Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SEJARAH PEMIKIRAN MANAJEMEN

“STUDI KASUS HAWTHORNE DAN INTEGRASI


ORGANISASIONAL”

DISUSUN OLEH:

1.SALSABILA AULIA RAHMA 12010117120040

2.SAFIRA NURMALITASARI 12010117120041

3.ANINDYA RIZKY UTAMI 12010117130103

4.ABIYYU NUGROHO 12010117130164

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS 2018

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Studi Hawthorne dan
Integrasia Organisasional.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal.Sehingga


harapan saya,makalah ini dapat menjadi salah satu bentuk kontribusi kami
untuk menambah pengetahuan dan juga manfaat bagi para pembaca.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah sejarah pemikiran
manajemen ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah sejarah pemikiran


manajeman yaitu studi hawthorne dan Integrasia Organisasional dapat terus
memberikan manfaat dan kontribusi yang baik bagi seluruh masyarakat.

Semarang,24 September 2018


DAFTAR ISI
LATAR BELAKANG

Ilmu manajemen telah berkembang sejak ribuan tahun lalu. Manusia saat itu
telah mengerti tanpa memedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu—
yang merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta
bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan
pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan
sesuai rencana. Para ahli menemukan hal yang berkaitan tentang
pengelolaan melalui berbagai kasus di era revolusi lalu teori manajemen
muncul. Teori manajemen mengalami perkembangan dari waktu ke waktu
mulai dari era manajemen klasik, manajemen ilmiah, hingga manajemen
modern. Tidak terlepas dari itu , terdapat perkembangan dalam hubungan
manusia yang dimulai sejak 1930 dan menjadi populer pada tahun 1950-an,
yaitu manajemen yang banyak memberikan perhatian terhadap hubungan
kemanusiaan kepada para karyawan. Pandangan ini muncul sebagai akibat
dari kelemahan-kelemahan pada manajemen yang berorientasi tugas (klasik)
yang kemudian menimbulkan banyak kritik terhadapnya. Produktivitas
dikala itu menurun dan menimbulkan stress pada karyawan. Kemudian
munculah studi hawthorne dan integrasi sosial.

Makalah ini akan memaparkan sejarah studi Hawthrone , organisasi sebagai


suatu sistem sosial ,gagasan Marry Parker Follet, wewenang dan kekuasaan
serta tugas kepemimpinan. Harapannya penulis dapat mengulas pokok
bahasan dengan baik.
ISI

Studi hawthrone dilakukan oleh Elton Mayo dan timnya. Penelitian


ini dilakukan pada 1920-an hingga 1930-an di Western Electric , Chicago,
USA. bermula dari efek kelelahan karyawan terhadap hasil output.
Penelitian ini juga meliputi kombinasi waktu isti rahat, waktu kerja
harian,metode kerja, waktu kerja mingguan mereka yang dibuat variasi,
kemudian hasil kerja mereka diukur secara teratur. Namun terjadi kegagalan
menemukan hubungan langsung antara perubahan kondisi kerja secara fisik
dengan output. Namun kemudian Elton dan timnya menyimpulkan hal lain
bahwa aspek manusia atau kondisi sosial mempunvai peranan besar dalam
peningkatkan produktivitas. Kesimpulan dari sudi/kajian hawthrone sebagai
berikut:

1. perasaan, sikap dan hubungan antar sesama karyawan menjadi


penting dalam manajemen, dan penelitian tersebut mengakui
pentingnya kelompok kerja.
2. Hawthrone effect menemukan bahwa para pekerja tidak terlalu
melonjak motivasinya dengan faktor-faktor eksternal seperti
perbaikan lingkungan kerja.
3. meningkatkan prestasi kerja karyawan perlu adanya faktor human
relation. Jika karyawan mendapat perhatian khusus secara pribadi
terhadap dirinya dan kelompoknya, maka produktivitasnya akan
meningkat.
4. Hawthorne effect menyatakan bahwa motivasi karyawan lebih
ditentukan oleh emosi dan interaksi sosial daripada perbaikan
kondisi kerja dan insentif berupa uang tambahan
A. Organisasi sebagai sistem sosial

Chris Argyris yang memandang organisasi sebagai sistem sosial atau


sistem antar hubungan budaya. Penelitian awal Chris Argyris
mengeksplorasi dampak dari struktur organisasi formal, sistem kontrol dan
manajemen pada individu dan bagaimana mereka merespon dan beradaptasi
dengan mereka.
Ahli lain juga mengungkapkan yaitu Getzels, menurutnya suatu sistem ialah
sekelompok bagian atau badan yang membentuk suatu keseluruhan yang
dipersatukan. Jika satu bagian dari sistem berubah, bagian-bagian lain akan
berubah atau memaksa bagian yang menyimpang itu menyelaraskan dengan
sistem yang ada. Karena suatu sistem ditandai dengan hubungan timbal-
balik antara bagian-bagiannya, bagian-bagiannya tersebut hanya bisa
dipahami dalam hubungan dengan keseluruhannya. Begitu pula
keseluruhannya hanya bisa dipahami dalam hubungan dengan unsur-
unsurnya dan bagian-bagian integralnya.
Menurut Getzels, organisasi selaku sistem sosial memiliki dua
dimensi, yaitu dimensi sosiologi dan dimensi psikologis.
Dimensi sosiologis disebut juga dengan dimensi nomotetis yaitu mengacu
kepada lembaganya yang ditandai dengan peranan-peranan dan harapan-
harapan tertentu sesuai tujuan-tujuan sistem tersebut.
Sedangkan dimensi psikologis disebut juga dimensi idiografis yaitu
mengacu kepada individu-individu yang menempati sistem, masing-masing
dengan kepribadian dan disposisi kebutuhan tertentu.
Organisasi dikatakan sebagai suatu sistem sosial, karena organisasi
merupakan suatu wadah yang merupakan tempat orang berinteraksi yang
terdiri dari dua orang atau lebih yang mempunyai peran dan fungsi masing-
masing dalam organisasi tersebut dan mempunyai tujuan dari proses
interaksi mereka, sedangkan dalam pelaksanaannya organisasi tidak terlepas
dari keadaan sosial atau masyarakat, yang artinya organisasi bersifat
terbuka. Sistem sosial yang dimaksudkan adalah organisasi tersebut
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat, sehingga
terdapat hubungan antara organisasi dan masyarakat.
Faktor manusia dalam organisasi perlu mendapat perhatian dan tidak
dapat diabaikan seperti halnya pada teori klasik. Organisasi pada tahap
tertentu akan mempengaruhi individu, sementara pada saat yang sama
individu pun dapat mempengaruhi organisasi.
Pendekatan sistem sosial terhadap tingkah laku organisasi adalah suatu
perspektif yang komprehensif, multidimensional, dan deskriptif mengenai
organisasi. Ahli teori sistem mengemukakan bahwa semua kesatuan yang
terorganisir memperlihatkan satu set pola dan sifat yang sama.
B.
C.Mary Parker Follet

Mary Parker Follett (lahir


di Massachusetts, Amerika Serikat, 3
September 1868 – meninggal di Boston, 18
Desember 1933 pada umur 65 tahun)
merupakan seorang pekerja sosial dan
philosopi sosial.

Menurut keyakinan Mary Parker Follet, bahwa tak seorangpun dapat


menjadi manusia utuh kecuali sebagai anggota suatu kelompok. Dengan itu
juga Follet membenarkan pendapat Henry Fayol yang mengatakan bahwa
pekerja dan manajemen mempunyai kepentingan yang sama sebagai anggota
organisasi yang sama.

Ia mengemukakan 3 pendapat utama yang amat penting dalam bidang


pengurusan pada masa dahulu kala sehingga sekarang. Yakni:

1. Sebuah organisasi seharusnya dijalankan sebagai komuniti


khususnya di antara pihak pengurus dan pihak bawahan agar
berkerjasama di antara satu sama lain bagi mewujudkan keadaan
yang harmoni dalam sesebuah organisasi.
2. Masalah sepatutnya diselasikan di antara pihak pengurus dan pihak
perkerja agar sesuatu penyelasaian dapat dicapai yang akan
memuaskan kedua-dua pihak.
3. Pengurus sepatutnya bertindak sebagai pembimbing dalam sesebuah
organisasi dan perjalanan dalam perkerjaan sepatutnya dibawah
kawalan perkerja.
Namun Follet juga percaya bahwa adanya perbedaan semua antara
manajer dan bawahan menutupi hubungan alami ini. Follet berpendapat
bahwa agar manajemen dan pekerja benar-benar dapat menjadi bagian dari
suatu kelompok, pandangan tradisional harus ditinggalkan. Sebagai contoh,
ia percaya bahwa kepemimpinan harusnya tidak datang dari kekuatan otoritas
formal (tradisional), tetapi harus dari keahlian dan pengetahuan manajer yang
lebih tinggi. Manajer cukup menjadi orang yang paling mempunyai bekal
untuk memimpin kelompok.

Follett berpikir bahwa pekerja dari semua tingkatan harus


mengintegrasikan untuk mencapai tujuan organisasi. Jika konflik muncul,
harus ada upaya sadar untuk menarik daripada mendorong, dan bekerja
bersama sebagai sebuah tim. Karena setiap anggota adalah melakukan bagian
mereka, secara keseluruhan, mereka akan lebih cenderung menjadi puas
dengan hasilnya.

Mary Parker Follet adalah perintis pengorganisasian masyarakat.


Advokasi nya sekolah sebagai pusat masyarakat membantu banyak pusat-
pusat tersebut terbuka sepanjang Boston, membangun mereka sama
pentingnya pendidikan forum dan sosial. Argumennya tentang perlunya
pengorganisasian masyarakat sebagai sekolahdemokrasi menyebabkan
pemahaman yang lebih baik tentang dinamika demokrasi pada umumnya.

Dalam dirinya The New State, yang diterbitkan pada tahun 1918, Follet
berpendapat mendukung jejaring sosial masyarakat. Dia menyatakan bahwa
pengalaman sosial masyarakat sangat penting untuk fungsi mereka sebagai
warga negara, dengan ini memiliki dampak pada fungsi utama
dari negara struktur:

Individu yang diciptakan oleh proses sosial dan harian dipelihara oleh
proses itu. Tidak ada hal seperti pria buatan sendiri. Apa yang kita miliki
sebagai individu adalah apa yang disimpan dari masyarakat, adalah lapisan
tanah kehidupan sosial .... Individualitas adalah kapasitas serikat. Ukuran
individualitas adalah kedalaman dan luasnya hubungan yang benar. Saya
seorang individu tidak sejauh yang saya terpisah dari, tetapi sejauh yang saya
bagian dari orang lain. (Follett 1918 hal.62).

Follett sehingga mendorong orang untuk berpartisipasi dalam kegiatan


kelompok dan masyarakat dan aktif sebagai warga negara. Dia percaya
bahwa melalui kegiatan komunitas orang belajar tentang demokrasi .

Di Negara Baru ia menulis, "Tidak ada yang bisa memberi kita


demokrasi, kita harus belajar demokrasi." Selanjutnya:

Pelatihan untuk demokrasi baru harus dari buaian - melalui pembibitan,


sekolah dan bermain, dan seterusnya melalui setiap aktivitas kehidupan kita.
Kewarganegaraan tidak bisa dipelajari di kelas pemerintahan yang baik atau
peristiwa kursus saat ini atau pelajaran dalam kewarganegaraan. Hal ini akan
diperoleh hanya melalui orang mode hidup dan bertindak yang akan
mengajarkan kita bagaimana menumbuhkan kesadaran sosial. Ini harus
menjadi obyek dari semua pendidikan sekolah hari, dari semua pendidikan
sekolah malam, semua rekreasi diawasi kami, dari semua kehidupan keluarga
kami, hidup klub kami, kehidupan sipil kita. (Follett 1918 p.363)

Organisasi kelompok, ia berpendapat, tidak hanya membantu


masyarakat pada umumnya, tetapi juga membantu individu untuk
memperbaiki kehidupan mereka. Grup menyediakan tenaga ditingkatkan di
masyarakat untuk menyuarakan pendapat individu dan meningkatkan
kualitas hidup anggota kelompok.

Mengenai pekerjaannya pada manajemen, setelah kematiannya pada


tahun 1933, ia menjadi praktis dilupakan. Ide-idenya lenyap dari arus
utama Amerika manajemen dan pemikiran organisasi pada 1930-an dan
1940-an. Namun dia terus menarik pengikut diInggris . Secara bertahap
pekerjaannya kembali muncul, terutama di tahun 1960-anJepang , dan
beberapa pemikir manajemen mulai menerapkan kembali teori-nya.
D.Wewenang dan Kekuasaan

Max Weber mengemukakan


beberapa bentuk wewenang dalam
hubungan manusia yang juga
menyangkut hubungan dengan
kekuasaan. Menurut Weber,
wewenang adalah kemampuan
untuk mencapai tujuan – tujuan
tertentu yang diterima secara formal
oleh anggota – anggota
masyarakat. Sedangkan kekuasaan
dikonsepsikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
mempengaruhi orang lain tanpa menghubungkannya dengan penerimaan
sosialnya yang formal. Dengan kata lain, kekuasaan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi atau menentukan sikap orang lain sesuai dengan
keinginan si pemilik kekuasaan.

1.Wewenang

Max Weber membagi wewenang ke dalam tiga tipe berikut.

a. Ratonal-legal authority, yakni bentuk wewenang yang berkembang


dalam kehidupan masyarakat modern. Wewenang ini dibangun atas
legitimasi (keabsahan) yang menurut pihak yang berkuasa merupakan
haknya. Wewenang ini dimiliki oleh organisasi – organisasi, terutama yang
bersifat politis.

b. Traditional authority, yakni jenis wewenang yang berkembang dalam


kehidupan tradisional. Wewenang ini diambil keabsahannya berdasar atas
tradisi yang dianggap suci. Jenis wewenang ini dapat dibagi dalam dua tipe,
yakni patriarkhalisme dan patrimonialisme. Patriarkhalisme adalah suatu
jenis wewenang di mana kekuasaan didasarkan atas senioritas. Mereka yang
lebih tua atau senior dianggap secara tradisional memiliki kedudukan yang
lebih tinggi. Berbeda dengan patriarkhalisme, patrimonialisme adalah jenis
wewenang yang mengharuskan seorang pemimpin bekerjasama dengan
kerabat – kerabatnya atau dengan orang – orang terdekat yang mempunyai
loyalitas pribadi terhadapnya.

Dalam patriarkhalisme dan patrimonialisme ini, ikatan – ikatan tradisional


memegang peranan utama. Pemegang kekuasaan adalah mereka yang
dianggap mengetahui tradisi yang disucikan. Penunjukkan wewenang lebih
didasarkan pada hubungan – hubungan yang bersifat personal/pribadi serta
pada kesetiaan pribadi seseorang kepada sang pemimpin yang terdahulu.

Ciri khas dari kedua jenis wewenang ini adalah adanya sistem norma yang
diangap keramat yang tidak dapat diganggu gugat. Pelanggaran terhadapnya
akan menyebabkan bencana baik yang bersifat gaib maupun religious.

Contoh patriarkhalisme misalnya wewenang ayah, suami anggota tertua


dalam rumah tangga, anak tertua terhadap anggota yang lebih muda,
kekuasaan pangeran atas pegawai rumah atau istananya, kekuasaan
bangsawan atas orang yang ditaklukannya.

c. Charismatic authority, yakni wewenang yang dimiliki seseorang


karena kualitas yang luar biasa dari dirinya. Dalam hal ini, kharismatik
harus dipahami sebagai kualitas yang luar biasa, tanpa memperhitungkan
apakah kualitas itu sungguh – sungguh ataukah hanya berdasarkan dugaan
orang belaka. Dengan demikian, wewenang kharismatik adalah penguasaan
atas diri orang – orang, baik secara predominan eksternal maupun secara
predominan internal, di mana pihak yang ditaklukkan menjadi tunduk dan
patuh karena kepercayaan pada kualitas luar biasa yang dimiliki orang
tersebut.Wewenang kharismatik dapat dimiliki oleh para dukun, para rasul,
pemimpin suku, pemimpin partai, dan sebagainya.
2.Kekuasaan

Analisis terpenting dalam kajian Weber adalah Weber tidak ingin mereduksi
stratifikasi berdasarkan sudut pandang ekonomi, namun Weber memandang
bahwa stratifikasi bersifat multidimensional. Artinya adalah kajian Weber
tidak hanya memberikan pengaruh pada kajian ekonomi, tetapi juga
memberikan analisis terhadap aspek bidang keilmuan lainnya. Menurutnya
masyarakat terstratifikasi berdasarkan ekonomi, status dan juga kekuasaan.
Kekuasaan terhadap manusia dapat dilakukan melalui pengaruh secara fisik
dengan cara penghukuman maupun dengan cara mempengaruhi opini
melalui propaganda (Lukes,1986). Propaganda merupakan jalur
memperoleh kekuasaan yang sulit dikalahkan oleh lawan bila propaganda
itu mampu menghasilkan suatu kesepakatan. Kekuasaan terdapat dalam
bentuk kekayaan, tentara, pemerintahan, jasa dan pengaruh. Kekayaan bisa
merupakan hasil kekuasaan dengan mempergunakan kekuatan tentara dan
pengaruh. Sekarang kekuatan ekonomi yang menjadi sumber kekayaan
adalah sumber asal semua jenis kekuasaan yang lain (Bouman, 1982).
Namun Weber kurang sependapat dengan pandangan tersebut. Ia
mengatakan bahwa kekuasaan harus dilihat dari esensi masing-masing.
Kekuasaan ekonomi belum tentu identik dengan kekuasaan yang lain. Orang
mencari kekuasaan belum tentu karena ingin menjadi kaya-raya. Orang
mencari kekuasaan karena pertimbangan kehormatan. Kekuasaan dan
kehormatan memerlukan jaminan dari adanya ketertiban berdasarkan
hukum. Tertib hukum merupakan faktor tambahan penting untuk
memperluas kekuasaan dan kehormatan meskipun tidak selamanya
menjamin. Weber (1947) menyatakan bahwa didalam kekuasaan terdapat
kemampuan untuk memaksakan kehendaknya kepada orang lain, walaupun
orang tersebut melakukan pernolakan. Adanya kesempatan untuk
merealisasikan kehendaknya pada orang lain dalam bentuk pemaksaan tanpa
memperdulikan apapun yang menjadi dasar. Dengan kata lain, kekuasaan
menurut Weber adalah kesempatan untuk menguasai orang lain.

E.Tugas Kepemimpinan

James A. F. Stonen (1996:161),


mengatakan kepemimpinan adalah
proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas yang
berkaitan dengan pekerjaan dari
anggota kelompok

Menurut James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah:


1. Pemimpin bekerja dengan orang lain
Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang
lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain
dalam organisasi sebaik orang diluar organisasi.

2. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan


(akontabilitas).
Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas
menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome
yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan
stafnya tanpa kegagalan.

3. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas


Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat
menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya
pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-
tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur
waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.

4. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual


Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan
konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan
akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan
menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.

5. Manajer adalah seorang mediator


Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu,
pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah).

6. Pemimpin adalah politisi dan diplomat


Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan
kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat
mewakili tim atau organisasinya.

7. Pemimpin membuat keputusan yang sulit


Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah.
PENUTUP

Kesimpulan
Dari paparan makalah “Studi Hawthorne dan Integrasia Organisasional”
pada tahun 1930-an di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pentingnya
sebuah kelompok yang mempengaruhi perilaku individu di
masyarakat.Dengan pentingnya studi di atas,dapat dikemukakan pula bahwa
perilaku dan kinerja masyarakat bergantung pada kedua isu-isu sosial dan
konten pekerjaan.

Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan memberikan informasi yang jauh lebih
maksimal dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber –
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

Anda mungkin juga menyukai