Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA An.

J DENGAN
APENDIKSITIS KRONIS TINDAKAN APENDIKTOMY
DI INSTALASI KAMAR OPERASI RSPAD
GATOT SOEBROTO JAKARTA

Disusun oleh :

NUZULA FIRDAUS

HIMPUNAN PERAWAT KAMAR BEDAH INDONESIA


PELATIHAN DASAR KAMAR BEDAH
JAKARTA
2012
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat,hidayah-Nya dan

memberikan nikamt sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

makalah ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada An.J

dengan Apendiksitis tindakan Apendiktomy”. Makalah ilmiah ini disusun penulis

untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Pelatihan Dasar Kamar

Bedah Di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Ditkesad.

Penulisan makalah ilmiah ini merupakan persyaratan dalam rangka

menyelesaikan Pelatihan Dasar Kamar Bedah di RSPAD Gatot Soebroto

Ditkesad. Dalam penyusunan makalah ilmiah ini penulis banyak menemui

hambatan dan kesulitan. Alhamdulillah berkat bimbingan, arahan, dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak, sehingga makalah ilmiah ini dapat diselesaikan tepat

pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ilmiah ini masih banyak

kekurangan baik dari segi isi maupun tehnik penulisannya. Oleh karena itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan

makalah ini.

Jakarta Desember 2012

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar belakang.....................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..................................................................................................1
C. Ruang lingkup......................................................................................................3
D. Metode Penulisan................................................................................................3
E. Sistematika Penulisan..........................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI.........................................................................................4
A.Pengertian.............................................................................................................4
B.Anatomi dan Fisiologi..........................................................................................4
C.Klasifikasi.............................................................................................................9
D.Etiologi.................................................................................................................9
E.Patofisiologi........................................................................................................11
F.Manifestasi Klinik...............................................................................................12
G.Komplikasi.........................................................................................................13
H.Pemeriksaan........................................................................................................14
I.Penatalaksanaan...................................................................................................15
J.Asuhan Keperawatan Anak dengan Apendiksitis................................................16
BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................................25
A.Identitas Pasien...................................................................................................25
B.Persiapan Operasi...............................................................................................27
C.Persiapan Pasien.................................................................................................28
D.Jalannnya Operasi...............................................................................................31
BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................................39
A.Pengkajian..........................................................................................................39
B.Diagnosa Keperawatan.......................................................................................40
C.Perencanaan........................................................................................................40
D.Implementasi......................................................................................................40
E.Pembedahan........................................................................................................42
F.Evaluasi...............................................................................................................42
BAB V PENUTUP.....................................................................................................42
A.Kesimpulan.........................................................................................................42
B.Saran...................................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................43

Lampiran 1.................................................................................................................44
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, sebagai
petugas kesehatan khususnya perawat, memiliki tanggung jawab untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guna menunjang dalam memberikan
pelayanan dengan baik. Perkembangan zaman saat ini juga mempengaruhi gaya
hidup atau pada kebiasaan sehari-hari. Misalnya kurangnya mengkonsumsi makan
makanan berserat dalam menu sehari-hari. Hal ini dapat menyebabkan
apendiksitis.
Appendiksitis atau radang apendiks akut merupakan kasus infeksi intraabdominal
yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada negara berkembang
jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang
pada masyarakat modern (perkotaan) dibandingkan dengan masyarakat desa yang
cukup banyak mengkonsumsi serat. Appendiksitis dapat menyerang orang dalam
berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 40 tahun,
khususnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah
2 tahun.
Apendiksitis akut adalah keadaan yang sering memerlukan tindakan emergensi
pada anak. Kesulitan dalam membedakan diagnosis apendisitis akut dengan
penyebab nyeri abdomen yang lain dapat menyebabkan apendisitis perforasi,
sehingga dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
Apendisitis merupakan kelainan abdomen pada bagian bedah yang paling umum
ditemukan pada anak-anak berusia 2 tahun ke atas. Apendisitis terdiagnosa hanya
1% sampai 8% dari seluruh pasien anak-anak yang datang ke instalsi gawat
darurat. Angka kejadian terbesar berada pada rentang usia 6-10 tahun. Menurut
WHO angka insidensi berkisar 1 sampai 2 kasus per 10.000 anak pertahun pada
usia 0-4 tahun, 4 kasus per 1000 anak pada usia 6-10 tahun, dan pada usia 10-17
tahun berkisar 25 kasus per 10.000 anak pertahun. Resiko perforasi sekitar 17-
40%, dan makin meningkat pada anak yang lebih muda yaitu 50-85%. Angka
mortalitas pada anak-anak berkisar 0,1-1%. Apendisitis pada bayi sangat jarang,
diagnosa ditegakkan jika sudah terjadi perforasi.
Insiden yang terjadi pada bedah anak dengan kasus apendiksitis di Instalasi
Kamar Operasi RSPAD tahun 2010 sebannyak 17 kasus, tahun 2011 mengalami
penurunan menjadi 16 kasus dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan sampai
bulan November sebannyak 32 kasus.Dengan demikian kasus pada anak dengan
apendiksitis perlu di waspadai dan perlu dicegah agar angka kejadian kasus
apendiksitis pada anak bisa di cegah.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan makalah ilmiah ini adalah untuk mendapatkan
pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan perioperatif pada
Anak dengan Apendiksitis kronis dengan tindakan apendiktomy dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan sedangkan tujuan khususnya
adalah untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam :
1. Melakukan pengkajian pada Anak dengan Apendiksitis kronis tindakan
Apendiktomy
2. Menganalisa data yang ditemukan pada Anak dengan Apendiksitis kronis
tindakan Apendiktomy untuk merumuskan diagnosa keperawatan
3. Membuat rencana keperawatan pada Anak dengan Apendiksitis kronis
tindakan Apendiktomy
4. Melaksanakan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun pada Anak
dengan Apendiksitis kronis tindakan Apendiktomy
5. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada Anak dengan Apendiksitis kronis
tindakan Apendiktomy
6. Membuat pendokumentasian pada Anak dengan Apendiksitis kronis tindakan
Apendiktomy
7. Membuat laporan pembedahan yang dimulai dari persiapan alat,pasien dan
jalannya oprasi pada Anak dengan Apendiksitis kronis tindakan Apendiktomy
8. Mengidentifikasi adanya kesenjangan asuhan keperawatan antara teori kasus
nyata serta alternative pemecahan masalah dari kesenjangan yang ditemukan.

C. Ruang lingkup
Penulisan makalah ini merupakan pembahasan pemberian asuhan keperawatan pada An.J
dengan Apendiksitis kronis tindakan Apendiktomy di OK III RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta , yang dilakukan selama 2 Jam pada tanggal 3 Desember 2012.
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ilmiah ini adalah :
1. Metode deskriptif, tipe studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data denagn cara wawancara,
observasi dan pemeriksaan fisik. Sumber data yang digunakan adalah data
primer diperoleh langsung dari Anak sedangkan data sekunder diperoleh dari
keluarga, tenaga kesehatan, dokumentasi hasil pemeriksaan penunjang
lainnya.
2. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku sumber yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien.dan di perbannyak dan
permudah dengan menggunakan sistem internet.

E. Sistematika Penulisan
Bab satu : pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang
lingkup metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab dua : Tinjauan teori
yang terdiri dari pengertian, patofisiologi, penatalaksanaan, pengkajian,
diagnosa keperawatan perioperatif, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Bab
tiga : Tinjauan kasus terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan,laporan pembedahan dan evaluasi. Bab lima : Penutup
terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A.Pengertian

Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen


akut yang paling sering

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum
dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai
aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi

Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan,


obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi

Jadi dapat di simpulkan bahwa Appendiks adalah organ tambahan kecil yang
menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal dan terjadi
peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka
kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur.

B.Anatomi dan Fisiologi

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Apendiks merupakan
organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm
(kisaran 3-15cm) dan pada orang dewasa umbai cacing berukuran sekitar 10 cm.
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap yaitu berpangkal di sekum, lokasi ujung
umbai cacing bisa berbeda-beda, yaitu di retrocaecal atau di pinggang (pelvis)
yang pasti tetap terletak di peritoneum. Appendiks merupakan suatu organ limfoid
seperti tonsil, payer patch (analogdengan Bursa Fabricus) membentuk produk
immunoglobulin. Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung
yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada
posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis
(Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis
(Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di
bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak di kuadran
kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga
taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi
anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada
garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan
serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang
merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke
ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari
jaringan ikat dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan
lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri
dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta
lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular
layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga
taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan
sebagai pegangan untuk mencari appendiks.

Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu
bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan
berpindah dari medial menuju katup ileosekal.
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit
kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal.
Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung
pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks
terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens,
atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak
apendiks.
Jenis posisi:
Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontoriun
sacri
Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan
biasanya retroperitoneal.
Antecaecal : appendiks berada di depan caecum.
Paracaecal : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.
Pelvic descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor
Retrocaecal : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks
berputar ke atas ke belakang caecum.
Gambar 3. Posisi Apendiks
Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan
ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di
muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.4
Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari
sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan
limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran
cerna dan di seluruh tubuh.
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah
lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan
kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan
lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit.

Fungsi appendiks masih mengalami banyak perdebatan, namun para ahli


meyakini antara lain sebagai berikut :

1. Berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh

Antara lain menghasilkan Immunoglobulin A (IgA) seperti halnya bagian lain dari
usus. IgA merupakan salah satu immunoglobulin (antibodi) yang sangat efektif
melindungi tubuh dari infeksi kuman penyakit. Loren G. Martin, professor
fisiologi dari Oklahoma State University, berpendapat bahwa appendiks memiliki
fungsi pada fetus dan dewasa. Telah ditemukan sel endokrinpada appendiks dari
fetus umur 11 minggu yang berperanan dalam mekanisme kontrol biologis
(homeostasis). Pada dewasa, Martin berpendapat bahwa appendiks sebagai organ
limfatik. Dalam penelitiannya terbukti appendiks kaya akan sel limfoid, yang
menunjukkan bahwa appendiks mungkin memainkan peranan pada sistem imun.
Pada dekade terakhir para ahli bedah berhenti mengangkat appendiks saat
melakukan prosedur pembedahan lainnya sebagai suatu tindakan pencegahan
rutin, pengangkatan appendiks hanya dilakukan dengan indikasi yang kuat, oleh
karena pada kelainan saluran kencing tertentu yang membutuhkan kemampuan
menahan kencing yang baik (kontinen), apendiks telah terbukti berhasil
ditransplantasikan kedalam saluran kencing yang menghubungkan buli (kandung
kencing) dengan perut sehingga menghasilkan saluran yang kontinen dan dapat
mengembalikan fungsional dari buli.

2. Apendiks dianggap sebagai struktur vestigial (sisihan) yang tidak


memiliki fungsi apapun bagi tubuh.
Menurut Darwin, Appendiks dulunya berguna dalam mencerna dedaunan seperti
halnya pada primata. Sejalan dengan waktu, kita memakan lebih sedikit sayuran
dan mulai mengalami evolusi, selama ratusan tahun, organ ini menjadi semakin
kecil untuk memberi ruang bagi perkembangan lambung. appendiks kemungkinan
merupakan organ vestigial dari manusia prasejarahyang mengalami degradasi dan
hampir menghilang dalam evolusinya. Bukti dapat ditemukan pada hewan
herbivora seperti halnya Koala. Sekum dari koala melekat pada perbatasan antara
usus besar dan halus seperti halnya manusia, namun sangat panjang,
memungkinkan baginya untuk menjadi tempat bagi bakteria spesifik untuk
pemecahan selulosa. Sejalan dengan manusia yang semakin banyak memakan
makanan yang mudah dicerna, mereka semakin sedikit memakan tanaman yang
tinggi selulosa sebagai energi. Sekum menjadi semakin tidak berguna bagi
pencernaan hal ini menyebabkan sebagian dari sekum semakin mengecil dan
terbentuklah appendiks.

Teori evolusi menjelaskan seleksi natural bagi appendiks yang lebih besar oleh
karena appendiks yang lebih kecil dan tipis akan lebih baik bagi inflamasi dan
penyakit.

3. Menjaga Flora Usus

William Parker, Randy Bollinger, and colleagues at Duke University mengajukan


teori bahwa appendiks menjadi surga bagi bakteri yang berguna, saat penyakit
menghilangkan semua bakteria tersebut dari seluruh usus. Teori ini berdasarkan
pada pemahaman baru bagaimana sistem imun mendukung pertumbuhan dari
bakteri usus yang berguna. Terdapat bukti bahwa appendiks sebagai alat yang
berfungsi dalam memulihkan bakteri yang berguna setelah menderita diare.

Pada akhirnya semua makhluk yang diciptakan Allah adalah dengan maksud dan
tujuan tertentu. Kita harus menghargai setiap spesies dan organ yang ada padanya
sebagai sesuatu yang memiliki fungsi dan kegunaannya masing-masing.
C.Klasifikasi

Klasifikasi Apendisitis ada 2, yaitu :

1. Apendisitis Akut, dibagi atas :

a.Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur lokal.
b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi :

a. Sembuh

b. Kronik

c. Perforasi

d. Infiltrat

2. Apendisitis Kronis, dibagi atas :

a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur lokal.

b. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring dimana biasanya


ditemukan pada usia tua.

D.Etiologi

1. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%)
yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia
jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda
asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-
macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus
apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa
tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi
antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus,
Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan
perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.

3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan
makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan
terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.

4. Faktor ras dan diet


Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko
lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat
sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan
mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya
memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko
apendisitis yang lebih tinggi.
E.Patofisiologi
Keterangan :
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami
bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas
dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus
dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang
dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis
supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang
diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding
appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang,
dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua
mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

F.Manifestasi Klinik
1. Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan
bawah
2. Anoreksia
3. Mual
4. Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih
besar).
5. Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
6. Nyeri lepas.
7. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
8. Konstipasi.
9. Diare.
10. Disuria.
11. Iritabilitas.
12. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6
jam setelah munculnya gejala pertama.

Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau


periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi
diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan
abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan
semakin progresif, dan denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan
satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga
muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin
meyakinkan diagnosa klinis.

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual,
muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara
mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan
muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut
kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri
tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam
bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut.
Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini
nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa
menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

G.Komplikasi

1. Perforasi.
2. Peritonitis.
3. Infeksi luka.
4. Abses intra abdomen.
5. Obstruksi intestinum.

Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit
ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan
mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama,
observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut


kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang
terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi
dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam
akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring
dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan
elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas
dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi
utnuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang
cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat
diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol,
atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan
apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap
progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke
arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan


komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis,
menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada
keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase.
Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis
intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
H.Pemeriksaan

1. Anamnesa

Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah
:

a. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu


kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
b. Muntah oleh karena nyeri viseral.
c. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
d. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
2. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan


diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat
ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan
karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan
perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

3. Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih
dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis
tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri.
Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit
lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau
vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon
fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.

Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi
lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat
pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada
infeksi pada ginjal.
I.Penatalaksanaan

1. Sebelum operasi
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
b.Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c. Rehidrasi

d.Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
e.Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.
f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
a. Apendiktomi.

b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen


dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
a.Observasi TTV.

b.Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
c.Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
d.Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.
e.Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
f. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
g.Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
h.Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
J.Asuhan Keperawatan Anak dengan Apendiksitis

1. Pengkajian

Wawancara

Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :

 Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar


ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat
hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
 Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
 Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
 Kebiasaan eliminasi.

Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
 Sirkulasi : Takikardia.
 Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
 Aktivitas/istirahat : Malaise.
 Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
 Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
 Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
 Demam lebih dari 380C.
 Data psikologis klien nampak gelisah.
 Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
 Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
 Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

Pemeriksaan Penunjang
 Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan
udara di sekum atau ileum).
 Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
 Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
 Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
 Pada enema barium apendiks tidak terisi.
 Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.

2. Diagnosa Keperawatan

Pre Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, anoreksia.
3. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan
4. Defisit pengetahuan pada orang tua mengenai prosedur dan protokol preoperasi
dan harapan pascaoperatif

Intra Operatif
1. Risiko tinggi cidera b.d :
a. Lingkungan eksternal misalnya struktur fisik, struktur lingkungan,
pemajanan peralatan, instrumentasi, posisi, penggunaan zat-zat farmasi
b. Lingkungan interna misalnya, hipoksia jaringan, bentuk darah yang tidak
normal atau perubahan faktor pembekuan, kerusakan kulit
2. Risiko tinggi perubahan suhu tubuh b.d :
a. Pemanjauan lingkungan yang baik
b. Penggunaan obat zat anastesi
c. Umur dan berat yang ekstrim
d. Dehidrasi

Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang
tidak adekuat.

3. Intervensi Keperawatan

Pre Operasi

Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :

a. Nyeri berkurang
b. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
c. Kegelisahan atau keteganganotot
d. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
e. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Intervensi

a. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan,


factor presipitasinya.
b. Observasi ketidaknyamanan non verbal.
c. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan
posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
d. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan.
e. Anjurkan pasien untuk istirahat.
f. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
g. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien
adekuat.

Kriteria Hasil :

a. Mempertahankan berat badan.


b. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
c. Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
d. Turgor kulit baik.

Intervensi

a. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.


b. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
c. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
d. Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
e. pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

Diagnosa III:
Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan
Tujuan : Setelah melakukan asuhan keperawatan diharapkan anak tampak tenang
Intervensi :
Mandiri :
a. Sediakan waktu kunjungan oleh personal kamar operasi sebelum
pembedahan jika memungkinkan diskusikan hal-hal yang harus diantisipasi
yang dapat menakutkan atau menjadi perhatian anak, misalnya masker,
lampu, IV, CUFF, TD, elektroda.
b. Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya penundaan
prosedur pembedahan.
c. Perkenalkan staf pada waktu pergantian ke ruang operasi
d. Bandingkan jadwal operasi , grafik, gelang, identifikasi pasien dan tanda
tangan persetujuan operasi
e. Kontrol stimulasi eksternal
Diagnosa IV:
Defisit pengetahuan pada orang tua mengenai prosedur dan protokol
preoperasi dan harapan pascaoperatif
Tujuan :
Setelah mendapatkan asuhan keperawatan diharapkan keluarga memahami
prosedur operasi.
Intervensi :
Mandiri:
a. Kaji tingkat pemahaman orang tua
b. Informasikan pada orang tua mengenai prosedur operasi

Intraoperatif

Diagnosa I:
Risiko tinggi cidera b.d :
a. Lingkungan eksternal misalnya struktur fisik, struktur lingkungan, pemajanan
peralatan, instrumentasi, posisi, penggunaan zat-zat farmasi
b. Lingkungan interna misalnya, hipoksia jaringan, bentuk darah yang tidak
normal atau perubahan faktor pembekuan, kerusakan kulit
Tujuan :
Setelah mendapatkan asuhan keperawatan diharapkan resiko cidera tidak terjadi
Intervensi:
Mandiri:
a. Singkirkan alat buatan pada praoperasi atau setelah induksi
b. Lepaskan perhiasan pada masa preoperasi
c. Periksa identitas pasien dan jadwalkan prosedur operasi dengan
membandingkan grafik pasien, pita lengan dan jadwal pembedahan
d. Pastikan secara verbal nama, prosedur dan dokter yang tepat
e. Stabilkan meja operasi dan pasien, pada waktu dilakukan tindakan pasien di
meja operasi gunakan sabuk pengaman sesuai kebutuhan
f. Ekstremitas diletakkan sedemikian rupa sehingga tim operasi dapat secara
periodik memeriksa keselamatan, sirkulasi, tekanan saraf dan posisi tubuh.
Pemeriksaan periodic dilakukan juga pada denyut nadi perifer
g. Cegah jatuhnya cairan dibawah dan sekitar tubuh pasien
h. Pantau pemasukkan dan pengeluaran cairan selama prosedur operasi
dilakukan
i. Pastikan dan catat jumlah pemakaian kassa, alat, jarum dan mata pisau
dengan teliti dan benar
j. Ambil, beri nama dsan catat specimen yang sesuai

Diagnosa II:
Risiko tinggi perubahan suhu tubuh b.d :
a. Pemanjauan lingkungan yang baik
b. Penggunaan obat zat anastesi
c. Umur dan berat yang ekstrim
d. Dehidrasi
Tujuan :
Setelah mendapatkan asuhan keperawatan diharapkan suhu tubuh klien dalam
batas yang normal
Intervensi :
Mandiri :
a. Catat suhu tubuh preoperative
b. Kaji suhu lingkungan dan modifikasi sesuai kebutuhan misal sediakan
selimut penghangat dan pendingin
c. Lindungi wilayah kulit di luar wilayah operasi
d. Sediakan pengukur pendingin pada pasien dengan elevasi suhu preoperative
e. Catat elevasi suhu yang cepat atau demam tinggi menetap dan obati secara
tepat perprotokol

Post Operasi

Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat


berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :

a. Nyeri berkurang
b. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
c. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
d. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Intervensi
a. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
b. Observasi ketidaknyamanan non verbal
c. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan
posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
d. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan.
e. Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
f. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
g. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan


cairan yang tidak adekuat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan


cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.

Kriteria Hasil :

a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
HT normal.
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa
lembab.
d. Tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Intervensi

a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.


b. Monitor vital sign dan status hidrasi.
c. Monitor status nutrisi
d. Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
e. Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
f. Atur kemungkinan transfusi darah.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A.Identitas Pasien
Nama Pasien : An.J
Umur : 9 Tahun
Bb : 29 Kg
No Cm : 40.19.47
Diagnosa Medis : Apendicsitis Kronis
Rencana Oprasi : Apendictomy
Operator : dr.Catur, Sp.BA
Instrumentator : Br.Nuzula Firdaus
Anastesi : dr.Noor,Sp.An
Penata : Br.Ginanjar
Jenis Anastesi : Bius Umum.

B.Persiapan Operasi
1.Menyiapkan Set Instrumen Apendiktomy Anak di TSSU yg terdiri Dari:
 Pinset Cirurgis (2)
 Pinset Anatomis pendek (2)
 Pinset Anatomis Panjang (2)
 Pinset Homeostatik (cirurgis dan anatomis)
 Gunting Jaringan (1)
 Gunting Benang (2)
 Gunting jaringan tangkai panjang (1)
 Gunting benang tangkai panjang (1)
 Klem Arteri (9)
 Klem Peritonium (9)
 Klem Koher (6)
 Babchock (1)
 Nach Fuder (2)
 Duk Klem (6)
 Break Back (2)
 Retraktor Tajam (2)
 Langen Back (2)
 Ohak (2)
 Scapel No.4 (2)
2.Menyiapkan Set Waskom yang terdiri dari :
 Selang Suction (1)
 Kepala Suction (1)
 Nierbekken (2)
 Kom kecil (2)
 Kom Besar (2)
 Doek kecil (2)

3.Menyiapkan Set Linen steril yang terdisri dari :


 Jas oprasi (4)
 Lap tangan (4)
 Laken Besar (2)
 Laken Kecil (2)
 Penutup meja tray (2)
 Sarung Mayo (1)
 Doek kecil (2)

Menyiapkan Formulir Time out, Pemakaian Alkes, dan formulir PA yangt akan di
lakukan di Ok II Instalasi kamar Oprasi RSPAD. Dan membawa setinstrumen,
linen dan medical suplay ke Ok II
Hal-hal yang harus diperhatikan dan disiapkan petugas sebelum pasien berada di
meja operasi ( Fase Pra operatif).

1.Menyiapkan medical Suplay secara Umum :

 Betadin scrab 7,5 % 50cc


 Betadin solution 10% 50cc
 NaCl 0,9 % 2 kolf
 Hibiscrap 50cc
 Set Cuci tangan ( Spons, sikat dan pembersih kuku)
 Alkohol 70 % 50cc
 Transopik (1)
 Sarung tangan 6,5 (2)
 Sarung Tangan 7 (2) sarung tangan 3 ukuran
 Sarung Tangan 7.5 (2) masing-masing 2
 Spuit 1 cc (1)
 Spuit 3 cc (1)
 Sofratulle (1)
 Kassa Steril 20 lembar
 Hypafix 20 cm
 Pisau/bisturi No 23 dan 15 (1)
 Lidi Waten/ Lidi kapas (1)
 Benang Vikril 2.0 (1)
 Benang Vikril 5.0 (1)
 Benang Silk 2.0 (1)
 Botol PA/ kantong PA
 Lina Pen ( Diatermi) dan Lempengan Diatermi

2.Menyiapkan peralatan basic equitment,seperti :


 Mesin diatermi
 Mesin Anastesi
 Mesin Sucstion
 Meja Obat anastesi
 Meja oprasi
 Meja tray
 Meja linen
 Standar Mayo
 Standar Infuse
 Lampu Rotgen/ Iluminator
 Lampu Oprasi
 Tempat sampah medis
 Tempat sampah non medis
 Standar waskom
 Kursi bulat
 Dingklik.

C.Persiapan Pasien
Setelah persiapan operasi sudah lengkap dan siap untuk di gunakan, selanjutnnya
menerima pasien d ruang serah terima
Resume :
Klien Bernama An.J umur 9 tahun nomor rekam medis 40.19.47 beralamat di
Asrama zeni AD no.18 Rt 004 Rw 004 Lubang buaya Jakarta, klien beragama
Islam dengan suku bangsa Jawa, Klien Rujukan Dari Rs Harapan Bunda, masuk
ke IGD RSPAD Gatot Soebroto Pada tanggal 03 Desember 2012 Pukul 04.30
dengan keluhan Nyeri perut kanan bawah dengan skala nyeri 4 , yang awalnnya 2
hari SMRS Anak mengeluh nyeri perut kanan bawah yang disertai dengan
demam, mual , muntah dan Bab encer, hasil pemeriksaan Tanda-tanda vital Td
100/70 mmHg R: 20 x/mnt N: 110 x/mnt S; 38 c, keluarga mengaku sebelumnnya
sudah berobat ke Rs Harapan Bunda namun di rujuk ke RSPAD, Pada saat di Rs
Harapan Bunda dilakukan Apendicogram pada tanggal 02 Desember 2012 dengan
hasil
Hasil Apendicogram :
Pasca pemberian kontras barium, kira-kira 100cc dan dilakukan foto setelah 8 jam
kemudian , dengan hasil kontras tampak mengisi lumen apendiks, tampak spasm
lumen pada pembatasan bagian proksimal, kedalaman lumen apendik sekitar 4,5
cm dengan multipel luput isi filing sehingga menyokong adannya apendicsitis
chronis.
Hasil Pemeriksaan Lab
di RSPAD Gatot soebroto tanggal 03 Desember 2012 dengan hasil :
Hematologi :
Hematologi Rutin
Hb 12,2 12-16g/dl
Ht 436 37-47%
Eritrosit 4,5 4,3-6,0 jt/ul
Leukosit 7900 4,800-10,800/ul
Trombosit 356000 150,000-400,000/ul
MCV 50 80-96
MCH 27 27-32 pg
MCHC 34 32-36 g/dl

Pengkajian Pre Operatif


 Keluhan utama klien, nyeri pada bagian abdomen kanan bawah dengan skala
nyeri 4
 Riwayat kesehatan masa lalu : Tidak ada riwayat sakit pada masa lalu, dan
tidak ada riwayat oenyakit penyerta sekarang selain apendicsitis
 Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat: An. Tidak menyukai sayuran dan
buah-buahan, kebiasan An.J adalah jajan yang sembarangan tanpa pengawasan
orang tua
 Kebiasaan eliminasi: Tidak ada kelainan eliminasi ( Bab 1 x sehari dengan
konsistensi ½ padat berwarna kuning kecoklatan, namun saat ini klien Bab
encer).

Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak: sakit Sedang
 Sirkulasi : Takikardia.
 Respirasi : Pernafasan Spontan, tidak batuk dan sputum (-), tidak
menggunakan oksigen
 Aktivitas/istirahat : Malaise.
 Eliminasi : diare kadang-kadang.
 Distensi abdomen : nyeri tekan
 Data psikologis : klien nampak gelisah.
 Hasil Tanda-tanda Vital : Td 100/70 mmHg N: 115 x/mnt S: 36 c R: 23x/mnt

Analisa Data

Kesadaran composmentis, Anak tampak menangis kuat, Klien tampak ketakutan,


Anak tampak tidak dapat beristirahat dan trus memegangi Ibunnya, TTV: TD :
100/70, Sh: 36ºC, N : 115x/mnt, RR : 23x/mnt
DS : -
DO : Kesadaran composmentis, Anak tampak menangis kuat, Klien tampak
ketakutan, Anak tampak tidak dapat beristirahat dan trus memegangi
Ibunnya, TTV: TD :100/70, Sh: 36ºC, N : 115x/mnt, RR : 23x/mnt

Diagnosa keperawatan Pre Operatif : ansietas berhubungan dengan


prosedur operasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 menit


diharapkan anak tidak cemas dengan
Kriteria hasil :
- Anak tidak ketakutan
- Anak tidak menangis
- Anak tampak tenang
- Anak tidak menarik diri
Intervensi :
- Identifikasi penyebab cemas/ rasa takut anak.
- Kenalkan anak terhadap lingkungan kamar operasi
- Berikan kesempata kepada keluarga untuk berdoa bersama

Implementasi:
Pukul 06.30 memberikan kesempatan pada keluarga untuk berdoa bersama, hasil :
keluarga berdoa dan anak sedikit tenang.Pukul 06.35 mengenalkan anak pada
dokter dan perawat yang dekat dengan anak, hasil : rasa takut berkurang. Pukul
06.40 mengidentifikasikan tingkatan rasa takut terhadap prosedur operasi, hasil :
anak tampak takut dan menangis.

Evaluasi
S:
O : ekspresi wajah tampak tegang, TTV; TD :100/70, Sh: 35ºC, N : 100x/mnt, RR
: 24x/mnt,Klien tidak menangis dan sedikit tenang.
A : tujuan tercapai sebagian , masalah belum teratasi.
P : tindakan keperawatan dilanjutkan dan dibawa ke ruang operasi OK II
D.Jalannnya Operasi
Anak di bawa ke Ok II menggunakan rostur, dan tetap mempertahankan safty
pasien, selanjutnnya Anak.J di pindahkan ke meja Operasi dengan posisi supine
atau terlentang di meja operasi, selanjutnnya dilakukan pembiusan dan
pemasangan intubasi pukul 07.00 dengan bius Umum.Dibacakan format
keselamatan pasien atau sign in oleh perawat sirkuler.
1. Melaksanakan cuci tangan bedah dengan menggunakan cairan clorheksidin 4
% dengan tetap mempertahankan posisi tangan.
2. Mengambil handuk dan memakai jas operasi, tetap hati-hati dan posisi tangan
dan badan tidak terlalu dekat dengan yang lain agar tidak menyentuh saat
memakai jas operasi
3. Memakai sarung tangan tertutup dengan posisi ibu jari bertemu dengan ibu
jari tan tetap melaksanakan dengan penuh hati-hati
4. Menyusu,menata dan memberikan alas pada meja tray dan meja mayo lalu
membuka set kom untuk di ambil bengkok dan kom kecil yang akan di
gunakan pada saat operasi.
5. Sirkuler menuangkan cairan Nacl 0.9 %, betadin scran 7,5%, betadin solution
10 % dalam kom dan bengkok, meletakan lina pen ( diatermi ke dalam meja
tray.meletakan Kasa, meletakan pisau No 15, meletakan lidi kapas atau lidi
waten, dan meletakan sufratule
6. Membuat pembatas pada meja Mayo dan menyusun Instrumen yang akan di
gunakan yaitu:

I I I I I I I I I
II
I I I I
Pinset Cirurgis (1)
Pinset Anatomis pendek (1)
Pinset Anatomis Panjang (1)
Pinset Homeostatik (1)
Gunting Jaringan tangkai panjang (1)
Gunting Benang tangkai panjang (1)
Klem Peritonium (4)
Klem Koher (2)
Babchock (1)
Nach Fuder (1)
Duk Klem (5)
Break Back (2)
Scapel No.4 (1)
7. Memasang pisau No 15 ke scapel N0.4 lalu meletakan dalam meja mayo,
menjepit kasa di kedua break back. Dan mendekatkan breack back ke betadin
scrab 7,5% dan solutions 10 % yang akan di gunakan a dan anti septik.
8. Memasang lempengan diatermi oleh sirkuler untuk menjaga keselamatan
pasien.
9. Menghitung kasa yang di simpan dalam meja mayo sebannyak 10 biji di
hitung dengan nada keras dan di saksikan oleh sirkuler.
10. Melaksanakan a dan antiseptik pada daerah yang akan di insisi menggunaka
kasa yang di jepit break back dengan betadin scrab 7,5 % dan solutions 10 %
selanjutnnya di lap menggunakan kasa yng di beri alkohol 70 %.
11. Melaksanakan draping menggunakan laken besar (2) dan laken kecil (2)
dengan cara laken besar untuk area atas dan bawah, lalu laken kecil untuk
area samping kanan dan kiri, selanjutnnya di jepit menggunakan 4 buah towel
chip atau duk klem.

1.Mesin anastesi
4
2.Laken Besar atas
2 3.Laken besar bawah
3
1 4.Laken kecil samping kri
5 5.Laken Kecil smpng knan

12. Operasi di mulai Pukul 07.15

13. Operator menandai area incici menggunakan pinset cirurgi kecil,

14. Operator memegang pincet cirurgi dan melakukan incici sepanjang ± 10 cm,
pada area kulit dengan pisau No.15.

15. Setelah kulit terbuka, selanjutnnya operator membuka bagian subkutis


menggunakan lina pen atau dia termi

16. Apabila terjadi perdarahan, perdarahan dirawat dengan pincet homeostatik


dan dilakukan pembakaran.

17. Setelah subutis terbuka lalu di klem menggunakan peritonium klem dan fasia
terlihat maka, fasia di bebaskan menggunakan gunting jaringan pangkal
panjang sampai ke bagian peritonium.bagian lapisan pinggir di klem
menggunakan peritonium klem agar mempermudah operator mencari pangkal
apendik.

18. Selanjutnnya operator mencari pangkal apendik, menggunakan piset anatomi .

19. Setelah pangkal di temukan selanjutnnya pangkal apendik di ikat


menggunakan benang silk 2.0,

20. Setelah pangkal terikat, siapkan pisau No.15 yang sudah di lumuri dengan
betadin 10 % dan kapas lidi/ lidi waten yang sudah di beri betadin 10%,
selanjutnnya pangkal di potong menggunakan pisau dan setelah apendik
terpisah dengan secum selanjutnnya sekum di olesi betadin menggunakan
kapas lidi.

21. Setelah selesai apendik terangkat, selanjutnnya bagian dalam abdomen di


bersihkan menggunakan kasa lembab yang sudah diberi Nacl 0.9%, setelah
bersih selanjutnnya akan dilakukan penutupan.

22. Sebelum di tutup, menghitung kasa yang terpakai, yang ada di bak sampah
sebannyak 7 dan sisa d meja mayo 3, jumlah kasa yang di simpat sebelum dan
sesudah operasi berjumlah 10, dan dalam keadaan lengkap.

23. Menyiapkan benang vicril 2.0, dilakukan penutupan dari mulai peritonium
sampai fasia menggunakan satu benang, setelah tertutup sampai fasia,
selanjutnnya menyiapkan benang vikril 5.0, bagian subkutis dan kulit di tutup
menggunakan vicril 5.0 sampai rapih.

24. Setela tertutup, daerah incici dan sekitarnnya di bersihkan menggunakan kasa
lembab yng mengandung Nacl 0.9 % sampai bersih, bagian incisi dilakukan
dengan cara kasa di gulung dan di putar aga darah yg tersisa di dalam dapat
keluar.

25. Selanjutnnya luka incici di berikan sufratul dan dilakukan dresing


menggunakan kasa steril, dan tetap memperhatikan kebersihan dan kerapihan
saat dresing.

26. Operasi berakhir pukul 08.15.


Pengkajian Intra Operatif

Analisa Data

Orang tua anak mengatakan anak sudah tidak makan dan minum sejak jam
23.00.tidak ada intake Kurang lebih 7 jam yg lalu , Turgor kulit elastis, Mukosa
bibir kering, Tidak ada tanda-tanda syok hipovolemik.BB 29 kg,Intake (Ringer
Laktat 750cc ), Output ( urine 500 cc + IWL 50 cc + perdarahan 150 cc = 700 cc )
Balance cairan 750 cc – 700 cc = - 50 cc, TTV; TD :100/70, Sh: 36,5ºC, nadi
110x/mnt, RR : 24x/mnt. Saturasi 98 %, anak terpasang kateter.

Hb 12,2 12-16g/dl
Ht 436 37-47%
Leukosit 7900 4,800-10,800/ul
Trombosit 356000 150,000-400,000/ul

Ds: Orang tua anak mengatakan anak sudah tidak makan dan minum sejak jam
23.00
Do: tidak ada intake Kurang lebih 7 jam yg lalu , Turgor kulit elastis, Mukosa
bibir kering, anak terpasang kateter, Tidak ada tanda-tanda syok hipovolemik
BB 29 kg,Intake (Ringer Laktat 750cc ), Output ( urine 500 cc + IWL 50 cc +
perdarahan 150 cc = 700 cc ) Balance cairan 750 cc – 700 cc = - 50 cc, TTV;
TD :100/70, Sh: 36,5ºC, nadi 110x/mnt, RR : 24x/mnt. Saturasi 98 %.Hb 12,2
(12-16g/dl),Ht 436 (37-47%),Leukosit 7900
(4,800-10,800/ul),Trombosit 356000 (150,000-400,000/ul)

Diagnosa keperawatan Inta Operatif : Resiko kekurangan volume cairan dan


elektrolit b/d Proses pembedahan dan intake yang tidak adekuat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x1 jam diharapkan


resiko kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
a. Intake dan output seimbang
b. Turgor kulit elastis
c. Mukosa bibir lembab
Intervensi :
a. Ukur ttv
b. Monitor tanda dehidrasi
c. Ukur intake dan output cairan
d. Kaji tanda – tanda syok
e. Berikan cairan sesuai program

Implementasi :
Pukul 07.20 WIB mengobservasi TTV, hasil TD :100/70, Sh: 36,5ºC, nadi
110x/mnt, klien terpasang intubasi dengan saturasi 98 %. Pukul 17.30 WIB
mengkaji tanda-tanda dehidrasi, hasil mukosa bibir tampak kering, turgor kulit
elastis. Pukul 07.45 WIB cairan infus RL di ganti dengan kolf baru, hasil infus
terpasang 30 tpm dan menetes lancar. Pukul 08.10 WIB mengukur intake dan
output, hasil Intake Rl = 7500 cc ), Output ( urine 500 cc + IWL 50 cc +
perdarahan 150 cc =700 cc ) , Balance cairan 7500 cc –700 cc = - 50 cc.

Evaluasi :
S:-
O :Mukosa bibir kering,Turgor kulit elastis,Intake ( Rl 750 cc), Output ( urine 500
cc + IWL 50 cc + perdarahan 150 cc = 850 cc ) , Balance cairan 750 cc – 700
cc = - 50 cc. Anak terpasang infus Rl 30 tpm,Anak terpasang kateter
A : tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Tindakan keperawatan dihentikan (operasi berjalan lancar), anak dipindahkan
ke recovery room

27. merapihkan set instrumen yang terpakai, membuka jas dan sarung tangan
bedah selanjutnnya membawa instrumen yang telah terpakai dan merendam (
dekontaminasi) set instrumen yang terpakai.
28. Membungkus jaringan dan memasukan formalin dan jaringan terendam
formalin untuk di kirim ke PA
29. melakukan pengkajian Post.Operatif di Ruang Recovery room.

Pengkajian Post Operatif.

Analisa Data
Kesadaran dengan penilaian aldrette score nila 2 ( Sadar orientasi baik) Respirasi
dengan penilaian aldrette score 1 (Nafas dalam),Anak post ekstubasi, Suara nafas
vesikuler,terdapat banyak slim di mulut anak, , Klien terpasang O2 3 liter ,- TTV;
TD :100/70, Sh: 36 ºC, N : 110x/mnt, RR : 24x/mnt.

DS : -
DO : Kesadaran dengan penilaian aldrette score nila 2 ( Sadar orientasi baik)
Respirasi dengan penilaian aldrette score 1 (Nafas dangkal),Anak post
ekstubasi, Suara nafas vesikuler,terdapat banyak slim di mulut anak, ,
Klien terpasang O2 3 liter ,- TTV; TD :100/70, Sh: 36 ºC, N : 110x/mnt,
RR : 24x/mnt.

Diagnosa Keperawatan Post operatif : Risiko ketidakefektifan bersihan


jalan nafas b/d akumulasi sekret akibat efek anestesi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit diharapkan


risiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak terjadi
Kriteria hasil :
1. TTV dalam batas normal
2. Suara nafas vesikuler
3. Tidak terdapat slim
4. Penilaian respirasi pada albrette score 2
Intervensi :
1. Observasi tanda – tanda vital tiap 5 menit
2. Monitor kepatenan pernafasan klien
3. Berikan posisi nyaman bagi pasien
4. Lakukan suction
5. Kolaborasi pemberian O2

Implementasi :
Pukul 08.15 WIB mengobservasi TTV, hasil TD 100/70 mmHg, N 110 x/menit,
Sh 36 oC, RR 24 x/menit. Pukul 08.20 WIB mengkaji suara nafas klien, hasil
suara nafas vesikuler, terdapat banyak slim pada mulut anak. Pukul 08.25 WIB
mengobservasi melaksanakan suction, hasil mulut anak bersih dan tidak terdapat
slim.

Evaluasi :
S:-
O :TD 100/70 mmHg, N 110 x/menit, Sh 36 oC, RR 24 x/menit,Tidak terdapat
slim pada mulut anak,Suara nafas vesikuler, Kesadaran dengan penilaian
aldrette score nila 2 ( Sadar orientasi baik) Respirasi dengan penilaian
aldrette score 2 (Nafas spontan)
A : tujuan tercapai, masalah teratasi
P : tindakan keperawatan dihentikan, anak dibawa ke ruang perawatan ( ruang I
IKA )
Discarge Planing : Operan dengan perawat ruangan yaitu tetap menjaga
kondisi klien, balutan di ganti setelah 3 hari post operasi, Bila bising usus
sudah adekuat boleh di berikan minum secara perlahan. Resep yang sudah
diberikan oleh dokter ada di dalam status anak. Dan jaringan untuk di
kirimkan ke bagian patologi anatomy untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis membahas kesenjangan yang terjadi antara teori dan kasus ,
proses pembedahan serta faktor pendukung dan penghambat dalam memberikan
asuhan keperawatan perioperatif meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan,evaluasi, serta jalannya operasi.

A.Pengkajian

Penyebab apendiksitis menurut teori di sebabkan karena Faktor sumbatan.


Faktor Bakteri,Kecenderungan familiar,Faktor ras dan diet. Namun pada kasus
An.J sampai saat ini belum di ketahui penyebab apendiksitis, namun di perkirakan
faktor makanan akibat kurang pengawasan orang tua terhadap jajanan anak.

Manifestasi klinik pada apendiksitis menurut teori adalah Sakit, kram di daerah
periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah,Anoreksia,Mual,Muntah,(tanda
awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).Demam ringan di
awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.Nyeri lepas.Bising usus menurun
atau tidak ada sama sekali.Konstipasi.Diare.Disuria.Iritabilitas.
Pada kasus An.J tidak semua gejala di rasakan oleh anak-anak, Pada kasus
apendiksitis pada anak biasannya keluhannya rewel dan tidak dapat menunjukan
rasa nyeri, atau lokasi nyeri karana pada anak nyeri akan timbul secara
menyeluruh.

Pemeriksaan Fisik, Secara umum untuk kasus apendiksitis lebih di tekan kan
pada pengkajian pada sistem pencernaan khususnnya adalah nyeri tekan pada
abdomen, namun pada anak yng lebih penting selain nyeri adalah demam,
begitupun dengan kasus An.J, awalnnya demam tinggi sehingga dilarikan ke
rumah sakit namun setelah pemeriksaan berkelanjutan dan sedikit keluhan nyeri
abdomen, baru diketahui bahwa diagnosa anak J adalah apendiksitis.

B.Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan perioperatif yang ada pada teori adalah Pre Operasi :
Nyeri akut.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh .Ansietas dan
Defisit pengetahuan pada orang tua mengenai .Intra Operatif : Risiko tinggi
cidera,Risiko tinggi perubahan suhu tubuh. Post operasi Nyeri dan Resiko
kekurangan volume cairan dan

Sedangkan Diagnosa yang ada pada Kasus An.J adalah Pre operasi : Ansietas.
Inta Operasi : Resiko kekurangan volume cairan dan post operasi adalah resiko
ketidak efektifan bersihan jalan nafas.Diagnosa yang ada pada kasus tidak
semuannya sama dengan yang ada pada teori, diagnosa yang ada pada kasus
diangkat sesuai dengan keluhan, keadaan dan yang menjadi prioritas pada Anak.J
saat pengkajian.

C.Perencanaan

Pada perencanaan antara teori dan kasus terdapat kesenjangan pada teori tidak
disesuaikan dengan prioritas masalah dan tidak terbatas dengan waktu dalam
pencapaian tujuan dan criteria hasil sehingga mempersulit pada saat evaluasi.
Sedangkan pada kasus disusun berdasarkan prioritas masalah dan mengacu pada
SMART (Spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistic dan sehat) dengan batasan
waktu yang ditentukan) sehingga mempermudah penulis dalam melakukan
evaluasi.
Dalam perencanaan penulis tidak mengalami kesulitan karena setiap rencana
disusun sesuai kondisi klien dan mendapatkan dukungan dan kerjasama dari
keluarga klien dan perawat ruangan.

D.Implementasi

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien An.J, tidak semua tindakan
dilakukan oleh penulis karena keterbatasan waktu sehingga di delegasikan kepada
Sirkuler ataupun pada Tim Anastesi , dalam melakukan tindakan keperawatan
disesuaikan dengan keadaan dan kondisi klien saat itu, tetapi tidak semua asuhan
keperawatan dapat dilakukan penulis dan dapat dicapai. faktor penghambat yang
terjadi bagi penulis untuk melakukan implementasi adalah harus membagi waktu
secara tepat cermat dan cepat karna penulis selain melakukan asuhan keperawatan
penulis harus bertanggung jawab sebagai scrab nurse.

E.Pembedahan

Persiapan Pembedahan

Persiapan pembedahan mulai dari penyediaan instrumen, linen dan kom tidak ada
masalah yang berarti, semua set hampir sama antara anak dan dewasa namun
yang membedakan adalah set intrumen yang di pakai adalah set apendictomy
anak. Untuk medical suplay semua hampir sama dengan dewasa dan tidak ada
medical suplay yang khusus untuk anak, yang membedakanan pada anakan adalah
benang yang di pakai tidak terlalu bannyak, khususnnya An.J hannya
menggunakan benang Silk dan Vicril saja.

Jalannya Operasi.
Tidak ada kesulitan dalam melaksanakan pembedahan pada kasus apendiktomy
anak khususnnya kasus An.J. hannya pada kasus anak, instrumen yang dipakai
tidak sebannyak pada kasus dewasa, minimalis instrumen sehinnga mudah pada
saat pelaksanaan pembedahan. Dan selama berjalannya pembedahan tidak ada
komlikasi yang terjadi, pembedahan berjalan dengan baik.

F.Evaluasi
Menurut teori evaluasi adalah untuk mengukur respon anak terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan anak kearah pencapaian tujuan dan menentukan
apakah masalah tersebut teratasi atau tidak. Sedangkan pada kasus dari diagnosa
yang muncul, semua tujuan tercapai dan masalah teratasi.
BAB V
PENUTUP

A.Kesimpulan

Pada sebagian besar anak, pangkal apendiks terletak dibawah titik Mc Burney,
sehingga kalau meradang akan merangsang peritoneum setempat. Pada keadaan
malrotasi usus, apendiks dapat ditemukan di tempat lain dalam rongga peritoneum
sesuai dengan letak sekum yang tidak mencapai fosa iliaka dekstra. Apendiks
pada anak lebih panjang dan lebih halus dibandingkan pada orang dewasa, karena
itu mudah terjadi perforasi. .Pada anak-anak omentum belum berkembang dengan
sempurna, sehingga kurang efektif untuk mengatasi infeksi, hal ini akan
mengakibatkan apendiks cepat mengalami komplikasi . Omentum mayus pendek
dan tipis sehingga tidak menjadi pertahanan yang baik kalau terjadi perforasi.
Perforasi pada apendiks anak akan segera diikuti dengan peritonitis generalisata.
Terjadinya apendisitis dimulai dengan penyumbatan lumen apendiks.
Penyumbatan ini menyebabkan edema, bendungan vena dan meningkatnya
tekanan dalam lumen apendiks. Kemudian terjadi invasi kuman pada selaput
lendir apendiks sehingga terjadi ulkus yang disusul perforasi. Pada neonatus
apendicitis terjadi karena obstruksi pada bagian distal kolon yang diteruskan ke
dalam lumen apandiks

B.Saran

Untuk petugas scrab nurse atau sirkuleting tetap memperhatikan safty pasien.
Keluhan pasien dan melaksanakan tindakan pembedahan sesuai dengan prosedur
yang ada dan benar, tetap mempertahan kan keseterilan, jujur, cepat, tepat,
terampil, dan benar
Dalam menegakan diagnosa keperawatan dan melaksanakan asuhan keperawatan
harus di sesuaikan dengan kondisi dan keluhan pasien pada saat dilakukan
pengkajian.
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Huriawati. dr. Dkk. Kamus Kedokteran Dorian, Edisi 2. EGC: Jakarta.
2006

NN, 2012, Buku Pelatihan Dasar Keterampilan Bagi Perawat Kamar Bedah,
HIPKABI, Jakarta

Pedoman pelaksanaan. Stimulus, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak.
Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat
Departemen kesehatan Republik Indonesia Tahun 2007.

Sachmarin. Rosa M. Perinsip Perawatan Pediatrik. Edisi 2. Penerbit buku


Kedokteran. EGC: Jakarta. 1993.

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Ilmu Kesehatan Anak-anak. Bagian kesehatan Anak FKUI. Jakarta. 1985.

Supartini, Yupi (2004) Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.Jakarta : EGC

Wong. Dona L. Keperawatan Pediatrik.Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta.


2004.

Anda mungkin juga menyukai