Anda di halaman 1dari 5

LEMBAR TUGAS MANDIRI

Modul Empati, Etika, dan Profesionalisme 4 2018/2019

Mengenali Budaya Sendiri – Reflexology untuk Mengatasi Segala


Keluhan

Faizal Dzaky Rahmadika – 1606881071

ISI

Perkenalkan, saya Faizal Dzaky Rahmadika yang biasa dipanggil Dzaky. Saya merupakan anak
kedua dari dua bersaudara, dimana kakak saya sedang kuliah di jurusan Teknik Perminyakan dan
Ayah saya juga bekerja sebagai insinyur di perusahaan perminyakan. Seorang dokter merupakan
profesi yang sangat langka di dalam keluarga kami. Dari keluarga pihak ibu maupun ayah, hanya
satu paman yang merupakan istri dari adik ibu saya dan salah seorang kakak sepupu saya yang
merupakan seorang dokter; dan kemudian ada saya yang juga sedang mengenyam pendidikan di
kedokteran untuk menjadi dokter kelak. Sehingga, keluarga saya bukan merupakan keluarga yang
terlalu “melek” mengenai hal-hal berbau medis.

Keluarga saya termasuk keluarga yang sangat memercayai pengobatan alternatif. Berawal dari
kakek saya, yang merupakan seorang pemangku agama Hindu di Bali, yang suka menimba ilmu
mengenai pengobatan alternatif dari negeri Cina sana. Hobinya adalah membaca buku-buku
mengenai pengobatan alternatif tersebut dan diceritakannya kepada keluarganya, yang salah
satunya adalah ayah saya. Dari sekian bentuk pengobatan alternatif yang beliau pelajari, ada satu
pengobatan yang menurut saya cukup menarik dan terkadang terbukti efektif untuk mengatasi
keluhan di keluarga saya—yaitu reflexology atau bahasa mudahnya, refleksi.

Refleksi adalah sebuah pengobatan dimana diberikan sebuah tekanan pada kaki atau tangan
menggunakan sebuah alat yang terbuat bahan yang keras seperti kayu ataupun menggunakan
tangan; pada titik-titik tertentu yang menggambarkan bagian pada tubuh manusia yang akan
mendapatkan efek baik dari tekanan tersebut. Konon katanya, refleksi ini dapat memberikan rasa
rileks serta nyaman pada tubuh terutama pada bagian-bagian organ yang sesuai dengan daerah
yang diberikan tekanan. Daerah yang diberikan tekanan terbagi sesuai dengan organ dalam dan
alat indera, seperti terdapat daerah lambung, hati, jantung, mata, dan lain-lain.1

Ayah saya sudah mengidap gastritis sejak cukup lama dan sangat mudah dipicu dengan berbagai
jenis makanan ataupun waktu makan, sehingga membuatnya sering merasa kembung dan nyeri
pada perut. Berdasarkan pengalaman ayah saya yang setidaknya meminta saya untuk memberinya
terapi refleksi ini satu kali dalam tiap minggu, terapi ini membuatnya merasa lambungnya lebih
ringan dan nyaman, tidak terasa kembung serta berkurang rasa nyerinya.

Selain untuk kasus pengobatan, refleksi ini juga diketahui dapat menghilangkan rasa lelah. Pada
tahun 2010, saya sekeluarga sempat berlibur ke Singapura; dimana negara tersebut membudayakan
penggunaan transportasi umum dan budaya berjalan kaki untuk bepergian kemanapun. Saya yang
tidak terbiasa untuk berjalan kaki jauh sehari-harinya pun merasakan nyeri pada kaki dan kelelahan
otot yang cukup hebat. Ayah saya pun memraktekan terapi refleksi tersebut kepada kaki saya yang
merasa nyeri dan lelah tersebut. Pada awalnya, saya merasa sangat skeptis mengenai refleksi ini
karena saat dilakukan, ketimbang merasa enak saya malah merasa nyeri pada saat direfleksi.
Namun, pada keesokan harinya semua rasa nyeri dan kelelahan tersebut hilang secara ajaib yang
membuat saya juga terheran.

Berkat tugas ini, saya pun mencari tahu lebih lanjut mengenai terapi refleksi ini. Terdapat beberapa
teori mengenai cara kerja terapi refleksi ini. Teori pertama ialah terapi ini memberikan stimulus
pada serabut saraf perifer pada kaki, yang diteruskan ke sistem saraf pusat yang akan mengatur
tekanan dalam tubuh. Pengaturan tersebut akan berdampak kepada relaksasi seluruh tubuh,
membuat kondisi optimal dari organ dalam untuk bekerja, dan meningkatkan aliran darah yang
meningkatkan laju transport oksigen ke jaringan dan transport bahan ekskresi keluar tubuh. Teori
kedua adalah terapi ini mengurangi rasa sakit dari mengurangi stress dan memperbaiki mood
seseorang. Teori ini mengatakan bahwa rasa sakit merupakan pengalaman subjektif yang dirasakan
oleh seseorang, yang sebelumnya sudah pernah mendapatkan rangsangan sensori rasa sakit, yang
akan menciptakan rasa sakit sebagai respon dari emosi ataupun faktor kognitif lainnya. Sehingga,
dengan mengubah pengalaman subjektif tersebut, refleksi dapat menurunkan tingkat stress dan
memperbaiki mood.2

Teori ketiga berhubungan dengan teori kedua dan ilmu pengobatan alternatif lainnya, yaitu tenaga
dalam. Pada teori ini disebutkan bahwa, stress jika tidak diatur dengan baik akan menghambat
aliran energi dalam tubuh, sehingga dengan refleksi yang dapat menurunkan tingkat stress dapat
memperbaiki aliran energi dalam tubuh. Teori keempat, yaitu teori zona kaki. Pada teori ini,
disebutkan bahwa telapak kaki kita terbagi atas zona-zona—atau area yang menggambarkan
bagian-bagian dari organ dalam dan alat indera tubuh kita. Menurut teori zona ini, jika diberikan
tekanan pada zona tersebut, maka akan diberikan stimulasi saraf seperti teori pertama pada organ
yang sesuai dengan zona tersebut. Terapi refleksi ini berbeda dengan terapi pijat dan akupuntur,
dimana terapi pijat memberikan tekanan pada luas permukaan yang cukup lebar sedangkan
akupuntur menggunakan jarum untuk memberikan tekanan pada zona tertentu untuk menstimulasi
saraf dari zona tersebut.2,3
Gambar 1. Peta zona terapi refleksi.3

Selama ini, terapi refleksi tidak dijadikan sebagai basis untuk diagnosis maupun terapi dari
penyakit tertentu, karena masih termasuk sebagai pseudoscience, belum terdapat banyak bukti
yang menunjukkan efek yang signifikan dari terapi ini, dan responden dari beberapa studi
mengenai hal ini masih sedikit. Namun, terapi ini dapat digunakan sebagai terapi komplementer
atau pendukung dari terapi penyakit lainnya seperti gangguan cemas, kanker, asma, sakit kepala,
diabetes, gangguan ginjal, pre-menstrual syndrome, dan sinusitis. Hal ini digunakan untuk
mendukung terapi karena pasien merasa berkurang stressnya, mengurangi rasa nyeri, dan
menaikkan mood serta memberikan rasa nyaman.3,4

Secara umum, terapi ini tergolong tidak berbahaya, karena tidak menunjukkan efek samping yang
dapat mengganggu fungsi tubuh. Efek samping yang mungkin timbul antara lain adalah merasa
light-headed, urgensi untuk berkemih meningkat, merasa mengantuk, dan kaki terasa lembek.
Namun, beberapa orang dengan kondisi medis tertentu tidak disarankan untuk melakukan terapi
refleksi, diantaranya adalah orang dengan gangguan sirkulasi pada kaki seperti inflamasi ataupun
thrombosis, gout, adanya ulkus kaki, infeksi jamur pada kaki, gangguan tiroid, tingkat trombosit
yang rendah, dan epilepsi. Pasien kanker perlu menginformasikan kondisinya kepada terapis,
karena terdapat beberapa area yang harus dihindari atau hanya diberikan tekanan yang rendah.
Pasien diabetes harus berkonsultasi kepada dokter terlebih dahulu sebelum menjalani terapi
refleksi, karena diketahui dapat mengganggu efek dari pengobatan diabetes. Pasien dengan
gangguan tulang seperti osteoporosis juga disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter
mengingat banyak efek samping terhadap tulang yang mungkin terjadi. Untuk pasien hamil,
disarankan tidak menjalani terapi ini pada trimester pertama, karena meskipuns studi yang
dilakukan belum jelas, diketahui bahwa refleksi dapat menginduksi proses persalinan sehingga
dapat menyebabkan keguguran pada trimester pertama.4,5

Dalam sebuah penelitian yang membandingkan antar seluruh penelitian yang berhubungan dengan
refleksi, dengan beberapa variabel yang diteliti seperti tingkat enzim amilase pada saliva, produksi
limfosit, interval RR, denyut nadi, cardiac output, cardiac index, denyut jantung, dan tingkat
oksigen pada pasien dengan gagal jantung, bypass koroner, wanita hamil, pasien kanker dan
demensia, serta pasien dengan multiple sclerosis. Dari 11 hasil peneitian, hanya empat yang
menunjukkan perubahan signifikan pada penurunan tingkat enzim amilase, tekanan sistolik dan
diastolik dari tekanan darah, serta cardiac index. Terdapat juga hasil yang menunjukkan penurunan
dari hormon kortisol yang signifikan, serta peningkatan dari sel CD25+ yang diketahui berperan
dalam inhibisi pertumbuhan tumor dan kematian sel kanker.6

Merangkum dari apa yang saya baca, memang terapi refleksi sebenarnya belum dapat ditetapkan
sebagai terapi yang adekuat untuk keluhan penyakit karena penelitian yang masih minim dan hasil
penelitian yang belum menunjukkan banyak hasil yang signifikan. Namun, dengan efek samping
yang sangat minim dan beberapa hasil yang baik terkait penurunan stress dan peningkatan mood,
terapi ini boleh dilakukan sebagai terapi komplementer dengan memerhatikan beberapa
kontraindikasi yang ada.

Namun, masalah yang mungkin muncul pada hubungan dokter-pasien terkait terapi refleksi ini
ialah kepercayaan yang terlalu tinggi terhadap terapi ini, sehingga pasien tidak mau melakukan
terapi primer yang sudah ada. Menurut saya, pada kasus seperti ini, perlu dijelaskan bahwa terapi
ini memang baik dilakukan untuk mendukung pengobatan pasien, bukan untuk pengobatan utama
pasien karena tidak menyingkirkan keluhan dari pasien. Karena memang orang-orang yang
mempercayai terapi ini pun kebanyakan berasal dari pasien yang lanjut usia, perlu dijelaskan
secara perlahan. Dari masalah gastritis ayah saya pun, saya telah menjelaskan kepada beliau bahwa
terapi refleksi ini hanya membantu untuk mengurangi salah satu faktor risiko, yaitu stress namun
tidak dapat mengobati iritasi lambung yang ada, sehingga jika memang terasa nyeri tetap perlu
diberikan obat seperti antasida dan menghindari faktor risiko lainnya.

Sebagai dokter, perlu diketahui bahwa akan banyak terapi alternatif seperti terapi refleksi ini yang
tidak menunjukkan banyak signifikansi hasil, sehingga seorang dokter harus dapat menjelaskan
secara perlahan bagaimana terapi medis tetap perlu dilakukan dan perlu mengukur apakah terapi
alternatif ini lebih banyak manfaatnya dibandingkan efek samping yang tidak diinginkannya,
sehingga dapat mengedukasi pasien dengan baik.

REFERENSI

1. Bauer BA. What is reflexology? [internet]. Minnesota: Mayo Clinic; 2018 [cited on 2 Apr
2019]. Available from: https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/consumer-
health/expert-answers/what-is-reflexology/faq-20058139
2. Teagarden K. How does reflexology work? [internet]. Minnesota: University of Minnesota;
2016 [cited on 2 Apr 2019]. Available from: https://www.takingcharge.csh.umn.edu/explore-
healing-practices/reflexology/how-does-reflexology-work
3. Author unknown. Reflexology [internet]. Minnesota: University of Minnesota; 2016 [cited
on 2 Apr 2019]. Available from: https://www.takingcharge.csh.umn.edu/reflexology
4. Author unknown. Reflexology [internet]. London: Cancer Research UK; 2019 [cited on 2
Apr 2019]. Available from: https://www.cancerresearchuk.org/about-cancer/cancer-in-
general/treatment/complementary-alternative-therapies/individual-therapies/reflexology
5. Cirino E. Reflexology 101 [internet]. San Francisco: Healthline Networks; 2015 [cited on
2 Apr 2019]. Available from: https://www.healthline.com/health/what-is-
reflexology#safety
6. McCullough JEM, Liddle SD, Sinclair M, Close C, Hughes CM. The physiological and
biochemical outcomes associated with a reflexology treatment: a systematic review. Evid
Based Complement Alternat Med. 2014

Anda mungkin juga menyukai