Anda di halaman 1dari 20

I.

Latar Belakang Masalah

Berdasarkan pasal 16 ayat (1) pengadilan dilarang atau tidak boleh menolak untuk
memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih hukum
yang mengatur itu tidak ada atau kurang jelas, dalam hal apabila memang tidak ada atau
kurang jelas hukumnya hakim atau pengadilan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Caranya adalah berpedoman dengan ketentuan pasal 28 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004,
yakni hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,mengikuti dan memahami
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Kasus tentang Pergantian Kelamin ini
ditinjau secara yuridis merupakan suatu yang sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan dalam masyarakat, karena peristiwa perubahan status ini merupakan
persoalan yang terjadi dalam masyarakat, namun hal ini belum diatur oleh aturan
perundang-undangan. Pada masa tersebut pembuat Undang-undang waktu itu tidak atau
belum memperkirakan terjadinya hal-hal tersebut. Undang-undang hanya mengenal istilah
laki-laki atau perempuan, dan merupakan kenyataan sosial yang hidup dalam masyarakat
bahwa diantara dua jenis makhluk ilahi ini laki-laki dan perempuan terdapat pula segolongan
orang yang hidup diantara kedua makhluk tersebut diatas. Kepentingan persoalan hukum
muncul setelah adanya perkembangan di bidang ilmu kedokteran yang disebut operasi
kelamin1.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu kedokteran
dan teknologi mengubah perilaku manusia yang semula hanya mengenal perempuan dan
laki-laki maka sekarang adanya kaum yang menyimpang yaitu LGBT (Lesbi,Gay,Biseksual
dan Transgender) sehingga memicu problematika baru di masyarakat. Jenis kelamin
merupakan ketetapan atau kodrat yang telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia yang
sesuai dengan fungsinya masing-masing. Gender adalah suatu sifat yang melekat pada
kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Muncul
problematika tentang permohonan pergantian kelamin dimana seorang hakim dilarang
menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan
dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman. Hakim dapat dikatakan sebagai Wakil Tuhan dalam rana peradilan , juga dapat
dikatakan sebagai Hakim Corong Undang - Undang ( La Bouche Des Lois ). Berdasarkan
pasal 5 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman Hakim wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam

1
Bierly Napitupulu, “Penemuan Hukum”, dalam makalah Online, senin 23 Januari 2012,
http://magisterkenotariatan.blogspot.com/2012/01/makalah-hukum-tugas-kuliah.html, diunduh pada 30
November 2017 pukul 13:28 WIB

1
masyarakat. Ada beberapa kasus yang menarik mengenai permasalahan perubahan jenis
kelamin dari kaum Transgender tersebut, salah satunya adalah kasus permohonan
pergantian kelamin No. 518/Pdt.P/2013/PN.Ung dimana SUPRIYANI sebagai pemohon.
Apabila ditelusuri lebih dalam lagi barulah akan terungkap bahwa permohonan perkara No.
518/Pdt.P/2013/PN.Ung atas nama SUPRIYANI memiliki suatu kelainan yaitu penyakit
kelamin ganda (ambiguous genitalia). Penyakit kelamin ganda (ambiguous genitalia) adalah
suatu kejadian langka dimana alat kelamin bayi tidak jelas sebagai alat kelamin laki-laki atau
perempuan atau alat kelamin tidak tumbuh sempurna ataupun penderita tersebut
mempunyai dua buah alat kelamin, yaitu alat kelamin laki-laki dan perempuan. Perlu
dibedakan bahwa khususnya mengenai Transgender sendiri terbagi dua yaitu Transgender
kejiwaan dan Transgender bawaan yaitu penyakit Kelamin Ganda (Ambiguous Genitalia).
Transgender kejiwaan merupakan permasalahan kejiwaan mengenai perbedaan antara
kodrat ilahi pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa dengan keinginan individu tersebut yang
kerapkali terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Mengenai Transgender bawaan merupakan
penyakit Kelamin Ganda (Ambiguous Genitalia) adalah suatu kejadian langka dimana alat
kelamin bayi tidak jelas sebagai alat kelamin laki-laki atau perempuan. Biasanya hal yang
terjadi adalah alat kelamin tidak tumbuh sempurna ataupun penderita tersebut mempunyai
dua buah alat kelamin. Pada kasus penyakit kelamin ganda (ambiguous genitalia) karena
adanya keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), yang menyebabkan
ketidakjelasan status biologis orang tersebut, biasanya pemeriksaan medis akan dilakukan
secara komprehensif untuk melihat kecendurungan biologis orang tersebut apakah memiliki
kecenderungan kuat sebagai lak-laki atau perempuan. Tahap selanjutnya biasanya
dilakukan operasi kelamin adalah tindakan perbaikan atau penyempurnaan kelamin
seseorang karena terjadinya kelainan sejak lahir atau karena penggantian jenis kelamin.
Operasi kelamin sendiri harus sama dengan bagian dalam alat kelaminnya. Dalam ilmu
kedokteran Kromosom laki-laki normal adalah XY, sedangkan perempuan normal pula
adalah XX.. Dalam islam sendiri Transgender kejiwaan hukumnya haram, namun berbeda
lagi jika oparasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (Perbaikan atau penyempurnaan)
dan bukan pergantian jenis kelamin. Maka menyempurnaanya dibolehkan ,bahkan
dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal. Sehingga memperjelas status
hukumnya. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Al- Fiqh al-Islami wa Adillatuhubahwa.
Apabila tujuan penggantian kelamin dengan tujuan tabdil atau taghyir (mengubah ciptaan
Allah SWT). Maka identitasnya masih sama dengan sebelum melakukan operasi dan tidak
merubah status hukumnya. Menurut Mahmud syaltut, dari segi pewarisan seorang wanita

2
yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan menerima bagian
warisan pria (dua kali dari bagian wanita) dan sebaliknya2.

Hukum operasi kelamin dalam syariat islam3:

1. Masalah seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelamin
yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang dilengkapi
dengan rahim atau ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh syariat islam
untuk melakukan operasi kelamin.
2. Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan)
dan bukan penggantian jenis kelamin, menurut para ulama,diperbolehkan secara
hukum syariat.
3. Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan
vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan dedefinitif
salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk mematikan dan
menghilangkan salah satu alat kelaminnya.

Pembuat Undang-Undang hanya mengenal laki-laki dan perempuan baik dalam


hukum positif Indonesia, belum dapat memperediksi apa yang akan terjadi mengenai
permasalahan tersebut. Dengan berjalannya seiring waktu, muncul masalah mengenai
status hukum bagi Kaum Transgender bawaan. Dalam hukum positif Indonesia sendiri tidak
memuat tentang pergantian kelamin. Hakim akhirnya harus menemukan hukum baru bagi
status kaum Transgender bawaan yaitu para penderita Penyakit Kelamin Ganda
(Ambiguous Genitalia) khususnya berkaitan dengan status keperdataan dan hak yang
harus mereka dapatkan sebagai warganegara Indonesia sehingga bukan merupakan suatu
alasan untuk menjadikan adanya suatu perbedaan maupun diskriminasi sosial. Baik hakim
dan pemerintah harus bekerja sama untuk membuat aturan untuk Kaum Transgender
bawaan yaitu para penderita Penyakit Kelamin Ganda (Ambiguous Genitalia) agar mereka
memiliki kepastian tentang status hukumnya. Hakim bukan hanya sebagai corong undang-
undang melainkan sebagai penemu dan yang menjalankan undang - undang untuk dapat
memberikan kepastian, keadilan hukum, khususnya dalam permasalahan ini mengenai
batasan terhadap penderita Penyakit Kelamin Ganda (Ambiguous Genitalia) demi
melindungi status kepentingan hukum mereka. Hal ini sangat penting untuk mencegah kaum
transgender kejiwaan yang tidak memiliki Penyakit Kelamin Ganda (Ambiguous Genitalia)
untuk melakukan permohonan pergantian kelamin.

2
ibid
3
http://vickyaldion.blogspot.co.id/2015/01/makalah-transgender-menurut-pandangan.html?m=1 diunduh
tanggal 30 November 2017 pukul 14.50 WIB

3
II. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana metode penemuan hukum yang dilakukan oleh Hakim dalam


menghadapi permasalahan hukum tentang perubahan identitas jenis kelamin
tersebut?
2. Apakah yang menjadi dasar hukum bagi hakim dalam memberikan batasan
persyaratan mengenai perubahan identitas jenis kelamin tersebut?

III. Kasus Posisi & Isi Putusan

Permohonan Perkara No. 518/Pdt.P/2013/PN.Ung:

1. Bahwa orang tua Pemohon SUKIYO dan SULIYEM telah melangsungkan


perkawinan di muka Pandita Lokapalasraya I.S
2. Bahwa dalam perkawinan tersebut telah dilahirkan salah seorang anak yang diberi
nama SUPRIYANTI
3. Bahwa anak ke 6 (enam) dari orang tua Pemohon yang bernama SUPRIYANTI pada
saat kelahirannya berjenis kelamin perempuan (wanita)
4. Bahwa anak tersebut setelah bertambah besar dan tumbuh menunjukkan tanda-
tanda baik secara fisik maupun klinis cenderung menjadi sosok seorang yang
berjenis kelamin laki-laki ;
5. Bahwa untuk memperkuat hal tersebut, pada bulan Mei 2011 Pemohon
memeriksakan ke RSUP Dr. Kariadi Semarang
6. Bahwa penyesuaian kelamin tersebut Pemohon lakukan selain untuk kepentingan
Pemohon dan juga untuk kepastian hukum di kemudian hari

Pertimbangan Hakim dalam Memutus Permohonan Perkara No.


518/Pdt.P/2013/PN.Ung

 Menimbang, bahwa di Persidangan Pemohon telah mengajukan bukti surat bertanda


P-1 sampai dengan P-11 serta 5 (lima) orang saksi yaitu saksi Suliyem, saksi Ali
Qoimun, saksi Ngadiman, saksi Suharno dan saksi Achmad Zulfa Juniarto;
 Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Suliyem yang merupakan ibu
kandung Pemohon, bahwa Pemohon lahir di kampung dengan dibantu oleh bidan

4
desa dan sejak lahir secara fisik tampak berjenis kelamin perempuan dan diberi
nama Supriyanti yang telah dikuatkan pula dengan bukti surat bertanda P- 5;
 Menimbang, sebagaimana keterangan saksi Suliyem, saksi Ali Qoimun, saksi
Ngadiman dan saksi Suharno dalam perkembangannya Pemohon dalam
kesehariannya cenderung bersikap dan bersifat kelaki-laki termasuk pula dalam
pergaulan sehari-hari;
 Menimbang, bahwa menurut keterangan saksi Suliyem, oleh karena perubahan
sikap dan perilaku dari Pemohon, maka pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2011
dilakukan pemeriksaan secara medis di Rumah Sakit Umum Pusat Kariadi
Semarang dan telah pula dilakukan operasi sebanyak 3 kali hal mana dikuatkan
dengan bukti P-11 berupa Surat Keterangan nomor:HK.00.01/I.IV/2506/2012 tanggal
20 november 2012,tentang Identitas Gender yang ditandatangani oleh Dr. Bambang
Wibowo, Sp.OG (K), dokter pada Rumah Sakit Umum Pusat Kariadi Semarang;
 Menimbang, bahwa sebagaimana keterangan saksi Achmad Zulfa Juniarto yang
tergabung dalam Tim yang menangani dan melakukan operasi untuk Pemohon, dari
pemeriksaan diperoleh hasil bahwa Pemohon mempunyai kromosom menunjukkan
46 XY dan dengan hormon testosteron tinggi sebesar 1053 ng/dl menunjukkan 100%
generalnya laki-laki serta adanya keterangan dari psikiater yang menerangkan jika
Pemohon tetap dipaksakan menjadi seorang perempuan, maka akan mengalami
depresi yang berkepanjangan;
 Menimbang, sebagaimana keterangan saksi Achmad Zulfa Juniarto dikuatkan pula
dengan bukti surat bertanda P-11 yang menerangkan bahwa Pemohon
direkomendasikan menjadi berjenis kelamin laki-laki ;
 Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Ali Qoimun sebagai guru
sekaligus ulama yang menerangkan bahwa dalam hal adanya permohonan
perubahan jenis kelamin dalam agama Islam diperbolehkan, berdasarkan Keputusan
Muktamar Nahdlatul Ulama ke-26 di Semarang pada tanggal 10-16Rajab 1399 H/5-
11 Juni 1979 M diantaranya memutuskan : Seseorang (laki-laki atau perempuan)
yang kelamin dalamnya normal, tetapi kelamin luarnya tidak normal, misalnya
kelamin luarnya sama atau cocok dengan kelamin dalamnya, tetapi bentuknya tidak
sempurna, lalu dioperasi untuk disempurnakan, hukumnya boleh bahkan lebih
utama;
 Menimbang, bahwa dalam pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, menerangkan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat
kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum, dan pada pasal 17

5
Undang-Undang tersebut menguraikan bahwa setiap orang tanpa diskriminasi,
berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan
dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili
melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum
acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh Hakim yang jujur dan adil
untuk memperoleh putusan yang adil dan benar;
 Menimbang, bahwa mengenai perubahan nama dari SUPRIYANTI menjadi BAGUS
SUPRIYANTO, sebagaimana telah dikuatkan dengan bukti surat bertanda P-2
berupa Surat Keterangan Kelahiran, maka permohonan tersebut patut untuk
dikabulkan;
 Menimbang, bahwa setelah melalui penilaian dari segi yuridis, medis agama dan
psikologis diri Pemohon, maka permohonan Pemohon khususnya mengenai
pergantian jenis kelamin dan pergantian nama patutlah dikabulkan,demi rasa
keadilan, rasa ketentraman, kenyamanan dan masa depan kehidupan Pemohon
selanjutnya;

Putusan Hakim dalam Memutus Permohonan Perkara No. 518/Pdt.P/2013/PN.Ung:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian ;


2. Menyatakan menurut hukum, bahwa Pemohon yang bernama SUPRIYANTI, anak ke
enam perempuan dari suami istri SUKIYO dengan SULIYEM lahir di Kabupaten
Semarang pada tanggal 08 Agustus 1990, sebagaimana Kutipan Akta Kelahiran
Nomor :6187/TP/2002, yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan, Catatan
Sipil dan Tenaga Kerja Kabupaten Semarang tertanggal 02 Juli 2002, adalah
berjenis kelamin laki-laki ;
3. Menyatakan menurut hukum, bahwa nama Pemohon yang tertulis dan terbaca
SUPRIYANTI, perempuan, lahir di Kabupaten Semarang pada tanggal 08 Agustus
1990, berganti nama menjadi BAGUS SUPRIYANTO, laki-laki, lahir di Kabupaten
Semarang pada tanggal 08 Agustus 1990, anak dari pasangan suami istri SUKIYO
dengan SULIYEM ;
4. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang di
Ungaran untuk mengirim salinan resmi Penetapan ini yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap tanpa bermeterai kepada Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Semarang untuk ditulis dan dicatat dalam register yang
bersangkutan ;
5. Menolak permohonan selain dan selebihnya ;

6
6. Membebankan biaya yang timbul dalam permohonan ini kepada Pemohon sebesar
Rp. 196.000,- (Seratus sembilan puluh enam ribu rupiah) ;

IV. Analisa Masalah

Pengaturan hukum tentang Transgender bawaan di indonesia baik dalam KUH


Perdata ,KUH Pidana maupun Undang-Undang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk)
maupun hingga Peraturan Presiden (Pepres) tidak mengenal istilah transgender, sedangkan
para Kaum Transgender perlu mempunyai hak yang sama layaknya manusia normal baik
dalam bidang pendidikan, kesehatan, pengakuan atas dirinya, pekerjaan, jaminan
perlindungan dari tindakan kekerasan, hak untuk hidup dll sesuai dengan amanat Undang –
undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Sehingga dalam hal ini
hakim perlu melakukan penemuan hukum bagi para transgeder untuk klasifikasi boleh
tidaknya seseorang melakukan perubahan / pergantian jenis kelamin dalam muka
pengadilan setempat dengan begitu pemerintah dapat membatasi perkembangan
perubahan / pergantian jenis kelamin sehingga tidak menimbulkan kerancuan pada saat
kaum Transgender bawaan melakukan sebuah keputusan yang sangat penting dalam
hidupnya. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap masyarakat sekitar dan keluarga para
Transgender bawaan. Kaum Transgender bawaan berusaha mendapatkan hak yang sama
layaknya manusia normal lainnya. Pengaturan mengenai perubahan status jenis kelamin
belum ada aturan eksplisit yang jelas dan terperinci, hanya terdapat aturan-aturan hukum
positif yang masih terbatas yaitu:

Undang – undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM)

Pasal 1 angka 1 :
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia;

Pasal 1 angka 2 :
Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila hak dilaksanakan,
tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.

7
Pasal 1 angka 3 :
Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun
tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,
kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik
yang berakibat pengurangan,penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan
atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual
maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum,sosial, budaya. dan aspek kehidupan
lainnya.

Pasal 2 :
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak
terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi,dihormati, dan ditegakkan demi
peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta
keadilan.

Pasal 3 :
(1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan
sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dalam semangat persaudaraan.
(2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang
adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
(3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
manusia, tanpa diskriminasi.

Pasal 4 :
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

Pasal 5 ayat (1) :


Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh
perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di
depan hukum.

8
Pasal 8 :
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi
tanggung jawab Pemerintah.

Pasal 9 Hak Untuk Hidup:


(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya.
(2) Setiap orang berhak tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Pasal 10 angka 1 Hak Berkeluarga Dan Melanjutkan Keturunan:


Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.

Pasal 11 Hak Mengembangkan Diri :


Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang
secara layak.

Pasal 12 :
Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh
pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi
manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan
sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.

Pasal 13 :
Setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi
kesejahteraan pribadinya, bangsa, dan umat manusia.

Pasal 15 :
Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi
maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 16 :
Setiap orang berhak untuk melakukan pekerjaan sosial dan kebijakan, mendirikan
organisasi untuk itu, termasuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, serta

9
menghimpun dana untuk maksud tersebut dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 17 Hak Memperoleh Keadilan :


Setiap orang. tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan
permohonan. pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun
administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan
adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.

Pasal 29 Hak atas Rasa Aman :


(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
hak miliknya.
(2) Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana
saja ia berada.

Berdasarkan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata KUH Perdata (Burgelijk


Wetboek)
Dalam Burgelijk Wetboek memuat tentang pembetulan akta-akta catatan sipil dan tentang
penambahan didalamnya

Pasal 13:
“Jika register-register tak pernah ada atau telah hilang, diubah, sobek, digelapkan atau
dirusak, jika ada beberapa akta tiada didalamnya, atau jika akta-akta yang telah dibukukan
memperlihatkan telah terjadinya kekhilafan,kekurangan atau kekeliruan lainnya , maka yang
demikian itu dapat dijadikan alasan untuk mengadakan penambahan atau pembetulan
dalam register-register itu”.

Pasal 14:
Permintaan untuk itu hanya boleh dimajukan kepada Pengadilan Negeri, yang mana dalam
daerah hukumnya regiter-register itu nyata telah, atau sedianya harus
diselenggarakannya.Pengadilan mana setelah mendengar jawaban kejaksaan sekiranya
ada alasan untuk itu,dan mendengarpula pihak-pihak yang berkepentingan, dengan tak
mengurangi kemungkinan untuk mohon banding, akan mengambil keputusannya.

10
Pasal 15 :
Keputusan ini hanya berlaku antara pihak – pihak yang telah memintanya atau yang dalam
itu pernah dipanggil.

Pasal 16 :
Semua keputusan tentang pembetulan atau penambahan pada akta-akta, apabila telah
mendapat kekuatan mutlak, harus dibukukan oleh Pegawai Catatan Sipil dalam register-
register yang sedang berjalan, segera setelah keputusan itu diperlihatkan
kepadanya,Sedangkan jika keputusan-kepusan itu mengandungsuatu pembetulan haruslah
hal ini dicatat pula dalam jihat akta yang di betulkan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dalam Reglemen tentang penyelenggaraan Register Catatan Sipil.

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 Jo. Undang - Undang Nomor 24
Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan

Disebutkan dalam pasal 1 angka 17 dan pasal 56 ayat 1 sebagai berikut:

Pasal 1 angka 17:


Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran,
kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak,
pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.

Pasal 52 :
(1) Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri
tempat pemohon.
(2) Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada (1) wajib dilaporkan oleh
Penduduk kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan akta Pencatatan Sipil paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan negeri oleh Penduduk.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (Pejabat Pencatatan Sipil
membuat catatan pinggir pada regisakta Pencatatan Sipil dan kutipan akta Pencatatan Sipil.

Pasal 56 ayat 1 :
Pencatatan Peristiwa Penting lainnya dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil atas
permintaan Penduduk yang bersangkutan setelah adanya penetapan pengadilan negeri
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

11
Pasal 70 ayat 3 :
Pembetulan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Instansi Pelaksana.

Pasal 71 ayat 3 :
Pembetulan akta Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pejabat Pencatatan Sipil sesuai dengan kewenangannya.

Dalam pasal tersebut tidak dicantumkan perubahan kelamin/pergantian kelamin namun hal
tersebut masuk dalam peristiwa penting lainnya. Dapat dilihat dalam Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan
Sipil. Dengan begitu seseorang yang ingin melakukan perubahan / pergantian jenis kelamin
dapat mengajukan permohonan diranah peradilan / pengadilan setempat.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Tata Cara
pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil

Pasal 1 angka 1 :
Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam
penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan
Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya
untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.

Pasal 1 angka 7 :
Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana
yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari
pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Pasal 1 angka 8 :
Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur
sebagai hasil dari kegiatan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Pasal 1 angka 9 :
Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata Penduduk,pencatatan atas pelaporan
Peristiwa Kependudukan danpendataan Penduduk rentan Administrasi Kependudukanserta
penerbitan Dokumen Kependudukan berupa kartuidentitas atau surat keterangan
kependudukan.

12
Pasal 1 angka 10 :
Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialam iPenduduk yang harus dilaporkan
karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, KartuTanda
Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang,
perubahan alamat, sertastatus tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.

Pasal 1 angka 13 :
Kartu Tanda Penduduk, selanjutnya disingkat KTP, adalah identitas resmi Penduduk
sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 1 angka 14 :
Pencatatan Sipil adalah pencatatan Peristiwa Penting yang dialami oleh seseorang dalam
register Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana.

Pasal 1 angka 16 :
Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian,
lahir mati, perkawinan,perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak,
perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.

Pasal 93 Pencatatan Perubahan Nama:


1. Pencatatan pelaporan perubahan nama dilakukan pada instansi pelaksana / UPTD
instansi pelaksana yang menerbitkan Akta pencatatan sipil.

2. Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan


memenuhi syarat berupa :
a) Salinan penetapan pengadilan negeri tentang perubahan nama;
b) Kutipan akta catatan sipil
c) Kutipan akta perkawinan bagi yang sudah menikah
d) Foto kopi KK ; dan
e) Foto kopi KTP

3. Pencatatan pelaporan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan tata
cara ;

13
a) Pemohon mengisi dan menyertakan formulir pelaporan perubahan nama dengan
melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada (2) kepada instansi
pelaksana atau UPTD instansi pelaksana.
b) Pejabat pencatatan sipil pada instansi pelaksana / UPTD instansi pelaksana
membuat catatan pinggir pada register akta catatan sipil dan kutipan akta catatan
sipil.
c) Instansi pelaksana / UPTD instansi pelaksana sebagaimana dimaksud pada huruf b
merekam data perubahan nama dalam database kependudukan.

Pasal 97:

(1) Pencatatan pelaporan peristiwa penting lainnya dilakukan oleh pejabat pencatatan sipil
pada instansi pelaksanaan atau UPTD instansi pelaksanaan tempat terjadinya peristiwa
penting lainnya.

(2) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain perubahan jenis kelamin.

(3) Pencatatan peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memenuhi syarat berupa:

a. penetapan pengadilan mengenai peristiwa pentinglainnya;


b. KTP dan KK yang bersangkutan; dan
c. Akta Pencatatan Sipil yang berkaitan peristiwa pentinglainnya.

(4) Pencatatan peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dengan tata cara:
a. pelapor mengisi dan menyerahkan Formulir Pencatatan Peristiwa Penting
Lainnya dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana;
b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi
Pelaksana melakukan verifikasi dan validasi berkas pelaporan peristiwa
penting lainnya, dan mencatat serta merekam dalam register peristiwa
penting lainnya pada database kependudukan;
c. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi
Pelaksana membuat catatan pinggir pada Register Akta Pencatatan Sipil dan
Kutipan Akta Pencatatan Sipil.

14
Hak Asasi Manusia dengan Negara tidak dapat dipisahkan salah satu tujuannya
melindungi hak asasi manusia, berarti hak sekaligus kebebasan perseorangan diakui,
dihormati dan dijunjung tinggi. Dapat dilihat dari undang – undang Hak Asasi Manusia
(HAM) Nomor 39 Tahun 1999 sebagaimana disebutkan di atas pada dasarnya manusia
mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam hal bernegara begitu juga dengan adanya
hal itu Transgender bawaan hanya ingin diakui dan disetarakan layaknya manusia normal.
Dalam hal ini Negara kita Indonesia sudah meratifikasi undang – undang Hak Asasi Manusia
(HAM) Nomor 39 Tahun 1999 namun disisi lain hak asasi Kaum Transgender bawaan belum
terpenuhi setelah melakukan serangkaian operasi kelamin bukan berarti masalah yang
dialaminya sudah selesai, terkadang masih ada konsekuensi yang di tanggung antara lain
perubahan data kependudukan lainnya seperti KTP, SIM, Akta Kelahiran dll.
Bahwa permohonan pergantian kelamin termasuk dalam peristiwa penting dan butuh
pengesahan putusan Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan permohonan pergantian
kelamin sesuai dengan pasal 97 ayat (2) Perpres Nomor 25 Tahun 2008. Mengenai
Prosedur pergantian kelamin hampir sama dengan pencatatan perubahan nama sehingga
kaum Transgender bawaan tidak perlu khawatir jika ingin mengajukan permohonan
pergantian/ perubahan jenis kelamin. Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2006 Jo. UU
Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan pasal 1 angka 17 peristiwa
penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir
mati, perkawinan, perceraian pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak,
perubahan nama dan status kewarganegaraan. Dan sebagaimana disebutkan dalam Pasal
97 ayat (2) Perpres Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil Peristiwa penting lainnya. Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
perubahan jenis kelamin. Sehingga dengan adanya undang – undang di atas dapat
membantu para transgender bawaan yang berkeinginan melakukan permohonan pergantian
kelamin di Pengadilan setempat sesuai domisili para Transgender bawaan. Kartu Identitas/
Kartu Tanda Penduduk (KTP) identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan
oleh instansi pelaksana yang berlaku diseluruh Wilayah Kesatuan Republik Indonesia.
Hakim dalam memutuskan permohonan perkara perubahan identitas harus mampu dengan
seadil-adilnya, berdasarkan dengan Hak Asasi Manusia khususnya bagi kaum Transgender
bawaan maupun masyarakat yang lainnya berhak mendapatkan hak dan perlakuan yang
sama dihadapan hukum tanpa melihat status sosial orang tersebut. Demikian pula
Transgender bawaan dapat melakukan permohonan perubahan/pergantian kelamin sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Hakim tidak dapat menolak perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih hukum

15
tidak ada atau kurang jelas sesuai dengan amanat Pasal 10 UU Nomor 48 Tahun 2009
tentang kekuasaan kehakiman Hakim dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang
jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Hakim dapat melakukan dengan
cara penemuan hukum/ law making (Rechvinding) meskipun dalam aturan Perundang-
Undangan tersebut kurang jelas sehingga hakim dapat melakukan penemuan hukum untuk
kasus yang konkrit baik menggunakan penafsiran hukum maupun argumentasi hukum.
Dengan adanya kasus yang terus berkembang dimasyarakat tidak menutup kemungkinan
hakim akan terus melakukan upaya perubahan, penambahan, penafsiran terhadap makna
peraturan Perundang-undangan yang sebelumnya telah ada agar melindungi hak-hak
masyarakat secara sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar.

1. Pertimbangan Hukum dari hakim dalam penentuan jenis kelamin

 Pertimbangan Hakim berdasarkan hukum.

Menurut pasal 50 Undang-undang No. 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa“putusan


pengadilan, selain harus memuat alasan dan dasar putusan juga memuat pasal-pasal
tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak
tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”. Pasal 5 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa: “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat”.

Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Ungaran (Kabupaten Semarang) No.


518/Pdt.P/2013/PN.Ung, diketahui bahwa dalam pertimbangan hukumnya dinyatakan
bahwa:

 “Menimbang bahwa Berdasarkan pemeriksaan secara medis di Rumah Sakit Umum


Pusat Kariadi Semarang dan telah pula dilakukan operasi sebanyak 3 kali hal mana
dikuatkan dengan bukti P-11 berupa Surat Keterangan
nomor:HK.00.01/I.IV/2506/2012 tanggal 20 november 2012,tentang Identitas Gender
yang ditandatangani oleh Dr. Bambang Wibowo, Sp.OG (K), dokter pada Rumah
Sakit Umum Pusat Kariadi Semarang serta diperkuat oleh keterangan saksi Achmad
Zulfa Juniarto yang tergabung dalam Tim yang menangani dan mengoperasi
Pemohon, dari pemeriksaan diperoleh hasil bahwa Pemohon mempunyai kromosom
menunjukkan 46 XY dan dengan hormon testosteron tinggi sebesar 1053 ng/dl

16
menunjukkan 100% generalnya laki-laki maupun ditambah adanya keterangan
tambahan dari psikiater yang menerangkan jika Pemohon tetap dipaksakan menjadi
seorang perempuan, maka akan mengalami depresi yang berkepanjangan”;

 “Menimbang bahwa dalam pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999


tentang Hak Asasi Manusia, menerangkan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat
kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum, dan pada pasal 17
Undang-Undang tersebut menguraikan bahwa setiap orang tanpa diskriminasi,
berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan
dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili
melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum
acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh Hakim yang jujur dan adil
untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”;

 “Menimbang, bahwa setelah melalui penilaian dari segi yuridis, medis agama dan
psikologis diri Pemohon, maka permohonan Pemohon khususnya mengenai
pergantian jenis kelamin dan pergantian nama patutlah dikabulkan, demi rasa
keadilan, rasa ketentraman, kenyamanan dan masa depan kehidupan Pemohon
selanjutnya”.

Dari pertimbangan hakim tersebut diketahui bahwa hakim menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dan dalam
penetapannya telah dimuat peraturan yang dijadikan dasar hakim untuk mengadili, yaitu
hukum tidak tertulis. Hal ini telah sesuai dengan pasal 50 dan pasal 5 Undang-undang No.
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

 Pertimbangan Hakim berdasarkan Non-Hukum (Aspek Medis)

Dalam penentuan jenis kelamin seseorang, sekurang-kurangnya ada 5 aspek penting yang
perlu dipertimbangkan yaitu4 :
a) Aspek Kromosom,
b) Aspek alat kelamin primer (organ kelamin dalam yaitu testis dan ovarium),
c) Aspek alat kelamin sekunder (organ kelamin luar yaitu penis serta vulva dan vagina),

4
Sofwan Dahlan, Legal and Ethical Aspect Of Disorder Of Sexual Development Management,
https://hermanvarella.wordpress.com/gender-seksualitas-bangsa-dan-negara/orientasi-dan-prilaku-
seksual/464-2/ diunduh tanggal 30 November 2017 pukul 16.12 WIB

17
d) Aspek Hormonal dan
e) Aspek psikologi Laki-laki yang normal ditandai oleh adanya kromosom XY, testis
(yang memproduksi spermatozoa dan hormone laki-laki), organ penis, dominasi
Testosteron dan kejiwaan sebagaimana layaknya seorang laki-laki. Sedangkan
perempuan yang normal ditandai oleh adanya kromosom XX, Ovarium (yang akan
memproduksi ovum dan hormon perempuan), alat kelamin perempuan (vulva,
klitoris, labium mayus, dan vagina), dominasi progesterone serta sifat kejiwaan
sebagaimana layaknya perempuan.

Dalam penetapan kasus ini hakim mempertimbangkan dengan 3 (tiga) aspek dalam
penentuan jenis kelamin, yaitu aspek kromosom, aspek alat kelamin sekunder dan aspek
psikologik. Jumlah kromosom per sel 46, Jumlah sel dihitung 20, Jumlah sel dianalisis 10,
Kariotip 46 XY dan Kesimpulannya Geneotip Laki-laki normal, dari hasil pemeriksaan dan
pengamatan secara langsung yang dilakukan oleh dokter Dr. Kariadi FK Undip Semarang
kepada anak dilihat secara fisik bentuk alat kelamin lengkap dan normal laki-laki, dan
kebiasaan anak sudah sebagaimana layaknya anak laki-laki pada umumnya.

2. Pola-pola Penemuan Hukum yang digunakan oleh Hakim dalam memutus permohonan
pergantian kelamin

a) Metode Penemuan Hukum

Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa penemuan hukum adalah proses pembentukan


hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas menerapkan
hukum lain, merupakan proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das
sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu.
Yang penting dalam penemuan hukum adalah bagaimana mencarikan atau menemukan
hukum untuk peristiwa konkret5. Metode Penemuan hukum yang digunakan oleh Hakim
dalam Penetapan Nomor Penetapan Nomor 518/Pdt.P/2013/PN.Ung adalah menggunakan
metode penemuan hukum Eksposisi (Konstruksi hukum), yaitu Metode eksposisi atau
konstruksi hukum akan digunakan oleh hakim pada saat dia dihadapkan pada situasi
adanya kekosongan hukum atau kekosongan undang-undang6.

5
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum sebuah Pengantar, Liberty: Yogyakarta, 1998.
6
Sutiyoso, Bambang, 2005, Metode Penemuan Hukum, Yogyakarta, UII Press hal 111.

18
b) Sistem Penemuan Hukum

Metode Penemuan hukum yang digunakan oleh Hakim dalam Penetapan Nomor
518/Pdt.P/2013/PN.Ung adalah menggunakan sistem Penemuan Hukum Otonom (Materiel
Juridisch). Hakim tidak lagi dipandang sebagai corong atau terompetnya undang-undang,
tetapi sebagai pembentuk hukum yang secara mandiri memberi bentuk pada isi undang
undang dan menyesuaikannya dengan kebutuhan atau perkembangan masyarakat. Apabila
dilihat pada realitanya saat ini, Indonesia terdapat juga penemuan hukum yang mempunyai
unsur otonom yang kuat, karena hakim seringkali harus menjelaskan atau melengkapi
Undang-undang menurut pandangannya sendiri7. Terdapat hirarki atau tingkatan-tingkatan
dalam memposisikan sumber hukum dalam rangka melakukan penemuan hukum adalah8:

(1) Peraturan perundangundangan


(2) Hukum Kebiasaan
(3) Yurisprudensi
(4) perjanjian internasional
(5) Doktrin

c) Dasar Argumentasi

Pasal 184 HIR, 195 Rbg, dan Pasal 50 Undang-undang No. 48 Tahun 2009 mengharuskan
setiap putusan memuat ringkasan yang jelas dari tuntutan dan jawaban, alasan dan dasar
daripada putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara,
serta hadir tidaknya para pihak pada waktu putusan diucapkan oleh hakim. Selain itu
putusan pengadilan, selain harus memuat alasan dan dasar putusan juga memuat pasal-
pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum
tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. hakim dalam memberikan argumentasi
tidak hanya mendasarkan pada norma, yurisprudensi maupun doktrin, akan tetapi
berdasarkan fakta-fakta yang diajukan oleh para pemohon. Dalam hal ini hakim dalam
Penetapan Nomor 518/Pdt.P/2013/PN.Ung menggunakan juga sumber hukum tidak tertulis
berupa nilai-nilai hukum dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat dan dimuat dalam
penetapan. Hal ini sesuai dengan pasal Menurut pasal 50 Undang-undang No. 48 Tahun
2009.

7
Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti dan Berkeadilan,
Op.,cit h. 38-40
8
Ibid, hal. 130-131

19
V. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Hakim Pengadilan Negeri Ungaran dalam Penetapan Nomor


518/Pdt.P/2013/PN.Ung dalam menemukan hukum, menggunakan metode
penemuan hukum menggunakan sistem penemuan hukum Otonom sebagaimana
pendapat Bambang Sutiyoso dalam bukunya.

2. Hakim Pengadilan Negeri Ungaran dalam Penetapan Nomor


518/Pdt.P/2013/PN.Ung dalam memberikan argumentasi tidak hanya mendasarkan
pada Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia saja, tetapi diperkuat dengan alat-
alat bukti yang diajukan di persidangan seperti Keterangan Saksi dan Keterangan
Ahli yang ikut melakukan Operasi bagi Pemohon.

Saran

1. Dalam memeriksa dan mengadili perkara permohonan pergantian kelamin Hakim


Pengadilan Negeri seharusnya lebih detail dan rinci mempertimbangkan semua
aspek dalam penentuan jenis kelamin, yaitu aspek kromosom, aspek alat kelamin
primer, aspek alat kelamin sekunder, aspek hormonal dan aspek psikologi
sebagaimana kriteria yang dijelaskan oleh Sofwan Dahlan, dengan tidak hanya
mempertimbangkan beberapa aspek saja..

2. Perlu dibuat suatu peraturan perundang-undangan rinci dan detail yang mengatur
tentang aspek-aspek persyaratan apa saja yang diperbolehkan bagi seseorang yang
akan melakukan pergantian identitas jenis kelamin, dalam rangka tetap menjunjung
tinggi nilai-nilai religiius, moralitas serta sosiologis yang hidup dalam masyarakat.

20

Anda mungkin juga menyukai