkan air yang
telah terpisah dari suspended solid tanpa mengganggu partikel yang telah
terendapkan di zona lumpur, sehingga perforated baffle dapat digunakan, hanya
saja bukaan diletakkan 30-90 cm dari permukaan, dan tidak diletakkan terlalu di
bawah, sebab apabila bukaan diletakkan terlalu bawah, partikel yang telah
terndapakan dapat ikut terbawa ke outlet.

Tray (Alas Semu)


Peningkatan kapasitas bak dengan mempercepat pengumpulan flok menjadi dasar
pemikiran. Sehingga muncul gagasan untuk menambah dasar/alas semu (tray)
Peningkatan kapasitas bak dengan tray yang horizontal, menyebabkan efisiensi
pengendapan bertambah tinggi. namun lama-lama effluen yang keluar akan
tercampur partikel yang sudah mengendap. Solusinya bisa dengan menggunakan
multi tray settler. Bentuk multi tray settler dapat berupa Tube settler dan Plate
settler.
Bila plate settler ditambahkan pada bak sedimentasi, maka dapat menambah
kapasitas dan memperbaiki kualitas effluent. Kapasitas produksi akan meningkat
sebesar 50-150 %. Plate settler dapat direncanakan dengan bahan yang mudah
didapatkan sendiri. Tube settler didapatkan dari suatu fabrikasi sebelum
disesuaikan dengan perencanaan unit. Plate settler direncanakan dari bahan yang
tahan karat akibat larutan alum dan susah ditumbuhi alga, seperti bahan dari
polyethylene atau bahan terlapisi plastic.
Waktu yang diperlukan lebih kecil dari waktu detensi semula sehingga overlow rate
lebih besar dan pengendapan lebih banyak. Jika sudut kemiringan besar maka jarak
tempuh besar kemampuan mengendap kecil waktu pengendapan lama serta
overflow rate kecil. Seperti diilustrasikan dengan gambar berikut.
Gambar 3. 21 Ilustrasi Dasar Semu (Tray) pada Bak Pengendap

Maka waktu yang diperlukan hanya 1/5 waktu semula, jadi overflow rate menjadi
5 kali lebih besar dari semula. Namun akan mempercepat proses penumpukan
sludge pada dasar semu tersebut yang memungkinkan akan terbawa keluar oleh
aliran efluen.

Maka dengan sedikit modifikasi, membuat tray tersebut dalam posisi miring,
sehingga jika sudut kemiringan (α) besar, maka jarak tempuh besar, kemampuan
pengendapan kecil, waktu detensi besar akibatnya overflow rate kecil. Sudut
kemiringan plate settler direncanakan agar lumpur jatuh dengan sendirinya dan
tidak menempel pada plate (45° - 60°), namun biasanya direncanakan pada sudut
55° dari horizontal.(Schlutz, 1984)

PENGGUNAAN SEDIMENTASI
Penggunaan / aplikasi dari sedimentasi pada pengolahan air limbah:

a. Grit chamber
Grit chamber merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel kasar/grit bersifat diskret yang relatif sangat
mudah mengendap. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada grit
chamber adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa
pengendapan partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret)
dan tidak terjadi interaksi antar partikel.
b. Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang
berfungsi untuk mengendapkan lumpur sebelum air limbah diolah secara biologis.
Meskipun belum terjadi proses kimia (misal koaguasi- flokulasi atau presipitasi),
namun pengendapan di bak ini mengikuti pengendapan tipe II karena lumpur yang
terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat kandungan
komponen lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi).
c. Final clarifier
Bak sedimentasi II (final clarifier) merupakan bagian dari bangunan pengolahan air
limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel lumpur hasil proses biologis
(disebut juga lumpur biomassa). Lumpur ini relatif sulit mengendap karena
sebagian besar tersusun oleh bahan-bahan organik volatil. Teori sedimentasi yang
dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe
III dan IV karena pengendapan biomassa dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya pemampatan (kompresi).

Kriteria perencanaan menurut standart JWWA dalam Said (2006) adalah :

- Waktu tinggal (Retention time) rata – rata = 3-5 jam

- Beban permukaan (surface loading) = 20-50 m3/m2/hari.

- Waktu tinggal total rata – rata = 6-8 jam 


- Tinggi ruang lumpur = 0,4 m 


- Tinggi media pembiakan mikroba = 0,9-1,5 m 


- Tinggi air di atas bed media = 0,2 m 


- Beban BOD per volume media
= 0,4 – 4,7kg


BOD/m3/hari 


- Beban BOD per satuan permukaan media (La) = 5-30 g


2
BOD/m /hari 

3.2 Unit Pengolahan Sekunder
Pengolahan sekunder (secondary treatment) didesain secara substain umtuk
mendegradasi material –material biologi yang terdapat pada air limbah dinesstik yang
dihasilkan daru sisa penggunaan manusia, sisa makanan, sabun dan detergen. Pengolahan
air buangan sekunder merupakan proses biologi yang berlangsung baik secara aerobik
seperti trickling filter, RBC, aertobic granulation ataupun secara anerobik seperti
Constructed Wetlands (CW), kolam aerasi dan membrane bioreactor.

Bangunan pengolahan biologis merupakan pengolahan beban organik yang terkandung


dalam air limbah domestik dengan memanfaatkan bakteri, sehingga beban organik
tersebut menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana sehingga aman untuk dibuang ke
lingkungan. Pengolahan limbah secara biologis terutama memanfaatkan kerja
mikroorganisme. Dalam pengolahan ini, bahan pencemar organik yang degradable
(mudah diuraikan) dapat segera dihilangkan karena merupakan makanan bagi bakteri, dan
menghasilkan lumpur biologis sebagai endapan.

Pemilihan metode pengolahan yang akan digunakan tergantung tingkat pencemaran yang
harus dihilangkan, besaran beban pencemaran, beban hidrolis dan standar buang
(effluent) yang diperkenankan. Secara biologis ada 3 prinsip pengolahan biologis yaitu :
 pengolahan secara aerobik yaitu dengan melibatkan oksigen,
 pengolahan secara anaerobik yaitu tanpa melibatkan oksigen, dan
 pengolahan anoxic yaitu pengolahan biologis yang menggunakan oksigen terikat.
Prasarana pengolahan air limbah secara aerobik meliputi:
3.2.1 Aerated Lagoon

Aerated Lagoon merupakan prasarana pengolahan air limbah secara


secara aerobik yang menggunakan peralatan aerator mekanik berupa surface
aerator yang digunakan untuk membantu mekanisme suplai oksigen terlarut
dalam air. Dinding kolam aerasi terbuat dari beton bertulang, sedangkan lantai
kolam merupakan lapisan tanah asli yang dipadatkan hingga permeabilitas 10-6
cm/s dan dilapisi dengan menggunakan geomembran yang memiliki berat yang
cukup (4 Kg/m2) untuk menghindari kemungkinan terangkat (uplift) akibat
pelepasan gas karena tanah mengandung material organik.

Dalam pemilihan jenis kolam aerasi terdapat beberapa pertimbangan yaitu:


 penyisihan BOD;
 karakteristik efluen;
 temperature;
 kebutuhan oksigen;
 kebutuhan energi pengadukan; dan
 pemisahan padatan biologis.

Jenis unit aerated lagoon diklasifikasikan berdasarkan kondisi padatan biologis


dan penggunaan energi untuk proses aerasi antara lain:
 Facultative partially mixed;
 Aerobic flow through with partial mixing; dan
 Aerobic with solids recycle and nominal complete mixing.

Persyaratan teknis perencanaan aerated lagoon sebagai berikut:


 Konsentrasi Dissolved Oxygen (DO) dalam kolam aerasi sebesar 1 - 2
mg/L DO;
 rentang pH dalam kolam aerasi harus berkisar 7-8; dan
 apabila dalam kolam aerasi menggunakan aerator permukaan, yang
perlu diperhatikan aerator tersebut harus menghasilkan turbulensi yang
baik dan jumlah buih yang cukup banyak
Tabel 3. 6 Kriteria desain perencanaan unit aerated lagoon

Tipe Aerated Lagoon


Kategori Satuan Fakultatif Aerobic Flow Aerobic with
through solids recycling

TSS mg/L 50-200 100-400


VSS/TSS (tanpa 50-80 70-80
satuan)

Waktu tinggal hari b 3-6c Hangat : 10-20


padatan Sedang: 20- 30
Dingin : >30

Tipe Aerated Lagoon


Kategori Satuan Fakultatif Aerobic Flow Aerobic with
through solids recycling

Waktu tinggal hari 4-10 3-6c 0.25 - 0.2


hidrolis

Kecepatan
penyisihan hari-1 0.5-0.8d 0.5 -1.5d e
BOD
Koefisien Suhu (tanpa
1.04 1.04 1.04
satuan)

Kedalaman m 2- 5 2- 5 2- 5
Sistem Pengadukan Pengadukan Pengadukan
pengadukan sebagian sebagian sempurna

Energi
kW/103 m3 1 – 1.25 5.0 – 8,0 16-20
minimum

Kondisi Tersuspensi Tersuspensi Tersuspensi


padatan sebagian
tersuspensi

Pengendapan Lumpur Lumpur Lumpur


Lumpur terkumpul terakumulasi terakumulasi
didalam di tangki di tangki
lagoon pengendapan pengendapan

Prasaranana Tidak Membutuhkan Membutuhkan


pendukung membutuhkan tangki tangki
tangki pengendapan pengendapan
pengendapan

Resirkulasi Tidak di Tidak di Dapat di


lumpur resirkulasi resirkulasi resirkulasis

Proses Tidak terjadi Tidak terjadi Bisa terjadi


Nitrifikasi proses
nitrifikasi,
terutama pada
udara hangat

(Sumber : Permen PUPR No.4 Tahun 2017)

Gambar 3. 22 Ilustrasi Kolam Aerasi


(Sumber : ssswm.info)
3.2.2 Unit Lumpur Aktif (Activated Sludge)
Unit lumpur aktif merupakan unit reaktor yang terdiri dari tangki aerasi dan tangki
pengendap (clarifier).Unit ini menggunakan mikroorganisme aerobik untuk
menghilangkan beban organik dalam air limbah domestik dan menghasilkan air
limbah olahan yang berkualitas tinggi. Untuk mempertahankan kondisi aerobik
dan menjaga biomassa aktif, diperlukan pasokan oksigen yang konstan dengan
menggunakan aerator atau blower. Peralatan tersebut juga diperlukan untuk
melakukan pengadukan sempurna di dalam reaktor.

Kelebihan reaktor ini, daya larut oksigen dalam air limbah lebih besar daripada
aerated lagoon, efisiensi proses tinggi, sesuai untuk pengolahan air limbah dengan
debit kecil untuk polutan organik yang sudah terdegradasi. Sedangkan
kekurangannya membutuhkan lahan yang luas, proses operasionalnya rumit
(membutuhkan pengawasan yang cukup ketat seperti kondisi suhu dan bulking
control proses),membutuhkan energi yang besar, membutuhkan operator yang
terampil dan disiplin dalam mengatur jumlah massa mikroba dalam reaktor,serta
membutuhkan penanganan lumpur lebih lanjut.

Unit lumpur aktif dibagi menjadi 3 (tiga) Proses lumpur aktif dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis reaktornya, sebagai berikut:
1. Complete-Mix Activated Sludge(CMAS)
Dalam proses pengolahan CMAS dilakukan pengadukan secara
kontinu dalam tangki aerasi, sehingga beban organik, konsentrasi Mixed
Liquor Suspended Solid (MLSS) dan kebutuhan oksigen diseluruh tangki
menjadi seragam.

Gambar 3. 23 Skema lumpur aktif dengan pengadukan sempurna (Complete-mix activated


sludge (CMAS))

2. Lumpur Aktif Plug-Flow


Dalam proses pengolahan Lumpur Aktif Plug-Flow, merupakan proses
lumpur aktif yang didesain dengan sekat-sekat untuk membentuk beberapa
seri zona aerasi.
Gambar 3. 24 Skema lumpur aktif Plug-Flow
(Sumber : Permen PUPR No.4 Tahun 2017)
3. Lumpur Aktif Sequence Batch Reactor (SBR)
Proses pengolahan lumpur aktif dengan mengisi dan mengosongkan
reaktor.Prosesaerasidan pengendapan berlangsung didalam tangki yang
sama.

Gambar 3. 25 Skema lumpur aktif Sequence Batch Reactor Kriteria desain:


(Sumber : Permen PUPR No.4 Tahun 2017)

Tabel 3. 7 Karakteristik perencanaan lumpur aktif

(Sumber : Permen PUPR No.4 Tahun 2017)


Pertimbangan perencanaan unit Lumpur Aktif Dalam perencana unit Lumpur
Aktif perlu memperhatikan hal sebagai berikut:
 pemilihan jenis reaktor;
 hubungankinetisuntuk menentukanpertumbuhan biomass dan penggunaan
substrat;
 Solid Retention Time (SRT), Food to Biomass Ratio (F/M) dan volumetric
organic loading:
 SRT merupakan waktu lamanya lumpur berada dalam sistem lumpur aktif.
Untuk penyisihan BOD pada air limbah domestic membutuhkan waktu 1
– 2 hari, bergantung pada temperaturnya;
 F/M Ratio adalah parameter yang biasa digunakan untuk menunjukkan
desain proses dan kondisi operasional dalam sistem lumpur aktif.
Besarnya sekitar 0.04 g substrat/biomass.hari (untuk proses extended
aeration) sampai 1.0 substrat/biomass.hari (untuk proses lumpur aktif
high rate);
 Volumetric organic loading menunjukkan BOD atau COD dalam tangki
aerasi per hari, digambarkan dalam Kg BOD/m3.hari. Nilainya bervariasi
antara 0.3 – 3.0 Kg BOD/m3.hari;
 produksi lumpur;
 kebutuhan oksigen;
 kebutuhan nutrien;
 kebutuhan bahan kimia lain;
 karakteristik pengendapan;
 pengunaanselectoruntuk membatasi pertumbuhan mikroorganisme yang
tidak mengendap; dan
 karakteristik efluen.
Variabel perencanaan yang umum digunakan dalam pengolahan air Limbah
domestic dengan sistem lumpur aktif adalah sebagai berikut:

 Beban BOD
Beban BOD yaitu jumlah massa BOD di dalam air Iimbah yang masuk
(influent) dibagi dengan volume reaktor. Beban BOD dapat dihitung dengan
rumus berikut:
Beban BOD (kg/m 3 .hari) = Q ×SoV
Keterangan:
Q = Debit air limbah yang masuk (m3/hari)
S0 = Konsentrasi BOD di dalam air Iimbah yang massuk (Kg/m3)
V = Volume reaktor (m3)
 Padatan Tersuspensi dalam Campuran Cairan(Mixed-Liqour
Suspended Solids/MLSS)
MLSS yaitu jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material
organik dan mineral, termasuk di dalamnya mikroorganisme.
 PadatanTersuspensiyang Mudah Menguap dalam Campuran Cairan
(Mixed-Iiqour Volatile Suspended Solids /MLVSS)
Porsi material organik pada MLVSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi
material organic bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan selnya hancur.
 Ratio Perbandingan Makanan terhadap Mikroorganisme(Food - to –
Microorganism)
Parameter ini menujukkan jumlah zat organik (BOD) yang dihilangkan dibagi
dengan jumlah massa mikroorganisme di dalam bak aerasi atau reaktor.
Besarnya nilai F/M ratio umumnya ditunjukkan dalam kilogram BOD per
kilogram MLVSS per hari. F/M dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
 Waktu Tinggal Hidrolis(Hidraulic Retention Time /HRT)
HRT adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influen masuk ke
dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik
dengan laju pengenceran (dilution rate, 0).
 Kebutuhan Oksigen
Kebutuhan udara untuk aerasi sebesar 62 m3/Kg BOD dan waktu detensi
aerator selama (2-jam. Kebutuhan dan transfer oksigen dapat dirumuskan
sebagai berikut:

Dalam mensuplai kebutuhan oksigen dapat digunakan beberapa jenis aerator


seperti pada Tabel 47.
Tabel 3. 8 Karakteristik Peralatan Aerator

(Sumber : Permen PUPR No.4 Tahun 2017)


 Produksi Lumpur (Px) Produksi lumpur per hari (Px)
 Rasio Sirkulasi Lumpur (Hidraulic Recycle Ratio)
Rasio sirkulasi lumpu adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang
disirkulasikan ke bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk ke
dalam nbak aerasi. Rumus untuk rasio resirkulasi yaitu:

 Umur lumpur Aktif (ƟC)


Parameter ini menunjukkan waktu detensi mikroorganisme dalam sistem
lumpur aktif. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu detensi
sel mikroba dalam bak aerasi dapat dalam hitungan hari. Parameter ini
berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Cara konvensional untuk mengamati kemampuan pengendapan lumpur adalah


dengan menentukan Indeks Volume Sludge (Sludge Volume Index = SVI).
SVI dapat dihitung Dengan menggunakan rumus sebagal berikut:

3.2.3 Kolam Aerasi Ekstensif (Extended Aeration)


Kolam Extended Aeration sebenarnya bukan termasuk kategori kolam aerasi
seperti kolam aerasi lainnya. Proses ini merupakan pengembangan dari proses
lumpur aktif konvensional (standar). Hanya saja khusus untuk Extended Aeration
tidak diperlukan bak pengendap awal. Di dalam bak aerasi air limbah disuplai
oksigen dari blower atau diffuser sehingga mikroorganisme yang ada akan
menguraikan zat organik yang ada di dalam air limbah. Dengan demikian di dalam
bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomassa dalam jumlah yang
besar. Biomassa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa
polutan yang ada di dalam air limbah.
Unit ini juga mengaduk secara keseluruhan air limbah pada tangki
sehingga terbentukpadatan tersuspensi. Sebagian lumpur yang terikut pada aliran
outlet dari kolam ini terendapkan, sebagian lainnya dibiarkan terakumulasi
didalam kolam atau sebagian yang diendapkan kemudian dikembalikan kedalam
sistem aerasi untuk mencapai rasio ideal perbandingan makanan dan
mikroorganisme yang disebut F/M ratio.
Gambar 3. 26 Skema Extended Aeration
Terdapat 3 jenis pengolahan pada Unit Extended Aeration yang digunakan yaitu:
 Menempatkan tangki pengendapan terpisah sesudah kolam.
 Memisahkan bagian dari kolam sebagai zona pengendapan untuk menahan
lumpur sebelum efluen dilepas ke badan air.
 Membangun dua unit secara paralel, sehingga pengoperasian unit extended
aeration dapat berlangsung secara bergantian. Saat satu unit berhenti, maka
unit lainnya dapat terjadi pengendapannLumpur akan terakumulasi mencapai
konsentrasi solid yang ideal untuk extended aeration.
3.2.4. Unit Parit Oksidasi (Oxidation Ditch)
Unit Parit oksidasi merupakan unit pengolahanyang merupakan pengembangan
metode pengolahan extended aeration yang diterapkan pada saluran sirkular dengan
kedalaman 1 s/d 1.5 m, yang dibangun dengan pasangan batu. Unit parit oksidasi
berfungsi untuk menurunkan konsentrasi BOD, COD, dan nutrien dalam air limbah
domestik.
Unit pengolahan Oxydation Ditch merupakan unit yang menggunakan
extended aeration yang semula dikembangkan berdasarkan saluran sirkular
dengan kedalaman 1 – 1.5 m. Lumpur tinja yang masuk dialirkan berputar
mengikuti saluran sirkular yang cukup panjang dengan tujuan terjadinya proses
aerasi. Alat aerasi yang digunakan berupa alat mekanik rotor berbentuk tabung
dengan sikat baja. Rotor diputar melalui poros (axis) horizontal dipermukaan air
yang disebut cage rotor. Pelaksanaan perencanaan Oxydation Ditch dilaksanakan
berdasarkan kriteria desain yang tertera pada tabel berikut ini:

Persyaratan teknis lainnya yang perlu diperhatikan sebagai berikut:


 udara dari atmosfer menggunakan tekanan negatif dalam air untuk memutar
screw;
 dilakukan resirkulasi untuk menjaga konsentrasi MLSS dalam bak aerasi
 perencanaan rotor meliputi; diameter rotor, panjang rotor, jumlah &
tenagapenggerak / motor

Spesifikasi teknis aerator yang digunakan pada Oxydation Ditch tertera pada tabel
berikut ini:

Tabel 3. 9 Spesifikasi teknis aerator pada Oxydation Ditch

(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)


Gambar 3. 27 Skema Bangunan Oxidation Ditch
(Sumber : Permen PUPR No.4 Tahun 2017)

Kelebihan parit oksidasi yaitu kemampuan mengolah beban organik dengan biaya
operasional dan perawatan rendah. Selain itu, menghasilkan lumpur yang lebih
sedikit daripada proses biologis lainnya. Kekurangan reaktor ini adalah
membutuhkan lahan yang luas dan konsentrasi TSS pada effluent masih tergolong
tinggi jika dibandingkan dengan proses pengolahan activated sludge.

3.2.5. Reaktor Cakram Biologis (Rotating Biological Contactor/ RBC)

RBC merupakan salah satu teknologi pengolahan air limbah domestik dengan
mikroorganisme yang melekat pada media piringan fiber/HDPE yang terendam
40% didalam air dan disusun vertikal pada axis rotor horizonal. Piringan diputar
dengan kecepatan 3 - 6 rpm, yang memberikan kesempatan setiap sisi cakram
bergantian berkontak dengan air limbah domestik dan oksigen. Cakram diputar
untuk menjaga suplai oksigen pada bakteri yang melekat pada piringan dan
membilas lapisan lendir mikroorganisme yang terbentuk berlebihan pada piringan
cakram, sehingga penyumbatandapat dihindari. Reaktor Cakram Biologis
umumnya diterapkan untuk melayani 1000 s/d 10.000 jiwa. Kelebihan
penggunaan RBC antara lain:
 lahan yang dibutuhkan tidak terlalu besar;
 tahan terhadap beban kejut (shock loading) organik dan hidrolis;
 peluruhan biomassa lebih aktif;
 kebutuhan energi listrik rendah;
 efisiensi penyisihan beban organik tinggi;
 dapat mengolah air limbah yang mengandung senyawa beracun, besi, sianida,
selenium dan lain-lain.
Kekurangan penggunaan RBC antara lain:
 biaya investasi pemasangan RBC mahal;
 ASP per debit per kualitas air limbah yang setara;
 apabila oksigen terlarutnya rendah dan terdapat sulfida di dalam air limbah
domestik, dapat memicu pertumbuhan bakteri pengganggu seperti Beggiatoa
akan tumbuh di media RB; dan
 biaya investasinya akan meningkat dengan peningkatan debit air limbah.
Prasarana RBC terdiri dari:
 saringan sampah;
 bak pengendap pendahuluan;
 bak kontak media (piringan);
 bak pengendap kedua;
 peralatan untuk penambahan zat desinfektan
 bak pengeram lumpur; dan
 bak pengering lumpur.
Perencanaan RBC dilaksanakan berdasarkan kriteria desain berikut ini:

Tabel 3. 10 Kriteria desain bak kontak media (RBC)

(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)


Tabel 3. 11 Kriteria desain bak pengendap kedua

(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)


Perencanaan RBC dilaksanakan dengan menggunakan formulasi berikut ini:
Rasio volume reaktor terhadap luas permukaan media (G) dapat dihitung dengan
formula berikut ini:
Parameter untuk menenentukan kriteriaria desain dari RBC diantaranya :
 Beban BOD (BOD Loading):

 Beban Hidrolis (Hydraulic Loading/HL) merupakan jumlah air yang diolah


per satuan luas permukaan media per hari.

 Waktu tinggal rata-rata (Average Detention Time, T)

Korelasi beban konsentrasi BOD inlet dan beban BOD persatuan luas media
kontak untuk mendapatkan efisiensi penurunan beban BOD sampai 90%,
tercantum pada tabel berikut.
Tabel 3. 12 Korelasi konsentrasi BOD inlet dan beban BOD persatuan luas media, untuk
penurunan BOD sampai 90%
Korelasi konsentrasi BOD inlet terhadap efisiensi penurunan BOD tercantum
pada Tabel berikut.
Tabel 3. 13 Korelasi konsentrasi BOD inlet terhadap efisiensi penurunan BOD

Gambar 3. 28 Ilustrasi Unit Rotating Bilogical Contactor


3.2.6 Biofilter
Biofilter merupakan unit pengolahan air limbah domestik yang memanfaatkan
mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang melekat pada permukaan media,
yang membentuk lapisan lendir yang dikenal sebagai lapisan biofilm. Media filter
terendam di dalam air limbah yang dialirkan secara kontinu melewati celah atau
rongga antar media. Media filter berupa media padat dan atau berongga, dan tidak
bersifat toksik bagi mikroorganisme. Media filter yang digunakan dapat berasal
dari bahan alami (batu-batuan, kayu) maupun pabrikasi (keramik, plastik),
pemilihan media biofilter ditentukan berdasarkan metode pembobotan yang
tercantum pada tabel berikut.:
Tabel 3. 14 Pembobotan untuk pemilihan media biofilter

(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017


Keterangan:
A: Gravel atau kerikil kecil B: Gravel atau kerikil
besar
C: Mash Pad D: Brillo pad
E: Bio Ball F: Random Dumped
Media terstruktur (sarang tawon)
Biofilter dapat diterapkan secara aerobik dan anaerobik. Biofilter dapat berupa
bioreaktor tunggal dengan proses anaerobik, aerobik atau kombinasi keduanya
(proses hybrid). Pengaliran air limbah domestik pada permukaan media dapat
dilakukan secara crossflow kearah vertikal ataupun horisontal.
Berikut ini jenis unit pengolahan air limbah dengan sistem Biofilter:|
1. Biofilter Anaerobik
Pada unit biofilter anaerobik pengolahan air limbah domestik
mengandalkan mikroorganisme dalam kondisi anaerobik. Biofilter
anaerobik memiliki kelebihan mampu mengolah air limbah dengan
kandungan bahan organik yang tinggi, tahan terhadap perubahan
konsentrasi dan tahan terhadap perubahan debit aliran yang mendadak
(shock loading).Perencanaan biofilter anaerobic dilaksanakan
berdasarkan persyaratan teknis dan kriteria desain berikut ini:
Persyaratan teknis biofilter anaerobik:
o Dibuat minimal dalam tiga ruang atau kompartemen, dengan ruang
pertama sebagai pemisah padatan dan biodegradasi endapan secara
anaerobik, ruang kedua berisi media filter dan terjadi
proses anaerobik, ruang ketiga sebagai pemisah padatanlanjut.
o Jumlah kompartemen biofilter anaerobik dapat direncanakan lebih dari
satu kompartemen, tergantung pada konsentrasi BOD air limbah dan
debit air limbah atau jumlah orang yang dilayani.
o Kualitas efluen biofilter anaerobik umumnya memiliki kandungan
oksigen relatif rendah dan kadang berbau, sehingga masih diperlukan
proses pengolahan lanjutan antara lain dengan proses aerasi atau
kolam sanita (wetland)

Gambar 3. 29 Ilustrasi biofilter anaerobik satu kompartemen


(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)
Perencanaan biofilter anaerobik dapat menggunakan kriteria desain
sebagai berikut:
Tabel 3. 15 Kriteria desain perencanaan biofilter anaerobik

(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)

2. Biofilter Aerobik
Biofilter aerobik dioperasikan dengan tambahan pasokan oksigen
melalui injeksi udara menggunakan unit kompresor atau blower dari
bagian bawah medifilter dengan tekanan tertentu lewat media porous (unit
diffuser) atau pipa berlobang (perforated pipe). Gambar 45 menjelaskan
model biofilter aerobik satu kompartemen.
Biofilter aerobik dioperasikan dengan beban pengolahan lebih
rendah, oleh karena itu biofilter aerobik umumnya diletakkan setelah
proses anaerobik Pada unit pengolahan biofilter aerobik memungkinkan
pengolahan air limbah dengan lapisan biofilm dan juga pengolahan air
limbah oleh mikroorganisme tersuspensi. Proses ini akan meningkatkan
efisiensi penguraian zat organik, deterjen dan mempercepat proses
nitrifikasi. Proses ini juga disebut dengan Kontak Aerasi. Dari
kompartemen biofilter aerobik, air limbah dialirkan ke ruang pengendap
akhir.

Gambar 3. 30 Ilustrasi biofilter aerobik satu kompartemen


(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja biofilter aerobik antara
lain yakni:

o Beban Organik (Organic Loading) Beban organik didefinisikan


sebagai jumlah senyawa organik di dalam air limbah yang
dihilangkan atau didegradasi di dalam biofilter per unit volume per
hari. Beban organik yang sangat tinggi dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroorganisme, dan pada konsentrasi tertentu dapat
mengakibatkan kematian mikroorganisme.
o Beban Hidrolis (Hydrolic Loading) Beban hidrolis dinyatakan
sebagai volume air buangan yang dapat diolah per satuan waktu per
satuan luas permukaan media. Beban hidrolis yang tinggi dapat
menyebabkan pengelupasan lapisan biofilm yang menempel
pada media, sehingga efisiensi
pengolahan menjadi turun.
o Kebutuhan Oksigen (DO) Kandungan oksigen terlarut dalam
biofilter aerobik terendam harus dijaga antara 2 – 4 mg/l. Oksigen
berperan dalam proses oksidasi, sintesa dan respirasi dari sel.
o Logam berat Logam-logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, Zn, Li dan
Pb walaupun dalam konsentrasi yang rendah akan bersifat racun
terhadap mikroorganisme. Daya bunuh logam berat pada kadar rendah
ini disebut daya oligodinamik.
Perencanaan biofilter aerobik dapat menggunakan kriteria desain sebagai
berikut:
Tabel 3. 16 Kriteria desain biofilter aerob

(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)

3. Biofilter Anaerobik-Aerobik (Hibride)


Pengolahan air limbah domestik dengan proses biofilter anaerobi- aerobic
merupakan proses Pengolahan air limbah dengan menggabungkan proses
biofilter aerob dan proses biofilter anaerob. Kombinasi proses anaerob dan
aerob dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), konsentrasi ammonia,
deterjen, padatan tersuspensi,bakteri E. Coli dan phospat.
Kombinasi proses Anaerob-Aerob, menghasilkan efisiensi pengurangan
senyawa phosphor lebih besar dari proses anaerob atau proses aerob saja.
Selama berada pada kondisi anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada
dalam sel mikrooragnisme akan keluar sebagai akibat hidrolisa senyawa
phospor. Sedangkan energy yang dihasilkan digunakan untuk
menyerap BOD (senyawa organik) yang ada di dalam air limbah domestik.
Selama berada pada kondisi aerob senyawa phosphor terlarut
akan diserap oleh bakteria/mikroorganisme dan akan disintesa
menjadi polyphospat dengan menggunakan energi yang dihasilkan oleh
proses oksidasi senyawa organic (BOD). Dengan demikian kombinasi
proses Anaerob-Aerob dapat menghilangkan BOD maupun phospor dengan
baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan beban organik yangcukup besar.

Gambar 3. 31 Ilustrasi model unit biofilter anaerobik – aerobic


(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)
Keunggulan proses pengolahan air limbah dengan Biofilter Anaerob-
Aerob antara lain:
 pengelolaannya sangat mudah;
 tidak perlu lahan luas;
 biaya operasinya rendah;
 dibandingkan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang dihasilkan
relatif sedikit;
 dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat
menyebabkan euthropikasi;
 suplai udara untuk aerasi relatif kecil;
 dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup
besar;
 dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.

3.2.7 Bioreaktor Membran (Membrane bioreactor/MBR)


Bioreaktor Membran merupakan suatu sistem pengolahan air limbah yang
mengaplikasikan penggunaan membran yang terendam di dalam suatu bioreaktor.
Pengolahan yang terjadi di dalam bioreaktor mirip dengan unit pengolahan
lumpur aktif,zat organik di dalam air limbah akan didegradasi secara biologis oleh
mikroorganisme aerob kemudian terjadi pemisahan solid (lumpur). Pada MBR
proses pemisahan solid dilakukan menggunakan membran sementara pada
Activated Sludge pemisahan solid dilakukan secara gravitasi di dalam tangki
pengendapan. Perbandingan antara MBR dengan Activated Sludge dapat dilihat
pada gambar berikut.

Gambar 3. 32 Perbedaan Sistem Proses Konvensional dan Membran Bioreacto (MBR)

Karakteristik utama dari MBR antara lain:


 Tidak memerlukan bak pengendap (clarifier) sehingga dapat menghemat
penggunaan lahan;
 Konsentrasi MLSS (mixed liquor suspended solids) yang tinggi dapat
memaksimalkan jumlah BOD yang masuk ke dalam modul MBR untuk diolah
sehingga dapat mengurangi waktu pengolahan;
 Pembuangan lumpur dapat dilakukan langsung dari dalam reaktor;
 Kualitas penyisihan beban organik yang tinggi; dan
 Sehingga air hasil olahannya dapat digunakan kembali (misalnya untuk
boiler).

Pelaksanaan perencanaan MBR dapat menggunakan kriteria desain berikut ini:


Tabel 3. 17 Kriteria desain MBR

(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)

3.2.8 Unit Reaktor Biofilm dengan Media Bergerak(Moving Bed Biofilm Reactor
/MBBR)
Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) merupakan proses pengolahan yang
sederhana dan membutuhkan luas lahan yang lebih sedikit. Teknologi MBBR
menggunakan beribu biofilm dari polyethylene yang tercampur di dalam suatu
reaktor dengan aerasi terus-menerus.
Keuntungan unit pengolahan MBBRantara lain:
 tidak membutuhkan biaya yang besar;
 perawatan relatif mudah karena MBBR mampu memproses secara
alamiah merawat bakterinya sendiri pada level optimum dari biofilm yang
produktif;
 tidak membutuhkan pengembalian lumpur;
 tidak perlu mengatur F/M ratio atau tingkat MLSS yang ada dalam reaktor;
 MBBR sangat efektif dalam mereduksi BOD, nitrifikasi, dan
menghilangkan nitrogen.
Proses MBBR mempertahankan volume besar biofilm dalam proses pengolahan
air limbah biologis. Akibatnya, degradasikontaminan biodegradable yang
berkelanjutan dalam ukuran tangki yangsama, tanpa perlu melakukan
pengembalian lumpur. Proses ini memberikan peningkatan perlindungan terhadap
toxic shock, sementara secara otomatis menyesuaikan untuk memuat fluktuasi.
Proses MBBR cocok diterapkan untuk permasalahan nitrifikasi karena prosesnya
memungkinkan perkembangbiakan bakteri nitrifikasi pada area permukaan
media. Bakteri nitrifikasi memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif lambat dan
sangat dipengaruhi oleh suhu air. Dalam reaktor MBBR, kondisi tersebut telah
diatur sehingga proses nitrifikasi dapat teratasi dengan sangat baik.

Pada unit MBBR salah satu tantangan terbesar untuk mencapai pengolahan
nitrifikasi dengan menjaga jumlah bakteri nitrifikasi tanpa mencuci mereka keluar
dari sistem. Teknologi MBBR memungkinkan terjadinya proses nitrifikasi dengan
mempertahankan jumlah bakteri nitrifikasi tanpa bergantung pada waktu retensi
padatan (SRT) ataupun MLSS. Berikut ini skema proses MBBR.
Gambar 3. 33 Skematik Proses MBBR
(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)

Pelaksanaan perencanaan MBBR dilaksanakan berdasarkan persyaratan teknis


dan kriteria desain berikut ini:
Tabel 3. 18 Kriteria desain perencanaan MBBR

(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)

Bangunan pengolahan air limbah domestik secara biologis anaerobik meliputi:


3.2.9 Filter Anaerobik (Anaerobic Filter)
Anaerobic filtermerupakan unit pengolahan biologis dengan metode filtrasi fixed-
bed. Air limbah domestik dalam reaktor ini mengalir melalui filter, sehingga
partikel dapat tersaring dan bahan organik didegradasi oleh lapisan biofilm yang
melekat pada media. Unit ini dilengkapi media untuk tempat berkembangnya
koloni bakteri yang membentuk biofilm (lendir).
Beban organic pada air limbah diolah dengan proses fermentasi yang ditimbulkan
bakteri.Pada unit filter anaerobik, lapisan biofilm yang melekat pada media akan
menebal, hal ini dapat menyebabkan penyumbatan aliran air limbah domestik,
sehingga unit ini membutuhkan pencucian berkala terhadap media, misalnya
dengan metoda backwashing.
Unit anaerobic filter dapat dibedakan berdasarkan metode pengaliran air limbah
domestik yang diolah yaitu secara upflow atau downflow, salah satu unit yang
umum diterapkan untuk mengolah air limbah domestik adalah Upflow Anaerobic
Filter.
1. Upflow Anaerobic Filter (UAF)
Upflow Anaerobic Filter (UAF) digunakan untuk pengolahan air limbah black
water maupun grey water.Sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi
kecepatan partikel yang terdapat pada air limbah dan akan meningkatkan
efesiensi pengolahan. Efluen UAF sebaiknya dibubuhi desinfektan (kaporit
atau khlorine) sebelum dibuang ke badan air penerima.
Proses pengolahan dilakukan dengan mengalirkan air limbah kedalam bak
pengurai (digester) pertama, selanjutnya dialirkan ke bak pengurai kedua. Bak
pertama dan kedua berfungsi sebagai pengendap sekaligus pengurai
sebagaimana fungsi tangki septik. Air limbah dari bak pengurai kedua
dialirkan ke media UAF dengan aliran dari bawah ke atas.
UAF berfungsi untuk menurunkan kandungan minyak atau lemak, senyawa
organik (BOD,COD) dan total padatan tersuspensi (TSS), namun tidak sesuai
untuk menurunkan kandungan amoniak, detergen dan hidrogen sulfida.
Kelebihan reactor ini adalah tahan terhadap shock loading, tidak
membutuhkan energy listrik, biaya operasional dan perawatan tidak terlalu
mahal, dan efisiensi BOD dan TSS tinggi. Kelemahan reaktor ini adalah
effluentnya membutuhkan pengolahan tambahan, efisiensi reduksi bakteri
pathogen dan nutrient rendah, membutuhkan start up yang lama.
Keunggulan sistim UAF antara lain mampu menurunkan pencemar organik
terlarut maupun padatan tersuspensi dengan konsentrasi yang tinggi dan tahan
terhadap kejutan beban organik maupun beban hidrolik.
Unit UAF dapat dipergunakan untuk mengolah air limbah domestik antara
lain dari kegiatan rumah tangga, restoran, hotel, rumah sakit; air limbah
industri dengan karakteristik setara dengan air limbah domestik dengan rasio
BOD/COD 0,3 dapat diaplikasikan pada level rumah tangga atau skala
kawasan permukiman kecil. Khususnya yang memiliki cukup pasokan air
untuk mencuci pakaian, mandi, dan menggelontor kloset.
Persyaratan teknis perencanaan unit UAF:
 Unit UAF terdiri dari tangki sedimentasi yang dilanjutkan dengan 1-3
kompartemen filter.
 Media filter yang digunakan bisa dari kerikil(∅2-3 cm), bola plastik atau
tutup botol plastik dengan diameter antara 5 cm s/d 15 cm.
 Ukuran diameter media filter yang digunakan berkisar 12 sampai 55.
Dengan perkiraan luas permukaan biofilm antara 90 sampai 300m2 luas
permukaan biofilmper 1m3 volume reaktor.
 Air limbah domestik harus mencakup media filter setidaknya 0.3
bagian dari tinggi bak untuk menjamin terjadinya aliran pada media
filter.
 Air limbah dengan kandungan minyak dan lemak harus dilengkapi
dengan unit perangkap lemak sebelum dialirkan ke dalam UAF.
 Lokasi penempatan tangki UAF harus mudahdijangkaudalam
pembangunan, operasi dan pemeliharaan.Tangki UAF dapat dibangun
diatas permukaan tanah maupun tertanam dalam tanah (underground).
 Tangki UAF harus kedap air, tidak digunakan di daerah dengan
permukaan air tanah yang tinggi atau sering dilanda banjir.
Gambar 3. 34 Model IPALD sistem Upflow Anaerobic Filter
(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)

Kriteria desain perencanaan instalasi pengolahan air limbah domestik


(IPALD) dengan UAF meliputi kriteria perencanaan bak pengendap awal,
reaktor UAF.
Perencanaan UAF dilaksanakan dengan formulasi berikut ini:
1. Pengendap awal sebagai Tangki Septik
 Waktu tinggal hidrolik (Tdh) minimum dalam tangki septik dihitung
2 dengan rumus:/
ℎ = 1.5 − 0.3log( × )
Keterangan:
Tdh = Waktu penahanan minimum untuk pengendapan
= Jumlah orang
Q =Debit timbulan air limbah domestik (liter/orang/hari)
 Waktu tinggal hidrolik untuk tangki septik hanya menampung
limbah 2 WC (terpisah)/ :
ℎ = 2.5 − 0.3log( × )
Keterangan:
Tdh = Waktu penahanan minimum untuk pengendapan
P = Jumlah orang
Q= Debit timbulan air limbah domestik (liter/orang/hari)
 Volume penampungan lumpur dan luas
Keterangan:
P = Jumlah orang yang dilayani
N = Jumlah tahun, jangka waktu pengurasan lumpur (min 2 tahun)
Q = Debit timbulan air limbah domestik (liter/orang/hari)
S = Rata-rata lumpur terkumpul (liter/orang/tahun)
25 liter untuk WC yang hanya menampung kotoran manusia. 40
liter untuk WC yang juga menampung air limbah dari kamar
mandi.
 Volume cairan dalam tangki
= /× × ℎSeptik:
Keterangan:
Th = Waktu penahanan minimum untuk pengendapan (hari).
2. Reaktor Anaerobik Aliran ke atas menggunakan Lapisan Lumpur (Upflow
Anaerobic Sludge Blanket/UASB)
Unit UASBmerupakan unitdigunakan untuk pengolahan air limbah
black water. Unit ini menstimulasi pembentukan selimut lumpur yang
terbentuk di tengah tangki oleh partikel dan mengendapkan partikel
yang dibawa aliran ke atas. Dengan kecepatan aliran naik ke atas yang
perlahan, maka partikel yang semula akan mengendap akan terbawa ke
atas, tetapi aliran juga tidak terlalu lambat karena akan mengakibatkan
terjadi pengendapan didasar.
Jadi pengaturan aliran konstan dalam tangki mutlak diperlukan, maka
dibutuhkan pelengkap unit sistem buffer untuk penampungan fluktuasi
debit yang masuk sebelum didistribusikan ke tangki UASB.

Tabel 3. 19 Kriteria desain perencanaan UASB

Faktor
No. Kriteria Keterangan
perencanaan

Hydraulic Loading
1 (m3/m2.hari) 20
Kecepatan aliran
2 keatas (konstan) 0.83
(m/jam)

Waktu retensi
3 6–8
(jam)

Jika beban
organik
rendah akan
4 BOD minimal 1000 mg/L
sukar
terbentuk
sludge blanket

3 - 12
5 COD
mg COD/m3

Konsentrasi 30.000 –
6
biomass 80.000 mg/L

Hydraulic
7 4 – 12 jam
Detention Time
Efisiensi
8 75 – 90 %
Penyisihan

0.6 – 0.9
9 Upflow velocity
m/jam

Gambar 3. 35 Tipikal Unit Pengolahan UASB


(Sumber : Permen PUPR No. 4 Tahun 2017)

3.2.10 Kolam Anaerobik (Anaerobic Pond)


Kolam anaerobik umumnya dibangun tanpa penutup, tetapi pada permukaan air
limbah domestik diharapkan tertutup oleh scum hasil proses fermentasi.
Perencanaan kolam anaerobik dilaksanakan sesuai kriteria desain berikut ini.
Tabel 3. 20 Kriteria desain kolam anaerobik
Faktor
No. Kriteria Keterangan
perencanaan

1 Kedalaman kolam 2–5m


Organic loading
2 300 – 350
(g BOD/m3.hari)

3 Waktu tinggal 1 – 2 hari


Lapisan dasar
4
kolam

Menggunakan
pasangan batu

Lapisan tanah Tanah liat +

kedap air pasir 30%


Lapisan
geomembran

3.2.11 Reaktor Bersekat Anaerobik (Anaerobic Baffled Reactor/ ABR)


Anaerobic Baffle Reactor (ABR) merupakan unit pengolahan biologis
dengan metode suspended growth dengan memanfaatkan sekat (baffle). Sekat
pada ABR berfungsi sebagai pengaduk untuk meningkatkan kontak antara air
limbah domestik dan mikroorganisme.
Kelebihan unit ABR antara lain pengoperasian ABR tidak membutuhkan
energi listrik dan memiliki efisiensi penyisihan beban organik yang cukup baik.
Sedangkan kekurangan unit ABR antara lain rendahnya reduksi bakteri pathogen
dan nutrient, efluen air limbah masih membutuhkan pengolahan tambahan, dan
membutuhkan pre-treatment untuk mencegah terjadinya clogging. Aliran yang
terjadi dalam ABR merupakan aliran upflow dan downflow. Mikroorganisme
berkembang dalam lapisan lumpur yang terakumulasi di dasar kompartemen

Gambar 3. 36 Modifikasi Anaerobic Baffle Reactor

Gambar 3. 37 Model aliran air limbah dalam ABR


ABR dapat menurunkan senyawa organik (BOD,COD) dan total padatan
tersuspensi (TSS). Namun unit ini tidak dapat mengolahsenyawa amoniak,
deterjen dan hidrogen sulfida. Unit ABR dapat digunakan untuk mengolah
air limbah domestik antara lain dari kegiatan rumah tangga, restoran, hotel,
rumah sakit; air limbah industri rumah tangga dengan karakteristik setara
dengan air limbah domestik dengan ratio BOD/COD ≥ 0,3.
Perencanaan unit ABR dilaksanakan berdasarkan persyaratan teknis, kriteria
desain dan formulasi berikut ini:
Persyaratan teknis perencanaan ABR adalah sebagai berikut:
 tersedia lahan untuk penempatan IPALD dengan sistem ABR; lokasi
penempatan ABR harus mudah dijangkau dalam pembangunan, operasi dan
pemeliharaan;
 air limbah domestik harus dilengkapi dengan unit perangkap lemak
sebelum dialirkan kedalam ABR;
 ABR tidak digunakan di daerah dengan permukaan air tanah yang
tinggi atau daerah banjir atau pasang surut;

 dapat diaplikasikan pada skala komunal atau skala permukiman kecil,


khususnya yang memiliki cukup pasokan air untuk mencuci pakaian,
mandi, dan menggelontor kloset.

unit ABR dapat juga berfungsi sebagai pengolahan pendahuluan untuk


membantu meringankan pengolahan lanjutan yang dilakukan secara
aerobik. sistem ABR sebagai pengolahan pendahuluan apabila konsentrasi
BOD > 300 mg/L
Tabel 3. 21 Kriteria desain perencanaan ABR

Faktor Kriteria Keterangan


perencanaan

Up flow velocity <2 m/jam


Panjang 50 – 60% Dari tinggi bak
Penyisihan 65 – 90%
COD

Penyisihan 70 - 95%
BOD

Organic <3Kg
Loading COD/m3.hari
Hydraulic 6– 20 jam
Retention Time

Organic loading 1.2 - 1.5 Pada temperatur


rate (OLR) gCOD/L.hari mesofilic (23- 31°C)

0.1 – 8
KgCOD/m3.hari

VUP <2,0 m/jam


Laju aliran
keatas

Gambar 3. 38 Skematik Anaerobic Baffled Reactor (ABR)


Waku kontak - HRT, Jam
Gambar 3. 39 Korelasi HRT dan persentasepenyisihan BOD pada
Bangunan pengolahan air limbah secara biologis kombinasi

3.2.12 Kolam Stabilisasi

Pengolahan pada kolam stabilisasimemanfaatkan proses paling sederhana,


dengan mengandalkan produksi O2 dari proses fotosintesis alga. Sedangkan hasil
penguraian beban organik oleh bakteri menjadi posfat dan amoniak diperlukan
alga sebagai nutrisinya (fertilizer) untuk pertumbuhannya. Kolam stabilisasi
terdiri dari tiga unit kolam, yaitu kolam anaerobik, kolam fakultatif, dan kolam
maturasi.
Kolam anerobik berfungsi untuk mengolah beban organik dengan proses
anaerobik. Kolam fakultatif dikondisikan sehingga pada bagian permukaan
kolam terjadi proses aerobik dan dibagian dasar kolam terjadi proses anaerobik.
Kolam maturasi digunakan untuk mengurangi bakteri fecal coliform yang
mungkin masih ada di efluen kolam fakultatif. Kolam maturasi juga dapat
disubstitusi dengan unit pembubuhan disinfektan
Tabel 3. 22 Kriteria desain Kolam Stabilisasi

Unit Faktor Kriteria Keterangan


Perencanaan
Kolam Penyisihan 50 – 70 %
anaerobik BOD

Waktu 1 – 2 hari
detensi

Kedalaman 2.5 - 4 m
kolam

Kolam Kebutuhan 250 – 300


fakultatif lahan Kg BOD/
ha.hari.

Kedalaman 1.5 - 2 m
kolam

Kolam Kedalaman 1m
maturasi kolam

Waktu 5 – 10 hari
detensi

Efluen dari kolam stabilisasi dapat digunakan untuk keperluan irigasi, untuk
kolam ikan peliharaan, dan pengisian air tanah (ground water recharging).
Gambar 3. 40 Skema Kombinasi Unit Pengolahan Kolam

3.2.13 Secondary Clarifier


Unit bak pengendapan II berfungsi untuk tempat terjadinya pengendapan
material flocculant (hasil proses flokulasi atau proses sintesa oleh bakteri).
Material flocculant yang diutamakan untuk diendapkan dalam Unit bak
pengendapan II yaitu MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) yang dihasilkan
dari proses pengolahan Lumpur Aktif (Activated Sludge) yang memiliki
konsentrasi tinggi (5000 mg/l). Unit bak pengendapan II merupakan
pengendapan terakhir yang disebut juga final sedimentation.
Gambar 3. 41 Contoh Unit Bak Pengendap II
Tabel 3. 23 Kriteria Desain Bak Pengendap II

Faktor perencanaan Kriteria Keterangan

Surface loading (Q/A)


30 - 40
(m3/m2.hari)
Debit perencanaan Qpeak atau QR
Kedalaman bak dari
3
pelimpah (weir)(m)
Perhitungan
2
dengan Q Peak
Waktu detensi (td) (jam)
Perhitungan
4.5 s/d 6
dengan QR

Weir Loading Rate


124
(m3/m.hari)

3.3 Unit Pengolahan Tersier


Pengolahan tersier merupakan lanjutan dari penanganan sekunder, yang dilakukan
jika masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan
atau masyarakat. Pada pengolahan ketiga (tertiary treatment) bertujuan menyisihkan
nutrisi/unsurr hara khususnya nitrat dan fosfat. Sebagian besar senyawa nitrogen, fosfor,
dan garam-garaman tetap ada dalam air buangan walaupun telah mengalami proses
penanganan primer dan sekunder, maka perlu penanganan ketiga karena komponen
tersebut akan menyebabkan perubahan rasa dan bau. Pengolahan tersier bersifat khusus,
artinya pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam air limbah.
Pengolahan tersier termasuk pengolahan kimia-fisika.

3.3.1 Pressure Sand Filters


Pressure sand filters atau saringan pasir bertekanan adalah suatu unit
pengolahan yang digunakan untuk menyisihkan padatan dan kekeruhan dari air
limbah. Pemilihan saringan pasir dapat direncanakan dengan memperhatikan
beberapa persyaratan seperti pemanfaatan luas permukaan maksimum, tekanan
yang dibutuhkan dalam pengolahan, dan efektifitas dalam menyisihkan kotoran.
Prinsip dari saringan pasir bertekanan adalah melewatkan sumber air melalui unit
saringan pasir bertekanan, media filter terdiri dari pasir kuarsa halus, kemudian
terdapat pula batu kerikil dengan ukuran yang semakin besar. Selama siklus
penyaringan, media filter akan menahan kotoran dan partikel tersuspensi dari air,
kemudian akan terakumulasi pada lapisan saringan. Selanjutnya air jernih hasil
pengolahan akan dikumpulkan dan keluar melalui outlet filter.
Cara untuk menaruh Media yang tepat adalah media yang besar dan ringan akan
ditaruh di paling atas, dan seterusnya sampai paling berat dan kecil ditaruh di paling
bawah. Pengaturan seperti ini memungkinkan partikel-partikel yang ada di dalam
air yang akan di proses tersaring sesuai dengan ukuran. Partikel besar akan tersaring
diatas sampai partikel-partikel kecil akan tersaring di bawah. Ini akan
meningkatkan penyaringan partikel yang ada dan menambah jangka waktu
penyaringan sebelum backwashing dibutuhkan.
Kelebihan dari saringan pasir bertekanan antara lain:
 Efektif dalam menyisihkan kekeruhan dan TSS
 Efisiensi filtrasi partikel padat hingga 5.0 ppm
 Material konstruksi mudah diperoleh
 Mudah dalam operasi dan perawatan
 Ekonomis dalam produksi dan desain
 Dapat mengatasi perubahan fluktuasi dari aliran air
Gambar 3. 42. Susunan media pada Saringan Pasir Bertekanan
Sumber: https://puretecwater.com/downloads/basics-of-multi-media-filtration-mmf.pdf
Kriteria desain:
Kecepatan aliran : 1 m3/hari – 350 m3/jam
TSS inlet : hingga 40 mg/L
Kekeruhan inlet : hingga 30 NTU
Kecepatan filtrasi : 8-12 m3/jam/m2
Kemampuan filtrasi : hingga 20 mikron
Desain tekanan : hingga 10 bar
Tekanan operasi : 1.1 – 3.5 bar
Gambar 3. 43. Desain Pressure Sand Filters
Sumber: https://www.alibaba.com/product-detail/rubber-lined-pressure-sand-filter-
sea_1903792322.html

3.3.2 Reverse Osmosis


Reverse Osmosis merupakan suatu pengelohan lanjutan yang banyak
digunakan untuk menyisihkan kotoran kimia yang terlarut dalam air payau & air
laut. Reverse osmosis adalah proses yang memaksa pelarut dari konsentrasi padatan
terlarut tinggi menuju konsentrasi padatan terlarut rendah melalui sebuah
membrane semi-permeable, dengan menggunakan tekanan. Membran semi
permeabel yang digunakan untuk reverse osmosis memiliki lapisan polimer
penghalang padatan di mana pemisahan terjadi.
Prinsip kerja dari reverse osmosis adalah proses pemurnian air di mana air yang
diolah dan disaring sebelumnya kemudian terhubung ke pompa bertekanan tinggi
di mana tekanan dikembangkan dan diumpankan ke membran RO. Membran
Reverse Osmosis bekerja pada metode filtrasi aliran silang dimana sebagian garam
diolah (dibuang) dan memberikan air murni. Air yang dimurnikan disebut sebagai
produk dan air limbah disebut sebagai konsentrat atau zat yang dihilangkan. Persen
air yang dikirim sebagai produk (untuk diolah) disebut recovery. Rasio recovery &
parameter output tergantung pada kualitas air baku, jenis membran, suhu dan
pertimbangan desain unit RO total.
Pada pengolahan air limbah reverse osmosis ini merupakan tahap pengolahan
lanjutan (advanced treatment) yang digunakan untuk proses recycling air limbah.
Kelebihan reverse osmosis adalah:
 Kontrol program mudah dilakukan
 Komponen berkualitas tinggi memastikan pengoperasian yang
berkelanjutan dan andal
 Sistem pra-rekayasa berarti instalasi mudah
 Koneksi clean-in-place memaksimalkan ketersediaan sistem
 Dapat menghemat penggunaan lahan
 Mudah dipasang dan dioperasikan.
 Menghasilkan Air berkualitas tinggi
 Tersedia dalam berbagai model standar dengan biaya yang efektif.
Kriteria desain:
Aliran air : 0.25 m3/jam – 50 m3/jam
TDS inlet : hingga 10000 mg/L
TDS outlet : membuang hingga 98%
Suhu : 25oC
SDI (Silt Density Index) : < 3 pada inlet
Gambar 3. 44. Konfigurasi Modul Membran Spiral untuk Reverse Osmosis

Gambar 3. 45. Konfigurasi Reverse Osmosis


Tabel 3. 24. Komposisi Air Hasil Olahan dari Air Limbah dengan Pengolahan Reverse
Osmosis

Feed Water Product Test I Product Test 2


Komponen
(typical) (ppm) (ppm)
TDS 550 15 28
ABS 4.5 0.1 0.1
COD 95 2 6.0
pH 5* 6.3 5.5
Cations
Na+ 85 4.6 6.1
K++ 40 4.9 2.7
NH4+ 25 0 3.9
Ca++ 125 0 2.6
Mg++ 50 0.7 0
Fe++ N.D. 0 0
Anions
Cl- 65 20.3 22.1
NO3- 2 0 0
HCO3- 260 8.1 3.5
CO3= 0 0 0
SO4= 200 1.7 3.3
SiO3= 30 2.9 2.9
PO4= 25 0 0
Sumber: Md

3.3.3 Biological Aerated Filters


BAFs merupakan suatu teknologi pengolahan air limbah yang didesain
dengan jangkauan yang luas untuk pengolahan limbah kota maupun limbah
industri. BAFs digunakan sebagai proses pengolahan untuk penghilangan zat
karbon dan nitrogen. BAFs ini meggunakan prinsip pengolahan secara biologi.
Kelebihan BAFs ini yaitu relatif compact, mudah dioperasikan, dan mungkin lebih
efisien dalam menyisihkan kandungan zat arang dan ammonia dibanding dengan
sistem lumpur aktif.
Istilah BAFs berasal dari kombinasi antara udara dan aksi penyaringan bakteri.
BAFs biasanya terdiri dari medium yang mengolah zat karbon dan nitrogen
menggunakan biomassa yang dipasang pada media, kemudian akan menangkap
(menyaring) padatan tersuspensi dalam media. BAFs merupakan reaktor yang
fleksibel, tersedia dalam opsi footprint kecil di berbagai tahap pengolahan air
limbah. Prinsip operasi dasar BAF didasarkan pada operasi biofilter konvensional
dalam mode terendam (submerged mode). Secara konvensional, BAFs adalah
reaktor pengolahan air limbah yang menggabungkan perlakuan biologis oksik dan
pemisahan biomassa dengan penyaringan depth filtration. Medium memungkinkan
reaktor untuk bertindak sebagai biofilter dan sebagai pemisah padatan tersuspensi.
BAFs dapat dioperasikan dalam mode aliran upflow maupun downflow. Filter
dengan downflow merupakan yang lebih sering ditemukan. Sistem dowflow
dengan arah aliran udara berlawanan memiliki keuntungan berupa efesiensi transfer
massa oksigen menuju biofilm dalam reaktor. Konfigurasi sistem ini menunjukkan
bahwa air limbah berada di bagian atas mediaa dan di bagian bawah terdapat udara.
Downflow BAFs efektif digunakan ketika untuk menyisihkan zat karbon dan
ammonia diperlukan dalam reaktor tanpa pembatasan oksigen. Dalam aliran
downflow, mikroorganisme nitrifikasi biasanya berada di bagian bawah reaktor,
oleh karena itu tidak akan mengalami keterbatasan oksigen.
Sementara itu, sistem upflow dengan aliran udara dan air limbah dapat menangani
influent yang lebih tinggi alirannya (debit) daripada sistem downflow. Selain itu,
ia memiliki sistem siklus operasional yang lebih panjang, dan dapat mengurangi
masalah bau yang terjadi karena udara atmosfer hanya kontak dengan efluen yang
diolah di bagian atas BAFs. Dalam Filter upflow ini air limbah berada di bagian
bawah filter. Air limbah mengalir ke atas ke arah yang sama dengan udara. Aliran
ke atas ini memastikan distribusi air dan udara yang merata dan bertindak untuk
mengurangi gas yang terperangkap (jebakan udara). BAFs adalah sistem yang
fleksibel di mana zona yang berbeda dapat dicapai. Misalnya, BAFs upflow dapat
memiliki zona oksik dan anoksik untuk memungkinkan nitrifikasi dan denitrifikasi.
Zona anoxic menyisihkan bahan organik terlarut dan nitrat, sedangkan zona aerasi
mengoksidasi sisa bahan organik dan amonia.

Gambar 3. 46. Desain BAFs upflow dan downflow


Sumber:
http://jestec.taylors.edu.my/Vol%207%20Issue%204%20August%2012/Vol_7_4_428-
446_%20PRAMANIK%20BIPLOB.pdf
Media dari BAFs ini tersedia dalam berbagai jenis dan ukuran. Ukuran media akan
berpengaruh pada performance dan harus dipilih dengan benar. Media dengan
ukuran kecil akan memberikan luas permukaan per volume yang lebih besar untuk
biofilm, dan akan membutuhkan volume BAFs yang lebih kecil. Sementara ukuran
media yang lebih besar akan berpengaruh pada penurunan penghilangan nutrient
karena area permukaan untuk pertumbuhan dan pelekatan biofilm lebih kecil, dan
membutuhkan volume BAFs lebih besar.
Tabel 3. 25. Laju Nitrifikasi untuk BAFs upflow and downflow
3.3.4 Spray Irrigation
Spray irrigation system merupakan suatu sistem pengaliran, dimana air akan
dilewatkan di sepanjang saluran tersebut dengan adanya proses spray. Keberhasilan
dari sistem ini bergantung pada kemampuan dalam mendesainnya. Prinsip kerja
dari sistem irigasi spray ini adalah influen akan masuk ke dalam ruang kontak pada
saluran untuk jangka waktu setidaknya dua jam (sebaiknya lebih lama) dan
kemudian disemprotkan. Secara umum, spray irrigation system ini didesain untuk
mengatasi air limbah setelah primary treatment.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada operasi sistem irigasi spray antara lain:
 Kemiringan saluran
 Kecepatan desain
 Permeabilitas permukaan tanah
 Karakteristik bagian permukaan tanah
 Jenis tanaman penutup
 Waktu desain
 Jumlah air limbah yang diolah selama waktu desain
 Komposisi kimia tanah
 Karakteristik air limbah yang diolah
 Kriteria desain spray irrigation
Sejauh ini tanaman menjadi faktor penting, terdapat batasan jumlah air yang dapat
diolah untuk menghasilkan banyak tanaman dan tetap menghasilkan keuntungan
dalam pertumbuhannya.
Gambar 3. 47. Suplai Air Limbah terhadap Produksi Rumput
Sumber: Metcalf Eddy, 2003. Wastewater Engineering
Tabel 3. 26. Kemampuan Pengolahan pada Konsentrasi Air Limbah

Pollution Parameter Excellent % Good % reduction Poor % reduction


reduction
BOD 75 65 55
COD 80 70 60
SS 85 80 75
Total N 70 60 50
Phosphates 45 40 35
TVS 30 20 10
TOC 80 70 60
Gambar 3. 48. Desain Spray Irrigation
Sumber: https://aggie-horticulture.tamu.edu/vegetable/guides/texas-vegetable-growers-
handbook/chapter-v-irrigation/

3.3.5 Adsorbsi Karbon Aktif


Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan di permukaan oleh suatu
adsorben atau daya serap dari zat penserap yang terjadi pada permukaan.
Adsorben adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang besar.
Permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori yang halus pada
padatan tersebut. Adsorben dapat berbentuk granulat (ukuran butiran sebesar
beberapa mm) atau bentuk serbuk sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Mekanisme dalam peristiwa adsorpsi dapat diterangkan sebagai berikut:
 Molekul adsorbate berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar
adsorben (disebut difusi eksternal);
 sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar, sebagian besar berdifusi lanjut di
dalam pori-pori adsorben (disebut difusi internal).
 Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian besar akan teradsorpsi
dan terikat di permukaan. Akan tetapi, bila permukaan sudah jenuh atau
mendekati jenuh dengan adsorbat, dapat terjadi dua hal (Sasmojo S, 1994):
a. Terbentuknya lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbate yang
telah terikat di permukaan, gejala ini disebut adsorpsi multilayer;
b. Tidak dapat terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbate yang
belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida, gejala ini disebut
adsorpsi monolayer.

Gambar 3. 49. Proses Adsorpsi


Sumber: Irmayani, 2016. Pengolahan Air Limbah Secara Adsorpsi
Proses adsorpsi dapat dilakukan secara fisika dan kimia yang perbandingannya
dapat dilihat pada tabel J.
Tabel 3. 27 Perbandingan Adsorpsi secara Kimia dan Fisika
Sementara itu terdapat banya absorbant yang bisa digunakan dalam proses adsorpsi,
salah satunya yang banyak digunakan adalah karbon aktif. Karbon aktif yang
digunakan sebagai absorbent adalah yang sudah diaktifkan sehingga permukaannya
menjadi lebih luas dan pori-porinya terbuka sehingga memiliki daya serap tinggi
(Sembiring dan Sinaga, 2003).
Rongga atau pori karbon dibersihkan dari senyawa lain atau kotoran sehingga
permukannya menjadi luas dan memiliki gaya adsorpsi terhadap cairan atau gas.
Komposisi karbon aktif adalah:
1. Karbon (C)
2. Hidrogen (H)
3. Senyawa organik
4. Senyawa anorganik (abu)
Keuntungan Adsorpsi dengan menggunakan karbon aktif:
 Agen penyerap yang baik, karena memiliki daya adsorpsi yang tinggi
disebabkan banyaknya pori
 Katalis dan penyimpan gas
 Proses penanganan limbah dapat mengatasi beberapa hal seperti tabel H.
Tabel 3. 28. Manfaat Karbon Aktif dalam Pengolahan Limbah

Tabel 3. 29. Ukuran pori-pori Karbon Aktif Secara Umum


Gambar 3. 50. Skematik Adsorpsi
Sumber: http://labotktk.teknik.ub.ac.id
Gambar J. Skema Alat Absorber
Gambar 3. 51. Desain Kolom Adsorpsi
Sumber: http://labotktk.teknik.ub.ac.id

3.3.6 Sistem Desinfeksi dan De-klorinasi


Klorin merupakan desinfektan yang sering digunakan untuk pengolahan air
limbah karena dapat menyerang organisme target dengan mengoksidasi material
selulernya. Klorin tersedia dalam berbagai bentuk, diantaranya gas klorin, larutan
hipoklorit, dan senyawa klorin lain dalam bentuk padat maupun cair. Beberapa
alternatif lain untuk desinfektan adalah ozonisasi dan desinfeksi ultraviolet (UV).
Pemilihan desinfektan yang cocok untuk dijadikan sebagai fasilitas pengolahan
didasarkan pada beberapa kriteria sebagai berikut:
 Kemampuan untuk menitrasi dan menghancurkan agen infeksi di bawah
kondisi operasi normal
 Aman dan mudah untuk ditangani, disimpan, dan dikirim
 Tidak mengandung residu toxic dan senyawa mutagenic atau carciogenic
setelah di desinfeksi
 Biaya investasi serta operasi dan pemeliharaan yang terjangkau
Keuntungan menggunakan klorin sebagai desinfektan dalam proses desinfeksi
antara lain:
 Klorinasi merupakan teknologi yang effectif dan mapan
 Klorin lebih murah dibanding desinfeksi ozon atau UV (kecuali saat de-
klorinasi diperlukan persyaratan khusus)
 Sisa klorin yang tersisa di dalam effluent dapat memperpanjang waktu
desinfeksi bahkan setelah pengolahan awal dan dapat diukur untuk mengevaluasi
efektivitas.
 Desinfeksi klorin dapat diandalkan dan efektif terhadap berbagai jenis
organisme pathogen.
 Klorin efektif dalam mengoksidasi senyawa organik dan anorganik tertentu
 Klorin dapat menghilangkan bau beracun selama desinfeksi.
Sementara itu, kekurangan dari klorin sebagai desinfektan antara lain:
 Residu klorin (bahkan dalam konsentrasi yang sedikit) bersifat racun
terhadap kehidupan perairan, sehingga memerlukan de-klorinasi
 Semua jenis klorin bersifat korosif dan beracun, jadi penyimpanan,
penanganan, dan pengiriman dapat beresiko. Sehingga membutuhkan regulasi
keamanan yang perlu ditingkatkan.
Prinsip kerja dari proses desinfeksi yaitu dengan
menambahkan/membubuhkan desinfektan ke dalam air limbah sesuai dengan dosis
dan kandungan air limbah. Ketika gas klor atau garam hipoklorit ditambahkan ke
air, hidrolisis dan ionisasi berlangsung untuk membentuk asam hipoklorit (HOCl)
dan ion hipoklorit (OCl) juga disebut sebagai klorin bebas. Klorin bebas bereaksi
cepat dengan amonia dalam buangan nonnitrifikasi untuk membentuk
monokloramin. Sehingga, selain memiliki fungsi untuk menyisihkan organisme
pathogen, klorinasi (desinfeksi) juga berfungsi untuk menyisihkan kandungan
ammonia dalam air limbah.
Agar proses desinfeksi bekerja secara optimal, harus memperhatikan aliran
saat pembubuhan klorin, yaitu aliran air harus turbulen saat pencampuran awal
dengan waktu kurang dari satu detik. Tujuan pencampuran adalah untuk
meningkatkan desinfeksi, yaitu dengan memulai reaksi antara klorin bebas dengan
nitrogen (ammonia) dalam aliran larutan. Proses penting lainnya yang berkontribusi
dalam proses desinfeksi adalah kontak antara air limbah dengan desinfektan. Ruang
kontak harus dirancang agar tidak memiliki sudut tajam (dibuat sudut bulat) untuk
mencegah adanya dead zone. Dengan desain seperti ini juga memungkinkan waktu
kontak antara mikroorganisme dan konsentrasi memadai sesuai dengan waktu
kontak minimumnya. Dosis klorin akan bervariasi berdasarkan permintaan,
karakteristik air limbah, dan persyaratan debit.
Gambar 3. 52. Desain Bak Klorinasi
Sumber: https://www.sswm.info/node/8295
Sistem klorin diperlukan untuk mengoperasikan air limbah dengan debit pada
rentang 25 lps – 130 lps. Dosis yang digunakan biasanya berkisar dari 5 hingga 20 mg/L,
untuk mencapai sisa 2 m/l klor bebas dengan waktu kontak sekitar 1,5 jam. Faktor lain
yang berpengaruh untuk mengoptimalkan proses desinfeksi antara lain suhu, alkalinitas,
dan kandungan nitrogen. Semua parameter utama harus menjadi acuan dan diuji sebelum
operasi penuh dari proses desinfeksi klorin.
Setelah desinfeksi, residu klorin dapat bertahan daam effluent selama beberapa jam.
Di beberapa Negara tidak mengizinkan hanya menggunakan klorinasi saja untuk
menerima air bersih karena efeknya pada spesies perairan. Untuk meminimalkan efek
tersebut, air limbah yang terklorinasi harus sering di de-klorinasi. De-klorinasi adalah
proses menghilangkan residu klorin bebas dan gabungan untuk mengurangi toksisitas
sisa setelah proses klorinasi dan sebelum dibuang ke badan air. sulfur dioksida, natrium
bisulfat, dan natrium metabisulfat merupakan bahan pengoksidasi umum yang digunakan
dalam de-klorinasi. Atau dapat juga digunakan karbon aktif. Total sisa klorin dengan
proses ini dapat dikurangi ke tingkat yang tidak beracun bagi kehidupan perairan. Namun
dalam prosesnya, de-klorinasi ini lebih kompleks untuk dioperasikan dan dipelihara
daripada proses klorinasi.

3.4 Pengolahan Lumpur


Lumpur yang dihasilkan dari sistem pengolahan air limbah dibedakan atas lumpur
kimia-fisika dan lumpur biologi. Lumpur kimia-fisika berasal dari pemisahan hasil
perlakuaan proses fisika-kimia, sedangkan lumpur biologi berasal dari perlakuan biologi.
Umumnya lumpur masih memiliki kadar air yang cukup tinggi, oleh karenanya perlu
perlakuan lumpur yang merupakan bagian dari penanganan air limbah. Kedua jenis
lumpur tersebut harus dikeluarkan dan dibuang ke luar instalasi pengolahan air limbah
(IPAL), tetapi hal ini akan menimbulkan masalah bila langsung dibuang begitu saja dalam
jumlah besar ke tempat penimbunan limbah padat. Tujuan utama pengolahan lumpur
adalah mengurangi volume lumpur dengan cara memisahkan air dari dalam lumpur
sebelum dibuang, agar mempermudah masalah pengangkutan. Untuk itu pengurangan
kandungan air dan volume lumpur merupakan hal yang penting.

Lumpur dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang lebih berbahaya dari air limbah
mengingat bahwa:

lumpur mengandung pencemar yang lebih terkonsentrasi

lumpur tetap memiliki kandungan air yang tinggi

lumpur dapat mengandung jenis pencemar baru yang tidak terkandung sebelumnya di
dalam air limbah akibat dari penambahan bahan kimia dan dari peruraian senyawa yang
terkandung dalam lumpur.

Lumpur yang banyak mengandung padatan diperoleh dari hasil proses pemisahan padat-
cair dari limbah yang sering disebut dengan sludge atau lumpur encer, di dalam sludge
tersebut sebagian besar mengandung air dan hanya beberapa persen berupa zat padat.
Umumnya persentase kandungan air tersebut dapat mencapai 95-99%. Lumpur yang
dihasilkan unit pengolahan air limbah dapat dikelola hingga menjadi abu dengan kadar
0,3 % dengan melalui beberapa tahap pengolahan yang meliputi proses pemekatan
dengan proses thickening, proses dewatering, proses pengering dan pembakaran. Filtrat
yang dihasilkan dari proses pemekatan dan dewatering dikembalikan ke unit equalisasi
(IPAL) untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

Untuk dapat mengelola lumpur secara efektif dan tepat, maka perlu mengetahui
karakteristik lumpur tersebut. Karakteristik lumpur tergantung pada sumber lumpur dan
jenis industri penghasil air limbah serta sistem pengolahan IPAL. Peraturan Pemerintah
No. 85 Tahun 1999 memuat daftar dari berbagai jenis industri yang menghasilkan lumpur
IPAL yang dianggap sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

3.4.1 Sludge Drying Bed


Sludge drying bed berfungsi untuk menampung lumpur pengolahan baik
dari proses kimia (daf) maupun proses biologi, dan memisahkan lumpur yang
bercampur dengan air dengan cara proses penguapan menggunakan energi
penyinaran matahari.

Gambar 3. 53 Sludge Drying Bed

Proses Pengolahan
Pengeluaran air lumpur dilakukan melalui media pengering secara gravitasi dan
penguapan sinar matahari. Lumpur yang berasal dari pengolahan air limbah secara
langsung tanpa proses pemekatan terlebih dahulu dapat dikeringkan dengan drying
bed.

Lumpur merupakan hasil akhir dari setiap instalasi pengolahan air limbah. Pada
instalasi pengolahan air limbah yang menggunakan sistem lumpur aktif yang
dihasilkan dalam bak sedimentasi sebagai recycle dan sebagian lagi dipompakan
ke bak pengering lumpur (sludge drying bed) lumpur yang ditumpahkan ke bak
pengering lumpur biasanya mengandung kadar solid 10 % dan air 90 %.

Air yang meresap melewati lapisan penyaring, masuk ke pipa unser drain dan
sebagian lagi menguap ke udara. Waktu pengeringan lumpur biasanya 3-4 minggu
dengan ketebalan lapisan lumpur dalam bak pengering antara 15-25 cm. Semakin
tebal lapisan lumpur, waktu pengeringan semakin lama apalagi ke dalam bak
pengering lumpur yang sudahterisi lumpur masih dimasukkan lagi lumpur yang
baru. Keadaan cuaca juga sangat mempengaruhi lamanya waktu pengeringan
lumpur.

Kriteria Desain
 Drying atau sludge drying bed merupakan salah satu metoda dewatering
dengan ukuran kecil hingga medium (maksimum setara dengan 25.000 orang).
 Pada unit ini, dewatering terjadi karena evaporasi dan drain (peresapan).
 Pada musim kemarau, untuk mencapai kadar solid 30 - 40 % diperlukan
waktu 2 - 4 minggu.
 Unit sludge drying bed terdiri dari:
- bak / bed, berukuran 6 - 9 meter (lebar), 7,5 - 37,5 meter (panjang), 20 - 30
cm (kedalaman lumpur)
- pasir, tebal 15 - 25 cm
- kerikil, tebal 15 - 30 cm
- drain, di bawah kerikil untuk menampung resapan air dari lumpur
 Luas drying bed dapat dihitung dengan persamaan:
A = K (0,01 R + 1,0)
Dimana:
A = luas per kapita, ft2/kap.
K = faktor yang tergantung pada tipe digestion
K = 1,0 untuk anaerobic digestion
K = 1,6 untuk aerobic digestion
R = hujan tahunan, in.
Deskripsi bak pengering berupa:
 bak dangkal berisi media penyaring pasir setinggi 10-20 cm dan
 batu kerikil sebagai penyangga pasir antara 20-40 cm, serta saluran air
tersaring (filtrat) di bagian bawah bak.
 Pada bagian dasar bak pengering dibuat saluran atau pipa pembuangan air
dan di atasnya diberi lapisan kerikil (diameter 10-30 mmÆ) setebal 20 cm dan
lapisan pasir kasar (3-5 mmÆ) setebal 20-30 cm.
 Media penyaring merupakan bahan yang memiliki pori besar untuk
ditembus air. Pasir, ijuk dan kerikil merupakan media penyaring yang sering
digunakan.
 Pengisian lumpur ke bak pengering sebaiknya dilakukan 1 kali sehari
dengan ketebalan lumpur di bawah 15 cm. Mengingat keterbatasan daya tembus
panas matahari, maka kedalaman bak kurang dari 50 cm. Jika lumpur masuk terlalu
banyak, permukaan lumpur tampak mengering tetapi lapisan bawah masih basah,
sehingga pengurangan air perlu waktu berhari-hari. Jika saringan tersumbat maka
air tidak dapat keluar, sehingga pengurangan kadar air tidak terjadi.
 Pengurangan kandungan air dalam lumpur menggunakan sistem
pengeringan alami dengan matahari, maka air akan keluar melalui saringan dan
penguapan. Pada mulanya keluarnya air melalui saringan berjalan lancar dan
kecepatan pengurangan air tinggi, tetapi jika bahan penyaring (pasir) tersumbat
maka proses pengurangan air hanya tergantung kecepatan penguapan. Kecepatan
pengurangan air pada bak pengering lumpur seperti ini bergantung pada penguapan
dan penyaringan, dan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca seperti suhu,
kelembaban, kecepatan angin, sinar matahari, hujan, ketebalan lapisan lumpur,
kadar air, sifat lumpur yang masuk dan struktur kolam pengeringan. Waktu
pengeringan biasanya antara 3-5 hari.
Gambar 3. 54. Sketsa Denah dan Potongan Sludge Drying Bed
Sludge Drying Bed
–Didesain berdasarkan lama waktu pengeringan (kurang lebih 2 minggu per cycle)
dengan asumsi ketinggian lumpur diatas bed adalah 20-30 cm
–Lapisan filter di bagian dasar berfungsi untuk menahan suspended solid/kadar
solid
–Pipa perforasi di bagian bawah berfungsi untuk mengumpulkan filtrat yang harus
dikembalikan ke bagian hulu dari IPAL

Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan sistem ini adalah pengoperasian yang sangat sederhana dan mudah,
biaya operasional relatif rendah dan hasil olahan lumpur bisa kering atau
kandungan padatan yang tinggi. Kelemahan sistem ini adalah membutuhkan lahan
yang luas dan sangat tergantung cuaca.

3.4.2 Gravity Thickener


Pengolahan lumpur menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu
instalasi pengolahan air limbah. Inti dari pengolahan lumpur adalah mengurangi
kadar air, menstabilkan, serta menghilangkan mikroorganisme patogen. Berikut ini
adalah berbagai teknologi/metode dalam pengolahan lumpur. Secara umum, sistem
penanganan dan pembuangan lumpur terdiri dari:
-Pemadatan (Thickening),
-Stabilisasi (Stabilization),
-Pengeringan (Dewatering),
-Pembuangan (disposal).

Thickening adalah proses yang dilakukan untuk mengurangi volume


lumpur sekaligus meningkatkan konsentrasi padatan di dalam lumpur. Proses ini
dapat dilakukan menggunakan peralatan antara lain gravity thickener, gravity belt
thickener, rotary drum, separator, centrifuge, dan flotator.
Pembagian Zona di Gravity Thickener
Metode thickening yang cukup terkenal adalah gravity thickening. Sesuai
dengan namanya, dalam proses ini terjadi pemanfaatan gaya gravitasi
(pengendapan) untuk memisahkan air dari dalam sludge. Unit pengolahan yang
digunakan untuk proses ini disebut gravity thickener yang serupa dengan secondary
clarifier pada sistem lumpur aktif. Gravity thickener terbagi menjadi beberapa zona
yaitu:
a. Clear zone: zona paling atas yang merupakan tempat bagi air yang berhasil
dipisahkan dari lumpur untuk kemudian dikeluarkan dari dalam sistem dan
diresirkulasi (dialirkan kembali) ke sistem pengolahan air limbah.
b. Feed zone/ Sedimentation zone: zona ini memiliki karakteristik konsentrasi solid
yang seragam.
c. Compaction zone/ Thickening zone: merupakan zona yang berada di bawah feed
zone.
Gambar 3. 55. Zona dalam Gravity Thickener

Di antara feed zone dengan clear zone terdapat area yang disebut dengan sludge
blanket yang kedalamannya menjadi faktor penting dalam operasional unit gravity
thickener.

Deskripsi Proses Gravity Thickener


Lumpur dari bak pengendapan dan pengolahan biologis dimasukkan ke
dalam tangki thickener, alat mekanis akanmengaduk lumpur perlahan-lahan.
Supernatant naik menuju saluran di sekeliling tangki dan dialirkan ke bak
pengendap I. Lumpur kental dikumpulkan di dasar tangki lalu dipompa ke unit
digester atau unit dewatering.

Salah satu tipe yang biasa dipakai adalah gravity thickening secara mekanis.
Lumpur dari bak pertama dan kedua dipompa menuju bak pengaduk untuk
dipekatkan. Pengadukan dilakukan secara perlahan menggunakan pengaduk
mekanis. Lumpur yang sudah dipekatkan dikumpulkan dalam ruang lumpur dan
kemudian dipompa ke digester untuk reduksi massa. Supernatant keluar melalui
pelimpah, kemudian dialirkan menuju pengolahan sekunder agar zat organiknya
direduksi.
Gambar 3. 56. Tipikal Unit Gravity Thickener

Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan unit ini adalah mudah dalam pengoperasian dan perawatan
(maintenance). Kelemahan dengan cara ini adalah seringkali timbul lumpur yang
naik ke atas (sludge floating) akibat dari terlalu lama lumpur berada dalam bak
lumpur karena tidak cepat dikeluarkan. Hal ini dapat menyebabkan kondisi
anaerobik sehingga menghasilkan gas.
Tabel 3. 30 Jenis Lumpur dan Ketebalannya

Sumber: Institut Teknologi Sepuluh November, 2013

Prosedur Desain Perancangan Gravity Thickener


A. Luas dan Diameter Thickener
1. Hitung luas permukaan berdasarkan solid loading
A = (massa solid) / (solid loading)
2. Cek hydraulic loading, hitung tambahan air pengencer (bila perlu)
HL = (volume lumpur per hari) / (luas permukaan)
3. Tentukan jumlah dan diameter thickener
4. Cek kembali solid loading dan hydraulic loading, baik pada kondisi semua
beroperasi maupun pada saat ada pengurasan

B. Kedalaman Thickener
1. Tentukan kadar solid di bagian atas thickening zone dan di bagian bawah
thickening zone, hitung rata-ratanya (lihat kriteria Tabel 2.2)
2. Hitung kedalaman side water dari thickening zone dengan waktu detensi
tertentu
3. Hitung kedalaman central dari thickener (anggap kemiringan 15 – 20%)
4. Hitung kedalaman keseluruhan (free board + clear zone + sedimentation
zone + thickening zone + central)

C. Struktur Influen
Struktur influen pada thickener adalah central well (seperti pada final clarifier)

D. Pembuangan Lumpur
1. Hitung jumlah lumpur yang dihasilkan
Lumpur dihasilkan = (Lumpur masuk) x (solid capture)
2. Hitung debit pompa lumpur dan pilih pompa yang sesuai
3. Cek Sludge Volume Ratio (SVR)
SVR = (volume thickening zone) / (volume thickened sludge per hari)

E. Struktur Efluen
Struktur efluen pada thickener adalah pelimpah V-notch di sekeliling bak (seperti
pada final clarifier)

F. Kualitas Supernatan
1. Hitung volume overflow dari thickener
Overflow = (Debit lumpur influen) – (Debit thickened sludge)
2. Hitung konsentrasi solid di overflow
-Konsentrasi = (Massa solid di supernatan) / (Volume overflow)
-Massa solid di supernatan = (Massa solid influen) x (1 – solid capture)

3.4.3 Bak Pengendap II


Bak pengendap II (secondary clarifier) berfungsi untuk memisahkan
lumpur aktif dari activated sludge dari MLSS. Lumpur yang mengandung bakteri
yang masih aktif akandiresirkulasi kembali ke activated sludge dan lumpur yang
mengandung bakteri yang sudah mati atau tidak aktif lagi dialirkan ke pengolahan
lumpur. Langkah ini (pengolahan lumpur) merupakan langkah terakhir untuk
menghasilkan effluen yang stabil dengan konsentrasi BOD dan suspended solid
(SS) yang rendah.

Gambar 3. 57. Skema Bak Pengendap II dari Lumpur Aktif

Faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam mendesain bak pengendap


kedua (secondary clarifier) antara lain :
a. tipe tangki yang digunakan
b. karakteristik pengendapan lumpur
c. surface loading rate atau solid loading rate
d. penempatan dan weir loading rate
Berdasarkan operasionalnya, bak pengendap kedua memiliki 2 (dua) fungsi,
yaitu :
1. Memisahkan MLSS dari air buangan yang diolah
2. Memadatkan sludge return
Bak pengendap II merupakan proses dari activated sludge yang operasinya
merupakan sistem continuous mixed-flow. Berdasarkan jenis tangkinya, dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu rectangular (segi empat atau persegi
panjang) dan circular (lingkaran). Masing-masing bentuk ini mempunyai kelebihan
masing-masing dan ditempatkan pada kondisi yangkhusus, artinya seorang
engineer haruslah mempunyai insting yang kuat, apakah bentuk melingkar atau
segi empat yang harus dirancangnya. Salah satu pertimbangan dalam menentukan
bentuk bak sedimentasi tersebut adalah adanya ketersedian lahan, dan ada tidaknya
dana.

Tangki Sedimentasi II Melingkar (Circular Secondary Clarifier)


Tangki sedimentasi melingkar jika ditinjau secara teknis dan operasional jauh lebih
menguntungkan tetapi memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam merancangnya,
karena banyaknya fasilitas yang berada di dalamnya. Lebih jelasnya perhatikan
Gambar XX
Gambar 3. 58. Circular Secondary Clarifier
Di dalam tangki melingkar, aliran masuk menuju ke pusat tangki atau ke sebelah
sisi tangki. Jika diameter tangki kurang dari 30 ft (9.14 m), pipa inlet akan masuk
melalui dinding dan mengarah ke bawah. Jika tangki lebih besar dari30 ft ( 9.14
m), pipa masuk melalui bawah tangki dan debit air tegak lurus menuju pusat baffle.
Kedalaman clarifier melingkar dipertimbangkan pada kedalaman bagian samping
tangki, dan dikenal dengan sebutan side water depth (swd). Kedalaman ini
digunakan untuk menentukan waktu detensi dan volume tangki.

Outlet untuk tangki melingkar terdiri dari suatu weir di sekitar batas luar yang
menyebarkan aliran menjadi seragam. Center-feed pada clarifier yang melingkar
yang digunakan pada pengolahan air limbah mempunyai penggaruk lumpur secara
mekanik (mechanical sludge rakes) yang terletak di bagian bawah dan penggaruk
permukaan (surface skimming) yang terletak di bagian atas.
3.4.4 Lumpur Aktif
Pada dasarnya sistem lumpur aktif terdiri atas dua unit proses utama, yaitu
bioreaktor (tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam sistem lumpur aktif,
limbah cair dan biomassa dicampur secara sempurna dalam suatu reaktor dan
diaerasi. Pada umumnya, aerasi ini juga berfungsi sebagai sarana pengadukan
suspensi tersebut. Suspensi biomassa dalam limbah cair kemudian dialirkan ke
tangki sedimentasi dimana biomassa dipisahkan dari air yang telah diolah.
Sebagian biomassa yang terendapkan dikembalikan ke bioreaktor, dan air yang
telah terolah dibuang ke lingkungan. Agar konsentrasi biomassa di dalam reaktor
konstan (MLSS = 3-5 gfL), sebagian biomassa dikeluarkan dari sistem tersebut
sebagai excess sludge. Skema proses dasar sistem lumpur aktif dapat dilihat pada
Gambar XX

Gambar 3. 59. Skema Lumpur Aktif


Paramater-Parameter yang Perlu Dikaji
Dalam sistem tersebut, mikroorganisme dalam biomassa (bakteri dan
protozoa) mengkonversi bahan organik terlarut sebagian menjadi produk akhir (air,
karbon dioksida), dan sebagian lagi menjadi sel (biomassa). Oleh karena itu, agar
proses perombakan bahan organik berlangsung secaraoptimum syarat berikut harus
terpenuhi(I) polutan dalam limbah cair harus kontak dengan mikroorganisme, (II)
suplai oksigen cukup, (III) cukup nutnien, (IV) cukup waktu tinggal (waktu
kontak), dan (V) cukup biomasa (jumlah dan jenis).

Tujuan pengolahan limbah cair dengan sistem. lumpur aktif dapat dibedakan
menjadi 4 (empat)% yaitu (i) penyisihan senyawa karbon (oksidasi karbon), (ii)
penyisihan senyawa nitrogen, (iii) penyisihan fosfor, (iv) stabilisasi lumpur secara
aerobik simultan.

Pada penyisihan senyawa karbon (bahan organik), polutan berupa bahan organik
dioksidasi secara enzimatik oleh oksigen yang berada dalam limbah cair. Jadi,
senyawa karbon dikonversi menjadi karbon dioksida. Eliminasi nutrien (nitrogen
dan fosfor) dilakukan terutama untuk mencegah terjadinya eutrofikasi pada
perairan.

Bidang Aplikasi
Hampir semua jenis limbah cair industri pangan dapat diolah dengan sistem lumpur
aktif seperti limbah cair industri tapioka, industri nata de coco, industri kecap, dan
industri tahu. Sistem lumpur aktif dapat digunakan untuk mengeliminasi bahan
organik dan nutrien (nitrogen dan fosfor) dari limbah cair terlarut.

Desain dan Operasi


Parameter desain penting untuk sistem lumpur aktif adalah tingkat pembebanan,
konsentrasi biomassa, konsentrasi oksigen terlarut, lama waktu aerasi, umur
lumpur, dan suplai oksigen. Konsentrasi mikroorganisme (biomassa) diukur dari
konsentrasi padatan tersuspensi (Mixed Liquor Suspended Solids/MLSS). Nilai
tipikal parameter desain/operasi sistem lumpur aktif untuk berbagai tujuan dapat
dilihat pada Tabel3.31. Untuk eliminasi fosfor diperlukan zona anaerobik dengan
waktu kontak minimum 0,75 jam.
Tabel 3. 31. Nilai Tipikal Parameter Desain/Operasi Sistem Lumpur Aktif
Selain tangki aerasi, unit operasi lain yang penting dalam sistem lumpur aktif
adalah unit sedimentasi untuk memisahkan biomassa dari limbah cair yang telah
diolah. Tangki sedimentasi untuk sistem lumpur aktif biasanya didesain untuk
waktu tinggal hidrolik 2 - 3,5 jam dengan laju pembebanan sekitar 1 - 2 m/jam.

Kelebihan dan Kekurangan


Sistem lumpur aktif dapat diterapkan untuk hampir semua jenis limbah cair industri
pangan, baik untuk oksidasi karbon, nitrifikasi, denitrifikasi, maupun eliminasi
fosfor secara biologis. Kendala yang mungkin dihadapi oleh dalam pengolahan
limbah cair industri pangan dengan sistem ini kemungkinan adalah besarnya biaya
investasi maupun biaya operasi, karena sistem ini memerlukan peralatan mekanis
seperti pompa dan blower. Biaya operasi umumnya berkaitan dengan pemakaian
energi listrik.
Variabel Operasional Umum Dalam Pengolahan Lumpur Aktif
 PRODUKSI LUMPUR PER HARI (Px) :
Px= Yobs Q ( So –S ) x [ 8.34 lb/ Mgal.(mg/L)]….(US)
Px= Yobs Q ( So –S ) x ( 103g/kg )-1………………( SI )

Dimana:
Px = jumlah bersih buangan activated sludge yang dihasilkan tiap hari, diukur
dalam volatile suspended solid, (lb/hari = US) atau (kg/hari = SI)
Yobs= observed yield, lb/lb (g/g)

Produksi Lumpur : Px = Y.Q (So –S) – kd.Vr.X


Umur Lumpur Aktif :

 KEBUTUHAN & TRANSFER OKSIGEN


- digunakan mechanical aerator tipe surace aerator
- kebutuhan udara untuk aerasi = 62 m3/kg BOD
- waktu detensi aerator = 2 –5 jam

Kebutuhan & Transfer Oksigen:

Kebutuhan Oksigen teoritis:

Kebutuhan Oksigen (kg O2/hari) : Oc + Oresp + On

 KONTROL ORGANISME
- F/M rasio = (Q.So) / (V.X)
- Sludge Volume Index (SVI) = (1000 x Vs)/ (MLSS)
Jika, SVI < 100 ml/gr Kualitas pengendapan LA baik
SVI> 200 ml/g Kualitas pengendapan LA jelek

 KARAKTERISTIK EFFLUEN
- Efisiensi removal : bod = 85 –95%, tss = 85 –95%
- Biological solids content effluen = 22mg / l & 65% biodegradable
- BOD5content effluen ASP = 20 mg/lt
- Faktor konversi BOD5ke BOD = 0,68
- Perkiraan konsentrasi BOD efluen :

 PERSAMAAN PERENCANAAN
a) Waktu Tinggal Hidrolik

b) Umur Lumpur Aktif

c) Konsentrasi Biomass

d) Rasio Resirkulasi (R)

Dimana:
Qr = debit resirkulasi
Q0 = debit influen
X = Konsentrasi Mikroorganisme dalam bioreaktor
Xr = Konsentrasi Mikroorganisme dalam resirkulasi

KETERANGAN :
F / M = rasio makanan & mikroorganisme (/hari)
Θ = waktu detensi hidrolik tangki aerasi
= V / Q (hari)
So = konsentrasi BOD atau COD influent, (mg/l)
X = Konsentrasi Volatile SS (mg/l) atau (g/m3)
Θc = rata-rata waktu tinggal sel berdasarkan vol.tangki (hari)
Vr = Volume reaktor ( m3 )
X = Konsentrasi Volatile SS (mg/l) atau (g/m3)
Qw = debit lumpur terbuang, mgal/hr(m3/hr)
Xw = konsentrasi volatile suspended solid dalam lumpur terbuang, mg/l atau
g/m3
Qe = rata-rata effluen yang terolah, mgal/hr
Xe = konsentrasi volatile suspended solid dalam effluent yang terolah
Bagan Alir Desain Lumpur Aktif
Gambar 3. 60. Bagan Alir Desain Lumpur Aktif

Anda mungkin juga menyukai