ANGGOTA:
Elsa Maya M. 111711133004
Indah Safitri 111711133011
Ulfatul Fitria 111711133073
Nada Nur Zahra 111711133091
Audrey Wanda C 111711133100
PSIKOPATOLOGI D - 1
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
BAB I
KERANGKA TEORI
1.2 Gejala
1.2.1 Gejala Gangguan Intelektual
Ciri-ciri penting dari gangguan intelektual (gangguan perkembangan intelektual)
adalah defisit dalam kemampuan mental umum (Kriteria A) dan gangguan dalam fungsi
adaptif sehari-hari, dibandingkan dengan usia orang lain sebayanya (Kriteria B). Gangguan
intelektual terjadi selama periode perkembangan (Kriteria C). Diagnosis cacat intelektual
didasarkan pada penilaian klinis dan pengujian fungsi intelektual dan adaptif.
1.2.2 Gejala Gangguan Belajar
Dikutip dari DSM 5, gejala gangguan belajar adalah sebagai berikut:
A. Kesulitan belajar dan menggunakan keterampilan akademik, setidaknya
salah satu dari gejala berikut ini muncul dan bertahan selama 6 bulan,
meskipun telah dilakukan intervensi yang ditargetkan pada kesulitan-
kesulitan itu:
- Ketidak akuratan dalam membaca, membaca dengan lambat walau
sudah berusaha.
- Tidak dapat memahami kata yang dibaca.
- Kesulitan dalam pengejaan.
- Kesulitan dengan ekspresi tertulis (kesalahan grammar, tanda baca
etc.)
- Kesulitan dalam memahami pelajaran yang berhubungan dengan
angka.
- Kesulitan dengan penalaran matematis, memiliki kesulitan yang
dalam menerapkan konsep, fakta, atau prosedur matematika.
B. Keterampilan akademik di bawah rata - rata jika di bandingkan dengan
teman seusianya, sehingga hal ini menyebabkan gangguan signifikan
dengan kinerja akademik atau pekerjaan, atau dengan aktivitas kehidupan
sehari-hari.
C. Kesulitan belajar dimulai sejak periode usia sekolah tetapi mungkin tidak
termanifestasi sepenuhnya sampai individu dihadapkan dengan tuntutan
akademik tertentu (misalnya, seperti dalam tes dengan waktu yang terbatas,
membaca atau menulis laporan kompleks panjang dengan waktu yang
ketat).
1.2.3 Gejala Autisme
Menurut DSM 5, gejala - gejala autisme adalah sebagai berikut:
A. Gangguan dalam komunikasi dan interaksi sosial misalnya:
- Kesulitan dalam hal timbal balik sosial, gagal dalam merespon pada
interaksi sosial.
- Kesulitan dalam komunikasi nonverbal yang digunakan untuk
interaksi sosial, misalnya dalam hal kontak mata dan bahasa tubuh
atau tidak dapat memahami dan menggunakan gestures.
- Kesulitan dalam membentuk, memahami, dan mempertahankan
hubungan sosial.
B. Pola perilaku yang repetitive:
- Gerakan motorik yang di ulang - ulang, contoh: menjajarkan mainan
secara berulang.
- Rutinitas yang tidak flexible, perilaku verbal dan nonverbal yang
yang sama. contoh : memakan makanan yang sama setiap hari.
- Minat terhadap sesuatu dengan intensitas yang tidak normal,
misalnya: kelekatan dengan benda - benda yang tidak biasa.
- hiporeaktif terhadap input sensorik atau minat yang tidak biasa pada
aspek sensorik lingkungan, contohnya: ketidakpedulian terhadap
rasa sakit / suhu, respon negatif terhadap suara atau tekstur tertentu.
C. Gejala harus muncul pada periode perkembangan awal anak.
D. Gejala menyebabkan gangguan signifikan secara klinis pada masalah sosial,
pekerjaan, atau lainnya.
1.2.4 Gejala ADHD
Gejala ADHD muncul pada saat anak-anak. Gejala utamanya berupa hambatan
konsentrasi, pengendalian diri, serta hiperaktif (Wahidah, 2018).
A. Inatensi: anak yang mengalami ADHD umumnya mempunyai kesulitan
dalam hal memusatkan perhatian. Stimulus yang muncul secara tiba - tiba
dan spontan akan sangat mempengaruhi konsentrasi individu. Hal ini
menyebabkan proses penerimaan informasi dari eksternal menjadi
terhambat.
B. Impulsifitas: Pikiran dan tindakan individu dengan ADHD umumnya tidak
selaras. Individu dengan ADHD umumnya perasaan begitu mendominasi
sehingga mereka sangat cepat merespon. Individu dengan ADHD juga sulit
dalam menentukan skala prioritas, sehingga dapat mengganggu kepribadian
dan lingkungannya.
C. Hiperaktifitas: individu dengan ADHD memiliki gerakan motorik yang
berlebih dibanding dengan aktivitas motorik anak normal seusianya.
Individu dengan ADHD banyak bergerak tanpa merasa lelah dan sangat
sulit untukditenangkan.
1.3 Etiologi
i. Genetik
iii. Kelahiran (natal) yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi pada saat
kelahiran
iv. Setelah lahir (post-natal) akibat infeksi misalnya: meningitis (peradangan pada
selaput otak) dan problema nutrisi yaitu kekurangan gizi seperti kekurangan
protein
Ada empat kelainan yang dapat terjadi pada masa pre – natal yang dapat
menyebabkan gangguan intelektual, antara lain:
1. Kelainan Kromosom
2. Kelainan Metabolik
3. Infeksi
4. Intoksikasi
ii. Faktor ekstern seseorang, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari
luar diri orang tersebut, baik dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
serta lingkungan masyarakat.
iii. Faktor khusus, selain faktor-faktor umum tesebut ada pula sindrom yang
menyebabkan gangguan belajar yaitu sindrom yang menurut (Reber, 1988
dalam Muhibbin Syah, 2013) berupa satuan gejala yang muncul sebagai
indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar,
yaitu
1.3.3 Autisme
i. Faktor Genetik
Penelitian faktor genetik pada anak autistik masih terus dilakukan. Sampai
saat ini ditemukan sekitar 20 gen yang berkaitan dengan autisme. Namun kejadian
autisme baru bisa muncul jika terjadi kombinasi banyak gen. Bisa saja gejala
autisme tidak muncul meskipun anak tersebut membawa gen autisme (Budhiman,
M; Shattock, P; Ariani, E, 2002).
Anak-anak dengan sistem imun tubuh yang terganggu dan usus yang
meradang sangat mudah diserang oleh jamur khususnya jamur dari spesies
Candida. Kultur feces dan tes-tes laboratorium lainnya seringkali mengidentifikasi
pertumbuhan Candida albicans yang berlebihan. Ternyata beberapa riset
mengidentifikasikan bahwa beberapa spesies Candida dan jamur lainnya dapat
menjadi penyebab utama dari banyak tingkah laku yang tidak pantas dan masalah
kesehatan yang terlihat pada pasien autistik (McCandless, 2003).
v. Teori kelebihan opioid dan hubungannya dengan diet protein kasein dan
protein gluten
1.3.4 ADHD
Penyebab pasti dari ADHD ini hingga saat ini masih belum diketahui,
namun beberapa hal sebagai factor penyebab ADHD yang diyakini ialah
i. Faktor Genetik
Dari penelitian faktor keturunan pada anak kembar dan anak adopsi,
tampak bahwa factor keturunan membawa peran sekitar 80%. Dengan kata lain
bahwa sekitar 80% dari perbedaan antara anak-anak yang mempunyai gejala
ADHD di kehidupan bermasyarakat akan ditentukan oleh factor genetic. Anak
dengan orang tua yang menyandang ADHD mempunyai delapan kali kemungkinan
resiko mendapatkan anak ADHD. Namun, belum diketahui gen mana yang
menyebabkan ADHD (Paternotte & Buitelaar, 2010:17)
a. Tes darah.
b. Tes urine.
1.4.3 Autisme
4. Tidak adanya variasu dan usaha untuk permainan imitasi sosial sesuai
dengan tingkat perkembangan
iii. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat
dan aktivitas (minimal 1 gejala)
2. Tampak terikan kepada rutinitas maupun ritual spesifik yang tidak berguna
1.4.4 ADHD
Hingga saat ini masih belum ada tes pasti yang dapat mendiagnosa ADHD
terhadap anak maupun orang dewasa. ADHD baru dapat didiagnosa setelah
seseorang menunjukkan beberapa atau semua gejala-gejala dari ADHD secara
teratur selama lebih dari 6 bulan.
BAB II
ANALISA KASUS
2.1 Deskripsi Kasus Secara Umum (ADHD)
2.1.1 Penampakan Fisik Kasus
LH merupakan siswa di sekolah dasar islam terpadu Surabaya. Sejak
kecil LH sudah memiliki kesulitan untuk mengontrol perilakunya. Perilaku
hiperaktif membuat LH tidak mampu duduk dalam keadaan diam.
Melakukan kegiatan semaunya dan tidak menghiraukan perintah dari orang
tua, guru, shadow (guru pendamping), dan terapis. LH juga memiliki
kesulitan untuk berkonsentrasi dalam belajar. Kesulitan tersebut seperti
tidak mampu fokus ketika belajar di dalam kelas, tidak mampu mengerjakan
tugas secara mandiri, tidak mendengarkan perintah atau instruksi guru,
tidak mampu duduk diam, mengerjakan kegiatan di luar aktivitas belajar di
dalam kelas.
Ketika peneliti melakukan observasi kepada LH di dalam kelas, LH
mengalami kesulitan untuk fokus pada kegiatan belajar di dalam kelas,
karena LH tidak mampu belajar dalam keadaan diam. LH sering berdiri dari
tempat duduk, dalam 1 menit LH mampu berdiri sebanyak 5 kali dari tempat
duduk. LH sering melihat teman-temannya ketika guru menerangkan di
depan kelas. Suka menggigit pensil hingga patah, dan menggoyangkan
kursi. Ketika guru memberikan tugas, LH sering tidak mampu mengerjakan
sendiri. LH sering melihat teman-temannya, mencoret-coret meja,
mengganggu teman seperti memukul teman, mencubit, dan mengambil
barang milik teman.
LH sering jalan dan lari-lari di dalam kelas ketika proses belajar
mengajar. Biasanya LH berjalan menuju meja guru dan mengajak guru
berbicara. Selain itu LH juga jalan-jalan menuju bangku temannya baik
untuk melihat apa yang dikerjakan oleh temannya atau mengganggu teman.
LH juga sering keluar dari kelas seperti berlari menuju perpustakaan
dan juga ruang guru. Ketika berada di dalam perpustakaan biasanya LH
mengambil buku tentang dinosaurus. Namun ketika keluar menuju ruang
guru, LH sering memakan dan meminum apa yang ada di meja guru.
Saat belajar di dalam kelas subyek dibantu oleh shadow teacher
(guru pendamping) untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan guru
dengan baik. Dampingan ini berupa membuka hal buku, membacakan soal
yang ada di papan tulis, menuliskan soal dan jawaban yang diberikan oleh
LH. Di sekolah LH juga menjalani terapi, terapi dilakukan seminggu 3 kali.
2.1.2 Gejala-gejala yang Tampak
Berdasarkan kasus tersebut, LH mengalami gejala-gejala ADHD.
Gejala adanya gangguan ADHD ditunjukkan dengan tidak mampunya
subjek mengontrol gerakannya sendiri sehingga subjek cenderung tidak bisa
belajar dalam keadaan diam, suka berlari-lari di dalam kelas, melihat teman-
temannya, mengganggu teman dan mengajak ngobrol temannya. Selama ini
konsentrasi belajar subjek yang kurang fokus dapat dilihat dari perilaku
subyek yang suka melakukan hal lain diluar kegiatan belajar di dalam kelas.
Ketika proses belajar mengajar subyek sering tidak mendengarkan instruksi
guru dan sering keluar dari kelas.
2.1.3 Perawatan yang diterima kasus selama ini
Subjek yang mengalami ADHD sekolah di SD Inklusi Surabaya.
Saat dalam proses belajar di kelas dan menyelesaikan tugas-tugasnya,
biasanya subyek akan didampingi oleh shadow (guru pendamping).
Bimbingan shadow yang berupa mengambilkan buku subyek, membacakan
soal, dan membantu subyek untuk tetap duduk diam sangat membantu
sekali dalam meningkatkan konsentrasi belajar subyek.
3 (tiga) model dalam bimbingan belajar yang dilakukan pada subjek
di sekolah Islam Terpadu Surabaya.
Y mengikuti beberapa terapi seperti terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi
okupasi. Ketika berada di rumah, Y berkomunikasi saat membutuhkan sesuatu
seperti “pipi” (pipis), “nasi..nasi” “andu” (handuk), dan “patu” (sepatu). Orang tua
Y beberapa kali memintanya untuk memperjelas ucapannya dengan mengatakan
“ayo diulangi..Y minta…(nama benda)”. Y juga akan mengucapkan kata
idiosinkratik (kata yang diulang-ulang) seperti “vios..vios..vios” ketika merasa
tidak nyaman.
Saat ini Y berusia 19 tahun dan bersekolah di sekolah autis khusus remaja.
Di sekolah Y sering terlihat duduk sendirian di pojok ruangan sambil menutup
telinganya. Selain tampak menyendiri, Y juga menunjukkan perilaku tantrum
dalam bentuk berteriak dan memukul-mukul kepala dengan frekuensi 1-5 kali
sehari. Pembelajaran yang diikuti Y di sekolah berupa pembelajaran komunikasi
terintegrasi dengan pelajaran bahasa Indonesia dan Budi Pekerti. Guru juga
memberikan pendampingan individual apabila Y tidak mau mengikuti instruksi
sederhana.
Saat ini Y tidak lagi mengikuti terapi ABA. Y tercatat sebagai siswa di
sekolah lanjutan autis. Sekolah sebenarnya sudah mendesain kegiatan-kegiatan
tematik yang diharapkan dapat menstimulus subjek untuk berkomunikasi.
Y tidak memiliki kontak mata dengan orang lain dan tidak merespon ketika
dipanggil. Y menjauhi orang lain dan tidak menunjukkan minat bermain dengan
sebayanya dan lebih suka menyendiri. Y juga menutup telinga saat diajak
berinteraksi oleh gurunya.
Selain itu, diperlukan kerja sama antara sekolah dan orang tua dalam
menerapkan metode TEACHC (Treatment and Education of Autistic and related
Communication Handicapped Children). Pendekatan dalam TEACCH disebut
dengan Pengajaran Berstuktur (Mesibov & Shea, 2010: 571). Yamada,
Kobayashi, & Sasaki (2013: 23) menyatakan bahwa pengajaran berstruktur
diciptakan dengan berfokus pada perbedaan utama dalam aspek neurologis anak
autis. Berasal dari masalah neurologis ini, anak autis mempunyai berbagai
karakteristik. Salah satu karakteristknya yaitu membutuhkan pendekatan
berstruktur. Mesibov & Shea (2010: 572-574) berpendapat bahwa prinsip-
prinsip dalam metode TEACCH antara lain yaitu: 1) penataan lingkungan, 2)
informasi visual, 3) ketertarikan khusus sebagai penguat, dan 4) komunikasi
yang bermakna.
Waktu dikelas dan pelajaran yang aktif seperti tanya jawab D cepat
dalam menangkap pertanyaan yang diajukan oleh gurunya, namun apabila
pelajaran yang kurang aktif seperti menulis D menjadi kurang konsentrasi
bahkan seringkali D tertidur. Untuk itu guru menggedor-gedor meja agar D
terbangun dan konsentrasi lagi dalam pelajaran, selama tanya jawab D terlihat
aktif dan sering bercanda dengan teman dan gurunya. D selalu mengaku bisa
dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan namun setelah ditanya ulang
D menjawab salah, setelah diulang beberapa kali baru D mengerti.
Hardman, Drew & Egan (2002) menjelaskan bahwa ciri utama dari
individu yang mengalami retardasi mental adalah intelektual yang kurang untuk
menerjemahkan penilaian dan ketepatan dimana individu memperoleh,
mengingat, dan menggunakan pengetahuan yang baru didapatnya dibandingkan
dengan individu lainnya yang normal. Pengetahuan dan kapasitas memori dari
individu retardasi mental secara dibawah rata-rata dibandingkan anak normal
seusianya. Anak dengan retardasi mental memiliki kekurangan dalam konsep
abstrak, dalam menjelaskan sesuatu haruslah dalam bentuk konkrit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Akbar, S. N. (2017). Terapi Modifikasi Perilaku Untuk Penanganan Hiperaktif Pada Anak
Retardasi Mental Ringan. Jurnal Ecopsy, 4(1), 41-51.
Amalia, Rizky. 2018. Intervensi terhadap Usia Anak Dini yang Mengalami Gangguan ADHD
Melalui Pendekatan Kognitif Perilaku dan Alderian Therapy. Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini : Universitas Pahlawan Tuanku Tambuasai.
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic And Statistical Manual of Mental
Disorder Edition “DSM-5”. Washinton DC: American Psychiatric Publishing.
Washinton DC.
Anjani, dkk. 2013. Studi Kasus Tentang Konsentrasi Belajar Pada Anak ADHD (ATTENTION
HYPERACTIVITY DISORDER) di SDIT AT-Taqwa Surabaya dan SDN V Babatan
Surabaya. Artikel Ilmiah: Universitas Negeri Surabaya.
Budhiman, M., Shattock, P., & Ariani, E. (2002). Langkah awal menanggulangi autisme dengan
memperbaiki metabolisme tubuh. Jakarta : Nirmala
Feronika, Linda. 2016. Studi Analisis Tentang Kesulitan Membaca (Dyslexia) Serta Upaya
Mengatasinya Pada Siswa Vb Sd Muhammadiyah 22 Sruni, Surakarta. Artikel
Publikasi Ilmiah : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kemis dan Ati Rosnawati. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita. Bandung:
PT. Luxima Metro Media.
McCandless, J. 2003. Children With Starving Brains. F. Siregar, Penerjemah. Jakarta: Grasindo.
Mujiyanti, DM. 2011. Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi Pada Anak Autis di Kota
Bogor.Skripsi. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Nugraheni, D N, 2008. Pengaruh Sikap Tentang Kebersihan Diri Terhadap Timbulnya Skabies
(Gudik) Pada Santriwati di Pondok Pesantren AlMuayyid. Skripsi Mahasiswa Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Paternotte, Arga & Buitelaar, Jan. 2010. ADHD Attention Deficit Hyperactive Disorder. Jakarta:
Pernada
Portrie-Bethke, Torey; Hill, Nicole; Bethke, Jerid G. 2009. Strength-Based Mental Health
Counseling for Children with ADHD: An Integrative Model of Adventure-Based
Counseling and Adlerian Play Therapy. Journal of Mental Health Counseling. 31 (4),
323-337
Saleh, Umniyah. Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus Learning Disabilities: Kasus Disleksia.
Universitas Hasanuddin.
LAMPIRAN