Makalah Model Medikal Keperawatan Jiwa
Makalah Model Medikal Keperawatan Jiwa
MAKALAH
KEPERAWATAN JIWA I
Di susun oleh :
KELOMPOK 7
NAMA KELOMPOK :
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT , karena atas berkat
rahmat dan kasihnya ,Sehinggga penyusun akhirnya dapat menyelesaikan makalah tentang
“Model Medikal ( Meyer, Kraeplin, Spitzer Dan Frances )”
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Jiwa I. Penyusun
menyadari masih banyak kekurangan dan hal-hal yang perlu ditambahkan pada tugas makalah
ini, Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis
harapkan dari para pembaca.
Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan makalah ini dan besar harapan penyusun, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan menambah pengetahuan tentang masalah kesehatan dan semoga
makalah ini sedikitnya dapat memberikan sumbangan ilmu yang dapat bermanfaat khususnya
bagi penyusun dan umumnya bagi para pembaca. Semoga makalah yang di sajikan ini dapat
sesuai dengan indikator yang di harapkan..
Penyususn
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................2
BAB I ..............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ..........................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
PENUTUP.....................................................................................................................................17
A. Kesimpulan........................................................................................................................17
B. Saran .................................................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu keperawatan, model konseptual dan teori merupakan aktivitas
berfikir yang tinggi. Model konseptual mengacu pada ide – ide global mengenai individu,
kelompok, situasi atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang spesifik (Potter &
Perry, 2005). Model konsep keperawatan digunakan dalam memberikan pengetahuan untuk
meningkatkan praktik, penuntun penelitian serta mengidentifikasi bidang dan tujuan dari praktik
keperawatan (Potter & Perry , 2005).
Pada umumnya, tenaga kesehatan khususnya tenaga kesehatan jiwa melakukan praktek
dalam kerangka model konseptual. Perawat jiwa dapat bekerja lebih efektif jika tindakan mereka
didasari pada suatu model yang mengenali adanya sehat atau sakit sebagai hasil dari berbagai
karakteristik individu yang berinteraksi dengan faktor lingkungan (Sundeen & Stuart , 1998)
Salah satu model konseptual dalam keperawatan jiwa adalah model medikal. Model
medikal ini fokusnya pada diagnosis penyakit mental dan proses pengobatan berdasarkan
diagnosis. Pada model ini, gangguan perilaku disebabkan oleh penyakit biologis. Gejala – gejala
yang timbul sebagai akibat dari kombinasi faktor – faktor fisiologik, genetik, lingkungan dan
sosial. Perilaku menyimpang berhubungan dengan toleransi pasien terhadap stres. Diagnosis
penyakit pada model ini dilandasi oleh kondisi yang ada dan informasi historis serta
pemeriksaan diagnostik. Pengobatan pada model medikal ini berupa terapi somatik dan
farmakologik selain berbagai teknik – teknik interpersonal. Fungsi model medikal adalah
mengobati yang sakit dan proses pengobatan pada fisik, tidak menyalahkan perilaku kliennya
(Sundeen & Stuart , 1998).
Dari uraian tentang model konseptual keperawatan jiwa yaitu model medikal, kelompok
tertarik untuk membahas tentang model medikal tersebut secara lebih mendalam dalam sebuah
makalah agar mahasiswa/i keperawatan mengetahui/memahami model konseptual keperawatan
jiwa khususnya model medikal.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk memahami model konseptual keperawatan jiwa khususnya model medikal
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan model konseptual keperawatan jiwa
b. Menjelaskan model konseptual keperawatan jiwa : model medikal
c. Mengaplikasikan model konseptual keperawatan jiwa : model medikal
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta
diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan
keperawatan yang bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien. Proses keperawatan
mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka. Setiap tahap dapat
diperbaharui jika keadaan klien klien berubah. Tahap demi tahap merupakan siklus dan saling
bergantung. Diagnosis keperawatan tidak mungkin dapat dirumuskan jika data pengkajian belum
ada. Proses keperawatan merupakan sarana / wahana kerja sama perawat dan klien. Umumnya,
pada tahap awal peran perawat lebih besar dari peran klien, namun pada proses sampai akhir
diharapkan sebaliknya peran klien lebih besar daripada perawat sehingga kemandirian klien
dapat tercapai. Kemandirian klien merawat diri dapat pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan
terpenuhi dan / atau masalah teratasi. (Keliat, 2006, hal.1-3)
c. Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa
Prinsip-prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa menurut (Yosep, 2010, hal.6)
1) Roles and functions of psychiatric nurse : competent care (Peran dan fungsi keperawatan
jiwa : yang kompeten).
2) Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat dengan
klien).
3) Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).
4) Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam
keperawatan jiwa).
5) Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam keperawatan
jiwa).
6) Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis dalam
keperawatan jiwa).
7) Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya dalam
keperawatan jiwa).
8) Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan dalam
keperawatan jiwa).
9) Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika dalam
keperawatan jiwa).
10) Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses keperawatan :
dengan standar- standar perawatan).
11) Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards (aktualisasi
peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar professional).
9
Menurut Meyer dan Kreplin, konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifaktor
yang komplek meliputi: aspek fisik, genetik, lingkungan, dan faktor sosial. Sehingga fokus
penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostik, terapi somatik, farmakologi,
dan tehnik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam
melakukan prosedur diagnostik dan terapi jangka panjang, terapist berperan dalam pemberian
terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnosa dan menentukan jenis pendekatan
terapi yang digunakan (Yosep , 2010, Hal. 15)
2. Dilihat Dari Penyimpangan Perilaku
Model medis mengusulkan bahwa perilaku menyimpang merupakan gejala dari gangguan
sistem saraf pusat. Andreasen menulis "penyakit mental benar-benar gangguan saraf”. Suatu
masalah yang terjadi ketika saraf otak cedera begitu parah sehingga kapasitas penyembuhan
internal tidak dapat memperbaikinya. Daftar beberapa jenis gangguan otak yang dapat
menyebabkan penyakit mental diantaranya hilangnya sel saraf, defisit dalam transmisi kimia,
pola abnormal dari sirkulasi otak, masalah di pusat-pusat perintah di otak, dan gangguan dalam
pergerakan pesan di sepanjang saraf. (Stuart, 1990, Hal. 62 )
Saat ini sifat yang tepat dari gangguan fisiologis belum dipahami dengan baik. Diperkirakan
bahwa gangguan seperti gangguan bipolar, depresi berat dan skizofrenia melibatkan kelainan
dalam transmisi impuls saraf. Hal ini juga dapat diketahui bahwa masalah ini terjadi pada tingkat
sinaps dan melibatkan zat kimia saraf seperti dopamin, serotonin, dan norepinefrin. (Stuart,
1990, Hal. 62)
Banyak penelitian yang melibatkan otak dalam respons emosional berlangsung. Cabang lain
penelitian berfokus pada stres dan respon manusia terhadap stres. Para peneliti bertanya,
"mengapa beberapa orang tampaknya mentolerir stres yang besar dan terus berfungsi dengan
baik, sedangkan yang lain berantakan ketika masalah kecil muncul?" Para peneliti menduga
bahwa manusia memiliki ambang stres fisiologis yang mungkin secara genetik ditentukan.
Bidang-bidang penelitian yang lebih baik dapat memandu pengobatan di masa mendatang
(Stuart , 1998, Hal. 62).
Akibat manifestasi penyakit, kerusakan sistem persyarafan, ketidakseimbangan hormonal.
Faktor lingkungan dan sosial dianggap sebagai faktor pencetus dan faktor pendukung. Faktor
genetik dianggap cukup berperan. Penyimpangan perilaku karena klien tidak mampu
bertoleransi terhadap stres(Stuart & Laraia , 2001, Hal. 57)
3. Proses Terapi Medis
Proses terapi medis didefinisikan dengan baik dan akrab bagi kebanyakan pasien.
Pemeriksaan pasien meliputi sejarah penyakit ini, sejarah sosial, sejarah medis, kajian sistem
tubuh, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan status mental. Data tambahan dapat dikumpulkan
12
dari orang lain yang signifikan, dan catatan medis ditinjau jika tersedia. Diagnosis kemudian
dirumuskan, sambil menunggu penelitian lebih lanjut diagnostik dan pengamatan perilaku
pasien. Proses ini dapat terjadi pada rawat jalan atau rawat inap secara, tergantung pada kondisi
pasien. (Stuart, 1998, Hal. 62)
Diagnosis diklasifikasikan menurut manual diagnostik dan statistik gangguan mental, edisi
keempat (DSM-IV) dari asosiasi psikiatris amerika. Nama – namapenyakit yang disertai dengan
penjelasan kriteria diagnostik, terkait fitur umum medis dan psikiatris, diagram menunjukkan
longitudinal dari gangguan, dan jenis kelamin tertentu, umur, dan aspek budaya dari masing –
masing penyakitnya. Perubahan dalam manual mencerminkan perubahan dalam model medis
perawatan kejiwaan. DSM pertama kali diterbitkan pada 1952, dan DSM-IV, yang diterbitkan
pada tahun 1994. (stuart:1998, Hal. 62)
Setelah diagnosis dibuat, pengobatan dimulai oleh para dokter dan sesuai dengan rencana
pengobatan. Anggota tim kesehatan lain mungkin menyumbangkan keahlian mereka. Respon
terhadap pengobatan dievaluasi pada pengamatan tujuan dokter perilaku gejala. Terapi
dihentikan bila gejala pasien telah disetorkan. Karena dalam sikap, beberapa orang yang
mengalami depresi mungkin dapat kembali ke gaya hidup yang biasa mereka setelah suatu
program pengobatan dan terapi suportif. Pasien lain mungkin memerlukan terapi jangka
panjang, sering termasuk farmakoterapi dan studi laboratorium berkala(Stuart,1998, Hal. 62)
Diagnosis penyakit dilandasi oleh kondisi yang ada dan informasi historis serta pemeriksaan
diagnostik. Pengobatan meliputi (Stuart&Laraia,2001, Hal.57) :
a. Terapi somatik
b. farmakoterapi
c. Pengobatan : jangka panjang , jangka pendek
d. Terapi suportif
e. Insight oriented terapi yaitu belajar metode mengatasi stressor
4. Peran Dari Terapi Pasien Dan Medis
Peran dokter dan pasien telah didefinisikan dengan baik oleh tradisi. Dokter sebagai
penyembuh, mengidentifikasi penyakit pasien serta menyusun rencana pengobatan. Pasien
mungkin memiliki beberapa orang mengatakan tentang rencana tersebut, namun dokter
meresepkan terapi. (Stuart, 1998, Hal. 62)
Peran pasien melibatkan mengakui sedang sakit, yang dapat menjadi masalah dalam
psikiatri. Pasien kadang-kadang tidak menyadari perilaku mereka terganggu dan secara aktif
mungkin menolak pengobatan. Ini tidak sesuai dengan model medis. Pasien diharapkan untuk
mematuhi program pengobatan dan mencoba untuk sembuh. Jika perbaikan tidak diamati ,
pengasuh dan orang lain yang signifikan sering menduga bahwa pasien tidak berusaha cukup
13
keras. Ini bisa membuat frustasi kepada pasien yang sedang mencoba untuk sembuh dan kecewa
dengan kurangnya kemajuan. Pasien juga mungkin harus membiarkan orang sulit
memperpanjang perawatan sementara memenuhi seluruh kebutuhan (Stuart , 1998, Hal. 62).
5. Terapi Yang Dapat Diberikan serta Peran Perawat
Disini adalah beberapa terapi yang bisa diberikan kepada klien yang mengalami gangguan
dengan model konseptual medikal, serta beberapa peran perawat didalamnya (Stuart, 2002, Hal.
403) :
a. Terapi Somatik
Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dgn melakukan tindakan
yang ditujukan pada kondisi fisik klien.
Jenis terapi somatik pd klien gangguan jiwa antara lain:
1) Pengekangan
Pengekangan fisik termasuk penggunaan pengekangan mekanik, seperti manset utk
pergelangan tangan & pergelangan kaki, serta seperai pengekang, begitu pula isolasi, yaitu
dengan menempatkan pasien dlm suatu ruangan dimana dia tdk dpt keluar atas kemauannya
sendiri.
a) Indikasi Pengekangan
o Perilaku amuk
o Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
o Ancaman terhadap infegritas fisik
o Permintaan pasien utk pengendalian perilaku eksternal
b) Pengekangan dengan Seprei Basah dan Dingin
Pasien dpt diimobilisasi dgn membalutnya seperti mummi dalam lapisan seprei dan selimut.
Lapisan paling dalam terdiri atas seprei yg telah direndam dalam air es. Walaupun mula-mula
terasa dingin, balutan segera menjadi hangat dan menenangkan.
2) Isolasi
Menempatkan pasien dalam suatu ruang di mana dia tidakdapatkeluar dari ruangan tersebut
sesuai kehendaknya. Tingkatan pengisolasiandapat berkisar dari penempatan dalam
ruangan yang tertutup, tapi tidakterkunci sampai pada penempatan dalam ruang terkunci dengan
kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan berkomunikasi yang dibatasi, & pasien memakai
pakaian rumah sakit atau kain terpal yang berat. Penggunaan kain terpal kurang dapat diterima
& hanya digunakan untuk melindungi pasien aiau orang lain.
14
a. Indikasi penggunaan:
o Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan pasien atau orang lain dan
tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi pengekangan yang longgar,
seperti kontak interpersonal atau pengobatan.
o Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien.
b. Kontraindikasi adalah:
1. Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik
2. Risiko tinggi untuk bunuh diri
3. Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
4. Hukuman.
3) Terapi Kejang Listrik
Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand
mal secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang pada satu
atau dua "temples." Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan rangkaian yang bervariasi pada
tiap pasien tergantung ; pada masalah pasien dan respons terapeutik sesuai hasil pengkajian
selama tindakan. Rentang jumlah yang paling umum dilakukan pada pasien dengan gangguan
afektif antara enam sampai 12 kali, sedangkan pada pasien skizofrenia biasanya diberikan
sampai 30 kali. ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu atau setiap beberapa hari, walaupun
sebenarnya bisa diberikan lebih jarang atau lebih sering.
Walaupun sebagai terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada beberapa kondisi merupakan
kontra indikasi diberikan terapi ECT.
a. Kondisi – kondisi klien yang kontra indikasi tersebut adalah:
(1) Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra kranial.
(2) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
(3) Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat terjadinya fraktur
tulang.
(4) Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
(5) Asthma bronkial, karena ECT dapat memperberat penyakit ini.
b. Indikasi penggunaan adalah:
(1) Penyakit depresi berat yang tidak berespons terhadap obat antidepresan atau pada pasien
yang tidak dapat menggunakan obat
(2) Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak berespons lagi terhadap obat
(3) Pasien dengan bunuh diri akut yang sudah lama tidak menerima pengobatan untuk dapat
mencapai efek terapeutik
15
(4) Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada efek
terapi pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok jantung, dan selama ke-
hamilan
4) Fototerapi
Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien biasanya
duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien berespon
kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon kalau diberikan pada
sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi juga ditentukan oleh kekuatan
cahaya yang digunakan. Dengan kekuatan cahaya sebesar 2500 lux yang diberikan selama 2 jam
sehari efeknya sama dalam menurunkan depresi dengan terapi dengan kekuatan cahaya sebesar
10.000 lux dalam waktu 30 menit sehari.
Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif. Kebanyakan klien
membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh kembali segera setelah terapi dihentikan.
Keuntungan yg lain klien tdk akan mengalami toleransi terhadap terapi ini.
a. Indikasi :
Fototerapi dapat menurunkan 75% gejala depresi yang dialami klien akibat perubahan cuaca
(seasonal affective disorder(SAD)), misalnya pada musim hujan atau musim dingin(winter) di
mana terjadi hujan, mendung terus menerus yang bisa mencetuskan depresi padabeberapa orang.
b. Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya gelap terang pd kondisi
biologis. Dgn adanya cahaya terang terpapar pd mata akan merangsang sistem neurotransmiter
serotonin & dopamin yg berperanan pd depresi.
c. Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yg terjadi meliputi ketegangan pada mata, sakit kepala, cepat
terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering, keluar sekresi dari hidung dan
sinus.
5) Terapi deprivasi tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yg diberikan kpd klien degn cara mengurangi jumlah jam
tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa 60% klien depresi mengalami perbaikan yg
bermakna setelah jam tidurnya dikurangi selama 1 malam. Umumnya lama penurangan jam
tidur efektif sebanyak 3,5 jam.
a. Indikasi : Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.
16
b. Mekanisme Kerja:
Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah neuroendokrin yang berdampak anti
depresan. Dampaknya adalah menurunnya gejala-gejala depresi.
c. Efek Samping :
Klien yg didiagnosa mengalami gang. efektif tipe bipolar bila diberikan terapi ini dpt mengalami
gejala mania.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebanyakan kaum profesional kesehatan mental memakai kerangka kerja prakteknya
berdasarkan banyak konsep model. Sebuah model adalah sebuah batang ilmu pengetahuan yang
berisi kerangka konsep pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku manusia. Fungsinya
agar pendekatan dan prakteknya bisa diterima secara logis dan mudah dievaluasi, berdasarkan
hal-hal ilmiah dan mudah dipertanggungjawabkan.
Salah satu Model konseptual dalam keperawatan jiwa adalah model medikal. Model
medikal ini fokusnya pada diagnosis penyakit mental dan proses pengobatan berdasarkan
diagnosis. Fungsi model medikal adalah mengobati yang sakit dan proses pengobatan pada fisik,
tidak menyalahkan perilaku kliennya.
Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi psikofarmakologis yang
tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu bagian dari pendekatan holistik pada
asuhan pasien. Kemudian Proses pengobatan ini Lebih ke arah somatik : farmakoterapi, ECT
atau psikosurgery.
B. Saran
1. Perawat diharapkan dapat menerapkan model konseptual keperawatan jiwa khususnya
model medikal dalam merespon setiap perilaku pasien . seperti pasien yang mengalami
depresi berat , dengan melakukan komunikasi terapeutik dan membina hubungan saling
percaya antara pasien dan perawat itu sendiri. Selain itu dapat dilakukan elektroshock
dimana elektroshock itu sendiri adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi
shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien
gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya.
2. Institusi pelayanan keperawatan khususnya rumah sakit maupun puskesmas diharapkan
mampu menerapkan model medikal pada setiap perawat yang ada, melalui pendekatan
terapeutik dalam mengatasi masalah yang timbul. Selain itu institusi pelayanan kesehatan
juga harus mampu memberikan pelayan kesehatan yang baik bagi pasien-pasien yang
terkena gangguan jiwa.
3. Institusi pendidikan keperawatan dapat memberikan pendidikan yang mendalam mengenai
model konseptual khususnya model medikal sehingga mahasiswa dapat menjadikan model
medikal sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengkaji penyebab
timbulnya perilaku-perilaku kekerasan yang berlebihan / depresi berat yang bisa
merugikan banyak orang.
18
DAFTAR PUSTAKA
Budi Anna Keliat, dkk 1998. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta:EGC
Christensen,P. J. dan Kenney, J.W. (2009), Proses keperawatan Aplikasi Model Konseptual,
Ed.4, Jakarta, EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Isaacs ann. 2005.panduan belajar keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatri edisi 3.
Jakarta:EGC
Stuart dan larai.2001.principles and practice of psychiatric nursing. St Louis mossour : westline
industrial drive
Stuart dan sundeen’s.1998.principle practice of psychiatric nursing sixth edition. St Louis,
missour:mosby-year book
Stuart Gail. 2007 . buku saku keperawatan jiwa edisi 5. Jakarta:EGC
Suliswati dkk. 2005. Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta:EGC
Yosep Iyus. 2009.keperawatan jiwa.bandung:Refika aditama
Zaidin, Ali. 2002. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika