Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH TEKNOLOGI KOSMETIKA

Cosmeceutical: Antioksidan dan Antiinflamasi, Peptida dan Protein, Faktor


Pertumbuhan Seluler , Retinoid, dan Vitamin Topikal

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

Afina Irsyania Zulfa 1506677326


Christoffel Wlliam P. U. 1506767214
Jararizki Budi Subasira 1506721932
Maghfira Puspita Ayu 
1606677105
Naufal Fadillah Putra 1506721926
Putu Pradnya Paramita 1506767082
Ruzicka Ilma Faradisi 1506767012
Salshabilla N. S. 1506677295
Shofiyah Fatin Afifah 1506677250

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah berjudul “Cosmeceutical: Antioxidants and
Inflammatories, Peptides and Protein, Cellular Growth Factors, Retinoids, dan
Topical Vitamins”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Silvia Surini,
M.Pharm.Sc., Ph.D. yang telah membimbing dalam proses pembuatan
makalah ini. Penulis juga berterima kasih atas bantuan semua pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan dukungan moril
maupun materil kepada penulis sehingga penulis dapat membuat makalah ini
dengan baik dan benar.

Banyak hal yang kami harapkan dapat diperoleh dari makalah ini.
Kami berharap dengan adanya makalah ini, dapat menambah pengetahuan
teman-teman mengenai segala hal terkait pemutih kulit, tata rias kuku, serta
uji potensi iritasi pada manusia. Kami juga berharap makalah ini dapat
berguna dalam aplikasi kehidupan sehari-hari.
Kami tentu menyadari bahwa masih banyak ketidaksempurnaan yang
terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran dari
pembaca sehingga kami dapat menulis lebih baik pada laporan berikutnya.
Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan- kesalahan dalam penyusunan
serta penyampaian isi dalam makalah ini.

Depok, November 2018

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I....................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................ 4
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 4
1.3 TUJUAN ...................................................................................................... 5
BAB II ..................................................................................................................... 7
2.1. ANTIOKSIDAN DAN ANTIINFLAMASI (ANTIAGING) ................... 7
2.2. PEPTIDA DAN PROTEIN ...................................................................... 23
2.3. FAKTOR PERTUMBUHAN SELULER ............................................... 37
2.4. RETINOID ................................................................................................ 41
2.5. VITAMIN TOPIKAL ............................................................................... 47
BAB III ................................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................61

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kosmetika telah menjadi kebutuhan utama wanita terutama untuk
mempercantik diri dan membuat penampilan lebih percaya diri. Kini,
kosmetika tidak hanya dinikmati oleh wanita saja, pria juga menggunakan
kosmetik-kosmetik tertentu yang juga untuk memperindah penampilan. Produk
yang termasuk kedalam kosmetik adalah lotion, bedak, rias mata dan wajah,
lipstick, parfum, pewarna rambut, deodorant, busa mandi, garam mandi, dan
sebagainya.
Obat atau bahan farmasetik adalah sat yang dapat menyembuhkan dan
digunakan untuk suatu diagnosis, penyembuhan, pencegahan penyakit dan
untuk mempengaruhi struktur atau fungsi dari tubuh. Kosmetikal
(cosmeceuticals) merujuk kepada kosmetik yang memiliki aktivitas seperti
obat. Kosmetikal adalah bahan dengan sifat obat yang memanifestasikan
tindakan topikal yang bermanfaat dan memberikan perlindungan terhadap kulit
degenerative kondisi. Hal ini mencakup aktifvitas kosmetik dengan terapi,
melawan penyakit, atau penyembuhan. Kosmetikal adalah pengembangan
yang dibuat di dunia produk dermatologis dan isyarat baru dalam perawatan
kulit. Istilah kosmetikal belum diakui oleh Food and Drug Administration
(FDA) Amerika. Produk kosmetikal dapat berupa obat, kosmetik, ataupun
kombinasi keduanya. Bahan kosmetikal yang dapat memberikan efek terapi
diregulasi mengikuti monografi obat ofver-the counter. Seperti kosmetik,
kosmetikal diterapkan secara topikal; mereka mengandung bahan-bahan yang
mempengaruhi fungsi biologis kulit. Kosmetikal dimaksudkan untuk
meningkatkan penampilan dengan memberikan nutrisi yang diperlukan untuk
kulit yang sehat. Kosmetikal biasanya mengklaim dapat mengurangi keriput
dan mencerahkan kulit. Pengunaan kosmetikal biasanya ditargetkan untuk
permasalahan dermatologi seperti antiaging, analgesic topikal, antiacne,
pemutih dan anti karies pada pasta gigi, uv protectant, antiwrinkle, dll.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang penulisan makalah, penulis merumuskan

4
masalah yang terdiri dari :
1. Menjelaskan mengenai antioksidan dan antiinflamasi dalam sediaan
kosmetik
2. Menjelaskan mengenai peptida dan protein dalam sediaan kosmetik
3. Menjelaskan tentang faktor pertumbuhan seluler
4. Menjelaskan macam-macam retinoid yang digunakan dalam kosmetik serta
kegunaannya
5. Menjelaskan tentang vitamin topikal dalam sediaan kosmetik

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah :
1. Mengetahui antioksidan dan antiinflamasi dalam sediaan kosmetik
2. Mengetahui peptida dan protein dalam sediaan kosmetik
3. Mengetahui tentang faktor pertumbuhan seluler
4. Mengetahui macam-macam retinoid yang digunakan dalam kosmetik serta
kegunaannya
5. Mengetahui tentang vitamin topikal dalam sediaan kosmetik

1.4 Sistemika Penulisan


Sistemika penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

1.2.Rumusan Masalah

1.3.Tujuan Penulisan

1.4.Sistematika Penulisan

BAB II ISI
2.1 Antioksidan dan Antiinflamasi

2.2.Peptida dan Protein

2.3.Faktor Pertumbuhan Seluler

5
2.4. Retinoid
2.5.Vitamin Topikal

BAB III PENUTUP


3.1.Kesimpulan

3.2.Saran

6
BAB II
ISI
2.1. Antioksidan dan Antiinflamasi (Antiaging)
2.1.1 Antioksidan
Penggunaan antioksidan oral dan topikal digunakan untuk
memberikan perlindungan dari berbagai penyakit, termasuk kanker, dan
mencegah penuaan. Beberapa contoh antioksidan seperti vitamin C, E,
A, dan karotenoid dapat melindungi sel-sel dari kerusakan radikal bebas.
a. Antioksidan dan radikal bebas
Antioksidan merupakan suatu molekul yang dapat mencegah
oksidasi molekul lain yang disebabkan oleh radikal bebas. Radikal
bebas adalah molekul atau atom dengan elektron yang tidak
berpasangan sehingga membuat atom atau molekul lebih reaktif
secara kimia daripada yang memiliki elektron lengkap. Untuk
mencapai keadaan stabilitas maksimum atom akan mengisi kulit
terluar dengan "mengambil" elektron dari molekul lain. Ketika
molekul target kehilangan elektron oleh radikal bebas, maka molekul
tersebut akan menjadi radikal bebas. Dengan demikian, terjadilah
reaksi berantai yang menyebabkan kerusakan besar pada protein
seluler, lipid, membran, dan DNA. Sebagian besar radikal bebas
dalam sistem biologis adalah turunan oksigen. Radikal oksigen yang
paling umum di dalam tubuh adalah anion superoksida (O2•-) dan
radikal hidroksil (iOH). Sementara radikal bebas memiliki waktu
paruh yang singkat, dalam urutan nanodetik atau mikrodetik dan
waktu tersebut cukup untuk menyerang molekul dan menghasilkan
radikal bebas baru. Selain radikal oksigen di atas, terdapat jenis
oksigen reaktif lain (ROS) dan bukan merupakan radikal, akan tetapi
reaktif dan penting secara biologis. Radikal bebas dapat menyebabkan
kerusakan yang luas. Salah satu peristiwa radikal bebas yang paling
merusak adalah peroksidasi lipid ke lipid membran yang memiliki
peran dalam pensinyalan sel. Dalam hal ini radikal hidroksil dapat
mengeluarkan atom hidrogen dari rantai samping asam lemak,

7
sehingga mengubah asam lemak menjadi radikal. Asam lemak
kemudian bereaksi dengan oksigen untuk membentuk radikal peroksil
yang sangat reaktif. Reaksi berantai dimulai di mana satu radikal lipid
menjadi dua radikal lipid. Pada akhirnya, radikal lipid dapat
membentuk ikatan silang kovalen satu sama lain sehingga mengakhiri
reaksi berantai dan menghasilkan lipatan yang terhubung dan rusak
secara fungsional.
b. Mekanisme antioksidan
Antioksidan melindungi sel dari kerusakan radikal bebas
dengan menyumbangkan elektron ke radikal bebas sehingga
menstabilkannya dan menghentikan reaksi berantai, atau dengan
menerima elektron yang tidak berpasangan sehingga menstabilkan
radikal bebas dan mencegahnya berinteraksi dengan protein, DNA,
dan lipid. Dengan menyumbangkan elektron ke radikal bebas untuk
menghentikan reaksi berantai, antioksidan itu sendiri yang menjadi
radikal bebas. Namun, karena strukturnya sehingga antioksidan jauh
kurang reaktif daripada radikal bebas lain. Jika relatif besar, efek
elektron yang tidak berpasangan akan “dilarutkan” di sepanjang
strukturnya. Antioksidan yang sudah menjadi "radikal" juga dapat
dinetralkan oleh antioksidan lain atau mungkin secara enzimatis
dikembalikan ke bentuk radikal bebasnya. Glutation adalah salah satu
antioksidan yang dapat menyumbangkan atom hidrogen ke radikal
hidroksil sehingga menetralisirnya kemudian glutation teroksidasi
diubah kembali menjadi bentuk tereduksi oleh glutation reduktase dan
kemudian siap untuk mengurangi radikal bebas tambahan dan reaksi
berantai.
"Potensi" antioksidan dapat ukur dengan menggunakan tes
Oxygen Radical Absorbance Capacity (ORAC). ORAC adalah
metode mengukur kapasitas antioksidan dari berbagai makanan,
vitamin, dan senyawa. Uji ini mengukur penghancuran oksidatif
molekul fluorescent setelah dicampur dengan penghasil radikal bebas
yang menghasilkan radikal peroksil dan hidroksil

8
Tabel 1. Skor ORAC dari Beberapa Antioksidan.

c. Jenis antioksidan produk topikal


Antioksidan yang umum diformulasikan untuk produk topikal
adalah vitamin C dan vitamin E. Vitamin C adalah antioksidan yang
dapat menetralkan radikal hidroksil, alkoksil, dan peroksil oleh donor
hidrogen sehingga menjadi antioksidan yang sangat penting untuk
sistem biologis. Vitamin C dapat meregenerasi vitamin E yang
teroksidasi dan, pada akhirnya akan diregenerasi oleh glutation.
Mekanisme seperti ini dapat berguna untuk dimasukkan ke dalam
produk topikal, termasuk produk suncare karena di kulit, vitamin C
dapat menetralisir radikal bebas yang dihasilkan oleh radiasi UVA
atau UVB.
Vitamin E adalah salah satu antioksidan lipid alami yang paling
penting karena dapat berasosiasi dengan membran dan melindungi
lingkungan lipid dengan mengambil radikal peroksil lipid. Vitamin E
ditemukan di stratum korneum di mana dapat bertindak sebagai
pertahanan terhadap radikal bebas yang diinduksi sinar UVR. Vitamin
E radikal dapat diregenerasi oleh vitamin C, dan juga oleh glutation
dan ubiquinon (coenzyme Q10). Ada banyak antioksidan lain yang
telah diformulasikan ke dalam produk perawatan kulit, termasuk asam

9
ferulat, CoQ10 (ubiquinone), retinol, idebenon, α-asam lipoat, dan
epigalokatekin galat.
d. Efek dari antioksidan pada jalur sinyal sel
Banyak antioksidan dalam produk topikal untuk perawatan kulit
memiliki aktivitas sebagai anti-inflamasi. Vitamin C, misalnya, tidak
hanya berfungsi sebagai co-faktor untuk enzim yang terlibat dalam
produksi kolagen dan neurotransmitter, tetapi juga menstimulasi gen
kolagen I dan III untuk menghambat induksi UVR dari hormon
inflamasi termasuk prostaglandin E 2 (PGE - 2), dan menstimulasi
proliferasi sel fibroblas di dermal. Antioksidan yang larut dalam
lemak utama, misalnya vitamin E dapat mengubah ekspresi gen yaitu
pada siklus sel T manusia dan menekan produksi PGE2, melalui
penghambatan PGE2 ini dapat vitamin E dapat melindungi kulit dari
eritema akibat UVR.
Salah satu antioksidan anti-inflammatory agent terbaik yang
berasal dari alam adalah kurkumin dimana senyawa ini dapat
menetralisir radikal bebas yang dapat mengganggu jalur sinyal sel
yang terlibat dalam inflmasi. Kurkumin memiliki mekanisme
memblokir transkripsi NF - κB. Faktor transkripsi ini terlibat dalam
peningkatan regulasi beberapa gen inflamasi termasuk tumor necrosis
factor α (TNF-α), interleukin 8 (IL-8), dan cyclo-oxygenase 2 (COX-
2). Kurkumin juga menghambat aktivasi gen terkait molekul adhesi
interselular 1 (ICAM) dan IL-12, yang dikontrol oleh jalur
pensinyalan Jak-STAT. Penghambatan ini disebabkan oleh
kemampuan kurkumin untuk memblokir fosforilasi dan aktivasi faktor
transkripsi STAT. Sementara kurkumin menghambat transkripsi gen
proinflamasi, seperti COX - 2, kurkumin juga dapat meningkatkan
regulasi gen untuk reseptor pensinyalan antiinflamasi PPAR – γ.
Selain kurkumin, sejumlah besar senyawa fenolik dan polifenol
lainnya yang berasal dari tanaman kini telah terbukti memiliki efek
anti-inflamasi langsung pada sel serta aktivitas antioksidan seperti:
quercetin, luteolin, resveratrol, asam ferulat, eugenol, apigenin,

10
genistein, dan epigalokatekin galat. Sehubungan dengan manfaat anti
penuaan kulit, tidak hanya luteolin yang dapat mengurangi ekspresi
hormon inflamasi, tetapi juga menghambat hyaluronidase sehingga
dapat mempertahankan kadar asam hialuronat pada kulit.
e. Formulasi antioksidan topikal
Pengembangan formulasi topikal yang efektif yang dapat
mengantarkan antioksidan ke dalam kulit untuk melindungi sel-sel di
epidermis dan dermis dari serangan radikal bebas oleh UVR, polutan,
dan dari penuaan. Meskipun sejumlah faktor dapat mempengaruhi
kemampuan molekul untuk menembus melalui stratum korneum dan
ke lapisan dermal, dua pertimbangan penting adalah ukuran dan
muatan molekul. Molekul dengan berat molekul lebih dari 500 Da
lebih sulit untuk menembus stratum korneum sepanjang rute lipase
interseluler daripada molekul yang lebih kecil. Dalam hal muatan,
molekul yang agak hidrofobik memiliki kesempatan yang lebih baik
menembus lipid dalam stratum korneum daripada antioksidan yang
larut dalam air, seperti vitamin C. Namun, jika senyawa tersebut
terlalu hidrofobik, meskipun mungkin bergerak ke stratum korneum,
tidak dapat dengan mudah memasuki lingkungan berair epidermis dan
dermis. Kemungkinan bahwa antioksidan yang diberikan akan
menembus kulit dan dengan demikian berguna dalam formulasi
topikal dapat diprediksi menggunakan nilai koefisiensi partisi (log P).
Untuk aplikasi topikal, antioksidan dengan nilai log P 1 - 3
memiliki peluang terbaik untuk bergerak ke kulit dan turun ke lapisan
kulit dalam dan log P optimal adalah 2,5. Kurkumin memiliki berat
molekul 368 Da dan log P 3,77 dimana sedikit lebih hidrofobik
daripada yang diinginkan untuk sebuah molekul yang dapat
menembus ke dalam lapisan kulit tetapi masih harus lebih efektif bila
akan diterapkan secara topikal. Sebaliknya, ubiquinone (CoQ10)
memiliki berat molekul 863 Da dan log P 11. Meskipun berat molekul
tidak terlalu besar untuk aplikasi topikal, log P menunjukkan bahwa
senyawa ini sangat hidrofobik sehingga akan memiliki sedikit

11
kecenderungan untuk berpindah dari lingkungan lipid stratum
korneum ke lingkungan berair dari lapisan epidermis atau dermal.
Dengan demikian, CoQ 10 mungkin berguna sebagai antioksidan
topikal yang menetralisir radikal bebas di permukaan kulit tetapi tidak
melindungi sel di lapisan bawah kulit. Menariknya, meskipun vitamin
E (berat molekul 430 Da) juga sangat hidrofobik dengan log p 10,
telah terbukti mencapai dermis 24 jam setelah aplikasi topikal.
Vitamin C larut dalam air dan karena polaritas tersebut vitamin C
tidak akan mudah memasuki stratum korneum, sehingga untuk
meningkatkan penetrasi ke kulit dengan menurunkan pH untuk
menghilangkan muatan pada senyawa. Pada pH 3,5 vitamin C
kehilangan muatan ionik dan akan dapat menembus kulit.
Untuk menentukan berapa banyak antioksidan yang masuk ke
kulit dari formulasi topikal tertentu adalah menggunakan sel Franz.
Dari analisis ini dapat dimungkinkan untuk menentukan:
- Berapa banyak antioksidan yang menembus kulit;
- Seberapa cepat menembus;
- Berapa lama dosis terakhir yang ditempatkan pada permukaan kulit
akan terus memasok antioksidan ke kulit
- Konsentrasi steady state dari antioksidan di dalam kulit.

Kesimpulannya, penggabungan antioksidan ke dalam perawatan


kulit dan produk dermatologi topikal memberikan manfaat kulit yang
besar. Tidak hanya melindungi kulit dari kerusakan oleh radikal bebas
yang disebabkan oleh penuaan kulit dan paparan UVR, tetapi juga dapat
mengurangi inflmasi kulit dengan menekan aktivitas inflmasi oleh
sitokin dan gen kemokin. Vitamin C memiliki sifat antipenuaan dengan
meningkatkan matriks yang menstimulasi gen kolagen I dan III dan dapat
menghambat gen pengurai matriks seperti matriks metalloproteinase
(MMP).
2.1.2 Antiinflamasi
Inflamasi kulit ditandai dengan kemerahan, pembengkakan, panas,

12
gatal, dan nyeri, dapat muncul dalam bentuk akut atau kronis, dengan
penyakit akut yang sering berkembang ke kondisi yang lebih kronis.
Inflamasi akut dapat terjadi akibat paparan UVR, radiasi pengion,
alergen, atau kontak dengan iritasi kimia (misalnya sabun, pewarna
rambut).

Gambar 1. Jalur Inflamasi Kulit


Beberapa peristiwa seluler dan biokimia yang terjadi di kulit
sebagai respons terhadap rangsangan yang memicu (misalnya UVR,
kimia atau antigen) dan yang mengarah ke respons inflamasi yaitu
dengan cepat mediator inflamasi dari keratinosit dan fibroblas dan dari
neuron aferen dilepaskan. Keratinosit menghasilkan sejumlah sitokin
termasuk PGE-2, TNF-α, IL-1, IL-6, dan IL-8. Fibroblas pada dermal
juga merespon paparan yang terjadi dan meningkatkan sekresi sitokin
termasuk IL-1, IL-6, IL-8, serta PGE-2. PGE-2 meningkatkan
vasodilatasi dan permeabilitas pembuluh darah, memfasilitasi
degranulasi sel mast, dan meningkatkan sensitivitas ujung saraf aferen.
Peningkatan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular oleh PGE-2 dan
histamin menyebabkan peningkatan aliran darah dan ekstravasasi cairan
dari pembuluh darah sehingga menghasilkan kemerahan dan
pembengkakan. Peningkatan produksi TNF-α dan IL-1 mengarah ke

13
ekspresi molekul adhesi intraseluler, seperti VCAM dan ICAM, pada sel
- sel endotel pembuluh darah.
Protein substansi P dan E selectin, berfungsi sebagai elemen
penahan untuk monosit dan neutrofil yang melalui darah. Keterikatan
leukosit ke molekul adhesi memperlambat pergerakan substansi yang
melalui aliran darah dan akhirnya menyebabkan adhesi ke dinding
endotel. IL-8 yang diproduksi dan dilepaskan oleh keratinosit dan
fibrobast, akan membuat leukosit bermigrasi dari pembuluh darah ke
kulit. Respon akut awal terjadi dalam beberapa menit dari paparan ke
kulit, selanjutnya pergerakan neutrofil dan monosit ke area "luka"
biasanya membutuhkan waktu hingga 48 jam. Jika stimulus pemicu
dihilangkan, produksi mediator inflamatori oleh keratinosit, fibroblas,
dan sel mast berhenti, influx leukosit ke area yang "terluka" menurun dan
peradangan akan berkurang.
Berbeda dengan inflmasi akut, yang biasanya hilang dalam 1 - 2
minggu, peradangan kronis terjadi akibat sel kekebalan yang bertahan
memediasi respon inflamasi di dalam kulit itu sendiri dan dalam jangka
waktu yang lama. Respon ini melibatkan antigen presenting cells (APC)
di kulit pada sel Langerhans di epidermis dan sel dendritik (DC) di
dermis, yang ketika diaktifkan akan mengangkut antigen melalui limfatik
menuju limfosit T. Limfosit T yang teraktivasi akan kembali ke kulit di
mana terdapat paparan dan mengekspresikan berbagai mediator
inflamasi serta enzim pengurai matriks (MMP -1; collagenase). Sitokin
yang diproduksi oleh limfosit T dapat menstimulasi fibroblas dan
keratinosit untuk menghasilkan sitokin dan kemokin tambahan, dan
dapat menginduksi ekspresi berbagai enzim yang dapat merusak jaringan
termasuk MMP-1 (kolagen), MMP-3 (stomelisin-1), dan MMP - 9
(gelatinase B). Selama stimulus masih berlangsung antigen respon
inflamasi akan terus berlanjut, yang mengakibatkan kerusakan jaringan
yang signifikan dan serius.
2.1.3 Obat – obatan Untuk Inflamasi dan Mekanisme Aksinya
a. Kortikosteroid

14
Salah satu obat yang paling efektif dan sering digunakan untuk
inflamasi adalah kortokosteroid, terutama glukokortikoid steroid.
Obat ini efektif untuk berbagai macam bentuk eksim, termasuk
dermatitis atopik dan alergi yang berkaitan dengan dermatitis dan
cukup efektif dalam memperbaiki gejala psoriasis. Kortikosteroid
dapat digunakan secara topikal atau oral. Terkait dengan efektifitas
kortikosteroid dalam memperbaiki berbagai macam tipe inflamasi
kulit dan penyakit inflamasi berbasis autoimun seperti rheumatoid
arthritis, asma, lupus eritematosus, dan alergi rhinitis, banyak
penelitian telah diarahkan untuk membahas mengenai mekanisme aksi
mereka.
Kortikosteroid beraksi pada sel target dengan mengikat pada
reseptor glukokortikoid yang berada di sitosol. Ikatan ini
mengaktivasi reseptor untuk melakukan translokasi ke intinya.
Kompleks respertor hormon steroid kemudian mengikat, sebagai
homodimer, ke elemen pengaturan DNA pada daerah promotor gen
spesifik. ikatan ini, menghasilkan peningkatan aktivitas dari gen tapi
dapat juga menyebabkan penekanan transkripsional dari gen target.
Keefektifan kortikosteroid sebagai penghambat inflamasi berasal dari
kemampuan steroid mengaktivkan reseptor kompleks glukokortikoid
untuk mengganggu aktivasi gen Yang diatur oleh dua faktor
transkripsi: NF - κ B dan AP – 1. Kedua faktor transkripsi ini sebagian
besar bertanggung jawab untuk aktivasi transkripsi berbagai gen
proinflamasi termasuk sitokin IL - 1, IL - 2, IL - 3, IL - 4, IL - 6, IL -
11, IL - 12, dan IL - 13, TNF - α, dan koloni granulosit makrofag-
factor stimulasi (GM -CSF), gen kemokin IL - 8, RANTES, MCP - 1,
adhesi molekul ICAM - 1, VCAM - 1, dan E - selectin, COX – 2 gen,
dan gen MMP, MMP–1.
Faktor transkripsi, NF - κ B atau AP - 1, diaktifkan oleh kinase
yang diaktifkan sebagai hasil dari hormon atau sitokin yang mengikat
dan teraktifasi oleh reseptor permukaan. Pada jalur aktivasi NF – KB,
Kinase IkK ketika diaktifkan, akan memfosforilasi penghambat

15
protein, IKb. Ketika tidak terfosforilasi, IKb mengikat dan memicu
aktifitas dari NF-Kb, tetapi ketika terfosforilasi, ia akan terdisosiasi
dari NF-Kb dan terdegradasi. Setelah terbebaskan dari Ikb, nf-Kb
dapat bertranslokasi ke intinya dimana ia akan mengikat pada bagaian
promotor gen spesifik dan mengaktifkannya. Berkaitan dengan factor
transkripsi AP-1, ia akan terfosforilasi dan teraktifkan sebgai hasil dari
sinyal kaskade yang dimulai dengan pengikatan hormon/sitokin,
seperti IL-1 atau TNF- α dengan reseptor permukaan pada sel target.
Beberapa gen hanya diatur oleh NF-kB atau AP-1 saja,
sedangkan gen inflamasi memiliki keduanya NF-kB dan AP-1 yang
mengikat pada promotornya dan dengan demikian dapat diatur oleh
salah satu atau kedua faktor transkripsi.
Aktivitas antiinflamasi dari kortikosteroid, berasal dari
kemampuan mereka untuk menekan aktivitas dari faktor transkripsi
NF-kB dan AP-1. sehingga menekanan transkripsi dari gen yang
mengkode inflamasi mediator. Sebuah model yang menunjukan satu
mekanisme glukokortikoid digunakan untuk memblok aktivitas
transkripsi dari NF-kB di jelaskan pada gambar.

Gambar 2. Mekanisme penghambatan glukokortikoid dari NF - κ B


pada jalur inflamasi
Ketika diaktifkan oleh hormon yang mengikat, reseptor

16
glukokortikoid bertranslokasi ke nucleus/inti dimana ia akan berikatan
dengan NF-kB dan menekan aktivitas transkripsi, baik dengan
mencegah pengikatannya dengan promotor gen target atau dengan
mencegah kemampuan NF-kB untuk mengaktifkan mesin transkripsi
ketika terikat pada promotor. Dengan demikian, gen inflamasi yang
membutuhkan NF-kB agar teraktivasi akan dimatikan atau tidak
teraktivasi. Demikian pula, reseptor glukokortikoid aktif berinteraksi
dengan faktor transkripsi AP-1 dan mencegahnya untuk mengikat dan
mengaktifkan gen target inflamasi. Bukti terbaru juga menjelaskan
glukokortikoid dapat menghalangi forfosilasi dan aktivasi dari AP-1.
Glukokortikoid sangat efektif dalam menekan aktivitas gen pro-
inflamasi, namun dapat pula menghasilkan berbagai efek samping
yang tidak diinginkan. Pertama, karena penghambatan pada gen yang
sangat kuat akan terlibat dalam respon inflamasi yang digerakan oleh
sel imun, mereka memiliki keseluruhan efek imunosupresif.
Penggunaan glukokortikoid yang berkepanjangan menyebabkan
penurunan dari jumlah limfosit B dan limfosit T dan berkurangnya
kemampuan untuk mengatasi infeksi kulit. Selanjutnya, steroid
mempengaruhi kemampuan fibroblast dermal untuk mensintesis
kolagen dan pada dosis tinggi mereka mengurangi tingkat ploriferasi
sel-sel ini. Akibatnya, penggunaan steroid secara topikal jangka
panjang menyebabkan penipisan kulit dan penurunan matriks dermal.
Potensi efek samping negatif lainnya yang disebabkan oleh
berkepanjangan penggunaan steroid termasuk metabolisme
karbohidrat yang berubah, supresi hipotalamus - hipofisis – aksis
adrenal, peningkatan osteoporosis, dan peningkatan risiko
berkembang katarak.
Karena efek samping yang tidak diinginkan yang membatasi
lamanya penggunaan steroid untuk mengobati penyakit inflamasi,
Terapi topikal non steroid telah dikembangkan untuk mengobati
inflamasi. Satu kelompok obat, yaitu obat antiinflamasi non steroid
(OAINS) telah digunakan untuk kebanyakan orang bertahun-tahun

17
sebagai obat oral untuk mengontrol respons inflamasi.
b. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Yang paling terkenal dari semua OAINS adalah aspirin, telah
digunakan selama lebih dari 100 tahun untuk mengendalikan berbagai
bentuk inflamasi. OAINS tersedia pada over-the-counter (OTC) dan
dalam bentuk resep. Bentuk OTC yang umum adalah ibuprofen,
naproxen, aspirin, dan asetaminofen. Obat-obat ini tersedia pula untuk
obat yang diresepkan meliputi celecoxib (Celebrex ®), diklofenak
(Voltaren ®, etodolac (Lodine®), indometasin (Indocid ®),
ketoprofen (Orudis ®) dan rofecoxib. Salah satu obat OAINS topikal
yang telah diterima Administrasi Makanan dan Obat (FDA) di
Amerika Serikat yaitu diklofenak (SOLARAZE) yang diindikasikan
untuk pengobatan keratosis aktinik.
Ketika seorang peneliti yang mempublikasikan tentang
efektivitas OAINS topikal dalam mengobati berbagai gejala
inflamasi, hasilnya menunjukkan perbedaan yang cukup besar.
Analisis statistik data klinis dari berbagai uji coba dengan berbagai
penyiapan OAINS topikal menyimpulkan bahwa dengan efektivitas
penggunaan jangka panjang dari kelompok yang diobati dengan
OAINS tidak berbeda secara signifikan dari kelompok plasebo. Studi
lain, menunjukkan bahwa pengobatan OAINS topikal untuk nyeri
sendi memberikan bantuan dari luar yang diamati dengan kelompok
plasebo. Beberapa penelitian telah mengevaluasi formulasi topikal
dengan kandungan OAINS terbaru, termasuk penghambat spesifik
COX-2, tetapi nampaknya OAINS secara topikal memberikan hasil
yang adekuat dari keefektivitasan menghambat COX melalui kulit
yang akan efektif dalam mengobati berbagai kondisi inflamasi dimana
PGE-2 diindikasikan sebagai faktor penyebabnya.
Target untuk OAINS adalah enzim siklooksigenase (COX),
yang terdapat dalam dua bentuk: COX-1 dan COX-2. Sementara
sebagian besar bentuk OAINS seperti aspirin, ibuprofen, dan
asetaminofen bukan penghambat selektif bentuk khusus COX, obat-

18
obatan baru telah dirancang untuk mentargetkan utama pada COX–2.
Indometasin topikal (1%) jika diberikan segera setelah paparan
sinar matahari lebih efektif daripada steroid, mampu memblokir onset
kulit yang terbakar, yang diproduksi oleh 6 dosis minimal eritema
(MED) dosis dari radiasi UVB. Penggunaan topikal sebagai
penghambat COX-2, setelah iradiasi UVB pada kulit, mengurangi
eritema, edema, tingkat PGE-2, jumlah sel-sel kulit yang terbakar dan
infusasi kulit dari neutrofil. OAINS bentuk topikal, diklofenak
(Solareze), yang disetujui untuk digunakan di AS untuk mengobati
keratosis aktinik, telah terbukti mengurangi gejala terbakar dari sinar
matahari saat digunakan dalam waktu 4 jam dari onset awal terjadinya
pemaparan sinar matahari. Menariknya, beberapa studi mellibatkan
PGE-2 sebagai faktor penyebab dalam kanker kulit, dan hasil dari
percobaan tikus menunjukan bahwa aplikasi peghambat PGE-2 secara
topikal, menurunkan UVB dengan menginduksi jumlah papilloma
yang terdeteksi 12 minggu setelah pemberian dosis UVB.
c. Immunomodulator
Jenis OAINS yang lebih baru adalah imunomodulator. Dua obat
anti-inflamasi yang telah disetujui FDA untuk penggunaan topikal
adalah imunomodulator, tacrolimus dan pimecrolimus. Obat-obatan
ini, bersama dengan siklosporin, dapat memberikan efeknya melalui
mekanisme aksi yang sama, sebagai agen imunosupresif yang
digunakan untuk mencegah penolakan organ setelah operasi
transplantasi. Baik pimecrolimus dan tacrolimus telah disetujui untuk
penggunaan topikal dalam mengobati dermatitis atopik, tetapi tidak
untuk psoriasis. Seperti halnya glukokortikoid, imunomodulator
menghambat produksi mediator inflamaasi, tetapi, tidak seperti
kortikosteroid, tacrolimus dan pimekrolimus lebih spesifik pada
targetnya yaitu pada sel mast dan limfosit T. Obat-obatan ini memiliki
efek penghambatan yang sedikit pada sel Langerhans / sel dendritik,
fibroblas dan keratinosit. Sehingga, kulit akan menipis saat
penggunaan kortikosteroid secara topikal dihilangkan.

19
Tacrolimus, pimecrolimus, dan siklosporin menekan gen
inflamasi pada sel target melalui mekanisme umum yang melibatkan
penekanan aktivitas kalsium – mengaktifkan fosfatase, kalsineurin,
yang terlibat dalam aktivasi gen spesifik inflamasi. Gambar dibawah
ini menunjukan jalur kalsineurin.

Gambar 3. Kalsineurin dan faktor nukluer sebagai aktivasi sel T


(NFAT) dan penghambatan oleh tacrolims dan pimecrolimus
Ketika reseptor membran permukaan teraktivasi karena terjadi
pengikatan hormon atau sitokin, akan terjadi peningkatan kalsium
intraseluler. Peningkatan kalsium menyebabkan aktivasi dari
calmodulin yang kemudian mengikat kalsium – yang berikatan
dengan enzim, kalsineurin, dan akan mengaktifkannya. Enzim
kalsineurin yang terktivasi adalah fosfatase, yang dapat melakukan
defosforilasi subunit sitosol dari faktor transkripsi, nuclear factor dari
Sel T yang teraktivasi (NFATc). Defosforilasi dari subunit NFAT
sitosol memungkinkan untuk mentranslokasikan ke inti atau nucleus
dan akan membentuk sebuah kompleks dengan subunit nuclear dari
NFAT (NFATn) yang sintesisnya diinduksi oleh sinyal cascade yang
terinisiasi oleh antigen yang berikatan dengan reseptor permukaan sel
T. Setelah dimer NFAT telah terbentuk di nucleus, ia akan mengikat
pada promotor beberapa gen inflamasi yaitu IL-2, IL-3,IL-4 dan TNF-
α.

20
Ketika obat tacrolimus, pimecrolimus, atau siklosporin
memasuki sel mereka berikatan pada protein sitosol, baik FKBP untuk
tacrolimus atau pimecrolimus atau siklofilin untuk siklosporin.
Setelah terbentuk, kompleks ini dapat mengikat dan menginaktivasi
kalsineurin. Kalsineurin yang terinaktivasi tidak dapat men-
defosforilasi NFATc, yang menyebabkan faktor transkripsi tidak
teraktivasi di sitosol. Sehingga, protein NFATn di nucleus tidak
memiliki pasangan untuk berikatan dan tidak mengaktifkan gen
inflamasi. Salah satu gen sel T yang dihambat oleh tacrolimus adalah
Gen IL-2, yang diperlukan untuk aktivasi sel-T secara penuh.
Sehingga, dengan adanya immunomodulator, limfosit T tidak dapat
mengenal dan merespon rangsangan dari antigen.
Tacrolimus dan penghambat kalsineurin lainnya, jauh lebih
spesifik daripada kortikosteroid dalam aksinya terhadap berbagai
jenis, mereka masih menghambat berbagai macam gen inflamasi
secara luas sehingga dijadikan immunosupresif. Pada 2006, FDA
mengeluarkan peringatan "kotak hitam" bahwa penggunaan baik
Elidel (pimecrolimus) atau Protopic (tacrolimus) dapat dikaitkan
dengan peningkatan risiko kanker kulit dan limfoma.
Golongan immunomodulator lainnya yang disebut “modifikator
respon biologis” (BRM) atau disebut “biologis” karena mereka
terbentuk dari organisme hidup, yang dikembangkan selama 5 tahun
terakhir. Mereka pada dasarnya merupakan sebagai pembentuk obat
karena mereka menargetkan spesifik pada mediator tertentu yang
terlibat dengan inflamasi. Sebagian besar adalah antibodi monoklonal
yang mengikat dan menghambat aktivasi berbagai sitokin inflamasi.
Obat anti-inflamasi pada golongan ini meliputi Penghambat TNF-a,
Enbrel (etanercept), Remicade ® (infliximab), dan Humira
(adalimumab), protein fusi yang dapat mengikat situs pengikatan CD2
pada sel limfosit T dan mencegah antigen - aktivasi sel termediasi
(Amevive ®), kemudian antibodi, Raptiva , yang mencegah sel
leukosit dari pengikatan ke molekul adhesi sel endotel, sehingga

21
mencegah migrasi sel-sel ini ke dalam kulit.
Pada imunomodulator biologis berbasis protein baru sangat
efektif dan bermanfaat untuk mengobati berbagai kondisi dermatologi
namun tetap memiliki efek samping. Karena efek imunosupresif
mereka yang kuat, terutama pada limfosit T, risiko infeksi pada pasien
yang memakai obat-obatan ini akan meningkat. Selain itu, obat-obatan
ini mahal dan hanya bisa digunakan dengan suntikan dan tidak dapat
diaplikasikan secara topikal.
d. Bahan Aktif Kosmetik Anti-Inflamasi
Permintaan untuk produk topikal non-resep yang efektif untuk
mengobati penyakit inflamasi seperti eksim, dermatitis atopik,
dermatitis seboroik, dan bahkan psoriasis telah berdampak pada
pengenalan produk berdasarkan bahan kimia sintetik baru atau pada
bahan aktif tanaman yang diklaim efektif sebagai senyawa
antiinflamasi. Beberapa dari banyak jenis tanaman yang diakui
sebagai bahan aktif tanaman antiinflamasi pada produk kosmetik
sebagai bahan-bahan di produk kosmetik meliputi serbuk sari lebah
(Bee pollen), ekstrak kari, jewelweed, ekstrak teh hijau, aloe, bilberry,
minyak pohon teh, minyak esensial lavender, Boswellia, dan kulit
pohon willow. Mengingat kelimpahan tanaman yang diklaim
memiliki aktivitas antiinflamasi, apakah ada bukti ilmiah yang
menunjukkan bahwa tanaman tersebut memiliki efek penghambatan
pada produksi atau beraksi sebagai mediator inflamasi di kulit?
Jawabannya iya untuk beberapa bahan yang diturunkan dari tanaman.
Salah satu tanaman yang paling banyak dipelajari untuk
aktivitas antiinflamasinya adalah kurkumin, bahan aktif dalam
Kunyit. Beberapa penelitian ilmiah yang diterbitkan di jurnal saintifik
selama 5 - 10 tahun terakhir telah menunjukkan aktivitas antiinflamasi
yang luar biasa dan ampuh dari kurkumin.
Tanaman lain yang telah ditunjukkan melalui studi saintifik
yang diteliti untuk memiliki aktivitas antiinflamasinya adalah
kuersetin, flavonoid yang berasal dari beberapa tumbuhan dan buah-

22
buahan, termasuk apel. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
kuersetin, seperti kurkumin, dapat memblokir gen yang diprakarsai
oleh NF - κ B dan dengan demikian mencegah produksi berbagai
mediator inflamasi. Senyawa turunan lain yang telah diteliti secara
ilmiah terbukti memiliki aktivitas antiinflamasi, yang diuji dengan
sistem model kultur sel meliputi resveratrol, berasal dari anggur dan
knotweed; asam boswellat, berasal dari Boswellia; polifenol,
epigallokatekin galat, berasal dari teh hijau; dan bisabolol, berasal dari
kamomil. Semua senyawa ini telah terbukti memiliki beberapa efek
anti-inflamasi pada kultur sel, seperti menghambat produksi PGE - 2,
sitokin, kemokin, molekul adhesi, atau molekul lain yang terlibat
dalam proses inflamasi.
2.2. Peptida dan Protein
Peptida, protein, asam amino merupakan istilah yang pada
penerapannya sering ditukar padahal mereka memiliki karakteristik,
kegunaan, aktivitas biologi, dan potensi kosmetik yang berbeda.
2.2.1 Definisi
a. Asam Amino
Asam amino merupakan penyusun peptida dan protein.
Merupakan molekul kecil dengan berat molekul 100-200 Da,
dikarakterisasi dengan memiliki gugus amino (NH2) dan gugus
asam karboksilat (COOH) yang terikat pada atom karbon sentral
yang juga mengikat berbagai macam struktur yang dikenal sebagai
rantai samping yang dapat mengenali berbagai macam asam amino.

Gambar 4. Fenilalanin, salah satu dari 20 asam amino


proteinogenik. "Rantai samping" yang merupakan karakteristik
dari masing-masing asam amino (di sini gugus fenil) ditunjukkan

23
dalam kotak.
Dari jumlah teoritis asam amino yang tidak terhingga, hanya
20 (misalnya alanin, prolin, tirosin, histidin, fenilalanin, lisin,
glutamin) yang dimasukkan ke dalam peptida dan protein melalui
kode genetik. Secara individu, asam amino yang diisolasi tidak
memiliki aktivitas biologis intrinsik yang spesifik. Pada sitoplasma
sel, mereka dapat membentuk peptida dan protein atau terkadang,
amina biogenik, seperti serotonin atau dopamin. Di lapisan atas
kulit sebagai bagian dari natural moisturizing factor (NMF) yang
dapat menahan kapasitas air kulit yang berkontribusi terhadap sifat
osmolitik dan higroskopis.
Asam amino mampu untuk berfungsi sebagai asam (pH
kurang dari 7) dan amina (pH lebih dari 7) secara bersamaan dan
jika mereaksikan asam dengan amina mengarah pada pembentukan
amida atau ikatan peptida, ikatan ini terbentuk pada sel hidup
secara enzimatik menghubungkan dua atau lebih asam amino
dalam rantai linear yang disebut peptida ketika panjang rantai
kurang dari sekitar 100 asam amino, atau protein ketika rantai lebih
panjang.
b. Peptida
Terminologi umum menggunakan prefiks untuk
menggambarkan jenis peptida. Seperti, ketika peptida terbuat dari
dua asam amino, seperti tirosin dan arginin ditulis sebagai Tyr-Arg
disebut dipeptida. Tiga kombinasi asam amino menghasilkan
tripeptida, empat kombinasi asam amino menghasilkan
tetrapeptida, dll. Dapat juga digunakan istilah "Oligo" berarti
"beberapa" sehingga oligopeptida yaitu memiliki 2 - 20 asam
amino yang terhubung dalam rantai.

24
Gambar 5. Rantai protein yang tersusun dari asam amino
Karakteristik paling penting dari peptida selain panjangnya
yang ditentukan oleh jumlah asam amino dalam rantai ditentukan
juga oleh urutannya. Urutannya merupakan sekuens yang tepat dari
berbagai asam amino yang dihubungkan bersama. Glisil-histidil-
lisin dan glisill-lisil-histidin adalah tripeptida, tersusun dari tiga
asam amino glisin, histidin, dan lisin. Namun, pada sekuens Gly-
His-Lys yang pertama dan Gly-Lys–His urutan terakhir sangat
penting. Pada peptida terdahulu biasa disingkat GHK berfungsi
untuk menstimulasi sintesis kolagen pada fibroblast, GKH yang
terakhir untuk menstimulasi lipolisis pada adiposit. Fungsi utama
dari kebanyakan peptida adalah untuk membawa pesan biokimia
dari tempat A di dalam tubuh untuk ke tempat B yang
memungkinkan komunikasi yang efektif.
c. Protein
Rantai peptida yang mengandung lebih dari sekitar 100 asam
amino disebut protein. Tetapi, interleukin, sitokin, dan interferon
juga terkadang dikenal sebagai peptida meskipun mereka memiliki
berat molekul yang lebih tinggi. Terkadang perbedaan antara kedua
kategori lebih bergantung pada fungsi daripada ukuran molekul.
Protein dapat dikategorikan menuruti fungsinya yang kurang
lebih sebagai berikut:
o Protein struktural: Pembentuk jaringan, seperti kolagen,
elastin, fibronektin, dan lainnya

25
o Enzim: Protein yang spesifik mengkatalisis reaksi biokimia,
seperti superoksida dismutase (SOD), kimotripsin, tirosinase
o Protein transpor yang mengikat substrat spesifik dan
membawanya di dalam tubuh, seperti hemoglobin sebagai
pembawa oksigen, ferritin sebagai transpor besi, lipoprotein
untuk lipid termasuk kolesterol.
o Sulit untuk mengkategorisasi protein dengan fungsi yang
sangat spesifik: Reseptor seperti protein G, regulator genetik
seperti peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR),
antibodi, koagulan, histon.
Protein dengan massa molekul individu ratusan ribu dalton
sering secara otomatis membentuk kompleks besar dengan ukuran
yang lebih besar dengan mekanisme aktivitas yang sangat
kompleks.

2.2.2 Fungsi Biologis dari Peptida dan Protein pada Kulit


a. Peptida
Asam amino tunggal sangat jarang memiliki fungsi biologis
spesifik selain kehadirannya pada sitoplasma untuk enzim yang
akan diambil dan diproses dalam satu dari banyak cara. Peptida
melakukan banyak fungsi biologis yang penting. Hormon dapat
diklasifikasikan sebagai hormon peptida atau hormon steroid.
Beberapa gangguan, baik internal maupun eksternal, mengarah
pada pelepasan sejumlah kecil peptida dalam sel, darah, kelenjar,
atau di beberapa organ lain. Lalu, peptida bergerak di dalam tubuh
dan berinteraksi dengan reseptor target baik di permukaan sel atau
di dalam inti sel setelah menembus dinding sel. Interaksi ini
memicu aktivitas lebih lanjut di situs, untuk merespon dan
memperbaiki gangguan awal.
Mekanisme aksi ini biasanya ditandai dengan tiga jenis
seperti:

26
o Peptida beredar dan bekerja di situs target mereka pada tingkat
konsentrasi yang sangat rendah, umumnya dalam nanomolar
(10 - 9 mol / L).
o Tiap sekuens peptida memiliki target yang agak spesifik,
afinitas pengikatan yang sangat spesifik dan membawa pesan
yang spesifik sehingga aktivitasnya cukup spesifik. Konsep
yang sangat sederhana dari lock and key (yaitu interaksi
peptida dan reseptor) digunakan untuk menjelaskan potensi
yang spesifik ini.
o Peptida memiliki masa hidup yang singkat dalam organisme
karena enzim proteolitik menguraikannya dengan cepat untuk
menghindari kelebihan beban di situs target.
Aktivitas biologis peptida yang diketahui dalam tubuh
manusia seperti: pengaturan konsentrasi gula darah (insulin);
regulasi tekanan darah (angiotensin, bradikinin, calcitonin gene -
related peptide [CGRP]); laktasi dan persalinan (oksitosin);
diuretik (vasopresin); pembunuh rasa sakit (endorfin, enkefalin);
pencoklatan kulit (α - MSH); menangkal radikal bebas (glutation);
peptida lain seperti vasointestinal peptide (VIP), substansi P, dan
ratusan lainnya. Sifat dan aktivitas peptida yang beragam ini
dengan jelas menunjukkan pentingnya mereka.
Relevansi beberapa peptida di kulit dan perawatan kulit
sangat menarik. Seperti istilah "antiaging" tidak didefinisikan,
tetapi ditafsirkan di sini dalam cara yang agak luas untuk mewakili
apa pun yang membantu kulit terlihat lebih muda.

b. Peptida Antioksidan
o Glutation (γ - glutamil - sisteil - glisin)
Tripeptida GSH memiliki gugus –SH pada asam amino
sistein yang memberikan aktivitas. Tingkat konsentrasi
glutation dalam tubuh menurun seiring dengan usia, yang
mungkin menjadi penyebab dan gejala penuaan. Semakin

27
sedikit GSH maka semakin banyak kerusakan yang dihasilkan
oleh radikal bebas; karena kurangnya glutation reduktase
untuk regenerasi GSH. Selain memberi perlindungan dan
memiliki aktivitas antioksidan, terdapat uji in vitro tetapi
sangat sedikit bukti klinis yang terdokumentasi mengenai
manfaat untuk kulit (untuk penelitian medis). GSH mungkin
juga memiliki efek “pencerah kulit”, seperti dijelaskan oleh
Villarama dan Maibach
o Carnosin (β -alanil-L-histidin)
Merupakan dipeptida dimana β-alanin digunakan
sebagai pengganti standar α-alanin. Bagian histidin dalam
carnosin sangat menarik. Pemecahan enzimatik dari peptida
ini dapat menyebabkan produksi histamin, agen inflamasi
yang poten, tetapi juga berguna dan diperlukan dalam
penyembuhan luka.
Carnosin telah terbukti menangkal reactive oxygen
species (ROS) yang terbentuk dari peroksidasi asam lemak
membran sel selama stres oksidatif. 4-Hidroksi-2-trans-
nonenal (4HNE) adalah salah satu produk akhir yang toksik
dari lipoperoksidasi oleh radikal bebas. Sementara reaksi HNE
dengan glutation (GSH) dikenal sebagai jalur detoksifikasi
yang baik dalam sistem biologis, kemampuan untuk
memadamkan reaksi carnosin terhadap HNE dipelajari oleh
Aldini dkk. Carnosin, meskipun kurang reaktif daripada GSH,
secara signifikan memadamkan HNE (48,2 ± 0,9% konsumsi
HNE setelah 1 jam). Hasilnya menunjukkan bahwa selain
GSH, dipeptida yang mengandung histidin dapat dilibatkan
dalam jalur detoksifikasi spesies reaktif dari peroksidasi lipid.
Carnosin juga terbukti melawan efek glikasi (pengikatan gula
ke protein non enzimatik), yang mengarah ke produk akhir
glikasi lanjutan yang sitotoksik.
Nagai dkk. menunjukkan bahwa carnosin dapat

28
menyembuhkan luka secara tidak langsung, sebagai carnosin
eksogen terdegradasi dalam tubuh oleh carnosinase menjadi β-
alanin dan histidin yang diubah oleh histidin dekarboksilase
untuk menghasilkan histamin. β-alanin menstimulasi
biosintesis asam nukleat dan kolagen, sedangkan histamin
dapat meningkatkan proses penyembuhan luka dengan
merangsang efusi pada tahap awal inflamasi.
c. Neuropeptida
Kulit dan otak berasal dari jaringan embrionik awal yang
sama. Sehingga, banyak peptida yang ditemukan ada dan memiliki
aktivitas di otak juga ditemukan di kulit.
o Calcitonin gene - related peptide
Calcitonin gene - related peptide (CGRP) mengandung
37 asam amino yang saat ini dikenal sebagai vasodilator yang
paling poten. Selain itu, juga terlibat dalam stimulasi cyclic
adenosine monophosphate (cAMP) dan keringat, karena
peptida ini jelas terlibat dalam respon inflamasi, dan baru-baru
ini ditemukan berkontribusi terhadap sakit kepala migrain.
CGRP dilepaskan dari sel-sel saraf, termasuk epidermis.
Ditemukan bahwa dermatitis atopik berbanding terbalik
dengan kadar plasma CGRP. Fragmen tertentu dari peptida,
telah terbukti secara kompetitif menghambat aktivitas ini dan
terbukti dalam perawatan kulit, seperti dalam produk anti-
kemerahan dan antiperspirant.
o Bombesin
Bombesin merupakan 14 asam amino neuropeptida yang
mengaktifkan tiga reseptor G-protein-coupled yang berbeda
yang dikenal sebagai BBR1, BBR2, dan BBR3. Sehubungan
dengan aktivitas pada kulit, Baroni dkk. mempelajari efek
neuropeptida pada regenerasi jaringan dan penyembuhan luka,
pada migrasi, proliferasi, dan diferensiasi keratinosit secara in
vitro, pada satu lapis keratinosit manusia yang mengalami

29
kerusakan mekanis. Mediator yang berbeda terlibat dalam
perbaikan luka, proliferasi sel, dan motilitas, dan efek
langsung pada perbaikan luka dengan mengamati penutupan
luka setelah cedera mekanis. Data menunjukkan bahwa
bombesin mungkin memiliki peran penting dalam perbaikan
kulit dengan mengatur ekspresi penanda penyembuhan.
Bombesin juga meningkatkan pertumbuhan dan migrasi sel.
Neuropeptida lain seperti neuropeptida Y (NPY), PYY,
dan PP yang bekerja pada reseptor protein G. NPY
mengandung 36 asam amino berada pada sistem saraf pusat.
NPY dapat beraksi pada adiposit dan sebabkan obesitas.
Penghambat NPY telah digunakan dalam perawatan selulit
sedangkan stimulasi NPY pada kulit wajah dapat mengisi
kembali lapisan hipodermis (lipofilling).
o Pro – opiomelanocortin
Pro - opiomelanocortin (POMC) memiliki ukuran 241
asam amino. POMC dikodekan oleh gen yang ditemukan di
kelenjar pituitari. POMC juga disekresikan oleh sel-sel
hipotalamus, beberapa neuron, serta oleh keratinosit dan
melanosit kulit dan kulit kepala. Namun, protein ini sepertinya
tidak memiliki fungsi tersendiri bergantung pada tempat sel
diproduksi dan pemecahan oleh enzim endopeptidase menjadi
fragmen kecil atau peptida, yang memiliki fungsi spesifik di
sel target.
241 rantai asam amino mengandung sekuens dari
hormon adrenokortikotropik (ACTH; kortikotropin dengan 39
asam amino) sebagai imunomodulator dan peptida yang
memediasi inflamasi, sintesis melanin stimulating hormone
(α-MSH; dengan 13 asam amino), dan jenis lain yang disebut
β-MSH serta peptida lipolitik β-lipotropin (90 asam amino)
yang mengandung sekuens β-endorfin (31 asam amino), dan
enkefalin pentapeptida (Tyr-Gly-Gly-Phe-Met) yang

30
merupakan urutan pertama asam amino endorfin.
Pada perawatan kulit fragmen α-MSH serta derivatif
atau analog, peptidanya dapat digunakan untuk membantu
mengeluarkan warna kulit dengan merangsang melanogenesis
(pencoklatan kulit) atau dengan mengurangi jumlah
pigmentasi (pencerah kulit). β - Endorfin dan fragmen N
terminal pentapeptida enkefalin dapat menyejukkan kulit
karena molekul ini dapat dideteksi di epidermis, terlokalisasi
dekat dengan ujung saraf. Neuropeptida kyotorphin, yang
belum terdeteksi di kulit, tetapi sepertinya memiliki aktivitas
yang sama pada kulit seperti dalam otak
d. Matrikin
Istilah matrikin digunakan untuk menggambarkan fragmen
matriks makromolekul yang memiliki aktivitas stimulasi dan
perbaikan jaringan. Katayama dkk. menjelaskan ukuran minimal
fragmen prokolagen I masih mampu menginduksi neosintesis
kolagen pada fibroblas paru-paru manusia; seperti molekul yang
sangat hidrofilik pentapeptida Lys-Thr-Thr-Lys-Ser. Tripeptida
Gly-His-Lys, ditemukan di kolagen yang rusak dan dalam beberapa
protein serum, juga merangsang sintesis kolagen pada fibroblas
kulit manusia, seperti yang ditemukan oleh Maquart et al.
Tetrapeptida Arg-Gly-Asp-Ser, sekuens yang ditemukan dalam
struktur fibronektin yang memiliki afinitas mengikat protein ke
kolagen dan ke membran sel, mampu membantu sel bermigrasi
selama proses penyembuhan luka. Agar migrasi ini terjadi, sel-sel
harus terlepas dan bergerak melalui jaringan ke tempat yang
dibutuhkan. Migrasi ini dipandu oleh gradien konsentrasi peptida,
seperti Val-Gly-Val-Ala-Pro-Gly, yang merupakan fragmen
elastin. Fenomena migrasi ini dikenal sebagai kemotaksis.

31
Gambar 6. Skema perbaikan jaringan kulit yang terluka

2.2.3 Hambatan Penggunaan Peptida dalam Dermocosmetics


a. Penetrasi Kulit
Target utama peptida bukan statum korneum, karena peptida
membutuhkan kulit yang hidup untuk menerima pesan. Peptida yang
diperlukan adalah yang dapat mencapai epidermis (keratinosit),
lapisan basal (melanosit, ujung saraf), dermis (fibroblas), dan
hipodermis (adiposit). Semakin besar peptide (lebih dari 6 atau 7
asam amino), semakin kecil kemungkinannya untuk mencapai
lapisan kulit yang lebih dalam. Adanya pengikatan rantai lipofilik
(asam lemak dengan panjang rantai sesuai) pada peptida kecil dapat
meningkatkan penetrasi.
Keterbatasan lain adalah gangguan aktivitas biologis oleh
asilasi peptida. Terminal N ionik penting untuk memicu efek pada
situs target. Contoh pada aktivitas antioksidan, carnosine berubah
menjadi aktivitas pro-oksidan ketika peptide dimodifikasi menjadi
palmitoil-carnosin. Sebagai alternatif, pengikatan rantai poliarginin
pada peptide dapat membantu penetrasi molekul ke stratum
korneum. Formulasi liposom juga dapat membantu membawa
peptida melalui penghalang (barrier), tetapi penelitian tentang ini

32
masih sedikit.
b. Stabilitas
Stabilitas kimia peptida sangat terbatas. Pada lingkungan
berair seperti pada kosmetik, peptida dapat terhidrolisis. Semakin
panjang peptida maka semakin rapuh/tidak stabil. Pemilihan
eksipien dan stabilitator dapat membantu hambatan ini.
c. Analisis
Setelah 6-12, pendeteksian keberadaan peptide dalam
formulasi menjadi sulit jika berada dalam jumlah mikromolar atau
konsentasi kecil (kadar ppm). Dibutuhkan teknik analisis khusus
seperti derivatisasi, spektometri massa, dan spektrometri fluoresensi
yang perlu dikembangkan secara khusus sesuai jenis peptidanya.
Teknik analisis ini membutuhkan biaya yang sangat mahal.
d. Toksisitas
Semakin kecil peptida, semakin kecil kemungkinannya untuk
menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Ukuran peptida tidak
sebesar protein sehingga kemungkinan terjadinya reaksi alergi kecil.
Perlu adanya evaluasi keamanan yang tepat terutama untuk peptide
yang dimodifikasi dengan asilasi atau esterifikasi, untuk
memastikan tidak adanya efek yang tidak diinginkan.
e. Biaya
Peptida dengan urutan terdefinisi dan kemurnian tinggi
(>90%) membutuhkan biaya produksi yang besar. Meskipun
terdapat beberapa protein hidrolisat yang dapat di ekstraksi, peptida
yang digunakan dalam aplikasi kosmetik adalah peptida sintesis.

2.2.4 Aplikasi Penggunaan Peptida dalam Perawatan Kulit Antiaging


a. Matrikin
Peptida matrikin yang digunakan dalam perawatan kulit adalah
pentapeptide Pal-KTTKS. Hasil analisis DNA array terhadap Pal-
KTTKS menunjukkan sebagian besar gen yang terlibat dalam proses
penyembuhan luka diregulasi pada sel yang diinkubasi dengan

33
peptida. Peptida palmitoylated menstimulasi sintesis kolagen I,
kolagen IV, fibronektin, dan glikosaminoglikan. Peptida ini diuji
dalam uji klinis terkontrol dimana terbukti dapat menebalkan kulit,
meningkatkan epidermal-dermal junction dan secara mikroskopik
mengurangi garis-garis halus dan kerutan.
Matrikin tripeptida Gly-His-Lys dapat menjadi penyembuh luka dan
perawatan kulit dalam formulasi dermocosmetic. Aktivitas dalam
bentuk palmitoilnya (Pal-GHK) lebih aktif dan dapat meniru efek
asam retinoat. Penelitian kombinasi tri- dan tetrapeptide (Pal-GHK
+ Pal-GQPR) yang diaplikasikan dua kali sehari selama 1-2 bulan
dalam bentuk emulsi minyak dalam air yang mengandung 4 ppm
Pal-GHK dan 2 ppm Pal-GQPR menunjukkan hasil signifikan
penurunan kerutan dan peningkatan kekecangan pada kulit
(diperlihatkan pada gambar di bawah ini).

Gambar 7. Hasil penelitian kombinasi tri- dan tetrapeptide (Pal-


GHK + Pal-GQPR)
Dalam formulasi lain, peptida GHK dapat dikombinasikan
dengan biotin untuk memperkuat afinitas peptide pada keratin
rambut. Peptida biotinil-GHK diuji terhadap pertumbuhan rambut
secara in vitro (pada gambar dibawah). Pengujian dilakukan pada
peptida dengan konsentrasi 2 ppm dan 5 ppm. Hasil yang diperoleh
adalah adanya peningkatan panjang rambut sebesar 58% (2 ppm)
dan 120% (5 ppm).

34
Gambar 8. Folikel rambut yang diinkubasi selama 14 hari,
(a&b) kontrol; (c&d) Biot-GHK 5 ppm.
b. Neuropeptida
Neurotensin, VIP, NPY, substansi P dan CGRP memiliki
aktivitas biologis tetapi tidak dapat digunakan dalam aplikasi
kosmetik karena sifat iritannya. Kompleks dipeptida Tyr-Arg
(kyotropin) memiliki efek analgesik melalui pelepasan enkefalin di
otak. Peptida modifikasi N-asetill-tyr-arg-hexadesilester
menunjukkan peningkatan bioavailabilitas kulit dan menstimulasi
pelepasan β-endorfin di keratinosit. Selain itu peptide modifikasi ini
dapat mengurangi sensitivitas kulit terhadap suhu eksternal, bahan
kimia, dan stress mekanik.

2.2.5 Protein
Protein struktural adalah salah satu komponen pembentuk organ
dan jaringan tubuh manusia. Kolagen merupakan salah satu bentuk
protein bersama dengan keratin, elastin, fibronektin, aktin, glikoprotein
dan proteoglikan yang dibutuhkan untuk membentuk otot dan kulit.
Protein-protein ini mengalami proses pembaharuan yang konstan.
Enzim berfungsi untuk mempercepat reaksi biokimia dan bekerja

35
dengan spesifik. Bagian dari enzim yang penting adalah proteolitik,
lipolitik, antioksidan, perbaikan DNA, dan enzim yang berperan dalam
sintesis dan regulasi gen. Berbagai jenis enzim telah digunakan dalam
produk dermocosmetic.
a. Enzim Proteolitik
Enzim proteolitik digunakan sebagai alternative dari asam α-
hidroksi (AHA) sebagai pengelupas permukaan kulit.
Penggunaannya harus dalam konsentrasi yang dibatasi (sesuai
dosis). Efek enzim proteolitik yang memberi rasa halus pada kulit
ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 9. Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) pada kulit


yang diberikan patch oklusif yang mengandung (a) krim kontrol pH
7, (b) krim dengan AHA pH 3,5, (c) krim dengan larutan enzim
proteolitik 2%.
b. T4 Endonuklease V
T4 endonuklease V diisolasi dari Escherichia coli yang
diinfeksi oleh bakteri T4. T4 endonuklease V dapat memperbaiki
DNA karena paparan UV yang terinduksi dimer pirimidin
siklobutana. Jika diaplikasikan secara topikal, liposom yang
mengandung T4 endonuklease V dapat mengurangi terjadinya
karsinoma sel basal sebesar 30% dan keratosis aktinik sebesar 68%
tanpa efek yang tidak diinginkan dan reaksi alergi atau iritasi.
c. Superoksida dismutase
Superoksida dismutase (SOD) merupakan enzim antioksidan
yang terdapat pada permukaan kulit. Penambahan enzim ini kedalam
formulasi kosmetik digunakan untuk memperkuat sistem pertahanan
kulit. SOD memiliki aktivitas perlindungan kulit terhadap kerusakan

36
akibat UV yang teriinduksi radikal bebas. Stabilitas derivat SOD saat
produksi dan penyimpanan setelah menjadi produk masih diragukan.
2.3. Faktor Pertumbuhan Seluler
2.3.1 Peran Faktor Pertumbuhan Seluler dalam Perawatan Kulit
Faktor pertumbuhan adalah protein pengatur yang memediasi jalur
sinyal antara dan di dalam sel. Faktor pertumbuhan berperan penting
dalam perbaikan jaringan rusak yang merupakan interaksi dari beberapa
faktor pertumbuhan yang penting untuk regenerasi jaringan sehingga
dapat berperan dalam penyembuhan luka dan mengurangi kerusakan
pada kulit akibat penuaan. Penuaan kulit terdiri dari Penuaan intrinsik
(yang berkaitan dengan usia) dan penuaan ekstrinsik (fotoaging yang
dimediasi UV). Setelah luka telah ditimbulkan, berbagai faktor
pertumbuhan membanjiri tempat luka dan berinteraksi secara sinergis
untuk memulai dan mengkoordinasikan setiap fase penyembuhan luka.
Mereka membantu mengerahkan dan mengaktifkan fibroblast untuk
memproduksi matriks ekstraseluler yang cepat untuk menutup luka
diikuti dengan stimulasi dan perbanyakan keratinosit untuk membentuk
epidermis baru.

Gambar 10. Tahapan Penyembuhan Luka dan Peran Faktor

37
Pertumbuhan
Peradangan menyebabkan degradasi elastin dan paparan sinar UV
menyebabkan pembentukan elastin abnormal oleh fibroblast. Sinar UV
juga merupakan penghambat leukosit elastase sehingga meningkatkan
akumulasi bahan elastotik. Akumulasi bahan elastotik disertai degenerasi
jaringan kolagen di sekitarnya. Efeknya adalah pengurangan sintesis
prokolagen, peningkatan degradasi kolagen dalam matriks ekstraseluler
dermal, dan peningkatan deposisi irregular elastin. Pada proses resolusi
kerusakan pada kulit dan penyembuhan luka membutuhkan keterlibatan
faktor pertumbuhan dan sitokin seperti TGF - β , TNF α , platelet –
derived growth factor (PDGF), IL - 1, IL - 6, and IL – 10. Faktor
pertumbuhan dan sitokin berasal dari makrofag, keratinosit epidermis,
dan fibroblas.
Transisi dari fase inflamasi penyembuhan luka ke fase granulasi
diperantarai oleh berbagai faktor pertumbuhan dan sitokin termasuk
PDGF, TGF α , TGF - β , fibroblast growth factors (FGFs), insulin - like
growth factor 1 (IGF - 1), cerebrospinal fluid (CSF), interleukins dan
TNF α. Selama fase granulasi, beberapa jalur metabolik mengarah pada
pembentukan kolagen baru dan perbaikan matriks ekstraseluler.
Tahap akhir penyembuhan luka setelah granulasi dan re-epitelisasi
luka atau pengelupasan kulit yang terbakar matahari adalah awal dari
remodeling jaringan dermal. Selama tahap ini, kekuatan rendah, tidak
teratur, tipe 3 kolagen dan struktur elastin yang dihasilkan selama fase
produksi matriks ekstraseluler digantikan oleh kolagen tipe 1 yang lebih
kuat dan serat elastin terstruktur untuk memberikan kekuatan dan
ketahanan pada dermis. Fase remodelling ini dapat berlangsung selama
beberapa bulan dan merupakan kunci untuk peremajaan kulit akibat
penuaan kulit.
Penggunaan faktor pertumbuhan dan sitokin dalam peremajaan
kulit dan pembalikan photoaging mulai digunakan sebagai pengobatan
antipenuaan baru pada beberapa produk kosmetik yang diaplikasikan
secara topikal. Faktor pertumbuhan, sitokin, dan agen lain yang

38
membantu membangun kembali matriks ekstraseluler sangat penting
dalam mengurangi tanda-tanda penuaan kulit seperti garis-garis halus
dan kerutan.
Beberapa produk cosmeceutical yang mengandung salah satu
faktor pertumbuhan manusia atau kombinasi beberapa faktor
pertumbuhan manusia dan sitokin saat ini dipasarkan untuk peremajaan
kulit yang menua. Beberapa studi klinis sekarang menunjukkan bahwa
faktor pertumbuhan manusia ketika diaplikasikan secara topikal
memberikan efek menguntungkan dalam mengurangi tanda-tanda
penuaan kulit wajah.
Tabel 2. Daftar beberapa faktor pertumbuhan penting dan sitokin

39
2.3.2 Uji Klinis Penggunaan Faktor Pertumbuhan Seluler
Dalam studi double-blind, 60 subjek secara acak diberikan TNS
Recovery Complex (Produk yang mengandung kombinasi alami dari
campuran faktor pertumbuhan turunan fibroblast) atau pembawa dan
menggunakannya dua kali sehari selama 6 bulan bersama dengan
moisturizing cleanser dan tabir surya. Perawatan dengan TNS Recovery
Complex selama 3 bulan menghasilkan pengurangan yang lebih besar
pada garis-garis halus dan keriput daripada perawatan pembawa yang
diukur dengan optical profilometry dan assessment of photographs.
Hasilnya secara statistik signifikan (p ≤ 0,05) atau tren menuju statistik
signifikansi (p ≤ 0.1). Studi ini menunjukkan bahwa produk yang diuji
menunjukkan manfaat signifikan dari pembalikan tanda dan gejala
penuaan kulit.

Gambar 11. TNS Recovery Complex

Gambar 12. Area sebelum (a) dan sesudah (b) pemberian TNS
Recovery Complex setelah 6 bulan

40
2.3.3 Pertimbangan kualitas produk
Produk kosmetik yang mengandung campuran zat alami seperti
faktor pertumbuhan seluler umumnya sulit untuk dianalisis konsentrasi
dari bahan aktifnya. Bahkan produk yang diproduksi dengan faktor
pertumbuhan tunggal tidak diberi label dengan kadar faktor pertumbuhan
yang membuatnya sulit untuk membandingkan kekuatan produk. Lebih
banyak upaya analitik diperlukan untuk memastikan bahwa konsumen
tahu bahwa produk yang mereka gunakan memiliki standar kualitas yang
dapat diandalkan. Selain itu, faktor pertumbuhan dan peptida biologis
aktif lainnya secara inheren tidak stabil dalam lingkungan non-fisiologis,
kecuali jika mereka disimpan beku pada suhu di bawah -20°C. Adanya
aditif aktif permukaan, alkohol, dan bahan pengurai protein lainnya
semakin menurunkan stabilitas produk dan kompromi keampuhan
produk selama shelf - life suatu produk. Jika analisis kuantitatif tidak bisa
dilakukan karena kompleksitas formulasi, pengukuran aktivitas biologis
harus dilakukan dengan menggunakan teknik yang tepat untuk
memastikan stabilitas produk di seluruh shelf – life yang telah dilabelkan.
2.4. Retinoid
2.4.1 Retinoid terapetikal dan kosmesetikal
Retinoid adalah zat yang terdiri dari vitamin A (retinol) dan
turunan alami maupun sintetisnya. Retinol diproduksi di usus kecil baik
oleh hidrolisis retinil ester, atau dengan oksidasi berbagai karotenoid .
Retinol dapat dioksidasi menjadi retinaldehida, dan kemudian menjadi
asam retinoat yaitu bentuk aktif biologis dari vitamin A. Namun, retinol
dapat diesterifikasi dengan asam lemak untuk membentuk retinil ester.
Asam retinoat teroksidasi menjadi metabolit yang kurang aktif yaitu 4 -
asam oksoretinoat, atau diubah menjadi glukuronida retinoil, sedangkan
retinol diubah menjadi retinil glukuronida..
Sebagai agen aktif biologis yang diberikan kepada manusia,
retinoid dapat dibagi menjadi therapeuticals dan cosmeceuticals.
Retinoid terapetik biasanya adalah ligan RAR atau RXR (kecuali
isotretinoin), dan tersedia dengan resep dokter untuk mengobati penyakit

41
seperti jerawat, psoriasis, dan aktinik keratosis, atau penyakit onkologi
seperti promyelocytic akut leukemia, limfoma sel T kutaneous, dan
skuamosa atau karsinoma sel basal. Metabolisme aktif endogen dari
retinol (vitamin A) seperti all-trans-retinoic acid (tretinoin), 9-cis-
retinoic acid (alitretinoin), dan 13-cis-retinoic acid (isotretinoin), serta
retinoid monoaromatic sintetis acitretin dan etretinate, dan arotinoid
adapalene, tazarotene, dan bexarotene, milik therapeutical retinoid.
Prekursor endogen asam retinoat (yaitu ester retinil, retinol, dan
retinaldehida), tidak berikatan dengan reseptor retinoid nuklir, ditemukan
di banyak produk OTC (Over the Counter), dan merupakan kelompok
retinaid cosmeceutical topikal.

42
Gambar 13. Struktur kimia retinoid terapetikal (a) dan kosmeketikal (b)
2.4.2 Efek genomik dan non-genomik
a. Efek Genomik
Efek genomik dari retinoid topikal adalah konsekuensi dari
modulasi ekspresi gen mengikuti pengikatannya dengan reseptor
RAR atau RXR nuklir. Efek ini kemungkinan besar menjelaskan
hasil yang diperoleh dalam membalikkan dan mencegah berbagai
tanda penuaan kulit seperti aktivasi matriks metalloproteinase, stres

43
oksidatif, dan degradasi matriks ekstraseluler. Secara khusus,
retinoid diketahui untuk menghambat diferensiasi keratinosit dan
untuk merangsang hiperplasia epidermal. Aktivasi Heparin binding-
epidermal growth factor (HB - EGF) dari reseptor keratinosit ErbB
melalui putaran RAR dependen parakrin telah diusulkan untuk
memediasi indusi retinoid-epidermal hiperplasia. Telah ditunjukkan
bahwa CD44v3, varian heparan sulphate-bearing CD44, yang
merupakan proteoglycan polimorfik multifungsi dan sel utama
reseptor permukaan hyaluronan (HA), merekrut matriks aktif
metalloproteinase 7, prekursor HB - EGF (pro- HB-EGF) dan salah
satu reseptornya, ErbB4, untuk membentuk kompleks di permukaan
sel epitel murine.
b. Efek Non-genomik
Ada beberapa bukti bahwa retinoid mungkin menggunakan
aktivitas biologis secara independen dari ikatan retinoid itu sendiri
dengan reseptor nuklir, sehingga dapat membenarkan konsep
retinoid kosmesetikal. Efek tidak langsung tersebut telah
didokumentasikan dengan baik, dan manifestasi klinis telah diamati.
2.4.3 Fotobiologi retinoid topikal
Karena rantai sampingnya mengandung banyak ikatan ganda,
retinoid sangat kuat dalam menyerap sinar UV, dengan koefisien
kepunahan molar sekitar 52.000 (M- 1/cm- 1) pada panjang gelombang
mulai dari 325 nm untuk retinol sampai 385 nm untuk retinaldehid. Hal
ini juga memungkinkan retinoid digunakan sebagai filter UV saat
dioleskan secara topikal: retinoid topikal telah diketahui dapat mengisi
kulit dengan konsentrasi epidermis suprafisiologi.
Misalnya, 2% retinil palmitat topikal seefisien tabir surya komersil
dengan SPF 20 untuk mencegah eritema UVB-induced dan photodamage
DNA pada kulit sukarelawan yang sehat. Potensi serupa dari retinoid ini
menunjukkan aksi fisik yang dimediasi oleh sifat spektralnya dari aksi
biologis dengan berikatan dengan reseptor nuklir. Hal ini juga
menyiratkan bahwa paparan sinar matahari menginduksi penipisan

44
vitamin A dalam epidermis, yang signifikan dalam hal photoaging belum
sepenuhnya dianalisis.
Namun, efek biologis dari fotodegradasi vitamin A dan retinoid
lainnya kurang dipahami dan mungkin penting untuk jaringan yang
terpapar sinar matahari, seperti kulit. Paparan sinar UV terhadap retinol
atau esternya menghasilkan radikal bebas dan spesies oksigen reaktif
yang dapat merusak sejumlah target seluler (protein, lipid, dan DNA).
Keseimbangan antara positif, sifat seperti, dan kemungkinan kerusakan
pada biomolekul sulit untuk dinilai, dan mungkin bergantung pada
beberapa faktor Untuk alasan ini, masih disarankan untuk menghindari
paparan UV saat menggunakan retinoid topikal.
2.4.4 Aktivitas Antibakteri dari retinaldehid
Retinaldehida memiliki aktivitas biologis secara langsung dengan
bereaksi secara non-enzimatis dengan biomolekul yang terdapat pada
permukaan kulit dan juga flora bakteri. Retinaldehid memiliki potensi
lebih dibandingkan retinol dan asam retinoate.
2.4.5 Retinoid Kosmetika Topikal sebagai antioksidan
Kulit secara fisiologis memiliki mekanisme sistem antioksidan
yang dapat menetralkan efek merusak dari stress oksidatif terhadap kulit.
Tetapi pada kasus kronis dan akut akan stres oksidatif, antioksidan
endogen memiliki kapasitas dan telah mencapai batasnya sehingga
kerusakan jaringan tidak dapat dihindari. Stres oksidatif meningkat
seiring bertambahnya usia, sedangkan pada saat yang sama sistem
antioksidan endogen menjadi kurang efisien Sehingga, penggunaan
antioksidan eksogen pada kulit dapat digunakan untuk memperlambat
proses alami penuaan kulit.
Retinoid telah terbukti untuk mengerahkan radikal bebas. Hal itu
sebabkan oleh struktur ikatan ganda terkonjugasi dari sisi rantai dan
bagian cyclohexenyl atau aromatis untuk mengikat reseptor nuclear
retinoid.
2.4.6 Pengaruh retinoid kosmetik topikal terhadap pigmentasi
Pada percobaan menggunakan tikus, retinaldehid 0.05% memiliki

45
efek depigmentasi yang lebih tinggi dibandingkan asam retinoate 0.05%.
Retinil ester juga digunakan secara luas dalam kosmetik. Untuk
mengerahkan aktivitas seperti retinoid, retinil ester harus dihidrolisis
terlebih dahulu menjadi retinol, dan kemudian teroksidasi menjadi asam
retinoate. Proses tersebut tidak terlalu efektif dibandingkan retinol dan
retinaldehid, karena memiliki langkah-langkah enzimatis yang lebih.
2.4.7 Profil Spesifik dari Beberapa Jenis Retinoid yang Digunakan dalam
Kosmetik
a. Retinol dan retinil ester
Retinol dan retinil ester termasuk retinoid endogen topikal,
artinya merupakan precursor alami retinaldehid dan asam retinoat
pada kulit. Retinol memiliki laju oksidasi yang lambat menjadi
retinaldehid dan asam retinoat. Konsentrasi retinol yang diperlukan
untuk menginduksi aktivitas biologis mirip dengan asam retinoate
(0.05%) menginduksi terjadinya dermatitis. Untuk menghindari
konsentrasi tinggi retinol atau ester retinil dalam formulasi topikal,
ialah dengan menggabungkan konsentrasi sedang dengan agen
topical lain seperti tokoferol, askorbat dan turunan, flavonoid, dan
antioksidan biologis lain.
Fungsi lain dari retinol ialah mengabsorbsi sinar UV pada
Panjang gelombang yang lebih pendek (325 nm) dibandingkan
retinaldehid (385 nm) dan asam retinoat (345 nm).
b. Retinaldehid
Retinaldehil memiliki tingkat iritasi yang lebih rendah
dibandingkan asam retinoat. Retinaldehid tidak berikatan dengan
reseptor nuclear retinoid dan secara selektif memberikan
konsentrasi asam retinoat yang rendah. Hal tersebut mencegah
terjadinya kelebihan asam retinoat di kulit, sehingga mencegah
terjadinya iritasi kulit. Dibandingkan dengan retinoid lain,
retinaldehid memuat kulit dengan retinoid alami dengan efisien, hal
itu dikarenakan penetrasi yang lebih baik melalui kulit, dan
kemampuan untuk direduksi menjadi retinol dan teroksidasi menjadi

46
asam retinoate dengan cepat.
2.5. Vitamin Topikal
Beberapa jenis vitamin dapat digunakan dalam produk
kosmetik topikal karena vitamin ini memiliki kandungan essensial
yang berpotensi untuk memberikan efek menguntungkan pada
beberapa masalah kulit. Vitamin ini sudah banyak diteliti sehingga
peneliti mengetahui bagaimana mekanisme dan toksisitasnya.
2.5.1 Vitamin A
2.5.1.1Bentuk Vitamin A
Beberapa bentuk vitamin A yang sering digunakan untuk
kosmetik adalah retinol, retinil ester (Contohnya seperti retinil
asetat, retinil propionat, retinil palmitat), dan retinaldehid. Melalui
reaksi enzim endogen, bentuk vitamin A tadi di konversikan menjadi
asam trans-retinoat, yaitu bentuk aktif vitamin A di kulit. Secara
spesifik retinil ester dikonvesi menjadi retinol dengan aktivitas
esterase. Setelah itu, retinol dikonversikan menjadi retinaldehid oleh
retinol dehidrogenase. Pada akhirnya retinaldehid teroksidasi
menjadi asam retinoat oleh retinaldehid oksidase.

Gambar 14. Konversi retinil ester menjadi asam trans-retinoat pada


kulit.

47
2.5.1.2 Mekanisme
Asam Trans-retinoat adalah bentuk aktif vitamin A di kulit.
Asam Trans-retinoat berinteraksi dengan reseptor asam retinoat
(RAR) dan reseptor X retinoid (RXR), dimana bisa membentuk
kompleks heterodimer. Kompleks ini akan berinteraksi dengan
rangkaian DNA spesifik untuk mempengaruhi transkripsi untuk
menambah atau mengurangi ekspresi dari protein atau enzim.
Menurut sebuah penelitian telah ditemukan ekspresi gen untuk
lebih dari 1200 gen terpengaruh oleh perawatan retinoid topikal pada
kulit manusia.
Beberapa perubahan spesifik yang ditimbulkan karena retinoid
untuk efek anti kerut nya adalah kulit nya lebih mengeras sehingga
menghilangkan penampilan garis-garis halus dan kerut pada kulit.
Contohnya adalah meningkatnya proliferasi lapisan epidermis dan
diferensiasi (meningkatnya ketebalan epidermis), meningkatnya
produksi substansi dasar epidermi (glikosaminoglikan yang dapat
mengikat air sehingga meningkatnya hidrasi epidermis dan
ketebalan), dan meningkatnya komponen matriks ekstraseluler yang
dihasilkan oleh dermis seperti collagen (akan meningkatkan
ketebalan dermis).
Efek pada epidermis seperti penebalan epidermis akan muncul
secara cepat dengan hitungan hari setelah pengobatan menggunakan
topikal vitamin A. Tetapi untuk memberikan efek ke bagian dermis
kulit membutuhkan waktu yang lebih lama.
2.5.1.3 Efek Topikal
Kebanyakan dalam literatur topikal retinoid yang sering
diperhatikan adalah asam trans-retinoat, tetapi masih ada senyawa
vitamin A lain yang dapat digunakan untuk kosmetik. Dikarenakan
retinoid dapat mengiritasi kulit, pengguna harus mengetahui berapa
dosis retinoid yang dapat digunakan oleh kulitnya sehingga dapat
menggunakannya dengan efektif. Retinol lebih bisa ditoleransi oleh
kulit daripada asam trans-retinoat. Dalam beberapa penelitian

48
ditemukan retinil propionat lebih ringan dibandingkan dengan
retinol dan retinil asetat.
Retinoid sangat poten sehingga dosis topikal yang diberikan
kurang dari 1%.
Pada dosis yang rendah, dengan uji double-blind pada
setengah wajah selama 12 minggu, retinol dan retinil propionat
menunjukan hasil yang signifikan dalam pengurangan
hiperpigmentasi dan keriput pada wajah.
2.5.1.4 Permasalahan
Terdapat 2 permasalahan apabila ingin menggunakan retinoid.
Pertama, memiliki kecenderungan mengiritasi kulit sehingga dapat
memberikan efek negatif untuk sifat yang melindungi kulit.
Walaupun tingginya dosis vitamin ini dalam sediaan akan
memberikan efek anti penuaan yang baik, iritasi yang diakibatnya
akan membataskan konsentrasi yang dapat digunakan. Permasalahan
ini dapat diatasi dengan penggunaan retinil ester yang lebih tidak
mengiritasi dibandingkan dengan retinol atau ditambahkan bahan
yang mempunyai efek anti iritasi.
Permasalahan yang kedua adalah ketidakstabilan vitamin A
terutama dengan cahaya dan oksigen. Sehingga untuk memastikan
kestabilan retinoid pada produk yang sudah jadi, dalam pembuatan
dan pengemasnya perlu memperhatikan lingkungan sekitarnya
seperti keterpaparannya dengan oksigen dan cahaya. Produk jadinya
menggunakan pengemas yang tidak tembus cahaya (opaque) dan
kedap udara, selain itu juga menggunakan lubang yang kecil dalam
pengambilan produknya sehingga tidak terlalu terpapar oksigen
ketika terbuka. Dapat ditambahkan antioksidan untuk menstabilkan

49
2.5.1.5 Contoh

Gambar 15. Contoh Sediaan Serum Vitamin A yang Mengandung


Retinol 0.3 %

2.5.2 Vitamin B
2.5.2.1 Bentuk Vitamin B3
Ada 3 bentuk utama yang digunakan untuk produk perawatan
kulit untuk vitamin B3 yaitu, niasinamida (nicotinamide), asam
nikotinat, dan nicotinat ester (contohnya adalah myristoil nikotinat,
benzil nikotinat)
2.5.2.2 Mekanisme
Vitamin B3 bertindak sebagai prekursor untuk kofaktor
endagon enzim, terutama Nikotinamida Adenin Dinukleotida
(NAD), turunan terfosforilisasi (NADP), dan bentuk reduksinya
(NADH, NADPH) yang memiliki sifat antioksidan. Kofaktor-
kofaktor ini banyak ikur serta dalam reaksi enzimatis di kulit dan
memiliki potensial untuk mempengaruhi beberapa proses kulit.
Topikal niasinamida memiliki efek :
• Niasinamida dapat menghambat produksi minyak, terutama
mempengaruhi kandungan dari trigliserida dan asam lemak.
Hal ini mungkin dapat memberikan efek mengurangi ukuran
pori kulit dan memperbaiki susunan kulit.

50
• Niasinamida meningkatkan produksi pertahanan kulit
(contohnya ; ceramida) yang diproduksi oleh epidermis dan
juga lapisan protein yang dapat melindungi kulit dan
prekursornya (keratin, involukrin, filagrin). Peningkatan
lapisan perlindungan kulit ini juga dengan menurunkan
kehilangannya kadar air pada transepidermis. Lapisan
perlindungan kulit yang membaik akan melindungi kulit dari
lingkungan yang dapat merusak kulit seperti surfaktan dan
larutan yang dapat menyebabkan iritasi, inflamasi, dan
kemerahan pada kulit. Dikarenakan inflamasi dapat terlibat
dalam masalah penuan kulit, perbaikan lapisan kulit ini dapat
memberikan efek anti penuan pada kulit. Efek anti inflamasi
dan pengurangan sebum dapat memberikan pengaruh ke efek
anti jerawat.
• Niasinamida meningkatkan produksi kolagen yang dapat
berpengaruh dalam reduksi keriput pada kulit
• Niasinamida menginhibisi perpindahan melanosom dari
melanosit ke keratinosit sehingga dapat mengurangi
hiperpigmentasi pada kulit.
• Niasinamida dapat menginhibisi penguningan kulit. Faktor
yang menyebabkan penguningan kulit ini adalah oksidasi
protein (glikasi : reaksi maillard) yaitu reaksi oksidasi yang
spontan antara protein dan gula, menghasilkan tautan silang
protein (Amedori produk) yang berwarna kuning kecoklatan.
2.5.2.3 Efek Topikal
Dalam beberapa penilitian dapat dilihat beberapa bukti yang
memperlihatkan niasinamida dapat berperan dalam mengurangi
garis-garis halus pada kulit serta keriput. Akan terlihat efeknya
meningkat seiring dengan keseringan dia menggunakannya. Topikal
niasinamida terlihat dapat memperbaiki beberapa aspek lain seperti
berkurangnya lipid sebasea sehingga dapat mengontrol produksi
minyak dan ukuran pori-pori kulit dan memperbaiki susuan kulit.

51
Selain itu perbaikan lainya yang dapat terlihat adalah peningkatan
keelastisitasan kulit, warna kulit sehingga warna kulit lebih merata
dan pengurangan beberapa bintik-bintik hiperpigmentasi. Dosis
vitamin B3 yang tinggi tidak terlalu bermasalah karena tingginya
toleransi kulit terhadap niasinamida.

2.5.2.4 Permasalahan
Permasalahan dalam penggunaan niasinamida dan ester
nikotinat adalah menghindari hidrolisis menjadi asam nikotinat.
Asam nikotinat, walaupun dalam dosis yang rendah, dapat
memberikan tanggapan kemerahan pada kulit. Kemerahan pada kulit
ini juga dapat berkaitan dengan rasa panas pada wajah, pedih, dan
gatal. Untuk menghindari hidrolisis, pada saat pembuatannya lebih
baik pH nya dalam jarak 5-7. Sedangkan untuk ester nikotinat,
semakin panjang rantai ester (miristol-nikotinat) akan semakin
resisten terhadap hidrolisis sehigga lebih sesuai untuk penggunaan
topikal

2.5.2.5 Contoh

Gambar 16. Contoh Sediaan Serum yang Mengandung


Niasinamida 10%

2.5.3 Vitamin B5

52
2.5.3.1. Bentuk Vitamin B5

Gambar 17. Struktur Asam Pantotenat

Gambar 18. Struktur Dexpanthenol

Asam pantotenat adalah senyawa vitamin yang aktifnya.


Prekursornya adalah panthenol atau provitamin B5 yang juga dikenal
sebagai pantothenol atau pantothenyl alkohol. Isomer optik D yang
banyak digunakan dari panthenol disebut dexpanthenol. Panthenol
larut dalam air, stabil, dan memiliki berat molekul yang rendah
(mudah menembus stratum korneum).
2.5.3.2. Mekanisme Kerja
Panthenol telah digunakan secara topikal untuk mengobati
luka, memar, bekas luka, tekanan dan ulkus dermal, luka bakar
termal, sayatan / distensi pasca operasi, dan dermatosis. Mekanisme
spesifik untuk efek ini belum diketahui secara pasti. Namun,
dexpanthenol adalah precursor dari asam pantotenat (vitamin B5).
Asam pantotenat adalah komponen koenzim A yang berfungsi dalam
transfer gugus asil selama biosintesis asam lemak dan
glukoneogenesis. Dengan meningkatkan sintesis lipid kulit,
peningkatan penghalang harus terjadi, yang menghasilkan
penyembuhan luka yang lebih baik. Selain itu, panthenol
meningkatkan proliferasi fibroblast dan epitelisasi ulang epidermis,
efek yang mendorong penyembuhan luka. Selain itu, panthenol telah
menemukan utilitas untuk peningkatan penetrasi kulit
2.5.3.3. Efek Topikal
Panthenol topikal sangat ditoleransi dengan baik oleh kulit,
yang menyebabkan penggunaan material ini secara luas dan
dilaporkan memiliki efek yang banyak pada kulit. Di antaranya
adalah hidrasi dan peningkatan terkait dalam kekasaran, scaling, dan
elastisitas epidermal; perlindungan terhadap iritasi kulit dan sodium
lauryl sulfate (SLS) yang menyebabkan kerusakan; menghaluskan
kulit, dan efek anti-inflamasi dan efek antipruritic.
2.5.3.4. Hidrasi
Efek hidrasi Panthenol kemungkinan berasal dari sifat
higroskopisnya. Panthenol adalah pelembab yang efektif pada
stratum korneum dan bahkan lebih efektif bila dikombinasikan

53
dengan gliserol. Selain itu, ia meningkatkan kekeringan, kekasaran,
scaling, pruritus, dan eritema terkait dengan berbagai macam
masalah kulit seperti dermatitis atopik, iktiosis, psoriasis, dan
dermatitis kontak. Panthenol juga mengurangi efek samping yang
terjadi pada kulit saat melakukan terapi retinoid. Efek hidrasi ini
semakin mengarah pada penggunaannya dalam perawatan rambut,
mendorong peningkatan elastisitas, pelunakan, dan penyisiran yang
lebih mudah.
2.5.3.5. Perlindungan dan Iritasi
Tabel 3. Skala Pencegahan SLS yang menginduksi eritema
menggunakan pantenol topikal

Tabel 4. Pengurangan efek negative kinestesis dari formulasi yang


mengandung pantenol vs formulasi yang tidak mengandung
pantenol

Panthenol melindungi terhadap iritasi melalui peningkatan


fungsi lapisan kulit. Pretreatment topikal dengan panthenol diamati
untuk meningkatkan resistensi kulit terhadap iritasi yang terlihat
setelah terpapar dengan surfaktan SLS (Tabel 3) Karena panthenol
adalah prekursor untuk asam pantotenat yang merupakan kofaktor
dalam biosintesis lipid lapisan pelindung, ini bisa juga menjelaskan

54
tentang efek penghalang yang tercatat. Beberapa konsumen, sensitif
terhadap komponen tertentu (misalnya pengawet tertentu,
wewangian, aktif tabir surya) dalam formulasi kosmetik, yang
mengarah ke induksi efek iritasi kinestetik negatif seperti luka bakar,
sengatan, gatal, dan kesemutan. Panthenol topikal yang dimasukkan
ke dalam formulasi tersebut dapat mengurangi efek negatif tersebut
(Tabel 5). Mekanisme untuk ini mungkin terkait dengan efek
menenangkan atau anti-inflamasi dari panthenol.
2.5.3.6. Tantangan Formulasi
Panthenol pada konsentrasi tinggi dapat menghasilkan
formulasi rasa lengket dan / atau berminyak. Dengan demikian, dosis
yang lebih besar dari sekitar 1% mungkin memerlukan penyesuaian
formulasi yang tepat
2.5.3.7. Contoh Sediaan
1. Timeless Serum

Gambar 19. Contoh Sediaan Vitamin B5

2. Komposisi : Water, Calcium Panthotenate, Hyaluronic Acid,


Benzyl Alcohol, Dihydroacetic Acid.
3. Efek :
a. Mengobati
i. Memar
ii. Luka bakar termal
iii. Sayatan / distensi pasca operasi
iv. Dermatosis.
b. Perlindungan terhadap iritasi kulit
c. Menghaluskan kulit
d. Hidrasi
4. Cara pemakaian : Oleskan 2-3 tetes ke ujung jari dan haluskan
ke kulit yang dibersihkan pagi dan malam.

2.5.4 Vitamin C
2.5.4.1. Bentuk Vitamin C

55
Gambar 20. Struktur Asam Askorbat

Gambar 21. Struktur Ascorbyl Palmitate


Dari banyak bentuk vitamin ini, beberapa yang lebih umum
digunakan adalah asam askorbat, ascorbyl phosphate (sebagai
magnesium dan garam natrium), dan turunan askorbat lainnya
(misalnya ascorbyl palmitate, ascorbyl glucoside).

2.5.4.2. Mekanisme Kerja


Vitamin C dikenal sebagai antioksidan dan telah digunakan
sebagai pencerah kulit (misalnya melalui penghambatan tirosinase
dan / atau efek antioksidan). Vitamin ini juga telah dilaporkan
memiliki sifat anti-inflamasi karena mengurangi eritema yang terkait
dengan pelapisan laser pasca operasi. Selain itu, asam askorbat juga
berfungsi sebagai ko-faktor penting untuk enzim lysyl hydroxylase
dan prolyl hydroxylase, keduanya diperlukan untuk pemrosesan
pasca-translasi dalam biosintesis kolagen (tipe I dan III). Dengan
demikian, dengan merangsang langkah-langkah biosintesis ini, asam
askorbat memiliki potensi untuk meningkatkan produksi kolagen
yang dapat menyebabkan pengurangan kerut (seperti yang dibahas
di atas untuk vitamin A).
Sementara turunan asam askorbat dapat memiliki beberapa
sifat asam bebas (misalnya antioksidan), hidrolisis dari derivatif
akan diperlukan untuk peningkatan efek produksi kolagen karena
asam adalah kofaktor aktif. Demonstrasi hidrolisis semua turunan ini
pada kulit belum terdokumentai dengan baik.
2.5.4.3. Efek Topikal
Ada beberapa penelitian yang diterbitkan yang membahas efek
anti-aging asam askorbat, seperti mengurangi oksidasi dari paparan
sinar UV-A dan pengurangan parameter penampilan penuaan kulit
(replika permukaan kulit, penilaian dokter kulit, analisis citra wajah
berbasis algoritma, dan pemeriksaan histologis spesimen biopsi dari
dermal matriks, seperti kolagen). Misalnya, asam askorbat 5%
topikal selama 6 bulan memperbaiki lengan bawah photodamaged
dan kulit dada bagian atas berdasarkan skor dokter kulit, replika

56
permukaan kulit, dan analisis spesimen biopsi (khususnya perbaikan
elastin dan penampilan serat kolagen).
2.5.4.4. Tantangan Formulasi
Tantangan utama dengan senyawa vitamin C secara umum
adalah stabilitas (sensitivitas oksigen), terutama dengan asam
askorbat. Tidak hanya oksidasi menyebabkan hilangnya bahan aktif,
ada juga produk cepat menguning (negatif estetik untuk konsumen).
Berbagai strategi stabilisasi dapat dicoba untuk mengatasi masalah,
seperti pengecualian oksigen selama formulasi, kemasan kedap air,
enkapsulasi, pH rendah, minimalisasi air, dan masuknya antioksidan
lain. Terlepas dari semua pendekatan tersebut, secara umum
stabilitas askorbat tetap menjadi tantangan, dan beberapa pendekatan
ini (misalnya pH yang sangat rendah) dapat menyebabkan efek kulit
estetik yang tidak diinginkan seperti iritasi. Untuk fosfat ascorbyl
(garam Mg dan Na), hasil tinggi kandungan garam dalam produk
dapat secara dramatis berdampak pada sistem pengental, yang
membutuhkan peningkatan penggunaan bahan pengental. Turunan
askorbat ini juga jauh lebih mahal daripada senyawa askorbat
lainnya.
2.5.4.5. Contoh Sediaan
– Mad Hippie Serum

Gambar 22. Contoh Sediaan Topikal Vitamin C


– Komposisi : Vitamin C (Sodium Ascorbyl Phosphate),
Alkyl Benzoate, Vegetable Glycerin, Water, Glycerin,
Clary Sage , Grapefruit, Hyaluronic acid, Konjac Root
Powder, Aloe Barbadensis Leaf, Vitamin E ,Ferulic acid,
Chamomile Flower Extract.
– Efek :
1. Anti-aging
2. Memperbaiki Photodamaged
3. Pencerah kulit
4. Mengurangi iritasi
5. Anti-inflamasi

57
– Cara pakai :Oleskan 1-2 tetes pada kulit yang sudah
dibersihkan pagi dan malam

2.5.5 Vitamin E
2.5.5.1. Bentuk Vitamin E

Gambar 23. Struktur Macam-Macam Tokoferol


Vitamin ini juga biasa dikenal sebagai tokoferol. Ada terdapat
beberapa isomer, misalnya, pada nomor dan substituen posisi pada
cincin fenil. Jadi, ada α, β, γ, δ, dan isomer tokoferol. Ada juga
beberapa ester. Bentuk vitamin E yang paling banyak digunakan
adalah α-tokoferol asetat.
2.5.5.2. Mekanisme Kerja
Vitamin E adalah antioksidan. Bentuk aktifnya adalah
tokoferol bebas, sehingga penggunaan ester topikal seperti tokoferol
asetat akan membutuhkan proses hidrolisis enzimatik untuk
membebaskan vitamin atau kulit untuk aktivitas maksimum. Karena
larut dalam lemak, aksi situs lebih mungkin berada di lingkungan
yang kaya lipid (misalnya membran sel).
2.5.5.3. Efek Topikal
Sementara vitamin E sering digunakan sebagai pengawet dan
/ atau penstabil dalam formulasi, pada dosis topikal yang relatif
tinggi cukup efektif dalam mencegah kerusakan oksidatif pada kulit,
sebagai mencegah kerusakan radiasi UV akut dan kronis. Untuk
Misalnya, dalam model in vivo dari UV, kerusakan radiasi topikal
tokoferol berkurang sekitar 50% dari kulit yang terlihat rusak
(misalnya kerutan kulit) yang disebabkan oleh paparan UV kronis.
2.5.5.4. Tantangan Formulasi
Tokoferol memiliki beberapa masalah dengan stabilitas

58
oksidatif, sehingga ester seperti tokoferol asetat yang paling sering
digunakan. Baik tokoferol dan ester alkil adalah minyak, sehingga
dosisnya bisa sangat tinggi berminyak / lengket, membutuhkan
formulasi untuk mengatasi dampak estetika.

2.5.5.5. Contoh Sediaan

Gambar 24. Contoh Sediaan Vitamin E


- Komposisi : Purified water, cetostearyl alcohol, paraffin liquid,
glyceryl monostearate, dl-alpha-tocopheryl acetate (vitamin E),
ethanol, paraffin-hard, cetrimide, benzalkonium chloride,
chlorocresol and phenethyl alcohol
- Efek :
a. Mencegah kerusakan radiasi UV akut dan kronis
b. Sebagai antioksidan
c. Meningkatkan produksi kolagen dan jaringan ikat
- Cara Pakai : Oleskan pada bagian yang dikehendaki secara
teratur sehari dua kali pagi dan malam

59
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kosmetika telah menjadi kebutuhan utama wanita terutama untuk
mempercantik diri dan membuat penampilan lebih percaya diri. Produk
kosmetik terdapat suatu obat atau bahan farmasetik yang merupakan suatu zat
yang dapat menyembuhkan dan digunakan untuk suatu diagnosis,
penyembuhan, pencegahan penyakit dan untuk mempengaruhi struktur atau
fungsi dari tubuh sedangkan kosmetikal (cosmeceuticals) merujuk kepada
kosmetik yang memiliki aktivitas seperti obat sehingga dalam penggunaannya
kosmetikal dimaksudkan untuk meningkatkan penampilan dengan
memberikan nutrisi yang diperlukan untuk kulit yang sehat.

3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa mengetahui bahan tambahan yang terdapat dalam
kosmetik yaitu bahan dengan sifat obat yang dapat memanifestasikan tindakan
topikal yang bermanfaat dan memberikan perlindungan terhadap kulit sehingga
mahasiswa mampu menentukkan dengan tepat bahan tambahan yang
diperlukan dalam formulasi suatu kosmetik.

60
DAFTAR PUSTAKA
D, Zoe. (2007). Cosmetic Dermatology Product and Procedures. Durham, North
Carolina, USA: A John Wiley & Sons, Ltd., Publication.

61

Anda mungkin juga menyukai