Stemi 1 Doc
Stemi 1 Doc
Disusun oleh:
Sarah Rafika Nursyirwan (0806363956)
Pembimbing :
Prof.Dr.dr.Idris Idham, Sp.JP(K)
IDENTITAS
Nama : Ny.L
Usia : 62 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Ciputat, Jakarta
No. RM : 2009270367
Tanggal masuk RSJP Harapan Kita 5 Mei 2009.
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri dada sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
2
Sejak 2 tahun SMRS, pasien dikatakan mempunyai hipertensi dan tidak teratur minum obat.
Pasien kontrol ke RS Bhineka Bakti Husada. Pasien sudah 2 kali dirawat di RS Bhineka, saat
itu pasien sedang tidak teratur minum obat, dirawat karena muka bengkak dan sesak napas,
diberikan obat Captopril 3x25 mg, Simart 2 1x1, Aldecto 1x25 mg, Lasix 1x1, Ascardia 1x1.
Pasien tidak sesak bila berbaring, dapat tidur dengan 1 bantal. Pasien tidak pernah terbangun
pada malam hari karena sesak. Pasien semakin membatasi aktivitas fisik karena bila banyak
bergerak pasien merasa sesak dan sakit dada yang hilang jika beristirahat. Nyeri dada juga
muncul jika banyak pikiran. Pasien juga merasa keluhan muncul bila berjalan jauh. Pasien
tidak ada kebiasaan merokok. Pasien tidak merasa cepat haus/lapar ataupun terbangun untuk
BAK di malam hari. Saat ini pasien sudah tidak menstruasi lagi. Pasien belum pernah operasi
jantung sebelumnya. Makanan belum dijaga.
3
Tekanan Darah : 117/82 mmHg
Kesan gizi baik
Kepala : deformitas
(-). Rambut hitam, tidak mudah dicabut, dan tersebar merata. Nyeri tekan
sinus (-)
Mata : deformitas (-), ptosis (-), eksoftalmus (-), enoftalmus (-), xanthelasma
-/-, pupil isokor, refleks pupil langsung (+ /+ ), refleks pupil tidak
langsung (+/+), konjungtiva anemis (-/-). sklera ikterik (-/-).
Hidung : deformitas (-), sekret (-), deviasi septum nasal (-), pernafasan cuping
hidung (-)
Mulut : lidah basah, tidak hiperemis. Stomatitis (-). T1-T1. caries dentis (-)
Telinga : deformitas (-), serumen (-/-)
Leher : Trakea di tengah. JVP 5-2 cmH2O, KGB leher tidak teraba
KGB : KGB supraklavikula tidak teraba
KGB intraklavikula tidak teraba
KGB axila tidak teraba
KGB inguinal tidak diperiksa
Kulit : kecoklatan.
Toraks
Paru
Simetris statis-dinamis, spider nevi (-), retraksi iga (-), sikatriks (-), massa (-). Bunyi
napas vesikuler, rhonki basah halus basal paru (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
Iktus kordis tidak terlihat. Iktus kordis teraba pada sela iga 5 linea midklavikula kiri,
batas jantung kanan pada sela iga 4 pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri
pada sela iga 5 pada 2 jari lateral linea mid klavikula kiri. Bunyi jantung I/II normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
4
Simetris, datar, lemas. Tidak ada nyeri tekan, massa (-), hati tidak teraba, limpa tidak
teraba, ballottement (-/-), shifting dullness (-), bising usus (+) normal
Alat Genitalia : tidak diperiksa
Anus : tidak diperiksa
Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat, sianosis -/-, clubbing finger -/-, atrofi otot (-/-),
turgor baik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Cardiac Enzymes
CKMB : 50 U/l (N: 0-24)
Troponin T : 0,1 ng/ml (MCI: 0,1-2)
5
Renal Prostat
Ureum : 43 mg/dl (N: 13-43)
Kreatinin : 0,8 mg/dl (N: 0-1,4)
BUN : 20,09 mg/dl (N: 6-20)
Glukosa
GDS : 171 mg/dl (N:<180 mg/dl)
Analisa Gas Darah
Na : 142 mmol/l (N: 135-147)
K : 3,6 mmol/l (N: 3,5-5,5)
Cl : 110 mmol/l (N: 95-111)
RESUME
6
Pasien wanita, 62 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sejak 4 jam SMRS. Nyeri dada
sebelah kiri menjalar ke leher dan punggung, terasa seperti ditimpa beban berat. Nyeri dada
seperti ini sering hilang timbul sejak 1 tahun SMRS dan mereda bila beristirahat. Nyeri saat
ini dirasa memberat sejak 4 jam SMRS. Sesak nafas +. Keringat dingin +. Mual +. Dada
berdebar-debar +. Pingsan/sinkop +. Sejak 2 tahun SMRS, pasien mempunyai hipertensi dan
tidak teratur minum obat. Pasien sudah 2 kali dirawat di RS Bhineka, saat itu pasien sedang
tidak teratur minum obat, dirawat karena muka bengkak dan sesak napas, diberikan obat
Captopril 3x25 mg, Simart 2 1x1, Aldecto 1x25 mg, Lasix 1x1, Ascardia 1x1. Orthopnea -.
PND -. DOE +. Kebiasaan merokok -. Menopause +. Riwayat Diabetes mellitus disangkal.
Riwayat darah tinggi, Diabetes mellitus, penyakit jantung dalam keluarga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sesak, pernapasan 40x/menit, auskultasi
paru terdapat rhonki basah halus basal paru (+/+).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 8,9 g/dL, Ht: 28 %, CKMB: 50 U/l, Troponin T:
0,1 ng/ml, BUN: 20,09 mg/dl; EKG didapatkan QRS rate 103x/menit, aksis LAD, gelombang
P morfologi normal, durasi 0,08 detik, PR interval 0,16’’, kompleks QRS durasi 0,06’’, ST
elevasi V2-V5, Q patologis V3-V4; pada foto torax didapatkan CTR 60%, segmen aorta
elongasi, apex lateral downward.
DAFTAR MASALAH
TATALAKSANA
Tirah baring
O2 nasal kanul 3 L
Pemeriksaan EKG, foto torax, lab
7
Plavix loading 600 mg dilanjutkan besok 1x75 mg
Aspillet kunyah 160 mg dilanjutkan besok 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Simvastatin 1x20 mg
D2P 1x5 mg
Laxadin 1xCI
Bisoprolol 1x2,5 mg
Rawat CVCU (pasien dipuasakan sebelum primary PCI)
Total cairan 1500 cc
Total kalori 1000
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spektrum
sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil, IMA tanpa elevasi
ST (NSTEMI) dan IMA dengan elevasi ST (STEMI).
A. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lesi vaskuler, di mana lesi ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisura,
ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis sehingga
terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous
cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran patologik klasik terdiri dari trombus
merah kaya fibrin, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberi respons terhadap
terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, serotonin,
epinefrin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
Tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
9
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adesi yang
larut (integrin) seperti vWF dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen
yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang
platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang
kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner
oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik.
B. Diagnosis
Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG adanya elevasi ST ≥1 mm, minimal pada 2 sandapan yang berdampingan.
Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis,
namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan
enzim.
B.1. Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara
cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung. Selanjutnya perlu
dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah
ada riwayat infark miokard sebelumnya, serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, DM,
dislipidemia, merokok, stres, serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga,
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti
aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI dapat
terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa
jam setelah bangun tidur.
10
Nyeri dada. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat
nyeri dada angina sbb:
Lokasi: sub/retrosternal, prekordial
Sifat: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, ditusuk,
diperas, dan dipelintir
Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau nitrat
Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan
Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas
11
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami evolusi menjadi
gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark miokard gelombang Q.
sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-gelombang Q. jika obstruksi trombus
tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau
non-STEMI.
B.4. Laboratorium
Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah
creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan
secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang
disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan sesegera
mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.
Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis
jantung (infark miokard).
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan
kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari
Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic dehidrogenase
(LDH)
Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi
dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat
mencapai 12.000-15.000/uL.
C. Penatalaksanaan
12
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi
IMA.
13
terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat
diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan
edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau
pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan. Nitrat juga harus dihindari pada
pasien yang menggunakan fosfodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya
karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
Mengurangi/menghilangkan nyeri dada. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan
vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
Morfin. Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan
dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping
yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar
melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung
dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan
pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin
juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok
jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat
diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.
Aspirin. Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan
reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis
160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
Penyekat beta. Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat
beta IV, selain nitrat, mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung
>60 kali/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan
rhonki <10 cm dari diafragma. 15 menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg
tiap 12 jam.
14
Terapi reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan
pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang
maligna. Sasaran terapi reperfusi adalah door-to-needle time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon time untuk PCI dapat
dicapai dalam 90 menit.
15
keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat terapi reperfusi farmakologis
harus mempertimbangkan manfaat dan risiko.
Fibrinolisis
Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat
beberapa macam obat fibrinolitik a.l: tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,
tenekteplase (TNK) dan reteplase (rpA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi
plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Terdapat 2
kelompok, yaitu: golongan spesifik fibrin seperti tPA dan nonspesifik fibrin seperti
streptokinase.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 (menunjukkan perfusi pembuluh
yang mengalami infark dengan aliran normal), karena perfusi penuh pada arteri koroner yang
terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark,
16
mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan
panjang.
tPA dan aktivator plasminogen spesifik fibrin lain sepeti rPA dan TNK lebih efektif
daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi penuh, aliran koroner TIMI grade 3 dan
memperbaiki survival sedikit lebih baik.
E. Terapi Farmakologis
E.1. Antitrombotik
Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi
arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien
menjadi trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Obat anti trombin
standar yang digunakan dalam praktik klinis adalah unfractionated heparin. Pemberian UFH
IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin
membantu trombolisis dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait
17
infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000 U) dilanjutkan
infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). APTT selama terapi pemeliharaan
harus mencapai 1,5-2 kali. Antikoagulan alternatif pada pasien STEMI adalah low-molecular-
weight heparin (LMWH). Pada penelitian ASSENT-3 enoksaparin dengan tenekteplase dosis
penuh memperbaiki mortalitas, reinfark di RS dan iskemia refrakter di RS.
18
kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif.
Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung termasuk data dari penelitian pada
pasien STEMI menunjukkan bahwa ARB mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi
ventrikel kiri menuru
Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca IMA. Prognosis IMA dengan
melihat derajat disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai menggunakan klasifikasi Killip:
19
Skor risiko TIMI merupakan salah satu dari beberapa stratifikasi risiko pasien infark dengan
ST elevasi, yakni:
20
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang wanita, berusia 62 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sejak 4 jam sebelum
masuk rumah sakit. Dekskripsi nyeri tersebut yakni lokasi nyeri dada di sebelah kiri, menjalar
ke leher dan punggung, terasa seperti ditimpa beban berat. Dapat disimpulkan nyeri dada pada
pasien ini termasuk dalam nyeri dada tipikal. Didapatkan juga gejala otonom pada pasien ini
berupa keringat dingin, mual-mual serta pingsan, yang menyertai nyeri tersebut.
Nyeri dada pasien saat diperiksa dirasakan memberat sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit
dan tidak mereda dengan istirahat. Disimpulkan terdapat perburukan pada penyakit pasien ini,
karena gejala nyeri dada seperti ini sudah dirasakan sejak satu tahun lalu, hilang timbul,
namun dapat hilang dengan istirahat.
Faktor risiko pasien ini, diketahui pasien memiliki hipertensi yang diketahui sejak dua tahun
sebelum masuk rumah sakit, serta tidak teratur minum obat hipertensinya. Faktor risiko yang
lain pada pasien ini adalah usia yang lanjut. Pasien tidak merokok, dan pasien tidak ada
penyakit diabetes. Sedangkan, faktor predisposisi pada pasien ini adalah kurangnya kebiasaan
aktivitas fisik, lalu juga terdapat stressor psikososial pada pasien ini yang memicu timbulnya
gejala. Tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung koroner pada usia muda.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sesak dengan laju pernapasan 40x/menit,
pada auskultasi paru terdapat rhonki basah halus di kedua basal paru.
Pemeriksaan EKG didapatkan QRS rate 103x/menit, aksis LAD, gelombang P morfologi
normal, durasi 0,08 detik, PR interval 0,16’’, kompleks QRS durasi 0,06’’, ST elevasi V2-V5,
Q patologis V3-V4. Disimpulkan EKG pasien ini sinus takikardi, dengan terjadi infark pada
daerah anterior, dan kemungkinan terdapat infark lama pada`daerah anterior.
21
Pemeriksaan enzim jantung didapatkan CKMB meningkat yakni 50 U/l (>24 U/l), dan
Troponin T meningkat yakni 0,1 ng/ml (termasuk rentang 0,1-2,0: MCI). Disimpulkan
terdapat kerusakan miokardium.
Pada pemeriksaan radiografi jantung didapatkan jantung membesar yakni CTR 60% (lebih
dari 50%), segmen aorta elongasi, serta pembesaran ventrikel kiri yang ditandai dengan apex
lateral jantung downward. Disarankan pemeriksaan ekokardiografi untuk menilai fungsi
pemompaan ventrikel dan menilai komplikasi dari IMA.
Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan hemoglobin rendah yakni 8,9 g/dL dan hematokrit
rendah yakni 28%, sehingga disimpulkan pada pasien ini terdapat anemia dan perlu ditelusuri
lebih lanjut penyebab anemia teresebut. Untuk jenis anemia berdasarkan morfologi diperlukan
pemeriksaan hitung jumlah eritrosit, agar dapat diketahui MCV, MCH dan MCHC.
Jadi, berdasarkan adanya gejala nyeri dada tipikal, tidak menghilang dengan istirahat, gejala
otonom, sesak napas, pemeriksaan fisik berupa rhonki basah halus pada basal kedua paru, dan
gambaran EKG yang menunjukkan ST elevasi daerah anterior, serta kenaikan eznim jantung
baik CKMB maupun troponin T. Disimpulkan diagnosis pada pasien ini adalah STEMI
anterior.
22
Oksigen nasal kanul 3 l/menit
ISDN 3x5 mg
o Digunakan untuk mengatasi nyeri dada.
Bisoprolol 1x2.5 mg
o Bermanfaat pada pasien dengan hipertensi dan takikardia.
Simvastatin 1x20 mg
Laxadine 1xCI
o Sebagai pencahar untuk menjaga BAB pasien mudah dikeluarkan sehingga
pasien tidak mengedan yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan
elektrokardiografik yang berbahaya.
Tatalaksana STEMI pada pasien ini adalah terapi reperfusi, dapat menggunakan PCI atau
fibrinolisis. Namun karena onset gejala lebih dari 3 jam, dipilih PCI.
Rencana edukasi
- Hindari diet tinggi lemak dan kolesterol
- Kontrol dan minum obat teratur
- Kendalikan emosi (jangan sering cemas atau gelisah)
Klasifikasi IMA pasien ini berdasarkan klasifikasi Killip adalah kelas II, di mana ditemukan
rhonki basah halus di bagian basal kedua paru. Untuk prognosis pasien ini berdasrkan skoring
TIMI adalah 8/14 (usia = 0, tekanan darah sistolik <100 mmHg = 0, laju jantung >100x/menit
= 2, Killip kelas II-IV = 2, elevasi ST anterior atau BBB = 1, riwayat DM/HT /angina = 1,
berat badan <67 kg = 1, waktu perawatan >4 jam = 1).
23
Daftar Pustaka
1. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk (editor),
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV: 1615-25.
2. Thomas A. Pearson, MD, PhD; Steven N. Blair, PED; Stephen R. Daniels, MD, PhD;
Robert H. Eckel, MD; Joan M. Fair, RN, PhD; Stephen P. Fortmann, MD; Consensus
Panel Guide to Comprehensive Risk Reduction for Adult Patients Without Coronary or
Other Atherosclerotic Vascular Diseases in AHA Guidelines for Primary Prevention of
Cardiovascular Disease and Stroke: 2002 Update.
24
LAMPIRAN
25