Anda di halaman 1dari 58

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA


JAKARTA
2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan
sebagai antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan
desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam
penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak
merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang
penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara
dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada
kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai
bahan dalam proses sterilisasi.
Uji fenol koefisien merupakan uji yang digunakan untuk
membandingkan aktifitas antimicrobial suatu senyawa kimia
dibandingkan dengan fenol pada kondisi yang standar. Sejumlah
pengenceran seri dari bahan kimia yang akan di uji dilakukan dengan
pembanding fenol murni yang dilakukan pada tabung reaksi steril.
Sejumlah kultur murni mikroorganisme standar unuk tes
seperti Staphylococcus aureus atau Salmonella typhi ditambahkan
pada setiap tabung. Subkultur dari mikroorganisme tersebut dibuat
dari setiap pengenceran desinfektan uji dalam media cair steril pada
interval 5, 10 dan 15 menit setelah mikroorganisme dimasukkan pada
desinfektan. Semua subkultur diinkubasi pada suhu 37 ºC
selama 24 jam dan diamati keberadaan atau ketidak beradaan
pertumbuhannya.
Fenol koefisien diperoleh dengan membagi pengenceran
tertinggi dari desinfektan atau senyawa kimia uji yang mematikan
mikroorganisme dalam 10 menit tetapi tidak pada 5 menit dengan
pengenceran fenol tertinggi yang membunuh mikroorganisme dalam
10 menit, bukan pada 5 menit. Fenol koefisien yang angkanya tidak
lebih dari satu menunjukkan bahwa agen atau senyawa kimia uji
tersebut sama efektifnya atau sedikit efektif dibandingkan fenol.
Koefisien fenol lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa senyawa kimia
tersebut lebih efektif dibandingkan dengan fenol jika dilakukan pada
kondisi yang sama. Fenol koefisiennya 5 menunjukkan bahwa
senyawa uji efektifitasnya 5 kali lebih besar dibandingkan fenol.

B. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui efektifitas suatu desinfektan.
2. Untuk mengetahui keefektifan suatu desinfektan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Desinfektan
Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh
fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau
pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk
membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman
penyakit lainnya. Desinfektan ini tersedia secara komersial yang
masing-masing memiliki karakteristik kimiawi, toksisitas, biaya dan
penggunaan tertentu. Desinfektan merupakan bahan kimia yang dapat
mematikan mikroorganisme yang sedang dalam keadaan tidak aktif,
sehingga hanya mematikan bentuk vegetatif dari mikroorganisme,
tetapi tidak efektif terhadap spora. Desinfektan dapat mencegah
infeksi dengan jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik yang
patogen.
Pengetahuan tentang desinfektan perlu dikembangkan, karena
tidak semua desinfektan dapat digunakan untuk pengendalian
mikroorganisme secara umum. Desinfektan tertentu hanya cocok
untuk mengendalikan mikroorganisme tertentu, tidak mampu
mengendalikan mikroorganisme lain. Beberapa jenis desinfektan ada
yang hanya efektif pada lapisan luar saja, ada yang memiliki daya
kerja yang luas terhadap mikroorganisme dan ada pula yang hanya
bisa mengatasi sejumlah kecil mikroorganisme. Pengguna desinfektan
dituntut bisa melakukan pilihan secara tepat, sehingga minimal harus
mengetahui kelemahan dan keunggulan masing-masing desinfektan.
Bakteri dalam bentuk spora lebih tahan terhadap desinfektan. Hal ini
disebabkan karena dinding spora bersifat impermeabel dan asam
ribonukleat di dalam protoplasma memiliki ketahanan yang tinggi
terhadap pengaruh buruk dari desinfektan.
Desinfektan berbeda dengan antibiotik, karena desinfektan
memiliki toksisitas selektif yang rendah, keduanya bersifat toksik
tidak hanya pada mikroba patogen tetapi juga terhadap sel inang. Oleh
karena itu, desinfektan hanya digunakan untuk membunuh
mikroorganisme pada lingkungan mati.
Sifat-sifat penting Desinfektan
Beberapa sifat-sifat penting desinfektan, antara lain :
 Harus memiliki sifat antibakterial yang luas.
 Tidak mengiritasi jaringan hewan atau manusia.
 Memiliki sifat racun yang rendah, tidak berbahaya bagi manusia
maupun ternak.
 Memiliki daya tembus yang tinggi.
 Tetap aktif meskipun terdapat cairan tubuh, darah, nanah dan
jaringan yang mati.
 Tidak mengganggu proses kesembuhan.
 Harga murah, karena biasanya diperlukan dalam jumlah yang
besar.
Desinfektan, selain memiliki sifat-sifat tersebut di atas, maka
harus memiliki juga sifat-sifat berikut :
 Mampu menembus rongga-rongga, liang-liang, maupun lapisan
jaringan organik, sehingga memiliki efek mematikan mikroorganisme
yang lebih tinggi.
 Harus bisa dicampur dengan air, karena air merupakan pelarut
yang universal dan dengan senyawa-senyawa lain yang digunakan
untuk desinfeksi.
 Harus memiliki stabilitas dalam jangka waktu yang panjang.
 Efektif pada berbagai temperatur. Walaupun desinfektan daya
kerjanya akan lebih baik pada temperatur tinggi, namun desinfektan
yang bagus adalah desinfektan yang daya kerjanya tidak menurun jika
temperaturnya menurun. Pada umumnya desinfektan bekerja baik
pada temperatur di atas 650F. Klorin dan Iodifor sebagai desinfektan
bekerja baik tidak lebih dari 1100F.

B. Koefisien Fenol
Koefisien fenol adalah kemampuan desinfektan untuk
membunuh bakteri dibandingkan dengan fenol. Uji fenol adalah
membandingkan aktivitas antimikroba dari komponen-komponen
kimia dengan fenol sebagai standar uji. Pengenceran desinfektan
secara bertahap dan fenol ditempatkan dalam tabung reaksi steril,
kultur murni bakteri yang digunakan sebagai standar ditambahkan
pada setiap tabung. Bakteri itu tersbut dimasukan pada setiap tabung
dengan interval waktu 5, 10, dan15 menit .Semua subkultur
dieramkan pada suhu 37O selama48 jam dilihat kekeruhanya. Pada
prinsipnya uji koefisien fenol merupakan Perbandingan aktivitas fenol
dengan pengenceran baku terhadap aktivitas sampel dengan
pengenceran tertentu MIC ( konsentrasi terendah dimana
pertumbuhan bakteri terhambat ) suatu antiseptik terhadap bakteri
tertentu. Metode pegenceran bertingkat dengan mengurangi
konsentrasi zat sebanyak setengah dari konsentrasi awal dengan
volume yang sama. Metode turbidimetri Menentukan takaran dengan
melihat kekeruhan yang terjadi setelah percobaan dilakukan V1 C1 =
V2 C2.
Hasil kali konsentrasi dengan volume senyawa yang semula
digunakan adalah sama dengan hasil kali konsentrasi senyawa
tersebut dalam volume setelah pengenceran.
Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100
ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya dapat
melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut
menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air
(Aditya, 2009). Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol
bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol
dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan
yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu.
Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-satunya
pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban
negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya. Fenol
didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam
benzoate dengan proses Raschig, Fenol juga dapat diperoleh sebagai
hasil dari oksidasi batu bara. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik
seperti yang digunakan Sir Joseph Lister saat mempraktikkan
pembedahan antiseptik. Fenol merupakan komponen utama pada
anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP
(trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa
anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik (Aditya, 2009).
Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari
produksi aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya. Fenol yang
terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit
yang terbuka. Penyuntikan fenol juga pernah digunakan pada eksekusi
mati. Penyuntikan ini sering digunakan pada masa Nazi, Perang
Dunia II. Suntikan fenol diberikan pada ribuan orang di kemah-
kemah, terutama di Auschwitz-Birkenau. Penyuntikan ini dilakukan
oleh dokter secara penyuntikan ke vena (intravena) di lengan dan
jantung. Penyuntikan ke jantung dapat mengakibatkan kematian
langsung (Aditya, 2009).
BAB III
METODELOGI
A. Alat dan bahan
Alat :
1. Tabung reaksi
2. Jarum ose
3. Bunzen
4. Rak tabung
5. Stopwatch
Bahan :
1. Medium NB
2. Fenol
3. Aquadest steril

B. Prosedur kerja

1. Pembuatan larutan baku fenol 2%


2 ml fenol + 98 ml aquadest steril →vortex (baku fenol 2%)
 1:80 → 5 ml baku fenol + 3 ml aquadest steril
o Diamkan selama 5, 10 dan 15 menit.
o Setelah 5 menit, celupkan jarum tanam tajam kedalam tabung reaksi
yang berisi baku fenol 1:80 dan celupkan lagi kedalam media NB
o Lakukan hal serupa untuk 10 dan 15 menit
 1:90 → 5 ml baku fenol + 4 ml aquadest steril
o Diamkan selama 5, 10 dan 15 menit.
o Setelah 5 menit, celupkan jarum tanam tajam kedalam tabung reaksi
yang berisi baku fenol 1:80 dan celupkan lagi kedalam media NB
o Lakukan hal serupa untuk 10 dan 15 menit
 1:100 → 5 ml baku fenol + 5 ml aquadest steril
o Diamkan selama 5, 10 dan 15 menit.
o Setelah 5 menit, celupkan jarum tanam tajam kedalam tabung reaksi
yang berisi baku fenol 1:80 dan celupkan lagi kedalam media NB
o Lakukan hal serupa untuk 10 dan 15 menit
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 4.1. Hasil pengamatan Koefisien Fenol
10 15
No. Pengenceran 5menit menit menit Keterangan
Pada menit ke
5 terjadi
1 1:80 - + + penghambatan
pertumbuhan
mikroba
terjadi
2 1:90 + + + pertumbuhan
mikroba
terjadi
3 1:100 + + + pertumbuhan
mikroba

Desinfektan (Bayclin)
5 10 15
No. Pengenceran menit menit menit Keterangan
terjadi
1 1:100 + + + pertumbuhan
mikroba
terjadi
2 1:110 + + + pertumbuhan
mikroba
Pada menit ke
5 terjadi
3 1:120 - + + penghambatan
pertumbuhan
mikroba
terjadi
4 1:130 + + + pertumbuhan
mikroba

Antiseptik ( Handy clean )


5 10 15
No. Pengenceran menit menit menit Keterangan
terjadi
1 1:100 + + + pertumbuhan
mikroba
terjadi
2 1:110 + + + pertumbuhan
mikroba
terjadi
3 1:120 + + + pertumbuhan
mikroba
Pada menit ke
10 terjadi
4 1:130 + - + penghambatan
pertumbuhan
mikroba

Berdasarkan hasil pengamatan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa


semua bahan uji baik fenol ataupun desinfektan ditumbuhi bakteri.
Hal ini ditunjukkan dengan tanda plus (+) yang artinya bakteri dapat
hidup dan tumbuh pada bahan uji tersebut ditandai dengan adanya
kekeruhan pada larutan yang diujikan. Pengamatan ini dilakukan
setelah inkubasi selama 24 jam. Adapun pengenceran fenol yang
digunakan ialah 1 : 80, 1 : 90, 1 : 100. Sedangkan pengenceran
desinfektan (bayclin) yang digunakan ialah masing-masing 1 : 100, 1 :
110, 1 : 120, 1 : 130. Begitupun pada antibiotika sama dengan bayclin
pengencerannya. Dan penanaman bakteri dengan interval masing-
masing 5 menit.
Suspensi bakteri yang telah dimasukkan ke dalam 3 tabung
berisi pengenceran fenol tadi kemudian dipindahkan lagi dari tiap
tabung tersebut ke dalam 3 tabung reaksi yang berisi Nutrient Broth,
sebanyak satu ose. Pemindahan suspensi bakteri dari tabung
dilakukan dengan menggunakan ose yang sudah difiksasi
sebelumnya. Setelah difiksasi, ditunggu beberapa saat sebelum
mengambil bakteri, agar suhu ose tidak terlalu panas dan bakteri tidak
mati. Tetapi perlu diingat juga bahwa ose tidak boleh terlalu lama
didiamkan agar ose tidak terkontaminasi dengan bakteri dari udara.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa pada larutan
fenol yang telah diinokulasi bakteri tidak menyebabkan kematian
bakteri. begitu pula pada larutan desinfektan yang juga tidak dapat
membunuh bakteri gram negative yang ditanamkan di dalamnya. Hal
ini dapat diketahui dengan adanya indikasi kekeruhan yang timbul
dalam bahan uji.
Tumbuhnya semua bakteri pada bahan uji ini tidak sesuai
dengan teori. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan yang
hasilnya berupa tanda plus (+) yang berarti pada tabung reaksi hasil
pengenceran ditemukannya pertumbuhan bakteri subkultur (menit)
baik pada pengenceran fenol, bayclin maupun antibiotik. Hal ini bisa
disebabkan karena tidak semua desinfektan dapat digunakan untuk
pengendalian mikroorganisme secara umum. Desinfektan hanya
cocok untuk mengendalikan mikroorganisme tertentu, tidak mampu
mengendalikan mikroorganisme lain. Beberapa jenis desinfektan ada
yang hanya efektif pada lapisan luar saja, ada yang memiliki daya
kerja yang luas terhadap mikroorganisme dan ada pula yang hanya
bisa mengatasi sejumlah kecil mikroorganisme. Pengguna desinfektan
dituntut bisa melakukan pilihan secara tepat, sehingga minimal harus
mengetahui kelemahan dan keunggulan masing-masing desinfektan.
Bakteri dalam bentuk spora lebih tahan terhadap desinfektan. Hal ini
disebabkan karena dinding spora bersifat impermeabel dan asam
ribonukleat di dalam protoplasma memiliki ketahanan yang tinggi
terhadap pengaruh buruk dari desinfektan.
Faktor yang mempengaruhi gagalnya praktikum ini adalah
kerja yang tidak aseptis. Komunikasi saat proses kerja mungkin
menjadi salah satu faktor gagalnya percobaan. Saat berkomunikasi,
percikan air liur atau hembusan uap air dari hidung dan mulut akan
menambah jumlah kuman yang tidak sebanding dengan daya bunuh
desinfektan. Faktor lainnya kemungkinan disebabkan oleh peralatan
yang tercemar/ tidak aseptis.
Faktor-faktor lain kemungkinan penyebab terjadinya kesalahan
praktikan antara lain adalah:
 Pengerjaan praktikum secara paralel
Kegagalan yang terjadi dalam praktikum ini mungkin juga
disebabkan oleh pengerjaan tabung Uji Disinfektan secara
paralel yang saat itu dimaksudkan untuk mempersingkat waktu
pengerjaan. Pengerjaan secara paralel tersebut telah mengakibatkan
ketidakakuratan dan ketidaktelitian perhitungan waktu yang
diperlukan.
 Pengenceran desinfektan yang tidak akurat
Pada percobaan kali ini, praktikan mungkin juga melakukan
kesalahan ketika melakukan pengenceran desinfektan ke dalam 1:80,
1:100, 1:110, 1:120 dan 1:130. Pengenceran yang dilakukan tidak
akurat, yaitu terlalu banyak desinfektan yang terkandung dalam 1:80
atau 1:100, sehingga desinfektan terlalu pekat dan tidak sebanding
dengan jumlah kuman yang dibiakkan.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat diambil suatu kesimpulan yaitu :


1. Larutan fenol yang telah diinokulasi bakteri tidak menyebabkan
kematian bakteri gram negative (Staphylococus) yang ditanam di
dalamnya.
2. Larutan desinfektan yang telah diinokulasikan bakteri juga tidak dapat
membunuh bakteri gram negative (Staphylococus) yang ditanamkan
di dalamnya.
3. Kemungkinan kesalahan praktikum dari praktikan disebabkan oleh
kerja praktikan yang kurang aseptis.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.gudangmateri.com/2010/07/uji-koefisien-fenol.html
http://rodiahmikrobiologi.blogspot.com/2011/06/koefisien-fenol.htm
http://adesahy.blogspot.com/2011/11/fenol-koefisien.html
http://id.scribd.com/doc/78298378/UJI-KOEFISIEN-FENOL
http://filzahazny.wordpress.com/2008/06/15/uji-koefisien-fenol/
http://fakhrurijal.blogspot.com/2011/07/laporan-mikrobiologi-uji-
fenol.html?zx=ebdc2cf9f4b4a1f
http://id.scribd.com/doc/52301681/laporan-mikro-koe-fen
http://www.gudangmateri.com/2010/07/uji-koefisien-fenol.html
Contoh Laporan uji koefisien fenol
Tujuan dari praktikum uji koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi
daya anti mikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan potensi
dan efektifitas desinfektan berdasarkan konsentrasi dan lamanya
kontak terhadap kuman dan membandingkannya terhadap fenol
standard yang disebut koefisien fenol.

Teori Dasar

Pengawasan terhadap mikroorganisme penyebab penyakit telah


menjadi pemikiran para ahli semenjak penyakit-penyakit mulai
dikenal. Berbagai macam substansi telah dicoba untuk memilih yang
paling tepat guna menghilangkan pencemaran oleh jasad renik
terhadap benda-benda baik hidup ataupun mati.

Bahan anti mikroba yang ditemukan memiliki keefektifan yang


bermacam-macam, dan pengunaannya pun ditujukan terhadap hal-hal
yang berbeda-beda pula. Salah satu jenis anti mikroba dikenal sebagai
disinfektan, merupakan suatu zat (biasanya kimia) yang dipakai untuk
maksud disinfeksi pada bahan-bahan tak bernyawa.

Fenol adalah salah satu contoh disinfektan yang efektif dalam


membunuh kuman. Pada konsentrasi rendah, daya bunuhnya
disebabkan karena fenol mempresipitasikan protein secara aktif, dan
selain itu juga merusak membran sel dengan menurunkan tegangan
permukaannya. Dengan persetujuan para ahli dan peneliti, fenol
dijadikan standar pembanding untuk menentukan aktivitas sesuatu
disinfektan.

Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi harus diuji


keefektifannua. Cara menentukan daya sterilisasi zat-zat tersebut
adalah dengan melakukan tes koefisien fenol. Uji ini dilakukan untuk
membandingkan aktivitas suatu produk (desinfektan) dengan daya
bunuh fenol dalam kondisi tes yang sama. Berbagai pengenceran
fenol dan produk yang dicoba dicampur dengan suatu volume tertentu
biakan Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus.

Prinsip Kerja

Pertumbuhan bakteri uji pada media yang sesuai setelah bakteri


tersebut kontak dengan disinfektan dalam waktu 5, 10, dan 15 menit.
Alat dan Bahan

Alat:

* Tabung reaksi
* Ose/sengkelit
* Pencatat waktu (stopwatch)
* Mc Farland III (109 kuman/ml)
* Vortex
* Stiker label
* Spiritus

Bahan:

* Kaldu nutrisi (Nutrient Broth)


* Air suling steril
* Staphylococcus aureus ATCC 25953 dalam agar nutrisi (Gram +)
* Salmonella thyphosa ATCC 6539 dalam agar nutrisi (Gram -)
* Larutan NaCl fisiologis 0,9%
* Fenol standar
* Desinfektan uji

Prosedur Kerja

1. Pembuatan media

Media kaldu nutrisi (Nutrient Broth) dimasukkan dalam 12 tabung


reaksi ukuran 20 x 150 mm, volume masing-masing dibuat 5 ml.
Komposisi perliter terdiri dari pepton 10 g, ekstrak daging 5 g, dan
NaCl 5 g; pH akhir 6,8.
Pembuatan Inokulum

Bakteri Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus sebelumnya


telah ditanam pada agar nutrisi (Nutrient Agar) miring dan diinkubasi
pada suhu 37°C selama 24-48 jam.
Tahap pengenceran bakteri uji adalah sebagai berikut:

1. Siapkan tabung reaksi berisi 2 ml NaCl fisiologis 0,9%


2. Pindahkan biakan S. thyphosa atau S. aureus tersebut (pilih salah
satu) ke dalam larutan NaCl dengan ose, dan setarakan kekeruhannya
dengan larutan Mc Farland III (109 kuman/ml)
3. Suspensi kuman tersebut kini diperkirakan berisi 109 kuman/ml
4. Siapkan 3 buah tabung reaksi masing-masing berisi 4,5 ml NaCl
fisiologis 0,9%
5. Pipet 0,5 ml dari suspensi kuman sebelumnya (109 kuman/ml),
pindahkan ke salah satu tabung reaksi berisi 4,5 ml NaCl. Suspensi
kuman kini berkonsentrasi 108 kuman/ml
6. Lakukan pengenceran kedua dengan mengambil 0,5 ml dari
suspensi kuman 108 dan memindahkannya ke dalam tabung berisi 4,5
NaCl yang kedua. Suspensi kuman kini berkonsentrasi 107 kuman/ml
7. Pengenceran terakhir dilakukan dengan memindahkan 0,5 ml dari
suspensi kuman 107 ke dalam tabung terakhir NaCl. Suspensi kuman
telah setara dengan 106 kuman/ml. Suspensi bakteri dengan
konsentrasi inilah yang akan digunakan untuk melakukan uji
praktikum ini.
Pembuatan Larutan Baku Fenol

Dibuat larutan persediaan baku fenol 5% dengan cara menimbang 2,5


g fenol dalam 50 ml air suling steril. Kemudian dilakukan
pengenceran konsentrasi menjadi 1:80 dengan mempipet 12,5 ml
larutan fenol 5% ditambahkan dengan 37,5 ml air suling steril pada
tabung steril ukuran 25 x 150 mm.
Pembuatan Larutan Disinfektan

Pengenceran larutan desinfektan dilakukan pada tabung steril


berukuran 25 x 150 mm. Tahapannya adalah sebagai berikut:

1. Siapkan 4 buah tabung steril berisi aquades dengan volume yang


berbeda-beda di dalamnya yaitu 9 ml, 7 ml, 4,5 ml, dan 7 ml, secara
berurutan
2. Lakukan pengenceran pertama dengan mempipet 1 ml larutan
desinfektan ke dalam 9 ml air suling sehingga konsentrasi menjadi
1:10
3. Pengenceran selanjutnya adalah dengan memindahkan 1 ml
desinfektan 1:10 ke dalam tabung berisi 7 ml air suling. Konsentrasi
desinfektan pada tabung ini adalah 1:80
4. Pindahkan 0,5 ml desinfektan 1:80 ke dalam 4,5 ml aquades
sehingga konsentrasi kini 1:100
5. Pipet 0,5 ml desinfektan 1:100 ke dalam tabung berisi 7 ml air
suling sehingga konsentrasi pada tabung ini adalah 1:150
6. Desinfektan yang akan dipakai selanjutnya adalah yang
konsentrasinya 1:80, 1:100, dan 1:150. Oleh karena itu, samakan
volumenya masing-masing menjadi 5 ml

Media, bakteri uji, larutan fenol, dan desinfektan telah disiapkan.


Dengan demikian kita dapat melakukan inokulasi kuman uji dalam
desinfektan dan fenol dengan memperhitungkan waktu kontak 5, 10,
dan 15 menit secara akurat. Label 12 tabung berisi Nutrient both
dengan menandai F5’, F10’, F15’, DES 1:80 5’, DES 1:80 10’, DES
1:80 15’, DES 1:100 5’, DES 1:100 10’, DES 1:100 15’, DES 1:150
5’, DES 1:150 10’, DES 1:150 15’.

* Uji Fenol

Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0,5 ml ke


dalam larutan fenol 1:80. Tunggu sampai 5 menit, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung berlabel F5’. Lima menit
kemudian, ambil lagi 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung
F10’. Setelah lima menit kemudian, ambil 1 ose dari campuran
tersebut ke dalam tabung F15’.

* Uji I 1:80

Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0,5 ml ke


dalam desinfektan 1:80. Tunggu sampai 5 menit, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung berlabel DES 1:80 5’. Lima menit
kemudian, ambil lagi 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung
DES 1:80 10’. Setelah lima menit kemudian, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung DES 1:80 15’.

* Uji II 1:100

Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0,5 ml ke


dalam desinfektan 1:100. Tunggu sampai 5 menit, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung berlabel DES 1:100 5’. Lima
menit kemudian, ambil lagi 1 ose dari campuran tersebut ke dalam
tabung DES 1:100 10’. Setelah lima menit kemudian, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung DES 1:100 15’.

* Uji III 1:150

Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0,5 ml ke


dalam desinfektan 1:150. Tunggu sampai 5 menit, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung berlabel DES 1:150 5’. Lima
menit kemudian, ambil lagi 1 ose dari campuran tersebut ke dalam
tabung DES 1:150 10’. Setelah lima menit kemudian, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung DES 1:150 15’.

Tabung-tabung reaksi uji kemudian dieramkan di dalam inkubator


pada suhu 37°C selama 24-48 jam.
Diamati ada tidaknya pertumbuhan bakteri pada setiap tabung

Pengamatan cara inokulasi kuman ke dalam disinfectan :


(+) keruh : ada pertumbuhan
(-) jernih : tidak ada pertumbuhan

Hasil pengamatan

Setelah tabung reaksi diinkubasi padsa suhu 37°C selama 24 - 48 jam,


maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Perhitungan

Koefisien fenol adalah hasil bagi dari faktor pengenceran tertinggi


desinfektan dengan faktor pengenceran tertinggi baku fenol yang
masing-masing dapat membunuh bakteri uji dalam jangka waktu 10
menit, tetapi tidak membunuh dalam jangka waktu 5 menit.

Pembahasan

Dari pengamatan praktikum kali ini didapatkan hasil tes fenol 1:80,
suatu desinfektan dengan konsentrasi 1:80, 1:100, dan 1:150. Tes
fenol dengan pengenceran 1:80 pada tabel di atas menunjukkan
bahwa kuman masih hidup sampai menit ke-10 namun setelah 15
menit, kuman tersebut mati. Hal ini cukup rasional oleh karena
semakin lama fenol tersebut bekerja, semakin efektif pula daya
disinfeksinya.

Pada pengenceran suatu desinfektan 1:80, tidak terdapat kuman sama


sekali dari menit ke-5 sampai menit ke-15. Dengan hasil tersebut,
asumsi kami adalah desinfektan ini memiliki kefektifitasan yang
cukup bagus sehingga dapat langsung membunuh kuman dengan
cepat.

Sementara pada pengenceran 1:100, tabung reaksi juga tidak


menampakkan kekeruhan dan disimpulkan bahwa tidak ada bakteri
yang hidup.
Namun pada pengenceran desinfektan yang terakhir, yaitu 1:150,
terdapat kekeruhan di menit ke-5 tetapi tidak pada menit ke-10 dan
ke-15. Kekeruhan pada pengenceran terakhir ini menimbulkan
keraguan pada hasil dari pengenceran 1:100, atau pada pengenceran
1:150 ini.

Oleh karena kesalahan yang kami lakukan pada praktikum ini, kita
tidak dapat melakukan perhitungan koefisien fenol.Terjadinya hal ini
dapat diakibatkan oleh berbagai faktor kemungkinan. Faktor-faktor
kemungkinan penyebab terjadinya kesalahan kami antara lain adalah:

* Pengerjaan praktikum secara paralel

Kegagalan yang terjadi dalam praktikum ini mungkin juga disebabkan


oleh pengerjaan tabung Uji Disinfektan secara paralel yang saat itu
dimaksudkan untuk mempersingkat waktu pengerjaan. Pengerjaan
secara paralel tersebut telah mengakibatkan ketidakakuratan dan
ketidaktelitian perhitungan waktu yang diperlukan.

* Ketidakakuratan dalam pengambilan kuman menggunakan ose

Dalam menginokulasi kuman uji terhadap desinfektan, kami


memindahkan kuman tersebut hanya dengan 1 ose. Dengan
penggunaan ose, terdapat kemungkinan kuman tidak terangkat sesuai
dengan konsentrasi yang diinginkan. Sebab pada percobaan kami,
banyak kuman yang mati. Pengambilan kuman dengan 2 ose mungkin
dapat lebih akurat.

* Penggunaan spiritus yang berlebihan

Banyaknya kuman yang mati juga dapat disebabkan terlalu seringnya


dilakukan flambir pada pembuatan inokulum dan pada
penginokulasian kuman uji terhadap desinfektan. Kuman S. aureus
dan S. thyphosa tumbuh optimum pada suhu 37°C, oleh karena itu
tidak diperlukan suhu panas yang berlebihan.

* Pengenceran desinfektan yang tidak akurat


Pada percobaan kali ini, kami mungkin juga melakukan kesalahan
ketika melakukan pengenceran desinfektan ke dalam 1:80, 1:100,
1:150. Pengenceran yang dilakukan tidak akurat, yaitu terlalu banyak
desinfektan yang terkandung dalam 1:80 atau 1:100, sehingga
desinfektan terlalu pekat dan tidak sebanding dengan jumlah kuman
yang dibiakkan.

Kesimpulan

Dari percobaan yang kami lakukan tidak dapat diambil kesimpulan


karena tidak ditemukan hasil yang sesuai.

sumber : http://pharzone.com/blog/50-mikrobiologi/108-uji-koefisien-
fenol.html

Tujuan : untuk mengevaluasi daya anti mikroba suatu


desinfektan, perlu diperkirakan potensi kekuatannya dan
efektifitas desinfektan antara lain : konsentrasi, lamanya kontak
sebagai pembunuh atau penghambat pertumbuhan.

Salah satu cara untuk mengukur efektifitas suatu desinfektan


terhadap mikroorganisme adalah dengan membandingkannya
terhadap fenol standar yang disebut sebagai uji koefisien fenol.

Prinsip :

Pertumbuhan bakteri uji pada media yang sesuai setelah


bakteri tersebut kontak dengan desinfektan dalam waktu 5
menit dan 10 menit.
Bahan :

Kaldu nutrisi / NB
Air suling steril
Staphyloococcus aureus dalam agar
Alat :

Tabung reaksi
Ose

Stopwatch
Cara pengujian

1. Media kaldu nutrisi disediakan dalam tabung reaksi ukuran 20 x


150 mm, dengan volume masing-masing 10 ml. Komposisi
perliter terdiri dari 10 g pepton, 5 g ekstrak daging dan 5 g
NaCl. Ph akhir ; 6,8
2. Bakteri Staphylococcus aureus ditanam pada agar nuutrisi
miring dan diinkubasi pada suhu 370 C selama 24-48 jam.
Biakan dari agar miring diinokulasikan pada media kaldu nutrisi
dan diinkubasi padasuhu 370 Cselama 24 jam. Buat
pengenceran sesuai dengan larutan Mc. Farland III, kemudian
lakukan pengenceran dengan larutan NaCl fisiologis hingga
diperoleh pengenceran 10 x, 100x dan 1000x
3. Dibuat larutan persediaan baku fenol 5% dengan cara
menimbang 2,5 g kristal fenol dalam 50 ml air suling steril (
disesuaikan dengan kebutuhan), kemudian diencerkan kembali
dengan mengambil larutan fenol tersebut sebanyak 12,5 ml dan
mencampurkannya dengan air suling sebanyak 25 ml sehingga
diperoleh perbandingan 1 : 80.
4. Dibuat larutan desinfektan di dalam air suling steril sehingga
diperoleh pengenceran 1 : 10, 1 : 80, 1: 100, dan 1: 150.
pengenceran dibuat dalam tabung-tabung reaksi ukuran 25×150
mm; volume desinfektan yang diperlukan dalam
Hasil Pengamatan
Hasil yang diperoleh dari percobaan uji koefisien fenol adalah

Larutan Konsentrasi 5’ 10’ 15’


Fenol 1: 80 + - -
Uji I 1: 80 + + +

Uji II 1: 100 + + +

Uji III 1: 150 + + +

Seluruh hasil percobaan uji desinfektan menunjukkan hasil


positif tumbuhnya kuman Staphylococcus aureus. Hal ini terlihat
dari keruhnya semua tabung uji tanpa adanya selaput putih.
Pada uji fenol, kuman hanya tumbuh pada tabung 5’
sedangkan tabung 10’ dan15’, kuman tidak tumbuh. Ini terbukti
dari keruhnya tabung 5’ sedangkan tabung 10’ dan 15’ terlihat
keruh.

Pembahasan
Seluruh tabung uji I, uji II, uji III menunjukkan hasil positif
tumbuhnya kuman karena proses kerja yang septis.
Komunikasi saat proses kerja mungkin menjadi salah satu
faktor gagalnya percobaan. Saat berkomunikasi, percikan air
liur atau hembusan uap air dari hidung dan mulut akan
menambah jumlah kuman yang tidak sebanding dengan daya
bunuh desinfektan. Faktor lainnya kemungkinan disebabkan
oleh peralatan yang tercemar/ tidak aseptis.

Berbeda dengan percobaan uji I, uji II,uji III hanya memberi


hasil positif tumbuhnya kuman pada tabung 5’ yang
menunjukkan kuman masih mampu tumbuh pada fenol
konsentrasi 1,25% selama 5 menit. Jernihnya tabung 10’ dan
15’ menunjukkan kuman Staphylococcus aureus tidak dapat
tumbuh pada fenil konsentrasi 1,25% selam 10 dan 15 menit.
Berhasilnya percobaan fenol ini lebih disebabkan karena
proses pengerjaan yang benar, yaitu tanpa komunikasi.
Kesimpulan
Apabila percobaan yang kami lakukan tidak gagal
(menunjukkan hasil) maka angka koefisien fenol dapat
ditentukan dengan
Faktor pengenceran tertinggi desinfektan dibagi Faktor pengenceran
tertinggi baku fenol
Namun, percobaan menunjukkan hasil (+) sehingga angka koefisien
fenol tidak dapat ditentukan.
http://filzahazny.wordpress.com/2008/06/15/uji-koefisien-fenol/

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya


menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak sanggup menyelesaikan
dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui
tentang KOEFISIEN FENOL yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagi sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datng dari diri diri penyusun
maupun yang dating dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “KOEFISIEN FENOL” yang merupakn
tugas dalam mata kuliah Teknik Analisa Hayati.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan keritiknya.
Terima kasih.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR…………………………………………………............
...... 1
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………
…. 2

BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………
…… 3
A. LATAR BELAKANG
MASALAH………………………………….…… 3
B. RUMUSAN
MASALAH…………………………………………….…….
4
C. TUJUAN
MAKALAH……………………………………………………..
4

BAB II
PMBAHASAN.......................................................................................
..... 4
A. BEBERAPA PENGERTIAN DAN ISTILAH
KOEFISIEN FENOL…….. 4
B. UJI KOEFISIEN
FENOL………..………………………………………...
5
C. PRINSIP UJI KOEFISIEN
FENOL………………….…………………… 9
D. METODE KERJA UJI KOEFISIEN
FENOL………………...…..……….9
E. CONTOH UJI KOEFISEN
FENOL………………………………………..9

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN……………………………………………
………………. 15
B. SARAN……………………………………………………
………………..15

DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………
…16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengawasan terhadap mikroorganisme penyebab penyakit
telah menjadi pemikiran para ahli semenjak penyakit-penyakit
mulai dikenal. Berbagai macam substansi telah dicoba untuk
memilih yang paling tepat guna menghilangkan pencemaran
oleh jasad renik terhadap benda-benda baik hidup ataupun
mati.
Bahan anti mikroba yang ditemukan memiliki keefektifan yang
bermacam-macam, dan pengunaannya pun ditujukan terhadap
hal-hal yang berbeda-beda pula. Salah satu jenis anti mikroba
dikenal sebagai disinfektan, merupakan suatu zat (biasanya
kimia) yang dipakai untuk maksud disinfeksi pada bahan-bahan
tidak bernyawa.
Fenol adalah salah satu contoh disinfektan yang efektif dalam
membunuh kuman. Pada konsentrasi rendah, daya bunuhnya
disebabkan karena fenol mempresipitasikan protein secara
aktif, dan selain itu juga merusak membran sel dengan
menurunkan tegangan permukaannya. Dengan persetujuan
para ahli dan peneliti, fenol dijadikan standar pembanding
untuk menentukan aktivitas sesuatu disinfektan.
Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi harus
diuji keefektifannua. Cara menentukan daya sterilisasi zat-zat
tersebut adalah dengan melakukan tes koefisien fenol. Uji ini
dilakukan untuk membandingkan aktivitas suatu produk
(desinfektan) dengan daya bunuh fenol dalam kondisi tes yang
sama. Berbagai pengenceran fenol dan produk yang dicoba
dicampur dengan suatu volume tertentu biakan Salmonella
thyphosa atau Staphylococcus aureus.
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak
berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya
adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH)
yang berikatan dengan cincin fenil.
Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100
ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia dapat
melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion
tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat
dilarutkan dalam air.
Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat
lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol
dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada
keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat
bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan
orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem
aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin
tersebut dan menstabilkan anionnya

B. Rumusan Masalah
Makalah ini disusun dengan rumusan makalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Koefisien Fenol?


2. Apa prinsip atau teori dasar Koefisien Fenol?
3. Bagaimana cara kerja uji Koefisien Fenol?
4. Apa kelebihan dan kekurangan Koefisien Fenol?

C. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mempermudah proses belajar Teknik Analisa Hayati.


2. Utuk mengetahui cara uji Koefisien Fenol.
3. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Analisa Hayati.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Beberapa Pengertian dan Istilah Koefisien Fenol


Koefisien fenol adalah perbandingan ukuran keampuhan suatu
bahan antimikrobialdibandingkan dengan fenol. Fenol dijadikan
pembanding karena fenol sering digunakan untuk mamtikan
mikroorganisme. Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan
bahwa bahan antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan
fenol. Sebaliknya, apabila koefisien fenol lebih dari 1 artinya bahan
mikrobial tersebut lebih ampuh daripada fenol

Koefisien fenol ditentukan dengan cara membagi pengenceran


tertinghi dari fenol yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh
menit tetapi tidak mematikannya dalam lima menit terhadap
pengenceran tertinggi bahan antimikrobial yang mematikan
mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak dalam lima menit.

Fenol adalah salah satu contoh disinfektan yang efektif dalam


membunuh kuman. Pada konsentrasi rendah, daya bunuhnya
disebabkan karena fenol mempresipitasikan protein secara aktif, dan
selain itu juga merusak membran sel dengan menurunkan tegangan
permukaannya. Dengan persetujuan para ahli dan peneliti, fenol
dijadikan standar pembanding untuk menentukan aktivitas sesuatu
disinfektan.

B. Uji Koefisien Fenol

Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi harus diuji


keefektifannya. Cara menentukan daya sterilisasi zat-zat tersebut
adalah dengan melakukan tes koefisien fenol. Uji ini dilakukan untuk
membandingkan aktivitas suatu produk (desinfektan) dengan daya
bunuh fenol dalam kondisi tes yang sama. Berbagai pengenceran
fenol dan produk yang dicoba dicampur dengan suatu volume tertentu
biakan Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus.

Tujuan dari uji koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi daya anti
mikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan potensi dan
efektifitas desinfektan berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak
terhadap kuman dan membandingkannya terhadap fenol standard
yang disebut koefisien fenol.

Dalam berbagai keperluan tentunya kita telah mengenal, bahkan


mungkin menggunakan beberapa produk keperluan rumah tangga,
laboratorium, atau rumah sakit yang bernama desinfektan. Tidak
jarang istilah desinfektan dirancukan dengan istilah lain yakni
antiseptik. Padahal keduanya memiliki definisi dan fungsi yang
berbeda. Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau
pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi
atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk
membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman
penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan
kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad
renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan
desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai,
ruangan, peralatan dan pakaian (Rismana, 2008).
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan
sebagai antiseptik dan desinfektan. Tapi tidak semua bahan
desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam
penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak
merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang
penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara
dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada
kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai
bahan dalam proses sterilisasi.Walaupun kita sering menggunakan
produk desinfektan, sebagian besar konsumen tentunya belum
mengenal jenis bahan kimia apa yang ada dalam produk tersebut.
Padahal bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses
desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target
mikroorganime yang akan dimatikan (Rismana, 2008).
Beberapa jenis bahan yang berfungsi sebagai desinfektan dijelaskan
di bawah ini

Golongan aldehid
Bahan kimia golongan aldehid yang umum digunakan antara lain
formaldehid, glutaraldehid dan glioksal. Golongan aldehid ini bekerja
dengan cara denaturasi dan umum digunakan dalam campuran air
dengan konsentrasi 0,5% - 5% . Daya aksi berada dalam kisaran jam,
tetapi untuk kasus formaldehid
daya aksi akan semakin jelas dan kuat bila pelarut air diganti dengan
alkohol.
Formaldehid pada konsentrasi di bawah 1,5% tidak dapat membunuh
ragi dan jamur, dan memiliki ambang batas konsentrasi kerja pada 0,5
ml/m3 atau 0,5 mg/l serta bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan
kanker). Larutan formaldehid dengan konsentrasi 37% umum disebut
formalin dan biasa digunakan utuk pengawetan mayat (Rismana,
2008).
Glutaraldehid memiliki daya aksi yang lebih efektif disbanding
formaldehid, Sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang virologi dan
tidak berpotensi karsinogenik. Ambang batas konsentrasi kerja
glutaraldehid adalah 0,1 ml/m3 atau 0,1 mg/l. Pada prinsipnya
golongan aldehid ini dapat digunakan dengan spektrum aplikasi yang
luas, Misalkan formaldehid untuk membunuh mikroorganisme dalam
ruangan, peralatan dan lantai, sedangkan glutaraldehid untuk
membunuh virus.
Keunggulan golongan aldehid adalah sifatnya yang stabil, persisten,
dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa material peralatan.
Sedangkan beberapa kerugiannya antara lain dapat mengakibatkan
resistensi dari mikroorganisme, untuk formaldehid diduga berpotensi
bersifat karsinogen, berbahaya bagi kesehatan, mengakibatkan iritasi
pada sistem mukosa, aktivitas menurun dengan adanya protein serta
berisiko menimbulkan api dan ledakan (Rismana, 2008).

Golongan alkohol
Golongan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain
golongan aldehid. Beberapa bahan di antaranya adalah etanol,
propanol dan isopropanol. Golongan alkohol bekerja dengan
mekanisme denaturasi serta berdaya aksi dalam rentang detik hingga
menit dan untuk virus diperlukan waktu di atas 30 menit. Umum
dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70-90 %. Golongan
alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif
bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah
untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan
golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak
material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya
sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein.
Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap
api/ledakan dan sangat cepat menguap (Rismana, 2008).

Golongan pengoksidasi
Bahan kimia yang termasuk golongan pengoksidasi kuat dibagi ke
dalam dua golongan yakni peroksida dan peroksigen di antaranya
adalah hidrogen peroksida, asam perasetik, kalium peroksomono
sulfat, natrium perborat, benzoil peroksida, kalium permanganat.
Golongan ini membunuh mikroorganisme dengan cara mengoksidasi
dan umum dibuat dalam larutan air berkonsentrasi 0,02 %. Daya aksi
berada dalam rentang detik hingga menit, tetapi perlu 0,5 - 2 jam
untuk membunuh virus. Pada prinsipnya golongan pengoksidasi dapat
digunakan pada spektrum yang luas, misalkan untuk proses desinfeksi
permukaan dan sebagai sediaan cair. Kekurangan golongan ini
terutama oleh sifatnya yang tidak stabil, korosif, berisiko tinggi
menimbulkan ledakan pada konsentrasi di atas 15 %, serta perlu
penanganan khusus dalam hal pengemasan dan sistem
distribusi/transport (Rismana, 2008).

Golongan halogen
Golongan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium
seperti larutan iodium, iodofor, povidon iodium, sedangkan senyawa
terhalogenasi adalah senyawa anorganik dan organik yang
mengandung gugus halogen terutama gugus klor, misalnya natrium
hipoklorit, klor dioksida, natrium klorit dan kloramin. Golongan ini
berdaya aksi dengan cara oksidasi dalam rentang waktu sekira 10-30
menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1-
5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk mereduksi virus,
tetapi tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram
positif dan ragi. Umum digunakan sebagai desinfektan pada pakaian,
kolam renang, lumpur air selokan (Rismana, 2008).
Adapun kekurangan dari golongan halogen dan senyawa
terhalogenasi adalah sifatnya yang tidak stabil, sulit dibuat dalam
campuran air pada konsentrasi 70-90 %. Golongan alkohol ini tidak
efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif bagi virus non-
lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah untuk permukaan
yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini
adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak material, dapat
dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun
aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa
kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat
cepat menguap (Rismana, 2008).

Golongan fenol
Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak
dipakai antara lain fenol (asam karbolik), kresol, para kloro kresol dan
para kloro xylenol. Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi
dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam
larutan air dengan konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses desinfeksi
dilakukan untuk virus, spora tetapi tidak baik digunakan untuk
membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum
digunakan sebagai dalam proses desinfeksi di bak mandi, permukaan
dan lantai, serta dinding atau peralatan yang terbuat dari papan/kayu.
Adapun keunggulan dari golongan golongan fenol dan fenol
terhalogenasi adalah sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah
terhadap beberapa jenis material, sedangkan kerugiannya antara lain
susah terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif. Golongan garam
amonium kuarterner Beberapa bahan kimia yang terkenal dari
golongan ini antara lain benzalkonium klorida, bensatonium klorida,
dan setilpiridinium klorida (Rismana, 2008).
Golongan ini berdaya aksi dengan cara aktif-permukaan dalam
rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan
air dengan konsentrasi 0,1%-5%. Aplikasi untuk proses desinfeksi
hanya untuk bakteri vegetatif, dan lipovirus terutama untuk desinfeksi
peralatannya. Keunggulan dari golongan garam amonium kuarterner
adalah ramah terhadap material, tidak merusak kulit, tidak beracun,
tidak berbau dan bersifat sebagai pengemulsi, tetapi ada
kekurangannya yakni hanya dapat terbiodegradasi sebagian.
Kekurangan yang lain yang menonjol adalah menjadi kurang efektif
bila digunakan pada pakaian, spon, dan kain pel karena akan
terabsorpsi bahan tersebut serta menjadi tidak aktif bila bercampur
dengan sabun, protein, asam lemak dan senyawa fosfat.
Salah satu produk yang sudah dipasarkan dari golongan ini diklaim
efektif untuk membunuh parvovirus, di mana virus ini merupakan
jenis virus hidrofilik
yang sangat susah untuk dimatikan (Rismana, 2008).

Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak
berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH
dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan
dengan cincin fenil.

Struktur Fenol

Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml.
Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan
ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan
anion fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air (Aditya,
2009).
Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih
asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di
mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol
alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini
diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen
dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui
cincin tersebut dan menstabilkan anionnya.
Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam
benzoat
dengan proses Raschig, Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari
oksidasi batu bara. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti
yang digunakan Sir Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan
antiseptik. Fenol merupakan komponen utama pada anstiseptik
dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorophenol).
Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa anestitika oral,
misalnya semprotan kloraseptik (Aditya, 2009).
Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi
aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya. Fenol yang terkonsentrasi
dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka.
Penyuntikan fenol juga pernah digunakan pada eksekusi mati.
Penyuntikan ini sering digunakan pada masa Nazi, Perang Dunia II.
Suntikan fenol diberikan pada ribuan orang di kemah-kemah,
terutama di Auschwitz-Birkenau. Penyuntikan ini dilakukan oleh
dokter secara penyuntikan ke vena (intravena) di lengan dan jantung.
Penyuntikan ke jantung dapat mengakibatkan kematian langsung
(Aditya, 2009).

Bacillus subtilis
Bacillus subtilis berasal dari famili Bacillaceae, bersifat aerob
berbentuk basil dan merupakan bakteri gram positif yang membentuk
endospora. Umumnya bekteri ini bersifat saprofit yang hidup di tanah,
debu, tumbuh – tumbuhan, dan air. Jika hidup pada jaringan manusia,
dapat menyebabkan infeksi, seperti infeksi mata.
Rangkaian genom lengkap dari Bacillus subtillis adalah bakteri gram
positif pertama. Rangkaian genom ini memberi pengetahuan
signifikan terhadap kapasitas bakteri untuk digunakan secara luas
sebagai sumber karbon dan untuk mensekresi enzim penting bagi
industri dalam jumlah yang besar. Rangkaian ini setidaknya
mengandung sepuluh pro fage atau lebih, yang berperan penting
untuk infeksi bakteri dalam transfer dari gen selama perkembangan
evolusi bakteri.
Publikasi dari rangkaian genom lengkap bakteri gram positif, Bacillus
subtilis, memberikan kontribusi yang sangat besar untuk mempelajari
bakteri lain dalam golongan ini. Bakteri gram positif mencakup
beberapa pathogen pada manusia, seperti penyebab Botulisme,
Pneumonia, dan Tuberkulosis. Genom Bacillus subtilis menghasilkan
banyak gen yang mengkode transkripsi regulator. Gen ditemukan
sebanyak 77 tipe yang berbeda dari protein pentransfer, yang dapat
mengambil nutrisi untuk bakteri dan mengeluarkan racun seperti
antibiotik.

Media Nutrient Broth


Penyiapan media pertumbuhan mikroorganisme harus mengandung
nutrisi yang dibutuhkan bakteri supaya dapat tumbuh membentuk
koloni dan harus steril sehingga tidak ada kontaminan dari
lingkungan.
Media pertumbuhan dasar untuk bakteri adalah Nutrient Broth (NB),
Nutrient Agar (NA), Tryptic Soy Broth (TSB), dan Tryptic Soy Agar
(TSA).

C. PRINSIP UJI KOEFISIEN FENOL


membandingkan aktivitas suatu produk (desinfektan) dengan daya
bunuh fenol dalam kondisi tes yang sama. Berbagai pengenceran
fenol dan produk yang dicoba dicampur dengan suatu volume tertentu
biakan bakteri.
D. Metode Kerja Uji Koefisien Fenol
Cara Melakukan Uji Koefisien Fenol
Perbandingan aktivitas fenol dengan pengenceran baku terhadap
aktivitas sampel dengan pengenceran tertentu, MIC ( konsentrasi
terendah dimana pertumbuhan bakteri terhambat ) suatu antiseptik
terhadap bakteri tertentu
Metode pegenceran bertingkat dengan mengurangi konsentrasi zat
sebanyak setengah dari konsentrasi awal dengan volume yang sama
Metode turbidimetri, menentukan takaran dengan melihat kekeruhan
yang terjadi setelah percobaan dilakukan
V1 C1 = V2 C2
Hasil kali konsentrasi dengan volume senyawa yang semula
digunakan adalah sama dengan hasil kali konsentrasi senyawa
tersebut dalam volume setelah pengenceran.

Contoh Uji koefisien Fenol Dengan Disinfektan


I. Tujuan : Tujuan dari praktikum uji koefisien
fenol adalah untuk mengevaluasi daya anti mikroba suatu
desinfektan dengan memperkirakan potensi dan efektifitas
desinfektan berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak
terhadap kuman dan membandingkannya terhadap fenol
standard yang disebut koefisien fenol.

I. Prinsip : Pertumbuhan bakteri uji pada media


yang sesuai setelah bakteri tersebut kontak dengan disinfektan
dalam waktu 5, 10, dan 15 menit.

II. Alat dan Bahan :


 Alat :
o Tabung reaksi
o Ose/sengkelit
o Pencatat waktu (stopwatch)
o Mc Farland III (109 kuman/ml)
o Vortex
o Stiker label
o Spiritus

 Bahan :
o Kaldu nutrisi (Nutrient Broth)
o Air suling steril
o Staphylococcus aureus ATCC 25953 dalam agar nutrisi (Gram +)
o Salmonella thyphosa ATCC 6539 dalam agar nutrisi (Gram -)
o Larutan NaCl fisiologis 0,9%
o Fenol standar
o Desinfektan uji

IV. Dasar Teori :


Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi harus diuji
keefektifannua. Cara menentukan daya sterilisasi zat-zat tersebut
adalah dengan melakukan tes koefisien fenol. Uji ini dilakukan untuk
membandingkan aktivitas suatu produk (desinfektan) dengan daya
bunuh fenol dalam kondisi tes yang sama. Berbagai pengenceran
fenol dan produk yang dicoba dicampur dengan suatu volume
tertentu biakan Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus.
V. Cara Kerja
1. Pembuatan media
Media kaldu nutrisi (Nutrient Broth) dimasukkan dalam 12 tabung
reaksi ukuran 20 x 150 mm, volume masing-masing dibuat 5 ml.
Komposisi perliter terdiri dari pepton 10 g, ekstrak daging 5 g, dan
NaCl 5 g; pH akhir 6,8.
1. Pembuatan inokulum
Bakteri Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus sebelumnya
telah ditanam pada agar nutrisi (Nutrient Agar) miring dan diinkubasi
pada suhu 37°C selama 24-48 jam.
Tahap pengenceran bakteri uji adalah sebagai berikut:
a. Siapkan tabung reaksi berisi 2 ml NaCl fisiologis 0,9%
b. Pindahkan biakan S. thyphosa atau S. aureus tersebut (pilih salah
satu) ke dalam larutan NaCl dengan ose, dan setarakan kekeruhannya
dengan larutan Mc Farland III (109 kuman/ml)
c. Suspensi kuman tersebut kini diperkirakan berisi 109 kuman/ml
d. Siapkan 3 buah tabung reaksi masing-masing berisi 4,5 ml NaCl
fisiologis 0,9%
e. Pipet 0,5 ml dari suspensi kuman sebelumnya (109 kuman/ml),
pindahkan ke salah satu tabung reaksi berisi 4,5 ml NaCl. Suspensi
kuman kini berkonsentrasi 108 kuman/ml
f. Lakukan pengenceran kedua dengan mengambil 0,5 ml dari
suspensi kuman 108 dan memindahkannya ke dalam tabung berisi 4,5
NaCl yang kedua. Suspensi kuman kini berkonsentrasi 107 kuman/ml
g. Pengenceran terakhir dilakukan dengan memindahkan 0,5 ml dari
suspensi kuman 107 ke dalam tabung terakhir NaCl. Suspensi kuman
telah setara dengan 106 kuman/ml. Suspensi bakteri dengan
konsentrasi inilah yang akan digunakan untuk melakukan uji
praktikum ini.
1. Pembuatan larutan baku fenol
Dibuat larutan persediaan baku fenol 5% dengan cara menimbang 2,5
g fenol dalam 50 ml air suling steril. Kemudian dilakukan
pengenceran konsentrasi menjadi 1:80 dengan mempipet 12,5 ml
larutan fenol 5% ditambahkan dengan 37,5 ml air suling steril pada
tabung steril ukuran 25 x 150 mm.
1. Pembuatan larutan desinfektan
Pengenceran larutan desinfektan dilakukan pada tabung steril
berukuran 25 x 150 mm. Tahapannya adalah sebagai berikut:
a. Siapkan 4 buah tabung steril berisi aquades dengan volume yang
berbeda-beda di dalamnya yaitu 9 ml, 7 ml, 4,5 ml, dan 7 ml, secara
berurutan
b. Lakukan pengenceran pertama dengan mempipet 1 ml larutan
desinfektan ke dalam 9 ml air suling sehingga konsentrasi menjadi
1:10
c. Pengenceran selanjutnya adalah dengan memindahkan 1 ml
desinfektan 1:10 ke dalam tabung berisi 7 ml air suling. Konsentrasi
desinfektan pada tabung ini adalah 1:80
d. Pindahkan 0,5 ml desinfektan 1:80 ke dalam 4,5 ml aquades
sehingga konsentrasi kini 1:100
e. Pipet 0,5 ml desinfektan 1:100 ke dalam tabung berisi 7 ml air
suling sehingga konsentrasi pada tabung ini adalah 1:150
f. Desinfektan yang akan dipakai selanjutnya adalah yang
konsentrasinya 1:80, 1:100, dan 1:150. Oleh karena itu, samakan
volumenya masing-masing menjadi 5 ml
Media, bakteri uji, larutan fenol, dan desinfektan telah disiapkan.
Dengan demikian kita dapat melakukan inokulasi kuman uji dalam
desinfektan dan fenol dengan memperhitungkan waktu kontak 5, 10,
dan 15 menit secara akurat. Label 12 tabung berisi Nutrient both
dengan menandai F5’, F10’, F15’, DES 1:80 5’, DES 1:80 10’, DES
1:80 15’, DES 1:100 5’, DES 1:100 10’, DES 1:100 15’, DES 1:150
5’, DES 1:150 10’, DES 1:150 15’.
 Uji Fenol
Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0,5 ml ke
dalam larutan fenol 1:80. Tunggu sampai 5 menit, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung berlabel F5’. Lima menit
kemudian, ambil lagi 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung
F10’. Setelah lima menit kemudian, ambil 1 ose dari campuran
tersebut ke dalam tabung F15’.
 Uji I 1:80
Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0,5 ml ke
dalam desinfektan 1:80. Tunggu sampai 5 menit, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung berlabel DES 1:80 5’. Lima menit
kemudian, ambil lagi 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung
DES 1:80 10’. Setelah lima menit kemudian, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung DES 1:80 15’.
 Uji II 1:100
Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0,5 ml ke
dalam desinfektan 1:100. Tunggu sampai 5 menit, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung berlabel DES 1:100 5’. Lima
menit kemudian, ambil lagi 1 ose dari campuran tersebut ke dalam
tabung DES 1:100 10’. Setelah lima menit kemudian, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung DES 1:100 15’.
 Uji III 1:150
Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0,5 ml ke
dalam desinfektan 1:150. Tunggu sampai 5 menit, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung berlabel DES 1:150 5’. Lima
menit kemudian, ambil lagi 1 ose dari campuran tersebut ke dalam
tabung DES 1:150 10’. Setelah lima menit kemudian, ambil 1 ose dari
campuran tersebut ke dalam tabung DES 1:150 15’.
Tabung-tabung reaksi uji kemudian dieramkan di dalam inkubator
pada suhu 37°C selama 24-48 jam.
Diamati ada tidaknya pertumbuhan bakteri pada setiap tabung
Pengamatan :
(+) keruh : ada pertumbuhan
(-) jernih : tidak ada pertumbuhan

VI. Data Pengamatan

Setelah tabung reaksi diinkubasi padsa suhu 37°C selama 24 - 48 jam,


maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Jenis Waktu / menit
pengenceran 5 10 15
FENOL 1 : 80 + + _
DESINFEKTAN 1 : 80 _ _ _
DESINFEKTAN 1 : 100 _ _ _
DESINFEKTAN 1 : 150 + _ _

VII. Perhitungan
Koefisien fenol adalah hasil bagi dari faktor pengenceran tertinggi
desinfektan dengan faktor pengenceran tertinggi baku fenol yang
masing-masing dapat membunuh bakteri uji dalam jangka waktu 10
menit, tetapi tidak membunuh dalam jangka waktu 5 menit.

VIII. Pembahasan
Dari pengamatan praktikum kali ini didapatkan hasil tes fenol 1:80,
suatu desinfektan dengan konsentrasi 1:80, 1:100, dan 1:150. Tes
fenol dengan pengenceran 1:80 pada tabel di atas menunjukkan
bahwa kuman masih hidup sampai menit ke-10 namun setelah 15
menit, kuman tersebut mati. Hal ini cukup rasional oleh karena
semakin lama fenol tersebut bekerja, semakin efektif pula daya
disinfeksinya.
Pada pengenceran suatu desinfektan 1:80, tidak terdapat kuman sama
sekali dari menit ke-5 sampai menit ke-15. Dengan hasil tersebut,
asumsi kami adalah desinfektan ini memiliki kefektifitasan yang
cukup bagus sehingga dapat langsung membunuh kuman dengan
cepat.
Sementara pada pengenceran 1:100, tabung reaksi juga tidak
menampakkan kekeruhan dan disimpulkan bahwa tidak ada bakteri
yang hidup.
Namun pada pengenceran desinfektan yang terakhir, yaitu 1:150,
terdapat kekeruhan di menit ke-5 tetapi tidak pada menit ke-10 dan
ke-15. Kekeruhan pada pengenceran terakhir ini menimbulkan
keraguan pada hasil dari pengenceran 1:100, atau pada pengenceran
1:150 ini.
Oleh karena kesalahan yang kami lakukan pada praktikum ini, kita
tidak dapat melakukan perhitungan koefisien fenol.Terjadinya hal ini
dapat diakibatkan oleh berbagai faktor kemungkinan. Faktor-faktor
kemungkinan penyebab terjadinya kesalahan kami antara lain adalah:
 Pengerjaan praktikum secara paralel
Kegagalan yang terjadi dalam praktikum ini mungkin juga disebabkan
oleh pengerjaan tabung Uji Disinfektan secara paralel yang saat itu
dimaksudkan untuk mempersingkat waktu pengerjaan. Pengerjaan
secara paralel tersebut telah mengakibatkan ketidakakuratan dan
ketidaktelitian perhitungan waktu yang diperlukan.
 Ketidakakuratan dalam pengambilan kuman menggunakan ose
Dalam menginokulasi kuman uji terhadap desinfektan, kami
memindahkan kuman tersebut hanya dengan 1 ose. Dengan
penggunaan ose, terdapat kemungkinan kuman tidak terangkat sesuai
dengan konsentrasi yang diinginkan. Sebab pada percobaan kami,
banyak kuman yang mati. Pengambilan kuman dengan 2 ose mungkin
dapat lebih akurat.
 Penggunaan spiritus yang berlebihan
Banyaknya kuman yang mati juga dapat disebabkan terlalu seringnya
dilakukan flambir pada pembuatan inokulum dan pada
penginokulasian kuman uji terhadap desinfektan. Kuman S.
aureus dan S. thyphosa tumbuh optimum pada suhu 37°C, oleh karena
itu tidak diperlukan suhu panas yang berlebihan.
 Pengenceran desinfektan yang tidak akurat
Pada percobaan kali ini, kami mungkin juga melakukan kesalahan
ketika melakukan pengenceran desinfektan ke dalam 1:80, 1:100,
1:150. Pengenceran yang dilakukan tidak akurat, yaitu terlalu banyak
desinfektan yang terkandung dalam 1:80 atau 1:100, sehingga
desinfektan terlalu pekat dan tidak sebanding dengan jumlah kuman
yang dibiakkan.

IX. Kesimpulan
Dari percobaan yang kami lakukan tidak dapat diambil
kesimpulan karena tidak ditemukan hasil yang sesuai.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Koefisien fenol adalah perbandingan ukuran keampuhan suatu
bahanantimikrobial dibandingkan dengan fenol. Fenol dijadikan
pembanding karena fenol sering digunakan untuk mamtikan
mikroorganisme. Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan
bahwa bahan antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan
fenol. Sebaliknya, apabila koefisien fenol lebih dari 1 artinya bahan
mikrobial tersebut lebih ampuh daripada fenol

Tujuan dari uji koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi daya anti
mikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan potensi dan
efektifitas desinfektan berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak
terhadap kuman dan membandingkannya terhadap fenol standard
yang disebut koefisien fenol.
PRINSIP UJI KOEFISIEN FENOL membandingkan aktivitas suatu
produk (desinfektan) dengan daya bunuh fenol dalam kondisi tes yang
sama. Berbagai pengenceran fenol dan produk yang dicoba dicampur
dengan suatu volume tertentu biakan bakteri.

B. Saran
Penulis berharap Uji Koefisien Fenol yang telah disajikan dalam bab
pembahasan dapat dijadikan referensi ataupun tambahan wawasan
bagi pembaca sehingga dapat membedakannya dan dapat
menerapkanya secara tepat dengan tujuan memajukan pendidikan di
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://pharzone.com/blog/50-mikrobiologi/108-uji-
koefisien-fenol.html
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Fenol
3. JEWETZ, 2007, MIKROBIOLOGI
KEDOKTRAN,CETAKAN I EDISI 23, JAKARTA : BUKU
KEDOKTERAN EGC.

UJI KOEFISIEN FENOL

A. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui daya hambat desinfektan terhadap
pertumbuhan Bakteri Staphylococcusaureus.
B. Maksud Percobaan
Untuk menentukan suatu sediaan apakah termasuk
desinfektan atau tidak dengan melihat standar koefisien fenol.
C.Prinsip Percobaan
Untuk membandingkan daya bunuh suatu desinfektan
dengan daya bunuh baku fenol terhadap bakteri
uji Staphylococcus aureus yang dipilih pada kondisi yang sama
dalam waktu 5,10,dan 15 menit.

D. Teori ringkas
Desinfektan merupakan suatu bahan yang digunakan
untuk menghilangkan dan mematikan mikroba, terutama
bakteri yang membahayakan. Istilah ini umumnya di gunakan
dalam proses membebaskan benda-benda mati dari bakteri
dan aman untuk dipakai dalam bidang industri, rumah sakit,
dalam makanan dan minuman serta bidang kefarmasian .

Menurut kegunaannya desinfektan dapat di


bedakan menjadi anti mikroba, Antibiotik, Khemoterateutika,
desinfektansia, senitazer, qermisida, dan sebagainya. Salah
satu desinfektan atau antimikroba yang sering di gunakan
adalah yaitu desinfektansia yang secara umum di aktifkan
sebagai pembasmi mikroorganisme yang di khususkan untuk
benda-benda mati, selain itu ada beberapa kelompok
antimikroba kimiawi yaitu fenol, senyawa fenolik alcohol,
halogen, logam-logam berat dan persenyawaanditerjen aldihida
Menurut SNI 06. 1872-1990. Syarat mutu
desingfektansiasebagai pembersi lantai adalah koefisien fenol,
PH, kelarutan dalam air dan indikator kekuatan desinfektansia
dalam dalam membasmi mikro organism adalah koefisien
fenol. (Natsir Djide. 2004)

Nilai koefisien fenol adalah perbandingan pengeceran


tertinggi baku fenol 5 % dimana pengeceran tersebut dapat
mematikan bakteri uji dalam kontak waktu 10 menit, tetapi tidak
mematikan bakteri uji dalamkontak waktu 5 menit, bakteri /
mikro organisem yang dapat dipakai adalahStaphylococcus
aureus (Arifuddin, 1992)

Pada awal dan akhir dari pengujian koefisien fenol selalu


di lakukan uji kemurnian bakteri uji. Pengujian bakteri tersebut
pada akhir pengujian koefisien fenol dilakukan pada hari ke tiga
ingkubasi pada suhu 370C.

Faktor yang mempengaruhi suatu desinfektan adalah :


- Konsentrasi / kada
- Waktu
- suhu
- keadaan sekitar media
Penggolongan desinfektan dibagi dalam beberapa
golongan, yaitu :
1. Golongan fenol dan turunannya
2. Alcohol
3. Yudium
4. Prepara clor
5. Logam-logam berat dan turunannya (Hg, Ag, Zn dan Cu)
6. Zat warna
7. Sabun dan ditergen sintesis
8. Senyawa amonium quartus
9. Oksidator
10. Aoresol
11. Fumigasi (Signaterdadie, 2009)
Fenol memiliki kelarutan dalam air terbatas yakni 3,8
gram / 10 mlfenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya
ia dapat melepaskan ion H1dan gugus hidroksidanya
pengeluaran ion tersebut menjadikan anion ferioksida C6HsO
yang dapat dilarutkan dalam air fenol didapatka melalui
oksidasi,sebagai pada bezena atau asam benzoal dengan
proses fenol.
Turunan fenol mempunyai efek antiseftik, antihelmitik,
anestetik, karebolitik,kausatik, dan bekerja dengan
mengandalkan protein sel bakteri turunan ini di gunakan
sebagai desinfektan, antiseptic, antilenintik, karebolitik. Pada
beberapa kasus peningkatan aktivitas bakteri di ikuti dengan
penurunan toksitas fenol. Fenol re halogenasi dan alkil fenol
meskipun efek antiseptikumnya besar tetapi tidak dapat di
gunakan antseptiknya kulit dan mulut, desinfektandan untuk
saterilisasi untuk. (Indang Entjang. 2001)
Beberapa desinfektan yang merupakan turunan dari
koefisien fenol yang dapat menghambatStaphylococcus
aureus. Contohnya : Timol, Cuserol, Heksilresorusiad
hoksakloroform.
Hubungan struktur dan aktifitas adalah sebagai berikut
:
1. Fenol sendiri mempunyai efek antiseptik dan
desinfektan.
2. Pemasukan gugus holegenseperti klorin dan bromine ke inti
fenol akan meningkatkan aktifitas desinfektan.
3.Pemasukangugus nitro dapat mengakibatkan aktifitas
desinfektan sampai derajat yang moderat.
4. Pemasukan gugus asam karbolat dari asam sulfonat
menurunkan aktifitas desinfektan.
5. Pemasukangugus alkil kedalam struktur fenol akan
meningkatkanaktifitas desinfektan dan menurunkan
toksisitasnya.
6. Pemasukan gugus altoksi juga meningkatkan aktipitas
antiseptic dan desinfektan fenol. (Natsir Djide. 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbunuhnya bakteri yaitu
:
a.Factor abiotik
Factor abiotik terdiri dari :
1. Pengaruh temperature
2. Pengaruh kesalahan dan kekeringan
3. Pengaruh perubahan nilai osmatik
4. Pengaruh PH
5. Pengaruh sinar
6. Secara mekanik
b. Factor biotik
Factor-faktor biotik terdiri dari :
1. Netralisasi
2. Komposisi
3. Antagonisme
c. Factor-faktor kimia
Factor-faktor kimia terdiri atas :
1. Logam-logam berat (Hg, Ag, As, Zn, dan Cu)
2. Fenol
3. Alcohol
4. Aldehid
5. Yodium
6. Klor dan senyawa klor
7. Zat warna
8. Detergen dan antibiotik (Cristensi dan Kaufman. 1974)

E. Uraian bahan
1. Air steril (Depkes RI, Edisi III,hal,97
Nama resmi : AQUA PRO INJECTIONE
Nama lain : Air steril / air untuk injeksi
erian : Keasaman, kebasaan, ammonia, besi, tembaga, timbale
kalsium, klorida ,netrat, sulfat, zat teroksidasi memenuhi syarat
yang tertera pada aquadestillata
yimpanan : Dalam wadah tertutup kedap jika disimpan dalam wadah
terbukakapas berlemak, harus di gunkan dalam 3 hari setelah
pembuataan
an : Untuk pembuatan injeksi

2. Alcohol (Depkes RI, Edisi III, hal 65)


Nama resmi : AETHANOLUIM
Nama lain : Alkohol, etanol
erian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah
terbakar, bau khas rasa padat dan mudah bergerak dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap
: Sangat mudah larut dalam air klorofom P dan eter P
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai zat tambahan

3. Aquadest (Depkes RI, Edisi III, hal 96)


Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
: Cairan jernih, tidak berbau, tidak berarna, dan
tidak berasa
Berat molekul : 18,02
Rumus molekul : H2O
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut

4. Beef extrac (Depkes RI, Edisi III, hal 1152)


Nama resmi : BEEF EXTRAC
Nama lain : Extrac daging sapi
erian : Berbentuk pasta, berwarna coklat, baud an rasa seperti
daging, sedikit asam
Kelarutan : Larut dalam etanol

5. Fenol (Depkes RI, Edisi III, hal 484)


Nama resmi : PHENOLUM
Nama lain : Fenol
erian : Hablur bentuk jarum atau massa hablur,tidak berwarna
dengan berbau khas
rutan : Larut dalam 12 bagian air,mudah larut dalam
etanol,dalam eter P ,dalam minyak tanah.
yimpanan : Dalam wadah tertutup rapat terlindungi dari cahaya di
tempat sejuk.
6. Pepton (Depkes RI, Edisi II, hal 72)
Nama resmi : PEPTONE
Nama lain : Pepton
erian : Kuning kemerahan sampai coklat,bau khas tidak busuk.
rutan : Larut dalam air,praktis tidak larut dalam etanol (95%) P
dan dalam eter P
ar nitrogen : Tidak kurang dari 14,2% dan tidak lebih dari 15,5% sesuai
dengan tidak kurang dari 89% Pepton.

7. Nutrient broth (NB)


Komposisi Nutrient Broth (NB) :
Ekstrak daging sapi 3 gr
Peptone 3 gr
Aquadest 1000 ml.

F. Uraian Bakteri
1. Klasifikasi bakteri Staphyiococcus aureus
Kingdom : protista
Division : Protophyta
Class : scizomycates
Ordo : Embacteriaks
Family : Embacteracece
Genus : staphyiococcus
Sepsis : Staphylococcus aureus

2. Merfologi Bakteri Staphylococcus aureus


Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif tidak
bergerak dan tidak berspora dan mampu membentuk kapsul
berbentuk kokus/bulat dengan tersusun seperti buah anggur
dan ukurannya berbeda-beda tergantung pada media
pertumbuhannya.dinding selnya mengandung asam
pekat yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya.
Staphylococcus aureus memiliki diameter 0,5-1,0 mm, dengan
warna kuning, tidak tahan pada pembenihan padat seperti
koloni, suhu optimum pertumbuhannya 370C pada PH 7,4 (Sri
Kandi, Fardias. 1988)

G. Uraian Sampel
Wings Porselain Cleaner (WPC) mengandug bahan aktif
HCl, untuk membersihkan ubin dan dan permukaan keramik
dan membersihkan dapur, lantai, dinding kamar mandi dan
ubin dekoratif, dan membersihkan mereka dari kotoran keras
kepala dan kulit kusam.
Wings Porselain Cleaner dapat membersihkan kotoran
yang dihasilkan dari oksidasi tanpa merusak desain atau warna
.(PT Sayap Mas Utara)DEPKES RI PKD 20303800470
s
H. Alat dan Bahan
a. Alat yang digunakan :
1. Autoklaf
2. Botol semprot
3. Batang pengaduk
4. Baskom
5. Erlen meyer
6. Gelas kimia
7. Gelas ukur
8. Ingkubator
9. Lampu ispritus
10. Masker
11. Ose bulat
12. Pipet tetes
13. Oven
14. Rak tabung
15. Spoit 1 ml, 3 ml, 5 ml, dan10 ml
16. Sendok tabung
17. Stopwatch
18. Tabung reaksi
19. Timbangan
b. Bahan yang digunakan :
1. Aquadest
2. Alcohol
3. Air steril
4. Bakteri Staphylococcous aureus
5. Desinfektan wipol
6. Es batu
7. Fenol 5%
8. Kapas
9. Kertas label
10. Korek api
11. Medium Nutrient broth

I. Cara Kerja
1. Untuk pembuatan larutan baku fenol 5%
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Diukur 5 ml fenol
c. Dimasukkan fenol yang telah di ukur kedalam labu ukur 100
ml, lalu di larutkan dengan aquadest kemudian di celupkan
volumenya hingga batas tunda lalu di homogenkan
2. Pengujian sampel desinfektan wipol dengan bakteri uji
staphylococcus avreus.
a. Disiapkn 22 tabung reaksi
b. 5 buah tabung reaksi yang berisi pengeceran desinfektan
sesuai dengan nilai MIC yang sudah didapat ke 20 tabung
reaksi tersebut di deret menjadi 4 deret, masing terdiri dari 5
tabung
c. Tabung reaksi yang berisi pengeceran sampel di letakkan
pada deret 1 secara beraturan dan di beri lebel.
d. Tabung deret 2, 3dan 4 diberi perlakuan yang sama sesuai
deret tabung 1.
e. Kemudian tabung reaksi 1 pada deret 1 di isi 0,2 ml suspensi
bakteri staphylococcus avreus dan di rendam dalam es batu.
f. Selang waktu 30 detik kemudian tabung reaksi 2 deret 1 di isi
dengan 0,2 ml suspense bakteri staphylococcus avreus.
g. Dibiarkan istirahat selama 5 menit.
h. Dilakukan inokulasi dengan menggunakan ose bulat pada
tabung reaksi 1 deret 2 sebanyak 1 ose dari tabung reaksi 1
deret 1.
i. 30 detik kemudian dilakukan pengerjaan inokulasi yang sama
sampai tabung reaksi 5 deret 2.
j. Dibiarkan selama 10 menit.
k. Dilakukan hal yang sama sampai tabung reaksi 5 deret 4.
l. Dinokulasi selama 1 X 24 jam dalam ingkubator pada suhu
370C.

3. Pengujian sampel Fenol 5%


a. Disiapkan 12 tabung reaksi
b. Ke 12 tabung reaksi tersebut dideret menjadi 4 deret dengan
tiap deret terdiri atas 3 tabung.
c. Tabung reaksi tersebut dideret secara beraturan dan diberi
label.
d. Dilakukan hal yang sam untuk deret 2, 3, dan 4 juga diberi
label.
e. Kemudian tabung reaksi 1 pada deret 1 diisi dengan 0,2 ml
suspense bakteri staphylococcus avreus dan di rendam dalam
es batu.
f. Selang waktu 30 detik dilakukan hal yang sama pada tabung
reaksi 2 dari deret 1 dan seterusnya sampai tabung reaksi 3
deret 1.
g. Dibiarkan stirahat selam 5 menit.
h. Dilakukan inokulasi dengan menggunakan ose bulat pada
tabung reaksi 1 deret 2 sebanyak 1ose dari tabung reaksi
1deret 1.
i. 30 detik kemudian dilakukan pekerjaan inokulasi yang sama
sampai tabung reaksi 3 deret 2.
j. Dibiarkan istrahat selama 10 menit.
k. Dilakukan hal yang sama sampai tabung reaksi 3 deret 4
l. Diinokulasi selam 1 X 24 jam dalam ingkubator pada suhu
370C

K. Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan penentuan uji koefisen fenol
pada wipol yang merupakan salah satu pruduk desinfektan
yang banyak beredar di pasaran. Menurut SNI 26-1990, syarat
mutu suatiu cairan desinfektan sebagai pembersi lantai adalah
koefisien fenol, PH, kelarutan dalam air soda dan daya
memucatkan sebagai indicator kekuatan desinfektan dalam
membasmi mikro organism adalah koefisien fenol.
Nilai koefisien fenol adalah perbandingan pengeceran
tertinggi desinfektansia dengan pengeceran tertinggi baku fenol
5%, dimana pengeceran tersebut dapat mematikan bakteri uji
dalamkontah waktu 5 menit.
Faktor utama yang menentukan bekerjanya suatu
desinfektsn adalah potensi, kadar, waktu yang diberikan
kepada desinfektan untuk bekerja, jumlah dan tipe mikro
organism yang ada dalam bakteri desinfektan. Bagian sel yang
rentang terhadap cara kerja desinfektan adalah pada
membrane sitoplasma enzim tertentu dan protein structural
seperti yang terdapat di dinding sel. (Indan Enjang. 2001)
Fenol atau asam karbolat atau benzoate adalah zat Kristal
ton yang memiliki bau khas rumus kimianya adalah C6 H5 0H
dan struktur memiliki hidroksi (OH) yang berkaitan fenol.(
Arifuddin 1992)
Sampel yang digunakan adalah
bakteriStaphylococcus aureus. Staphylococcous avreus adlah
organism yang umumnya terdapat di berbagai tubuh manusia,
termasuk mulut manusia karna mudah memasuki makanan.
Pecobaan koefisien fenol suatu desinfektan yakni wipol
dimana pengeceran yang digunakan adalah hasil MIC (minimal
inhibitory concentration) yang didap dari percobaan
sebelumnya di dapatkan nilai koefisien fenol adalah 4,4 berakti
efektif digunakan karena lebih besar dari 0,5.
Factor yang mempengaruhi suatu desinfektan adalah
- Konsentrasi / kadar
- Waktu
- Suhu
- Keadaan sekitar media
Pada percobaan ini di gunakan sampel bakteri
staphylococcus avreus karena pada saat melakukan
percobaan pada uji koefisien fenol yang tersedia di
laboratorium adalah bakteri staphylococcus aureus maksud
digunakannya es batu pada percobaan ini untuk
menginaktifkan bakteri dalam tabung reaksi pada deret 1
selama 30 detik
Untuk memperoleh koefisien fenol suatu sampel maka
terlebih dahulu dibuat suspensi bakteri uji koefisien fenol yang
di gunaka selang waktu saat diambil dari tabung 1 ke tabung 2
selama 30 detik dari kelompok tabung deret 1kelompok tabung
deret 2 diperlukan waktu kontak 5 menit kemudian dilanjutkan
dengan kelompok tabung deret 3 dengan lama kontak 10 menit
dan kelompok tabung deret 4 dengan lama kontak 15 menit.
Dalam percobaan ini di ambil 2 pengeceran, yaitu
pengeceran larutan desenfektan dan pengeceran baku fenol
dengan perbandingan untuk desinfektan ; 1 : 320, 1 : 340, 1 :
360,1 : 380, 1 :400 dan untuk baku fenol: 1:80, 1 : 90 dan 1 :
100 yang merupakan ketentuan.
Koefisien fenol ditentukan untuk membuktikan apakah
sampel disenfektan yang digunakan merupan yang baik atau
tidak. Fungsi dari stopwatch adalah untuk menentukan bahwa
terbunuhnya bakteri di tentukanoleh lama kontak dalam waktu
5 menit proses denutrasi bakteri belum mengalami tingkat
maksimal teyapi pada menit ke 10 proses pembunuha bakteri
maksimal terjadi.
Pada percobaan fenol ini , dimana tabung reaksi
yang berisikan sampel dan suspense bakteri harus direndam
es batu untuk menginatifkan bakteri uji menggunakan selang
waktu 5 menit pada masing seri tabung yang berisikan sampel
dan suspensis bakteri dikarenakan untuk membandingkan
daya bunuh pada masing-masing seri tabung baik pada fenol
baku dan disenfektan dengan menggunakan selang waktu
dapat diketahui nilai daya bunuh suatu sampel dari fenol baku
dan desinfektan sehingga dapat mengetahui nilai dari uji
koefisien fenol.
Perbedaan perbandingan dan larutan yang dipilih
daru baku fenol dan desinfektan. Dimana pada desinfektan
mengunakan perbandingan 1:400, 1:340, 1:360, 1: 380, 1:400.
Dikarenakan pada percobaan MIC yang nilai MIC pada
perbandingan 1:320 sehingga pada perbandingan disenfektan
percobaan uji koefisien fenol menggunakan perbandingan
1:320 (perbandingan awal) sedangkan pada baku fenol 5%
digunakan perbandingan 1:80, 1:90, 1:100. Merupakan
ketentuan untuk nilai perbandingan pada percobaan uji
koefisien fenol.
Perbedaan laruta yang dipipet dari tabung reaksi
deret 1-4 pada desinpektan dikarenakan untuk mendapatkan
nilai uji koefisien fenol dimana untuk mendapatkan nilai larutan
yang akan dipipet untuk tabung deret 1-4 pada sampel wipol
menggunakan perhitungan untuk perbandingan 1:320 =>
……………… dan seterusnya untuk membandingkan 1:340,
1:360, 1:380, 1:400 sedangkan untuk nilai LB (laktosa Broth)
yang akan di pipet pada masing masing deret menggunakan
perhitungan nilai banyak sampel dikurangi nilai
desinfektanbegitu seterusnya hingga perbandinggan 1:400,
sedangkan pada baku fenol sama dengan cara mencari
perbandingan yang akan di pipet pada masing-masing tabung
deret 1-4 tetapi pada baku fenol hanya 2 perbandingan yang
digunakan yaitu 1:80, 1:90, 1:100.

Dengan melakukan percobaan ini, kita dapat


mengetahui dan memahimi cara penentuan koefisien fenol dan
satu desinfektan dan baku fenol serta daya bunuh pada bakteri
staphylococcus aureus dengan kontak waktu, 5 ,10,dan 15
menit.
Factor kesalahan yang dilakukan oleh praktikum yaitu :
a. Kesalahan dalam pengukuran larutan fenol
b. Kesalahan saat pemidahan cairan dari tabung 1 maupun
ketabung yang lain
c. Peralatan yang kurang baik dan terbatas
d. Kurang terampilnya praktikum dalam mengunakan alat-alat
laboratorium.
Dalam percobaan uji koefisien fenol hanya ada 1
parameter yang digunakan untuk mengetahui nilai koefisien
fenol dari percobaan yang telah di lakukan dari sampel
desinfektan wipol dan baku fenol adalah tingkat kekeruhannya.

L. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa :
a. Desinfektan adalah bahan kimia/pengaruh fisika yang
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran
jasat renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau
menurungkan jumlah mikro organism.
b. Staphylococcus aureus merupakn bakteri Gran positif tidak
bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul.
c. Pada pengeceran desenfektansia 1:400 bakteri
Staphylococcus aureus di nyatan hidup pada waktu 5 menit
oleh karena iyu nilai desinfektansia terjadi pada pengeceran
1:400.
d. Pada pengeceran fenol 1:90 bakteri Staphylococcus aureus
dinyatan hidup pada waktu 5 menit dan mati pada waktu 10
menit dan 15 menit oleh karena itu nilai pengeceran fenol
terjadi pada pengeceran 1:90.
e. Tujuan di gunakannya desinfektansia wipol, yaitu untuk
menghambat, membunuh, atau mematikan mikro organisme.
f. Pengeceran tertinggi desinfektan uji yang mematikan dalam
waktu10menit tetapi tidak mematikan dalam waktu 5 menit.
KF=
pengecran tertinggi baku fenol yang mematikan dalam waktu
10 menit tetapi tidak mematikan dalam waktu 5 menit
=
= = 88,88 efektif (20 = ketetapan)
2. Saran
a. Laboratorium
Seharusnya perlengkapan dan alat-alat laboratorium
dilengkapi dan yang rusak diganti dengan yang baru dan alat –
alat dalam laboratorium seharusnya di tambah.
b.Asisten
Berikan arahan dan bimbingan yang lebih baik kepada
praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Arifiddin 1992 “ Dasar-Dasar Mikrobiologi “ Edisi III. Universitas


Indonesia : Jakarta
Dirjen POM. 1979 “ Farmakope Indonesai “ Edisi III. Depkes RI:
Jakarta
Djide. M. Nasir. 2004. “Mikrobiologi Farmasi “ Universitas Hasanuddin
: Makassar
Faradias . Srikandi. 1988. “ Mikrobiologi pangan : Depkes RI : Bogor
Signaterdadie’s, 2009. “ Desinfektan (online) (http : // www
signaterdadie’s. com) di akses tanggal 20-10-2010. Jam 19.30
WIB)
Tim dosen UIT. 2011 “ penuntun praktikum Mikrobiologi Farmasi “
Universitas Indonesai Timur: Makassar

Anda mungkin juga menyukai