Anda di halaman 1dari 4

KERAPATAN GEREJA PROTESTAN MINAHASA (KGPM)

KGPM lahir sebagai bentuk kesaksian kepada Indische Kerk yang dinilai lahir sebagai alat
untuk mengukuhkan dominasi pemerintahan penjajah di Indonesia. Didorong oleh rasa
nasionalisme yang kuat, maka pada tanggal 25 Maret 1933 dalam suatu rapat dimanado,
diputuskan untuk mendirikan suatu gereja dengan nama “KGPM”. Namun pemerintah Belanda
dengan tegas menyatakan perlawanan terhadap kebangkitan KGPM. Pasca pertemuan pada
tanggal 21 April 1933, Belanda terus meningkatkan pengawasan.

Tokoh-tokoh nasionalis yang mempunyai peran dalam mempengaruhi rakyat Minahasa


untuk mendirikan gereja sendiri, tokoh-tokoh itu seperti Dr. Gerungan Saul, Samuel Jacob
Ratulangi, Bernard Wilhelm Lapian, Lambertus Mangindaan, Joel Walintukan dan Willem
Sumampow. Alasan mereka mau berdiri sendiri karena B. W. Lapian menilai perjuangan menuju
Indonesia merdeka sangat berat, karena itu dia mau berjuang melalui gereja.

Setelah peristiwa 23 April 1933 yang berbuntut pada larangan yang dilakukan pemerintah
Belanda, tapi tertolong oleh karena KGPM Masuk dalam organisasi binaan Pangkal Setia,
keinginan untuk mendirikan gereja otonom semakin kuat. Pangkal Setia sejak tanggal 8 Juni 1933
memulai pertubuhannya dengan tetap melaksanakan ibadah setiap hari minggu dan hari-hari biasa.
Ibdah pada waktu itu masih dilaksanakan dirumah-rumah. Sewaktu-waktu dilaksanakan juga
kebangkitan padang seperti di Wawonasa bertempat di kebun N. B. Pandean. Adapun pengurus
yang terpilih waktu itu adalah ketua: Joseph Jakobus, wakil ketua: Z. Talumepa, Sekertaris: B. W.
Lapian dan N. B. Pandean sebagai Bendahara.

Sementara itu pada beberapa jemaat Indische Kerk di Minahasa mulai terjadi perselisihan-
perselisihan atau masalah-masalah lain yang mendorong jemaat untuk mencari jalan keluar seperti
yang terjadi di Desa Tetey dan desa Wakan. Akibatnya banyak jemaat yang meminta agar Badan
Pengurus KGPM Joseph Jacobus tetap pada pendiriannya menunggu keputusan dari Batavia.
Namun pendiriannya berubah ketika datang utusan dari desa Wakan yang meminta perlindungan
pada KGPM. Untuk memenuhi keinginan warga desa Wakan, Joseph Jacobustidak bisa karena
menderita sakit, sehingga dia menugaskan B.W. Lapian selaku sekertaris badan pengurus KGPM
membantu desa Wakan. Namun B.W. lapian meminta mandat sebagai ketua untuk mengunjungi
Wakan, dan permintan itu dipenuhi oleh Joseph Jacobus. Dengan perginya B.W. Lapian tidak
terkait pada keputusan mau bekerja sama dengan Indische Kerk. Sehingga setelah melalui
pertimbangan bahwa tidak kesepakatan dengan rencana semula dan melihat gelagat Beanda yang
tidak peduli selama 6 bulan (pasca pertemuan 21 April 1933), maka pada tanggal 29 Oktober 1933
dia memproklamirkan KGPM sebagai gereja merdeka dan otonom dengan jemaat Wakan sebagai
jemaat mula-mula dan lepas dari ikatan dengan Indesche Kerk.

KGPM berdiri di desa Wakkan, karena pada waktu itu warga disana memiliki tekat dan
keberanian yang sangat kuat. Sebenarnya KGPM Berdiri di desa Tetey. Namun, warga disana
masih takut dengan pemerintahan atau Indische Kerk sehingga KGPM tidak jadi berdiri disana.
Begitu juga dengan desa-desa yang lain. Tetapi untuk sekarang KGPM sudah berdiri di beberapa
tempat, baik di pedesaan maupun diperkotaan.

Ketika KGPM diproklamirkan, begitu banyak usaha-usaha yang dilakukan oleh Belanda
agar KGPM tidak dapat berkembang. Tetapi peristiwa di Wakan disambut positif raknyat
Minahasa. Tak heran meski dibawa tekanan, dalam kurun waktu 3 tahun (1933-1936) jumblah
siding jemaat di KGPM sudah mencapai 72 sidang. Pemerintah Belanda melalui De Vreede terus
melakuakan penghambatan yang dilakukannya adalah dengan mengeluarkan pengumuman bahwa
KGPM bukanlah gereja yang sah sehingga surat permandian yang dikeluarkan tidak sah. Surat
permandian dijadikan alat karena pemerintah Belanda ketika itu untuk mengeluarkan Kartu tanda
penduduk harus mengikutsetakan suran permandian juga akta kelahiran. Tidak itu saja,
perkawinan di KGPM tidak dinyatakan sah. Selain itu, pihk Belanda juga melakukan siasat adu
domba antar jemaat di Minahasa dengan melalui propaganda, sehingga hal inilah yang
menghambat perkembangan KGPM.

Selain sidang Wakan secara berturut-turut muncul sidang pelopor, sidang Karimbow 05-
11-1933, sidang Tompaso Baru 12-11-1933, Sidang Tetey 19-11-1933, sidang Tompaso 10-12-
1933, sidang Kawangkoan 07-01-1934 dan sidang Wuwuk 07-07-1934.

Pada tanggal 14 Februari merupakan hari merah putih dan juga oleh KGPM ditetapkan
sebagai hari Pemuda KGPM untuk menghargai para pejuang KGPM seperti C.H. Taulu, B.W.
Lapian dan S.D. Wuisan. Atas perjuangan untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI
sehingga pemuda-pemuda didalamnya ada pemuda KGPM dengan tekat dan keberanian berhasil
merebut Markas Garnisun di Teling. Mulai pada tanggal 14-15 Februari 1946 bendera Merah-
Putih mulai dikibarkan di Minahasa dan sekitarnya.

Dilihat dari perjuangan adanya gereja KGPM, tepatlah bila gereja ini disebut gereja
perjuangan. Artinya, gereja ini sesungguhnya “terbentuk dan ada” dari suatu perjuangan panjang,
bukan suatu hadia atau penghargaan. Disebut sebagai gereja perjuangan, karena oleh pendirinya
dengan segala resiko yang dihadapi, tetap mempertahankan keberadaan gereja KGPM ditengah
situasi dan keinginan berbeda terhadap adanya gereja yang berdiri sendiri oleh pihak pengurus
gereja dan pemerintah. Sebagai gereja perjuangan, karena KGPM ikut serta dalam perjuangan
bangsa mencapai kemerdekaan sebuah moto yang menyemangati tekad, “bila penjajahan hadir
masuk melalui hadirnya gereja, maka melalui gereja yang samapenjajahanpun diatasi”. Hal ini
memperlihatkan bahwa adanya perjuangan untuk menjaga, memelihara dan mempertahankan
identitas. Atas dasar keberanian untuk memperjuangkan bangsa ini, maka terbentuklah tema
KGPM yaitu “Yesus Kristus dalam Kebangsaan Kebangsaan dalam Yesus Kristus.” Pertumbuhan
dan perkembangan KGPM semakin meluas dan sikap positif serta penerimaan baik terhadap gereja
KGPM semakin nyata dan diakui keberadaannya oleh pemerintah, begitu halnya oleh gereja-gereja
yang ada di Indonesia.

Adanya KGPM dapat dipandang sebagai suatu kelahiran baru, hasil dari suatu pergumulan
dan perjuangan panjang dari orang-orang percaya pribumi yang sadar dan menyoroti (tentu dari
sudut pandang kepercayaan) bahwa sangatlah penting dilakukan pembaharuan pengelolaan
organisasi gereja dari gereja yang sedang melaksanakan tugas panggilannya di Indonesia,
khususnya di Minahasa. KGPM merupakan gereja yang berdiri sendiri, yang mandiri, yang
dikelola sendiri dan bertanggungjawab sendiri terhadap semua kebutuhannya, yang tidak lekat dan
menyatu dengan urusan politik dan pemerintahan, namun yang peduli terhadap urusan dan
persoalan yang dihadapi bangsa.

Pada bagian ini KGPM mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat
dunia, serta Kepala Gereja, sumber kebenaran dan hidup yang mempersatukan dan menumbuhkan
gereja sesuai dengan Firman Allah dalam Alkitab yaitu PB dan PB. Adapun pengajaran KGPM di
antaranya, Allah adalah pencipta, pemelihara manusia, dan alam semesta tidak menghendaki
ciptaan-Nya binasa. Penyataan Allah di dalam Yesus Kristus yang menyelamatkan dunia dan
manusia. Kuasa Roh Kudus yang memimpin manusia kepada pertumbuhan dan pendewasaan iman
dalam Yesus Kristus. Hukum Kasih kepada Allah dan manusia. Pengakuan iman kepada Allah
Tritunggal. Dari pengakuan dan pengajaran ini membuat warga KGPM untuk menjadi warga
gereja yang baikdan bertanggung jawab sesuai apa yang dikehendaki Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai