Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RUMAH SAKIT HUSADA

Nama Mahasiswa : Nendi Feby Valentina Tanda Tangan :

NIM : 406162066 Tanggal :

Pembimbing : Dr. Suijanta Kartadinata SpB (KBD)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny M Agama : Katolik

Umur : 32 tahun Suku Bangsa : Betawi

Jenis kelamin : Perempuan St. Pernikahan : Menikah

Alamat : Diketahui Tgl / Jam Masuk RS : 9 Juli 2017 /


Jam 15.00

Pekerjaan : Wiraswata

I. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesa tanggal 10 Juli 2017 jam 07.00 WIB

1. Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas


2. Keluhan Tambahan : Mual, Muntah, demam
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dirawat dirumah di rumah sakit husada dengan keluhan nyeri perut kanan
atas, nyeri dirasakan sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan tiba-tiba setelah makan
makanan yang digoreng lalu nyeri menetap dengan intensitas berat selama ± 1-3 jam
kemudian menghilang perlahan-lahan. Selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri
dirasakan menjalar ke ulu hati dan sampai menembus ke punggung kanan. Nyeri
dirasakan bertambah apabila pasien menarik napas dalam. Sesak dan nyeri dada
disangkal. 1 bulan yang lalu pasien pernah mengalami hal serupa dan telah
melakukan USG dengan hasil terdapat batu di kandung empedu. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah sejak 1 hari SMRS. Pasien muntah 2 kali, isi
makanan, darah (-). Setiap kali makan pasien mengaku sering merasa mual. Nafsu
makan menjadi menurun semenjak sakit.
Pasien juga mengatakan mengalami demam sejak 1 hari SMRS. Demam dirasakan
terus menerus, naik-turun, dan tidak disertai menggigil. Demam turun jika diberi
obat penurun panas. Pasien mengaku memiliki kolesterol yang tinggi sejak 3 bulan
yang lalu dan tidak minum obat.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan serupa 1 bulan lalu tetapi sembuh
dengan minum antasid. Pasien juga tidak menderita hipertensi, diabetes mellitus,
asma, alergi obat, ataupun keganasan.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. Keluarga
pasien juga tidak ada yang menderita hipertensi, diabetes, asma, alergi obat, ataupun
keganasan.

II. STATUS PRAESENS


Diperiksa pada tanggal 10 Juli 2017, Jam 07.10 WIB
1. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4, M6, V5)
Tanda Vital : Tekanan Darah : 110 / 70 mmHg
Denyut Nadi : 85 x/menit
Suhu : 36,8◦ C
Laju Pernapasan : 20 x/menit
Keadaan Gizi : Berat Badan : 54 kg

Tinggi Badan : 157 cm

IMT : 21,9  Normal (menurut kriteria


IMT Asia Pasifik)

Pemeriksaan Sistem

Kepala : Bentuk dan ukuran normal, tidak teraba massa atau benjolan; kulit kepala
tidak ada kelainan, rambut berwarna hitam dan terdistribusi merata serta tidak mudah
dicabut.

Mata : Palpebra superior et inferior , dextra et sinistra tidak tampak edema /


cekung; konjungtiva anemis (-/-); sklera ikterik (-/-); pupil bulat, isokor, diameter ± 3
mm, refleks cahaya (+/+), kornea jernih.

Telinga : Bentuk normal, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-),
KGB pre aurikuler dan retro-aurikuler dextra et sinistra tidak teraba membesar, liang
telinga dextra et sinistra lapang, tidak ada sekret ataupun serumen.

Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada regaden,
mukosa tidak hiperemis, nyeri tekan sinus paranasal (-)

Mulut : Tidak ada perioral sianosis, tonsil T1-T1, mukosa hiperemis (-), caries (-
), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-)

Leher : Trakea ditengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB


submandibula dan servikal dextra et sinistra tidak teraba membesar.

Thorax :

Paru : Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam diam dan pergerakan napas, tidak
ada retraksi dinding dada maupun otot pernapasan

Palpasi : Stem fremitus kanan-kiri depan belakang sama kuat

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru, batas paru – hepar di ICS VI MCL Dextra

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)


Jantung :

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra

Perkusi : Redup

Batas jantung kanan : midsternum

Batas jantung kiri : ICS III PSL sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : (Lihat status lokalis bedah)

Ekstremitas dan Tulang Belakang :

Akral teraba hangat, Capillary refill time < 2 detik, tidak tampak edema pada lengan
maupun tungkai kanan/kiri

Tidak tampak skoliosis, kifosis, lordosis

Genitalia eksterna : Vulva tidak hiperemis dan tidak teraba benjolan.

Rectal Touche : Tidak dilakukan karena pasien menolak

Kulit : Turgor kulit baik, ikterik (-), tidak tampak kelainan

Kelenjar getah bening : Tidak teraba membesar

2. Status Lokalis Bedah Regio Abdomen


- Inspeksi : Tampak datar, simetris, tidak tampak massa / benjolan, jaringan
parut (-), caput medusa (-),
- Auskultasi : Bising usus normal 12 kali / menit
- Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketok CVA (-/-)
- Palpasi : Nyeri tekan (+) di epigatrik dan hipokondrium dextra , Murphy
sign (+), distensi abdomen (-), defense muscular (-), Nyeri tekan mac burney (-),
rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator sign (-), Hepar / Lien / Ren : tidak
teraba

III. Pemeriksaan Khusus Lain

USG Abdomen tanggal 10 Juli 2017

Kesan : multiple kolelitiasis diameter batu 0,5 cm dengan kolesistitis.


Duktus biliaris intrahepatic tidak melebar. Duktus biliaris comunis melebar
ringan dengan diameter 0,62 cm. pancreas hipoekoik dengan penebalan ringan
di kaput (suspek pankreatitis) tidak tampak fluid collection di sekitar
pancreas. Parenkim pancreas hipoekoik homogeny (tidak tampak nekrotik).

EKG pada tanggal 9 Juli 2017 : Dalam batas normal.

IV. Laboratorium

Lab darah 9 Juli 2017

Darah Lengkap Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hb 11,2 g/dL 11,7 – 15,5

Ht 32 % 35 – 47

Jumlah Leukosit 6,8 103 / µL 3,6 – 11,0

Jumlah Trombosit 399 Ribu / µL 150 – 450

MCV 84 fL 80 – 100

MCH 30 pg/mL 28 – 33

MCHC 35 g/dL 32 – 36

Eritrosit 4,43 Juta/ µL 4,20 – 5,40


Hemostasis Hasil Satuan Nilai Rujukan

PT (pasien) 9,7 Detik 9,0-12,1


PT (kontrol) 10 Detik
aPTT (Pasien) 37,5 Detik 31,0-47,0
aPTT (Kontrol) 37 Detik

Kimia klinik Hasil Satuan Nilai Rujukan

Bilirubin total 3,02* 0,3-1,2


Bilirubin 2,72* 0-0,2
SGOT 161* <34
SGPT 93* <49
Gama GT 188* 5-39
Amylase 2928* 15-53
Lipase 3618* 6-51
GDS 118 70-200
Ureum darah 7* 19-49
Kreatinin darah 0,56* 0,6-1,1
eGFR 125,5 78-116
K 3,3 3,1-5
Na 138 136-146
Ca 8,1 8,3-10,6

V. Resume
Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 21 tahun yang dirawat di RS
Husada, dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri dirasakan sejak 1 hari SMRS.
Nyeri dirasakan tiba-tiba dan menetap dengan intensitas berat selama ± 1-3 jam
kemudian menghilang perlahan-lahan. Selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri
dirasakan menjalar ke ulu hati dan sampai menembus ke punggung kanan. Nyeri
dirasakan bertambah apabila pasien menarik napas dalam. Sesak dan nyeri dada
disangkal. 1 bulan yang lalu pasien pernah mengalami hal serupa dan telah
melakukan USG dengan hasil terdapat batu di kandung empedu.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak 1hari SMRS . Pasien muntah 2
kali, isi makanan, darah (-). Setiap kali makan pasien mengaku sering merasa mual.
Nafsu makan menjadi menurun semenjak sakit.
Pasien juga mengatakan mengalami demam sejak 1 hari SMRS. Demam dirasakan
terus menerus, naik-turun, dan tidak disertai menggigil. Demam turun jika diberi
obat penurun panas.
Pasien mengaku memiliki kolesterol yang tinggi sejak 3 bulan yang lalu dan tidak
minum obat. Riwayat mata maupun kulit kuning disangkal

PF :
Sklera ikterik -/-
Inspeksi :Tampak datar, simetris, tidak tampak massa / benjolan, jaringan parut (-
), caput medusa (-),
Auskultasi : Bising usus normal 12 kali / menit
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) di epigastrik dan hipokondrium dextra , Murphy sign (+)
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium kimia klinik didapatkan peningkatan
Bilirubin total, Bilirubin, SGOT, SGPT, Gama GT, Amylase, Lipase, Ureum
darah dan Kreatinin darah
Dari pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesan : multiple kolelitiasis diameter
batu 0,5 cm dengan kolesistitis. Duktus biliaris intrahepatic tidak melebar. CBD
melebar ringan dengan diameter 0,62 cm. pancreas hipoekoik dengan penebalan
ringan di kaput (suspek pankreatitis) tidak tampak fluid collection di sekitar
pancreas. Parenkim pancreas hipoekoik homogeny (tidak tampak nekrotik).

VI. Diagnosis Kerja


Kolelitiasis dengan kolesistitis kronik
VII. Diagnosa Banding
Koledokolitiasis
Kolesistolitiasis
Karsinoma kandung emedu
Karsinoma saluran empedu
VIII. Pemeriksaan Anjuran
USG abdomen
IX. Pengobatan
Open kolesistektomi tanggal 14-7-2017 pukul 09.00 – 11.30
Laporan operasi :
1. Pasien dalam posisi supinasi, dilakukan anestesi umum
2. Asepsis dan antisepsis lapangan operasi dan sekitarnya
3. Insisi chevron kulit, aponeurosis sampai dengan peritoneum
4. Tampak gall bladder contructed, dinding menebal
5. Dilakukan top-down, liver bed dibebaskan
6. Identifikasi duktus sistikus
7. Eksplorasi CBD transcystic = kesan tidak ada batu diameter kurang lebih
1 cm
8. Dilakukan spooling proximal & distal  tembus ke duodenum
9. Batu di gall bladder 4 buah berwarna kuning
10. Perdarahan dirawat
11. Luka oprasi ditutup lapis demi lapis

Medikamentosa :

1. IVFD 6 kolf RL 20 tpm


2. 3x1 gram cetoprazole sulbactam IV
3. 2x8mg ondasentron IV
4. 3x30 mg Renopain IV

Hasil Pemeriksaan PA

Makroskopik : kantung empedu ukuran 5 cm x 3 cm warna putih


Mikroskopik : sediaan menunjukkan jaringan kandung empedu dengan mukosa
dilapisi epitel torak selapis yang sebagian korosif. Lamina propria persebukan radang
kronik. Pembuluh darah sebagian kurang aktif, berdilatasi / dengan penebalan
dinding. Tidak ada tanda ganas

kesimpulan : histologi sesuai dengan kolesistitis kronis

X. Prognosis
 Ad Vitam : Bonam
 Ad Functionam : Bonam
 Ad Sanationam : Bonam
PEMBAHASAN UMUM

Definisi
Cholelithiasis atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam
kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis).
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki
ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada
individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor
resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu.

Gambar 2.1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2007)

—-
2.2 Anatomi
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya
sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan
dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.
Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk
bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.
Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus
dan collum dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica
kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri
yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

Gambar 2.1. Gambaran anatomi kandung


empedu (Emedicine, 2007
2.3 Fisiologi Saluran Empedu
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica
fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini,
mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan.
Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga
mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan
ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian
keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus
biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung
empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum
disalurkan ke duodenum.
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian
masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot
polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu
dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal
yaitu:
a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini
yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
b) Neurogen:
 Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan
lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari
kandung empedu.
 Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan
mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu
lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal
memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

Komposisi Cairan Empedu


Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu

Air 97,5 gm % 95 gm %

Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %

Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %

Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %

Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %

Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %

Elektrolit - -

a. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu :
Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah:
o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam
makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-
partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang
larut dalam lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu
dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya
akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu
tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah
tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan
terganggu.
b. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme
bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera
berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin.
Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide.
Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka
bilirubin yang terbentuk sangat banyak.

2.8 Patofisiologi
2.8.1 Patogenesis Bentukan Batu Empedu
Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar yang
terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai
berikut:
a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai:
 Batu Kolesterol Murni
 Batu Kombinasi
 Batu Campuran (Mixed Stone)
b) Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya
paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai:
 Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium
 Batu pigmen murni
c) Batu empedu lain yang jarang
Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi:
 Batu Kolesterol
 Batu Campuran (Mixed Stone)
 Batu Pigmen.

 Batu Kolesterol
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak
larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle
yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan
menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio
kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 :
20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif
tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan
mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:
 Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan
lecithin jauh lebih banyak.
 Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi
supersaturasi.
 Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).
 Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
 Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan
ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi
enterohepatik).
 Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar
chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan
batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain
menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.
b. Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu
heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang
lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol
sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.
c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa
berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung
empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk
akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu
lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti
batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan,
pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal
vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik.
Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat
kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar.

 Batu bilirubin/Batu pigmen


Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok:
a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:


a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit
yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan
infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi
unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b
glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal
cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja
glukuronidase.
b. Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh
bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55
% batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris
lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah
dari cacing tambang.
2.8.2 Patofisiologi Umum
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu
empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu
yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah
keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam
menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh
substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus
untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian
lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu.
Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi
pembentukan batu empedu empedu.

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/


menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu
terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.
Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel,
bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu
dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis
akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat
sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi
kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi
dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap
asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus
juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit
saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.

2.6 Manifestasi Klinis


Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari
yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.
Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier
yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula
disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy
positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan
(bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran
empedu ekstra hepatic.
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini
berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik
bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60
menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke
abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina
pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum
pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi
yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis,
koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik
dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit
penanganannya dan dapat berakibat fatal.
Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini
timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut.
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering
mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan
fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis,
panleneatitis dan kolongitis.
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus
(koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu
(koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit
diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata.
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan
gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut
dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap
berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi
penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

Gambar 4: Manifestasi klinis yang umum terjadi


2.9 Diagnosis
2.9.1 Anamnesis
Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu: asimptomatik (adanya batu empedu
tanpa gejala), simptomatik (kolik bilier), dan kompleks ( menyebabkan kolesistitis,
koledokolitiasis, serta kolangitis). Sekitar 60-80 % kolelitiasis adalah asimptomatik.1

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis. Keluhan yang


mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari
15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan
perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai
mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang
setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah
pada waktu menarik nafas dalam.

2.9.2 Pemeriksaan Fisik


 Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,
empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri
tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda
Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas
panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

 Batu saluran empedu


Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba
hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3
mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat,
akan timbul ikterus klinis.
2.9.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum
akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap
kali terjadi serangan akut.

b. Pemeriksaan radiologis
TEKNIK IMAGING

Pada foto polos abdomen dapat dilihat gas atau kalsium didalam traktus biliaris. Kira-kira
10-15% batu kantung empedu mengapur (kalsifikasi) dan dapat diidentifikasi sebagai batu
kandung empedu pada foto polos. Mungkin pula penimbunan kalsium di dalam kandung empedu
yang mirip bahan kontras. Kadang-kadang dinding kandung empedu mengapur (kalsifikasi) yang
disebut porcelain gallbladder, yang penting sebab dari hubungan kelainan ini dengan karsinoma
kandung empedu.

Gas dapat terlihat dipusat kandung empedu gambaran berbentuk segitiga (mercedez-ben
sign), gas didalam duktus biliaris menyatakan secara tidak langsung hubungan abnormal anatara
gas kandung empedu atau duktus choledochus. Ini dapat disebabkan oleh penetrasi ulkus duedeni
ke dalam traktus biliaris atau erosi batu kedalam lambung, duodenum atau kolon. Gas kadang-
kadang terlihat didalam duktus sebagai manifestasi cholangitis disebabkan oleh organisme
pembentuk gas. Gas di dalam kandung empedu dan dindingnya (emphysematous cholecystitis)
adalah manifestasi dari infeksi serupa dan biasanya timbul pada diabetes, sekunder terhadap
kemacetan dari arteri kistik disebabkan diabetic angiopathy.
Gas didalam vena porta, tampak perifer di dalam hepar, menyatakan secara tidak
langsung usus necrosis tetapi itu dapat terjadi dengan cholecystitis hebat.

Kolesistografi oral ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu dan banyak diadakan
perubahan kontras nontoxic iodinated organic compound diberikan oral yang diserap didalam
usus kecil, diekskresi oleh hati dan dipekatkan di dalam empedu memberikan kesempatan untuk
menemukan batu kandung empedu yang tidak mengapur sebelum operasi. Dapat pula dideteksi
kelainan intra abdominal lain dari kandung empedu.

Kolesistografi intra vena dikerjakan sebagai pengganti kolesistografi oral. Bahan kontras
di pergunakan adalah iodipamide (biligrafin yang mengandung iodine 50%). Ultrasonografi
kandung empedu (GB-US) telah membuat suatu pengaruh yang hebat pada diagnosa traktus
biliaris. Ini telah menggantikan kolesistografi oral sebagai cara imaging utama karena ini
menawarkan bermacam-macam keuntungan. Tidak mempergunakan sinar x, tidak perlu menelan
kontras.

Kemampuan untuk menentukan ukuran duktus biliaris dan untuk mengevaluasi parenkim
hepar dan pankreas sangat menguntungkan sekali. Seorang ultrasonografer yang mempunyai
skill diperlukan untuk mendapatkan hasil yang optimum. Ultrasonografer memperlihatkan
patologi anatomi dari pada patophysiology, kolesistografi oral memperlihatkan kedua-duanya.
Sebab banyak orang yang mempunyai batu kandung empedu asimptomatik. Ada suatu derajat
tertentu agar batu tampak pada ultrasonografi kandung empedu adalah pasien mengeluh.
Ultrasonografi kandung empedu dapat mendeteksi batu kecil dari pada kolesistografioral.
Ultrasonografi dapat pula untuk menemukan masa intra luminal selain dari pada batu, seperti
adenoma, polip kolestrol dan karsinoma kandung empedu. Kolesistografi telah berkembang
sebagai studi dinamik dari patologi fisiologi dari sistem biliaris. Injeksi intravena dari technitium
labeled imminodiacetic acid compounds memberikan imaging segera dari kandung empedu dan
radioaktivitas dapat diikuti ke dalam duodenum.

Kolelitiasis

Batu empedu akan terlihat sebagai gambaran hiperekoik yang bebas pada kandung empedu serta
khas membentuk bayangan akustik dibawahnya. Batu yang kecil dan tipis kadang-kadang tidak
memperlihatkan bayangan akustik. Pada keadaan yang meragukan perubahan posisi penderita,
misalnya duduk, sangat membantu.

Kolesistitis akut

Tanda utama pada kolesistitis akut ialah sering ditemukan batu, penebalan dinding kandung
empedu, hidrops dan kadang-kadang terlihat eko cairan di sekelilingnya yang menandakan
adanya perikolesistitis atau perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transuder
yang dikenal sebagai morgan sign positif atau positif transuder sign.

Kolesistitis kronik

Kandung empedu sering tidak atau sukar terlihat. Dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan
lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistitis kronik lanjut dimana kandung empedu
sudah mengisut (contracted gallblader). Kadang-kadang terlihat hanya eko batunya saja yang
terlihat pada fossa vessika felea.

Saluran empedu

Pada penderita-penderita yang diduga dengan obstruksi saluran empedu, USG merupakan
pemeriksaan pertama dari serangkaian prosedur pencitraan. Saluran empedu intra hepatik akan
mudah dilihat bila terjadi pelebaran karena selaluberjalan periportal anterior. Hal ini menjadi
sangat penting karena pelebaran saluran empedu ini kadang-kadang sudah terlihat sebelum
bilirubin darah meningkat.

Bila kita ragu-ragu apakah suatu duktus koledukus melebar arau tidak, maka pemeriksaan
dilakukan setelah penderita diberi makan lemak lebih dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus
koledukus, maka setelah fatty meal tersebut akan terlihat lebih lebar, sedangkan pelebaran
fisiologik, misalnya pada usia tua, diman elastisitas dinding saluran sudah berkurang, maka
diameternya akan menjadi lebih kecil.

Pada dasarnya lebar saluran empedu sangat bergantung pada berat atau tidaknya obstruksi yang
terjadi. Pada penderita-penderita yang mengalami obstruksi sebagian (partial obstruction) baik
disebabkan oleh duktus koledukus, tumor papila vateri ataukolangitis sklerosis, kadang-kadang
tidak memperlihatkan pelebaran saluran empedu sama sekali, tetapi mungkin saja dijumpai
pelebaran yang berkala.
Pada setiap pelebaran duktus koledukus, pemeriksaan terhadap kaput pankreas dan duktus
pankreatikus wirsungi adalah sangat membantu dalam menentukan lokasi sumbatantersebut

Pada umumnya terhadap penderita-penderita dengan ikterus yang tidak ditemukan adanya
saluran empedu yang melebar, maka dugaan kita beralih kepada kelainan-kelainan parenkim hati
misalnya pada sirosis hati, hepatitis, maupun metastasis, yang pada umumnya dapat dibedakan
dari parenkim hati normal.

Ringkasan dibawah ini akan sangat membantu dalam mempelajari sistem traktus biliaris. Pada
saat ini kegunaan utama USG dalam pemeriksaan saluran empedu adalah untuk menentukan
ikterus, apakah berasal dari kelainan hepatoseluler atau karena obstruksi saluran empedu. Namun
demikian sampai saat ini belum ada zat kontras yang dapat digunakan seperti halnya pada
kolesistografi. Didalam parenkim hati, kita harus dapat membedakan pelebaran saluran empedu
dari vena hepatika serta vena porta.

Pelebaran saluran empedu

Merupakan tabung (tubukus) yang anekoik (cairan) dengan dinding hiperekoik yang berkelok-
kelok dan sering berlobulasi. Kadang-kadang berkonfluensi membentuk gambaran stellata yang
tidak terdapat pada vena portae. Pada dinding bawah bagian posteriornya mengalami penguatan
akustik (acoustic enhancement)

Kadang-kadang dijumpai suatu keadaan dimana lokasi obstruksi traktus biliaris sangat sukar
dideteksi, maka pemeriksaan lanjutan seperti kolongiografi transhepatik (PTC) atau retrograd
endoskopik kolangiopankreatikografi (ERCP) sangat diperlukan.

Kekurangan pengisian kandung empedu menunjukkan adanya obstruksi duktus sistikus dan
tanda-tanda kolesistitis akuta.

Kolesskintigrafi salah satu prosdur yang dapat mendeteksi obstruksi duktus biliaris
sebelum dilatasi duktus timbul dan dapat dilihat dengang ultrasounografi. Berguna untuk
mendeteksi atresia biliaris pada neonatus dan kebocoran empedu oleh berbagai penyebab.

Endoscopy Retrograde Cholangiography (ERC) memberi injeksi langsung duktus


koledokus dengan bahan kontras. Ini nilai spesial dalam mendeteksi batu di dalam duktus
koledokus dan radang serta kelainan neoplastik duktus. Papilotomi, biopsi, mencari keterangan
batu dari duktus biliaris, striktura dilatasi dan penempatan nasobiliari stent untuk membebaskan
obstruksi semua mungkin dengan ERCP “ Percutaneus Transhepatic Cholangiography”
dilakukan dengan penyuntikan bahan kontras dibawah fluroscopy melalui jarum sempit, gauge
berada di dalam parenkim hati.ini penting, sama alasannya dengan ERC dan keuntungannya
memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle biopsy).
Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage stents dpat
dikerjakan secara percutan.

Computed tomography (CT): CT tidak begitu bernilai dalam mengevaluasi kandung


empedu dan sistem duktus dari pada metoda yang lain, tetapi berguna pada studi neoplasma
parenkim hati. Dalam penentuan gas di dalam vena porta lebih sensitif dari pada foto polos. CT
sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi dan menentukan komposisi batu.

Anda mungkin juga menyukai