Dies Natalis 57
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran
iii
TATALAKSANA LESI ORAL PADA ANAK LAKI-LAKI USIA 9 TAHUN
ABSTRAK
Anak-anak sering menderita gangguan atau kelainan pada rongga mulut karena
masalah gizi ataupun trauma. Lesi oral yang biasa ditemukan adalah ulserasi.
Makalah ini disusun untuk memaparkan kasus lesi ulserasi pada anak laki-laki usia
9 tahun yang datang ke RSGM Unpad dengan keluhan terdapat sariawan pada lidah
karena tergigit dan luka pada sudut mulut. Pemeriksaan klinis ekstraoral, ditemukan
ulkus pada kedua sudut bibir yang dikelilingi eritem dan daerah deskuamasi serta
bibir pasien tampak kering. Pada pemeriksaan intraoral, ditemukan ulkus tunggal
dengan diameter 2 mm, berwarna putih, dangkal, dengan bentuk bulat iregular, dan
tepi kemerahan. Diagnosa untuk pasien ini adalah Angular Cheilitis dan Reccurent
Apthous Stomatitis (RAS). Terapi untuk pasien ini adalah pemberian antiseptik
untuk kompres sariawan, Vaseline album untuk oles bibir dan sirkum oral, serta
vitamin B12 dan Asam Folat. Dalam waktu 1 bulan, kondisi klinis pasien
menunjukkan ulserasi mengalami perbaikan dan penyembuhan. Lesi ulserasi pada
anak-anak memerlukan terapi komprehensif, baik secara lokal maupun sistemik,
sehingga tidak terjadi kekambuhan pada pasien.
Kata kunci: Angular cheilitis, RAS, ulserasi pada anak, obat penyakit mulut
topikal, terapi komprehensif.
ABSTRACT
Children often suffer from disorders or abnormalities in the oral cavity due to
nutritional problems or trauma. Oral lesions commonly found is ulceration. This
paper was prepared to present the case reports of ulcerated lesions in a 9 years old
boy, who came to the Dental Hospital of Unpad. The chief complaints were sores on
the tongue due to biting and on the corners of the mouth. Extra oral examination
found ulcers on the both corner of the lips surrounded by erithematous and
desquamation area as well as the patient’s lips looks dry. Intraoral examination
found a single white ulcer with a diameter of 2 mm, shallow, with irregular round
shape and erithematous edges. Diagnosis for these abnormalities were Angular
Cheilitis and Recurrent Apthous Stomatitis (RAS).Treatment for this patient was the
provision of topical antiseptic for the ulcers, topical application of Vaseline album
for lip and circum oral, as well as vitamin B12 and Folic Acid. Within one month,
the clinical condition of patients showed an improvement and healing ulceration.
230
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD
The ulcerated lesion in children requires a comprehensive therapy, either locally or
systemically, so there will be no recurrence in patients.
Keywords: Angular cheilitis, RAS, pediatric ulceration, topical oral medicine,
comprehensive therapy.
PENDAHULUAN
Anak-anak sering menderita gangguan atau kelainan pada rongga mulut
karena masalah gizi ataupun trauma. Aktifitas anak - anak sehari- hari
memungkinkan terjadi trauma pada mukosa rongga mulut yang tidak disengaja
seperti karena terjatuh, terbentur gigi atau tergigit. Kebiasaan makan yang tidak
sehat seimbang atau kudapan mengandung zat pengawet dan kurangnya konsumsi
air minum juga sering ditemukan sehingga dapat menimbulkan gangguan pada
mukosa rongga mulut. Lesi oral yang biasa ditemukan adalah ulserasi, seperti
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) dan Angular cheilitis.
SAR merupakan suatu kondisi peradangan mukosa rongga mulut dengan
karakteristik ulserasi ulang kambuh dan terdapat masa bebas ulkus selama beberapa
hari hingga minggu. SAR merupakan suatu kondisi yang sangat umum dengan
prevalensi sebesar 20% dari populasi dan prevalensi pada kelompok anak-anak
sebesar 5-10%. Etiologi SAR hingga saat ini masih tidak diketahui dengan pasti.1
Angular cheilitis adalah merupakan suatu keadaan inflamasi pada sudut
mulut yang ditandai dengan adanya fisur kemerahan, berkrusta, erosi dan dapat
disertai ulserasi. Angular cheilitis memiliki etiologi yang bervariasi, yaitu
disebabkan infeksi jamur Candida albicans, bakteri Staphylococcus dan
Streptococcus beta-hemolitik, berkurangnya dimensi vertikal karena kehilangan
gigi, trauma mekanis akibat dari cups yang tajam, kebiasaan menggigit bibir atau
pipi, gesekan dari peralatan ortodonti, serta karena kurangnya nutrisi seperti zat
besi, vitamin B12, dan asam folat. Angular Cheilitis terjadi 0,7-3,8% pada dewasa
dan 0,2-15,1% pada anak-anak, namun secara keseluruhan paling sering terjadi pada
dewasa berusia 30 – 60 tahun. 1-3
Tata laksana SAR dan Angular cheilitis memerlukan proses identifikasi dan
koreksi faktor-faktor predisposisi, sehingga dengan menanggulanginya diharapkan
dapat dicapai kesembuhan dan mencegah kekambuhan. Perawatan baik secara lokal
pada lesi mukosa oral maupun secara sistemik untuk meningkatkan imunitas tubuh
diperlukan sebagai upaya terapi komprehensif.
Pada makalah ini akan dipaparkan dan dibahas mengenai tatalaksana kasus
lesi ulserasi pada anak laki-laki usia 9 tahun yang datang ke RSGM Unpad dengan
keluhan terdapat sariawan pada lidah karena tergigit dan luka pada sudut mulut.
Lesi ulserasi rongga mulut tersebut didiagnosis sebagai SAR dan Angular cheilitis.
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki – laki usia 9 tahun datang ke klinik RSGM Unpad dengan
keluhan terdapat sariawan pada ujung lidah karena tergigit dan sudut bibir kiri dan
kanan, keluhan dirasa mengganggu dan menimbulkan rasa sakit sejak 1 minggu
terakhir. Pasien sering mengalami keadaan ini, kadang tanpa sebab muncul lesi dan
sembuh dengan sendirinya. Hasil pemeriksaan ekstra oral ditemukan bibir tampak
231
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD
kering, terdapat ulkus minor dikelilingi daerah deskuamasi dan kemerahan pada
sudut bibir kiri dan kanan (Gambar 1).
Hasil pemeriksaan intra oral ditemukan kebersihan mulut sedang karena
tampak plak pada beberapa regio tanpa kalkulus serta gusi oedema pada regio
anterior rahang atas. Pada ujung lidah ditemukan sebuah ulcer, ukuran 2 mm,
bentuk bulat, tepi kemerahan dan tidak rata, kedalaman dangkal, dasar putih
(Gambar 2). Gigi 61 ditemukan dalam keadaan non vital dan terdapat karies pada
gigi 74. Diagnosa kerja adalah Reccurent Apthosa Stomatitis dengan diagnosis
banding Traumatic ulcer pada ujung lidah serta Angular cheilitis dengan diagnosis
banding Herpes labialis.
Pada kunjungan pertama ini pasien diberikan perawatan non farmakologi
berupa manajemen diet sehari – hari disarankan untuk mengkonsumsi buah serta
sayur secara teratur dan cukup minum air putih, instruksi membersihkan gigi dan
lidah sehari 2 kali, serta membersihkan mulut (bekas air liur) segera setiap bangun
tidur. Pengobatan farmakologi yang diberikan yaitu aplikasi topikal Chlorhexidine
Gluconate 0,2% sebagai antiseptik kompres pada luka sudut bibir dan topikal oles
Vaseline Album untuk melembabkan kondisi bibir dan sirkum oral. Sedangkan
Vitamin B12 1x50 mcg/ hari dan Asam Folat 1x400 mcg / hari selama 1 minggu
diberikan untuk mempercepat penyembuhan lesi ulserasi secara sistemik. Pasien
diminta kontrol setelah 1 minggu.
Pada kunjungan ke-dua pasien datang dengan keadaan sariawan di lidah dan
di sudut bibir masih ada dan masih terasa perih serta juga mengeluhkan muncul
sariawan baru di bibir bawah sejak 1 hari sebelumnya karena tertusuk sikat gigi, lesi
berupa ulser tunggal, ukuran diameter 1 mm, bentuk oval, tepi kemerahan dan tidak
232
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD
rata, kedalaman dangkal, dasar putih ditemukan pada mukosa labial bawah (gambar
3). Hasil pemeriksaan intra oral juga mendapatkan lapisan pseudomembran
berwarna coklat pada permukaan dorsum lidah (gambar 4). Diagnosis kerja tetap
SAR dan Angular cheilitis serta terdapat kondisi Coated Tongue. Diduga pasien
kurang kooperatif dalam menjalani perawatan yang diberikan oleh operator,
sehingga pada kunjungan ini pasien dimotivasi ulang agar patuh menjalankan
instruksi sebelumnya dengan teratur. Aplikasi obat topikal dan vitamin sistemik
diberikan lagi, serta pasien diminta untuk kontrol 1 minggu.
Pada kunjungan selanjutnya pasien datang tidak lagi mengeluhkan rasa sakit
pada sariawan ujung lidah dan bibir bawah serta pada sudut bibirnya. Pada
pemeriksaan ekstra oral sudut bibir tidak ditemukan ulkus minor, namun masih
terdapat daerah deskuamasi ringan (gambar 5), sedangkan pada pemeriksaan intra
oral terlihat daerah makula berwarna kemerahan pada bekas lesi ulserasi di ujung
lidah (gambar 6) dan mukosa labial bawah (gambar 7). Kondisi coated tongue sudah
tidak ditemukan pada kunjungan ini. Pasien mengaku sudah mengikuti instruksi
operator untuk pengobatannya, tapi masih belum suka mengkonsumsi sayur dan
buah. Perawatan selanjutnya adalah melanjutkan manajemen diet makanan sehat
seimbang dan cukup minum air putih, tetap membersihkan gigi dan lidah sehari dua
kali serta membersihkan mulut (bekas liur) segera setiap bangun tidur. Pengobatan
topikal kompres antiseptik dan oles vaselin album dilanjutkan sampai sembuh untuk
melembabkan daerah sudut bibir.
233
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD
Gambar 6. Ulser pada ujung lidah (-), coated tongue (-)
Gambar 7. Ulser pada mukosa labial (-), makula eritema post SAR (+)
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan klinis, didapatkan diagnosis
untuk pasien tersebut adalah Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR), karena pasien
datang dengan keluhan terdapat sariawan pada ujung lidah akibat tergigit, serta pada
kunjungan kontrol pertama sariawan pada lidah belum sembuh dan muncul
sariawan baru pada bibir bawah depannya. Pasien mengatakan beberapa kali
mengalami keadaan seperti ini. Selain itu keluhan pasien pada keadaan sudut
bibirnya yang terasa perih dan nyeri bila membuka mulut didiagnosis sebagai
Angular cheilitis. Pasien tidak menyadari penyebab keadaan ini, namun dari hasil
anamnesis dikatakan bahwa pasien saat tidur mengeluarkan air ludah karena mulut
terbuka (mengiler), pasien juga jarang mengkonsumsi buah dan sayur.
SAR adalah suatu kelainan yang dikarakteristikkan dengan ulserasi berulang
pada mukosa oral pasien tanpa disertai gejala penyakit lainnya. Umumnya pasien
234
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD
dengan riwayat SAR mengalami 2 hingga 6 lesi tiap episode dan mengalami
beberapa kali episode setiap tahun, atau dapat timbul setiap 3 hingga 4 minggu. 3,4
Sedangkan Angular cheilitis adalah inflamasi yang ditandai dengan terbentuknya
fissure atau ulser disertai penebalan keratin di sekelilingnya berwarna putih keabuan
dan daerah eritem pada sudut bibir.3
Terdapat dua buah ulser pada pasien ini yang didiagnosis sebagai SAR, yaitu
pada ujung lidah berukuran 1 x 1 mm dan mukosa labial inferior berukuran 5 x 6
mm. Ulser tersebut berbentuk oval berwarna putih dengan margin ireguler, tepi
eritem, permukaan cekung, kedalaman dangkal dan dasar putih tidak rata. Ulserasi
SAR pada pasien ini termasuk dalam klasifikasi ulser minor. Ulser minor adalah
yang paling sering terjadi, sekitar 80% dari kasus SAR, dan sembuh tanpa
meninggalkan bekas luka.3 Ulser minor SAR merupakan bentuk yang paling umum
terjadi, berbentuk bulat, berukuran kecil, nyeri, berdiameter 3-6 mm atau kurang
dari 1 cm, dapat dilapisi membrane berwarna putih kekuningan, dan dikelilingi
daerah kemerahan yang tipis. Lesi dapat berjumlah satu atau banyak, sering terjadi
pada usia 10-40 tahun dan biasanya terjadi pada mukosa labial, bukal, dan dasar
mulut, tetapi jarang terjadi pada gingiva, palatum dan dorsum lidah. 1,3,5,6
Perbedaan gambaran klinis yang menunjukkan berbagai tipe SAR yaitu minor,
mayor dan herpetiform tampak pada Tabel 1.
Faktor predisposisi SAR yaitu genetik, trauma, alergi, defisiensi nutisi, stres,
faktor sistemik dan faktor hormon.3 Pada pasien ini yang menjadi faktor
predisposisinya yaitu trauma dan diduga terdapat defisiensi hematologi akibat
asupan nutrisi yang tidak seimbang. Dari hasil anamnesa pasien mengaku pada
mulanya sariawan muncul karena tergigit atau karena terkena trauma sikat gigi,
sehingga pada gambaran klinis lesi ulser tampak tepi yang tidak rata. Pasien juga
menyadari jarang mengkonsumsi sayur dan buah yang banyak mengandung vitamin
B12 dan asam folat. Berdasarkan literatur, beberapa penelitian menunjukkan hasil
bahwa 10-20% pasien SAR mengalami defisiensi vitamin B12, asam folat dan zat
235
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD
besi, sehingga jika defisiensi vitamin B12 asam folat dan zat besi ditanggulangi
dapat menyembuhkan ulser secara cepat.1,4
Diagnosis banding untuk SAR adalah traumatic ulcer. Traumatic ulcer
dibedakan dengan SAR berdasarkan frekuensi kekambuhannya, ulser SAR hilang
timbul dalam hitungan minggu ataupun bulan, sedangkan traumatic ulcer tidak
berulang. Berdasarkan gambaran klinisnya, ulser pada traumatic ulcer umumnya
datar atau sedikit cekung dengan bentuk bulat, oval, atau elips Sumber lain
menyatakan ulser pada traumatic ulcer berwarna putih kekuningan, dan biasanya
terdapat margin yang lebih tinggi yang terasa keras saat palpasi, terdapat
diskontinuitas epitel yang dangkal atau dalam dengan tingkat keratosis peripheral
yang bervariasi, dasar ulser berwarna putih kekuningan.4,7 Berdasarkan faktor
penyebabnya, traumatic ulcer biasa disebabkan oleh trauma lokal tanpa disertai
faktor pembawa lainnya dari pasien, sedangkan SAR biasa disebabkan oleh faktor
dari dalam tubuh pasien, baik hormon, genetik, gangguan imun, defisiensi nutrisi,
dll yang dapat dicetus juga oleh trauma lokal pada awalnya. Ulserasi pada traumatic
ulcer akan hilang jika faktor penyebab dihilangkan, sedangkan ulserasi pada SAR
akan kambuh pada suatu saat tanpa ada penyebab trauma. Berikut pada tabel 2
menunjukkan perbedaan SAR dan traumatic ulcer :
Terapi yang diberikan kepada pasien untuk kasus SAR adalah pemberian
vitamin B12 dan asam folat ditujukan untuk membantu penyembuhan lesi ulserasi.
Berdasarkan beberapa sumber literatur obat-obatan yang biasa digunakan untuk
perawatan lesi SAR adalah :4,8’
1. Kortikosteroid.
Kortikosteroid tidak mempercepat penyembuhan dari ulser yang terjadi, namun
dapat mengurangi rasa sakit dari peradangan yang terjadi. Obat ini hanya diberikan
kepada mereka yang mengalami SAR dengan jarak 2-3 minggu sekali. Obat ini
perlu digunakan selama 2 bulan, lalu dihentikan selama satu bulan untuk menilai
apakah ada penyakit tanpa pengobatan.
2. Pasta Triamcinolone.
Merupakan kortikosteroid dalam sediaan gel yang dapat beradaptasi pada
mukosa yang lembab. Ketika diaplikasikan dengan benar, gel dapat beradaptasi
pada mukosa untuk satu atau beberapa jam, namun kesulitan yang mungkin timbul
236
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD
adalah saat mengaplikasikan gel pada ulser kadang kurang menempel dengan baik
karena kondisi rongga mulut selalu dalam keadaan basah. Obat ini hanya berguna
pada pasien dengan ulser yang dapat mudah dijangkau dari bagian depan mulut dan
untuk pasien yang dapat mengikuti instruksi dengan baik.
237
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD
gangguan imun, infeksi jamur dan bakteri serta faktor mekanikal. Penyebab
Angular cheilitis yang menonjol pada anak-anak adalah defisiensi nutrisi, biasanya
disebabkan kurangnya asupan riboflavin, zat besi dan asam folat. Defisiensi
riboflavin menyebabkan berkurangnya kematangan jaringan kolagen, sehingga
mudah terjadi infeksi. Selain kurangnya riboflavin, defisiensi zat besi dalam plasma
darah akan menghambat penyembuhan lesi dan memudahkan terjadinya Angular
cheilitis. 11
Diagnosis banding untuk Angular cheilitis adalah Herpes labialis, seperti
tampak perbedaannya pada Tabel 3.
238
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD
apakah terjadi penyembuhan pada lesi dan apakah pasien melakukan instruksi
dengan tepat. Berdasarkan hasil akhir perawatan pada kasus ini membuktikan
bahwa diagnosis dan terapi yang diberikan tepat, namun tetap diperlukan terapi
komprehensif, baik secara lokal maupun sistemik dengan memperhatikan asupan
nutrisi dan pencegahan terhadap trauma atau faktor pencetus, sehingga tidak terjadi
kekambuhan lesi ulserasi pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Scully C., Welbury R. Oral and Maxillofacial Medicine: The Basis of
Diagnosis and Treatment. 2nd edition. USA: Elsevier. 2008: 259-264.
2. Park KK., Brodell RT., Helms SE.,Angular cheilitis, part 1: local etiologies.
dalam Cutis; Cutaneous Medicine For The Practitioner. 2011:87(6); 289-95.
PMID 21838086.
3. Greenberg MS., Glick M. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment.
10th edition. Hamilton: BC Decker Inc. 2008: 547-550.
4. Cawson RA., Odell EW. Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. 7th
edition. Edinburg : Churchill Livingstone. 2002: 220-222.
5. Langlais, Robert P., Craig S., Miller. Color Atlas of Common Oral Disease.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2003: 34, 64-65.
6. Laskaris, George. Pocket Atlas of Oral Disease 2nd edition. New York:
Thieme. 2006: 23, 54-55.
7. Regezi, et al.Oral Pathology ‘Clinical Pathologic Correlations’ 5th edition,
Missouri: Saunders Elsevier. 2008: 579-580.
8. Ghom, Anil G., Savita AG. Textbook of Oral Medicine 3rd edition. New Delhi:
JP Medical Ltd. 2014: 191-202.
9. Field, A., Longman L. Tyldesley's Oral Medicine. 5th edition. Oxford
University Press. 2003: 111-112.
10. Qazi, Javed A., 2011, Vitamin B12 for the Treatment of Recurrent Aphthous
Stomatitis, JKCD 1(2): 87-90. Available online at
http://www.jkcd.org.pk/Issues/2011/June/JKCD-9.pdf (diakses 5 Mei 2016)
11. Faiz R., Angular Cheilitis-Overview And Symptoms Of Angular Cheilitis,
Available at: http://www.articlesbase.com/skin-carearticles/angular-cheilitis-
overview-and-sypmtoms-of-angular-cheilitis-285629.html> (diakses 2 Juli
2016)
12. Haveles, Elena. Delmar’s Dental Drug Reference, Delmar. Missouri: Mosby
Elsevier. 2000: 156-157.
13. Almazrooa, S, et al., 2013, Characterization and management of exfoliative
cheilitis: A single-center experience.
https://www.researchgate.net/publication/258633347 (diakses 10 Juli 2016)
239
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD