Anda di halaman 1dari 11

PENGUKURAN POTENSIAL OSMOTIK

DAN POTENSIAL AIR JARINGAN TUMBUHAN

Laporan Hasil Praktikum

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Tumbuhan


Yang dibina oleh Ibu Ir. Nugrahaningsih M,Pd.
Disajikan Pada Hari Senin Tanggal 3 September 2018

Disusun oleh :

Kelompok 1 Offering B 2018

1. Asmarita Ningsih NIM:


2. Binazir Tuzaqiyah Ma’rufah NIM: 170341615065
3. Mafazatud Diniyyah NIM: 170341615017
4. Nurdiyah Arifianti NIM: 170341615094
5. Rif’atul Chusnul Khuluq NIM: 170341615047
6. Vega Putri Adiani NIM: 170341615022

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
September 2018
Pengukuran Potensial Osmotik dan Potensial Air Jaringan Tumbuhan

A. TUJUAN
Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Membedakan proses terjadinya potensial osmotik dan potensial air jaringan
tumbuhan
2. Mengamati terjadinya peristiwa plasmolisis

B. KAJIAN TEORITIS
Osmosis adalah pergerakan air dari suatu larutan yang potensial airnya tinggi ke larutan
yang potensial airnya rendah yang terjadi melalui membran semipermiabel (Harahap, 2012).
Masuknya larutan ke dalam sel-sel endodermis merupakan contoh proses osmosis.
Potensial air dalam sel tumbuhan dapat dibagi menjadi 3 komponen yaitu potensial
matriks, potensial osmotik dan potensial tekanan (Wilkins, 1992). Prinsip kerja pada praktikum
ini yaitu, potensial osmotik jaringan tumbuhan dapat diukur dengan menggunakan berbagai
konsentrasi larutan gula atau garam dengan membandingkan larutan sel.
Sementara potensial dalam jaringan tumbuhan dapat diukur dengan menggunakan
berbagai konsentrasi larutan gula atau garam dengan membandingkan larutan dengan ditandai
keluar masuknya air dari dalam dan luar sel tumbuhan.
Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan
keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992). Jika sel ditempatkan dalam
larutan yang lebih pekat (hipertonik) terhadap cairan sel, air dalam sel akan terhisap keluar
sehingga menyebabkan sel mengkerut. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada
kemungkinan bahwa volum sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi
seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel.
Komponen potensial air pada tumbuhan salah satunya terdiri atas potensial turgor
(tekanan). Keadaan tegang yang timbul antara dinding sel dengan dinding isi sel karena
menyerap air disebut turgor, sedang tekanan yang ditimbulkan disebut tekanan turgor.
DATA PENGAMATAN

1. Potensial Osmotik
A. Bahan : Apel
Larutan : Gula
Panjang awal : 40 mm
Diameter awal : 0,82 mm
Konsentrasi Perubahan Waktu Metyl Biru
Panjang Diameter
2% 42,5 mm 0,85 mm 50 menit Tenggelam
4% 42,3 mm 0,85 mm 50 menit Mengapung
6% 41 mm 0,84 mm 50 menit Tenggelam
8% 40 mm 0,82 mm 50 menit Mengapung

Panjang awal dari ketela yaitu 40 mm dan diameter awal 4 mm setelah di beri larutan garam
dengan konsentrasi 10% panjang dari ketela tersebut menjadi 40 mm dan diameternya
menjadi 10,5 mm. ketela yang sudah diberi larutan garam tersebut didiamkan selama 50
menit. Setelah 50 menit larutan garam tersebut diberi 1 tetes metyl biru, dan terlihat bahwa
metyl biru tersebut mengapung, hal ini menandakan bahwa konsentrasi metyl lebih rendah
dibanding larutan garam.
B. Bahan : Ketela
Larutan : Garam
Panjang awal : 40 mm
Diameter awal : 4 mm
Konsentrasi Perubahan Waktu Metyl Biru
Panjang Diameter
4% 40,6 mm 10,3 mm 50 menit Melayang
6% 40,4 mm 10,4 mm 50 menit Mengapung
8% 40,3 mm 10,3 mm 50 menit Mengapung
10% 40 mm 10,5 mm 50 menit Mengapung

2. Plasmolisis
Bahan : Daun Rhoeo discolor
Konsentrasi % Plasmolisis
2% Warna memudar
4% 27%
6% 60%
8% 76%

ANALISIS DATA

1. Potensial Osmotik
A. BAHAN APEL, LARURAN GULA
 Panjang awal dari Apel yaitu 40 mm dan diameter awal 0,82 mm setelah di beri
larutan gula dengan konsentrasi 2% panjang dari apel tersebut menjadi 42,5 mm
dan diameternya menjadi 0,85 mm. Apel yang sudah diberi larutan gula tersebut
didiamkan selama 50 menit. Setelah 50 menit larutan gula tersebut diberi 1 tetes
metyl biru, dan terlihat bahwa metyl biru tersebut tenggelam, hal ini
menandakan bahwa konsentrasi metyl lebih tinggi dibanding larutan gula.
 Panjang awal dari Apel yaitu 40 mm dan diameter awal 0,82 mm setelah di beri
larutan gula dengan konsentrasi 4% panjang dari apel tersebut menjadi 42,3 mm
dan diameternya menjadi 0,85 mm. Apel yang sudah diberi larutan gula tersebut
didiamkan selama 50 menit. Setelah 50 menit larutan gula tersebut diberi 1 tetes
metyl biru, dan terlihat bahwa metyl biru tersebut mengapung, hal ini
menandakan bahwa konsentrasi metyl lebih ringan/rendah dibanding larutan
gula.
 Panjang awal dari Apel yaitu 40 mm dan diameter awal 0,82 mm setelah di beri
larutan gula dengan konsentrasi 6% panjang dari apel tersebut menjadi 41 mm
dan diameternya menjadi 0,84 mm. Apel yang sudah diberi larutan gula tersebut
didiamkan selama 50 menit. Setelah 50 menit larutan gula tersebut diberi 1 tetes
metyl biru, dan terlihat bahwa metyl biru tersebut tenggelam, hal ini
menandakan bahwa konsentrasi metyl lebih tinggi dibanding larutan gula.
 Panjang awal dari Apel yaitu 40 mm dan diameter awal 0,82 mm setelah di beri
larutan gula dengan konsentrasi 8% panjang dari apel tersebut menjadi 40 mm
dan diameternya menjadi 0,82 mm. Apel yang sudah diberi larutan gula tersebut
didiamkan selama 50 menit. Setelah 50 menit larutan gula tersebut diberi 1 tetes
metyl biru, dan terlihat bahwa metyl biru tersebut mengapung, hal ini
menandakan bahwa konsentrasi metyl lebih rendah dibanding larutan gula.

B. BAHAN KETELA, LARURAN GARAM


 Panjang awal dari ketela yaitu 40 mm dan diameter awal 4 mm setelah di beri
larutan garam dengan konsentrasi 4% panjang dari ketela tersebut menjadi 40,6
mm dan diameternya menjadi 10,3 mm. ketela yang sudah diberi larutan garam
tersebut didiamkan selama 50 menit. Setelah 50 menit larutan garam tersebut
diberi 1 tetes metyl biru, dan terlihat bahwa metyl biru tersebut Melayang, hal
ini menandakan bahwa konsentrasi metyl lebih rendah dibanding larutan garam.
 Panjang awal dari ketela yaitu 40 mm dan diameter awal 4 mm setelah di beri
larutan garam dengan konsentrasi 6% panjang dari ketela tersebut menjadi 40,4
mm dan diameternya menjadi 10,4 mm. ketela yang sudah diberi larutan garam
tersebut didiamkan selama 50 menit. Setelah 50 menit larutan garam tersebut
diberi 1 tetes metyl biru, dan terlihat bahwa metyl biru tersebut mengapung, hal
ini menandakan bahwa konsentrasi metyl lebih rendah dibanding larutan garam.
 Panjang awal dari ketela yaitu 40 mm dan diameter awal 4 mm setelah di beri
larutan garam dengan konsentrasi 8% panjang dari ketela tersebut menjadi 40,3
mm dan diameternya menjadi 10,3 mm. ketela yang sudah diberi larutan garam
tersebut didiamkan selama 50 menit. Setelah 50 menit larutan garam tersebut
diberi 1 tetes metyl biru, dan terlihat bahwa metyl biru tersebut mengapung, hal
ini menandakan bahwa konsentrasi metyl lebih rendah dibanding larutan garam.
 Panjang awal dari ketela yaitu 40 mm dan diameter awal 4 mm setelah di beri
larutan garam dengan konsentrasi 10% panjang dari ketela tersebut menjadi 40
mm dan diameternya menjadi 10,5 mm. ketela yang sudah diberi larutan garam
tersebut didiamkan selama 50 menit. Setelah 50 menit larutan garam tersebut
diberi 1 tetes metyl biru, dan terlihat bahwa metyl biru tersebut mengapung, hal
ini menandakan bahwa konsentrasi metyl lebih rendah dibanding larutan garam.

3. Plasmolisis
Bahan : Daun Rhoeo discolor
 Pada konsentrasi 2% larutan glukosa, sel epidermis Rhoe discolor terlihat
memudar semua, dan mengalami plasmolisis dengan prosentase sebesar 0%.
Hal ini karena Rhoe discolor mengalami pkasmolisis semuanya.
 Pada konsentrasi 4% larutan glukosa, sel epidermis Rhoe discolor kurang dari
50% dan mengalami plasmolisis dengan prosentase sebesar 27%.
 Pada konsentrasi 6% larutan glukosa, sel epidermis Rhoe discolor sekitar 50%
dan mengalami plasmolisis dengan prosentase sebesar 60%.
 Pada konsentrasi 8% larutan glukosa, sel epidermis Rhoe discolor lebih dari
50% dan mengalami plasmolisis dengan prosentase sebesar 76%.
PEMBAHASAN 1 (TABEL A)
Konsentrasi gula 2%
Berdasarkan hasil pengamatan pada panjang awal apel sebelum direndam yaitu 40 mm
dan diameter awal yaitu 0,82 mm. Setelah direndam dengan larutan gula dengan konsentrasi
2% selama 50 menit panjang dan diameter apel bertambah. Dimulai dari panjang awalnya 40
mm menjadi 42,5 mm dan diameter awalnya 0,82 mm menjadi 0,85 mm. Hal ini menunjukkan
bahwa apel yang direndam dengan larutan gula yang memiliki konsentrasi 2% mengalami
peristiwa difusi. Gula bersifat hipertonis terhadap apel. Difusi adalah perpindahan zat baik itu
cait, padat dan gas dari konsentrasi tinggi (hipertonis) kekonsentrasi rendah (hipotonis). Difusi
dan osmosis adalah termasuk transport pasif artinya transport yang tidak memerlukan energi
(ATP) (Campbell, 2002).

Konsentrasi gula 4%

Berdasarkan hasil pengamatan pada panjang awal apel sebelum direndam yaitu 40 mm
dan diameter awal yaitu 0,82mm. Setelah direndam dengan larutan gula dengan konsentrasi
4% selama 50 menit panjang dan diameter apel bertambah. Dimulai dari panjang awalnya 40
mm menjadi 42,3 mm dan diameter awalnya 0,82 mm menjadi 0,85 mm. Hal ini menunjukkan
bahwa apel yang direndam dengan larutan gula yang memiliki konsentrasi 4% mengalami
peristiwa difusi sama halnya dengan apel yang direndam dengan gula yang memiliki
konsentrasi 2%.Hanya saja pertambahan panjangnya lebih kecil dibandingkan dengan apel
yang direndam dengan gula yang memiliki konsentrasi 2% namun diameternya tetap sama.
Difusi terjadi dari ruang yang berkosentrasi lebih tinggi ke ruang yang berkonsentrasi lebih
rendah, apabila kedua benda dipisahkan oleh membran permeabel terhadap zat tersebut. Difusi
berlangsung menurut konsentrasi dari suatu gradient atau suatu kemiringan. Proses ini pada
umumnya terdapat pada sel seperti perembesan oksigen, karbondioksida, glukosa, asam amino
dan garam mineral ( Yatim, 1990: 60).

Konsentrasi gula 6%

Berdasarkan hasil pengamatan pada panjang awal apel sebelum direndam yaitu 40 mm
dan diameter awal yaitu 0,82mm. Setelah direndam dengan larutan gula dengan konsemtrasi
6% selama 50 menit panjang dan diameter apel bertambah. Dimulai dari panjang awalnya 40
mm menjadi 41 mm dan diameter awalnya 0,82 mm menjadi 0,84 mm. Hal ini menunjukkan
bahwa apel yang direndam dengan larutan gula yang memiliki konsentrasi 4% mengalami
peristiwa difusi sama halnya dengan apel yang direndam dengan gula yang memiliki
konsentrasi 2% dan 4%. Difusi dapat terjadi karena gerakkan acak yang berjalan secara kontinu
atau berlanjut yang menjadi ciri khas semua molekul yang tidak terikat dalam suatu zat padat.
Tiap molekul bergerak secara lurus sampai ia bertabrakkan dengan molekul glukosa lain,
dengan molekul air atau selulosa (Kimball.1983).

Konsentrasi gula 8%

Berdasarkan hasil pengamatan pada panjang awal apel sebelum direndam yaitu 40 mm
dan diameter awal yaitu 0,82 mm. Setelah direndam dengan larutan gula dengan konsemtrasi
8% selama 50 menit panjang dan diameternya tetap,yaitu panjang awalnya 40 mm dan
diameternya 0,82 mm tetap tidak mengalami perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa pada
konsentrasi gula 8% kesetimbangan potensial osmotik antara sel tumbuhan dengan larutan gula
telah tercapai dan transport air netto telah berhenti. Difusi terjadi akibat adanya gradient
konsentrasi. Konsentrasi adalah jumlah zat per satuan volume yang dapat berubah secara
bertahap dari satu volume ruang ke volume ruang lain (Salisbury,1995).

Pembahasan 2

Uji chardakov

Larutan perendam didiamkan selama 50 menit dengan harapan bahwa setelah


waktu itu larutan telah menjadi isotonis. larutan yang isotonis artinya konsentrasi larutan
perendam dan jaringan apel telah sama. Larutan perendam kemudian ditetesi
methylen blue untuk mempermudah pengamatan pergerakan larutan perendam
pada larutan kontrol.

Menurut knipling (1967) larutan perendam yang tepat berada ditengah dan
tidak bergerak artinya larutan tersebut memiliki potensial air yang sama dengan jaringan
apel. Namun apabila larutan perendam bergerak naik maka larutan tersebut hipertonis
terhadap jaringan kentang sehingga air dari apel keluar. Keluarnya air dari dalam sel
apel menuju larutan perendam menyebabkan larutan perendam bertambah nilai potensial
airnya (konsentrasi zat telarut menurun). Sehingga bila dibandingkan antara larutan
perendam dan larutan kontrol, maka larutan perendam menjadi hipotonis terhadap
larutan kontrol.
Berdasarkan hasil praktikum,didapatkan data berupa larutan perendam jaringan apel
yang telah ditambahkan methylen blue tenggelam setelah dimasukkan kedalam larutan gula
pada konsentrasi 2% dan 6%.hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi methylen blue lebih
besar dibandingkan konsentrasi larutan gula. Pada larutan gula dengan konsentrasi 4% dan 8%
tampak tidak bergerak dan tetap berada ditengah (mengapung). Sehingga dapat diartikan
bahwa larutan gulan tersebut memiliki potensial air yang sama dengan jaringan apel.

Pembahasan 1 (TABEL B)

Berdasarkan hasil pengamatan dengan bahan apel yang di uji potensial osmotiknya
dengan menggunakan larutan gula menunjukkan hasil yang sama dengan bahan uji ketela
dengan menggunakan larutan garam. Bahwa semakin tinggi konsentrasi garam maka semakin
kecil perubahan panjang pada ketela yang telah direndam dengan larutan garam selama 50
menit. Pada konsentrasi 8% panjang ketela tetap yaitu panjang awal sebelum direndam dengan
larutan garam 40 mm setelah direndam, panjang ahirnya tetap 40 mm. Hal ini menunjukkan
bahwa pada konsentrasi garam 8% kesetimbangan potensial osmotik antara sel tumbuhan
dengan larutan garam telah tercapai dan transport air netto telah berhenti. Konsentrasi adalah
jumlah zat per satuan volume yang dapat berubah secara bertahap dari satu volume ruang ke
volume ruang lain (Salisbury,1995).

Pembahasan 2 (TABEL B)

Uji chardakov

Berdasarkan hasil praktikum,didapatkan data berupa larutan perendam jaringan ketela


yang telah ditambahkan methylen blue melayang setelah dimasukkan kedalam larutan garam
pada konsntrasi 2%. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi mthylen blue lebih kecil
dibandingkan dengan konsentrasi larutan garam. Pada larutan gula dengan konsentrasi 4%,6%
dan 8% tampak tidak bergerak dan tetap berada ditengah (mengapung). Sehingga dapat
diartikan bahwa larutan garam tersebut memiliki potensial air yang sama dengan jaringan
ketela.
Plasmolisis pada rhoeodiscolor

Pada saat belum diberi perlakuan, kondisi sel pada epidermis daun Rhoeo discolor
terlihat normal. Sel berbentuk heksagonal dengan sitoplasma yang berwana ungu muda yang
memenuhi dinding selnya. Ketika diberi perlakuan perendaman dengan waktu yang sama dan
konsentrasi berbeda terlihat perubahan pada kondisi sel epidermis rhoeodiscolor.

Perubahan yang terjadi pada sel epidermis rhoeodiscolor saat setelah diberi perlakuan
adalah sel terlihat mengkerut, pada beberapa sel juga memperlihatkan warna sitoplasma yang
memudar, dan hal yang paling esensial adalah cairan sitoplasma nampak terlepas dari dinding
sel sehingga sel tidak terlihat penuh atau sel terlihat lebih kecil tidak seperti pada kondisi awal.
Hal ini menunjukan ciri terjadinya peristiwa plasmolisis pada sel epidermis daun rhoeodiscolor
sesuai dengan teori jika sel ditempatkan di larutan dengan konsentrasi tinggi atau hipertonis
terhadap sel, maka air akan keluar dari vakuola sehingga membrane sitoplasma akan mengkerut
dan terlepas dari dinding sel. Hal seperti ini lazim disebut plasmolisis (Sihombing, 2010 : 12).
Dan teori lain menyebutkan bahwa plasmolisis adalah peritiwa melepasnya plasmalema atau
membran plasma dari dinding sel karena dehidrasi (hilangnya air sel) bila sel berada di
lingkungan larutan yang hipertonis (Suyitno, 2003 : 9-10). Dalam hal ini larutan gula dengan
berbagai konsentrasi bertindak sebagai larutan hipertonis sedangkan sitoplasma dalam sel
epidermis daun rhoeodiscolor bertindak sebagai larutan hipotonis.

Pada saat diberi perlakuan pertama yakni perendaman selama 50 menit dan konsentrasi
larutan 2% terjadi perubahan warna pada sitoplasma rhoeodiscolor, warna ungu muda pada
sitoplasmanya memudar. Pada perlakuan kedua dengan waktu yang sama dan konsentrasi
larutan 4% terjadi plasmolisis pada sel sekitar kurang lebih 27% dari keseluruhan jumlah sel
pada preparat. Pada perlakuan ketiga dengan waktu yang sama pula dan konsentrasi larutan 6%
terjadi plasmolisis sekitar kurang lebih 60% dari keseluruhan jumlah sel. Pada perlakuan
terakhir yaitu dengan waktu yang sama pula dan konsentrasi larutan 8% terjadi plasmolisis
sekitar kurang lebih 76% dari keseluruhan jumlah sel. Penghitungan persentase sel yang
mengalami plasmolisis dilakukan dengan membandingkan jumlah sel yang plasmolisis dengan
jumlah sel keseluruhan dikalikan 100 %. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
dengan waktu yang sama dan konsentrasi berbeda terjadi perbedaan tingkat persentase sel yang
mengalami plasmolisis. Dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi larutan gula maka
semakin besar pula tingkat plasmolisis pada sel epidermis daun rhoeodiscolor.
PENUTUP

A. Kesimpulan:
1. Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian
berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah.
2. Osmosis adalah perpindahan air melalui membran permeabel selektif dari bagian yang
lebih encer ke bagian yang lebih pekat.
3. Plasmolisis merupakan dampak dari peristiwa osmosis.
4. Faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi adalah ukuran partikel, densitas medium, luas
area, suhu, dan kemampuan menghantar listrik pada molekul (larutan elekrolit atau non
elektrolit).
5. Faktor yang mempengaruhi kecepatan osmosis adalah konsentrasi air dan zat terlarut yang
ada di dalam sel dan luar sel, ketebalan membrane, dan suhu.
6. Tekanan turgor adalah tekanan dari dalam vakuola kepada membran plasma dan dinding
sel karena adanya osmosis air ke dalam vakuola.

B. Saran:
- Diharapkan pada praktikum ini, praktikan dapat mengetahui dan menjelaskan lebih
spesifik proses difusi dan osmosis.
- Diharapkan para praktikan lebih hati-hati dan menyimpulkan suatu hal.
- Pemasangan alat harus dengan hati hati dan lebih teliti agar tidak terjadi kesalahan dan
mempengaruhi hasilir praktikum
DAFTAR RUJUKAN

Campbell.2002.Biologi Jilid 1.Erlangga: Jakarta.

Harahap, F. 2012. Fisiolofi Tumbuhan Suatu Pengantar. Medan: Unimed Press


John,W Kimball. 1983. Biologi jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Knipling, Edward B. 1967. Measurement Of Leaf Water Potensial By The Dye Method. Durham:
Departement Of Botany, Duke University.

Salisbury, Frank B. & Cleon W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan, Jilid 1, Bandung: ITB Press.

Salisbury, Frank B. & Cleon W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan, Jilid 1, Bandung: ITB Press.

Salisbury, F. B. & Ross, C. W. 1992. Plant Physiology. California: Wadswovth Publishing co

Sihombing, Betsy, dkk.2010. Penuntun Praktikum Biologi Umum.Jakarta : Universitas Negeri


Jakarta

Suyitno. 2003. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta : Universitas


Negeri Yogyakarta

Wilkins, M. B. 1992. Fisiologi Tanaman. Jakarta: Bumi Angkasa

Yatim, Wildan. 1990. Biologi Modern. Tarsito: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai