Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II

ACARA IV

OVEN MICROWAVE

Penanggungjawab :
Fadhil Alfiyanto Rahman A1F015071

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerupuk merupakan makanan kudapan yang bersifat kering, ringan yang
terbuat dari bahan yang mengandung pati yang cukup tinggi. Kerupuk merupakan
makanan kudapan yang popular, mudah cara membuatnya beragam warna dan rasa,
disukai oleh segala lapisan usia. Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari
adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk
dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan di
bawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak (Wahyuni,
2007).
Opak merupakan makanan tradisional yang terbuat dari bahan dasar singkong
atau ketan. Opak singkong merupakan cemilan khas Indonesia yang sangat
tradisional yang telah lama dikenal oleh masyarakat. Produk ini memiliki sifat yang
mirip snack, kerupuk, dan produk sejenis lainnya. Opak singkong adalah makanan
cemilan yang memiliki rasa yang enak dan gurih, berwarna putih sampai kuning,
berbentuk bulat dan biasanya terbuat dari singkong atau ubi kayu kukus, garam dan
daun kucai (Bayu Isnanto, 2012). Kerupuk dan opak dapat dimasak dengan
berbagai cara, yaitu digoreng dengan menggunakan minyak dan juga dapat dimasak
tanpa menggunakan minyak, yaitu dengan menggunakan oven gelombang mikro.
Oven gelombang mikro atau oven microwave merupakan peralatan yang
berfungsi untuk memanaskan ataupun mengeringkan. Oven gelombang mikro
biasanya digunakan untuk mengeringkan peralatan gelas laboratorium, zat-zat
kimia maupun pelarut organik. Selain itu, oven gelombang mikro dapat pula
digunakan untuk mengukur kadar air. Suhu oven gelombang mikro lebih rendah
dibandingkan dengan suhu tanur yaitu berkisar antara 100 - 105ºC. Tidak semua
alat gelas dapat dikeringkan didalam oven, hanya alat gelas dengan spesifikasi
tertentu saja yang dapat dikeringkan, yaitu alat gelas dengan ketelitian rendah.
Oven microwave atau oven gelombang mikro merupakan alat pemanas yang
menggunakan gelombang mikro sebagai pemacu panas. Gelombang mikro adalah
gelombang elektromagnetis di cakupan frekuensi 300-300.000 MHz. Radiasi
gelombang mikro diserap oleh molekul polar seperti air, lemak, gula serta zat lain
pada makanan yang kemudian mengeksitasi atom-atom zat tersebut dan
menghasilkan panas. Pemanasan berlangsung serentak dan seragam karena semua
atom tereksitasi dan menghasilkan panas pada waktu yang bersamaan.
Penggunaan gelombang mikro memberikan banyak keuntungan antara lain:
waktu startup yang lebih cepat, pemanasan yang lebih cepat, efisiensi energi dan
biaya proses, pengawasan proses yang mudah dan tepat, pemanasan yang selektif,
mutu produk akhir yang lebih baik dan dapat meningkatkan kulitas bahan kering.
Gelombang mikro sering juga digunakan sebagai sumber eksternal untuk
membantu mempercepat terjadinya suatu reaksi kimia (microwave assisted
reactions). Gelombang mikro juga umum digunakan untuk memecah struktur
bahan yang kompleks menjadi struktur-struktur penyusunnya yang lebih sederhana
(microwave digestion).
Pada praktikum kali ini akan dilakukan pembandingan karakteristik sensoris
kerupuk udang yang dimasak dengan menggunakan metode penggorengan (dengan
minyak) dan kerupuk udang yang dimasak dengan menggunakan oven gelombang
mikro (tanpa minyak) dan kemudian akan dilakukan pengukuran derajat
pengembangan antara keduanya serta dilakukan pengujian sensoris yang dilakukan
pada 15 panelis.

B. Tujuan
Mengamati mutu sensori produk hasil pemasakan dengan menggunakan oven
microwave.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Microwave adalah sebuah peralatan dapur yang menggunakan radiasi gelombang
mikro untuk memasak atau memanaskan makanan. Microwave bekerja dengan
melewatkan radiasi gelombang mikro pada molekul air, lemak, maupun gula yang
sering terdapat pada bahan makanan. Molekul-molekul ini akan menyerap energi
elektromagnetik tersebut. Proses penyerapan energi ini disebut sebagai pemanasan
dielektrik (dielectric heating). Molekulmolekul pada makanan bersifat elektrik dipol
(electric dipoles), artinya molekul tersebut memiliki muatan negatif pada satu sisi dan
muatan positif pada sisi yang lain. Akibatnya, dengan kehadiran medan elektrik yang
berubah-ubah yang diinduksikan melalui gelombang mikro pada masing-masing sisi
akan berputar untuk saling mensejajarkan diri satu sama lain. Pergerakan molekul ini
akan menciptakan panas seiring dengan timbulnya gesekan antara molekul yang satu
dengan molekul lainnya. Energi panas yang dihasilkan oleh peristiwa inilah yang
berfungsi sebagai agen pemanasan bahan makanan di dalam dapur microwave (Saputra
dan Kusuma Ningrum, 2010).
Dalam microwave terdapat sebuah tabung vakum elektronik yang disebut
magnetron yang menghasilkan pancaran gelombang radio yang sangat pendek
(microwave). Gelombang tersebut dipancarkan ke sebuah kincir yang terbuat dari
logam yang disebut "stirrer" atau pengaduk. Stirrer ini berputar selama magnetron
memancarkan gelombang radio sehingga gelombang radio tersebut terpancarkan dan
terdistribusi secara merata ke dalam ruang masak dari microwave. Dalam ruang masak,
gelombang microwave yang sudah didistribusikan akan mengubah arah molekul-
molekul bahan makanan ( terutama air ). Perubahan tersebut terjadi dengan sangat
cepat yaitu sekitar 2450 megahertz atau 2,45 milyar siklus perdetik. Perubahan
sedemikian cepat menimbulkan panas yang akhirnya memasak makanan tersebut.
Microwave memasak makanan dengan cepat karena panas langsung ditimbulkan di
dalam makanan itu sendiri, berbeda dengan oven konvensional yang cuma
memanaskan dindang tempat makanan dan udara di sekitarnya (Saputra dan Kusuma
Ningrum, 2010).
Cara Kerja Oven Microwave
Berikut adalah cara kerja dari sebuah microwave dalam memanaskan sebuah
objek:
1. Arus listrik bolak-balik dengan beda potensial rendah dan arus searah dengan beda
potensial tinggi diubah dalam bentuk arus searah. 2. Magnetron menggunakan arus ini
untuk menghasilkan gelombang mikro dengan frekuensi 2,45 GHz. 3. Gelombang
mikro diarahkan oleh sebuah antenna pada bagian atas magnetron ke dalam sebuah
waveguide. 4. Waveguide meneruskan gelombang mikro ke sebuah alat yang
menyerupai kipas, disebut dengan stirrer. Stirrer menyebarkan gelombang mikro di
dalam ruang microwave. 5. Gelombang mikro ini kemudian dipantulkan oleh dinding
dalam microwave dan diserap oleh molekul –molekul makanan. 6. Karena setiap
gelombang mempunyai sebuah komponen positif dan negatif, molekulmolekul
makanan didesak kedepan dan kebelakang selama 2 kali kecepatan frekuensi
gelombang mikro, yaitu 4,9 juta kali dalam setiap detik (Saputra dan Kusuma Ningrum,
2010).
Menurut Mahmudan dkk (2014) mekanisme pemanasan oleh gelombang mikro dan
paling sering digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada oven
micrwave adalah dipolar polarisation. Pada mekanisme ini panas terbentuk pada
molekul polar. Saat terekspos di medan elektromagnet yang berosilasi dengan
frekuensi tertentu, molekul polar cenderung berusaha mengikuti medan tersebut dan
bergabung di dalamnya. Namun keberadaan gaya intermolekular menyebabkan
molekul polar tidak dapat mengikuti medan. Hal ini mengakibatkan terjadinya
pergerakan partikel yang acak dan menghasilkan panas.
Terdapat perbedaan antara pemanasan konvensional dengan pemanasan oven
microwave.menurut Muchtadi (2013) pemanansan konvensional terjadi melalui
perambahan panas dari sumber permukaan ke permukaaan bahan. Dari permukaan
bahan, panas merambat masuk ke dalam bahan. Dengan mekanisme seperti ini , maka
bagian permukaan bahan selalu mendapatkan panas yang intensif dibandingkan bagian
dalam bahan. Sebagai akibatnya, untuk baan pangan padat, bagian permukaan bahan
mungkin sudah hangus sementara bagian dalam masih belum matang
Pada pemanasan dengan gelombang mikro, panas dihasilkan di bagian dalam
bahan pada saat molekul polar mengalami oscilasi akibat pancaran gelombang mikro.
Panas tersebut selanjutnya merambat secara merata ke seluruh bagian bahan. Dengan
mekanisme seperti ini, maka bagian permukaan bahan tidak mengalami pemanasan
yang intensif. Hal ini tidak berarti suatu kelebihan karena untuk beberapabahan pangan,
permukaannya diharapkan berwarna coklat seperti pada produk roti. dengan demikian
penggunan gelombang mikro untuk memanggang roti harus dikombinasikan dengan
oven konvensional (Muchtadi, 2013).
Kerupuk adalah salah satu produk olahan tradisional yang banyak dikonsumsi
di Indonesia. Kerupuk dikenal baik disegala usia maupun tingkat sosial masyarakat.
Kerupuk mudah diperoleh di segala tempat, baik di kedai pinggir jalan, di supermarket,
maupun di restoran hotel berbintang. Kerupuk udang adalah kerupuk yang bahannya
terdiri dari adonan tepung dan udang. Kerupuk udang mempunyai beberapa kualitas
bergantung pada komposisi banyaknya udang yang terkandung dalam kerupuk.
Semakin banyak jumlah udang yang terkandung dalam kerupuk semakin baik
kualitasnya. Kerupuk dibuat dengan bahan dasar tepung tapioka atau tepung gandum,
bahkan gaplek pun dapat digunakan untuk pembuatan kerupuk udang. Dari bahan dasar
tersebut ditambahkan sejumlah udang segar atau udang kering dan bumbu seperti
bawang putih, bawang merah, garam, gula, air dan bleng), pembuatan kerupuk udang
menggunakan bahan utama tepung tapioka. Sedangkan bahan tambahan lainnya adalah
udang, telur/susu, garam, gula, air, dan bumbu (bawang putih. bawang merah,
ketumbar, dan sebagainya) yang bervariasi (Nur Afifah, 2008).
Tabel 1. Komposisi Kerupuk Udang
Komponen Kerupuk Udang

Karbohidrat (%) 68,0

Air (%) 12,0

Protein (%) 17,2

Lemak (%) 0,6

Kalsium (mg/100 gram) 332,0

Fosfor (mg/100 gram) 337,0

Besi (mg/100 gram) 1,7

Vitamin A (IV) 50,0

Vitamin B1 0,04

(Nur Afifah, 2008).


Kerupuk opak adalah kerupuk yang dibuat dari ubi kayu. Kerupuk opak merupakan
makanan camilan yang digemari masyarakat baik muda maupun tua karena rasanya
enak, harganya yang relatif murah dan mudah cara pembuatannya. Keunggulan
kerupuk opak disbanding dengan kerupuk yang lainnya adalah kerupuk opak dibuat
langsung dari ubi kayu sehingga kadar seratnya masih tinggi, sedang kerupuk dengan
bahan baku pati tidak mengandung serat makan. Kelemahan utama dari kerupuk opak
adalah rendahnya kadar protein, sehingga nilai gizinya rendah, selain itu rasa kerupuk
opak kurang enak (Bayu Isnanto, 2012).
Cara pembuatan opak singkong ada 2 cara, yaitu:
1. Singkong segar diparut; diperas airnya; ditambah bumbu, pati (tapioka) dan
air; kemudian dicetak; dikukus; dan dikeringkan.
2. Singkong segar dikukus; digiling halus; diberi bumbu; dicetak dan
dikeringkan.

Tabel 2. Komposisi Kandungan Nutrisi/Gizi Pada Opak Singkong dalam 5


gr Opak
Komponen Kadar
Kalori (kkal) 47
Protein (gr) 1,8
Lemak (gr) 2,1
Karbohidrat (gr) 5,2
Kalsium (mg) 30
Fosfor (mg) 0
Besi (mg) 0,6
Vitamin A (IU) 0
Vitamin B1 (mg) 0,09
Vitamin C (mg) 0
Bagian yang dapat dimakan (%) 100
III. METODE

A. Alat dan Bahan


i. Alat
- Oven microwave
- Wadah tahan microwave
- Penggaris
ii. Bahan
- Kerupuk udang
- Opak

B. Prosedur Kerja

Dilakukan pengukuran pada opak dan kerupuk udang sebelum diproses


menggunakan oven microwave.

Setelah diukur, oven microwave disetel pada daya 650 W atau


disesuaikan dengan jenis oven microwave yang ada.

Dilakukan "penggorengan" kerupuk udang dan opak tanpa minyak


menggunakan oven microwave dengan variasi waktu 20, 30, 40, dan
50 detik.

Sebagai kontrol, kerupuk udang dan opak digoreng dengan minyak.


Variasi waktu yang digunakan sama yaitu 20, 30, 40, dan 50 detik.

Dilakukakn penilaian terhadap produk hasil proses menggunkanan


oven microwave dan penggorengan oleh masing – masing anggota
kelompok.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
 Parameter: Kematangan
Waktu Nilai rata-
No Bahan Perlakuan
(detik) rata
20 2,35
Microwave (Tanpa 30 1,85
minyak) 40 1,8
50 1,75
1 Opak
20 1,2
30 1,05
Penggorengan
40 1
50 1
20 2,4
Microwave (Tanpa 30 2
minyak) 40 1,25
50 1,35
2 Kerupuk udang
20 1,7
30 1,2
Penggorengan
40 1
50 1

 Parameter: Pengembangan
Waktu Nilai rata-
No Bahan Perlakuan
(detik) rata
20 2,45
Microwave (Tanpa 30 2,4
minyak) 40 2,6
50 2,4
1 Opak
20 1,3
30 1,5
Penggorengan
40 1,75
50 1,8
2 Kerupuk udang 20 2,2
30 1,4
Microwave (Tanpa
40 1,55
minyak)
50 1,3
20 1,05
30 1,3
Penggorengan
40 1,4
50 1,15

 Parameter: Warna
Waktu Nilai rata-
No Bahan Perlakuan
(detik) rata
20 2,4
Microwave (Tanpa 30 2,75
minyak) 40 3,5
50 3,45
1 Opak
20 1,9
30 2,35
Penggorengan
40 3,5
50 3,65
20 2,2
Microwave (Tanpa 30 2,1
minyak) 40 1,85
50 1,8
2 Kerupuk udang
20 1,8
30 2
Penggorengan
40 3,05
50 3,08

 Parameter: Kerenyahan
Waktu Nilai rata-
No Bahan Perlakuan
(detik) rata
20 2,6
Microwave (Tanpa 30 2
1 Opak
minyak) 40 2,05
50 2,15
20 1
30 1,15
Penggorengan
40 1,25
50 1,65
20 2,8
Microwave (Tanpa 30 2,55
minyak) 40 1,85
50 1,45
2 Kerupuk udang
20 2,1
30 1,5
Penggorengan
40 1,05
50 1

*) Skor ranking diurut dari yang terbaik/paling disukai (1) sampai yang terburuk/tidak
disukai (4)

B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini terdapat dua bahan yang digunakan yaitu kerupuk
udang dan opak yang di proses menggunakan oven microwave selama 20, 30, 40,
dan 50 detik. Praktikum ini bertujuan untuk mengamati atau mengetahui mutu
sensori produk hasil pengolahan menggunakan oven microwave. Perlu adanya
perlakuan kontrol sebagai pembanding dalam mengamati mutu sensori dari hasil
pengolahan oven microwave. Oleh karena itu perlakuan kontrol didapatkan dengan
cara mengolah kerupuk udang dan opak menggunakan penggorengan (deep frying).
Parameter yang digunakan untuk mengamai mutu sensori kerupuk udang dan opak
adalah kematangan, pengembangan, warna, dan kerenyahan. Cara mengamati mutu
sensori menggunakan evaluasi sensori dengan uji rangking.
Hasil yang telah didapatkan dari berbagai macam perlakuan yang telah dilakukan
dapat dibandingkan per parameter. Hasilnya adalah sebagai berikut :
1. Kematangan
Pada produk kerupuk udang dengan pengolahan oven microwave, rata – rata
penilaian produk saat 20 detik hasilnya adalah tidak matang. Pada 30 detik hasil
yang didapatkan adalah tidak matang hingga sedikit matang, pada 40 detik hasil
yang didaptakan adalah sedikit matang hingga agak matang, dan pada 50 detik hasil
yang diaptakan adalah agak matang hingga matang. Hasil tersebut dibandingkan
dengan kerupuk udang yang diolah dengan penggorengan (deep frying). Pada 20,
30, 40, dan 50 detik hasil yang didapatkan adalah matang. Kerupuk udang dengan
pengolahan oven microwave matamg pada waktu 50 detik, sedangkan kerupuk
udang yang diolah dengan cara deep frying matang pada waktu 20 detik. Sedangkan
pada opak yang diolah dengan oven microwave pada 20 detik adalah tidak matang,
pada 30 detik hasil yang didapatkan adalah tidak matang hingga sedikit matang,
pada 40 dan 50 detik adalah agak matang hingga matang. Pada produk opak yang
diolah dengan deep frying pada 20, 30, 40, dan 50 detik mencapai hasil matang.
Hal ini menandakan bahwa media panas yang paling baik adalah menggunakan
minyak goreng. Penggunaan minyak goreng yang menyebabkan lebih cepat matang
dikarenakan mengahasilkan produk yang mengembang dengan baik. Menurut
Muchtadi (2013) pada saat bahan pangan dimasukan ke dalam minyak, suhu
permukaan bahan pangan akan segera meningkat dan air menguap. Suhu
permukaan akan meningkat hingga suhu minyak panas sedangkan suhu bagian
dalam bahan pangan akan meningkat secara hingga suhu 100oC. Sedangkan
penggorengan dengan menggunakan oven microwave memerlukan waktu lebih
lama dibandingkan dengan penggorengan konvensional. Hal ini disebabkan karena
penggorengan dengan oven microwave pengembangan perlu beberapa waktu untuk
terjadi pengembangan.
2. Pengembangan
Pengembangan produk dibandingkan dari ukuran sebelum diolah dengan
ukuran setelah diolah. Pada kerupuk udang yang diolah dengan oven microwave
rata – rata terjadi pengembangan. Pada 20 detik hasil yang didaptakan adalah tidak
mengembang hingga sedikit mengembang, pada 30 dan 40 detik hasil yang didapat
adalah sedikit mengembang hingga agak mengembang, serta pada 50 detik hasil
yang didapatkan adalah produk yang agak mengembang hingga mengembang.
Hasil yang didapatkan pada pengolahan kerupuk udang dengan deep frying pada
20, 30, dan 40 detik adalah mengembang, serta pada 50 detik hasilnya adalah agak
mengembang hingga mengembang. Sedangkan pada produk opak dengan
pengolahan oven microwave pada 20 detik hasil yang didapatkan adalah tidak
mengembang, pada 30 detik hasil yang didaptakan adalah sedikit mengembang
hingga agak mengembang, pada 40, dan 50 detik hasil yang didapatkan adalah agak
mengembang hingga mengembang. Opak yang diolah denga deep frying pada 20
detik adalah agak mengembang hingga mengembang, pada 30 dan 40 detik hasil
yang didaptkan adalah agak mengembang, serta pada 50 detik hasil yang
didapatkan adalah sedikit megembang hingga agak mengembang. Hasil perlakuan
dan kontrol yang telah didaptakan dapat diketahui bahwa pengembangan yang baik
terdapat pada penggorenga. Hal ini sudah disebutkan pada parameter kematangan
bahwa pada penggunaan oven microwave membutuhkan waktu yang sedikit agak
lama untuk mengembangkan kerupuk udang atau opak. Sedangkan pada
penggorengan, pada waktu 50 detik telah terjadi penurunan pengembangan. Hal ini
disebabkab semakin lama dalam minyak yang panas maka menyebabkan kerupuk
dan opak makin melekung karena tidak ditekan sehingga pengembangannya tidak
merata. Pengembangan terjadi ketika bahan pangan dapat menyerap panas akibat
gelatinisasi pati. Hal ini sesuai dengan literatur, menurut Muchtadi (2013)
pemanansan konvensional terjadi melalui perambahan panas dari sumber
permukaan ke permukaaan bahan. Dari permukaan bahan, panas merambat masuk
ke dalam bahan.
Sedangkan pemanasan dengan gelombang mikro, panas dihasilkan di bagian
dalam bahan pada saat molekul polar mengalami oscilasi akibat pancaran
gelombang mikro. Panas tersebut selanjutnya merambat secara merata ke seluruh
bagian bahan. Dengan mekanisme seperti ini, maka bagian permukaan bahan tidak
mengalami pemanasan yang intensif. Oleh karena itu produk yang digoreng lebih
cepat mengembang karena produk tersebut menerima panas secara langsung
melalui permukaan bahan yang menyebabkan proses gelatinisasi pati lebih cepat.
3. Warna
Parameter yang selanjutnya adalah warna. Parameter warna meliputi cokelat
muda, putih kecokelatan, cokelat keputihan dan cokelat. Produk kerupuk udang
diolah dengan oven microwave menghasilkan warna cokelat keputihan hingga
cokelat pada 20 detik, coklat keputihan pada 30 detik, putih kecokelatan hingga
cokelat keputihan pada 40 detik, dan putih kecoklatan pada 50 detik. Hasil yang
didapatkan pada kerupuk udang yang diolah dengan pegoregkan menghasilkan
warna putih kecokelatan hingga cokelat keputihan pada 20 detik, cokelat keputihan
hingga cokelat pada 30 dan 40 detik, serta menghasilkan warna cokelat pada 50
detik.
Pada produk opak yang diolah dengan oven microwave hasil yang diapatkan
adalah warna cokelat keputihan untuk 20 detik, dan warna putih kecokelatan untuk
30,40, dan 50 detik. Sedangkan pada produk opak yang diolah dengan deep frying
hasil yang didapatkan adalah warna putih kecokelatan untuk 20 detik, putih
kecokelatan hingga cokelat keputihan untuk 30 detik, dan cokelat keputihan -
cokelat untuk 40 dan 50 detik.
Pada kerupuk udang dan opak yang diolah dengan penggorengan menghasilkan
warna yang lebih gelap, hal ini dapat terjadi karena pada penggorengan
konvensional menggunakan minyak sebagai media panas akan mempengaruhi
kenampakan pada produk yang akan digoreng karena bahan mengabsorbsi minyak
sehingga berwarna lebih kecokelatan. Menurut Muchtadi (2013) warna produk
pangan yangkhas yaitu kuning kecokelatan yaang terbentuk selama penggorengan
akibat reaksi pengcoklatan non enzimatis.
Adanya oksidasi vitamin yg larut lemak akan mengurangi nutrisi karotenoid
retinol dan tokoferol akan rusak, sehingga akan memberikan kontribusi pada warna
dan flavor produk yang diolah dengan metode penggorengan (Nur Hidayat, 2007).
Hal ini sesuai dengan praktikum yang dilaksanakan dan menandakan adanya
oksidasi dalam penggorengan.

4. Kerenyahan
Kerenyahan merupakan parameter terakhir yang diujikan. Pada produk kerupuk
udang dengan pengolahan oven microwave, tektur tidak renyah untuk waktu 20
detik, tidak renyah hingga sedikit renyah untuk 30 dan 40 detik, agak renyah untuk
50 detik. Produk kerupuk udang diolah deep frying pada 20 dan 40 detik teksturnya
agak renyah dan tektur sedikit renyah hingga agak renyah untuk 30 dan 50 detik.
Sedangkan untuk produk opak yang diolah dengan oven microwave, hasil yang
didapatkan pada 20 dan 30 detik adalah tidak renyah, pada 40 detik hasil yang
didaptkan adalah sedikit renyah hingga agak renyah, dan pada 50 detik tektur opak
yang dihasilkan adalah renyah. Produk opak yang digoreng, pada 20, 30, dan 50
detik menghasilkan tekstur sedikit renyah hingga agak renyah dan tekstur agak
renyah didaptakan setelah diolah selma 40 detik.

Data pada penggorengan terlihat fluktuatif. Hal ini dapat terjadi akibat
penggunaan minyak untuk penggorengan diulang sehingga menyebabkan minyak
yang terserap tidak maksimal. Menurut Istanti (2007), kerenyahan kerupuk goreng
meningkat sejalan dengan meningkatnya volume pengembangan kerupuk goreng.
Hal ini sesuai dengan hasil praktikum bahwa kerupuk yang diberi perlakuan kontrol
atau penggorengan memiliki kerenyahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kerupuk yang diberi perlakuan dengan oven microwave.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
 Kematangan kerupuk udang dan opak yang dimasak menggunakan oven
microwave selama 40, 50, 60, 70, dan 80 detik tidak lebih matang daripada
kerupuk udang dan opak yang dimasak menggunakan penggorengan biasa.
Kerupuk yang dimasak dengan menggunakan oven microwave
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan kematangan yang
cukup dibandingkan dengan kerupuk udang yang dimasak dengan metode
deep frying.
 Pengembangan kerupuk udang dan opak yang dimasak dengan oven
microwave terbilang lebih rendah dibandingkan kerupuk udang dan opak
yang dimasak dengan metode deep frying karena kerupuk yang digoreng
menggunakan oven microwave tidak dapat ditekan sehingga
pengembangannya tidak merata dan bentuknya melengkung.
 Warna kerupuk udang dan opak yang dimasak menggunakan oven
microwave berwarna lebih putih dibandingkan dengan kerupuk udang dan
opak yang dimasak dengan metode deep frying. Kerupuk udang berwarna
putih karena selama proses pemasakan kerupuk udang tidak menyerap atau
mengabsorbsi minyak.
 Kerenyahan kerupuk udang dan opak yang dimasak dengan oven
microwave tidak lebih renyah dibandingkan kerupuk udang dan opak yang
dimasak dengan metode deep frying karena kerenyahan berbanding lurus
dengan pengembangan. Waktu yang dibutuhkan kerupuk udang untuk
mengembang pada metode oven microwave lebih lama dibandingkan
dengan metode deep frying.
B. Saran

Sebaiknya pembalikan dilakukan juga terhadap kerupuk udang dan opak oven
microwave agar diperoleh rongga udara yang tersebar merata pada seluruh struktur
kerupuk udang dan opak agar terjadi pengembangan yang maksimum dan
menghindari kegosongan akibat spot yang ditimbulkan oleh gelombang mikro
sehingga hasilnya bisa benar-benar dibandingkan dengan kerupuk kontrol.
DAFTAR PUSTAKA

Bayu Isnanto, Tofan. 2012. Pembuatan Opak dengan Penambahan Ikan Teri
(Stolephorus spp) Kaya Protein. Skripsi. Universitas Sebelas Maret: Surakarta.

Istanti, Iis. 2007. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadaap Sifat Fisik dan Sensori
Kerupuk Ikan Sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) yang Dikeringkan dengan
Menggunakan Sinar Matahari. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mahmudan, Ahmad. dkk. 2014. Efek Penggorengan Kentang Dengan Oven
Microwave Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Minyak Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis). Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 3 p.151-160.
Universitas Brawijaya: Malang.
Muchtadi,Tien R dan Sugiyono. 2013. Prinsip & Proses Teknologi Pangan. Alfabeta:
Bogor.

Nur Afifah, Diana and Anjani, Gemala. 2008. SISTEM PRODUKSI DAN
PENGAWASAN MUTU KERUPUK UDANG BERKUALITAS EKSPOR.
Seminar Nasional PATPI 2008: Palembang.
Nur Hidayat. 2007. Materi Kuliah Prinsip Teknik Pangan. Universitas Brawijaya:
Malang.
Saputra, Adinda and Kusuma Ningrum. 2010. PENGERINGAN KUNYIT
MENGGUNAKAN MICROWAVE DAN OVEN. Skripsi. Universitas
Diponegoro: Semarang.
Wahyuni, M. 2007. Kerupuk Tinggi Kalsium: Nilai Tambah Limbah Cangkang Kerang
Hijau Melalui Aplikasi Teknologi Tepat Guna. Jurnal Teknologi Pertanian.
UNIMUS: Semarang.
LAMPIRAN

1. Pada saat oven microwave


2. Pada saat penggorengan dengan minyak goreng

Anda mungkin juga menyukai