Anda di halaman 1dari 46

UNIVERSITAS INDONESIA

HYDROPROCESSING, RESID PROCESS, AND HYDROTREATING

KELOMPOK 4
ANGGOTA KELOMPOK:

Annisa Hasna Ananto (1606839025)


Hans (1606871404)
Muhammad Alim Rafi (1606871423)
Nadia Atsarina (1706104445)

CHEMICAL ENGINEERING DEPARTMENT


ENGINEERING FACULTY
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2019
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

BAB II HYDROPROCESSING AND RESID PROCESSING .................................................. 4

2.1 Hydrotreating ................................................................................................................ 4


2.2 Jenis Reactor dalam hydrocracking .............................................................................. 11

BAB III NON-CATALYTIC HYDROPROCESSING AND RESID PROCESSING ............... 14

3.1 Coking ........................................................................................................................... 15

3.1.1 Delayed Coking ................................................................................................... 15


3.2.2 Flexicoking ........................................................................................................... 17

3.2 Visbreaking ................................................................................................................... 19

3.2.1 Coil Visbreaking .................................................................................................. 20


3.2.2 Soak Visbreaking ................................................................................................. 21

3.3 Solvent Extraction ......................................................................................................... 22

3.3.1 Teknologi DEMEX .............................................................................................. 23


3.3.2 Teknologi ROSE .................................................................................................. 26
3.3.3 Perbedaan Solvent Extraction DEMEX dan ROSE ............................................. 27

BAB IV INOVASI TEKNOLOGI ............................................................................................... 28

4.1 Residfining – Exxon ..................................................................................................... 28


4.2 ARDS/VRRS – Chevron ............................................................................................... 29
4.3 H – Oil – UOP ............................................................................................................... 30
4.4 LC – Fining – Chevron ................................................................................................. 32
4.5 Perbandingan Proses Residfining, ARDS/VRRS, H – Oil, dan LC – Fining ............... 34

BAB V HYDROPROCESSING AND RESID PROCESSING DI KILANG MINYAK


INDONESIA ................................................................................................................................ 36

BAB VI PERTANYAAN JAWABAN ....................................................................................... 43


BAB I
PENDAHULUAN

Hydroprocessing merupakan kumpulan dari berbagai proses dimana dalam proses tersebut
molekul umpan minyak bumi dipisahkan atau dijenuhkan dengan menggunakan gas hidrogen
sehingga titik didihnya turun sekaligus memisahkan impurities dalam umpan.
Hydroprocessing and resid processing dapat dibagi dua bagian jika ditinjau dari prosesnya
yaitu catalytic dan non-catalytic. Proses yang termasuk Catalytic hydroprocessing and resid
processing adalah proses hydrotreating dan hydrocracking sementara pada non-catalytic
hydroprocessing and resid processing terdapat proses coking, visbreaking dan solvent extraction.
Pada Hydroprocessing, yang dapat menjadi feed cukup beragam, yaitu mulai dari umpan
yang lebih ringan seperti nafta dan distilat, hingga umpan berat seperti residu, vacuum gas oil
(VGO), heavy atmospheric gas oil.
Di dalam fraksi-fraksi tersebut terdapat kandungan sulfur, nitrogen dan logam dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan minyak mentah, dan memiliki rasio H/C yang lebih
rendah. Tabel di bawah ini menjelaskan karakteristik umpan fraksi berat untuk proses
hyroprocessing.

Gambar 1. 1 Karakteristik Umpan untuk Hydroprocessing


(Sumber: Ancheyta, J. et al. (2009). Asphaltenes – Chemical Transformation during Hydroprocessing of Heavy Oils.
CPC Press.)

Pada masing-masing umpan, hydroprocessing memiliki fungsi tersendiri. Untuk nafta,

1
tahapan hydroprocessing bertujuan untuk menghilangkan senyawa sulfur yang berbahaya untuk
proses selanjutnya karena dapat menyebabkan katalis terdeaktivasi permanen sementara pada
hydroprocessing untuk diesel, tujuannya adalah menghilangkan sulfur dan aromatik agar
memenuhi spesifikasi bahan bakar.
Pada umpan residu dan VGO, proses yang dilakukan merupakan resid processing, yaitu
kombinasi dari hydrotreating dan hydrocracking, dengan tujuan untuk menghilangkan sulfur,
logam dan nitrogen, serta mengkonversi umpan yang berat molekulnya tinggi menjadi lebih
ringan. Skema umpan hydroprocessing dan resid processing dalam pengolahan minyak bumi
dijelaskan dalam gambar berikut ini:

Gambar 1. 2. Skema umpan dan produk hydroprocessing & resid process.


(Sumber: www.epa.gov)

2
Proses hydroprocessing pada berbagai jenis umpan beserta dengan produk dan tujuannya
yang telah dijelaskan pada gambar 1.2. Untuk mempermudah pembacaan jenis-jenis umpan dan
produk hydroprocessing, ditampilkan gambar 1.3 yang telah merangkum proses hydroprocessing
pada berbagai jenis umpan beserta dengan produk dan tujuannya.

Gambar 1. 3 Rangkuman jenis umpan, produk, dan tujuan hydroprocessing.


(Sumber: Meyers, Roberts. (2004). Handbook of Petroleum Refining Processes, 3th edition. McGraw – Hill.)

3
BAB II
HYDROPROCESSSING AND RESID PROCESSING

2.1 Hydrotreating
Hydrotreating merupakan proses pemurnian minyak bumi dimana umpan direaksikan
dengan gas hidrogen pada temperatur yang sama, namun tekanannya lebih rendah daripada
tekanan hydrocracking untuk meminimalkan terjadinya dekomposisi termal. Hydrotreating
mengacu pada operasi yang relatif ringan yang tujuan utamanya adalah untuk menjenuhkan
olefin dan / atau mengurangi kandungan sulfur dan / atau nitrogen (dan tidak mengubah
rentang didih) dari umpan.
Tujuan utama dari proses hydrotreating minyak bumi adalah menghilangkan kandungan
sulfur, nitrogen, oksigen, dan logam, dan menjenuhkan ikatan antaratom karbon pada senyawa
olefin dan aromatik
Hydrotreating adalah proses untuk menstabilkan produk minyak secara katalitik dan / atau
menghilangkan unsur-unsur yang tidak menyenangkan dari produk atau bahan baku dengan
mereaksikannya dengan hidrogen. Stabilisasi biasanya melibatkan konversi hidrokarbon tak
jenuh seperti olefin dan diolefin tidak stabil yang membentuk gum menjadi parafin. Unsur-
unsur yang mampu menyangkal dihilangkan dengan hydrotreating termasuk belerang,
nitrogen, oksigen, halida, dan logam jejak. Hydrotreating diterapkan pada berbagai bahan
baku, dari nafta hingga minyak mentah tereduksi. Ketika proses ini digunakan secara khusus
untuk menghilangkan belerang biasanya disebut hidrodesulfurisasi, atau HDS. Untuk
memenuhi tujuan lingkungan, hidrogenasi cincin aromatik mungkin diperlukan untuk
mengurangi kandungan aromatik dengan mengubah aromatik menjadi parafin.
.

4
Gambar 2.1 Kondisi Proses Refinery
(Sumber: Speight, 2006)

Oleh karena kondisi operasinya berada di bawah hydrocracking, hanya komponen – komponen
yang kurang stabil yang diserang pada proses hydrotreating. Senyawa yang mengandung
nitrogen, sulfur, dan oksigen akan mengalami hydrogenolisis menghasilkan amonia, hidrogen
sulfida dan air. Selain itu olefin (bersifat tidak stabil dan dapat membentuk gum atau senyawa
tak larut) akan dikonversi menjadi komponen yang lebih stabil. Logam berat yang ada di
umpan juga dipisahkan selama proses ini.

5
Gambar 2. 2 Posisi Hydrotreating dan Hydrocracking pada Pengolahan Crude Oil
(Sumber: Jechura, 2016)

Gambar 2. 3 Konsumsi Hidrogen untuk Tiap Umpan Hydrotreating


(Sumber: www.epa.gov)

6
Pada gambar di atas, terlihat bahwa semakin berat umpan, semakin besar konsumsi gas
hidrogennya. Hal ini disebabkan makin berat umpan menandakan semakin tinggi juga kadar
kontaminannya sehingga kebutuhan hidrogen semakin besar. Hidrogen yng digunakan didapat
dari Catalytic Reformer, kriogenik, Pressure Swing Adsorption (PSA), separasi membran,
Steam-Methane Reforming (SMR), gasifikasi dan oksidasi parsial. Katalis yang digunakan
pada proses hydrotreating adalah
 cobalt-molybdenum untuk menghilangkan sulfur dan penjenuhan olefin
 nickel-molybdenum untuk menghilangkan nitrogen dan penjenuhan aromatik.
Proses hydrotreating menggunakan hydrotreater berbentuk fixed-bed pada tekanan yang
sedang hingga tinggi, yaitu 200-1800 psig. Campuran minyak dipanaskan dan dikontakkan
dengan hidrogen sebelum dialirkan ke pembakaran dan masuk ke reaktor. Ini bertujuan untuk
menghasilkan premix flame sehingga reaksi di dalam reaktor nantinya menjadi lebih
sempurna. Campuran ini dialirkan ke reaktor berbentuk fixed-bed berisi katalis dimana reaksi
diharapkan terjadi. Hydrotreating merupakan reaksi eksotermis sehingga membutuhkan
pendingin. Pendinginnya disebut quench gas yang merupakan gas dingin yang juga kaya akan
hidrogen. Gas ini dialirkan masuk ke dalam reaktor dan ke aliran sebelum masuk reaktor kedua
(quench zone).

7
Gambar 2.4 Gas Oil Hydrotreating dan Once-Through Hydrocracking
(Sumber : www.epa.gov)
Keluaran reaktor berupa minyak yang mengandung amonia dan hidrogen sulfida. Hasil
keluaran ini akan dikontakkan dengan air pencuci sehingga terbentuk ammonium bisulfide,
NH4HS (aq). Selanjutnya didinginkan dan dibawa ke separator untuk mengalami pemisahan.
Dalam separator bertekanan tinggi, dihasilkan keluaran berupa campuran gas yang kaya akan
hidrogen namun masih mengandung H2S, serta cairan minyak yang mengandung ammonium
bisulfide (NH4HS) dan H2S. Keluaran gas akan masuk ke kolom absorber (dengan absorben
amina) untuk memisahkan gas H2S dari gas hidrogen. Gas hidrogen yang telah bersih ini akan
digunakan kembali sebagai quench gas. Sementara itu, keluaran cair akan pergi ke separator
tekanan rendah untuk memisahkan minyak dari gas plant (dibawa untuk menjadi bahan bakar
gas kilang) dan larutan NH4HS. Dengan demikian, minyak telah bersih dari amonia dan sulfir
sehingga dapat diproses ke kolom distilasi (fractionator).

Jika dilihat dari tujuannya, proses hydrotreating dibagi menjadi

8
1. Hydrodesulphurization
Proses hydrodesulphurization dilakukan dengan cara mengubah senyawa hidrokarbon
yang mengandung sulfur menjadi senyawa hidrogen sulfida (H2S) dan hidrokarbon. Makin
kompleks senyawa sulfurnya, makin sulit ikatannya diputus sehinga makin banyak
hidrogen yang dibutuhkan, seperti terlihat pada gambar berikut

Gambar 2. 5 Reaksi-Reaksi hydrodesulfurization (HDS)


(Sumber : Speight, J.G. ed., 1999. The desulfurization of heavy oils and residua. CRC Press)

Selain membutuhkan hidrogen yang lebih banyak, semakin kompleks senyawa sulfurnya,
semakin kecil pula laju reaksinya.

Gambar 2. 6 Laju Reaksi Relatif untuk Beberapa Jenis Senyawa Sulfur-Hidrokarbon


(Sumber : www/ eia.doe.gov/oiaf/sevicept/ulsd.html)

Semakin banyak kandungan sulfur di dalam minyak yang akan dibersihkan, semakin
banyak juga jumlah gas hidrogen yang diperlukan.

9
2. Hydrodenitrogenation
Dilakukan dengan cara mengubah senyawa nitrogen organik menjadi amonia dan
hidrokarbon. Sebelum penghilangan nitrogen, ada beberapa postulated mechanism untuk
reaksi hydrodenitrification (HDN) ini, berikut contohnya :
Pyrrole : C4H4NH + 4H2 C4H10 + NH3
Pyridine : C5H5N + 5H2 C4H10 + NH3

3. Deoxidation
Dilakukan dengan mengubah senyawa oksigen organik menjadi air dan hidrokarbon.

Gambar 2.7 Reaksi Penghilangan Oksigen


(Sumber : Google Images)

4. Dehalogenation
Dilakukan dengan mengubah senyawa halida menjadi asam klorida dan hidrokarbon.

Gambar 2.8 Reaksi Penghilangan Halida


(Sumber : Google Images)

5. Penjenuhan Olefin
Dilakukan dengan cara menghidrogenasi senyawa olefin menjadi parafin. Tujuan
penjenuhan olefin adalah untuk peningkatan stabilitas produk saat penyimpanan (warna
dan sediment).

10
Gambar 2.9 Reaksi Penjenuhan Olefin
(Sumber : Google Images)

2.2 Jenis Reaktor dalam Hydrotreating


Jenis reaktor yang saat ini banyak digunakan pada proses hydroprocessing ada tiga, yaitu
fixed-bed, ebullated/fluidized-bed, dan moving-bed reactor.

Gambar 2.10 Jenis Reaktor Hydrotreating


(Sumber : Furimsky, 2007)

1. Reaktor fixed-bed umumnya digunakan untuk hydroprocessing dengan umpan distillate.


Jenis reaktor ini memiliki banyak modifikasi untuk menyesuaikan kondisi umpan. Reaktor
jenis fixed-bed memiliki efisiensi yang tinggi untuk pemisahan kontaminan sehingga
kualitas produk yang dihasilkan lebih baik jika dibandingkan dengan reaktor ebullated-
bed, namun kapasitasnya lebih rendah karena bersifat batch dan pressure dropnya lebih

11
tinggi. Pada fixed-bed reactor, hydroprocessing dilakukan pada suhu sekitar 655 – 693 K
dan tekanan 10 – 20 MPa. Konversi maksimum yang dapat dicapai hingga suhu 550°C
(823 K) adalah 50-70%. Reaktor jenis ini mampu mengolah umpan dengan kandungan
logam Vanadium dan Nikel maksimum 120 ppm.
2. Reaktor Ebullated-Bed. Katalis yang berada dalam reaktor terfluidisasi oleh umpan.
Umpan masuk dari bagian bawah reaktor dan naik ke atas sambil membawa katalis. Akibat
tekanan umpan, katalis akan tetap tersuspensi. Konversi maksimum yang dapat dicapai
hingga suhu 550°C (823 K) adalah 70-80%.
3. Reaktor Moving-Bed. Katalis bergerak di dalam reaktor sesuai aliran umpan. Katalis akan
masuk ke reaktor secara kontinyu sama seperti umpan dan juga keluar secara bersamaan.
Konversi maksimum yang dapat dicapai hingga suhu 550°C (823 K) adalah 60-70%.
Perbandingan kondisi operasi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Kondisi Operasi Setiap Reaktor

(Sumber : Furimsky, 2007)

Sedangkan kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis reaktor adalah sebagai berikut.

12
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Setiap Jenis Reaktor

Reaktor Kelebihan Kekurangan


• Laju alir cairan rendah
• Kehilangan katalis lebih kecil
Fixed- • Banyak hotspot
• Kondisi operasi lebih fleksibel
Bed • Penggantian katalis
• Biaya operasi lebih murah
memerlukan shut down alat
• Penggunaan katalis optimum
Moving-
• Feed dan katalis tercampur • Katalis mengalami pengikisan
Bed
dengan baik
Ebullated- • Pengoperasian fleksibel • Katalis mengalami pengikisan
Bed • Perpindahan kalor sangat baik • Laju konsumsi katalis besar

(Sumber : Furimsky, 2007)


Tabel berikut menunjukkan perbedaan yield yang diperoleh pada jenis reaktor yang
berbeda. Secara umum, ebullated-bed reactor memberikan yield tertinggi karena
pemncampuran dan kontak katalis dengan umpan yang baik.

Tabel 2.3 Perbandingan Yield Reaktor

(Sumber : Furimsky, 2007)

13
BAB III
NON-CATALYTIC HYDROPROCESSING AND RESID PROCESSING

Residu cenderung mengandung banyak kontaminan. Dikarenakan hal tersebut, maka


sebelum masuk ke unit cracking perlu dimurnikan pada unit hydrotreating. Residu juga dapat
diproses melalui coking untuk menghasilkan light and heavy coker gas oil dan coke. Selain itu,
residu dapat pula diproses melalui metode solvent deasphalting dapat menghasilkan distillate
untuk umpan FCC, juga menghasilkan lube oil dan wax. Melalui metode lain yaitu visbreaking
residu juga dapat menghasilkan distilat dan fuel oil. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat skema
proses pengolahan minyak bumi yang menyoroti pengolahan residu pada gambar 3.1.

Gambar 3. 1 Skema pengolahan minyak bumi yang menyoroti pengolahan residu.


(Sumber: www.inside.mines.edu)

14
Gambar 3.1. yang menunjukkan skema pengolahan minyak bumi tersebut menunjukkan
bahwa fraksi residu jika diolah lagi masih dapat menghasikan produk yang bernilai, atau juga dapat
digunakan sebagai umpan pada unit lainnya. Pada umpan-umpan berat tersebut proses yang
dilakukan merupakan resid processing, yaitu kombinasi dari hydrotreating dan hydrocracking,
dengan tujuan untuk menghilangkan sulfur, logam dan nitrogen, serta mengkonversi umpan yang
berat molekulnya tinggi menjadi lebih ringan.

3.1. Coking
Coking adalah suatu proses thermal untuk mengkonversi fraksi berat low grade oil menjadi
produk yang lebih ringan. Feed yang masuk dapat berupa reduced crude, straight run residue, atau
residu tercracking. Sedangkan, produk keluarannya berupa gas, nafta, fuel oil, gas oil, dan coke.
Gas oil yang menjadi produk dapat digunakan untuk feed pada catalytic cracking unit.
Sementara itu, coke dapat digunakan untuk bahan bakar maupun untuk elektrode, industri
kimia, dan coke untuk metalurgi. Namun sebelumnya coke harus melalui proses treatment terlebih
dahulu untuk menghilangkan sulfur dan logam pengotor lainnya. Secara umum, proses coking
dibagi menjadi dua, yaitu delayed coking dan flexicoking.

3.1.1. Delayed Coking


Proses delayed coking bertujuan untuk mengkonversi residu yang bernilai rendah menjadi
produk yang memiliki nilai lebih tinggi. Prinsip yang digunakan pada proses ini adalah
thermocracking yang akan meningkatkan rasio H/C dengan pemutusan ikatan karbon pada proses
semi-batch. Feed dari delayed coking ini sebagian besar adalah vacuum residue (short residue)
dari Vacuum Distillation Unit.
Pada delayed coking, dilakukan pemanasan residu sampai temperatur yang tinggi di dalam
heater/furnace tubes. Namun, coke tetap tidak terbentuk di dalam heater/furnace tubes tersebut.
Hal ini dilakukan dengan memberikan velocity yang tinggi, yang akan menimbulkan residence
time yang minimum di dalam heater dan menambah drum/chamber di outlet heater untuk tempat
terjadinya coking, sehingga proses ini kemudian disebut delayed coking.
Dari segi reaksi kimiawi sebenarnya, reaksi ini tidak berbeda dengan reaksi didalam proses
thermal cracking yang lain, hanya saja dalam reaksi delayed cokinng sebagai salah satu produk
akhir adalah carbon (coke). Coke dalam kenyataannya masih mengandung sejumlah volatile matter

15
(VM) atau Hydrocarbon (HC) dengan boiling point tinggi. Untuk menghilangkan atau mengurangi
kandungan volatile matter didalamnya, coke dipanasi lebih lanjut sampai 2000 – 2300oF didalam
suatu tanur/kiln yang berputar (Unit Calciner).
Pertama-tama feed vacuum residue yang berasal dari bottom vacuum column dimasukkan
ke dalam fractionator pada tray ke 2 sampai ke 4 dari bawah, untuk:
 Mendinginkan uap hydrocarbon yang datang dari coke chamber ke fractionator
 Mencegah terbentuknya coke didalamnya dan sekaligus untuk mengkondensasikan
sebagian heavy oil yang akan di-recycle.
 Adanya lighter material didalam vacuum residue feed sudah dapat stripped out.
 Preheating feed.
Fresh feed yang telah bercampur dengan heavy oil di bottom factionator dipompakan
kedalam coker heater yang kemudian masuk kedalam salah satu dari dua coke chamber (drum).
Untuk mengontrol velocity dan mencegah terbentuknya deposit coke, diinjeksikan steam kedalam
tube heater. Sejumlah tertentu dari material yang tidak menguap dalam fluida yang keluar dari
heater akan tinggal didalam coke drum dan oleh karena adanya efek suhu dan residence time akan
menyebabkan terbentuknya coke. Uap yang keluar dari puncak coke drum akan dialirkan ke
bottom fractionator. Dalam uap yang keluar dari coke drum, mengandung steam dan hasil cracking
yang terdiri dari gas, naphtha, gas oil. Uap akan mengalir ke top column melalui quench tray,
kemudian produk gas oil akan ditarik dari tray diatas feed tray.
Sebagaimana dalam crude fractionator, dalam delayed coker fractionator juga dilengkapi
sistem hot dan cold reflux dengan maksud selain untuk memperbaiki distilasi juga untuk
memanfaatkan panas yang didapat dalam column sehingga dapat digunakan untuk preheating.
Beban overhead condensor akan lebih kecil. Untuk menarik naphtha biasa dilakukan pada 8-10
tray diatas gas oil draw-off.
Bila coke drum yang in-service (coking) telah penuh dengan coke, aliran feed kemudian
dipindahkan (switch) ke drum yang telah kosong dengan mengoperasikan three way valve
(switching valve), sementara itu drum yang telah penuh dengan coke diisolasi untuk operasi
pengambilan/pembongkaran coke.
Awalnya dialirkan steam untuk menghilangkan uap hidrokarbon yang masih ada didalam
drum, kemudian didinginkan dengan mengisi air secara pelan-pelan sesuai dengan cooling rate
yang dianjurkan agar tidak mengalami shock cooling. Pengambilan coke (decoking) dimulai

16
dengan membuka coke chamber, kemudian dengan mechanical drill atau hydraulic system yang
menggunakan air bertekanan tinggi. Dengan sistem mechanical & water jet sedikit demi sedikit
coke yang mengisi hampir seluruh coke drum akan terpotong masuk kedalam coke pit atau gerobag
yang memang telah disediakan untuk selanjutnya diangkut ke storage.

Gambar 3. 2 Skema delayed coking


(Sumber: Gary, James, H. (2001). Petroleum Refining Technology and Economics, 4 th edition. Marcel and
Dekker, Inc.)

3.2.2. Flexicoking
Flexicoking merupakan proses kontinyu yang konfigurasinya mirip dengan fluid coking,
tetapi dalam proses ini terdapat bagian gasifikasi untuk memproduksi refinery fuel gas. Pada
proses ini feed yang dimasukkan dapat berupa minyak berat seperti residu vakum, tar batubara,
shale oil, atau tar aspal pasir. Umpan-umpan tersebut dipanaskan sampai sekitar 600 sampai 700°F
(315-370°C) dan disemprotkan ke dalam reaktor. Coke panas ini didaur ulang di dalam reaktor
dari pemanas coke pada panas yang cukup untuk mempertahankan suhu reaktor fluid bed antara
900 dan 1000°F (510 – 540°C). Fungsi coke yang didaur ulang ini adalah untuk memberikan panas
penguapan yang cukup untuk umpan dan panas endotermik pada reaksi cracking.
Produk uap yang telah di-cracking dilewatkan ke separator cyclone pada bagian atas
reaktor untuk memisahkan sebagian besar partikel dan kemudian didinginkan dalam unit scrubber
17
yang terletak di bagian atas reaktor. Sebagian uap yang telah akan terkondensasi di scrubber pada
suhu didih yang tinggi dan kemudian akan didaur ulang kembali ke reaktor.
Coke yang diproduksi dari cracking akan diendapkan sebagai lapisan tipis pada permukaan
partikel coke yang ada di dalam reaktor. Coke akan dilepaskan dengan uap di bagian baffled pada
bagian bawah reaktor untuk mencegah reaksi pada produk. Coke mengalir dari reaktor ke pemanas
di mana akan dilakukan pemanasan ulang dengan suhu sekitar 1100°F (593°C). Pemanas coke
juga berjenis fluidized bed dan berfungsi untuk mentransfer panas dari gasifier ke coke.
Coke mengalir dari pemanas coke ke gasifier dimana coke akan bereaksi dengan udara dan
uap untuk menghasilkan produk bahan bakar yang terdiri dari CO, H2, CO2, dan N2. Sulfur yang
ada dalam coke diubah ke dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam coke diubah menjadi bentuk NH3
dan N2. Gas-gas ini mengalir dari bagian atas gasifier ke bagian bawah pemanas di mana
pemanfaatannya adalah dapat untuk memberikan panas yang cukup bagi reaktor.
Flexicoking dapat dirancang untuk mengubah dan dioperasikan untuk gasifikasi sekitar
60% sampai 97% produk coke pada reaktor. Coke berbentuk gas yang meninggalkan pemanas
kemudian didinginkan di generator uap panas sebelum melewati eksternal cyclone dan scrubber
bertipe venturi wet. Partikel coke akan keluar dari bagian bawah cyclone sedangkan coke gas akan
dimurnikan dalam venturi scrubber, dimana coke gas akan keluar dari bagian atas dan coke slurry
dari bagian bawah scrubber
Proses flexicoking membutuhkan biaya lebih tinggi jika dibandingkan dengan delayed
coking baik dari segi investasi dan biaya operasi.

18
Gambar 3. 3 Skema proses flexicoking
(Sumber: Gary, James, H. (2001). Petroleum Refining Technology and Economics, 4 th edition. Marcel and
Dekker, Inc.)

Estimasi Yield Product yang terjadi antara lain:

Gambar 3. 4 Cooking Yield Product


(Sumber: http://ceng.tu.edu.iq/ched/images/lectures/chem-lec/st4/c2/lec.12.pdf)

3.2. Visbreaking
Visbreaking berasal dari kata viscosity reduction or breaking yang artinya menurunkan
viskositas dan pour point dari umpan minyak (residu) dan bahan bakar minyak. Visbreaking adalah
operasi thermal cracking yang relatif ringan, terutama digunakan untuk mengurangi viskositas dan
pour point dari residu vakum. Pada proses ini terjadi pemecahan rantai hidrokarbon dari senyawa
rantai panjang menjadi produk yang lebih ringan. Umpan visbreaking adalah residu vakum distilasi
dan produknya dapat berupa nafta, distilate dan fuel oil.
Kenaikan baik temperatur maupun residence time maka visbreaking severity akan naik.
Kenaikan dari severity of cracking akan menaikkan produksi gas dan gasoline dan mengurangi

19
viscositas dari cracked residu. Reaksi yang terjadi pada proses visbreaking adalah
CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3 -> CH3-CH2-CH=CH2 + CH3-CH2-CH3

Gambar 3. 5 Skema umum proses visbreaking.


(Sumber: Gary, James, H. (2001). Petroleum Refining Technology and Economics, 4 th edition. Marcel and
Dekker, Inc.)
Proses visbreaking dibagi menjadi 2 jenis, yaitu coil visbreaking dan soaker visbreaking.

3.2.1. Coil Visbreaking

Gambar 3. 6 Skema proses coil visbreaking.


(Sumber: Gary, James, H. (2001). Petroleum Refining Technology and Economics, 4 th edition. Marcel and
Dekker, Inc.)

20
Coil visbreaking menggunakan suhu stop kontak furnace yang lebih tinggi [885-930 °F
(473-500 °C)] dan waktu reaksi dari satu sampai tiga menit. Pada umumnya, running proses ini
dijalankan dalam selang waktu dari 3-6 bulan.

3.2.2. Soaker Visbreaking

Gambar 3. 7 Skema proses soaker visbreaking.


(Sumber: Gary, James, H. (2001). Petroleum Refining Technology and Economics, 4 th edition. Marcel and
Dekker, Inc.)

Soaker visbreaking menggunakan suhu stop kontak tungku yang lebih tinggi [800-830 ° F
(427-443°C)] dan waktu reaksi lebih lama dari coil visbreaking. Pada umumnya proses ini running
dijalankan dalam selang waktu 6-18 bulan.
Kedua proses pada dasarnya memiliki prinsip kerja yang sama. Pertama-tama feed
dipanaskan pada furnace. Setelah terpanasi, feed akan mengalami reaksi thermal cracking.
Kemudian produk yang terbentuk hasil thermal cracking diseparasi. Namun terdapat beberapa
perbedaan, yaitu soaker visbreaking yang merupakan modifikasi coil visbreaking. Terdapat soaker
drum pada soaker visbreaking sebagai tempat terjadinya thermal cracking.
Pada coil visbreaking, thermal cracking terjadi pada coil sehingga kemungkinan terjadi
penyumbatan akibat coke sangat tinggi. Sementara pada soaker visbreaking, karena cracking
terjadi di soaker drum, kemungkinan terjadi penyumbatan sangat kecil. Pada tabel dibawah ini
dijelaskan perbandingan kedua proses tersebut dapat dilihat.

21
Tabel 3. 1 Perbandingan kedua jenis proses visbreaking.
Coil Visbreaking Soaker Visbreaking

Furnace Outlet Temperature (oF) 900 805

Fuel consumption (relative) 1 0,85

Capital cost (relative) 1 0,9

(Sumber: Gary, James, H. (2001). Petroleum Refining Technology and Economics, 4 th edition. Marcel and
Dekker, Inc.)
3.3. Solvent Extraction
Solvent extraction, atau juga bisa disebut solvent deasphalting merupakan proses
pengolahan residu distilasi vakum, dapat mengekstraksi mengekstraksi hingga dua per tiga crude
oil residu distilasi vakum untuk menghasilkan fraksi minyak berkualitas baik yang akan
diumpankan ke dalam unit catalytic hydrocracking, kemudian dikonversi menjadi gasoline dan
solar berkualitas lebih tinggi.
Pelarut yang biasa digunakan dalam solvent extraction adalah hidrokarbon ringan dari
propana hingga pentana. Teknik yang dilakukan adalah menggunakan ekstraksi subkritis dengan
teknik superkritis untuk recovery pelarut (efesiensi).
Solvent yang digunakan, tergantung pada komposisi fraksi ringan yang terdapat dalam
umpan residu. Sesuai dengan prinsip pemisahan pada proses ekstraksi yang berdasarkan pada
kelarutan, maka pemilihan jenis solvent akan sangat tergantung pada komposisi umpan. Pemilihan
solvent yang tidak tepat tentu akan sangat berpengaruh terhadap kelarutan komponen yang ingin
diambil yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemurnian produk.
Pemilihan solvent merupakan hal yang sangat perlu diperhitungkan, selain tergantung
komponen yang akan diambil, juga tergantung pada berat molekul dari pelarut yang akan
digunakan. Apabila menggunakan pelarut dengan berat molekul yang ringan, misalnya propana,
maka kualitas ekstrak yang dihasilkan akan lebih tinggi disbanding menggunakan pelarut dengan
berat molekul yang lebih tinggi. Namun, apabila menggunakan pelarut dengan berat molekul yang
lebih ringan maka biaya recovery pelarutnya tinggi karena membutuhkan lebih banyak solvent.
Apabila dilakukan solvent extraction dengan solvent yang berat molekulnya lebih berat,
missal pentane maka akan membutuhkan biaya recovery yang cenderung kecil, namun selektivitas

22
akan menurun sehingga untuk meningkatkan kualitas produk, proses memerlukan penggunaan alat
yang mampu beroperasi pada tekanan rendah karena tekanan kritis pelarut meningkat.
Teknologi terbaru yang digunakan adalah DEMEX dengan lisensor UOP dan proses ROSE
dengan lisensor Kerr-McGee. Teknologi ini membutuhkan teknik superkritis untuk merecovery
pelarut kembali sehingga diperlukan beberapa separator.

3.3.1. Teknologi DEMEX (lisensi UOP)

Gambar 3.8. Skema proses solvent extraction DEMEX (License UOP)


(Sumber : Speight, J.G. ed., 1999. The desulfurization of heavy oils and residua. CRC Press.)

Proses Demex adalah proses demetallisasi solvent extraction yang memisahkan residu
vakum dengan kadar logam tinggi menjadi minyak fraksi minyak dengan kandungan logam
yang relatif rendah dan aspal dengan kadar logam tinggi. Fraksi minyak dengan kandungan
logam yang rendah merupakan bahan baku yang diinginkan untuk catalytic cracking dan
hydrocracking. Proses Demex recovery pelarut yang jauh lebih sedikit, sehingga mengurangi
biaya utilitas dan ukuran unit proses secara signifikan. Proses Demex selektif menolak
asphaltenes, logam, dan aromatik dengan berat molekul tinggi dari residu vakum. Fraksi minyak
terdimetalisasi yang dihasilkan kemudian dapat dikombinasikan dengan vacuum gas oil untuk

23
solvent recovery, dan untuk meningkatkan konversi. Feed residu vakum dicampur dengan
recycling solvent , kemudian diumpankan kembali ke ekstraktor tahap pertama. Tekanan dijaga
cukup tinggi untuk mempertahankan pelarut dalam fase cair. Suhu dijaga dengan tingkat
pendinginan yang berasal dari proses recycle. Laju pelarut dijaga minimum untuk memastikan
pemisahan terjadi. Asphaltene dan sebagian resin dipisahkan dari tahap pertama, Asphaltene
dipanaskan dan uapnya dipisahkan untung menghilangkan pelarut. Overhead dari tahap pertama
dipanaskan dengan pertukaran panas dengan pelarut panas. Kenaikan temperature menurunkan
kelarutan resin dan aromatic dengan berat molekul yang tinggi. Aromatik akan mengendap di
tahap kedua. Aliran bottom di recycle ke tahap pertama. Overhead hasil tahap kedua diambil
sebagian sebagai produk terpisah. Overhead dari tahap kedua dipanaskan dengan pelarut yang
panas. Dilakukan pemanasan dengan menggunakan fired heater yang kemudian akan
meningkatkan suhu pelarut/ fraksi minyak terdimetalisasi ke titik di atas temperature kritis
pelarut, maka minyak terdimetalisasi akan terpisah. Kemudian dimasukkan ke kolom flash untuk
menghilangkan sisa pelarut. Aliran uap dari demetallized oil dan stripper aspal dikondensasi,
dikeringkan, dan dipompa untuk memproses tekanan untuk didaur ulang. Sebagian besar pelarut
berada di menjadi produk overhead di separator superkritis. Aliran panas pelarut ini kemudian
secara efektif digunakan untuk proses pertukaran panas. Teknik recovery pelarut subkritis,
termasuk beberapa sistem efek, memungkinkan pemulihan panas lebih sedikit.
Proses ini juga dapat dijelaskan sebegai berikut :

Gambar 3.9. UOP DEMEX solvent extraction unit flow.


(Sumber : Speight, J.G. ed., 1999. The desulfurization of heavy oils and residua. CRC Press.)

24
Hidrokarbon parafin juga memiliki kelarutan yang lebih tinggi daripada hidrokarbon
aromatik. Temperatur dapat dipilih dimana semua parafin dimasukkan ke dalam larutan bersama
dengan persentase fraksi resin yang diinginkan. Resin dengan berat molekul lebih tinggi
mengendap bersama dengan aspal. Ekstrak kemudian dipisahkan dari fraksi rafinasi yang
diendapkan dan dilucuti dari pelarut dengan meningkatkan suhu sampai tepat di atas suhu kritis
pelarut. Pada suhu kritis, bagian oli-plus-resin akan terpisah dari pelarut dan sol-vent dapat
diperoleh kembali tanpa harus memasok panas laten penguapan. Ini mengurangi kebutuhan
energi sebesar 20-30% dibandingkan dengan pemulihan pelarut dengan penguapan.Pelarut
hidrokarbon yang digunakan tergantung pada bahan baku. Karena berat molekul pelarut
meningkat (propana ke pentana), jumlah pelarut yang dibutuhkan untuk jumlah tertentu bahan
yang diekstraksi berkurang tetapi selektivitas pelarut juga menurun. Oleh karena itu, pilihan
pelarut adalah pilihan ekonomis karena; untuk pemulihan tertentu dari bahan baku unit FCC dari
residu tertentu, propana akan memberikan ekstrak kualitas yang lebih baik tetapi akan
menggunakan lebih banyak pelarut. Biaya pemulihan pelarut akan lebih besar daripada jika
pelarut dengan berat molekul lebih tinggi digunakan karena pelarut lebih banyak harus
dipulihkan. Pelarut dengan berat molekul yang lebih tinggi memberikan biaya pemulihan pelarut
yang lebih rendah tetapi, untuk bahan baku dan hasil yang diberikan, memberikan ekstrak
kualitas yang lebih rendah dan memiliki biaya modal yang lebih tinggi karena tekanan kritis
pelarut meningkat dengan berat molekul dan tekanan desain peralatan yang lebih tinggi harus
digunakan.Karena 80–90% logam dalam minyak mentah berada di asphaltenes, dan sebagian
besar logam yang tersisa berada dalam fraksi resin, stok umpan unit FCC yang berkualitas baik
dapat diperoleh. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.5, kualitas ekstrak menurun dengan
meningkatnya persentase yang diekstraksi. Biasanya, ekstrak dibatasi hingga 50-65% dari
VRC.Fraksi asphaltene adalah aspal yang sangat keras (penetrasi 0,1) dan biasanya dicampur
menjadi bahan bakar aspal atau residu.

25
3.3.2. Teknologi ROSE (lisensi Kerr-McGee

Gambar 3.10 Skema proses solvent extraction ROSE (License Kerr-McGee)


(Sumber: Gary, James, H. (2001). Petroleum Refining Technology and Economics, 4th edition. Marcel and
Dekker, Inc.)

Proses ROSE adalah proses deasphalting pelarut dengan konsumsi energi yang minimum
dengan menggunakan sistem recovery pelarut super-kritis dan proses ini efektif dalam
mendapatkan minyak berkualitas baik untuk diproses lebih lanjut. (Gearhart, 1980; Low et al.,
1995, Pemrosesan Hidrokarbon, 1996; Northrup dan Sloan, 1996). Dalam prosesnya (x.x),
residuum dicampur dengan volume beberapa kali lipat dari pelarut hidrokarbon dengan titik didih
rendah dan dilewatkan ke dalam bejana pemisah asphaltene. Asphalten yang ditolak oleh pelarut
dipisahkan dari bagian bottom vessel dan diproses lebih lanjut dengan stream stripping untuk
menghilangkan sejumlah kecil pelarut terlarut. Asphalten bebas pelarut dipompa untuk
pencampuran bahan bakar minyak atau proses lebih lanjut. Aliran utama, pelarut dan minyak yang
diekstraksi, melewati overhead dari separator asphaltene melalui heat exchanger dan pemanas ke
pemisah minyak. Di sini, minyak yang diekstraksi dipisahkan tanpa penguapan pelarut. Pelarut,
setelah pertukaran panas, didaur ulang ke proses. Sejumlah kecil pelarut yang terkandung dalam
minyak dihilangkan dengan stripping uap. Pelarut yang diuapkan yang dihasilkan dari stripping
dikondensasi dan dikembalikan ke proses.produk minyak didinginkan dengan pertukaran panas

26
sebelum dipompa ke penyimpanan atau diproses lebih lanjut.
Secara umum prinsip kerja kedua skema solvent extraction cukup mirip. Tetapi pada
metode ROSE jumlah separator yang digunakan lebih banyak dibandingkan pada proses DEMEX.
Separator yang lebih banyak akan meningkatkan kualtas produk yang dihasilkan dan recovery
solvent yang lebih baik, namun meningkatkan biaya investasi dan kebutuhan energi.
Jika dilihat dari skema proses DEMEX dan ROSE, seperti yang telah diketahui proses
ROSE separator yang digunakan lebih banyak dibandingkan pada proses DEMEX. Hal tersebut
menghasilkan recovery solvent yang tinggi dan kemurnian produk yang cukup baik, namun
meningkatkan biaya operasi karena kebutuhan energi yang lebih banyak. Sedangkan separator
pada proses DEMEX diklaim mampu memisahkan solvent dengan baik sehingga recovery solvent
cukup tinggi.

3.3.3. Perbedaan Solvent Extraction DEMEX dan ROSE


Metode solvent extraction yang umum dilakukan terbagi dua, yaitu metode DEMEX dan
ROSE. Demex, sebuah proses yang dikembangkan oleh UOP. Sedangkan Residual Oil
Supercritical Extraction (ROSE) dilisensikan oleh KBR. ROSE Jumlah ekstraktor lebih banyak,
meningkatkan kualtas produk yang dihasilkan dan recovery solvent yang lebih baik, namun
meningkatkan biaya investasi dan kebutuhan energi.
Contoh Industri yang menggunakan teknologi ROSE adalah di Huston, Texas contohnya Kellogg
Brown & Root (KBR) Oil and Gas. Sedangkan Industri yang menggunakan teknologi DEMEX
adalah di Mexico dan Middle East Contohnya di Mexico Oil Institute.
Parameter DEMEX ROSE
Developer UOP KBR
Jumlah Separator Lebih sedikit Lebih banyak
Biaya Operasi Lebih Murah Lebih Mahal
Penggunaan Energi Lebih Sedikit Lebih Banyak
Di Texas Di Mexico
 Kellogg Brown &  Mexico Oil Institute
Contoh Industri Pengguna Root (KBR) Oil and Middle East
Gas  Oman Oil Company (OOC)
 National Oil Corporation

27
BAB IV
INOVASI TEKNOLOGI

Perkembangan teknologi pengolahan minyak bumi saat ini memungkinkan kilang untuk
mengolah umpan yang lebih berat seperti residu, dan vacuum gas oil. Beberapa jenis inovasi
teknologi pada hydroprocessing and resid processing adalah sebagai berikut:

4.1 Residfining – Exxon

Gambar 4. 1 Skema proses Residfining – Exxon

(Sumber: Gary, James, H. (2001). Petroleum Refining Technology and Economics, 4 th edition. Marcel and Dekker,
Inc.)

Proses berlangsung pada tekanan yang sangat tinggi, yaitu 13,8 MPa – 20,7 MPa. Guard
reactor berfungsi untuk menurunkan kandungan logam dan kemungkinan terbentuknya karbon,
dengan menggunakan katalis silika – alumina dengan ukuran pori 150 – 200 Å dan cobalt –
molybdenum sebagai katalis untuk hidrogenasi logam.
Proses Resid-fining pada skema di atas menyerupai unit hydrocracking conventional
namun dimodifikasi dengan penambahan unit absorpsi amina untuk memisahkan hidrogen
sulfida dari arus hidrogen recycle sehingga tidak membahayakan katalis yang ada di reaktor.

28
Umumnya umpan unit ini difilter terlebih dahulu untuk memisahkan padatan dengan ukuran
lebih besar dari 25 Å yang mungkin terikut pada umpan. Umpan lalu dicampur dengan gas
hidrogen dan dipanaskan hingga suhu reaksi lalu diumpankan ke ke atas guard reactor. Padatan
yang masih terikut pada umpan akan tertahan di bagian atas guard reactor sedangkan logam
akan terdeposit pada katalis. Reaktor utama berfungsi untuk menghilangkan sulfur dan nitrogen
serta mengubah umpan berat menjadi produk yang lebih ringan. Produk liquid setelah dipisahkan
dari gas pada separator, masuk ke kolom fraksionasi untuk pemisahan lebih lanjut. Perbandingan
umpan masuk Venezuelan crude oil) dan produk yang dihasilkan melalui proses ini dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel 4. 1 Umpan dan Produk proses Residfining

(Sumber : Gary, James, H. (2001). Petroleum Refining Technology and Economics, 4 th edition. Marcel and Dekker,
Inc.)

4.2 ARDS/VRRS – Chevron


ARDS/VDRS menggunakan reaktor fixed – bed, dimana ARDS digunakan untuk hydrotreating
residu atmosferik, sedangkan VDRS untuk desulfurisasi residu distilasi vakum. Dengan
menggunakan teknologi RDS/VDRS maka dapat dilakukan pengolahan untuk berbagai jenis
minyak mentah.

29
Gambar 4. 2 Ilustrasi RDS/VRDS
(Sumber : www.chevron.com)

Proses yang terjadi serupa dengan proses hydrotreating, dengan umpan vacuum gas oil,
atmosferik residu, dan vakum residu, untuk menghilangkan kontaminan. Proses yang terjadi
adalah proses once – through dimana umpan dikontakkan dengan sistem katalis bertingkat yang
dirancang untuk dapat bertahan dengan adanya deposit logam. Proses didesain untuk siklus
operasi 6 bulan sampai 1 tahun. Proses ini cocok digunakan untuk menghasilkan produk yang
akan diumpankan catalytic cracker atau delayed coking.

4.3 H - Oil – UOP

Proses ini menggunakan reaktor jenis ebullated dengan 1, 2 atau 3 reaktor yang dipasang secara
seri, dan selama reaksi dapat terjadi hydrocracking.

30
Tabel 4. 2 Data umpan dan produk proses H - Oil

(Sumber: Speight, James G. (2006). The Chemistry and Technology of Petroleum, 4 th edition. Taylor
& Francis Group.)

Gambar 4. 3 Skema proses H – Oil

(Sumber : Speight, James G. (2006). The Chemistry and Technology of Petroleum, 4 th edition. Taylor & Francis
Group.)

Reaktor jenis ebullated digunakan untuk mencapai konversi dan distribusi umpan yang
seragam. Proses ini dirancang untuk mengolah umpan residu atau yang lebih tinggi untuk

31
menghasilkan produk yang digunakan sebagai fuel oil, umpan coking unit dan blending aspal.

Proses H – Oil terjadi pada suhu 415 – 440 oC dan tekanan 168 – 207 atm. Umpan residu
dicampur dengan recycle residu vakum dari bawah kolom fraksionasi, gas recycle kaya hidrogen
dan fresh hidrogen. Aliran tersebut diumpankan ke reaktor dimana aliran yang naik ini mampu
memfluidisasi katalis. Campuran vapor – liquid lalu masuk ke separator flash drum untuk
memisahkan fasenya. Sebagian gas yang masih banyak mengandung hidrogen direcycle ke
reaktor. Produk oil lalu didinginkan dan distabilisasi, dan sebagian residu vakum direcycle untuk
meningkatkan konversi.

4.4 LC - Fining – Chevron


Proses ini menggunakan ebullated/expanded – bed reactor, untuk melakukan proses
hydrocracking, desulfurisasi dan demetalisasi. Umpan pada proses ini dapat berupa residu
atmosferik, residu vakum, dan oil sand bitumen. Katalis dalam reaktor akan terfluidisasi dan
dapat ditambahkan dan dikeluarkan selama operasi. Reaktor beroperasi pada kondisi isotermal
dimana panas yang dihasilkan diserap oleh umpan fresh yang masuk.

Gambar 4. 4 Skema proses LC - Fining

(Sumber : Speight, James G. (2006). The Chemistry and Technology of Petroleum, 4 th edition. Taylor & Francis
Group.)

Proses LC – Fining terjadi pada suhu 385 – 450 oC dan tekanan 68 – 184 atm. Umpan dan
hidrogen dipanaskan terpisah lalu masuk ke bagian bawah reaktor sambil memfluidisasikan

32
katalis. Produk reaktor keluar dari bagian atas dan masuk ke bagian purifikasi. Liquid direcycle
kembali ke reaktor setelah melalui tahap stripping dan tahap coke removal dimana molekul yang
berat dipisahkan. Produk gas yang mengandung hidogen sulfida dipisahkan terlebih dahulu
sebelum keluar sebagai fuel gas.

Tabel 4. 3 Data umpan dan produk proses LC - Fining

(Sumber : Speight, James G. (2006). The Chemistry and Technology of Petroleum, 4 th edition. Taylor &
Francis Group.)

Perbandingan yield pada resid processing dengan menggunakan proses LC–Fining vs Coking
dapat dilihat pada gambar berikut.

33
Gambar 4. 5 Perbandingan yield pada proses LC – Fining dan Coking
( Sumber : www.processengr.com : oil refinery process, 2009)

Proses LC – fining menghasilkan kerosene dan diesel yang lebih banyak dibandingkan
proses coking, dan sebaliknya untuk produk coke.

Tabel 4. 4 Perbandingan proses LC – Fining dan RDS/VDRS


(Sumber : www.processengr.com : oil refinery process, 2009)

4.5 Perbandingan Proses Residfining, ARDS/VDRS, H – OIL, dan LC – FINING


Perbandingan dari teknologi – teknolgi hydroprocessing dapat dilihat pada tabel berikut.

34
Tabel 4. 5 Perbandingan proses Residfining, ARDS/VDRS, H – OIL dan LC - FINING

LC -
No. Komponen ResidFining ARDS/VRDS H - OIL
FINING

1. Lisensor Exxon Chevron UOP Chevron

Ebullated Ebullated
2. Jenis reaktor Fixed – bed Fixed bed
bed bed

Residu
vacuum gas,
Vacuum atmosferik,
oil,
Vacuum residu or residu
3. Umpan atmospheric,
residue higher vakum, dan
residu, dan
oil sand
vakum residu
bitumen

Gasoline Fuel oil,


oriented, umpan
Fuel
umpan coking unit Distillate
4. Produk gas,nafta,
catalytuc dan blending oriented
distillate
cracker atau aspal
delayed coking

Suhu 415- suhu 385 –

Kondisi
Tekanan 440 0C, 450 oC,
5. 13,8 MPa- tekanan 168- tekanan 68 -
operasi
20,7 MPa 207 atm 184 atm

35
BAB V
HYDROPROCESSING AND RESID PROCESSING
DI KILANG MINYAK INDONESIA
Dalam setiap kilang milik Pertamina digunakan proses hydroprocessing sebagai bagian dari
pengolahan minyak bumi.
1. RU II Dumai & Sungai Pakning

Gambar 5. 1 Plant Layout RU II Dumai

36
Unit Input Output

Long Short Residue (S.Res), Light


High Vacuum Unit (HVU) Residue Vacuum Gas Oil (LVGO), High
(L.Res) Vacuum Gas Oil (HVGO)

Short Gas, LPG, Naphtha, Low Cycle Gas


Delay Coking Unit (DCU) Residue Oil (LCGO), Heavy Cycle Gas Oil
(S.Res) (HVGO), Coke

Light Cycle
Naphtha, Light Kerosene (L.Kero),
Distillate Hydro Treating Unit (DHTU) Gas Oil
High Kerosene (H.Kero)
(LCGO)

Heavy
LPG, Light Naphtha (L.Naphtha),
Vacuum
High Naphtha (H.Naphtha), Light
Hydro Cracking Unit (HCU) Gas Oil
Kerosene (L.Kero), High Kerosene
(HVGO),
(H.Kero)
LPG, Gas

Heavy
Cycle Gas Light Naphtha (L.Naphtha), High
Naphtha Hydro Treating Unit (NHDT)
Oil Naphtha (H.Naphtha)
(HCGO)

37
2. RU III Plaju

Gambar 5. 2 Plant Layout RU III Plaju

Unit Input Output

High Vacuum Long Residue Short Residue (S.Res), Light Vacuum Gas Oil (LVGO),
Unit (HVU) (L.Res) Medium Vacuum Gas Oil (MVGO), High Vacuum Gas Oil
(HVGO)

38
3. RU IV Cilacap

Gambar 5. 3 Plant Layout RU IV Cilacap

Unit Input Output

Naphtha Hydro Treating


Naphtha Fuel Gas, LPG, Gasoline
(NHT)

Light Gas Oil (LGO), Heavy Automotive Diesel Oil


Hydro Desulfurization (HDS)
Gas Oil (HGO) (ADO), Kerosene

Hydro Treating Unit (HTU) Long Residue (L.Res) Lubricant

AH. Unibon Naphtha Kerosene

Automotive Diesel Oil


Thermal Hydro Treating
Thermal Cracked Residue (ADO), Industrial Diesel Oil
(THDT)
(IDO)

Visbreaker Long Residue (L.Res) Thermal Cracked Residue

Short Residue (S.Res),


High Vacuum Unit (HVU) Long Residue (L.Res)
Vacuum Gas Oil (VGO)

39
4. RU V Balikpapan

Gambar 5. 4 Plant Layout RU V Balikpapan

Unit Input Output

Light Vacuum Gas Oil


(LVGO), High Vacuum Gas
High Vacuum Unit (HVU) Long Residue (L.Res)
Oil (HVGO), Short Residue
(S.Res)

Naphtha Hydro Treating


High Naphtha (H.Naphtha) Low Naphtha (L.Naphtha)
(NHT)

Light Naphtha (L.Naphtha),


High Vacuum Gas Oil
Hydro Cracking Unit (HCU) High Naphtha (H.Naphtha),
(HVGO)
Kerosene, Gas Oil

40
5. RU VI Balongan

Gambar 5. 5 RU VI Balongan

Unit Input Output

Hydro Demetallization
Crude Oil Demetallized Crude Oil
(ARHDM)

Gas Oil Hydro Treating Unit


Gas Oil Diesel Oil
(GO HTU)

Light Crude Oil Naphtha Industry Diesel Fuel (IDF),


Light Crude Oil
Treating Unit (LCO NTU) Marine Fuel Oil (MFO)

41
6. RU VII Kasim

Gambar 5. 6 RU VII Kasim

Unit Input Output

Naphtha Hydro Treating Unit


Heavy Naphtha Sweet Naphtha
(NHTU)

42
BAB VI
PERTANYAAN JAWABAN

1. Rizky Mulia: Apa perbedaan Hydroprocessing dan hydrotreating? Apa perbandingan dan
kegunaan metode Solvent Extraction?
Jawab:
Hydrotreating merupakan salah satu dari jenis dari hydroprocessing, lebih tepatnya merupakan
catalytic hydroprocessing.
Metode solvent extraction yang umum dilakukan terbagi dua, yaitu metode DEMEX dan ROSE.
Demex, sebuah proses yang dikembangkan oleh UOP. Sedangkan Residual Oil Supercritical
Extraction (ROSE) dilisensikan oleh KBR. ROSE Jumlah ekstraktor lebih banyak, meningkatkan
kualtas produk yang dihasilkan dan recovery solvent yang lebih baik, namun meningkatkan biaya
investasi dan kebutuhan energi.
Contoh Industri yang menggunakan teknologi ROSE adalah di Huston, Texas contohnya Kellogg
Brown & Root (KBR) Oil and Gas. Sedangkan Industri yang menggunakan teknologi DEMEX
adalah di Mexico dan Middle East Contohnya di Mexico Oil Institute
Parameter DEMEX ROSE
Developer UOP KBR
Jumlah Separator Lebih sedikit Lebih banyak
Biaya Operasi Lebih Murah Lebih Mahal
Penggunaan Energi Lebih Sedikit Lebih Banyak
Di Texas Di Mexico
 Kellogg Brown &  Mexico Oil Institute
Root (KBR) Oil and Middle East
Gas  Oman Oil Company
Contoh Industri Pengguna (OOC)
 National Oil
Corporation, Libya
(NOC)

43
2. Rais: Apa perbedaan Coking dalam mengolah residue vacuum distillation? Proses 6 bulan pada
Chevron?
Jawab:
Coking terbagi menjadi 2 jenis yaitu delayed coking dan flexicoking. Perbedaan yang mendasar
dari kedua jenis coking tersebut adalah pada flexicoking memiliki proses gasifikasi untuk
memproduksi refinery fuel gas.
Proses 6 bulan yang di maksud adalah lama waktu katalis pada alat yang dapat digunakan. Apabila
alat sudah digunakan lebih dari 6 bulan maka perlu dilakukan pembaruan atau produk hasil akan
menurun kualitasnya

3. Dana: Pada industri apakah cukup menggunakan bahan kimia untuk mengurangi pour point
sehingga tidak dilakukan Visbreaking?
Jawab:
Penggunakan bahan kimia untuk mengurangi pour point dapat optimum bekerja pada suhu yang
relatif rendah tetapi jika suhu minyak bumi relatif tinggi maka harus menggunakan metode
visbreaking.

4. Jessica M: Mengapa soaker visbreaking memakan waktu yang lebih lama dibangindkan coil
visbreaking?
Jawab:
Pada soaker visbreaking, thermal cracking terjadi pada soaking drum sehingga memakan waktu
yang lebih lama sedangkan coil visbreaking, thermal cracking terjadi pada coil sehingga memakan
waktu yang lebih sebentar

5. Abella: Reaktor yang paling banyak digunakan pada proses hydrotreating apa? Katalis pada
hydrotreating?
Jawab:
Yang paling banyak digunakan adalah jenis fixed-bed reactor, karena kondisi operasinya yang
fleksibel dan kemudahan pengoperasian. Moving and ebullated bed dapat digunakan secara seri
dengan fixed bed reactor untuk memproses umpan yang sulit (berat).
Katalis yang biasa digunakan adalah Cobalt-molybdenum dan Nickel-molybdenum

44

Anda mungkin juga menyukai