Anda di halaman 1dari 12

Definisi kolik renal

Kolik renal dikarakterisasikan sebagai nyeri hebat yang intermiten (hilang-timbul) biasanya di daerah
antara iga dan panggul, yang menjalar sepanjang abdomen dan dapat berakhir pada area genital dan
paha bagian dalam. Kolik renal biasanya berawal di punggung bagian mid-lateral atas dan menjalar
anteroinferior menuju daerah lipatan paha dan kelamin. Nyeri yang timbul akibat kolik renal terutama
disebabkan oleh dilatasi, peregangan, dan spasme traktus urinarius yang disebabkan oleh obstruksi
ureter akut. Ketika ada obstruksi yang kronik, seperti kanker, biasanya tidak dirasakan nyeri.

Pola nyeri bergantung pada ambang rangsang nyeri seseorang, persepsi, serta kecepatan maupun
derajat perubahan tekanan hidrostatik di dalam ureter dan pelvis renal proksimal. Peristaltik ureter dan
perpindahan batu ginjal dapat memicu eksaserbasi akut rasa nyeri. Pasien seringkali dapat menunjuk
pada lokasi nyeri, yang kemungkinan besar adalah situs obstruksi ureteral. Kolik renal dapat pula
dirasakan pada daerah tubuh yang tidak patologis (referred pain).

Epidemiologi

Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-
49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering
ditemukan pada wanita daripada pria.

Etiologi

Etiologi paling umum adalah melintasnya batu ginjal. Bertambah parahnya nyeri bergantung pada
derajat dan tempat terjadinya obstruksi; bukan pada keras, ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal. Bekuan
darah atau fragmen jaringan juga dapat menyebabkan hal yang sama. Kolik karena bekuan darah sering
ditemui pada penyakit gangguan pembekuan darah herediter atau didapat, trauma, neoplasma dari
ginjal dan traktus urinarius, perdarahan setelah biopsi renal perkutan, kista renal, malformasi vaskular
renal, nekrosis papilar, tuberkulosis, dan infark pada ginjal. Kolik sesungguhnya terjadi karena refluks
vesikoureteral.

Batu ginjal yang bergerak sepanjang ureter dan hanya menyebabkan obstruksi intermiten sebenarnya
menyebabkan rasa nyeri yang lebih hebat daripada batu yang tidak bergerak. Suatu obstruksi konstan
akan memicu berbagai mekanisme autoregulasi dan refleks yang akan membantu meredakan nyeri. Dua
puluh empat jam setelah obstruksi ureteral total, tekanan hidrostatik akan menurun karena (1)
penurunan peristalsis ureteral, (2) penurunan aliran darah arteri renal, yang menyebabkan penurunan
produksi urin, dan (3) edema interstitial yang menyebabkan peningkatan lymphatic drainage. Faktor-
faktor ini menyebabkan kolik renal yang berintensitas tinggi berdurasi kurang dari 24 jam. Kalau
obstruksi bersifat parsial, perubahan-perubahan yang sama terjadi, namun pada derajat yang lebih
ringan dan waktu yang lebih lama.

Serabut saraf nyeri pada renal umumnya saraf simpatis preganglion yang mencapai korda spinal T-11
sampai L-2 melalui dorsal nerve roots. Transmisi sinyal nyeri terjadi melalui traktus spinotalamikus
asenden. Pada ureter bagian bawah, sinyal nyeri juga didistribusikan melalui saraf genitofemoral dan n.
ilioinguinal. N. erigentes, yang mempersarafi ureter intramural dan kandung kemih, bertanggung jawab
untuk beberapa gejala kandung kemih .

* Ureter bagian atas dan pelvis renal: Nyeri dari batu ureter bagian atas condong untuk menjalar ke area
pinggang dan area lumbar. Di sisi kanan, hal ini bisa disalahartikan dengan kolelitiasis atau kolesistisis. Di
sisi kiri, diagnosis banding meliputi pankreatitis akut, ulkus peptikum dan gastritis.

* Ureter bagian tengah: Nyeri pada daerah ini menjalar ke bagian kaudoanterior. Nyeri ini bisa
menyerupai apendisitis jika berada di kanan ataupun divertikulitis akut pada sisi kiri.

* Ureter distal: Nyeri pada daerah ini menjalar ke lipat paha, testikel pada pria maupun labia mayor
pada wanita karena nyeri ini dialihkan melalui n. ilioinguinal atau n. genitofemoral. Jika batu berada di
ureter intramural, gejala yang muncul mirip dengan sistitis atau uretritis. Gejala ini meliputi nyeri
suprapubis, urgensi, disuria, nyeri pada ujung penis, dan terkadang berbagai gejala GI seperti diare dan
tenesmus. Gejala ini bisa disalahartikan dengan penyakit inflamasi pelvis, ruptur kista ovarium.

Kebanyakan reseptor nyeri di traktus urinarius atas yang bertanggung jawab atas persepsi kolik renal
berada di submukosa dari pelvis renal, kalix dan ureter bagian atas. Di ureter, peningkatan peristaltik
proksimal melalui aktivasi intrinsic ureteral pacemakers berperan penting pada persepsi nyeri. Spasme
otot, peningkatan peristaltik proksimal, inflamasi lokal, iritasi, dan edema di tempat obstruksi berperan
terhadap perkembangan nyeri melalui aktivasi kemoreseptor dan peregangan ujung saraf bebas
submukosa. Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik renal akut dan terjadi setidaknya pada 50%
pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan yang umum dari pelvis renal, lambung, usus melalui
serabut saraf aferen vagal dan sumbu celiac.
Hal ini sering diperkuat lagi melalui efek analgesik narkotik yang menginduksi mual dan muntah melalui
efek langsung terhadap motilitas GI dan efek tidak langsung pada chemoreceptor trigger zone (CTZ) di
medulla oblongata. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) seringkali dapat menyebabkan iritasi
lambung dan masalah GI. Kolik biasanya mengikuti pola yang khas yang mudah untuk dikenali, tetapi
bentuk yang atipikal dapat menimbulkan kesulitan diagnostik.

Gambar 1. Penampang ginjal dengan batu

Manifestasi klinik

Bisa tanpa keluhan sama sekali. Nyeri kolik, yang terasa di satu sisi pinggang atau perut, dapat menjalar
ke alat kelamin (buah pelir, penis, vulva), muncul mendadak, hilang timbul, dan intensitasnya kuat. Nyeri
ginjal (renal colic), yang terasa di pinggang, tidak menjalar, terjadi akibat regangan kapsul ginjal, sering
berhubungan dengan mual dan muntah. Nyeri kandung kemih (buli-buli), terasa di bawah pusat.
Urgensi, yaitu rasa ingin kencing sehingga terasa sakit. Disuria, yaitu rasa nyeri saat kencing atau sulit
kencing. Polakisuria, yaitu frekuensi kencing yang lebih sering dari biasanya. Hematuria, yaitu terdapat
darah atau sel darah merah (eritrosit) di air seni. Anuria yaitu jika produksi air seni < 200 cc/hari. Oliguria
yaitu jika jika produksi air seni < 600 cc/hari.

Gambaran umum kolik renal dibagi menjadi 2 tipe :

A. Kolik renal tipikal

Fase-fase serangan kolik kenal akut


Nyeri ini terjadi di sekitar dermatom T-10 sampai S-4. Keseluruhan proses ini terjadi selama 3-18 jam.
Ada 3 fase:

1. Fase akut / onset

Serangannya secara tipikal terjadi pada pagi atau malam hari sehingga membangunkan pasien dari
tidurnya. Jika terjadi pagi hari, pasien umumnya mendeskripsikan serangan tersebut sebagai serangan
yang mulanya perlahan sehingga tidak dirasakan. Sensasi dimulai dari pinggang, unilateral, menyebar ke
sisi bawah, menyilang perut ke lipat paha (groin). Nyerinya biasanya tetap, progresif, dan kontinu;
beberapa pasien mengalami serangan intermiten yang paroksismal dan sangat parah. Derajat nyeri bisa
meningkat ke intensitas maksimum setelah 30 menit sampai 6 jam atau lebih lama lagi. Pasien
umumnya mencapai nyeri puncak pada 1-2 jam setelah onset.

2. Fase konstan / plateau

Saat nyeri telah mencapai intensitas maksimum, nyeri akan menetap sampai pasien diobati atau hilang
dengan sendirinya. Periode dimana nyeri maksimal ini dinamakan fase konstan. Fase ini biasanya
berlangsung 1-4 jam tetapi dapat bertahan lebih lama lebih dari 12 jam pada beberapa kasus.
Kebanyakan pasien datang ke UGD selama fase ini. Pasien yang menderita kolik biasanya banyak
bergerak, di atas tempat tidur atau saat berjalan, untuk mencari posisi yang nyaman dan mengurangi
nyeri. Walaupun ginjal dan traktus urinarius terletak retroperitoneal, mual dan muntah disertai bising
usus menurun / hipoaktif adalah tanda yang dominan; sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis
intraperitoneal. Contohnya terutama adalah obstruksi ureteropelvis junction pada ginjal kanan.

3. Fase hilangnya nyeri (Relieve)

Pada fase terakhir ini, nyeri hilang dengan tiba-tiba, cepat, dan pasien merasakan kelegaan. Kelegaan ini
bisa terjadi secara spontan kapanpun setelah onset. Pasien kemudian dapat tidur, terutama jika
diberikan analgesik. Fase ini berlangsung 1,5 – 3 jam.

B. Kolik renal atipikal


Etiologi kolik tipikal bisa juga menyebabkan kolik atipikal. Obstruksi pada calyx dapat menyebabkan
nyeri pinggang yang lebih ringan tapi episodik. Hematuria dapat juga terjadi. Lesi obstruktif pada
ureterovesical junction (hubungan ureter dan kandung kemih) ataupun segmen intramural dari ureter
dapat menyebabkan disuria, keinginan buang air kecil yang mendadak dan sering, serta nyeri yang
menjalar ke atas atau bawah. Kolik renal dapat disertai muntah-muntah hebat, mual, diare, ataupun
nyeri ringan yang tidak biasa sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis.

Diagnosis

Hasil pemeriksaan fisik antara lain :

a. Kadang-kadang teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif.

b. Nyeri tekan/ketok pada pinggang.

c. Batu uretra anterior bisa di raba.

d. Pada keadaan akut paling sering ditemukan adalah kelembutan di daerah pinggul (flank tenderness),
ini disebabkan oleh hidronefrosis akibat obstruksi sementara yaitu saat batu melewati ureter menuju
kandung kemih.

Pasien dengan kolik renal harus menjalani filtrasi urin untuk menemukan batu, bekuan darah, atau
jaringan lainnya, sebagai penentu diagnosis. Bila perlu, ini dilakukan berminggu-minggu karena batu
atau jaringan bisa menetap di kandung kemih tanpa menimbulkan gejala. Pada urin biasanya dijumpai
hematuria dan kadang-kadang kristaluria.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
Hematuria biasanya terlihat secara mikroskopis, dan derajat hematuria bukan merupakan ukuran untuk
memperkirakan besar batu atau kemungkinan lewatnya suatu batu. Tidak adanya hematuria dapat
menyokong adanya suatu obstruksi komplit, dan ketiadaan ini juga biasanya berhubungan dengan
penyakit batu yang tidak aktif. Pada pemeriksaan sedimen urin, jenis kristal yang ditemukan dapat
memberi petunjuk jenis batu. Pemeriksaan pH urin < 5 menyokong suatu batu asam urat, sedangkan bila
terjadi peningkatan pH (?7) menyokong adanya organisme pemecah urea seperti Proteus sp, Klebsiella
sp, Pseudomonas sp dan batu struvit.

Radiologis

Ada beberapa jenis pemeriksaan radiologis yaitu :

a. Foto polos abdomen

Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu radiopaque. Batu-batu jenis
kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopaque dan paling sering dijumpai diantara batu jenis
lain, sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen. Gambaran radioopak paling sering ditemukan pada
area pelvis renal sepanjang ureter ataupun ureterovesical junction. Gambaran radioopak ini disebabkan
karena adanya batu kalsium oksalat dan batu struvit (MgNH3PO4).

b. Intravenous Pyelogram (IVP)

Pielografi intravena untuk menilai obstruksi urinaria dan mencari etiologi kolik (pielografi adalah
radiografi pelvis renalis dan ureter setelah penyuntikan bahan kontras). Seringkali batu atau benda
obstruktif lainnya sudah dikeluarkan ketika pielografi, sehingga hanya ditemukan dilatasi unilateral
ureter, pelvis renalis, ataupun calyx. IVP dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-
batu yang radiolusen dan untuk melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi
opaque ataupun batu non opaque yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Pielografi
retrograde (melalui ureter) dilakukan pada kasus-kasus di mana IVP tidak jelas, alergi zat kontras, dan
IVP tidak mungkin dilakukan., walaupun prosedur ini tidak menyenangkan dan berkemungkinan kecil
menyebabkan infeksi atau kerusakan ureteral.
c. CT Scan

CT Scan (Computerized Tomography) adalah tipe diagnosis sinar X yang dapat membedakan batu dari
tulang atau bahan radiopaque lain.

d. Ultrasonografi (USG)

USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan :
alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. USG ginjal
merupakan pencitraan yang lebih peka untuk mendeteksi batu ginjal dan batu radiolusen daripada foto
polos abdomen. Cara terbaik untuk mendeteksi BSK (Batu Saluran Kemih) ialah dengan kombinasi USG
dan foto polos abdomen. USG dapat melihat bayangan batu baik di ginjal maupun di dalam kandung
kemih dan adanya tanda-tanda obstruksi urin.

e. Radioisotop

Untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya sumbatan pada gagal ginjal.

Diagnosis Banding Kolik Renal

Kecuali kolik renal atipikal, umumnya gejala kolik renal sangat khas dan tidak seperti nyeri karena
penyakit intra abdominal atau retroperitoneal lainnya. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis
pasien.

a. Kolik bilier

Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, mual dan muntah yang menetap, abdominal tenderness
adalah gejala kolik bilier. Jika terdapat infeksi ginjal, kolik ini juga dapat disertai demam, leukositosis,
dan ikterus ringan. Kolesistitis akut dapat menyebabkan nyeri ke bahu kanan atau subskapula.
b. Apendisitis

Nyeri setelah 4-6 jam di periumbilikus, nyeri terlokalisasi di titik Mc Burney. Pasien biasanya berbaring
tenang, berbeda dengan pasien kolik renal.

c. Divertikulitis dan irritable colon syndrome

Divertikulitis yaitu nyeri pada sisi kiri dekat ureter bagian bawah, jauh lebih ringan dari kolik renal dan
seringkali ada abdominal tenderness. Ini disertai konstipasi dan darah samar di tinja, yang tidak lazim
pada kolik renal. Irritable colon syndrome disertai distensi abdomen dan nyeri hebat yang berhubungan
dengan nyeri punggung bawah. Yang paling membedakan dengan kolik renal adalah diare hebat dan
bising usus hiperaktif.

d. Nyeri muskuloskeletal

Protrusi diskus intervertebral lumbalis dapat menyebabkan nyeri punggung unilateral yang menjalar ke
pinggul, paha, atau lipat paha (paling sering L4-5 dan L5-S1). Pembedanya dari kolik renal adalah nyeri
tersebut bergantung dengan posisi tubuh, yang dapat hilang dengan imobilitas. Nyeri pada pelvis dapat
terjadi karena lesi obstruktif dan berciri khas unilateral yang menjalar ke bagian sakral.

e. Penyakit Skrotal, Penis, atau Labial

Kolik ini terjadi karena obstruksi ureterovesical junction. Tandanya adalah keinginan untuk buang air
kecil yang sering, disuria, dan nyeri sakral atau lumbal bawah.

Penatalaksanaan
Berhasilnya penatalaksanaan medis ditentukan oleh lima faktor yaitu : ketepatan diagnosis, lokasi batu,
adanya infeksi dan derajat beratnya, derajat kerusakan fungsi ginjal, serta tata laksana yang tepat.
Terapi dinyatakan berhasil bila: keluhan menghilang, kekambuhan batu dapat dicegah, infeksi telah
dapat dieradikasi dan fungsi ginjal dapat dipertahankan

Terapi Konservatif

Tanpa Operasi

1. Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu
dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran
urin dengan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. Selain itu juga
dilakukan pembatasan diet kalsium, oksalat, natrium, fosfat dan protein tergantung pada penyebab
batu. Beberapa jenis obat yang diberikan antara lain spasmolitika yang dicampur dengan analgesik
untuk mengatasi nyeri, kalium sitrat untuk meningkatkan pH urin, antibiotika untuk mencegah infeksi
dan sebagainya.

Obat penghilang nyeri, seperti: golongan narkotik (meperidine, morfin sulfat, kombinasi parasetamol
dan kodein, atau injeksi morfin), golongan analgesik opioid (morphine sulfate, oxycodone dan
acetaminophen, hydrocodone dan acetaminophen), golongan analgesik narkotik (butorphanol),
golongan anti-inflamasi non steroid (ketorolac, diclofenac, celecoxib, ibuprofen). Antiemetic
(metoclopramide) jika mual atau muntah. Antibiotik jika ada infeksi saluran kemih, misalnya: ampicillin
plus gentamicin, ticarcillin dan clavulanic acid, ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin. Untuk
mengeluarkan batu ginjal dapat juga dengan obat golongan calcium channel blockers atau penghambat
kalsium (nifedipine), golongan alpha-adrenergic blockers (tamsulosin, terazosin), golongan
corticosteroids atau glukokortikoid, seperti: prednisone, prednisolone. Obat pilihan lainnya: agen
uricosuric (allopurinol), agen alkalinizing oral (potassium citrate).

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk observasi
adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau
ISK ( Infeksi Saluran Kemih ) menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan
penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.

2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini
dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu kandung kemih tanpa melalui tindakan
invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan
melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan
nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.

Persyaratan BSK yang dapat ditangani dengan ESWL :

a. Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm.

b. Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.

c. Fungsi ginjal masih baik.

d. Tidak ada sumbatan distal dari batu.

3. Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas
memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan).
Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi
gelombang suara atau energi laser.
Tindakan Operasi

1. Bedah Laparoskopi

Pembedahan laparoskopi untuk mengambil BSK saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai
untuk mengambil batu ureter.

2. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi,
laparoskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada
saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan
nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah
(pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat BSK yang menimbulkan
obstruks dan infeksi yang menahun.

Pencegahan

Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah untuk mencegah agar penyakit tidak terjadi, dengan mengendalikan
faktor penyebab suatu penyakit. Kegiatan yang dilakukan meliputi promosi kesehatan, pendidikan
kesehatan dan perlindungan kesehatan. Pencegahan primer penyakit BSK seperti minum air putih yang
banyak. Konsumsi air putih minimal 2 liter per hari akan meningkatkan produksi urin. Konsumsi air putih
juga akan mencegah pembentukan kristal urin yang dapat menyebabkan terjadinya batu.

Selain itu, dilakukan pengaturan pola makan yang dapat meningkatkan risiko pembentukan BSK seperti,
membatasi konsumsi daging, garam dan makanan tinggi oksalat (sayuran berwarna hijau, kacang,
coklat), dan sebagainya. Aktivitas fisik seperti olahraga juga sangat dianjurkan, terutama bagi yang
pekerjaannya lebih banyak duduk.
Unspecified renal colic 41%

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi keparahan penyakit dengan melakukan diagnosis
dan pengobatan dini. Untuk jenis penyakit yang sulit diketahui kapan penyakit timbul, diperlukan
pemeriksaan teratur yang dikenal dengan pemeriksaan “Check-up”. Pemeriksaan urin dan darah
dilakukan secara berkala, bagi yang pernah menderita BSK sebaiknya dilakukan setiap tiga bulan atau
minimal setahun sekali. Tindakan ini juga untuk mendeteksi secara dini apabila terjadi pembentukan BSK
yang baru. Untuk pengobatan, pemberian obat-obatan oral dapat diberikan tergantung dari jenis
gangguan metabolik dan jenis batu. Pengobatan lain yang dilakukan yaitu melakukan kemoterapi dan
tindakan bedah (operasi).

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan dengan menyediakan


rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan.
Kegiatan yang dilakukan meliputi rehabilitasi (seperti konseling kesehatan) agar orang tersebut lebih
berdaya guna, produktif dan memberikan kualitas hidup yang sebaik mungkin sesuai dengan
kemampuannya.

Anda mungkin juga menyukai