SKENARIO II
FASILITATOR
OLEH
TUTOR VII B
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Pusing Yang Tidak Biasa”.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Gawat Darurat I.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Penyusun
Tutor Vll
BAB I
PENDAHULUAN
A. Skenario Kasus
Seorang perempuan umur 35 tahun masuk ke IGD Rs S karna terjatuh didalam kamar
mandi,tampak luka didaerah kepala,ada luka lecet dibahu dan daerah pipi,dibagian mulut
terdapat air liur yang banyak dan menyumbat jalan nafas,suara gargling terdengar,pernafasan
26x/menit,saat dilakukan pengkajian kesadaran apatis dengan GCS E3M4V3,saturasi oksigen
94% akral teraba dingin,HR 140x/menit (lemah),CRT >2 detik,TD 200/90 mmhg,MAP 126
mmhg.Keluarag klien mengatakan sebelum kejadian klien sempat mengeluh sakit kepala dan
merasa pusing, klien mempunyai riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu.
1.Suara Gargling
2. MAP
3. Akral
4.Kesadaran apatis
5.HR
E.Jawaban Pertanyaan
F. Learning Outcame
Emergency Hipertensi
Etiologi Patofisiologi
PEMBAHASAN
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ
target.
Hipertensi biasanya merupakan peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari 1
40 / 90 mmHg.
Hipertensi emergensi adalah keadaan gawat medis ditandai dengan tekanan darah
sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan organ target
akut (Aronow, 2017).
Hipertensi emergensi juga didefinisikan sebagai peningkatan berat pada tekanan darah
(> 180/120 mmHg) yang terkait dengan bukti kerusakan organ target yang baru atau
memburuk (Whelton et al., 2017).
1.2 Etiologi
penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidak teraturan minum obat anti
hipertensi,stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum alkohol.
Karena ketidak teraturan atau ketidak patuhan minum obat anti hipertensi menybabkan
kondisi akan semakin buruk, sehingga memungkinkan seseorang terserang hipertensi
yang semakin berat (Krisishipertensi )."tres juga dapat merangsang saraf simpatik
sehingga dapat menyebabkan 'asokontriks; sedangkan mengkonsumsi kontrasepsi oral
yang biasanya mengandung hormon estrogen serta progesteron yang menyebabkan
tekanan pembuluh darah meningkat, sehingga akan lebih meningkatkan tekanan darah
pada hipertensi, kalau tekanan darah semakinmeningkat, maka besar kemungkinan
terjadi krisis hipertensi.
Obesitas
Ginetik
Berikut ini adalah penyebab hipertensi emergensi (Alwi et al., 2016):
Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik
dengan hipertensi berat, pendarahan intraserebral, pendarahan subaranoid, dan
trauma kepala
Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut infark miokard akut,
pasca operasi bypass koroner
Kondisi ginjal: Glomerulonefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal
karena penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal
Akibat ketokolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan atau
obat dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme
rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis
pasca cedera korda spinalis
Eklampsia
Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera,
hipertensi pasca operasi, pendarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular
Luka bakar berat
Epistaksis berat
Thrombotic thrombocytopenic purpura
1.4 Patofisiologi
Patofisiologi yang tepat dari krisis hipertensi masih belum jelas (Singh, 2011;
Varounis et al., 2017). Kecepatan onset menunjukkan faktor pemicunya adalah hipertensi
yang sudah ada sebelumnya (Singh, 2011). Dua mekanisme yang berbeda namun saling
terkait mungkin memainkan peran sentral dalam patofisiologi krisis hipertensi.
Mekanisme pertama adalah gangguan mekanisme autoregulasi di vascular bed (Varounis
et al., 2017).
Sistem autoregulasi merupakan faktor kunci dalam patofisiologi hipertensi dan krisis
hipertensi. Autoregulasi didefinisikan sebagai kemampuan organ (otak, jantung, dan
ginjal) untuk menjaga aliran darah yang stabil terlepas dari perubahan tekanan perfusi
(Taylor, 2015).
Jika tekanan perfusi turun, aliran darah yang sesuai akan menurun sementara, namun
kembali ke nilai normal setelah beberapa menit berikutnya. Gambar 2 menggambarkan
bahwa jika terjadi kerusakan fungsi autoregulasi, jika tekanan perfusi turun, hal ini
menyebabkan penurunan aliran darah dan peningkatan resistensi vaskular. Dalam krisis
hipertensi, ada kekurangan autoregulasi di vascular bed dan aliran darah sehingga tekanan
darah meningkat secara mendadak dan resistensi vaskular sistemik dapat terjadi, yang
sering menyebabkan stres mekanis dan cedera endotelial (Taylor, 2015; Varounis et al.,
2017).
1.5 Penatalaksaan
Pengobatan hipertensi emergensi tergantung pada jenis kerusakan organ. Pada stroke
iskemik akut tekanan darah diturunkan secara perlahan, namun pada kasus edema paru
akut atau diseksi aorta dan sindroma koroner akut maka penurunan tekanan darah
dilakukan dengan agresif. Penurunan tekanan darah bertujuan menurunkan hingga < 25%
MAP pada jam pertama, dan menurun perlahan setelah itu.
Obat yang akan digunakan awalnya intravena dan selanjutnya secara oral, merupakan
pengobatan yang direkomendasikan (Turana et al., 2017).
Secara umum, penggunaan terapi oral tidak disarankan untuk hipertensi emergensi
(Whelton et al., 2017), sebaiknya menggunakan parenteral (Whelton et al., 2017; Elliott
et al., 2013).
Pada orang dewasa dengan hipertensi emergensi, disarankan masuk ke unit perawatan
intensif (ICU), dilakukan pemantauan secara terus-menerus terhadap tekanan darah dan
kerusakan organ target dengan pemberian obat parenteral yang tepat. Tekanan darah
sistolik harus dikurangi menjadi < 140 mmHg selama satu jam pertama dan < 120 mmHg
pada diseksi aorta (Whelton et al., 2017).
1.7 Komplikasi
Otak: ensefalopati hipertensi, infark serebral, pendarahan intraserebral, retinopati
Jantung: sindrom koroner akut, gagal jantung akut
Aorta: diseksi aorta
Ginjal: gagal ginjal akut
Plasenta: eklampsia
2. Asuhan keperawatan
2.1 Pengkajian
a) Anamnesis Anamnesis pasien harus dilakukan secara cermat, mengenai:
Riwayat hipertensi (awitan hipertensi, jenis obat yang dikonsumsi, kepatuhan
berobat).
Gangguan organ (kardiovaskular, serebrovaskular, renovaskular, dan organ lain).
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan sesuai dengan kecurigaan organ target yang terkena
berdasarkan anamnesis yang didapat.
Pengukuran tekanan darah di kedua lengan.
Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.
Auskultasi untuk mendengar ada / tidak bruit pembuluh darah besar, bising
jantung, dan rhonki paru.
Pemeriksaan neurologis umum.
Pemeriksaan funduskopi.
Pengkajian Primer
Airway : kaji kebersihan jalan nafas, ada tidaknya jalan nafas, dan tanda-tanda
pendarahan di jalan nafas.
Breathing : kaji frekuensi nafas, usaha pergerakan dinding dada, suara nafas, dan
udara yang di keluarkan.
Circulation : kaji denyut nadi karotis, tekanan darah dan warna kulit
Disability : kaji tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, dan GCS
Eksposure : kaji tanda-tanda trauma
Pemeriksaan laboratorium awal: Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula darah dan
elektrolit. Urinalisis.
2.3 Intervensi
Buka jalan nafas gunakan teknik chin lift atau jaw turst
posisikan klien untuk memaksimalkan ventelasi
informasikan pada klien dan keluarga tentang suction
auskultasi suara nafas sebelum diberikan suction
lakukan suction
monitor sttus oksigen
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipertensi emergensi disertai dengan kerusakan organ sasaran, sedangkan hipertensi
urgensi tanpa kerusakan organ sasaran /kerusakan minimal. Pada kebanyakan
penderita krisis hipertensi , TD diastolik > 120 – mmHg.Dalam memberikan terapi
perlu diperhatikan beberapa faktor : Apakah penderita dengan hipertensi emergensi
atau urgensi. Mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat. Cepatnya TD
diturunkan, TD yang diinginkan dan lama kerja, dari obat. Autoguralsi dan perfusi
dari vital oragan(otak, jantung, dan ginjal) bila TD diturunkan. Faktor klinis lain :
obat lain yan gdiberikan , status volum dll.Effek sqamping obat Besarnya penurunan
TD umumnya kira-kira 25% dari MAP ataupun tidak lebihrendah dari 170-
180/100mmHg.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif. Amin huda. Dkk, 2015. NANDA, NIC, NOC., jilid 2.,Yogyakarta
Sodoyo, Aru w, Bambang Setiohadi. 2018. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Interna Publising