Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinegara Indonesia dan dinegara-negara berkembang lainnya terdapat
lima masalah gizi utama yang masih belum bisa diberantas sampai zaman
sekarang ini salah satunya yaitu Kurang Energi Protein (KEP).
Kurang Energi Protein (KEP) dapat dihindari dengan cara memberikan
pola asup yang sesuai dengan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.
Parameter pembangunan suatu negara dapat dilihat melalui kualitas sumber
daya manusia (SDM). Faktor gizi memegang peran penting dalam mencapai
SDM berkualitas (Depkes RI, 2005 dalam Pahlevi, 2012).
Salah satu kiat pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat yang akan menghasilkan sumber
daya manusia (SDM) yang sehat, cerdas, produktif, memiliki fisik yang tangguh,
dan mandiri. Jumlah penduduk Indonesia sekitar 30% terdiri dari anak-anak
(Marliyati, dkk 2014), sehingga status gizi usia anak sekolah sangat perlu
diperhatikan karena anak sekolah merupakan generasi penerus dan aset
pembangunan suatu bangsa.
Pada anak sekolah pertumbuhaan fisik dan perkembangan intelektual
berlangsung secara pesat, sehingga diperlukan asupan makanan yang cukup
setiap harinya dan status gizi yang baik, guna untuk menunjang tumbuh
kembang anak.
Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan
potensi genetik yang dimilikinya (Bryan et al., 2004 dalam Pahlevi, 2012). Bila
anak kekurangan asupan zat gizi, maka pertumbuhan dan perkembangan anak
mengalami penyimpangan dari pola standar.
Dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan oleh para ahli asupan zat
gizi anak sekolah di Indonesia sangat memprihatinkan dan rata-rata berat badan
anak sekolah berada dibawah garis normal.
Anak sekolah usia 6-12 tahun sangat memerlukan perhatian terutama
dalam pemenuhan kebutuhan gizi (Handari dan Siti, 2005 dalam Mutiara, dkk
2014). Jika kecukupan zat gizi siswa, tidak terpenuhi maka ketahanan fisik akan
lemah, sehingga siswa kurang dapat menerima ransangan dari indera dan
meneruskannya ke otak. Hal ini disebabkan karena saraf sensorik dan

1
motoriknya tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya siswa tertinggal jauh dalam
pelajarannya (Ahmadi dan Supriyono, 2004 dalam Noviyani, 2013). Program
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada anak sekolah adalah bertujuan
untuk meningkatkan ketahanan fisik serta status gizi, sehingga dapat mendorong
minat belajar siwa dan kemampuan daya terima otak agar meningkatkan prestasi
siswa dalam belajar.
Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) ialah kegiatan
pemberian makanan kepada peserta didik sekolah dasar dalam bentuk kudapan
yang aman dan bergizi, dengan memperhatikan aspek mutu dan keamanan
pangan (BPMPDKP, 2012 dalam Noviyani, 2013). Cara Pemberian Makanan
Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) menurut Depkes RI (2005) dalam Noviyani
(2013) PMT-AS diberikan paling sedikit tiga kali seminggu selama hari belajar
efektif sembilan bulan.
Berdasarkan Riskesdas Provinsi Sumatera Utara (2007) prevalensi anak
status gizi kurus menurut IMT di kabupaten Serdang Bedagai yaitu pada anak
laki-laki 13,3% dan anak perempuan 8,7%. Hasil data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas, 2010) diketahui bahwa status gizi pada anak umur 6-12 tahun di
Indonesia yaitu prevalensi sangat kurus sebesar 4,6% dan kurus sebesar 7,6%.
Sedangkan data terbaru dari Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa secara
nasional prevalensi kurus (menurut IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun adalah
11,2% terdiri dari 4,0% sangat kurus dan 7,2% kurus. Meskipun mengalami
penurunan, Indonesia termasuk diantara 36 negara di dunia yang memberi 90%
konstribusi masalah gizi dunia (Depkes, 2007 dalam Marliyati, dkk 2014). Oleh
karena itu, untuk meningkatkan status gizi anak sekolah diperlukan suatu upaya
yang berdampak positif dalam rangka peningkatan gizi anak sekolah. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan yaitu program Pemberian Makanan Tambahan Anak
sekolah (PMT-AS) yang diberikan dalam bentuk produk cookies.
Cookies merupakan salah satu jenis kue kering yang renyah dan agak
keras dengan rasa yang bermacam-macam, berukuran kecil, dan tipis (Smith,
1972 dalam Tambunan, dkk 2015). Pengolahan cookies biasanya menggunakan
bahan dasar tepung terigu, akan tetapi untuk mengurangi ketergantungan
penggunaan tepung terigu yang mengharuskan negara Indonesia mengimpor
gandum dalam jumlah yang besar, maka sangat dibutuhkan bahan pangan lokal
yang bisa mengganti tepung terigu. Salah satunya yaitu pembuatan produk

2
cookies dengan substitusi bahan-bahan lokal yang terdiri dari tepung labu kuning
dan tepung tempe.
Labu kuning adalah contoh jenis bahan pangan sumber karbohidrat yang
berpotensi diolah menjadi tepung. Menurut Astawan (2004) dalam Tambunan,
dkk (2015) labu kuning merupakan bahan pangan yang kaya akan karbohidrat
75,03% dan β-karoten 180 SI. Akan tetapi labu kuning tidak tahan disimpan
dalam jangka panjang, oleh sebab itu perlu perlakuan untuk mengolah daging
labu kuning menjadi tepung supaya daya simpan menjadi lebih tahan lama.
Tepung yang sudah dihasilkan dapat digunakan dalam pembuatan cookies,
tetapi juga diperlukan penambahan sumber protein dari bahan pangan jenis lain
dikarenakan sumber protein yang terdapat pada tepung labu kuning cukup
rendah sekitar 5% (Tambunan, dkk 2015).
Supaya zat gizi yang terkandung dalam cookies menjadi lebih kompleks
dan untuk meningkatkan nilai protein pada cookies maka ditambahkan sumber
protein dari bahan pangan jenis lain salah satunya yaitu tepung tempe.
Berdasarkan penelitian Marulitua (2013) dalam Tambunan, dkk (2015)
penggunaan tepung tempe yang semakin tinggi maka protein pada cookies
semakin meningkat, namun apabila ditinjau dari segi penilaian organoleptiknya
semakin tinggi penggunaan tepung tempe maka aroma dan rasa cookies yang
dihasilkan kurang disukai panelis.
Berdasarkan hasil penelitian Tambunan, dkk (2015) cookies formulasi
tepung labu kuning dan tepung tempe dengan jumlah perbandingan (55%:15%)
dalam penilaian uji organoleptik produk cookies yang telah dilakukan,
disimpulkan bahwa tingkat kesukaan anak-anak lebih tinggi. Oleh karena itu
maka penulis memilih produk cookies formulasi tersebut untuk diolah. Dalam 100
gr cookies mengandung 500,16 kkal. Sehingga cookies yang dihasilkan,
diharapkan mampu menjadi pangan fungsional dan alternatif untuk menaikan
status gizi anak sekolah.
Menurut survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis di SD Negeri
101929 untuk mengetahui status gizi anak SD kelas 1 sampai 6 maka penulis
melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan pada
tanggal 20 September dan 28 September 2016. Penulis mengambil salah satu
contoh SD Negeri yang terdapat di kecamatan Perbaungan. Hasil survei yang
sudah dilaksanakan diperoleh prevalensi anak sekolah yang status gizi kurus

3
sebesar 6,8% (439 orang), sehingga perlu dilakukan program penanggulangan
terhadap anak SD Negeri 101929 dengan status gizi kurus.
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, oleh
sebab itu penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian cookies formulasi
tepung labu kuning dan tepung tempe terhadap kenaikan berat badan pada anak
SD negeri 101929 yang status gizi kurus di Kecamatan Perbaungan tahun 2016.

B. Perumusan Masalah
Apakah ada pengaruh pemberian cookies formulasi tepung labu kuning
dan tepung tempe terhadap kenaikan berat badan pada anak SD Negeri 101929
yang status gizi kurus di Kecamatan Perbaungan tahun 2016.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian cookies formulasi tepung labu kuning
dan tepung tempe terhadap kenaikan berat badan pada anak SD Negeri 101929
yang status gizi kurus di Kecamatan Perbaungan.

2. Tujuan Khusus
a. Menilai status gizi IMT/U anak SD Negeri 101929 di Kecamatan
Perbaungan pada tahun 2016.
b. Menilai kenaikan berat badan sebelum dan sesudah pemberian cookies
formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe.
c. Menganalisis pengaruh pemberian cookies formulasi tepung labu kuning
dan tepung tempe terhadap kenaikan berat badan pada anak SD Negeri
101929 yang status gizi kurus di Kecamatan Perbaungan tahun 2016.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan serta
keterampilan dalam melaksanakan penelitian pada penulisan skripsi.

4
2. Bagi Anak SD Negeri 101929
Masing-masing siswa yang mengalami status gizi kurus mereka dapat
mengetahui perbedaan berat badan sebelum dan sesudah pemberian
cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe.

3. Bagi Instansi Terkait (SD Negeri 101929)


Sebagai bahan masukan informasi yang berguna supaya pihak sekolah
mengetahui prevalensi status gizi muridnya.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Status Gizi
1. Pengertian
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu
(Supariasa, dkk 2002).
Jika tubuh seseorang mengalami kekurangan asupan satu atau lebih
jenis zat gizi yang sangat diperlukan tubuh maka dapat menyebabkan status gizi
kurang dan begitu juga sebaliknya bila tubuh seseorang memperoleh asupan
jenis zat gizi yang berlebihan maka akan mengakibatkan status gizi lebih
sehingga membahayakan serta menimbulkan penyakit.
Status gizi optimal adalah suatu keadaan dimana terjadi keseimbangan
antara pemasukan asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan
oleh tubuh untuk melakukan aktifitas fisik sehari-hari.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi


Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang terdiri dari dua
penyebab yaitu:
a. Penyebab Langsung
Asupan Makanan Dan Penyakit Infeksi
Asupan makanan dan penyakit infeksi merupakan penyebab langsung
terjadinya status gizi kurang.
Seseorang yang mengalami gizi kurang bukan hanya karena kekurangan
asupan makanan saja tetapi juga dapat disebabkan adanya penyakit infeksi
didalam tubuh.
b. Penyebab Tidak Langsung
Ada tiga penyebab tidak langsung yang mengakibatkan gizi kurang yaitu:
1) Ketahanan Pangan Keluarga
Ketahanan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dengan baik dari
segi kuantitas maupun kualitas zat gizinya.

6
2) Pola Pengasuh Anak
Pola pengasuhan anak meliputi sikap dan pengetahuan ibu ataupun
anggota keluarga lainnya yang berhubungan dalam memberi asuhan kepada
anak seperti memberi makan, merawat, memberikan kasih sayang, menjaga
kesehatan, dan sebagainya guna untuk tumbuh kembang anak secara optimal.
3) Pelayanan Kesehatan Dan Sanitasi Lingkungan
Semakin mudah terjangkau tempat pelayanan kesehatan dan akses
ketersediaan sumber air bersih, maka semakin kecil pulak risiko anak terkena
penyakit maupun menderita kurang gizi.

Status gizi kurang pada anak dapat mengakibatkan terganggunya proses-


proses yang berlangsung didalam tubuh seperti:
- Pertumbuhan Anak Terhambat
Anak-anak tidak tumbuh sesuai dengan potensinya. Hal ini disebabkan
oleh tubuh anak kekurangan karbohidrat dan lemak.
Kurangnya karbohidrat dan lemak sangat berdampak terhadap tubuh
seperti mudah lesu dan kurang bergairah, sehingga cadangan protein yang ada
dalam tubuh diahli fungsikan menjadi zat pembakar untuk menghasilkan energi
agar dapat melakukan berbagai kegiatan setiap hari.
- Produksi Tenaga Anak Berkurang
Apabila anak kekurangan makanan maka, menyebabkan kekurangan
energi untuk beraktifitas, bergerak, melakukan pekerjaan, dan bahkan prestasi
belajar anak disekolah menjadi menurun.
- Imunitas Tubuh Menurun
Sistem imunitas tubuh menurun, sehingga tubuh rentan terserang infeksi
penyakit seperti influenza, batuk, muntah, diare, demam, dan penyakit menular
lainnya hal ini dapat membawa kematian terhadap anak.
- Perkembangan Struktur Dan Fungsi Otak Terganggu
Kurangnya asupan zat gizi pada anak sangat berpengaruh buruk
terhadap perkembangan mental dan fungsi otak secara permanen, dengan
demikian kemampuan berfikir anak menjadi terganggu.
Apabila anak kekurangan makanan maka, menyebabkan anak
kekurangan energi untuk beraktifitas, bergerak, melakukan pekerjaan, dan
bahkan prestasi belajar anak disekolah menjadi menurun.

7
- Perilaku Anak Sehari-hari
Anak yang kekurangan gizi menunjukkan perilaku yang tidak tenang,
cenggeng, mudah tersinggung, dan apatis.

3. Metode Penilaian Status Gizi


Penilaian status gizi adalah suatu perbandingan keadaan gizi tubuh
seseorang menurut hasil pengukuran terhadap standar yang telah diakui didunia.
Ada beberapa cara dalam menilai status gizi seseorang, diantaranya:
a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian
yaitu:
1) Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi yang biasanya terlihat pada pola pertumbuhan fisik
dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh
(Supariasa, dkk 2002).
2) Klinis
Metode ini sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat, karena
didasarkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi kemudian dihubungkan
dengan ketidak cukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti
kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Pemeriksaan klinis digunakan untuk mendeteksi secara cepat tanda-
tanda klinis umum dari kekurangan salah satu zat gizi atau lebih, serta digunakan
juga untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan
pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala atau riwayat penyakit (Supariasa,
dkk 2002).
Tanda-tanda klinis yang terjadi pada anak kurang gizi tidak spesifik,
karena ada beberapa penyakit yang mempunyai gejala yang hampir sama
dengan gejala kurang gizi. Oleh sebab itu, pemeriksaan klinis harus dipadukan
dengan pemeriksaan yang lain agar hasil anamnesa yang didapatkan lebih
akurat.

8
3) Biokimia
Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan dalam bentuk spesimen yang
diuji secara laboratoris. Spesimen tubuh yang digunakan antara lain darah, urine,
tinja serta beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Supariasa, dkk 2002).
Pemeriksaan biokimia digunakan untuk menolong dan mendapatkan hasil
pemeriksaan gejala kekurangan gizi yang lebih akurat dan spesifik. Pemeriksaan
ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang ahli.
4) Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan perubahan struktur dari
jaringan (Supariasa, dkk 2002). Pemeriksaan biofisik digunakan untuk menilai
situasi tertentu seperti tes kemampuan fungsi jaringan meliputi kemampuan
respon jaringan dan adaptasi sikap. Contoh salah satu tes pemeriksaan biofisik
adalah tes adaptasi gelap.
b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga penilaian
yaitu:
1) Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Survei konsumsi makanan
dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat
gizi pada masyarakat, keluarga, maupun individu.
Survei dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi
(Supariasa, dkk 2002).
2) Statistik Vital
Statistik vital adalah suatu metode yang dapat menganalisis data
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu dan data penyebab lainnya
yang berhubungan dengan gizi (Supariasa, dkk 2002).
3) Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi
sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti
iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain (Supariasa, dkk 2002).

9
4. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Menurut Supariasa, dkk (2002) ada beberapa indeks antropometri yang
sering digunakan untuk mmenilai status gizi, yaitu:
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter antropometri yang memberikan
gambaran massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap
perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit
infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter antropometri yang sangat labil,
karena bila keadaan kesehatan seseorang baik dan keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan zat gizi tubuhnya terpenuhi, maka berat badan
berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya jika keadaan tubuh
seseorang yang abnormal, terdapat dua kemungkinan yang terjadi terhadap
perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang dengan cepat atau
mengalami perkembangan sangat lambat dari keadaan normal.
Oleh karena sifat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks berat
badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi
seseorang pada saat ini.
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan parameter antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan. Tinggi badan adalah parameter antropometri yang relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi seseorang dalam waktu yang
pendek, pengaruh difisiensi zat gizi pada pertumbuhan tinggi badan akan
kelihatan dalam kurun waktu yang relatif lama. Jika keadaan tubuh seseorang
normal, maka tinggi badan tumbuh seiring dengan bertambahnya umur.
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan yang normal, perkembangan berat badan sejajar seiring dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan
indikator yang baik untuk menilai status gizi seseorang pada saat ini (masa
sekarang).
d. Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)
Ukuran fisik atau komponen massa tubuh sangat mempengaruhi status
gizi seseorang. Apabila tubuh kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi

10
maka akan berisiko terkena penyakit-penyakit tertentu dan juga dapat
berpengaruh terhadap produktifitas kerja dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1995/Menkes/SK/XII/2010 penilaian status gizi pada anak sekolah menggunakan
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U), yang dikategorikan menjadi:
1) Sangat kurus : <-3 SD
2) Kurus : -3 SD s/d <- 2 SD
3) Normal : -2 SD s/d 1 SD
4) Gemuk : > 1 SD s/d 2 SD
5) Obesitas : > 2 SD

B. Tinjauan Umum Tentang Gizi Anak Usia Sekolah Dasar


1. Pengertian Dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar
Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia antara 6-12 tahun. Pada
usia ini pertumbuhan jaringan limfatik semakin besar bahkan melebihi orang
dewasa, dilingkungan luar rumah kemampuan kemandirian anak mulai semakin
berkembang sehingga beberapa masalah sudah mampu diatasi sendiri, rasa
tanggung jawab dan percaya diri dalam menyelesaikan tugas mulai terwujud
maka jika mengalami kegagalan anak sering menunjukkan reaksi marah dan
gelisah, serta pada usia sekolah ini perkembangan psikososial, interpersonal,
psikoseksual, moral, dan juga spiritual sudah mulai menunjukkan kematangan.

2. Konsep Gizi Pada Anak Usia Sekolah


Masa usia sekolah merupakan masa penentu kualitas seseorang
manusia disaat ia dewasa kelak.
Waktu terbesar dari aktivitas keseluruhan anak sehari-hari dihabiskan
untuk melakukan aktivitas berat seperti berlari, melompat, bermain, dan
melakukan gerakan-gerakan tubuh lainnya sehingga untuk dapat melakukan
semua kegiatan tersebut tubuh anak harus memperoleh asupan zat gizi yang
seimbang. Karena itu perhatian terhadap gizi anak sekolah bukanlah hal yang
bisa ditawar-tawar lagi, sebab asupan zat gizi yang baik atau buruk merupakan
faktor penentu kesehatan dan kecerdasan anak.
Anak usia sekolah membutuhkan lebih banyak energi dan zat gizi
dibanding usia balita. Tumbuh kembang yang optimal pada anak usia sekolah
sangat dipengaruhi oleh pemberian nutrisi dengan kuantitas dan kualitas yang

11
baik dan sesuai terhadap kebutuhan asupan nutrisi yang diperlukan dalam tubuh
anak. Untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya, maka anak
membutuhkan 5 kali waktu makan, yaitu makan pagi (sarapan), makan siang,
makan malam, dan 2 kali makanan selingan (makanan selingan pagi hari dan
sore hari). Makanan selingan pagi hari biasanya dikonsumsi anak ketika jam
istirahat disekolah, pentingnya mengkonsumsi makanan selingan selama
disekolah adalah agar kadar gula tetap terkontrol dengan baik, sehingga
konsentrasi belajar dan aktivitas fisik lainnya tetap terlaksana.
Makanan selingan yang dikonsumsi anak usia sekolah harus mampu
menyumbang energi minimal 300 kkal ke dalam tubuh anak. Setiap golongan
umur pada anak mempunyai tingkat kebutuhan energi yang berbeda-beda, yaitu
golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada golongan umur 4-9 tahun,
karena pertumbuhan dan perkembangan pada masa sekolah akan mengalami
proses percepatan pada umur 10-12 tahun, dimana pertambahan berat badan
per tahunnya sampai 2,5 kg (Pahlevi, 2012).
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan, dinyatakan
bahwa kebutuhan gizi anak usia sekolah dasar menurut umur adalah sebagai
berikut:

Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-Rata Yang Dianjurkan (Per Orang
Per Hari)
Jenis Kelamin Umur Energi (kkal) Lemak (gr)
4-6 tahun 1600 62
Laki-laki 7-9 tahun 1850 72
10-12 tahun 2100 70
4-6 tahun 1600 62
Perempuan 7-9 tahun 1850 72
10-12 tahun 2000 67
Sumber : Angka Kecukupan Gizi, 2013

3. Program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS)


Program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS)
adalah program nasional yang direkomendasikan oleh pemerintah, guna untuk
memberikan makanan tambahan dalam bentuk kudapan yang aman dan bergizi
kepada peserta didik sekolah dasar. Kegiatan PMT-AS berawal dari hasil uji coba
pada tahun 1991/1992 untuk mengatasi masalah kesehatan, kekurangan gizi,
dan kecacingan pada anak SD dan MI dibeberapa daerah miskin di Daerah

12
Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Timor-
Timor, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya. Caranya dengan memberikan
bantuan dana untuk pembuatan makanan jajanan yang dibuat dari bahan
makanan setempat sehingga dapat memberikan tambahan 15-20% dari
kebutuhan gizi rata-rata anak perhari.
PMT-AS bertujuan untuk meningkatkan ketahanan fisik anak sekolah
sebagai upaya perbaikan gizi dan kesehatan sehingga dapat mendorong minat
dan kemampuan belajar siswa (Dinkes, 2012 dalam Noviyani, 2013).
Program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) ialah
program nasional yang dimulai sejak tahun 1996/1997 yang dilaksanakan secara
lintas sektoral yang terkait dalam forum koordinasi PMT-AS dan mempunyai
dasar hukum INPRES No. 1 tahun 1997 tentang Program Makanan Tambahan
Anak Sekolah. Berdasarkan hasil penelitian kasus, disimpulkan bahwa
pelaksanaan PMT-AS sejak tahun anggaran 1996/1997 sampai dengan tahun
2000, dapat menaikan berat badan juga dapat meningkatkan kehadiran siswa
disekolah, serta memperbaiki gizi dan kesehatan sehingga dapat mendorong
prestasi belajar siswa sekolah dasar.
Hasil penelitian Noviyani (2013) di SD Banyuanyar III kota Surakarta
menunjukkan bahwa intervensi PMT-AS dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPA.

C. Formula Tepung Labu Kuning


1. Pengertian Labu Kuning
Labu kuning atau waluh (Curcurbita Moschata Durch) merupakan salah
satu sumber bahan pangan lokal yang termasuk dalam spesies tanaman sayuran
yang dapat tumbuh didataran rendah sampai dataran tinggi, labu kuning juga
sering dimanfaatkan untuk berbagai jenis pengolahan makanan misalnya roti,
dodol, keripik, kolak, manisan, dan sebagainya. Labu kuning berperan penting
dalam mencegah penyakit degeneratif seperti Diabetes mellitus (kencing manis),
Arterosklerosis (penyempitan pembuluh darah), jantung coroner, tekanan darah
tinggi, bahkan mencegah kanker (Tambunan, dkk 2015).

2. Kandungan Gizi Labu Kuning


Kandungan gizi ialah suatu zat terpenting yang dibutuhkan tubuh agar
tetap sehat. Konsumen saat akan memilih makanan ada beberapa aspek yang

13
menjadi perhatian yaitu warna, tekstur, rasa, aroma, dan kandungan gizi yang
terdapat dalam produk. Semakin lengkap kandungan gizinya maka semakin baik
makanan tersebut untuk dikonsumsi.
Labu kuning selain digunakan sebagai bahan pangan, kandungan gizi
pada labu kuning cukup lengkap yakni karbohidrat, protein, beberapa mineral
seperti kalsium, fosfor, besi serta vitamin yaitu vitamin B dan C, dan serat
(Ranonto, dkk 2015). Daging buahnya yang berwarna kuning atau oranye
menandakan bahwa kandungan karotenoidnya sangat tinggi. Kadar beta karoten
daging buah labu kuning segar adalah 19,9 mg/100g (Gardjito, 2006 dalam
Ranonto, dkk 2015).

Tabel 2. Kandungan Gizi Labu Kuning Segar Dalam 100 Gram


No. Zat Gizi Kandungan Gizi
1. Energi 51 kal
2. Protein 1,7 gr
3. Lemak 0,5 gr
4. Karbohidrat 10 gr
5. Serat 2,7 gr
6. Kalsium 40 mg
7. Fosfor 180 mg
8. Besi 1,4 mg
9. Vitamin A 180 SI
10. Vitamin B1 0,9 mg
11. Vitamin C 52 mg
12. β-karoten 1569 µg
13. Air 86,8 gr
14. b.d.d 77 %
Sumber : (Depkes RI, 2001 dalam Murdianto, dkk 2014)

3. Tepung Labu Kuning


Labu kuning adalah salah satu sumber karbohidrat yang berpotensi diolah
menjadi tepung, yang selanjutnya dapat disubstitusi dengan tepung terigu atau
sumber pati lainnya dalam pembuatan berbagai produk pangan. Tepung labu
kuning dihasilkan dengan cara teknik pengeringan, guna teknik pengeringan ini
ialah untuk mengawetkan kualitas bahan pangan serta untuk mendapatkan
bahan pangan setengah jadi. Pengolahan buah labu kuning menjadi tepung
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan buah segarnya, yaitu bahan baku
industri pengolahan lanjutan, daya simpan yang lama karena kadar air yang
rendah dan dapat digunakan sebagai sumber pangan fungsional karena

14
mengandung beta karoten yang berfungsi sebagai antioksidan (Sinaga, 2011
dalam Ranonto, dkk 2015).

Tabel 3. Kandungan Gizi Tepung Labu Kuning Per 100 Gram


No. Zat Gizi Kandungan Gizi
1. Energi 286,58 kal
2. Kadar air 18,02 %
3. Protein 4,84 gr
4. Lemak 0,76 gr
5. Karbohidrat 65,11 gr
6. Serat kasar 5,03 gr
7. Abu 6,25 gr
Sumber : Rachmawati, dkk (2016)

4. Prosedur Pembuatan Tepung Labu Kuning


Pembuatan tepung labu kuning diadopsi dari pembuatan tepung secara
umum. Dibawah ini adalah prosedur pembuatan tepung labu kuning:

Labu kuning mengkal

Dikupas kulit dan biji dipisahkan

Dicuci bersih

Dipotong membujur ketebalan 0,1-0,3 cm

Diletakkan diatas loyang

Dikeringkan pada suhu 60oC selama 12 jam

Dihaluskan

Pengayakan 80 mesh

Tepung labu kuning


Gambar 1. Bagan Pembuatan Tepung Labu Kuning
Sumber : (Anggrahini, dkk 2006 dalam Tambunan, dkk 2015)

15
D. Formula Tepung Tempe
1. Pengertian Tempe
Tempe merupakan bahan pangan setengah jadi yang dihasilkan dari
proses fermentasi kacang kedelai. Pada proses fermentasi tempe dibutuhkan
inokulum tempe. Tanpa inokulum tempe, kedelai yang difermentasi akan busuk.
Kebanyakan orang menyebut inokulum tempe sebagai starter tempe atau ragi
tempe. Ragi tempe adalah kumpulan spora kapang dan jamur yang digunakan
untuk bahan pembibitan dalam pembuatan tempe.

2. Kandungan Gizi Tempe

Tabel 4. Kandungan Gizi Tempe Dalam 100 Gram


No. Zat Gizi Kandungan Gizi
1. Energi 149 kal
2. Protein nabati 18,3 gr
3. Lemak 4 gr
4. Hidrat arang total 12,7 gr
5. Kalsium 129 mg
6. Fosfor 154 mg
7. Besi 10 mg
8. Vitamin A 50 SI
9. Vitamin B 0,17 mg
10. Vitamin C 0 mg
11. b.d.d 100 %
Sumber : (Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2013)

Tempe sudah sangat dikenal secara luas ditengah masyarakat. Selain


sebagai bahan pangan, tempe juga berkhasiat bagi tubuh. Menurut para ahli
pangan didalam tempe mengandung banyak vitamin seperti vitamin B12 yang
biasanya hanya ditemukan pada daging, serta merupakan sumber protein nabati
dan mineral. Kacang kedelai yang menjadi bahan utama proses pembuatan
tempe, terdapat suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon yang sangat
dibutuhkan tubuh untuk melawan radikal bebas sehingga dapat mencegah
terjadinya penuaan dini.

3. Tepung Tempe
Tepung adalah suatu jenis zat padat yang tersusun dari partikel-partikel
dan mempunyai tingkatan tekstur yang beragam mulai dari butiran halus hingga
sangat halus, tergantung teknik penggilingannya. Tepung banyak dimanfaatkan

16
oleh masyarakat untuk pembuatan kue, mie, roti, dan lain-lain. Tempe dapat
diproses menjadi tepung kemudian bisa kembali diolah untuk memperoleh aneka
produk makanan lainnya.

Tabel 5. Kandungan Gizi Tepung Tempe Per 100 Gram


No. Zat Gizi Kandungan Gizi
1. Protein 46,1 gr
2. Lemak 22,7 gr
3. Air 4 gr
4. Karbohidrat 28 gr
5. Serat makanan 1,4 gr
6. Vitamin E 39,4 mg
7. Ca 149 mg
Sumber : (Pusat Penelitian Kimia-LIPI, 2001 dalam Tambunan,
dkk 2015)

4. Prosedur Pembuatan Tepung Tempe


Pembuatan tepung tempe diadopsi dari pembuatan tepung secara umum.
Dibawah ini adalah prosedur pembuatan tepung tempe:

Tempe

Tempe diiris tipis dengan ketebalan ±0,5-1cm

Dikeringkan pada suhu 80oC selama 3 jam

Dihaluskan

Pengayakan 80 mesh

Tepung tempe
Gambar 2. Bagan Pembuatan Tepung Tempe
Sumber : (Wahyudi, 2005 dalam Tambunan, dkk 2015)

17
E. Cookies Formulasi Tepung Labu Kuning Dan Tepung Tempe
1. Pengertian Cookies
Cookies merupakan salah satu jenis kue kering yang renyah dan agak
keras dengan rasa yang bermacam-macam, berukuran kecil, dan tipis (Smith,
1972 dalam Tambunan, dkk 2015).
Cookies atau kue kering adalah suatu jenis makanan ringan yang
digemari oleh seluruh lapisan masyarkat baik dikota, maupun di perdesaan.
Cookies biasanya berbahan dasar tepung terigu. Dalam penelitian ini
penggunaan tepung terigu dalam pengolahan cookies digantikan dengan tepung
labu kuning dan tepung tempe.

2. Peralatan Dan Bahan Membuat Cookies Formulasi Tepung Labu


Kuning Dan Tepung Tempe
a. Alat
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan cookies harus higienis dan
dengan kondisi yang baik. Adapun peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan
cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Peralatan Yang Dibutuhkan Untuk Pembuatan Cookies Formulasi


Tepung Labu Kuning Dan Tepung Tempe
No. Nama Alat Jumlah (buah)
1. Pisau 1
2. Baskom 1
3. Telenan 1
4. Loyang 1
5. Cabinet dryer 1
6. Blender 1
7. Ayakan 80 mesh 1
8. Timbangan analitik 1
9. Sendok 1
10. Piring 1
11. Mixer 1
12. Rolling pin (penggilas adonan) 1
13. Alat pencetak kue 1
14. Oven 1
15. Serbet 1
Sumber : (Tambunan, dkk 2015)

18
b. Bahan
Adapun bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan cookies formulasi
tepung labu kuning dan tepung tempe adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Bahan-Bahan Untuk Pembuatan Cookies Formulasi Tepung Labu


Kuning Dan Tepung Tempe Dalam 100 Gram
No. Bahan Berat (gr)
1. Tepung labu kuning 32,80
2. Tepung tempe 8,98
3. Tepung tapioka 17,91
4. Margarin 11,94
5. Gula bubuk 14,40
6. Susu bubuk 5,97
7. Kuning telur 7,12
8. Baking powder 0,70
9. Garam 0,18
Total 100
Sumber : (Tambunan, dkk 2015)

3. Prosedur Pembuatan Cookies Formulasi Tepung Labu Kuning Dan


Tepung Tempe
Tahap pembuatan cookies mengacu pada Sipayung (2014) dalam
Tambunan, dkk (2015) yang terdiri dari:
a. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku disiapkan dengan cara menimbang bahan-bahan sesuai
dengan kebutuhan perlakuan.
b. Pembentukan Adonan Cookies
Pembentukan adonan cookies dimulai dengan mencampur margarin,
telur, gula tepung, susu bubuk, baking powder, dan garam dengan menggunakan
mixer sehingga terbentuk krim. Selanjutnya tepung labu kuning, tepung tempe,
dan tepung tapioka dimasukkan secara perlahan dan diaduk sehingga tercampur
merata dan kalis.
c. Pencetakan Dan Pemanggangan Adonan
Pencetakan adonan cookies dimulai dengan membentuk adonan cookies
menjadi lembaran yang sama tebal ±1cm dan dicetak menggunakan alat cetakan
dan disusun diatas loyang untuk dibakar. Setelah itu adonan cookies dipanggang
dengan menggunakan oven pada suhu 140oC selama 15-20 menit.

19
d. Pendinginan Dan Pengemasan Cookies
Cookies yang sudah dipanggang, kemudian didinginkan, setelah dingin
cookies yang dihasilkan pun dikemas.

Dibawah ini adalah bagan prosedur pembuatan cookies formulasi tepung


labu kuning dan tepung tempe:

Persiapan Bahan Baku

Tepung Labu Kuning + Tepung


Campuran Bahan Tambahan Lain
Tempe + Tepung Tapioka

Adonan

Pembentukan Lembaran Adonan ± 1Cm

Pencetakan Adonan Cookies

Adonan Cookies Dipanggang Dalam


Oven 15-20 Menit Dengan Suhu 140oC

Pendinginan Dan Pengemasan Cookies

Gambar 3. Bagan Prosedur Pembuatan Cookies Formulasi Tepung


Labu Kuning Dan Tepung Tempe
Sumber : (Sipayung, 2014 dalam Tambunan, dkk 2015)

20
F. Perbandingan Zat Gizi Pada Cookies Formulasi Tepung Labu Kuning
Dan Tepung Tempe Terhadap Standar Mutu Cookies SNI 01-2973-1992
Per 100 Gram

Tabel 8. Perbandingan Zat Gizi Pada Cookies Formulasi Tepung Labu Kuning
Dan Tepung Tempe Terhadap Standar Mutu Cookies SNI 01-2973-1992
Per 100 Gram
No. Zat Gizi Cookies Formulasi Standar Mutu
Tepung Labu Kuning Cookies
Dan Tepung Tempe SNI 01-2973-1992
1. Kadar air (%) 4,54 5%
2. Kadar abu (%) 1,89 Tidak lebih dari 2%
3. Kadar protein (%) 10,71 Minimal 6%
4. Kadar β-karoten (mg) 9,31 Kandungan standar
β-karoten tidak
ditentukan
Sumber : (Tambunan, dkk 2015)

Dari tabel diatas dinyatakan bahwa cookies formulasi tepung labu kuning
dan tepung tempe layak diproduksi dan dikonsumsi, karena sesuai dengan
standar mutu cookies SNI 01-2973-1992.

21
G. Kerangka Teori

Gizi Kurang Dampak

Asupan Penyakit Penyebab


Makanan Infeksi Langsung

Persediaan Perawatan Penyebab


Pelayanan
PMT-AS Makanan Anak Dan Tidak
Kesehatan
Dirumah Ibu Hamil Langsung

Kurang Pendidikan, Pengetahuan, Dan Keterampilan

Kurang Pemberdayaan Wanita Dan Keluarga, Pokok


Kurang Pemanfaatan Sumber Daya Masyarakat Masalah

Pengangguran, Inflasi, Kurang Pangan, Dan Kemiskinan

Akar
Krisis Ekonomi, politik, Dan Sosial
Masalah

Gambar 4. Kerangka Teori


Sumber : UNICEF (1998) dalam Enny Susilowati (2013)

22
H. Kerangka Konsep

Pemberian Cookies
Formulasi Tepung Labu Kuning
Dan Tepung Tempe

Status Gizi Kurus Berat Badan


Anak SD Sesudah
IMT/U Pemberian Cookies

Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian Pemberian Cookies Formulasi Tepung


Labu Kuning Dan Tepung Tempe

23
I. Definisi Operasional

Tabel 9. Definisi Operasional Penelitian


No. Variabel Definisi Skala
Pengukuran
1. Status Gizi Kurus Anak SD Negeri 101929 yang Ordinal
Anak SD mempunyai status gizi kurus sesuai
IMT/U dengan kategori -3 SD s/d <- 2 SD
yang terdapat dalam Keputusan
Menteri Kesehatan
RI 1995/Menkes/SK/XII/2010.
2. Pemberian Cookies Anak SD yang sesuai menjadi Rasio
Formulasi Tepung kriteria sampel berjumlah 30 orang,
Labu Kuning Dan dan diberikan cookies formulasi
Tepung Tempe tepung labu kuning dan tepung
tempe sebanyak 100 gr/siswa
selama 14 hari. Pemberian cookies
dalam 100 gr akan menyumbang
500,16 kkal/siswa.
3. Berat Badan Berat badan seluruh anak SD yang Rasio
Sesudah sudah diberikan cookies selama 14
Pemberian hari ditimbang kembali untuk
Cookies mengetahui berat badan akhir,
yaitu dilakukan dengan
menggunakan timbangan digital
dengan ketelitian 0,1 kg dan berat
max 150 kg.

J. Hipotesis

Ha : Ada pengaruh pemberian cookies formulasi tepung labu kuning dan


tepung tempe terhadap kenaikan berat badan pada anak SD Negeri
101929 yang status gizi kurus di Kecamatan Perbaungan tahun
2016.

24
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 101929 di Kecamatan
Perbaungan. Pelaksaan penelitian dilakukan pada tanggal 20 September sampai
dengan 15 November 2016. Dengan rincian sebagai berikut:
1. Pengambilan sampel anak SD yang sesuai dengan karakteristik
sasaran sampel yang diinginkan. Pengambilan sampel dilakukan
dengan cara menimbang berat badan anak sekolah pada tanggal 20
dan 28 September 2016.
2. Pemberian cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe
dilakukan sebanyak 14 kali yaitu pada tanggal 1 November sampai
14 November 2016.
3. Penimbangan berat badan anak SD kembali dilakukan pada akhir
program penelitian disekolah yaitu pada tanggal 15 November 2016.

B. Jenis Dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi
Eksperiment dengan rancangan pre and post test desain.
Model rancangan pre and post test desain dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :

O1 (X) O2

Keterangan:
O1 : Pengukuran berat badan sampel sebelum pemberian cookies
formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe.
X : Pemberian cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung
tempe kepada sampel.
O2 : Pengukuran berat badan sampel sesudah pemberian cookies
formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe.

25
C. Populasi Dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa yang terdapat di SD
Negeri 101929. Jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah 439 orang.

2. Sampel
Berdasarkan survei pendahuluan yaitu dilaksanakan skrining oleh penulis
dengan cara mengukur berat badan dan tinggi badan seluruh anak SD Negeri
101929, maka sampel yang sesuai kriteria penelitian adalah berjumlah 30 orang.

D. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini ada dua jenis data yaitu data primer dan data
sekunder.
1. Data Primer
Jenis data primer dalam penelitian ini adalah:
a. Berat Badan Sebelum Pemberian Intervensi
Pengukuran berat badan dilakukan menggunakan timbangan digital
dengan ketelitian 0,1 kg dan berat max 150 kg.
b. Status Gizi Sebelum Pemberian Cookies Formulasi Tepung Labu Kuning
Dan Tepung Tempe
Data hasil pengukuran berat badan serta tinggi badan siswa diolah
menggunakan WHO Antroplus, setelah semua data diolah maka didapatkan
status gizi siswa dengan lima kategori yaitu sangat kurus, kurus, normal. gemuk,
dan obesitas. Sesuai dengan hasil data yang sudah diperoleh keseluruhan nama
siswa yang termasuk ke dalam kategori status gizi kurus ialah menjadi sasaran
utama untuk penelitian penulis.
c. Berat Badan Setelah Pemberian Intervensi
Siswa yang menjadi sampel dalam penelitian dan sudah mendapatkan
serta mengkonsumsi cookies selama 14 hari, setelah itu berat badan sampel
diukur kembali menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg dan
berat max 150 kg. Kemudian berat badan sampel sebelum diberikan cookies
dibandingkan dengan berat badan akhir setelah diberikan cookies dan dilihat
perbandingannya apakah berat badan akhir mengalami peningkatan dari berat
badan awal sebelum pemberian cookies pada sampel.

26
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari pihak sekolah seperti
identitas siswa meliputi nama siswa, jenis kelamin, alamat, dan kelas. Data ini
dikumpulkan dengan cara melihat daftar absensi siswa.

E. Variabel Penelitian
Ada dua jenis variabel dalam penelitian ini yakni variabel bebas
(independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas merupakan variabel yang diduga secara langsung
mempengaruhi variabel terikat. Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas
adalah pemberian cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe.
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas, yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini adalah kenaikan baerat
badan siswa.

F. Prosedur Penelitian
1. Tahap Pertama (Mengumpulkan Data Identitas Siswa)
a. Prosedur Pengumpulan Data Identitas Siswa
Identitas siswa meliputi nama siswa, jenis kelamin, alamat, dan kelas.
Data ini dikumpulkan dengan cara melihat daftar absensi siswa yang didapatkan
dari pihak sekolah.

2. Tahap Kedua (Pengukuran Berat Badan)


a. Prosedur Pengukuran Berat Badan
1) Seluruh populasi di skrining yaitu dilakukan dengan cara mengukur
berat badan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg
dan berat max 150 kg. Kemudian status gizi anak SD diolah dengan
bantuan WHO Anthroplus dan dikonversikan ke dalam bentuk nilai
terstandar (Z_score) menggunakan baku antropometri yaitu
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1995/Menkes/SK/XII/2010.
Penilaian status gizi pada anak sekolah menggunakan Indeks Massa
Tubuh menurut Umur (IMT/U).

27
2) Setelah diperoleh hasil data anak SD yang mengalami status gizi
kurus, maka keseluruhannya dijadikan sampel dalam penelitian.
3) Sebelum diberikan intervensi sampel kembali ditimbang berat
badannya, menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg
dan berat max 150 kg.

3. Tahap Ketiga (Pembuatan Tepung Labu Kuning Dan Tepung


Tempe)
a. Prosedur Pembuatan Tepung Labu Kuning
1) 69 kg labu kuning mengkal yang sudah dikupas kulit dan dipisahkan
biji.
2) Dicuci bersih lalu dipotong membujur dengan ketebalan 0,1-0,3 cm.
3) Kemudian diletakkan diatas loyang dan dikeringkan dengan cabinet
dryer pada suhu 60oC selama 12 jam.
4) Setelah kering, dihaluskan, dan diayak menggunakan ayakan 80
mesh setelah itu didapatkan hasil sebanyak 6,9 kg tepung labu
kuning.
b. Prosedur Pembuatan Tepung Tempe
1) 3 kg tempe diiris tipis dengan ketebalan ±0,5-1 cm.
2) Kemudian diletakkan diatas loyang dan dikeringkan dengan cabinet
dryer pada suhu 80oC selama 3 jam.
3) Setelah kering, dihaluskan, dan diayak menggunakan ayakan 80
mesh setelah itu didapatkan hasil sebanyak 1,2 kg tepung tempe.

4. Tahap Keempat (Pembuatan Cookies Formulasi Tepung Labu


Kuning Dan Tepung Tempe)
a. Prosedur Pembuatan Cookies Formulasi Tepung Labu Kuning Dan
Tepung Tempe
1) Bahan baku disiapkan dengan cara menimbang bahan-bahan sesuai
dengan kebutuhan perlakuan.
2) Pembentukan adonan cookies dimulai dengan mencampur margarin,
telur, gula tepung, susu bubuk, baking powder, dan garam dengan
menggunakan mixer sehingga terbentuk krim.

28
3) Selanjutnya tepung labu kuning, tepung tempe, dan tepung tapioka
dimasukkan secara perlahan dan diaduk sehingga tercampur merata
dan kalis.
4) Kemudian adonan cookies dicetak dimulai dengan cara membentuk
adonan cookies menjadi lembaran yang sama tebal ±1cm dan
dicetak menggunakan alat cetakan dan disusun diatas loyang untuk
dibakar. Lalu adonan cookies dipanggang dengan menggunakan
oven pada suhu 140oC selama 15-20 menit.
5) Cookies yang sudah dipanggang, kemudian didinginkan, setelah
dingin cookies yang dihasilkan pun dikemas dengan plastik kecil.

5. Tahap Kelima (Pemberian Cookies)


a. Prosedur Pemberian Cookies
1) Seluruh sampel dikumpulkan diruangan kelas yang sama pada jam
istirahat pertama yaitu pukul 09.30 WIB.
2) Kemudian diberikan pengarahan kepada sampel tentang bahaya
status gizi kurus, dampak negatifnya dalam prestasi belajar siswa,
dan cara penanggulangannya serta memberikan penyuluhan tentang
keunggulan-keunggulan cookies formulasi tepung labu kuning dan
tepung tempe supaya sampel mau untuk mengkonsumsi cookies.
3) Setelah itu dilakukan pemberian cookies formulasi tepung labu
kuning dan tepung tempe sebanyak 100 gr/siswa selama 14 hari
secara langsung oleh peneliti.
4) Pada hari ke 7 dan ke 14, peneliti memberikan cookies sebanyak dua
kali lipat yaitu 200 gr cookies, yang terdiri dari pemberian cookies
diberikan pada jam istirahat pertama pukul 09.30 WIB berjumlah 100
gr dan cookies diberikan lagi pada jam istirahat kedua pukul 11.00
WIB berjumlah 100 gr dikarenakan hari ke 6 dan ke 13 adalah hari
Minggu/libur.
5) Ketika sampel mengkonsumsi cookies, sampel diawasi langsung oleh
peneliti dan guru kelas hingga cookies dimakan habis.

6. Tahap Keenam (Penimbangan Berat Badan Sesudah Diberikan


Cookies)
a. Prosedur Penimbangan Berat Badan Sesudah Diberikan Cookies

29
1) Sampel dikumpulkan disatu ruang kelas yang sama.
2) Peneliti menimbang berat badan sampel menggunakan timbangan
digital dengan ketelitian 0,1 kg dan berat max 150 kg.
3) Setelah dilakukan penimbangan berat badan akhir, kemudian berat
badan awal sebelum pemberian cookies dibandingkan dengan berat
badan akhir pada anak SD sesudah pemberian cookies formulasi
tepung labu kuning dan tepung tempe.

G. Pengolahan Dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
Pengukuran berat badan sampel dilakukan dengan cara menimbang
berat badan sampel sebelum dan sesudah pemberian cookies formulasi tepung
labu kuning dan tepung tempe. Pengukuran berat badan menggunakan
timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg dan berat max 150 kg.
Kemudian data hasil pengukuran berat badan diolah menggunakan WHO
Antroplus sesuai dengan buku rujukan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1995/Menkes/SK/XII/2010.
Penilaian status gizi pada anak sekolah menggunakan Indeks Massa
Tubuh menurut Umur (IMT/U), yang dikategorikan menjadi:
a. Sangat kurus : <-3 SD
b. Kurus : -3 SD s/d <- 2 SD
c. Normal : -2 SD s/d 1 SD
d. Gemuk : > 1 SD s/d 2 SD
e. Obesitas : > 2 SD

2. Analisis Data
Data yang telah diolah dengan menggunakan komputerisasi kemudian
dianalisis berdasarkan variabel:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah untuk menggambarkan masing-masing variabel
yang disajikan dalam distribusi frekuensi dan dianalisis berdasarkan presentase.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah untuk melihat apakah ada pengaruh pemberian
cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe terhadap kenaikan berat
badan pada anak SD Negeri 101929 yang status gizi kurus di Kecamatan

30
Perbaungan tahun 2016. Dilakukan dengan menggunakan uji statistik (uji paired
t-test). Dengan mengambil kesimpulan, jika nilai p < 0,05 maka Ha diterima
artinya ada pengaruh pemberian cookies formulasi tepung labu kuning dan
tepung tempe terhadap kenaikan berat badan pada anak SD Negeri 101929
yang status gizi kurus di Kecamatan Perbaungan tahun 2016.

31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum SD Negeri 101929


SD Negeri 101929 didirikan pada tahun 1911 dengan luas 413910 m2
tepatnya berada di jalan Rumah Sakit terdapat di desa Simpang Tiga Pekan
kecamatan Perbaungan kabupaten Serdang Bedagai. Sarana yang dimiliki oleh
SD Negeri 101929 yaitu terdiri dari 12 ruang kelas, 1 ruang kantor kepala
sekolah, 1 ruang kantor guru, 1 ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS), dan 1
kamar mandi.
SD Negeri ini dipimpin oleh seorang kepala sekolah dan dibantu oleh 19
orang guru, yang mana 10 orang diantaranya masih dipekerjakan sebagai guru
honor. Jumlah keseluruhan anak SD Negeri 101929 adalah 439 orang yang
terdiri dari 246 orang berjenis kelamin laki-laki dan 193 orang berjenis kelamin
perempuan. Gambar dibawah ini adalah distribusi jumlah siswa dari setiap kelas:

Distribusi Jumlah Anak


SD Negeri 101929 Per Kelas
439

89 86 100.00%
75 77 73
39
17.08% 17.54% 16.63% 20.27% 19.59% 8.88%

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V Kelas VI Total

Jumlah Siswa %

Gambar 6. Distribusi Jumlah Seluruh Anak SD Dari Setiap Kelas Di SD


Negeri 101929

Berdasarkan gambar 6. diatas diketahui bahwa jumlah siswa kelas I


berjumlah 75 orang (17,08%), kelas II berjumlah 77 orang (17,54%), kelas III
berjumlah 73 orang (16,63%), kelas IV berjumlah 89 orang (20,27%), kelas V
berjumlah 86 orang (19,59%), dan kelas VI berjumlah 39 orang (8,88%).

32
B. Gambaran Umum Status Gizi Anak SD Negeri 101929
Dibawah ini adalah distribusi hasil skrining status gizi seluruh anak SD
Negeri 101929:

Distribusi Status Gizi


Anak SD Negeri 101929

439
344
78.36% 100.00%
2.05% 6.83% 6.83% 6%
9 30 30 26

Sangat Kurus Normal Gemuk Obesitas Total


kurus

Kategori status gizi anak SD %

Gambar 7. Distribusi Status Gizi Anak SD Negeri 101929

Berdasarkan gambar 7. diatas diketahui bahwa distribusi status gizi anak


SD Negeri 101929 yang berstatus gizi sangat kurus yaitu 9 orang (2,05%), kurus
yaitu 30 orang (6,83%), normal yaitu 344 orang (78,36%), gemuk yaitu 30 orang
(6,83%), dan obesitas yaitu 26 orang (6%).

C. Gambaran Umum Sampel


Sampel dalam penelitian ini adalah anak SD kelas 1 sampai 6 di SD
Negeri 101929 yang terdapat di jalan Rumah Sakit desa Simpang Tiga Pekan
yang mempunyai status gizi kurus dengan kategori Z-score indeks IMT/U <-3 SD
s/d <-2 SD. Jumlah sampel yang didapatkan dari 439 populasi diperoleh 30
orang anak SD yang memenuhi kriteria menjadi sampel.
Berikut ini diuraikan gambaran sampel (30 orang) menurut kelas, jenis
kelamin, dan umur:
1. Distribusi Sampel Menurut Kelas
Hasil pengumpulan data primer dari 30 sampel maka distribusi jumlah
sampel menurut kelas dapat dilihat pada gambar 8. dibawah ini:

33
Distribusi Jumlah Sampel Menurut Kelas

100.00%

13.33% 20% 13.33% 20% 20% 13.33% 30


4 6 4 6 6 4

Kelas I Kelas II Kelas Kelas Kelas V Kelas Total


III IV VI

Jumlah sampel menurut kelas %

Gambar 8. Distribusi Jumlah Sampel Menurut Kelas Anak SD Negeri 101929

Dari gambar 8. diketahui bahwa distribusi anak SD Negeri 101929


berstatus gizi kurus yang terdapat dikelas 1 yaitu 4 orang (13,33%), kelas 2 yaitu
6 orang (20%), kelas 3 yaitu 4 orang (13,33%), kelas 4 yaitu 6 orang (20%), kelas
5 yaitu 6 orang (20%), dan kelas 6 yaitu 4 orang (13,33%).
2. Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin
Hasil pengumpulan data primer dari 30 sampel maka distribusi jumlah
sampel menurut jenis kelamin dapat dilihat pada gambar 9. dibawah ini:

Distribusi Jumlah Sampel


Menurut Jenis Kelamin

100.00%
63.33%
36.67%
19
11 30

Laki-laki
Perempuan
Total

Jumlah sampel menurut jenis kelamin %

Gambar 9. Distribusi Jumlah Sampel Menurut Jenis Kelamin Anak SD Negeri


101929

34
Dari gambar 9. diketahui bahwa distribusi anak SD Negeri 101929 yang
berstatus gizi kurus berjenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 19 orang (63,33%)
dan berjenis kelamin perempuan yaitu 11 orang (36,67%).
3. Distribusi Sampel Menurut Umur
Hasil pengumpulan data primer dari 30 sampel maka distribusi jumlah
sampel menurut umur dapat dilihat pada gambar 10. dibawah ini:

Distribusi Jumlah Sampel


Menurut Umur

100.00%

3.33%10%13.33% 23.33% 20%


16.67%
1 3 4 5 7 10%
6 3.33% 30
3
5 6 1
TahunTahun 7 8 9
Tahun Tahun Tahun 10 11
Tahun Tahun 12 Total
Tahun

Jumlah sampel menurut umur %

Gambar 10. Distribusi Jumlah Sampel Menurut Umur Anak SD Negeri 101929

Dari gambar 10. diketahui bahwa distribusi anak SD Negeri 101929


berstatus gizi kurus yang berumur 5 tahun yaitu berjumlah 1 orang (3,33%),
berumur 6 tahun berjumlah 3 orang (10%), berumur 7 tahun berjumlah 4 orang
(13,33%), berumur 8 tahun berjumlah 5 orang (16,67%), berumur 9 tahun
berjumlah 7 orang (23,33%), berumur 10 tahun berjumlah 6 orang (20%),
berumur 11 tahun berjumlah 3 orang (10%), dan berumur 12 tahun berjumlah 1
orang (3,33%).

D. Hasil Pembuatan Cookies Formulasi Tepung Labu Kuning Dan


Tepung Tempe
1. Tepung Labu Kuning
Tepung labu kuning diperoleh dari hasil proses pembuatan tepung labu
kuning. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung labu kuning yaitu
jumlah keseluruhan labu kuning segar dibutuhkan sebanyak 69 kg dan jumlah

35
tepung labu kuning yang dihasilkan setelah melalui proses pengayakan adalah
6,9 kg tepung labu kuning (10%).

2. Tepung Tempe
Tepung tempe diperoleh dari hasil proses pembuatan tepung tempe.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung tempe yaitu jumlah
keseluruhan tempe segar dibutuhkan sebanyak 3 kg dan jumlah tepung tempe
yang dihasilkan setelah melalui proses pengayakan adalah 1,2 kg tepung tempe
(2,5%).

3. Cookies Formulasi Tepung Labu Kuning Dan Tepung Tempe


Penelitian ini menggunakan bahan dasar tepung labu kuning dan tepung
tempe yang diolah dengan bahan-bahan lainnya sehingga diperoleh cookies
formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe.
Cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe adalah jenis
kudapan atau makanan tambahan yang memiliki zat gizi, pada penelitian ini
dibutuhkan 42 kg cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe.

E. Pemberian Cookies Formulasi Tepung Labu Kuning Dan Tepung


Tempe Kepada Sampel
Pada penelitian ini setiap sampel diberikan 1 bungkus yang berisi 10
keping cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe dengan berat
100 gr serta diberikan minuman merk Aqua ukuran 240 ml selama 14 hari
berturut-turut. Jadi setiap sampel telah mengkonsumsi 1400 gr cookies formulasi
tepung labu kuning dan tepung tempe. Dalam 100 gr cookies formulasi tepung
labu kuning dan tepung tempe terkandung 500,16 kkal, dengan mengkonsumsi
1400 gr cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe maka setiap
sampel telah mendapat 7002,24 kkal.

F. Analisis Univariat Variabel Penelitian


1. Berat Badan Sampel Sebelum Pemberian Cookies Formulasi
Tepung Labu Kuning Dan Tepung Tempe
Gambaran distribusi deskriptif variabel berat badan sampel sebelum
pemberian intervensi di SD Negeri 101929 di desa Simpang Tiga Pekan, dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:

36
Tabel 10. Distribusi Deskriptif Variabel Berat Badan Sampel Sebelum Pemberian
Intervensi Di SD Negeri 101929 Di Desa Simpang Tiga Pekan
Variabel Mean Std. Deviasi Min Max
Berat
badan
sampel
19,67 3,62 14 – 27
sebelum
pemberian
intervensi

Tabel 10. menjelaskan rata-rata berat badan sampel sebelum pemberian


intervensi cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe adalah 19,67
kg dengan standar deviasi 3,62 kg.
Berat badan sampel sebelum dilakukan intervensi yang terendah 14 kg
dan tertinggi 27 kg.

2. Berat Badan Sampel Sesudah Pemberian Cookies Formulasi


Tepung Labu Kuning Dan Tepung Tempe
Gambaran distribusi deskriptif variabel berat badan sampel sesudah
pemberian intervensi di SD Negeri 101929 di desa Simpang Tiga Pekan, dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 11. Distribusi Deskriptif Variabel Berat Badan Sampel Sesudah Pemberian
Intervensi Di SD Negeri 101929 Di Desa Simpang Tiga Pekan
Variabel Mean Std. Deviasi Min Max P Value
Berat
badan
sampel
19,96 3,67 14,1 – 27,4 0,000
sesudah
pemberian
intervensi

Tabel 11. menjelaskan rata-rata berat badan sampel sesudah pemberian


intervensi cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe adalah 19,96
kg dengan standar deviasi 3,67 kg.
Berat badan sampel sesudah dilakukan intervensi yang terendah 14,1 kg
dan tertinggi 27,4 kg.

37
3. Perbedaan Berat Badan Sebelum Dan Sesudah Pemberian Cookies
Formulasi Tepung Labu Kuning Dan Tepung Tempe Kepada
Sampel
Gambaran distribusi deskriptif perbedaan berat badan sebelum dan
sesudah pemberian intervensi kepada sampel di SD Negeri 101929 di desa
Simpang Tiga Pekan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 12. Distribusi Deskriptif Variabel Berat Badan Sampel Sebelum Dan
Sesudah Pemberian Intervensi Di SD Negeri 101929 Di Desa Simpang
Tiga Pekan
No. Uraian Berat Badan P Value
Min Max Mean Std.
Deviasi
1. Berat badan
sebelum 14 27 19,67 3,62
intervensi
0,000
2. Berat badan
sesudah 14,1 27,4 19,96 3,67
intervensi

Tabel 12. menjelaskan bahwa rata-rata berat badan sampel sebelum


pemberian intervensi cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe
adalah 19,67 kg dengan standar deviasi 3,62 kg. Sedangkan rata-rata berat
badan sampel sesudah pemberian intervensi cookies formulasi tepung labu
kuning dan tepung tempe adalah 19,96 kg dengan standar deviasi 3,67 kg.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa ada perbedaan berat badan
sampel sebelum dan sesudah pemberian intervensi secara signifikan (p = 0,000)
atau (p<0,05). Dibawah ini dijabarkan distribusi jumlah sampel yang mengalami
kenaikan berat badan sesudah pemberian intervensi selama 14 hari pada tabel
berikut:

Tabel 13. Distribusi Jumlah Sampel Yang Mengalami Kenaikan Berat Badan
Sesudah Pemberian Intervensi Selama 14 Hari Di SD Negeri 101929
Di Desa Simpang Tiga Pekan
No. Perubahan n %
Berat Badan
Sampel
1. Berat badan naik 30 100
2. Berat badan tetap – –
3. Berat badan turun – –

38
Pada tabel 13. diketahui bahwa distribusi jumlah sampel yang mengalami
kenaikan berat badan sesudah pemberian intervensi selama 14 hari yaitu
berjumlah 30 orang (100%), tidak ada yang mengalami berat badan tetap, dan
juga tidak ada sampel yang mengalami penurunan berat badan. Pada penelitian
ini ternyata Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) berupa
cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe yang diberikan kepada
sampel selama 14 hari berturut-turut mampu membantu perbaikan gizi dan dapat
menaikan berat badan anak SD Negeri 101929.
Dalam pemberian cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung
tempe yang berjumlah 100 gr kepada setiap sampel, maka telah menyumbang
asupan energi 500,16 kkal per hari. Sehingga jika dihubungkan dengan Angka
Kecukupan Gizi (2013) yang dianjurkan untuk usia anak sekolah menurut
golongan umur dan jenis kelamin sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 14. Distribusi Deskriptif Sumbangan Total Asupan Energi Sesudah


Pemberian Intervensi Dihubungkan Dengan AKG 2013 Yang
Dianjurkan (Per Orang Per Hari) Untuk Usia Anak Sekolah Menurut
Golongan Umur Dan Jenis Kelamin
No. Angka Kecukupan Gizi Total Kalori Sumbangan
Cookies Kalori Per
(100 gr) Orang
Per Orang Sesudah
Per Hari Konsumsi
Cookies
(%)
Umur Sampel JK Sampel JK Sampel
(tahun) Lk Pr Lk Pr
1. 5 tahun – 1600 500,16 kkal – 31,26
2. 6 tahun – 1600 500,16 kkal – 31,26
3. 7 tahun 1850 1850 500,16 kkal 27 27
4. 8 tahun 1850 1850 500,16 kkal 27 27
5. 9 tahun 1850 1850 500,16 kkal 27 27
6. 10 tahun 2100 – 500,16 kkal 23,81 –
7. 11 tahun 2100 2000 500,16 kkal 23,81 25
8. 12 tahun – 2000 500,16 kkal – 25

Tabel 14. menjelaskan bahwa setelah mengkonsumsi cookies formulasi


tepung labu kuning dan tepung tempe 100 gr/hari maka sampel yang berumur 5
tahun berjenis kelamin perempuan telah mendapatkan sumbangan energi
31,26% dari AKG (2013) per hari untuk golongan usia anak sekolah, sampel
yang berumur 6 tahun berjenis kelamin perempuan telah mendapatkan
sumbangan energi 31,26% dari AKG (2013) per hari untuk golongan usia anak
39
sekolah, sampel yang berumur 7 tahun berjenis kelamin laki-laki dan perempuan
telah mendapatkan sumbangan energi 27% dari AKG (2013) per hari untuk
golongan usia anak sekolah, sampel yang berumur 8 tahun berjenis kelamin laki-
laki dan perempuan telah mendapatkan sumbangan energi 27% dari AKG (2013)
per hari untuk golongan usia anak sekolah, sampel yang berumur 9 tahun
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan telah mendapatkan sumbangan energi
27% dari AKG (2013) per hari untuk golongan usia anak sekolah, sampel yang
berumur 10 tahun berjenis kelamin laki-laki telah mendapatkan sumbangan
energi 23,81% dari AKG (2013) per hari untuk golongan usia anak sekolah,
sampel yang berumur 11 tahun berjenis kelamin laki-laki telah mendapatkan
sumbangan energi 23,81% dan perempuan telah mendapatkan sumbangan
energi 25% dari AKG (2013) per hari untuk golongan usia anak sekolah, dan
sampel yang berumur 12 tahun berjenis kelamin perempuan telah mendapatkan
sumbangan energi 25% dari AKG (2013) per hari untuk golongan usia anak
sekolah.

4. Perubahan Status Gizi Sebelum Dan Sesudah Pemberian Cookies


Formulasi Tepung Labu Kuning Dan Tepung Tempe Kepada
Sampel
Perubahan status gizi sebelum dan sesudah pemberian cookies formulasi
tepung labu kuning dan tepung tempe kepada sampel selama 14 hari di SD
Negeri 101929 di desa Simpang Tiga Pekan dapat dilihat pada distribusi gambar
11 dibawah ini:

40
Distribusi Perubahan Status Gizi Sebelum Dan
Sesudah Pemberian Intervensi Kepada Sampel

100.00%
40.00% 60.00%

12 18 30

Normal
Kurus
Total

Jumlah Sampel %

Gambar 11. Distribusi Perubahan Status Gizi Sebelum Dan Sesudah


Pemberian Cookies Formulasi Tepung Labu Kuning Dan
Tepung Tempe Kepada Sampel

Dari gambar 11. dijelaskan bahwa prevalensi sampel yang masih


mengalami status gizi kurus sesudah pemberian intervensi yaitu berjumlah 18
orang (60,00%) dan yang mengalami perubahan status gizi menjadi normal
sesudah pemberian intervensi adalah 12 orang (40,00%). Dengan adanya
pemberian intervensi cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung tempe,
telah terjadi penurunan proporsi sampel dengan status gizi kurus dari 30 orang
menjadi 18 orang. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) sangat berdampak
untuk meningkatkan status gizi anak. Hasil penelitian di Surakarta menunjukkan
bahwa ada perbedaan status gizi anak sekolah dasar sebelum dan sesudah
mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di SDN Plalan (Enny
Susilowati, 2013). Penelitian ini selaras dengan penelitian Marsaoly, dkk (2011)
bahwa ada perbedaan status gizi anak usia sekolah di TPA Kampung Baru
sebelum dan sesudah pemberian makanan tambahan. Sejalan dengan penelitian
di desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa yang memukakan bahwa
ada pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) berupa
cookies tepung ubi jalar merah dan kacang merah terhadap kenaikan berat
badan pada anak SD Negeri 101882 yang kurus (Bangun, 2016).

41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Status gizi anak SD Negeri 101929 adalah presentase status gizi
obesitas yaitu 26 orang (5,9%), gemuk yaitu 30 orang (6,8%), normal
yaitu 344 orang (78,4%), kurus yaitu 30 orang (6,8%), dan sangat kurus
yaitu 9 orang (2,1%).
2. Penilaian berat badan anak SD Negeri 101929 sebelum intervensi rata-
rata 19,67 kg. Penilaian berat badan anak SD Negeri 101929 sesudah
intervensi rata-rata 19,96 kg. Selisih rata-rata berat badan sebelum dan
sesudah pemberian intervensi cookies formulasi tepung labu kuning dan
tepung tempe sebesar 0,29 kg.
3. Dari hasil uji statistik diperoleh p = 0,000 < 0,05 bahwa ada perbedaan
berat badan sampel sebelum dan sesudah pemberian intervensi secara
signifikan. Ha diterima yaitu ada pengaruh pemberian cookies formulasi
tepung labu kuning dan tepung tempe terhadap kenaikan berat badan
pada anak SD Negeri 101929 yang status gizi kurus di Kecamatan
Perbaungan tahun 2016.

B. Saran
1. Masih tingginya prevalensi masalah gizi pada anak SD Negeri 101929,
maka perlu diupayakan Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah
(PMT-AS). Khususnya untuk anak SD yang mempunyai masalah gizi
dengan menggunakan cookies formulasi tepung labu kuning dan tepung
tempe karena telah mampu menaikkan berat badan anak SD yang
berstatus gizi kurus dan diharapkan untuk diberikan lebih dari 14 hari,
karena walaupun pemberian intervensi sudah dilakukan selama 14 hari
tetapi anak SD Negeri 101929 yang berstatus gizi kurus belum semua
mengalami perubahan status gizi menjadi status gizi normal.
2. Mengingat kelemahan penelitian ini tidak menganalisis asupan makanan
sehari-hari yang dikonsumsi oleh anak SD (sampel), maka disarankan
untuk penelitian lanjutan makanan sehari-hari yang dikonsumsi oleh
sampel supaya dianalisis atau dikontrol serta pemberian makanan
tambahan untuk anak SD yang mempunyai masalah gizi agar

42
dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah yaitu selama 90 hari
berturut-turut yang disebut Hari Makan Anak (HMA).

43
DAFTAR PUSTAKA

Angka Kecukupan Gizi 2013


Bangun, Delvia Novianti. 2016. Pengaruh Pemberian Cookies Tepung Ubi Jalar
Merah Dan Kacang Merah Terhadap Kenaikan Berat Badan Pada Anak
SD Negeri 101882 Yang Kurus Di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan
Tanjung Morawa Tahun 2016. Skripsi. Program Studi Diploma IV Gizi,
Politeknik Kesehatan Medan. Medan.
Daftar Komposisi Bahan Makanan 2013
Kementerian Kesehatan, RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010.
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sumatera Utara Tahun 2007
Marliyati, Sri Anna, Aji Nugraha, dan Faisal Anwar. 2014. Asupan Vitamin A,
Status Vitamin A, Dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Marsaoly, Michran, Burhanuddin Bahar, Saifuddin Sirajuddin. 2011. Pengaruh
Pemberian Makanan Tambahan (Telur Rebus Dan Bubur Kacang Hijau)
Terhadap Status Gizi Anak Usia Sekolah. Artikel Penelitian. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Murdianto, Wiwit, Hudaida Syahrumsyah, Susi Yanti. 2014. Formulasi Labu
Kuning (Cucurbita Moschata) Dan Kelapa Parut Terhadap Karakteristik
Kimia Dan Sensoris Pada Pembuatan Cookies. Prosiding Seminar
Nasional Kimia. Universitas Mulawarman. Kaltim.
Mutiara, Erli, Adikahriani, dan Elvi Novi Yanti. 2014. Hubungan Keseimbangan
Asupan Gizi Dan Aktivitas Fisik Dengan Kondisi Fisik Anak SD Di
Kecamatan Kotanopan. Jurnal Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan.
Universitas Negeri Medan. Medan.
Noviyani, Raisita Endah Dwi. 2013. Efek Pemberian Makanan Tambahan Anak
Sekolah (PMT-AS) Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Di SD Negeri
Banyuanyar III Kota Surakarta Tahun 2012. Naskah Publikasi. Program
Studi SI Gizi, Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Pahlevi, Adriani Elisa. 2012. Determinan Status Gizi Pada Siswa Sekolah
Dasar. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.
Semarang.

44
Rachmawati, Rosi Novita, Ampera Miko. 2016. Karakteristik Organoleptik Biskuit
Berbasis Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata), Tepung Kacang
Koro (Mucuna prurien), dan Tepung Sagu (Metroxilen sago). Indonesian
Journal of Human Nutrition. Poltekkes Kemenkes Aceh. Aceh.
Ranonto, Novrina Rasinta, Nurhaeni, Abd. Rahman Razak. 2015. Retensi
Karoten Dalam Berbagai Produk Olahan Labu Kuning (Cucurbita
moschata Durch). Online Jurnal of Natural Science. Universitas
Tadulako. Palu.
Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010
Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013
Sukardi, Wignyanto, Isti Purwaningsih. 2008. Uji Coba Penggunaan Inokulum
Tempe Dari Kapang Rhizopus oryzae Dengan Substrat Tepung Beras
Dan Ubikayu Pada Unit Produksi Tempe Sanan Kodya Malang. Jurnal
Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. 2008. Penilaian Status
Gizi. EGC. Jakarta.
Susilowati, Enny. 2013. Perbedaan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Sebelum
Dan Sesudah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Di
SDN Plalan I Kota Surakarta. Skripsi. Program Studi S1 Gizi, Universitas
Muhammadiyah. Surakarta.
Tambunan, Krisno, Akhyar Ali and Faizah Hamzah. 2015. Kajian Pemanfaatan
Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata Durch) Dan Tepung Tempe
Dalam Pembuatan Kukis. Jom Faperta. Universitas Riau. Riau.

45

Anda mungkin juga menyukai