Anda di halaman 1dari 16

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI
FORMULASI SEDIAAN STERIL
SEMESTER VI-2018/2019

Zat Aktif : Natrii Thiosulfat


Bentuk Sediaan : Injection
Jumlah Sediaan : 2 ampul / 5 ml
Dosis Penggunaan : 50 mg / 0,5 ml

I. Formulasi
Setiap 5 ml mengandung:
Natrii Thiosulfat 10 %
Obat suntik dalam ampul 5 ml

Formulasi usulan yang dibuat :


R/ Natrii Thiosulfat 100 mg
Dinatrii Hydrogen Phospat 9 mg
Natrii Dihydrogen Phospat 0,04 gr
Aqua pro injection ad 1 ml
(Anonim, 1978)

II. Kegunaan Dalam Fromula


Tabel 2.1 Kegunaan Dalam Formula (British Pharmacopeia, 2009)
Zat Kegunaan
Natrii Thiosulfat Zat Aktif
Dinatrii Hydrogen Phospat Pendapar
Natrii Dihidrogen Phospat Pendapar
Aqua Pro Injeksi Pembawa

III. Alasan Pemilihan Formula


Natrium thiosulfat sebagai zat aktif yang digunakan untuk mengobati
keracunan sianida. Sedangkan natrium dihidrogen fosfat dan dinatrium hidrogen
fosfat berfungsi sebagai larutan dapar. Untuk menjaga kestabilan pH dari sediaan
injeksi ini, supaya tidak menyebabkan kerusakan zat aktif, kemudian sebagai
pembawa sediaan intra vena, alasan pemilihannya karena air yang steril untuk
injeksi pada temperature ekstrim atau tinggi akan mencegah terjadinya reaksi
pirogen dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme selain itu di
gunakan untuk melarutkan zat aktif dan zat-zat tambahan.

IV. Monografi
4.1 Zat Aktif
4.1.1 Natrium Thiosulfat
Rumus Molekul : Na2S2O3.5H2O
Berat Molekul : 248,17

Pemerian : Hablur besar, tidak berwarna


atau serbuk hablur kasar.
Mengkilap dalam udara
lembab dan mekar dalam
udara kering [ada suhu lebih
dari 33o. Larutannya netral
Kelarutan atau basa lemah terhadap
lakmus. Sangat mudah larut
dalam air, tidak larut dalam
etanol
pH : 8 - 9,5
OTT : Terhadap garam - garam logam
berat dan oksidator.
Stabilitas : -
Kegunaan : Antidotum
Dosis : 100 mg / 5 ml secara
Intramuskular.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik,
tidak tembus cahaya.

4.2 Zat Tambahan


4.2.1 Natrium Dihidrogen Fosfat
Rumus Molekul : NaH2PO4
Berat Molekul : -
Pemerian : Tidak berbau,tidak berwarna
atau putih, kristal agak
meluncur. Bentuk anhidrat
berbentuk bubuk kristal putih
atau butiran.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak
sukar larut dalam etanol 95%
pH : 9,0 - 9,5
OTT : Inkompatibel dengan basa dan
karbonat, tidak dicampurkan
dengan alumunium, kalsium,
magnesium atau garam akan
mengikat fosfat dan dapat
merusak penyerapan pada
saluran pencernaan.
Stabilitas : Secara kimiawi stabil, meskipun
agak melumer. Pada pemanasan
pada 100oC dihidrat kehilangan
semua air kristalisasi, terjadi
dekomposisi pada suhu 205oC.
Kegunaan : Larutan dapar. (Rowe, 2009)

4.2.2 Dinatrium Hidrogen Fosfat


Rumus Molekul : Na2HPO4
Berat Molekul : 141,96
Pemerian : Kristal putih, tidak berwarna,
larutannya alkali, tidak berbau.
Kelarutan : 1 gram dalam 4 ml air, 1 gram
dalam 5 ml air, dan praktis tidak
larut etanol.
pH : 9 – 9,2
OTT : Alkaloid antipirin, kloralhidrat,
asetat, pirogalol, resorsinol,
striknin, Ca.glukonat
Stabilitas : Anhidratnya higroskopis. Pada
pemanasan 100oC kehilangan air
kristalnya. Pada suhu 400oC
berubah menjadi pirofosfat.
Kegunaan : Larutan Dapar. (Rowe, 2009)

4.2.3 Aqua pro Injection


Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa
Stabilitas : Air stabil dalam setiap keadaan
(es, cairan, uap panas)
OTT/Inkompatibilitas : Dalam sediaan farmasi, air dapat
bereaksi dengan obat dan zat
tambahan lainnya yang mudah
terhidrolisis (mudah terurai dengan
adanya air atau kelembaban).
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat,
(Anonim,1995)
V. Perhitungan dan Penimbangan Bahan
5.1 Perhitungan Tonisitas
Tabel 5.1 Perhitungan Tonisitas
Perhitungan
Zat C ΔTb ΔTb.C
konsentrasi
Natrium 0,1 g/ml
10 % ΔTb= 0,181 1,81
thiosulfat =10g/100ml
0,0004 g/ml
NaH2PO4 0,04 % ΔTb= 0,202 0,00808
= 0,04 g / 100 ml
0,009 g/ml
Na2HPO4 0,9 % ΔTb= 0,126 0,1134
=0,9 g/ 100 ml

W = 0,52 - (ΔTb1.C1 + ΔTb2.C2 + ΔTb3.C3 )


0,576

W = 0,52 - (1,81 + 0,00808 + 0,1134 )


0,576
W = 0,52 – 1,93148 gram
0,576
= -2,45

Tonisitas sebenarnya = 0,9 – (-2, 45 )


= 0,9 + 2,45 = 3,35 ( Hipertonis )

Jadi, tonisitas larutan yang dibuat adalah Hipertonis

V.2. Perhitungan volume sediaan yang telah dilebihkan

Volume yang dibuat = (n + 2) C + 2 ml


= (2+2) 5,3 + 2 ml
= 23,2 ml ~ 25 ml
Jadi, jumlah volume sediaan yang dibuat adalah sebanyak 25 ml

V.3. Penimbangan Bahan


Tabel 5.2 Penimbangan Bahan
Satuan Dasar Volume Produksi 1 batch
Bahan
1 ml 2 Ampul / 25 ml
Natrium 100 mg 2,5 g
Thiosulfat
Na2HPO4 9 mg 225 mg
0,4 mg 10 mg
NaH2PO4
Aqua pro Ad 1 ml Ad 25 ml
Injection

VI. Alat dan Bahan


6.1 Alat
Alat yang digunakan yaitu ampul, beaker glass, corong, kerta saring,
kaca arloji, suntikan, HEPA filter, kertas saring, spatel logam, batang
pengaduk, autoclaf, alat las, neraca analitik, kompor.
6.2 Bahan
Bahan yang di gunakan yaitu natrium thiosulfat, dinatrium hidrogen
fosfat, natrium dihidrogen fosfat, aqua pro injection.

VII. Metode Sterilisasi


7.1 Sterilisasi Alat
Tabel 7.1 Sterilisasi Alat
Alat Sterilisasi Waktu
Beaker Glass, Oven 170 oC 30 menit
ampul
Corong, kertas Autoklaf 115 - 116 oC 30 menit
saring
Kaca arloji Api Langsung 20 detik
Spatel logam Api Langsung 20 detik
Batang pengaduk Api Langsung 20 detik

7.2 Sterilisasi Obat


Sediaan menggunakan metode pemanasan dalam autoklaf (Sterilisasi
A). Sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang tidak lebih
dari 100 ml. Sterilisasi dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 121 oC
dalam waktu 15 menit.

VIII. Prosedur
8.1 Prosedur Pembuatan Sediaan
Menyiapkan alat dan bahan, menimbang semua bahan dengan
menggunakan timbangan analitik diatas kaca arloji, memanaskan Aqua Pro
Injection dalam beaker glass hingga suhu 70°C, kemudian dilarutkan
Na2HPO4 kedalam Aqua Pro Injection yang telah dipanaskan, dan dilarutkan
NaH2PO4 kedalam API yang telah dipanaskan, dicampurkan larutan
NaH2PO4 dan larutan Na2HPO4. Dilarutkan Natrium Thiosulfat dalam Aqua
Pro Injection yang telah dipanaskan. Dimasukkan larutan NaH2PO4 dan
larutan Na2HPO4 kedalam larutan Natrium Thiosulfat, aduk sampai
homogen, dilakukan pengecekan pH pada larutan dalam rentang pH 8,0
sampai 9,5. Dimasukkan Aqua Pro Injection ad 25 ml, aduk sampai
homogen. Saring pertama dengan kertas saring lalu dilanjutkan dengan
HEPA filter, dimasukkan 5,5 ml pada setiap ampul, kemudian dilakukan
pengelasan ampul. Sterilisasi dengan autoclaf 121°C selama 15 menit,
melakukan evaluasi yang meliputi kejernihan, penampilan fisik wadah,
kebocoran ampul, jumlah sediaan, keseragaman volume, dan kemas.

8.2 Prosedur Evaluasi Sediaan


8.2.1 Evaluasi Fisik
a. Penetapan pH
pH larutan akhir diukur dengan menggunakan alat pH
eletronik atau dengan kertas pH sederhana. Kemudian pH yang
terukur dapat dibandingkan dengan nilai yang telah ditentukan
sebagai indikator sediaan produk yang tepat dan keadaan
biologis serta keadaan fisik yang diharapkan (Buchanan,
2009).
b. Bahan partikulat dalam injeksi
Campur isi wadah dengan membolak balikkan 25 kali
dalam waktu 10 detik, lalu buka dan kumpulkan isi dari tidak
kurang 10 wadah hingga memperoleh volume tidak kurang
dari 20 ml atau diamkan selama 2 menit, aduk perlahan lahan
menggunakan tangan atau mekanik. Ambil 3 bagian berturut-
turut, tiap bagian tidak kurang dari 5 ml. Buang contoh
pengambilan pertama. Syarat jumlah partikel/mL:
25 um : < 1000
> 10 um : < 10000
>50 um : Negatif (Anonim, 1995)
c. Penetapan volume injeksi dalam wadah
Diukurnya volume tidak kurang dari volume yang tertera
pada wadah bila diuji satu per satu, atau bila volume wadah 1
ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang
tertera pada etiket bila digabungkan.

Tabel 8.1 Kelebihan Volume yang Dianjurkan (Anonim, 2014)

Volume yang Kelebihan volume yang dianjurkan


tertera pada
penandaan Cairan encer Cairan kental

0,10 0,12
0,5
1 0,10 0,15
2 0,15 0,25
5 0,30 0,50
10 0,50 0,70
20 0,60 0,90
30 0,80 1,20
50 atau lebih 2% 3 %

d. Keseragaman Sediaan
Sediaan dipindahkan dari ampul ke dalam gelas ukur dan
dilakukan pengamatan volume yang terpindahkan. Syaratnya
rata-rata tidak kurang dari 100% dan tidak satupun kurang dari
95 %. (Anonim, 1995)
e. Uji kebocoran
Ampul dibenamkan dalam larutan yang diberi zat warna
(biasanya 0,5 - 1,0 % metilen biru). Diberikan tekanan
atmosfer menyebabkan zat warna mempenetrasi kedalam
lubang, dapat dilihat setelah bagian luar ampul dicuci untuk
membersihkan zat warnanya. ( Agus, 2012 )
f. Uji kejernihan dan warna
Uji kejernihan dilakukan dengan metode visual dan
metode instrumental. Metode visual dilakukan dengan
membandingkan larutan uji dengan larutan suspensi padanan
yang dibuat segar. Kedua larutan dibandingkan dibawah
cahaya yang terdifusi 5 menit setelah pembuatan suspensi
padanan dengaan tegak lurus kearah bawah tabung
menggunakan latar belakang berwarna hitam sehingga
suspensi padanan 1 dapat dibedakan dari air dan suspensi
padanan II dapat dibedakaan dari suspenssi padanan 1. Larutan
dianggaap jernih apabila sama dengan air atau larutan yang
digunakan dalam pengujian dengan kondisi yang
dipersyaratkan. Metode instrumental digunakan untuk
mengukur tingkat dari opalesen. Tingkat dari opelesen dapat
diterangkaan dengan pengukuraan menggunakan instrumental
dari cahaya yang diserap atau disebarkan pada jumlah
kepadatan optik submikroskopis yang tidak homogen dari
larutan opalesen dan suspensi. (Anonim, 2014)
IX. Data Pengamatan
Tabel 9.1 Hasil Evaluasi

Jenis Evaluasi Penilaian

Jernih
Kejernihan
Penampilan Fisik Wadah Cukup baik
Kebocoran Ampul 1 Ampul
Jumlah Sediaan 1 Ampul
Keseragaman Volume 1 Ampul

X. Pembahasan
Dalam pembuatan suatu produk parenteral pelarut atau pembawanya harus
tepat dan harus mengikuti prosedur aseptic. Pada proses pembuatan larutan
parenteral melarutkan bahan ± bahan yang diperlukan sesuai dengan CPOB atau
farmakope. Pada praktikum ini dilakukan pembuatan injeksi dengan
menggunakan zat aktif Natrii Thiosulfat. Natrii Thiosulfat merupakan garam yang
dapat diberikan secara empiris pada orang yang keracunan sianida. Zat ini juga
stabil dalam larutan pembawa air karena dengan pertimbangan Natrii Thiosulfas
sangat mudah larut. Dalam pembuatan ini, dilakukan dengan metode terminal
sterilization atausterilisasi dimana proses sterilisasi tersebut dilakukan dalam
autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, dan diharapkan hasil yang diperoleh
memenuhi persyaratan evaluasi sediaan steril, yaitu kejernihan, penampilan fisik
wadah, kebocoran ampul, jumlah sediaan dan keseragaman volume.

Pada proses penimbangan bahan untuk sediaan injeksi. Bahan yang


digunakan harus dilebihkan sebanyak 5ml. halini bertujuan untuk mengantisipasi
terjadinya pengurangan volume bahan pada saat pembuatan sediaan, ataupun
penyaringan, selain itu juga dikhawatirkan adanya penguapan yang terjadi pada
waktu proses sterilisasi dimana menggunakan sterilisasi uap panas yang
menyebabkan volume dari sediaan berkurang. Bahan pembawa yang digunakan
adalah Aqua Pro Injection bebas CO2 dan O2 yang dibuat dengan penambahan
karbon aktif membunuh pirogen. Karbon aktif (adsorben) mampu memegang
molekul lain pada permukaannya dengan cara fisika ataupun kimia. Dengan
adanya CO2 dapat bereaksi dengan salah satu bahan obat dalam sediaan, dan bias
membentuk endapan. Hal ini yang mungkin dapat menyebabkan sediaan yang
dibuat terdapat endapan didalamnya, yaitu karna waktu pembuatan sediaan aqua
yang digunakan terlalu lama kontak dengan udaara sehingga CO2 dalam Aqua Pro
Injection akan bereaksi dengan zat aktif dari sediaan. Untuk menghilangkan CO2
pada Aqua Pro Injection maka dididihkan terlebih dahulu.

Dapar yang digunakan yaitu larutan kombinasi antara NA2HPO4 dan


NaH2PO4 fungsi dari penambahan dapar ini untuk menahan perubahan pH sediaan
supaya berada dalam rentang pH stabil dan apabila pH bergeser, pergeserannya
tidak jauh dari pH stabilnya. Selain itu larutan dapar dapat mengurangi rasa nyeri
yang ditimbulkan pada saat penyuntikan selain itu darah didalam tubuh kisaran
pH 7.35 sampai 7.45. Apabila pH sediaan injeksi diatas pH normal tubuh manusia
akan menyebabkan organ tubuh manusia menjadi rusak. Sehingga harus dijaga
kisaran pH nya dengan larutan penyangga. Dengan cara membuat pengenceran
NaH2PO4 ,dalam A.P.I (M1) kemudian lakukan kemudian larutkan Na2HPO4 dalam
larutan M1 (M2). Dalam gelas kimia yang berbeda Natrii Thiosulfat dilarutkan
dalam sebagian Aqua Pro Injection karena bahan pembawa untuk sediaan injeksi
adalah Aqua Pro Injection. Setelah terlarutkan maka masukan larutan M2 kedalam
larutan M3, kemudian aduk sampai homogen pengadukan bertujuan untuk
mempercepat proses homogenisasi campuran tersebut dan tumbukan antar
partikel akan semakin sering sehingga mempercepat proses homogenisasi.
Larutan ditambahkan Aqua Pro Injection ad 100 ml karena volume satuan dasar
adalah 10 ml dan volume yang akan diproduksi adalah untuk 2 vial maka dibuat
20 ml, tetapi karena dikhawatirkan adanya penguapan yang terjadi pada waktu
proses sterilisasi dimana menggunakan sterilisasi uap panas yang menyebabkan
volume dari sediaan berkurang maka setiap vial ditambahkan 5 ml sehingga
volume produksi yang dibuat adalah 100 ml, setelah mencampur zat aktif dengan
beberapa zat tambahan menjadi bentuk larutan kemudian kita menyaringnya
sampai jernih. Larutan disaring kemudian filtrate pertama dibuang penyaringan
menggunakan kertas saring fungsi dari penyaringan yaitu untuk menghilangkan
pirogen dan pengotor pada air suntik injeksi dan obat-obat injeksi, serta membuat
sediaan lebih jernih karena bebas dari partikel yang tidak bias lolos pada saat
penyaringan.Tujuan pembuangan filtrate pertama bertujuan untuk menghindari
adanya mikroorganisme atau partikel asing yang dapat lolos pada penyaringan
pertama sehingga filtrate pertama dibuang, setelah penyaringan, dipindahkan
larutan secepat mungkin dan sesedikit mungkin terjadi pemaparan mikroba dan
partikel kedalam wadah akhir, Larutan kemudian diisikan kedalam 2 vial masing-
masing sebanyak 10,5 ml. wadah yang digunakan harus dipilih secara teliti, yang
secara kimia tahan terhadap larutan yang akan dimasukan dan mempunyai
kualitas yang paling baik untuk memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah
dan kelupasnya wadah yang masuk kedalam larutan.

Wadah yang digunakan berupa wadah dosis tunggal yaitu vial tertutup.
Wadah terbuat dari gelas berleher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari
wadah. Wadah dosis tunggal hanya untuk penggunaan satu kali. Jenis gelas untuk
wadah sediaan parenteral ada 3 macam tetapi yang tahan akan zat kimia adalah
jenis 1, wadah yang digunakan harus berbahan kaca dikarenakan wadah dari botol
kaca tidak mempengaruhi proses sterilisasi sediaan obat yang akan dibuat. Setelah
semua proses selesai sediaan dimasukan kedalam otoklaf pada suhu 1210C selama
15 menit untuk mensterilkan sediaan agar bebas dari mikroorganisme asing.
Efektif untuk sebagian besar mikroorganisme. Sterilisasi yang digunakan adalah
sterilisasi menggunakan uap panas agar cepat proses sterilnya, panas dan tekanan
menghambat waktu sterilisasi tidak menyebabkan kekeringan atau gosong pada
media cair atau gel lebih evesien dari pada oven. Dimana prinsip kerja dari
autoklaf mensterilkan alat dan bahan dengan menggunakan tekanan uap optimum
untuk sterilisasi pada tekanan 15 Psi pada suhu 1210C, selanjutnya dilakukan
evaluasi.

Pada sediaan dilakukan evaluasi secara fisika diantaranya uji jumlah sediaan
untuk memastikan apakah jumlah sediaan yang dibuat benar jumlahnya sesuai
dengan perintah, berdasarkan data pengamatan hasil penampilan fisik wadah tidak
seragam dan mengalami kebocoran ampul hal ini dikarnakan metode yang
digunakan masih manual. Dan orang yang mengelas ampul berbeda sehingga
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga jumlah sediaan 1 ampul,
kemudian dilakukan uji kejernihan sediaan. Uji kejernihan ini artinya bebas dari
semua zat-zat yang bergerak, senyawa yang tidak larut, termasuk pada pengotor-
pengotor. Sediaan memenuhi persyaratan jika tidak ditemukan pengotor/kotoran
dalam larutan. Pada semua sediaan yang dibuat menunjukan kejernihan yang
bagus ketika disinari lampu dari samping, selanjutnya dilakukan uji keseragaman
volume. Uji ini dilakukan untuk mengetahui setiap ampul dari yang dibuat
memiliki volume yang seragam dengan ampul yang lainnya, karena pada tahap
awal volume yang dibuat telah di tentukan tiap ampulnya dengan volume yang
sama. Jika volume tidak seragam dikhawatirkan kadar zat aktif dalam sediaan
tidak sama. Hasil dari penetapan menunjukan bahwa volume pada setiap ampul
adalah seragam atau sama.

Persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah


kejernihan. Sediaan ini harus jenih. Semua sediaan parenteral harus steril karena
sediaan ini untuk di injeksikan atau disuntikan melalui kulit atau membran
mukosa kedalam kompartemen tubuh yang paling dalam yang secara langsung
berkontak dengan pembuluh darah. Dalam tubuh manusia, terdapat fungsi
penerapan konsep larutan penyangga misalnya pada cairan tubuh. Cairan tubuh ini
bias dalam cairan intrasel maupun cairan ekstrasel. Dimana sistem penyangga
utama dalam cairan intraselnya seperti H2PO4- dan HPO4- yang dapat bereaksi
dengan suatu asam dan basa. pH darah tubuh manusia antara 7,34 – 7,45. Kondisi
di mana pH darah kurang dari 7,35 disebut asidosis.

Factor – factor yang mempengaruhi terjadinya asidosis antara lain penyakit


jantung, penyakit ginjal, kencing manis, diare, yang terus-terusan. Sedangkan
kondisi dimana pH darah lebih dari 7,45 disebut alkalosis. Kondisi ini disebabkan
muntah yang hebat, hiperventilasi dimana kondisi ketika bernafas terlalu cepat
karena cemas atau histeris pada ketinggian.

XI. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, injeksi yang dibuat telah sesuai dengan


persyaratan pengujian yang tercantum pada Farmakope Indonesia Edisi IV dan
hasil uji yang di praktikumkan berupa 1 buah sediaan. Jernih, dan seragam.

XII. Kemasan
12.1 Kemasan Produk

12.2 Keterangan
12.2.1 Logo

12.2.2 Label
HARUS DENGAN RESEP DOKTER

12.2.3 Penjelasan yang terdapat pada kemasan dan brosur


produk
Penandaan : Obat Keras
Logo :
Keterangan : Obat keras adalah obat yang hanya
boleh diserahkan dengan resep
dokter, dimana pada bungkus
luarnya diberi tanda bulatan
dengan lingkaran hitam dengan
dasar merah yang didalamnya
terdapat huruf K yang menyentuh
garis tepi. Obat yang termasuk ke
dalam golongan obat keras ini
adalah obat yang dibungkus
sedemikian rupa yang digunakan
secara parenteral, juga dengan
suntikan
Indikasi : Parenteral yaitu digunakan sendirian
atau bersama dengan natrium nitrit
atau amil nitrit pada keracunan
sianida, dan mengurangi resiko
nefrotoksisitas terkait terapi
cisplatin. Dan topikal, yaitu
pengobatan tinea versicolor.
Aturan Pakai : Injeksi intravena
Pabrik farmasi : PT. ABC Farmaceutical
Peringatan : Bacalah Aturan Pemakaiannya
Hasil produksi : 1 ampul 5ml
Kemasan : Kemasan primer ampul kaca coklat
Kemasan sekunder dus kertas
No. Reg : DKL92421143A1

D : sediaan tersebut menggunakan nama dagang


K : golongan obat keras
L : jenis obat jadi lokal (dalam negeri)
92 : periode pendaftaran obat jadi
42 : no. urut pabrik di Indonesia
11 : no. urut obat jadi
43 : bentuk sediaan obat jadi
A : kekuatan obat jadi yang pertama disetujui
1 : kemasan pertama
12.2.4 Brosur Produk Injeksi

12.2.5 Etiket / Label

Innathios®

Natrium Thiosulfat 50 mg/mL


Larutan Injeksi Steril I.V
Netto: 5ml
PT. ABC Pharmaceutical

XIII. Distribusi Kerja Laporan


Tira Furi Astriyanti A 161 085 : Formula, kegunaan dalam formula,
alasan dalam pemilihan formula,
monografi dan daftar pustaka.
Yulia Saparina A 162 013 : Perhitungan tonisitas, penimbangan
bahan, prosedur kerja dan prosedur
evaluasi, data pengamatan, distribusi
kerja.
Siti N.Fanny H A 131 073 : Pembahasan, kesimpulan dan daftar
Mira Enmiliana A 131073 : Desain kemasan, brosur dan etiket,
finishing dan editing laporan.

Daftar Pustaka
Agus, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Padat (SFI-6). Institut Teknologi
Bandung: Bandung
Anonim. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta. 208
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta. 605, 112, 1089, 981-984.
Anonim, 2014. Farmakope Indonesia Edisi Kelima. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta. 1521, 1522, 1570.
Buchanan, Noonan, G. Et al. 2009. Sterilitas. The Science of The Total
Environment: Jakarta.
British Pharmacopeia Commision. 2009. British Pharmacopeia. The
Pharmaceutical Press: London.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI:
Jakarta.
Ditjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen Kesehatan RI :
Jakarta.

Martin. 1993. Dasar – Dasar Farmasi Fisika Dalam Ilmu Farmasetik. UI Pess:
Jakarta.
Rowe, R.C. et Al. 2006. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed. London:
The Pharmaceutical Press.
Rowe, R.C. et Al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed. The
Pharmaceutical Press: London. 627, 493
U.S Pharmacopeia. 2010. States Pharmacopeia and National Formulary. Rockville
: United States.

Anda mungkin juga menyukai