Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Veteriner

18(1) : 1-166
Kunjungi kami : ojs.unud.ac.id/index.php/jvet

RISA TIURIA, UNITA PRATIWI, LIGAYA ITA TUMBELAKA I WAYAN SUARDANA, DYAH AYU WIDIASIH,
Parasitic Worm in Tiger (Panthera tigris) at Serulingmas KOMANG JANUARTHA PUTRA PINATIH
Zoological Garden Banjarnegara, Bandung Zoological
Garden, and Indonesia Safari Park Bogor (CACING PARASIT
Sekuen Nukleotida Gene Shiga like toxin-2 dari Isolat
Lokal Escherichia coli O157:H7 asal Hewan
INDONESIAN VETERINARY JOURNAL
PADA HARIMAU (Panthera tigris) KEBUN BINATANG
SERULING MAS dan Manusia ......... 83-93
BANJAR NEGARA, KEBUN BINATANG BANDUNG, DAN
TAMAN SAFARI BOGOR ......... 1-10 MAYA DEWI DYAH MAHARANI, SUMARDJO, ERIYATNO,
EKO SUGENG PRIBADI
MUHAMMAD HANAFIAH, WISNU NURCAHYO, JOKO Strategi Pengelolaan Usaha Jasa Rumah Pemotongan
PRASTOWO, SRI HARTATI Hewan Ruminansia Secara Berkelanjutan ......... 94-106
Gambaran Histopatologi Toksoplasmosis
pada Kucing Peliharaan .........11-17

IDA BAGUS NGURAH SWACITA, I KETUT SUADA,


ZIKRI MAULINA GAZNUR, HENNY NURAINI,
RUDY PRIYANTO
Vol. 18 No. 1, Maret 2017
KETUT BUDIASA, NYOMAN SADRA DHARMAWAN, Evaluasi Penerapan Standar Sanitasi dan Higien di
NYOMAN MANTIK ASTAWA, IDA AYU PASTI APSARI, Rumah Potong Hewan Kategori II ......... 107-115
I NYOMAN POLOS, I MADE DAMRIYASA
Seroprevalensi Sistiserkosis pada Babi di Papua ......... 18-23 TRI WAHYU PANGESTININGSIH, TRINI SUSMIATI,
HERY WIJAYANTO
Cacing Parasit pada Harimau Kebun Binatang
SUS DERTHI WIDHYARI, ANITA ESFANDIARI, I KETUT
Kandungan L-3, 4-dihydroxyphenylalanine Suatu Bahan
SUTAMA,
Neuroprotektif pada Biji Koro Benguk (Mucuna pruriens) Gambaran Histopatologi Kucing Toksoplasmosis
SETYO WIDODO, I WAYAN TEGUH WIBAWAN,
RIZAL RAHADIAN RAMDHANY Segar, Rebus, dan Tempe .........116-120
.Profil Imunoglobulin-G Serum Kambing Peranakan Etawah Seroprevalensi Sistiserkosis Babi di Papua
Bunting yang Diberi Imbuhan Pakan Mineral Seng ......... 24- IETJE WIENTARSIH, AULIA ANDI MUSTIKA,
30 APRIL HARI WARDHANA, DODI DARMAKUSUMAH, Profil Ig-G Serum Kambing Peranakan Etawah
. LINA NOVIYANTI SUTARDI
ERWIN, GUNANTI, EKOWATI HANDHARYANI, DENI
NOVIANA Daun Binahong (Andredera cordifolia Steenis) Sebagai Gambaran Darah Kucing Selama Auto-Skin Graft
Blood Profile of Domestic Cat (Felix catus) During Skin Alternatif Insektisida Terhadap Miasis yang Disebabkan
Graft Recovery with Different Period ......... 31-37 Lalat Chrysomya bezziana ......... 121-127 Profil Hematologi Domba Garut Pemakan Tauge
SRI RAHAYU, MOHAMAD YAMIN, CECE SUMANTRI,
DEWI APRI ASTUTI
IKA WAHYUNI , WIDJIATI, SRI PANTJA MADYAWATI,
1

Gambaran Biokimia Darah Ayam Pemakan Ragi Tempe


FEDIK ABDUL RANTAM
Profil Hematologi dan Status Metabolit Darah Domba Pemberian Buah Merah (Pandanus conoideus Lam)
Garut yang Diberi Pakan Limbah Tauge pada Pagi atau
sebelum Dipapar Timah Hitam Menekan Ekspresi
Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba Prapubertas
Sore Hari ......... 38-45
Caspase-8 dan Jumlah Sel Hofbauer Mencit (Mus
ISROLI, TURRINI YUDIARTI, SUGIHARTO musculus) Bunting ......... 128-134 Ekspresi VEGF dan MAP Kinase Plasenta Tikus Terpapar Carbon Black
Gambaran Biokimia dan Leukosit Darah Ayam Kampung
Umur 25 Hari yang Diberi Fungi Rhizopus oryzae ......... 46-50 LA JUMADIN, ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS, Semen Beku Babi dalam Pengencer yang Diimbuhi Trehalosa
KOEKOEH SANTOSO
ANITA HAFID, NI WAYAN KURNIANI KARJA, Ekstrak Daun Singkong Baik Sebagai Antioksidan pada Sekuensing 16s DNA Bakteri Selulotik Rumen Sapi Peranakan Ongole
MOHAMAD AGUS SETIADI Burung Puyuh Dewasa yang Mendapat Paparan Panas
Kompetensi Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba
Prapubertas Secara In Vitro ......... 51-58
Singkat ......... 135-143 Sekuen Gen Stx-2 E. coli O157:H7 Sapi Bali dan Manusia
VISKI FITRI HENDRAWAN, WIDJIATI, RIRI SARFAN, SUTOPO, EDY KURNIANTO Strategi Pengelolaan Jasa RPH Ruminansia Secara Berkesinambungan

Vol. 18 No. 1 : 1-166 Maret 2017


SUHERNI SUSILOWATI, PUDJI SRIANTO Polimorfisme Protein Plasma Darah pada Kelinci Rex,
Peningkatan Ekspresi Vascular Endothel Growth Factor dan Lokal dan New Zealand White ......... 144-153
Mitogen Activating Protein Kinase Plasenta Tikus Standar Sanitasi dan Higiene RPH Katagori II
yang Dipapar Carbon Black ......... 59-68 NI NYOMAN SURYANI, I WAYAN SUARNA,
NI PUTU SARINI, I GEDE MAHARDIKA,
Kandungan Bahan Neuroprotektif pada Koro Benguk
TUTY LASWARDI YUSUF, RADEN IIS ARIFIANTINI,
RENI RATNI DAPAWOLE, MAGNA ANURAGA PUTRA DUARSA
WILMIENTJE MARLENE MESANG NALLEY Pemberian Ransum Berenergi Tinggi Memperbaiki Daun Binahong Sebagai Insektisida Alternatif pada Miasis
Kualitas Semen Beku Babi dalam Pengencer Komersial Performans Induk dan Menambah Bobot Lahir Pedet Sapi
yang Disuplementasi dengan Trehalosa ......... 69-75 Bali ......... 154-159 Buah Merah Menekan Ekspresi Caspase-6 dan Jumlah Sel Hofbauer
WIDYA PARAMITA LOKAPIRNASARI, ADRIANA MONICA
SAHIDU,
BAHRI SYAMSURYADI, RUDI AFNAN, Daun Singkong Berguna Sebagai Antioksidan pada Burung Puyuh
IRMA ISNAFIA ARIEF, DAMIANA RITA EKASTUTI
TRI NURHAJATI,KOESNOTO SUPRANIANONDO,
ANDREAS BERNYYULIANTO Ayam Pedaging Jantan yang Dipelihara di Dataran Tinggi Polimorfisma Protein Plasma pada Kelinci
Sekuensing 16S DNA Bakteri Selulolitik Asal Limbah Cairan Sulawesi Selatan Produktivitasnya
Rumen Sapi Peranakan Ongole ......... 76-82 Lebih Tinggi ......... 160-166 Memperbaiki Performans Induk dan Bobot Lahir Pedet Sapi Bali
Produktivitas Ayam Pedaging Jantan di Daerah Dataran Tinggi

1 4 1 1 8 32 6

9 7 7 2 4 7 7 5 66 990
Diakreditasi Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi
dan Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia No. 36a/E/KPT/2016, 23 Mei 2016
Jurnal Veteriner, adalah jurnal yang artikelnya ditelaah oleh para mitra bebestasi dalam lingkup bidang
kedokteran hewan dan kehewanan. Jurnal Veteriner didedikasikan untuk mempublikasikan artikel ilmiah dalam
bidang kedokteran hewan dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Diterbitkan empat kali setahun pada bulan
Maret, Juni, September, dan Desember. Penerbitan Jurnal veteriner diharapkan dapat menjadi wahana registrasi
dan dokumentasi karya ilmiah yang utama, di samping menjadi ajang diskusi bidang kedokteran hewan.
Jurnal Veteriner berpegang teguh pada etika publikasi yang baku bagi semua pihak yang terlibat dalam
penerbitan, antara lain : penulis, penyunting (reviewer), mitra bebestari (peer reviewer), dan penerbit.

Penulis
Plagiarisme merupakan tindakan yang kurang etis. Penulis wajib menyerahkan karya asli, tidak
mempublikasikannya sebagian atau sepenuhnya ke jurnal lain, sampai Jurnal Veteriner memberi jawaban atas
kelayakan artikel yang telah dikirimkan. Penulis wajib menyertakan data penelitian yang akurat dan dapat
dipercaya. Penulis wajib menyitir pustaka yang memengaruhi artikelnya, baik itu artikel dalam jurnal cetak mau
pun on line, atau hasil wawancara secara personal. Jika penulis menemukan dan menyadari adanya kekeliruan
atau kesalahan dalam artikelnya, mereka wajib memberitahukannya kepada editor atau penerbit, agar dapat
menarik atau memperkaiki artikel dimaksud.

Mitra Bebestari/Peer Reviewers


Mitra bebestari diharapkan berperan memberi masukan dan membantu editor dalam mengambil
kebijakan terhadap artikel yang ditelaah di samping membantu para penulis meningkatkan kualitas artikelnya.
Mitra bebestari hendaknya menginformasikan editor perihal kepatutan dan kemampuannya menelaah artikel
yang dikirimkan. Keseluruhan artikel yang sedang mengalami proses penyuntingan mesti dijaga kerahasiaannya.
Proses penyuntingan hendaknya dilakukan seobjektif mungkin dengan memberikan alas an yang masuk akal, dan
tidak mengkritik penulis secara personal. Andaikan artikel yang sedang disunting kurang layak, kerahasiaan
artikel tersebut tetap harus dijaga, dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain tanpa seijin para penulis.

Penyunting/Editor
Para penyunting bertanggungjawab menerima naskah yang dikirim para penulis. Dalam proses
penyuntingan naskah, para penyunting dalam melakukan penilaian harus tetap mengedepankan bobot ilmiah
artikel yang diperiksa, dengan mengenyampingkan ras, jenis kelamin, etnis, agama, kewarganegaraan, dan
pandangan politik. Para penyunting tidak diperkenankan merahasiakan informasi perihal artikel yang dimaksud,
kecuali kepada para penulis, mitra bebestari, dan penerbit. Jika naskah yang diterima kurang layak diterbitkan,
para penyunting mesti tetap menjaga kerahasiaan naskah tersebut, dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain,
kecuali mendapat ijin dari para penuisnya.

Penerbit
Sebagai penerbit jurnal, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, bekerja sama dengan
organisasi profesi dokter hewan, yakni Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia, selalu mendorong para
penyunting untuk mematuhi tatacara penulisan artikel ilmiah yang umum dianut. Penerbit bekerja sama dengan
para penyunting bertugas selalu menjaga kualitas jurnal dan mengeluarkan kebijakan yang mendorong untuk
perkembangan jurnal kearah yang lebih baik. Penerbit akan selalu memastikan bahwa kebijakan penyunting
untuk mempublikasikan atau menolak suatu artikel, berdasarkan atas saran para mitra bebestari, dan tidak
dipengaruhi oleh kepentingan yang sifatnya komersial.
Jurnal Veteriner Maret 2017 Vol. 18 No. 1 : 154-159
pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.1.154
Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet
Kemenristek Dikti RI S.K. No. 36a/E/KPT/2016

Pemberian Ransum Berenergi Tinggi


Memperbaiki Performans Induk dan Menambah Bobot
Lahir Pedet Sapi Bali
(PROVISION HIGHER LEVEL OF ENERGY RATION IMPROVE CATTLE
PERFORMANCE AND CALVES BIRTH WEIGHT)

Ni Nyoman Suryani1, I Wayan Suarna2, Ni Putu Sarini3 ,


I Gede Mahardika1 , Magna Anuraga Putra Duarsa2

1
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak
2
Laboratorium Tanaman Pakan Ternak
3
Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Ternak
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana
Jln. Sudirman Denpasar Bali, 80232 Indonesia
Telp 0361-222096, Email : mansuryani@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level energi ransum pada sapi bali bunting
tujuh bulan terhadap bobot lahir pedet. Penelitian dilakukan di Stasiun Penelitian Sobangan, Mengwi,
Badung, Bali pada 12 ekor induk bunting fase pre-calving (dua bulan menjelang kelahiran) dengan bobot
badan induk sekitar 300 kg/ekor. Perlakuan yang diberikan adalah empat jenis ransum iso protein 10%
dengan level energi berbeda (2000, 2100, 2200, dan 2300 kkal ME/kg) sebagai perlakuan A, B, C dan D.
Peubah yang diamati: pertambahan bobot badan, konsumsi bahan kering (BK), bahan organik (BO),
konsumsi energi, protein kasar (PK), serat kasar (SK), dan bobot lahir pedet. Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Kelompok. . Hasil penelitian menunjukkan konsumsi BK bervariasi dari 5175,80–
5366,80 g/h. Konsumsi BO mulai dari 4438,54–4610,44 g/e/h. Bobot lahir pedet juga tertinggi pada induk
dengan perlakuan D yaitu 18 kg/e. Semua perbedaan ini secara statistika tidak nyata (P>0,05). Konsumsi
energi nyata (P<0,05) tertinggi pada perlakuan D yaitu 19,320,65 kkal GE/h. Simpulan dari hasil penelitian
ini adalah pemberian energi ransum dari 2000–2300 kkal ME/kg meningkatkan konsumsi energi,
memprbaiki performans sapi bali bunting tujuh bulan dan menambah bobott lahir pedet sehingga menjadi
18 kg.

Kata-kata kunci: energi ransum; sapi bali, bobot lahir pedet

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of energy levels in bali cattle rations of seven months
pregnant on birth weight calves. The study was conducted in Farm Sobangan Badung Regency on 12
pregnant breeding phase of pre-calving (two months before the birth) with the parent body weight at
average 300 kg/head. The treatments were four types of rations which was iso protein 10% with the energy
level were 2000, 2100, 2200 and 2300 kcal ME/kg respectively. Variables measured were: weight gain,
consumption of dry matter (DM), organic matter (OM), consumption energy, crude protein (CP) and crude
fiber (CF), and birth weight calves. The design used was a randomized block design. Results showed DM
intake varied from 5175.80 to 5366.80 g/d. Consumption of OM ranging from 4438.54 to 4610.44 g/d. Calf
birth weight was also highest in the parent with treatment D is 18 kg. All these differences were not
statistically significant (P>0.05). Energy consumption significantly highest (P <0.05) at the treatment D
i.e. 19320.65 kcal GE/d. The conclusion of this study is energizing ration of 2000 - 2300 kcal ME/kg increase
energy consumption however, improve performance seven months pregnant Bali cattle and calf birth
weight to add into 18 kg.

Keywords: energy ration; Bali cattle; calf birth weight

154
Suryani, et al Jurnal Veteriner

PENDAHULUAN jaringan fetus.


Roche (2000) melaporkan bahwa konsumsi
Banyak faktor berpengaruh terhadap bobot bahan kering (BK) sapi bunting berpengaruh
lahir dan kelangsungan hidup pedet. besar terhadap produksi susu setelah
Berkurangnya asupan nutrien pada periode melahirkan. Apabila kebutuhan energi tidak
akhir kebuntingan (pre-calving) tidak saja terpenuhi maka akan menurunkan lemak susu
berakibat menurunnya bobot lahir bahkan dapat 15-20%. Energi metabolis (ME) yang dibutuhkan
mengakibatkan kematian pedet. Pada sapi yang sapi dengan bobot badan 550 kg dua bulan
sedang bunting, tidak semua pasokan nutrien menjelang melahirkan adalah 70 MJ/h.
dimanfaatkan untuk pertumbuhan induk saja, Kebutuhan ini meningkat menjadi 100 MJ/h
melainkan juga digunakan untuk pertumbuhan pada saat melahirkan.
fetus dalam uterusnya. Pertumbuhan fetus Prasojo et al. (2010) menyatakan, bobot
sangat pesat selama beberapa minggu akhir lahir pedet sapi bali jantan dan betina sangat
kebuntingan. Agar pedet yang dilahirkan sehat bervariasi. Kisaran bobot lahir pedet jantan
dan kuat maka pada periode pre-calving perlu antara 10,5-22,0 kg dengan rataan 18,9±1,4 kg.
dilakukan challenge feeding program yaitu Pedet betina memiliki kisaran bobot lahir antara
meningkatkan kualitas pakan yang diberikan. 13-26 kg dengan rataan 17,9±1,6 kg.
Salah satu caranya adalah dengan Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan
meningkatkan kandungan energi ransum. penelitian ini dilakukan adalah untuk
Menurut Khan et al. (2014), terdapat mengetahui pengaruh level energi yang berbeda
hubungan yang sangat erat antara asupan dalam ransum sapi bali bunting tujuh bulan
pakan selama kebuntingan dengan produksi terhadap konsumsi nutrien dan bobot lahir
susu dan bobot lahir pedet. Apabila kekurangan pedet.
asupan terjadi terus menerus selama tiga bulan
sebelum partus, dapat mengakibatkan kematian
pedet baik ketika masih dalam kandungan METODE PENELITIAN
maupun setelah lahir. LeViness (1993)
menyatakan, sapi bunting umur 80-90 hari Sapi Bali Bunting
sebelum melahirkan merupakan periode kritis Penelitian ini meggunakan 12 ekor sapi bali
karena: harus mencukupi kebutuhan nutrien bunting yang dipelihara di Stasiun Penelitian
bagi pertumbuhannnya dan juga perkembangan Peternakan Sobangan, Mengwi, Badung, Bali.
fetus karena saat itu terjadi pertambahan bobot Masing-masing induk sapi dipelihara dalam
badan hingga tiga kali lipat; mempertahankan kandang individu. Pakan yang diberikan terdiri
kondisi tubuh agar tetap kuat untuk kelahiran dari hijauan dan konsentrat. Pakan konsentrat
yang menghasilkan pedet sehat. Induk yang diberikan pada pagi hari, sedangkan pakan
lemah akan melahirkan pedet yang lemah atau hijauan diberikan dalam keadaan segar setelah
kematian pedet; induk perlu menghasilkan susu diberikan pakan konsentrat. Susunan ransum
dengan nutrisi yang cukup bagi pedet. Agar disajikan pada Tabel 1 dan kandungan nutrien
kebutuhan ini tercapai, maka Moran (2005) ransum pada Tabel 2.
menyarankan, sapi dengan umur kebuntingan
tujuh bulan perlu diberikan peningkatan energi Rancangan Percobaan
ransum dalam metabolic energy (ME) sebesar Percobaan menggunakan Rancangan Acak
10 MJ/kg. Pada umur kebuntingan delapan dan Kelompok. Empat jenis ransum iso protein 10%
sembilan bulan peningkatan kebutuhan energi dengan empat level energi (2000, 2100, 2200,
mencapai masing-masing 15 dan 20 ME (MJ/ dan 2300 kkal ME/kg) sebagai perlakuan A, B,
kg). Freetly et al. (2007) melaporkan bahwa C, dan D dengan empat kelompok induk dengan
terjadi penurunan efisiensi retensi ME pada fase bobot badan berbeda sebagai ulangan.
kebuntingan yang diakibatkan oleh peningkatan
produksi panas karena meningkatnya umur Peubah yang Diamati
kebuntingan. Produksi panas meningkat Konsumsi Bahan Kering, Bahan
selama trimester ketiga kebuntingan. Organik, dan Nutrien Ransum. Konsumsi
Peningkatan panas ini merupakan akibat dari bahan kering ransum adalah konsumsi bahan
panas yang diproduksi untuk maintenan kering hijauan ditambah dengan konsumsi
jaringan maternal dan panas yang dilepaskan bahan kering konsentrat. Konsumsi bahan
selama perkembangan jaringan maternal dan kering diperoleh dengan mengurangi bahan

155
Jurnal Veteriner Maret 2017 Vol. 18 No. 1 : 154-159

Tabel 1. Susunan ransum perlakuan terhadap sapi bali bunting tujuh bulan

Perlakuan
No Komposisi
A B C D

1 Konsentrat 35,00 37,00 40,00 43,00


2 Rumput raja 64,255 61,02 56,66 51,125
3 Minyak kelapa 0,245 1,48 2,84 5,375
4 Vitamin/Mineral 0,50 0,50 0,50 0,50
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00

Keterangan: A = ransum mengandung 10% PK dan 2000 kkal ME/kg


B = ransum mengandung 10% PK dan 2100 kkal ME/kg
C = ransum mengandung 10% PK dan 2200 kkal ME/kg
D = ransum mengandung 10% PK dan 2300 kkal ME/kg

Tabel 2. Kandungan nutrien ransum sapi bali bunting tujuh bulan

Perlakuan
No. Nutrien Pakan
A B C D

1 Protein Kasar (%) 10,17 10,21 10,31 10,32


2 ME (kkal/kg) 2000 2100 2200 2300
3 Serat Kasar (%) 27,67 27,09 26,37 25,29
4 Kalsium (%) 0,42 0,42 0,42 0,42
5 Phospor (%) 0,27 0,27 0,27 0,26

Keterangan: Analisis ransum dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet-Unud
ME = metabolizable energy

kering ransum yang diberikan dengan bahan Bobot Lahir Pedet. Pedet yang baru lahir
kering ransum sisa. Pengukuran konsumsi setelah dibersihkan badannya, langsung
ransum dilakukan setiap hari selama penelitian. ditimbang bobot badannya. Hasil pengukuran
Konsumsi nutrien dihitung dengan persamaan yang diperoleh merupakan bobot lahir pedet.
seperti berikut: Konsumsi bahan organik (BO)
= jumlah konsumsi ransum x %BO ransum; Analisis Data
Konsumsi energi = jumlah konsumsi ransum x Data yang diperoleh pada penelitian ini
%BK ransum x kandungan energi ransum; dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat
Konsumsi protein kasasr (PK) = jumlah hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antar
konsumsi ransum x %BK ransum x %protein; perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan
Konsumsi serat kasar (SK) = jumlah konsumsi uji kontras ortogonal pada taraf 5%.
ransum x %BK ransum x %SKb
Pertambahan Berat Badan Induk.
Penimbangan sapi-sapi calon induk dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN
setiap dua minggu untuk melihat pertambahan
bobot badannya. Pertambahan bobot hidup Selama penelitian, konsumsi BK, BO, SK,
ternak sapi diperoleh dengan mengurangi bobot dan PK ransum tidak menunjukkan perbedaan
pada penimbangan di akhir kebuntingan dengan yang nyata (P>0,05) seperti disajikan pada Tabel
bobot awal penelitian. Pertambahan bobot hidup 3. Konsumsi BK sapi bali yang mendapat energi
harian diperoleh dengan membagi pertambahan ransum terendah adalah 5392,86 kg/e/h dan
bobot badan secara keseluruhan dengan konsumsi BK sapi bali yang mendapat energi
lamanya penelitian. tertinggi adalah 5516,29 g/e/h. Konsumsi BK

156
Suryani, et al Jurnal Veteriner

cenderung meningkat dengan meningkatnya (Mkal/h) untuk mendapat ransum mengandung


energi ransum. Demikian juga halnya dengan energi 2300 ME (kkal/kg). Hal ini sesuai dengan
konsumsi BO dan PK, terjadi kecenderungan anjuran yang diberikan oleh Moe dan Tyrrell
peningkatan konsumsi BO dan PK dengan (1971) bahwa 75 hari sebelum partus, sapi
meningkatnya energi ransum. Konsumsi BO bunting dengan bobot badan 400-750 kg, maka
dan PK pada sapi bali yang mendapat ransum energi yang harus dikonsumsi agar terpenuhi
dengan kandungan energi 2000 ME/kg masing- kebutuhan induk dan fetus adalah 14,1–22,5 ME
masing 4656,65 g/e/h dan 591,16 g/e/h (Mkal/h).
meningkat menjadi 4740,02 g/e/h dan 597,05 g/ Sementara itu Moran (2005) menyarankan,
e/h. Hasil penelitian ini sejalan dengan sapi pada umur kebuntingan tujuh bulan
penelitian yang dilakukan Hartati et al. (2008) diberikan peningkatan energi ransum sebesar
pada sapi bali bunting juga memperoleh 10 ME (MJ/kg) setara 2,39 ME (Mkal/kg). Pada
konsumsi BK terendah 4,83 ± 0,38 kg dan umur kebuntingan delapan dan sembilan bulan
teringgi 5,25 ± 0,13 kg. Sementara konsumsi peningkatan kebutuhan energi mencapai
BO terendah 4,03 ± 0,33 kg dan tertinggi 4,39 ± masing-masing 15 dan 20 ME (MJ/kg) setara
0,11kg serta konsumsi PK terendah 599,19 ± dengan 3,59 dan 4,78 ME (Mkal/kg). Selama
11,6 g dan tertinggi 611,98 ± 4,03 g. masa kebuntingan terjadi beberapa perubahan
Dalam penelitian ini hanya konsumsi energi secara fisiologi seperti: peningkatan kebutuhan
yang menunjukkan perbedaan yang nyata nutrisi untuk perkembangan fetus dan kelenjar
(P<0,05). Semakin tinggi kandungan energi ambing (Bell, 1995). Kebutuhan energi pada
ransum, maka konsumsi energi juga semakin akhir kebuntingan meningkat pesat karena
meningkat. Konsumsi energi tertinggi uterus menggunakan hampir setengah dari
ditunjukan oleh sapi bali yang mendapat pasokan glukosa yang tersedia. Oleh karena itu,
kandungan energi ransum 2300 ME/kg, yaitu kebutuhan energi sapi bunting fase pre-calving
13,90% (P<0,05) lebih tinggi dari konsumsi 75% lebih tinggi dibandingkan sapi yang tidak
energi sapi yang mendapat 2000 kkal ME/kg, bunting. Sejalan dengan perkembangan janin
sedangkan konsumsi mineral juga dan kebutuhannya akan nutrien, maka aliran
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata darah menuju kelenjar ambing meningkat
(P>0,05). Konsumsi energi sapi bali dalam 200%, serapan glukosa dan asetat oleh kelenjar
penelitian ini setara 15,6 ME (Mkal/h) untuk ambing meningkat masing-masing 400% dan
yang mendapat ransum mengandung energi 180%.
2000 ME (kkal/kg) ransum sampai 17,8 ME Efisiensi pemanfaatan pakan (feed

Tabel 3. Pengaruh level energi ransum terhadap konsumsi bahan kering, bahan organik dan nutrien
ransum.

Ransum Perlakuan
Peubah SEM
A B C D

Bahan Kering g/e/h 5392,86 5414,52 5439,23 5516,29 64,41


Bahan Organik g/e/h 4656,65 4657,37 4668,51 4740,02 57,39
Protein Kasar g/e/h 591,16 596,20 592,38 597,05 4,92
Serat Kasar g/e/h 1448,62 1450,70 1466,53 1492,53 20,57
Energi kkal/e/h 19526,32a 20301,13b 20943,85b 22239,55c 223,22
Kalsium g/e/h 24,06 24,24 24,15 24,38 0,22
Phosphor g/e/h 15,12 15,22 15,19 15,34 0,15
Fe (besi) g/e/h 9,15 9,26 9,26 9,18 0,06

Keterangan: A = ransum mengandung 10% PK dan 2000 kkal ME/kg


B = ransum mengandung 10% PK dan 2100 kkal ME/kg
C = ransum mengandung 10% PK dan 2200 kkal ME/kg
D = ransum mengandung 10% PK dan 2300 kkal ME/kg
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05)
SEM = “Standard Error of the Treatment Means”

157
Jurnal Veteriner Maret 2017 Vol. 18 No. 1 : 154-159

convertion ratio/FCR) sapi bali bunting tujuh meningkatkan risiko kematian pada saat partus
bulan hasil penelitian ini, walaupun secara dan menurunkan kesehatan pedet saat
statistika tidak menunjukkan perbedaan yang pertumbuhan. Selanjunya pedet yang lahir di
nyata (P<0,05), akan tetapi tampak sapi yang atas rataan bobot lahir mempunyai daya tahan
mendapat energi ransum tertinggi mengubah tubuh yang lebih kuat dibantingkan pedet yang
pakan paling efisien. Hal ini ditunjukkan lahir di bawah berat rata-rata.
dengan pertambahan bobot badan induk Peningkatan energi ransum dari 2000
menjelang partus tertinggi pada sapi yang menjadi 2300 kkal ME/kg menghasilkan bobot
mendapat perlakuan D, dan bobot lahir pedet lahir pedet berkisar dari 17,33–18,00 kg/ekor.
juga tertinggi dihasilkan dari induk yang Bobot lahir pedet sangat menentukan
mendapat perlakuan D (Tabel 4). Akan tetapi keberlangsungan usaha di bidang peternakan
semua perbedaan ini secara statistika tidak sapi. Bobot lahir yang rendah dan jika diikuti
nyata (P>0,05). Banyak faktor berpengaruh dengan manajemen pemberian pakan tidak
terhadap bobot lahir dan kelangsungan hidup memenuhi nutrisi yang dibutuhkan, maka hal
pedet. Berkurangnya konsumsi nutrien pada tersebut akan menyokong angka kematian pedet
periode akhir kebuntingan (pre-calving) bisa yang tinggi. Walaupun bobot lahir pedet
berakibat pada menurunnya bobot lahir bahkan tertinggi dilahirkan dari induk yang mendapat
kematian pedet. Pada ternak sapi perah yang energi tertinggi, namun secara statistik tidak
sedang bunting, tidak semua nutrien dari pakan menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05).
dimanfaatkan untuk pertumbuhan induk saja, Hasil penelitian ini sejalan dengan Prasojo et
melainkan juga digunakan untuk pertumbuhan al. (2010) yang melaporkan bahwa bobot lahir
fetus. Agar pedet yang dilahirkan sehat dan kuat pedet sapi bali bervariasi yaitu 18,4 ± 1,6 kg.
maka 2-3 minggu sebelum melahirkan perlu Sementara itu Kadarsih (2004) dalam laporan
dilakukan challenge feeding program yaitu penelitiannya terhadap performans
dengan meningkatkan kualitas pakan yang pertumbuhan sapi bali mendapatkan bobot lahir
diberikan. Sesuai dengan pernyataan Funston yang lebih rendah dari penelitian ini, bobot lahir
et al. (2010) bahwa status gizi induk sapi sapi bali betina berkisar antara 14,41–16,09 dan
merupakan salah satu faktor ekstrinsik yang bobot lahir sapi bali jantan adalah 15,55–17,11
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, kg. Di lain pihak Panjaitan et al. (2003) yang
perkembangan dan fungsi utama sistem organ mengamati performans sapi bali di Sumbawa
fetus. Menurut Godfrey dan Barker (2000) mendapatkan bobot lahir sapi bali berkisar 13,8-
kekurangan asupan nutrien pada fase prenatal 15,2 kg.

Tabel 4. Pengaruh level energi ransum terhadap pertambahan bobot badan induk dan bobot lahir
pedet sapi bali

Ransum Perlakuan
Peubah SEM
A B C D

Berat badan awal kg/e 291,67 290,67 293,00 294,67 6,574


Berat badan akhir kg/e 330,00 335,67 329,00 340,00 6,085
Pertambahan berat 435,61 511,36 409,09 515,15 25,150
badan (pbb) g/e/h
FCR 12,38 10,83 13,30 10,71 0,648
Berat lahir pedet kg/e 17,83 17,67 17,33 18,00 0,840

Keterangan: A = ransum mengandung 10% PK dan 2000 kkal ME/kg


B = ransum mengandung 10% PK dan 2100 kkal ME/kg
C = ransum mengandung 10% PK dan 2200 kkal ME/kg
D = ransum mengandung 10% PK dan 2300 kkal ME/kg
SEM = “Standard Error of the Treatment Means”

158
Suryani, et al Jurnal Veteriner

SIMPULAN Godfrey KM, Barker DJP. 2000. Fetal nutrition


and adult disease. Am J Clin Nutr
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat 71(Suppl.):1344S–1352S.
disimpulkan bahwa pemberian energi ransum
Hartati E, Katipana NGF, Saleh A. 2008.
2000–2300 kkal ME/kg ransum tidak
Konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan
berpengaruh terhadap performans sapi bali
pada sapi bali akhir kebuntingan yang
bunting tujuh bulan dan menghasilkan bobot
diberi pakan padat gizi mengandung
lahir pedet 17,33–18,00 kg. Peningkatan energi
minyak lemuru dan seng. Seminar Nasional
ransum menyebabkan meningkatnya konsumsi
Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor.
energi.
P: 155–160.
Kadarsih S. 2004. Performans sapi bali
SARAN berdasarkan ketinggian tempat di daerah
transmigrasi Bengkulu. I. Performans
Perlu dilakukan penelitian dengan Pertumbuhan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
meningkatkan kandungan protein dan energi Indonesia 6(1): 50–56.
ransum. Dengan demikian akan ditemukan Khan MAA, Islam MN, Khan MAS, Akbar MA.
tingkat protein dan energi ransum optimal bagi 2004. Effects of Feeding High and Low
ternak untuk mengekspresikan potensi Energy Levels during Late Pregnancy on
genetiknya. Performance of Crossbred Dairy Cows and
Their Calves. Asian-Aust J Anim Sci 17(7):
947-953
UCAPAN TERIMAKASIH
LeViness E. 1993. Range Cow Nutrition in Late
Ucapan terima kasih kami sampaikan Pregnancy. Arizona Ranchers’ Management
kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Guide. Gum R, Ruyle G, Rice R (Editors).
atas pendanaan penelitian ini melalui hibah Arizona Cooperative Extension.
Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi dengan Moe PW, Tyrrell HF. 1971. Metabolizable
nomor kontrak: 311-165/UN14.2/PNL.01.03.00/ Energy Requirements of Pregnant Dairy
2015. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Cows. J Dairy Sci 55(4): 480–483.
Rektor dan LPPM Universitas Udayana yang
telah memfasilitasi dengan baik. Moran J. 2005. Tropical Dairy Farming. Feeding
Management for Small Holder Dairy
Farmers in the Humid Tropic. Depart of
DAFTAR PUSTAKA Primary Industries. Landlink Press. 150
Oxford St (PO Box 1139) Collingwood VIC
Bell AW. 1995. Regulation of organic nutrient 3066 Australia.
metabolism during transition from Panjaitan T, Fordyce G, Poppi D. 2003. Bali
latepregnancy to early lactation. J Anim Sci Cattle Performance in the Dry Tropics of
73: 2804-2819. Sumbawa. Jurnal Ilmu Ternak dan
Freetly HC, Nienaber JA, Brown-Brandl T. Veteriner 8(3): 1-6.
2008. Partitioning of energi in pregnant beef Prasojo G, Arifiantini I, Mohamad K. 2010.
cows during nutritionally induced body Korelasi Antara Lama Kebuntingan, Bobot
weight fluctuation. J Anim Sci 86: 370- Lahir dan Jenis Kelamin Pedet Hasil
377. doi:10.2527/jas.2007-0250. Inseminasi Buatan pada Sapi Bali. J
Funston RN, Larson DM, dan Vonnahme KA. Veteriner 11(1): 41–45.
2010. Effects of maternal nutrition on Roche JR. 2000. Feeding the transition cow. The
conceptus growth and offspring myths and the magic, Dalam: Proceedings
performance: Implications for beef cattle of the Ruakura Farmers Conference,
production. J Anim Sci 88(E. Suppl.):E205– Hamilton, New Zealand. Hlm. 29-36.
E215 doi:10.2527/jas.2009-2351.

159

Anda mungkin juga menyukai