Anda di halaman 1dari 14

BIOAKTIVATOR

 Prinsip :
Memecah nutrien menjadi sederhana agar dapat dimanfaatkan atau dicerna oleh
mikrooranisme dorman dalam tanah.

 Pengertian
Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan bahan yang mengandung
mikroorganisme. Mikroorganisme yang terkandung dalam bioaktivator seperti asam
lactad (lactobacillus), bakteri penghancur (decomposer), yeast,spora, jamur, serta bkteri
yang menguntungkan misalnya bakteri yang terdapat padatanaman kacang-kacangan
yaitu bakteri penambat N, dan sebagainya ( Inka, 2015). Bioaktivator adalah inokulum
campuran mikroorganisme untuk mempercepat dekomposisi dengan mengaktifkan
mikroorganisme lain yang terdapat dalam tanah. Menurut Deasy (2016) , bioaktivator
selain meningkatkan kecepatan dekomposisi, meningkatkan penguraian materi organik,
juga dapat meningkatkan kualitas produk akhir.
Bioaktivator adalah inokulum campuran berbagai jenis mikroorganisme selulotik
dan lignolitik untuk mempercepat laju pengomposan, mikroorganisme tersebut secara
efektif akan bekerja untuk pengurai bahan organik (Nurmayulis dkk, 2014).
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara
biologis oleh mikroba seperti bakteri, jamur yang memanfaatkan bahan organic sebagai
sumber energi. Bahan organik diketahui dapat memperbaiki sifat kimia, fisika, dan
biologi tanah. Kandungan bahan organik yang rendah di dalam tanah merupakan salah
satu kendala dalam penyediaan air, udara, dan unsur hara bagi tanaman sehingga
menghambat pertumbuhan dan mengurangi hasil tanaman. Sebaliknya, kandungan bahan
organik dalam tanah yang cukup tinggi akan membuat kondisi tanah menjadi kondusif
untuk pertumbuhan akar tanaman. Dengan demikian, serapan hara oleh tanaman, baik
yang berasal dari tanah maupun yang berasal dari pupuk, lebih efektif sehingga
pertumbuhan dan hasil tanaman lebih baik dan penggunaan pupuk lebih efisien
(Nurmayulis, 2005). Bahan organik merupakan sumber utama energi bagi aktivitas jasad
renik tanah. Salah satu usaha untuk memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi
utama bagi pertumbuhan tanaman adalah dengan pemberian pupuk organik difermentasi
(porasi) (Nurmayulis dkk, 2014).

 Latar belakang penggunaan bioaktivator


Pembuatan kompos secara tradisional memerlukan waktu yang lama (3-6 bulan).
Hal ini juga diungkapkan oleh Murbandono (2000) yang menyatakan bahwa di alam
terbuka, kompos bisa terjadi dengan sendirinya, lewat proses alamiah. Namun proses
tersebut berlangsung lama sekali padahal kebutuhan akan tanah yang subur sudah
mendesak. Oleh karenanya, proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia.
Dengan cara yang baik, proses mempercepat pembuatan kompos berlangsung wajar
sehingga bisa diperoleh kompos yang berkualitas baik. Penggunaan bioaktivator (starter
bakteri) dapat mempersingkat waktu pembuatan kompos menjadi 2-4 minggu. Selama ini
kita membeli bioaktivator dengan harga yang cukup mahal, sesungguhnya kita bisa
membuat sendiri dari limbah buah-buahan dan alat-alat yang sederhana yang ada disekitar
kita.
Kita sering tidak mau memakan lagi buah yang mengalami sedikit pembusukan,
apalagi ketika musim buah dimana buah sangat melimpah. Sehingga banyak buah yang
terbuang sia-sia menjadi sampah. Begitu juga pada saat hari raya. Orang Hindu Bali
bersembahyang dengan menggunakan sarana berupa buahbuahan, bunga, daun, dan lain-
lain. Banyak sekali buah yang tidak termakan yang akhirnya dibuang sebagai sampah.
Sampah dalam pola pikir kita dianggap sebagai suatu yang menjijikan dan menjadi posisi
tersudut atau marginal. Padahal sampah bisa jadi merupakan suatu anugerah bagi kita.
Seharusnya posisi marginal dari sampah itu dirubah dalam pemikiran kita untuk menjadi
suatu yang berguna. Buah-buah yang sebagian besar merupakan unsur organik yaitu
sampah yang bisa terurai dan mudah membusuk. Didalam buah masih banyak terkandung
nutrisi yang bisa dimanfaatkan oleh berbagai mikroorganisme yang menguntungkan
seperti berbagai bakteri dan jamur yang berperan dalam proses pengomposan. Limbah
buah-buahan dapat dibuat menjadi bioaktivator dengan teknologi yang sederhana dan
menggunakan peralatan yang telah ada di rumah tangga. Berdasarkan hasil kajian BPTP
Jakarta tahun 2007 secara laboratoris, bahan organik cair yang berasal dari saripati limbah
sayuran dan buahan memenuhi syarat sebagai pupuk, baik sebagai sumber unsur makro
maupun mikro. Kandungan unsur makro yang meliputi N, P, K, Ca, Mg sedangkan unsur
hara mikro meliputi Fe, Mn, Cu, dan Zn. Kandungan nutrient yang berlimpah pada buah-
buahan dan air gula yang ada dalam media akan mempercepat pertumbuhan
mikroorganisme. Dengan demikian diperoleh larutan bioaktivator yang berisi
mikroorganisme dengan jumlah yang padat.
Jumlah mikroorganisme pengurai yang sangat padat, bila digunakan untuk
pengomposan akan mempercepat proses pengomposan. Fenomena ini didukung oleh
pendapat Rosmarkam dan Yuwono (2002) yang menyatakan bahwa pada dasarnya
pengomposan merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu
mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan mikroba tersebut diantaranya
bakteri, fungi, dan jasad renik lainnya. Pembuatan kompos secara tradisional memerlukan
waktu yang lama (3-6 bulan), dengan menggunakan bioaktivator (starter bakteri) yang
dibuat dari limbah buah-buahan dan bahan-bahan yang sederhana, waktu pembuatan
kompos menjadi lebih singkat menjadi 1 bulan. Hasil ini sesuai dengan hasil yang
ditemukan oleh Zuremi (2011) yang menyatakan pengomposan akan berlangsung lama
jika jumlah mikroorganisme pada awalnya sedikit. Populasi mikroorganisme selama
berlangsungnya perombakan bahan organik terus berubah. Mikroorganisme ini dapat
diperbanyak dengan menambahkan starter atau aktivator. Pada proses pengomposan
dikenal adanya inokulan (starter atau activator) yaitu bahan yang terdiri dari enzim, asam
humat bahan dan mikroorganisme seperti kultur bakteri.

 Bahan bioaktivator
Bahan baku dalam pembuatan kompos adalah dari sampah organik yang berasal
dari sisa-sisa tumbuhan maupun hewan atau dengan sebutan sampah, menurut
Wardana(2007), bahwa limbah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses atau kegiatan. Lebih lanjut menurut Azwar (1990) bahwa
sampah atau limbah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau
sesuatu yang harus dibuang,umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia
(termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk
didalamnya) dan umumnya bersifat padat, sampah atau limbah merupakan permasalahan
serius di berbagai kota besar.
Bahan yang dapat dijadikan bioaktivator yang berasal dari sampah organik antara
lain adalah limbah sayuran, buah-buahan, kotoran ternak dan limbah pertanian. Menurut
Ilma (2014), buah-buah yang sebagian besar merupakan unsur organik yaitu sampah yang
bisa terurai dan mudah membusuk. Didalam buah masih banyak terkandung nutrisi yang
bisa dimanfaatkan oleh berbagai mikroorganisme yang menguntungkan seperti berbagai
bakteri dan jamur yang berperan dalam proses pengomposan. Limbah buah-buahan dapat
dibuat menjadi bioaktivator dengan teknologi yang sederhana dan menggunakan
peralatan yang telah ada di rumah tangga.

 Materi
Alat dan bahan
a. Alat :
1. Botol plastik
2. Gelas ukur
3. Corong
4. Pisau
5. Kantong plastik
6. Backer glass

b. Bahan :
1. Buah nanas dan buah belimbing hampir busuk
2. Larutan gula jawa
3. Air kelapa

 Cara kerja :
1. Siapkan buah nanas dan belimbing hampir busuk
2. Kupas dan peras buah kedalam backerglass
3. Masukan perasan buah, air kelapa dan larutan gula jawa ke dalam botol dengan
perbandingan 1:1:1 (100ml)
4. Campurkan semua bahan dan tutup dibotol
5. Ingkubasi selama 7x24 jam

 Fungsi masing-masing cara kerja :


a. Penggunaan buah nanas dan belimbing hampir busuk
Sumber nutrisi bagi mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya
karena dalam sari buah mengandung karbohidrat, protein kalsium dan gula serta
mengandung bakteri yang dapat membantu mempercepat pengomposan. Didalam buah
masih banyak terkandung nutrisi yang bisa dimanfaatkan oleh berbagai mikroorganisme
yang menguntungkan seperti berbagai bakteri dan jamur yang berperan dalam proses
pengomposan. Limbah buah-buahan dapat dibuat menjadi bioaktivator dengan teknologi
yang sederhana dan menggunakan peralatan yang telah ada di rumah tangga( Ilma, 2014).
Menurut Ilham (2017), Sacharomyces sp. dan lactobaciluus sp., hal ini dijelaskan bahwa
dalam bakteri tersebut mengandung mikroorganisme pengurai dan dapat menyuburkan
tanaman. Inilah yang membuktikan bahwa kandungan dari MOL dapat mempercepat
proses pengomposan. Berdasarkan hasil kajian BPTP Jakarta tahun 2007 secara
laboratoris, bahan organik cair yang berasal dari saripati limbah sayuran dan buahan
memenuhi syarat sebagai pupuk, baik sebagai sumber unsur makro maupun mikro.
Kandungan unsur makro yang meliputi N, P, K, Ca, Mg sedangkan unsur hara mikro
meliputi Fe, Mn, Cu, dan Zn.
Mikroorganisme membutuhkan karbon (C) sebagai sumber energi serta nitrogen
(N) untuk mensintesis protein bagi pertumbuhan mikrooganisme itu sendiri yang
selanjutnya dilepas kembali oleh salah satu komponen dalam organik cair. Menurut
Indriyanti (2017) dengan penambahan buah nanas dapat menghidrolisis ikatan peptida
pada protein atau peptide menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam amino, sehingga
dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik.
b. Gula jawa
Monosakarida, lebih mudah dicerna mikroorganisme dan menjadi sumber karbon (C)
dan sumber energi. Menurut Ilma (2014), air gula yang ada dalam media akan
mempercepat pertumbuhan mikroorganisme. Dengan demikian diperoleh larutan
bioaktivator yang berisi mikroorganisme dengan jumlah yang padat. Sugiyono (2002),
menyatakan bahwa gula termasuk kedalam golongan senyawa yang disebut karbohidrat
yang terdiri dari tiga golongan yaitu: monosakarida, disakarida, dan polisakarida.
Monosakarida adalah contoh gula sederhana yang merupakan turunan disakarida, apabila
sukrosa dihidrolisis akan menghasilkan dua molekul gula sederhana yaitu: molekul
glukosa dan fruktosa. Dari hasil penelitian Hikmayati (2009), didapat bahwa semakin
lama waktu fermentasi, jumlah pengurangan glukosa (reducing sugar) juga semaki besar.
Hal ini dikarenakan pada proses fermentasi terjadi pengurangan glukosa sebagai substrat.
Glukosa digunakan sebagai makanan untuk pertumbuhan mikroba dan pembentukan
etanol sebagai produk fermentasi. Semakin besar jumlah pengurangan glukosa maka
etanol yang terbentuk pun semakin banyak, sehingga kadar (% v/v) dari etanol pun
semakin besar.

c. Air kelapa
Sumber mineral untuk pertumbuhan dan perkembangan mikrooganisme. Menurut
Minawati (2011), air kelapa merupakan salah satu bagian dari tanaman kelapa yang
bermanfaat bagi kesehatan dengan salah satu zat gizi dalam air kelapa yang mempunyai
kadar tinggi adalah Kalium yaitu 3120 mg/L. Unsur karbon atau bahan organik (dalam
bentuk karbohidrat) dan nitrogen (dalam bentuk protein, asam nitrat, amoniak, dll)
merupakan makanan pokok bagi bakteri anaerobik. Unsur karbon digunakan untuk energi
dan unsur nitrogen untuk membangun struktur sel dan bakteri. Bakteri memakan habis
unsur C 30 kali lebih cepat dari memakan unsur N (Damanhuri dan 10.00 15.00 20.00
25.00 H0 H10 H20 C-Organik (%) Hari Series7 Series8 Series9 Series1 0 Padmi, 2007).
Menurut Janie dan Rahayu (1993) dalam Purba (2013), dibawah kondisi anaerobik
karbon organik diubah menjadi sel-sel mikroorganisme baru, karbon dioksida, metana,
dan lain-lain.

d. Tutup botol
Pada pembuatan bioaktivator botol yang telah berisi campuran bahan ditutup
dengan tujuan agar tidak terjadi terkontaminasi dengan udara luar dan bakteri bioaktivator
yang bersifat anaerob.

e. Ingkubasi selama 7x24 jam


Semakin lama waktu inkubasi pH media semakin kecil, penurunan pH media tersebut
akibat peningkatan kadar asam organik yang dihasilkan oleh isolat Lactobcillus sp.
RED4. Asam-asam organik tersebut diduga sebagai asam laktat dan asam asetat.
Pembentukkan asam organik terjadi melalui proses fermentasi glukosa yang terdiri dari
dua tahap yaitu (1) pemecahan rantai karbon dari glukosa membentuk asam piruvat; (2)
tahap kedua, asam piruvat akan tereduksi menghasilkan asam laktat dan senyawa lain
seperti asam asetat, CO2 dan etanol (Khoiriyah,2014).
 Bioaktivator dikatakan berhasil apabila bahan-bahan organik tersebut sudah tercampur
merata, terjadi perubahan warna, aroma, gas dan terdapat endapan.
1. Warna dan endapan
Semakin lama fermentasi maka warna akan semakin gelap dan terdapat endapan
karena aktivitas mikroorganisme di dalam bioaktivator yang mencerna nutrisi dalam
bahan organik. Menurut Sundayanti (2016), warna kompos yang sudah matang adalah
adalah coklat kehitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau ataupun warnanya
mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos belum matang. Proses pengomposan
atau membuat kompos adalah proses biologis karena selama proses pengomposan
tersebut dapat berlangsung, sejumlah jasad hidup yang disebut jasad mikroba akan
hidup seperti bakteri dan jamur akan berperan aktif.

2. Aroma : akan tercium aroma khas fermentasi karena mikroba dan yeast yang
menghasilkan etanol.
3. Gas dan buih : hasil metabolisme mikroba berupa CO2

 Tahapan pertumbuhan mikroba

1. Menurut Buckle (1987) sebelum hari ke-5 pertumbuhan lactobacillus belum


optimal atau disebut juga fase lag (lambat) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk
kegiatan metabolisme dalam rangka persiapan dan penyesuaian diri dengan
kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang baru sehingga menghasilkan asam
laktat yang rendah.
2. Pada setelah hari ke – 5 pada fase logaritmik sel-sel bakteri akan tumbuh dan
membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum sehingga
menghasilkan asam laktat yang tinggi.
3. Pada hari ke-9 hingga 12 merupakan fase tetap yaitu populasi mikroorganisme
jarang dapat tetap tumbuh untuk jangka waktu yang lama. Akibatnya
4. kecepatan pertumbuhan menurun dan pertumbuhan akhirnya terhenti dan setelah
hari ke-12 fermentasi merupakan fase menurun yaitu sel-sel yang berada dalam
fase tetap akan mati.
 Fungsi mikroba dalam bioaktivator
Menurut Ambarwati et al (2004). jumlah mikroorganisme fermentasi didalam
bioaktivator sangat banyak, dan sekian banyak mikroorganisme ada lima golongan yang
pokok, yaitu :
1. Bakteri Fotosintetik, bakteri ini merupakan bakteri bebas yang dapat mensintesis
senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya.
2. Lactobacillus sp (bakteri asam laktat), bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai
hasil penguraian gula dan karbohidrat lain yang bekerjasama dengan bakteri fotosintesis
dan ragi. Asam laktat ini dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat
menguraikan bahan organik dengan cepat.
3. Streptomyces sp, dapat mengeluarkan enzim streptomisin yang bersifat racun terhadap
hama dan penyakit yang merugikan.
4. Ragi (Yeast), ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara
fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pertumbuhan sel
dan pembelahan akar.
5. Actinomycetes, merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur yang
mengambil asam amino dan zat serupa yang diproduksi bakteri fotosintesis dan
mengubahnya menjadi antibiotik untuk menekan jamur dan bakteri berbahaya.

 Faktor yang mempengaruhi bioaktivator


1. Kandungan nutrien
Kandungan unsur makro yang meliputi N, P, K, Ca, Mg sedangkan unsur hara mikro
meliputi Fe, Mn, Cu, dan Zn. Mikroorganisme membutuhkan karbon (C) sebagai sumber
energi serta nitrogen (N) untuk mensintesis protein bagi pertumbuhan mikrooganisme itu
sendiri yang selanjutnya dilepas kembali oleh salah satu komponen dalam organik cair.
2. Populasi mikroorganisme
Biasanya dalam proses ini yang bekerja bakteri, fungi, actinomycetes dan protozoa.
Sering ditambahkan pula mikroorganisme kedalam bahan yang dikomposkan. Dengan
bertambahnya jumlah mikroorganisme, diharapkan proses pengomposan akan lebih
cepat. Konsep dari effective microorganisms (EM) telah dikembangkan oleh Professor
Teruo Higa, Uversitas Ryukyus, Okinawa, Jepang. EM terdiri dari kultur campuran dari
beberapa mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Penelitian
menunjukkan inokulan dari EM kultur pada ekosistem tanah dan tanaman dapat
memperbaiki kualitas tanah, keadaan tanah dan meningkatkan hasil panen. Effective
microorganisms (EM) mengandung spesies terpilih dari mikroorganisme utamanya yang
bersifat fermentasi, yaitu bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), Jamur fermentasi
(Saccharomyces sp), bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), dan Actinomycetes
(Agustina, 2014).

3. Kandungan oksigen
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob).
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan
udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos.
Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi
terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak
sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara
di dalam tumpukan kompos (Wellang, 2012).

4. Suhu
Suhu optimal dalam proses pengomposan menurut Deasy (2016) adalah antara 30º –
50º C. Menurut kriteria SNI (BSN, 2004), suhu ideal proses pengomposan maksimal
50ºC, meningkatnya suhu kompos karena adanya aktivitas mikroorganisme pengurai
yang tinggi. Suhu yang meningkat disebabkan adanya panas hasil metabolisme
mikroorganisme pengurai, yakni merupakan hasil respirasi.
Suhu mempengaruhi jenis mikrorganisme yang hidup di dalam media. Menurut
Deasy (2016) dalam proses pengomposan aerobik terhadap dua fase yaitu fase mesofilik
23º - 45ºC dan fase termofilik 45º-65ºC. Pada temperatur tersebut perkembangbiakan
mikroorganisme adalah yang paling baik sehingga populasinya baik, disamping itu,
enzim yang dihasilkan untuk menguraikan bahan organik paling efektif daya urainya.
Suhu yang selama awal proses dekomposisi sangat penting, karena: membunuh bibit
penyakit,menetralisir bibit hama, mematikan bibit rumput atau molekul organik yang
resisten. Selain itu, temperatur yang tinggi dalam tumpukan mengakibatkan pecahnya
telur serangga pada sampah, serangga dan bakteri patogen akan mati. Temperatur udara
luar tidak akan mempengaruhi temperatur dalam tumpukan kompos.
Deasy (2016) mengatakan bahwa pada awal hingga pertengahan proses pematangan
kompos akan hadir mikroorganisme termofilik yang dapat hidup pada kisaran suhu 45º –
60º C. Mikroorganisme ini mengkonsumsi karbohidrat serta protein bahan kompos.
Waktu meningkatnya suhu kompos tidak sama antara pengomposan satu dengan lainnya,
karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Fluktuasi suhu yang terjadi selama masa
pengomposan berlangsung menunjukkan bahwa kehidupan mikroorganisme mesofilik
dan termofilik silih berganti berperan (Pratiwi, 2013). Suhu berangsur-angsur menurun
dikarenakan berkurangnya bahan organik yang dapat diurai oleh mikroorganisme, dan
mengindikasikan kompos mulai matang. Pada saat kondisi suhu menurun,
mikroorganisme mesofilik berkembang menggantikan mikroorganisme termofilik.

5. Ph
Berdasarkan standar kualitas kompos SNI : 19-7030-2004 pH kompos berkisar antara
6,8 hingga maksimum 7,49. Pada kisaran pH ini pemecahan polimer-polimer menjadi
asam-asam organik oleh mikroorganisme pengurai berjalan dengan normal, perubahan
pH kompos berawal dari pH agak asam disebabkan oleh C-organik yang terurai di
dalamnya menjadi asam-asam organik. Penguraian bahan organik karena adanya aktivitas
bakteri seperti bakteri asam laktat, yang menghasilkan asam organik seperti asam laktat,
asam asetat. Asam-asam organik ini berasal dari penguraian karbohidrat, protein dan
lemak, kemudian pH meningkat pada inkubasi lebih lanjut akibat terurainya protein dan
terjadi pelepasan amonia. Perubahan pH menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme
dalam mendegradasi bahan organik. Nilai pH yang berada dikisaran netral akan mudah
diserap dan digunakan tanaman, serta berguna untuk mengurangi keasaman tanah karena
sifat asli tanah adalah asam. Peningkatan dan penurunan pH juga merupakan penanda
bahwa terjadi aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik (Deasy,
2016).

 Manfaat Bioaktivator
1. Mempercepat proses Dekomposisi

Untuk mempercepat proses pengomposan, bisa dilakukan dengan pembuatan


bioaktivator. Mikroba yang terdapat dalam bioaktivator akan membantu menguraikan
ikatan-ikatan kimia kompleks menjadi sederhana. Dengan adanya penambahan mikroba
yang berasal dari bioaktivator proses penguraian bahan organik menjadi lebih singkat.
Proses pengomposan secara alami berlangsung selama 2-4 bulan, namun dengan
penambahan bioaktivator proses dekomposisi limbah berlangsung lebih cepat (2-3
minggu) karena adanya aktifitas bakteri pengurai.

2. Pelindung tanaman dari hama


Sifat bioaktivator ini memang tidak secara langsung dapat mengatasi serangan
patogen dan tidak pula berfungsi sebagai insektisida/ fungisida. Cara kerjanya adalah
merangsang tanaman untuk membentuk ketahanan sistemik yaitu dengan menyediakan
hara mineral yang dibutuhkan tanaman untuk aktivitas pertumbuhan dan
perkembangannya. Kondisi ini memungkinkan tanaman tumbuh sehat. Pada permukaan
sel jaringan tubuh tanaman yang sehat tidak terdapat protein reseptor yang dapat
melekatkan agen patogen. Keadaan itu memungkinkan tanaman terhindar kontak dengan
agen penyakit infeksi (patogen). Hal tersebut karena adanya efek tidak langsung dari
peran bioaktivator terhadap sistem kekebalan/ ketahanan tubuh tanaman.

3. Menyediakan unsur hara bagi tanaman dan menyediakan nutrient bagi


tanaman
 N: Semakin banyak bioaktivator yang diberikan maka semakin banyak pula
mikroorganisme yang berfungsi sebagai bahan pendekomposisi bahan organik,
sehingga nilai total N hasil dari pendekomposisian bahan organic semakin meningkat.
 P: apabila kandungan nitrogennya banyak maka aktivitas mikroorganisme yang
merombak fosfor pun meningkat, sehingga fosfor yang dihasilkan semakin tinggi.
 K: semakin banyak mikroorganisme dalam proses pendegregasi yang menyebabkan
rantai karbon terputus menjadi rantai karbon yang lebih sederhana, terputusnya rantai
karbon tersebut menyebabkan unsur fosfor dan kalium meningkat.

 Aplikasi Bioaktivator
1. Ditambahkan pada pupuk organik padat
2. Ditambahkan pada pupuk organik cair

Sebagai peromak jerami padi untuk pupuk organik padat


Penambahan jerami di tanah sawah merupakan cara termudah untuk memelihara
atau meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Perombakan jerami merupakan hal
yang sangat penting untuk menghindari imobilisasi N tanah dan kemungkinan
terbentuknya alelopati dan penyakit tanaman. Penambahan jerami yang telah
dikomposkan dengan pupuk mikroba perombak bahan organic merupakan strategi yang
baik untuk melindungi dan meningkatkan kualitas tanah. Untuk meningkatkan aktivitas
perombakan jerami dengan cepat diperlukan introduksi bioaktivator perombak bahan
organik yang mampu berkompetisi dengan patogen tanah. Mikroba perombak bahan
organik bertanggungjawab atas proses perombakan bahan organik, pembentukan humus,
dan siklus hara yang secara agronomis sangat penting dalam meningkatkan ketersediaan
hara dalam tanah. Hasil penelitian Saraswati dkk. (2001) menunjukkan bahwa pemberian
mikroba perombak bahan organik dapat mempercepat proses pengomposan. Secara
alamiah, perombakan jerami memakan waktu sampai 1 (satu)
bulan namun dengan inokulasi perombak bahan orgnaik, C/N rasio jerami dapat mencapai
16.85 dalam waktu 12 hari, Dengan mempercepat waktu pengomposan diharapkan petani
dapat memperoleh keuntungan dari percepatan waktu tanam. Pemberian jerami yang
dikomposkan dengan mikroba perombak bahan organik, pupuk mikroba pelarut fosfat
dan Zn mampu meningkatkan bobot beras sekitar 26%– 36% ( Pangaribuan, 2008 ).
Contoh bioaktifator yang dijual bebas oleh poultry shop adalah diantaranya
STARDEC sebagai bioaktivator dalam proses pembuatan kompos pupuk organic.
STARDEC sebagai dekomposer bekerja mengolah kotoran ternak menjadi pupuk
organik yang berkualitas tinggi. Dengan menggunakan STARDEC biaya yang
dikeluarkan hanya Rp 25.000/pcs tetapi dapat menghasilkan pupuk yang berkualitas
pabrik. Kandungan mikroba yang terkandung dalam STARDEC ialah mikroba termoflik,
mikroba termoflik yang berguna untuk mengubah limbah kotoran ternak menjadi kompos
yang berkualitas tinggi. Kelebihan mikroba yang terkandung dalam STARDEC ialah
dapat melakukan pengomposan di lingkungan aerob dan tidak memerlukan gula untuk
membangunkan mikrobanya dari kondisi normal. Ketika produk dekomposer lainnya
yang berisi mikroba non-termofilik menghindari tumpukan bahan yang diproses lebih
tinggi dari 30 Cm untuk menghindari timbulnya panas tinggi sehingga memerlukan
tempat yang luas, proses pembuatan kompos dengan media limbah kotoran ternak dengan
STARDEC justru bekerja kebaliknya, yaitu mensyaratkan tinggi timbunan diatas 100 Cm
produk ini dapat diperoleh dipoultry shop terdekat diantaranya took erlangga purwokerto.

 Perbedaan EM1, EM2, EM3, EM4


 EM1
EM1 merupakan merk dagang asli yang dihasilkan dan mengandung sekelompok
bakteri utamanya bakteri asam laktat (menghasilkan asam laktat dalam metabolismenya),
khamir, dan bakteri fotosintetik. EM1 hanya mengandung ketiga genera mikroorganisme
tersebut dengan proporsi yang ideal.
 EM2
EM2 merupakan campuran dari lebih banyak mikroorganisme, yaitu sekitar 10
genera dan 80 spesies. Mikroorganisme tersebut, seperti halnya pada EM1, juga eksis
bersama-sama sebagai sebuah konsorsium. Mikroba utama yang ada dalam EM2 adalah
bakteri fotosintesis, jamur, khamir atau kapang, dan sebagainya. Kulturnya dibuat pada
medium cair dengan pH 7 dan disimpan pada pH 8,5. Populasi mikroorganisme dalam
larutan adalah sekitar 10(9) atau 1 milyar sel setiap gram cairan.
 EM3
EM3 terdiri atas sekitar 90% bakteri fotosintesis dan sisanya adalah
mikroorganisme yang lain. EM3 ini dikultur dan disimpan pada pH 8,5. Populasi
mikroorgaisme dalam cairan yang dihasilkan juga adalah sekitar 10(9) atau 1 milyar sel
setiap gram cairan.
 EM4
EM4 terdiri atas 90% lactobacillus spp. dan microorganisme yang menghasilkan
asam laktat lainnya. EM dibuat dengan kultur pada medium cair ber pH asam yaitu 4,5.
Jumlah mikrooganisme tetap dipertahankan sama dengan di atas, yaitu 1 milyar per gram
cairan.

 CARA-CARA PEMBUATAN EM1, EM2, EM3, EM4

Bahan-bahan :

Ø Sampah sayur, terutama kacang-kacangan

Ø Kulit buah-buahan (papaya, pisang, rambutan, mangga, dsb.)

Bekatul, secukupnya.

Ø Gula merah, sedikit saja

Ø Air beras, secukupnya

Cara Pembuatan :

Sampah sayur, kulit buah-buahan dan bekatul dicampurkan. Tempatkan misalnya


di dalam sebuah ember atau penampung yang lain. Tutup. Sambil kadang-kadang diaduk,
biarkan selama satu minggu sampai membusuk sehingga menjadi EM1. EM singkatan
dari Effective Microorganism, yaitu jasad renik "ganas" yang akan mempercepat proses
pengomposan. Ditengarai dengan angka 1 karena inilah cairan mikroorganisme yang
terbentuk setelah mengalami dekomposisi selama satu minggu.

Cairan EM1 dicampur dengan sampah sayur dan kulit buah-buahan. Kemudian
didiamkan lagi selama satu minggu. Cairan baru yang terbentuk disebut dengan EM2.
Cairan EM2 dicampurkan dengan bekatul, gula merah dan air beras. Didiamkan lagi
selama satu minggu sehingga menjadi EM3. Diamkan lagi selama satu minggu tanpa
menambahkan apa-apa. Cairan itu telah menjadi EM4.

Anda mungkin juga menyukai