Anda di halaman 1dari 26

TUGAS ASUHAN GIZI III

Penyakit Saluran Pernafasan

“Penyakit Pernafasan dengan Gagal Nafas”

Dosen Pembimbing : dr. Etisa Adi Murbawani, M.Si,. Sp.GK

Fatih Az Zahra 22030112120009

Adisty Nurul Husna 22030112130019

Nindya Marta G. P. 22030112130021

Syahrani Aulia Lubis 22030112130025

Cahyani Kusumaningtyas 22030112130047

Silmi Mahardini 22030112110069

Eka Indah Yuniarti 22030112140099

ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Gambaran Kasus

Keterangan Pasien: gangguan pernapasan akut, COPD, gangguan vascula perifer dengan
intermittent claudication

Riwayat pasien:

Onset penyakit: Pasien memiliki riwayat penyakit paru obstruktif kronis, yang mungkin
disebabkan dari penggunaan tembakau berat yakni dalam jangka waktu yang lama dan jumlah
yang banyak, menjalani tes PPD sebanyak 2 tahap (purified protein derivative) selama 50 tahun
untuk melihat apakah terdapat infeksi tuberculosis atau tidak. Hari ini, kondisinya terlihat seperti
keadaan biasanya ditandai dengan adanya pembatasan frekuensi olahraga yang berhubungan
dengan dyspnea (kesulitan bernafas) saat aktivitas. Dia juga memperhatikan adanya kebutuhan
terhadap penggunaan 2 bantal akibat adanya orthopnea (bentuk gangguan seperti dyspnea
dimana pasien hanya dapat bernafas dengan nyaman saat ia duduk atau berdiri tegak),
pembengkakan di kedua ekstremitas bawah. Hari ini, ketika dia sedang berkebun, tiba-tiba dia
merasakan adanya gangguan pernafasan (dyspnea). Istrinya langsung membawanya ke UGD. Di
UGD, pasien diberikan hasil rontgen dadanya yang menunjukkan adanya pneumothorax pada
paru-paru bagian kiri. Pasien mengatakan bahwa ia juga merasakan kram di betis bagian kanan
saat ia berjalan.

Riwayat Medis: Kolesistektomi (pengangkatan kantung empedu) 20 tahun yang lalu. Ekstraksi
total gigi (pencabutan gigi) 5 tahun yang lalu. Pasien merasakan adanya gangguan intermittent
claudication (kondisi medis yang ditandai dengan rasa gatal atau nyeri kram pada tungkai kaki
ketika berjalan). Pasien memiliki alergi terhadap penicillin. Didiagnosis dengan emfisema lebih
dari 10 tahun yang lalu. Obat yang digunakan oleh pasien yaitu, Combivent (metered dose
inhaler) - 2 inhalasi 4 kali sehari (masing-masing inhalasi mengandung 18 mcg bromide
ipratropium dan 130 mcg albuterol sulfat).

Riwayat pembedahan: Kolesistektomi (pengangkatan kantung empedu) 20 tahun yang lalu.


Obat yang digunakan saat ini: Combivent, Lasix, O2 2 L / jam melalui nasal canula pada malam
hari

Penggunaan tembakau: Ya; tes PPD sebanyak 2 tahap selama 50 tahun

Penggunaan alkohol: Ya; 1-2 botol miras, 1-2 kali / minggu

Riwayat keluarga: Ayahnya memiliki riwayat kanker paru-paru

Demografi:

Status pernikahan: Menikah, tinggal bersama istri yang berusia 62 tahun dan memiliki empat
orang anak yang keempatnya tidak tinggal bersama dalam satu atap.

Pendidikan: Sarjana

Bahasa: Inggris dan Jepang

Pekerjaan: Pensiun dari manajer supermarket lokal

Jam kerja: N/A

Kebangsaan: Nisei

Agama: Methodist

Riwayat fisik:

Keluhan utama: "Suami saya telah memiliki emfisema selama bertahun-tahun Ia bekerja di
kebun hari ini dan merasakan sesak napas secara tiba-tiba. Pada akhirnya saya menelepon dokter
dan dia meminta saya untuk segera membawanya ke UGD.”

Tanda-tanda vital:

Suhu: 98oF Denyut nadi: 118 Tingkat pernapasan: 36

TD: 110/80 Tinggi badan: 162,56 cm Berat badan: 55,33 kg

Jantung: bunyi jantung normal; tidak ada murmur atau gallop


HEENT (Kepala, Mata, Telinga, Hidung, Tenggorokan): dalam batas normal; tes funduskopi
mengindikasikan adanya AV nicking (suara memekik)

Mata: refleks pupil normal

Telinga: Penurunan neurosensorik

Hidung: Normal

Tenggorokan: vena jugularis terlihat menggembung. Trakea bergeser ke kanan. Karotis


berbentuk simetris.

Alat vital: normal

Rectal: normal

Ekstremitas: Edema

Kulit: tekstur kering, hangat

Dada / paru-paru: hiper resonansi di dada kiri pada bagian depan dan belakang. Suara tarikan
napas yang kencang terdapat pada dada sebelah kanan.

Perut: bekas luka bedah pada perut bagian kanan atas. Tidak ada organomegali atau massa.

Sirkulasi: terdapat suara menekik. Tidak ditemukan adanya denyut nadi di bagian PT (Posterior
Tibialis) dan DP (Dorsalis Pedis).

Pengkajian keperawatan 3/26


Penampakan abdomen obesitas sentral
Palpasi abdomen lembut
Fungsi usus tidak berfungsi
Suara perut
RUQ Ada
LUQ Ada
RLQ Ada
LLQ Ada
Warna feses Coklat
Konsistensi feses Lembut
Pipa/ostomy (tindakan operasi yang Kateter
dilakukan dengan membuat lubang stoma)
Genitourinari
Pembatasan urinari Kateter
Sumber urin Kateter
Penampakan Kuning
Integumen
Warna kulit Pucat
Suhu Hangat
Turgor kulit Normal
Kondisi kulit Normal
Membran mukosa Normal
Komponen lain pada skor braden tekanan sensorik, 18, tidak beresiko

Zat Gizi

Riwayat: Menurut istrinya, biasanya sarapan adalah makan yang terbesar. Namun, selama
beberapa minggu terakhir nafsu makan Bapak H menurun. Istri bapak H menyatakan bahwa
berat badan suaminya paling berat mencapai 61.2 kg, tetapi menurutnya bapak H berat badannya
lebih dari 61.2 kg.

Kebiasan asupan sehari:

Makan pagi : telur, sereal panas, roti atau muffin, teh panas (dengan susu dan gula)

Makan siang : sup, sandwich, teh panas (dengan susu dan gula)

Makan malam : sedikit daging, nasi, 2-3 macam buah-buahan, teh panas (dengan susu dan gula)

Recall 24 jam: 2 telur telur orak-arik, krim gandum, teh panas, roti; tidak ada makanan sisa.

Alergi terhadap makanan : tidak ada


Terapi gizi sebelumnya : tidak ada

Pembelian/persiapan makan : istri bapak H

Asupan vitamin : tidak ada

Nama substansi kimia Rentang normal 3/26


Bilirubin (mg/dL) < 0,3 0.8
Kolesterol (mg/dl) 120 - 199 155
HDL (mg/dl) >55 F, >45 M 32
LDL (mg/dl) <130 142
Rasio LDL/HDL <3.22 F 4,44
<3.55 M
TGS (Trigliserida) 35 – 135 F 155
40 – 160 M
BAB II

NUTRITION CARE PROCESS

2.1. Skrining Gizi

Nama belakang : Mr. Hayato Berat badan : 55.33 kg dengan edema

Nama Depan : Daishi Tinggi Badan : 16.56 cm

Jenis kelamin : Laki-laki Tanggal : 3/26

Skrining
A Apakah terdapat penurunan asupan makanan selama 3 bulan terakhir
akibat dari kehilangan nafsu makan , masalah pencernaan , kesulitan
mengunyah atau menelan?
0 = Penurunan asupan makanan berat √
1 = Penurunan asupan makanan sedang
2 = Penurunan asupan makanan ringan
B Penurunan berat badan selama 3 bulan terakhir
0 = Penurunan berat badan lebih besar dari 3 kg (6.6 lbs)
1 = Tidak diketahui
2 = Penurunan berat badan antara 1 dan 3 kg (2.2 dan 6.6 lbs) √
3 = Tidak terdapat penurunan berat badan
C Mobilitas
0 = Tempat tidur atau kursi dorong
1 = Mampu untuk bangkit dari tempat tidur / kursi tetapi tidak dapat keluar
2 = Keluar √
D Apakah pasien menderita stres psikologis atau penyakit akut dalam 3
bulan terakhir ?
0 = Ya
2 = Tidak √
Masalah neuropsikologi
0 = Dementia atau depresi berat
1 = Dementia ringan
2 = Tidak terdapat masalah psikologi √
F1 Indeks massa tubuh (IMT) (berat badan dalam kg) / (tinggi dalam m2)
0 = IMT kurang dari 19
1 = IMT 19 sampai kurang dari 21 √
2 = IMT 21 sampai kurang dari 23
3 = IMT 23 atau lebih
Jika tidak tersedia indeks massa tubuh (IMT), ganti pertanyaan F1 dengan
pertanyaan F2. Jangan menjawab pertanyaan F2 jika pertanyaan F1 sudah
selesai.
F2 Lingkar betis (LB) dalam cm -
0 = LB kurang dari 31
3 = LB 31 atau lebih
Skor skrining
(maksimal 14 poin)

12 - 14 poin: status gizi normal


8 - 11 poin: beresiko malnutrisi √
0 - 7 poin: kekurangan gizi

2.2. Nutrition Assessment1,2

Domain Data Identifikasi Masalah Interpretasi


Data
FH FH-1.1.1.1 Total asupan energi 1446 kkal Asupan inadekuat
FH-1.2.1.1 Asupan cairan 965,3 ml (830,3 Asupan inadekuat
ml+2100-1965 ml)
FH-1.4.1.1 Volume minum alkohol 1-2 gelas Asupan moderat
FH-1.4.1.2 Frekuensi minum alkohol 1-2 kali seminggu
FH-1.5.1.1 Total lemak 36,1 g Asupan adekuat
FH-1.5.2.1 Total protein 49,3 g Asupan inadekuat
FH-1.5.3.1 Total karbohidrat 227,2 g Asupan inadekuat
NKA
FH-2.1.2.5 Alergi makanan
AD AD-1.1.1 TB 162,56 cm = 2,64
AD-1.1.2 BB 55,33 kg (dengan edema)
Koreksi BB :
55,33-(5%x55,33%) =
55,33-2,76 = 52,57 kg
AD-1.1.5 BMI 19,91 kg/m2 Underweight
(Normal = >20
kg/m2 )1
BD BD-1.1.1 Arterial pH 7.2↓ ; 7.3↓ ; 7.36 ; 7.22↓ Rendah (normal
7.35-7.45)
BD-1.1.2 Arterial bikarbonat 38↑ ; 33↑ ; 32↑ ; 37↑ Tinggi (normal
24-28)
BD-1.1.3 pCO2 65↑ ; 59↑ ; 50↑ ; 66↑ Tinggi (normal
35-45mm Hg)
BD-1.1.4 pO2 56↓ ; 58↓ ; 60↓ ; 57↓ Rendah (normal
≥80mm Hg)
BD-1.4.6 Bilirubin 0.8 Tinggi (normal
<0.3)
BD-1.7.2 HDL 32 mg/dL Rendah (normal
>55 F, >45M)
BD-1.7.3 LDL 142 mg/dL Tinggi (normal
<130)
BD-1.7.6 LDL : HDL 4.44 Tinggi (normal
<3.22 F, <3.55
M)
BD-1.10.1 Hemoglobin 13.2 g/dL Rendah (normal
12-15 F, 14-17
M)
BD-1.10.2 Hematokrit 39% Rendah (normal
37-47 F, 40-54
M)
PD PD-1.1.3 Cardiovascular-pulmonary - Vena jugularis mengalami
distensi
- Hiperresonansi pada dada
kiri anterior dan posterior
- Suara tarikan nafas yang
keras dan kasar pada dada
kanan tanpa adanya suara
yang sama pada dada kiri

PD-1.1.4 Ekstremitas, otot, dan - Sianosis, edema


tulang - Telinga ada sedikit defisit
neurosensori pada akustik
(sensor pendengaran)

PD-1.1.5 Sistem Digestive (mulut - Trakea tampak bergeser ke


hingga rektum) kanan
- Abdomen tampak sedikit
buncit
- Kontinensi urin
- Pengeluaran urin melalui
catheter

PD-1.1.8 Integumen Warna kulit pucat, sedikit Kulit kasar


kasar dimungkinkan
karena kurang
asupan cairan

PD-1.1.9 Tanda vital - Tekanan darah : 110/80 Normal


mmHg
- Suhu : 36,67 0 C Normal
- Respiratory rate : 36 Normal
nafas/menit
- Nadi : 118/menit Takikardi
CH CH-1.1.1 Usia 65 tahun
CH-1.1.2 Jenis kelamin Laki-laki
CH-1.1.3 Etnik Nisei
CH-1.1.4 Bahasa Inggris dan Jepang
CH-1.1.6 Pendidikan Sarjana
CH-1.1.7 Peran dalam keluarga Suami
CH-1.1.8 Merokok 2 bungkus sehari
CH-2.1.13 Respirasi Dyspnea
CH-2.2.1 Terapi / perawatan medis Combivent, Lasix
CH-2.2.2 Riwayat operasi Cholecystectomy
CH-3.1.4 Dukungan sosial & medis Hanya istri yang
mendukung
CH-3.1.6 Pekerjaan Pensiunan
CS CS-1.1.1 Total kebutuhan energi BEE = 9.99 x 55,33 kg +
6.25 x 162,56 cm - 4.92 x
65 + 5 = 552,74 + 1016 –
319,8 +5 = 1253,94 kkal
AF = 20% x 1253,94 =
250,78
SDA = 10% x (1253,94 +
250,78) = 150,47 kkal
TEE = 1253,94 + 250,78 +
150,47 = 1655,11 kkal

CS-1.1.2 Metode perkiraan Mifflin et al formula


perhitungan energi
CS-2.1.1 Total kebutuhan lemak = 42 % x 1655,11 kkal
= 695,14 kkal atau 77,24
gr

CS-2.2.1 Total kebutuhan protein 18% x 1655,11


= 297,91 kkal atau 74,47
gr 2

CS-2.3.1 Total kebutuhan Kh 40% x 1655,11


= 662 kkal atau 165,5 gr

CS-3.1.1 Total kebutuhan cairan = (25-40) ml x 55,33 kg / 24


jam = (1383,25 – 2213,2)
ml / 24 jam = 1,3 -2,2 liter
per hari

2.3. Nutrition Diagnosis

No. Problem Etiologi Sign/Symptoms


1. Asupan oral Daya terima makanan Asupan oral berdasarkan hasil
inadekuat (NI-2.1) menurun dan ketidak recall 24 jam yakni 1446 kkal
mampuan untuk makan kurang dari batasan normal
dan minum disebabkan yakni 1655,11 kkal.
terganggunya saluran
pernafasan akibat nafas
yang pendek.
2. Asupan cairan Daya terima makanan Asupan cairan berdasarkan
inadekuat (NI-3.1) terbatas dan ketidak hasil recall 24 jam yakni 965,3
mampuan untuk makan ml kurang dari batasan normal
dan minum. yakni 1,3 – 2,2 liter per hari.
3. Altered nutrition- Perubahan fungsi paru- Hasil laboratorium
related laboratory paru dengan merubah nilai menunjukkan bahwa kadar pO2
values (NC-2.2) hasil laboratorium. rendah dari normal dan pCO2
tinggi dari normal.
1. Inadekuat oral intake (NI-2.1) berkaitan dengan menurunnya kemampuan untuk
mengkonsumsi makanan ditandai dengan swallowing difficulty.
2. Inadequate fluid intake (NI-3.1) berkaitan dengan kurangnya akses untuk minum (manula)
berkaitan dengan kurangnya perkiraan asupan cairan dari kebutuhan yaitu 830,3 ml.
3. Altered nutrition-related laboratory values (NC-2.2) berkaitan dengan pulmonary disfunction
ditandai dengan perubahan pO2 dan pCO2 (pulmonary disorder)

2.4. Nutrition Intervensi

Intervensi dibagi menjadi dua ketika kondisi pasien belum dapat mengasup makanan per oral
sehingga harus diberi nutrisi enteral dan ketika kondisi sudah membaik dan mampu makan
melalui oral

2.1.1. Tujuan
a. Memenuhi kebutuhan asupan zat gizi dengan mempertimbangkan keadaan COPD
yang dialami oleh pasien
b. Memenuhi kebutuhan cairan dengan mempertimbangkan kondisi odema
c. Memberi rekomendasi asupan yang tidak memberatkan kondisi paru-paru pasien

2.1.2. Preskripsi
a. Pemberian asupan energi yaitu 1780,55 kkal/hari sesuai dengan kebutuhan pasien.
b. Pemberian protein 89 gram sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemberian karbohidrat 200,3 gram sesuai dengan kebutuhan pasien.
d. Pemberian cairan yang cukup yaitu 1,3-2,1 liter/hari dengan pemberian secara
bertahap, cairan yang tidak berkafein dapat membantu membuat lapisan mukosa
disaluran nafas menjadi tipis dan dapat batuk dengan mudah
e. Makanan yang diberikan dibagi menjadi 6 kali makan dalam porsi kecil
f. Pemberian makanan yang dapat memenuhi kebutuhan mikronutrien, seperti Ca =
1877,1 mg, Vit D = 5,5 µg, Vit A = 766,9 µg, Vit C = 53,2 mg, Vit E = 13,5 mg, Mg
= 420 mg, Fosfor = 700 mg
g. Pembatasan asupan natrium agar tidak lebih dari 2400 mg karena natrium dapat
menyebabkan retensi cairan
2.1.3. Perhitungan Kebutuhan
BB = 55,33 kg

Koreksi BB karena adanya odema 5%

BB aktual = BB saat ini x 5%

= 55,33 x 5%

= 52,56 kg

BMR = 9.99 x 52,56 kg + 6.25 x 162,56 cm - 4.92 x 65 + 5


= 525,07 + 1016 – 319,8 +5
= 1226,27 kkal
Koreksi BMR yang meningkat 10-15% akibat COPD
BMR = 1226,27 x 10%
= 122,63 kkal
= 1226,27 + 122,63
= 1348,9 kkal
AF = 20% x 1348,9
= 269,78 kkal
SDA = 10% x (1348,9 + 269,78)
= 161,87 kkal
TEE = 1348,9 +269,78+161,87
= 1780,55 kkal

Lemak = 35% x 1780,55 kkal


= 623,2 kkal atau 69,2 gr
Protein = 20% x 1780,55
= 356,11 kkal atau 89 gr
KH = 45% x 1655,11
= 801,3 kkal atau 200,3 gr
Cairan = (25-40) ml x 52,56 kg / 24 jam
= (1314 – 2102,4) ml / 24 jam
= 1,3 -2,1 liter per hari

Kebutuhan cairan dipenuhi secara bertahap agar tidak menyebabkan retensi cairan yang
dapat memperparah odema.
Tahapan pemberian cairan pertama diberi sesuai dengan kebiasaan pasien yaitu 800 mL,
kemudian bertahap menjadi 900 mL, 1000 mL, 1200 mL, 1300 mL. Pemberian tersebut tidak
bisa dipaksakan, ketika pasien mampu untu mengasup lebih banyak cairan dianjurkan untuk
menuju ke tahap pemberian cairan yang lebih banyak hingga memenuhi kebutuhan. Retensi
cairan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya efek samping dari terapi medis misalnya
obat-obatan, efek samping dari kondisi penyakit. Retensi cairan juga dapat disebabkan terlalu
banyak mengonsumsi garam, dan jarang diakibatkan karena konsumsi cairan yang berlebihan3,
sehingga pemenuhan kebutuhan sesuai dengan kebutuhan harus dicapai secara bertahap.

2.1.4. Implementasi
1. Tahap I (Ketika kesulitan mengasup per oral  Nutrisi Enteral)
Terdapat formula nutrisi enteral yang dijual komersial yang dibuat khusus untuk pasien
dengan penyakit pernafasan yang mengandung karbohidrat rendah (30%) dan lemak yang lebih
tinggi (50%)4, misalnya yang tertera sebagai berikut5:
% Harga/1000 kkal
Produk Produsen Kkal/mL % KH % Lemak
Protein (dlm USD)
NovaSource Novartis 1,5 40,0 20,0 40,0 6,72
Pulmonary
NutriVent Nestle 1,5 27,0 18,0 55,0 5,33
Pulmocare Ross 1,5 28,2 16,7 55,1 4,28
Respalor Novartis 1,5 40,0 20,0 40,0 7,50
2. Tahap II (Ketika keadaan sudah lebih baik dan dapat mengasup makanan melalui
oral)
Menu 1 hari (1780,55 kkal)
Sarapan
½ cangkir (120 ml) jus apel
2 lbr roti tawar dengan mentega, keju dan daging asap
½ gelas (120 ml) susu (whole milk)

Snack 1
Chocolate Peanut Butter Shake
½ cangkir heavy whipping cream
3 sdm creamy peanut butter
3 sdm sirup cokelat
1 ½ cangkir es krim cokelat

Makan siang
100 gr nasi dengan 50 gr kacang, bawang dan paprika
Scramble egg
Miso soup
Rumput laut
Tahu
2 bh Biskuit
1 cangkir (240 ml) teh tidak berkafein

Snack 2

Great Grape Slush

2 bh es krim anggur

½ cangkir jus anggur atau soda lemon

2 sdm sirup jagung


1 sdm minyak jagung

Makan malam
Sushi Mr Crab
50 gr Nasi
Rumput laut
Timun
Wortel
Crab stick
Chicken katsu
50 gr Dada ayam
Tepung
Salad
Kubis
Wortel
Saus tousand island

Snack 3
Super Pudding
2 cangkir whole milk
2 sdm minyak zaitun
1 bks agar-agar instan
¾ cangkir susu bubuk

Perhitungan Menu
Zat Gizi Asupan Kebutuhan
energi 1778,5 kkal 1780,55 kkal
Air 1418,1 g 1300-2100 ml
protein 85,0 g 89 gr
lemak 72,2 g 69,2 gr
karbohidrat 192,7 g 200,3 gr
Vit. A 993,3 µg 766,9 µg
Vit. E 10,2 mg 13,5 mg
Vit. C 56,8 mg 53,2 mg
sodium 1568,9 mg <2400 mg
kalsium 834,8 mg 1877 mg
magnesium 284,9 mg 420 mg
fosfor 1282,6 mg 700

2.5. Nutrition Monitoring dan Evaluasi

Diagnosis Intervensi Evaluasi


Asupan oral tidak adekuat Memenuhi kebutuhan asupan Kebutuhan makanan terpenuhi
(NI-2.1) zat gizi dengan sesuai dengan kebutuhan
mempertimbangkan keadaan pasien yang dipantau dengan
COPD yang dialami oleh recall 24 jam.
pasien.

Asupan cairan tidak adekuat Memenuhi kebutuhan cairan Kebutuhan cairan pasien
(NI-3.1) dengan mempertimbangkan terpenuhi yaitu 1,3-2,1
kondisi odema. liter/hari dengan pemberian
secara bertahap.
Altered nutrition-related Memberi rekomendasi asupan Kebutuhan zat gizi terkait
laboratory values (NC-2.2) yang tidak memberatkan paru- dapat terpenuhi dengan
paru pasien. memberikan 6 kali makan
dalam porsi yang kecil dengan
porsi karbohidrat (45%),
lemak (35%), protein (20%).
BAB III

PEMBAHASAN

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri atas bronkitis
kronis dan emfisema atau gabungan keduanya. Pada pasien dalam kasus ini, didiagnosis bahwa
pasien mengalami emfisema lebih dari 10 tahun yang lalu. Pada emfisema ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding alveoli, sehingga
klien selalu kehabisan napas dan lebih sulit untuk menjadi aktif.

Pertama-tama, Bapak H mengalami gangguan pernafasan (dyspnea) dan pneumothorax.


Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pasien dengan PPOK mengalami kesulitan
bernafas dan hanya mendapatkan sedikit oksigen untuk memenuhi fungsionalitas organ.
Kegagalan fungsionalitas paru-paru yang terjadi pada pasien dengan PPOK disebabkan adanya
kista di paru-paru yang dapat pecah. Denyut nadinya mencapai 118 BPM dan laju respirasi
sebanyak 36 BPM. Dua indikator tersebut berada pada kategori tinggi, dimana digunakan
sebagai salah satu acuan diagnosis terjadinya PPOK disebabkan jantung dan paru-paru
membutuhkan kerja yang lebih berat untuk menyediakan oksigen bagi seluruh tubuh yang
memerlukan oksigen. Pada bagian ekstremitas tubuhnya, dia mengalami sianosis (gangguan pada
kulit yang menyebabkan warna kulit, kuku, dan membrane mukosa menjadi biru), yang mana
mengindikasikan adanya kekurangan oksigen pada bagian tubuhnya yang lebih jauh dari jantung.
Wajahnya juga terlihat pucat yang berhubungan dengan adanya kekurangan oksigen. Selama
menjalankan tes terhadap dada/paru-paru-nya, didapatkan adanya hyperresonansi dan suara
tarikan nafas yang kencang. Hal ini berarti bahwa dia bernafas lebih berat dibandingkan dengan
orang normal yang tidak mengalami gangguan pernafasan dan dia membutuhkan lebih banyak
energi untuk mendapatkan oksigen yang dia butuhkan.

Pada assessment domain data biokimia, ditemukan bahwa kadar gas-gas dalam darah di
bagian arteri, kesemuanya memiliki kadar diluar kisaran normal. Ditunjukkan bahwa pH arteri
dan pO2 pasien tersebut memiliki kadar yang lebih rendah dari normal ditandai dengan skor pH
arteri adalah 7.2↓ ; 7.3↓ ; 7.36 ; 7.22↓ lebih rendah dibandingkan skor normal yakni 7.35-7.45
dan skor pO2 adalah 56↓ ; 58↓ ; 60↓ ; 57↓ lebih rendah dibandingkan skor normal yakni ≥80mm
Hg. Sedangkan untuk status kadar pCO2 dan bikarbonat arteri memiliki kadar yang lebih tinggi
dibandingkan kadar normal ditandai dengan skor pCO2 adalah 65↑ ; 59↑ ; 50↑ ; 66↑ lebih tinggi
dibandingkan skor normal yakni 35-45mm Hg dan skor bikarbonat arteri adalah 38↑ ; 33↑ ; 32↑ ;
37↑ lebih tinggi dibandingkan skor normal yakni 24-28. Hal ini mengindikasikan bahwa
tubuhnya mengalami kondisi kompensasi terhadap adanya asidosis pada pernafasannya
disebabkan oleh tingginya kadar CO2 yang menyebabkan pH arteri turun, dan disertai dengan
kadar bikarbonat arteri yang tinggi menunjukkan bahwa ginjalnya mencoba untuk menormalkan
kadar pH dengan mengubah bikarbonat arteri basa melalui proses metabolik.

Tingginya rasio LDL/HDL disebabkan Bapak H cenderung memakan banyak telur dan
olahannya. Sedangkan rendahnya kadar hemoglobin dan hematokrit berhubungan dengan
kurangnya konsumsi makanan yang kaya akan protein dan zat besi.

Kebiasaan merokok pada bapak H menjadi salah satu factor resiko terpenting, jauh lebih
penting dari factor resiko lainnya. Penyebab lain adalah riwayat terpajan polusi udara
(lingkungan dan tempat kerja) dimana dahulu pasien tersebut bekerja sebagai manajer di pasar
local. Selain itu factor hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah berulang,
jenis kelamin laki-laki dan ras (kulit putih lebih berisiko).

Pasien dengan PPOK memiliki status gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan orang
normal tanpa PPOK disebabkan kesulitan pasien untuk makan dan nafsu makan pasien yang
menurun. Pasien dengan PPOK pada umumnya mengalami penurunan berat badan yang
disebabkan adanya peningkatan kebutuhan energi dimana energy tersebut digunakan untuk
bernafas dan akibat dari adanya penurunan nafsu makan menyebabkan penurunan terhadap
asupan makan.

Pasien yang merokok membutuhkan asupan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan
asupan normal. Selain itu, mineral bertanggung jawab terhadap proses kontraksi otot seperti
kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) yang penting untuk dimonitoring karena seluruh kontraksi
otot perlu bernafas. Pasien tersebut memiliki risiko osteoporosis yang lebih besar jika asupan
kalsium tidak terpenuhi. Asupan vitamin D perlu ditingkatkan untuk mendukung absorpsi
kalsium. Monitoring terhadap status vitamin K, natrium dan kalium menyesuaikan terhadap
kondisi pasien dan obat yang digunakan.
Respiratory quotient (RQ) merupakan rasio antara karbondioksida dengan oksigen yang
dikonsumsi oleh organisme pada waktu tertentu. Terdapat perbedaan jumlah karbondioksida
yang diproduksi ketika masing-masing makronutrien (karohidrat, lemak dan protein) yang
dikonsumsi. RQ untuk karbohidrat adalah 1, lemak adalah 0.7, dan protein adalah 0.8. Maka baik
untuk pasien PPOK untuk meningkatkan asupan lemak dan menurunkan asupan karbohidrat
sehingga dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah. Anjuran asupan karbohidrat sebanyak 40-
55%, lemak sebanyak 30-45% dan protein sebanyak 15-20% dari total kalori sehari.

Adapun gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala, gejala ringan
hingga gejala berat. Diagnosis PPOK ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan yang terarah
dan sistematis meliputi gambaran klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisis) dan pemeriksaan
penunjang baik yang bersifat rutin maupun pemeriksaan khusus. Pada kasus Bapak H, diagnosis
yang dibuat adalah sebagai berikut;

1. Inadekuat oral intake (NI-2.1) berkaitan dengan menurunnya kemampuan untuk


mengkonsumsi makanan ditandai dengan swallowing difficulty.
2. Inadequate fluid intake (NI-3.1) berkaitan dengan kurangnya akses untuk minum (manula)
berkaitan dengan kurangnya perkiraan asupan cairan dari kebutuhan yaitu 830,3 ml.
3. Altered nutrition-related laboratory values (NC-2.2) berkaitan dengan pulmonary disfunction
ditandai dengan perubahan pO2 dan pCO2 (pulmonary disorder)

Data antropometri Bapak H yaitu tinggi badan 162,56 cm, berat badan 55,33 kg dan BMI
21,11 kg/m2 berada pada kategori normal. Adapun berat badan ideal Bapak H adalah 52,57 kg
dimana berat badan Bapak H sekarang mendekati berat badan ideal. Namun, Bapak H
mengalami penurunan berat badan sebanyak 5.9 kg dimana berarti ia mengalami penurunan berat
badan sebanyak 10% dari berat badan biasanya yakni 61 kg. Hal ini mengindikasikan penurunan
berat badan tingkat berat dan sangat penting baginya untuk menjaga berat badan dengan
meningkatkan berat badannya.

Berdasarkan perhitungan kebutuhan kalori dan protein, dengan rumus didapatkan hasil
kalori: 1655,11 Kcal/hari; protein: 64-85 g/hari Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kebutuhan kalori sehari Bapak H adalah ± 1700 Kkal/hari dan kebutuhan
protein sehari Bapak H antara 65-85 gram/hari Adapun kebutuhan asupan cairan Bapak H sehari
adalah 1,3 – 2,2 L/hari.
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas penatalaksanaan pada keadaan stabil dan penatalaksanaan
pada eksaserbasi akut.Tujuan umum penatalaksanaan PPOK adalah untuk mengurangi gejala,
mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru serta
meningkatkan kualiti hidup penderita. Penatalaksanaan meliputi edukasi, obat-obatan, terapi
oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.

Tujuan penatalaksanaan gizi pada Bapak H adalah sebagai berikut;

1. Gol pertama akan meningkatkan kebutuhan kalori sehingga ia dapat mempertahankan atau
meningkatkan berat badan saat ini.
2. Gol kedua akan tetap dengan lemak tinggi, diet karbohidrat rendah sehingga RQ-nya tetap
rendah dan memiliki lebih sedikit karbon dioksida dalam tubuh.
3. Gol terakhir akan meningkatkan makanan padat gizi dalam makanan, terutama produk susu,
sehingga meningkatkan status gizi dan ia dapat mengurangi risiko osteoporosis.

Pada pasien dengan asupan oral yang tidak adekuat, dapat dipertimbangkan pemberian
dukungan nutrisi berupa enteral nutrisi (EN) dan/atau parenteral nutrisi (PN). Menurut ESPEN
(European Society for Parenteral and Enteral Nutrition), evidens tentang keuntungan pemberian
EN dan/atau PN pada pasien PPOK masih terbatas, meskipun demikian kombinasi dengan
latihan fisik dan farmakoterapi anabolik berpotensi untuk meningkatkan status gizi.
Dibandingkan PN, pemberian EN lebih direkomendasikan, dengan alasan tidak didapatkan
evidens terkait gangguan funsi pencernaan pada pasien PPOK. Selain itu pemberian EN lebih
murah, serta lebih sedikit dan lebih ringan dalam menimbulkan komplikasi dibandingkan
pemberian PN. Meskipun penurunan berat badan berkorelasi dengan kenaikan morbiditas dan
mortalitas, namun, karena keterbatasan penelitian terkait efek dari EN atau PN, maka tidak
memungkinkan untuk menyusun rekomendasi yang jelas dan tidak dapat dikatakan jika
prognosis dipengaruhi oleh pemberian PN. Untuk jenis formula yang diberikan, ESPEN
berpendapat bahwa pada pasien dengan PcxPOK stabil, tidak ada keuntungan tambahan dari
suplementasi nutrisi oral (oral nutritional supplement/ONS) berupa rendah karbohidrat-tinggi
lemak dibandingkan ONS standar atau tinggi protein atau tinggi energi. Pemberian ONS dengan
porsi kecil lebih disukai untuk menghindari sesak nafas setelah makan dan untuk memperbaiki
kepatuhan pasien. Ringkasan pernyataan ESPEN untuk pemberian EN pada pasien PPOK dapat
dilihat pada Tabel 1.6
Tabel 1. Ringkasan Pernyataan ESPEN untuk Enteral Nutrisi pada PPOK
Subyek Rekomendasi
Indikasi Terdapat bukti yang terbatas bahwa pasien PPOK
mendapatkan keuntungan dari pemberian enteral
nutrition (EN) saja.
Aplikasi Oral Nutrition Supplements (ONS) dengan porsi kecil
dan sering lebih disukai untuk mencegah sesak dan
kekenyangan postpandrial, serta untuk meningkatkan
kepatuhan pasien.
Tipe Pada pasien PPOK yang stabil, tidak terdapat
Formula keuntungan tambahan dari ONS disease specific yang
rendah karbohidrat, tinggi lemak, dibandingkan dengan
ONS standar yang tinggi protein dan tinggi energi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik
yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Tujuan edukasi adalah supaya pasien PPOK
mengenal perjalanan penyakit, melaksanakan pengobatan yang maksimal, mencapai aktiviti
optimal dan meningkatkan kualiti hidup.

Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi sesuai dengan klasifikasi derajad
beratnya penyakit. Diutamakan bentuk obat inhalasi, nebulisasi tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting).

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan


sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-
organ lainnya. Terapi oksigen bermanfaat untuk mengurangi sesak napas, hipertensi pulmoner,
vasokonstriksi pembuliuh darah paru, hematokrit dan memperbaiki kualiti dan fungsi
neuropsikologik.

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal
napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan intubasi maupun tanpa intubasi.

Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan
dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah NIPPV
(noninvasive intermitten positive pressure) atau NPV (negative pressure ventilation). NIPPV bila
digunakan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT/long term oxygen therapy) akan
memberikan perbaikan bermakna pada AGD, kualitas dan kuantitas tidur serta kualiti hidup.
NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi volume control, pressure control dan BiPAP
(bilevel positive airway pressure) dan CPAP (continuous positive airway pressure).

Ventilasi mekanik dengan intubasi. Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan


ventilasi mekanik di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut:

1. Gagal napas yang pertama kali


2. Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki
(misalnya pneumonia)
3. Aktivitas sebelumnya tidak terbatas.
4. Ventilasi mekanik sebaiknya tidak dilakukan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai
berikut:
a. PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya
b. Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan
c. Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan


energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni
menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK
karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresif tidak akan mengatasi masalah,
karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat
metabolisme karbohidrat. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah
karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi
semenit oxigen comsumptiondan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada
PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dibutuhkan. Dianjurkan
pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang
lebih sering, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan
pipa nasogaster.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.copdeducation.org.uk/Category-284/COPD-Nutrition
2. Mahan LK, Escott-Stump S, Raymod JL. Krause’s Food and the Nutrition Care Process, ed
13th.
3. Web MD. COPD Diet Guidelines: Protein, Calcium, Reducing Sodium, and More. Dapat
diakses melalui: http://www.webmd.com/lung/copd/more-essential-dietary-guidelines-for-
copd-patients.
4. Marcia Nelms, et al. 2010. Nutrition Therapy and Patophysiology 2/e. Bab 21 Disease of The
Respiratory System. p 662.
5. Ainsley Malone. 2005. Enteral Formula Selection: A Review of Selected Product Categories.
Practical Gastroenterology • June 2005. Dapat diakses melalui:
http://www.medicine.virginia.edu/clinical/departments/medicine/divisions/digestive-
health/nutrition-support-team/nutrition-articles/MaloneArticle.pdf
6. S. D. Anker, et al. 2006. ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition: Cardiology and
Pulmonology. Clinical Nutrition (2006) 25, 311–318

Anda mungkin juga menyukai