Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Terapi Modalitas

Terapi modalitas merupakan sebuah layanan kesehatan terpadu dengan


pendekatan medik psikososial, edukasional, vokasional untuk mencapai kemampuan
fungsional yang optimal (Martono, Haris, & Kris Pranarka, 2010). Sehingga, melalui terapi
modalitas ini perawat harus mampu mengubah perilaku maladaftif pasien menjadi perilaku yang
adaptif serta meningkatkan potensi yang dimiliki pasien. Ada bermacam-macam terapi modalitas
dalam keperawatan seperti terapi individu, terapi keluarga, terapi bermain, terapi lingkungan dan
terapi aktifitas kelompok. Terapi modalitas dapat dilakukan dengan cara memodifikasi
lingkungan atau apapun yang berada disekitar klien melalui mengubah seluruh lingkungan
menjadi lingkungan yang terapeutik untuk klien sehingga memberikan kesempatan klien untuk
belajar dan mengubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik yang diharapkan
(Kemenkes RI, 2016). Berikut akan dijabarkan berbagai jenis dari terapi modalitas dalam
keperawatan :

a. Terapi Individual
Terapi yang diberikan untuk menjalin hubungan terapis dan klien dengan tujuan untuk
merubah perilaku klien melalui tahapan yang sistematis. Sehingga klien mampu
meredakan distress dan mengembangkan cara yang adaptif sesuai kebutuhannya.

b. Terapi Biologis atau Somatic


Terapi biologis memandang bahwa gangguan psikis individu dipandang sebagai penyakit
yang mengakibatkan terwujudnya perilaku abnormal karena adanya perubahan
biokimiawi. Jenis terapi biologis meliputi medikasi psikofarmaka, intervensi nutrisi,
electroconvulsive therapy (ECT), fototerapi, dan bedah otak.

c. Terapi Kognitif
Terapi kognitif merupakan strategi untuk memodifikasi keyakinan dan sikap yang
mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Terapi kognitif, memandang bahwa
gangguan psikis individu diakibatkan oleh pola keyakinan dan pola berpikir yang salah.
Fokus asuhan pada terapi kognitif adalah :
- Reevaluasi ide
- Nilai yang diyakinkan
- Harapan
- Menyusun perubahan kognitif.

d. Terapi Keluarga
Terapi keluarga merupakan terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga
sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan dari terapi keluarga adalah
memandirikan keluarga agar dapat melaksanakan fungsi keluarganya dengan normal.

e. Terapi kelompok
Terapi kelompok memfokuskan pada perubahan perilaku melalui media kelompok
dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan interpersonal, dan
mengubah perilaku maladaptif.

f. Terapi perilaku
Terapi perilaku memiliki prinsip bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran
dengan teknik sebagai berikut :
- Role model, dengan memberikan contoh perilaku adaptif untuk klien yang biasanya
dikombinasikan dengan teknik kondisioning operan dan desentisasi.
- Kondisioning peran, dengan memberikan penguatan positif melalui penghargaan diri.
- Desensitasi sistematis
- Pengendalian diri
- Terapi aversi atau releks kondisi.

g. Terapi bermain

Terapi bermain ditargetkan pada individu dengan rentang usia anak-anak (depresi,
ansietas, dan child abuse) dan dewasa (stress pasca trauma, gangguan identitas,
disasosiatif, pasca penganiayaan).
2.2. GASTRITIS

2.2.1. Definisi Gastritis

Gastritis atau yang sering disebut dengan maagh adalah suatu penyakit akibat
proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung yang cenderung
mengalami kekambuhan dengan gejala seperti nyeri ada ulu hati disertai dengan mual dan
muntah. Penyakit gastritis bisa menyebabkan ulkus pada lambung. Gastritis dapat terjadi
secara tiba tiba (gastritis akut) atau secara bertahap (gastritis kronis). (Suryono &
Meilani, 2016). Gaatritis biasanya terjadi ketika perlindungan dalam lambung mulai
berkurang sehingga menimbulkan peradangan (inflamasi) yang secara garis besar
disebabkan karena pengeluaran asam lambung yang berlebihan sehingga pada struktur
anatomi lambung akan mengalami perubahan seperti terdapat luka, tumor, infeksi bakteri
helicobacter pylori (Suryono & Meilani, 2016). Helicobacter pylori merupakan penyebab
utama penyakit gastritis, karena helicobacter pylori dapat hidup dalam waktu yang lama
dilambung manusia dan memiliki kemampuan mengubah kondisi lingkungan yang sesuai
dengan lingkungannya sehingga Helicobacter pylori akan mengiritasi mukosa lambung
serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. Gastritis dapat menyerang siapapun
dan tidak terdapat usia untuk terkena, terdapat berbagai faktor pemicu terjadinya gastritis
yaitu dari pola makan yang tidak teratur, minum minuman alkohol, stress, merokok,
riwayat memakai obat-obatan anti nyeri (analgesik) dalam jangka waktu panjang, infeksi
bakteri.

2.2.2 Etiologi Gastritis

Menurut (Lestari, Wiyono, & Candrawati, 2016), penyebab dari gastritis atau maagh
yaitu :

a. Pola makan yang tidak teratur menyebabkan lambung menjadi sensitif akan
peningkatan asam lambung dan menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding
lambung dan usus halus
b. Kebiasaan merokok, akan menambah sekresi asam lambung
c. Kebiasaan minum yang mengandung kafein (kopi) di pagi hari sebelum sarapan
d. Mengkonsumsi alkohol
2.2.3 Manifestasi Klinis Gastritis

Tanda dan gejala gastritis selain nyeri di daerah ulu hati ada juga tanda gejala lain
seperti mual, muntah, lemas, kembung dan terasa sesak, nafsu makan menurun, wajah
pucat, suhu badan naik, keluar keringat dingin, pusing atau selalu bersendawa dan pada
kondisi yang lebih parah bisa muntah darah (Wijoyo, 2009).

Tanda dan gejala yang dapat terjadi pada seseorang dengan gastritis, Menurut
(Duwi Wahyu, Supono, & Nurul Hidayah, 2015; Lestari et al., 2016), yaitu :
a. sakit perut sampai ke ulu hati
b. mual dan muntah
c. pusing
d. cepat kenyang

2.2.4 Terapi Konvensional Gastritis

System pengobatan konvensional (biasa) merupakan istilah lain dari system


pengobatan tradisional dengan berbasiskan pada ilmu kedokteran atau medis (Titon et al.,
1945). Salah satu obat-obatan yang diberikan kepada seseorang yang mengaami gastritis
adalah tukak peptic.

Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan simtomatik adalah tukak yang


ditujukan untuk menghambat sekresi asam dan meningkatkan resistensi mukosa terhadap
asam. Sekarang telah tersedia berbagai macam antasida, yang sebagian besar
mengandung alumunium hidroksida, magnesium hidroksida atau kalsium karbonat.
Penghambat reseptor histamin H2 lambung oleh obat-obat penghambat reseptor H2
misalnya simetidin, ranitidin, nizatidin, dan famotidin secara efektif mengurangi respon
asam dalam lambung (Muyassaroh, 2009).
2.2.5 Terapi Komplementer Gastritis

Penatalaksanaan gastritis dapat ditangani dengan pengobatan konvensional


maupun tradisional (Komplementer). Terapi komplementer dikenal dengan terapi
tradisional yang dikombinasikan dengan pengobatan modern. Komplementer adalah
penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern (Widyatuti, 2008). Terapi
komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini
didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah
keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan
fungsi (Widyatuti, 2008).
Terapi komplementer ini dapat juga dikombinasikan dengan berbagai macam
pengobatan, seperti kombinasi antara buah dengan sayur, dapat juga dikombinasikan
dengan bahan pangan lainnya seperti madu, buah papaya, probiotik yang terdapat dalam
susu fermentasi dan lain sebagainya. Adapaun manfaat dari bahan-bahan di atas yang
dapat dijadikan kombinasi terapi komplementer :
A. PROBIOTIK
Helicobacter pylori ( H. pylori ) merupakan jenis bakteri yang dapat mengganggu
proses dinamis pencernaan manusia. Bakteri ini dapat ditemukan dengan mudah ketika
seseorang menderita peptic ulcer disease, chronic gastritis, gastric adenocarcinoma
dan gangguan pada limfoma. Keberadaan helicobacter pylori ( H. pylori ) didalam
gaster manusia tentu saja harus ditekan perkembangbiakannya dengan menggunakan
beberapa jenis antibiotik seperti amoxicillin atau nitroimidazole dengan kombinasi
proton pump inhibitor plus clarithromycin. Namun terapi konvensional tersebut dapat
bekerja efektif apabila dikolaborasikan dengan beberapa terapi komplementer yang ada,
contohnya adalah melalui pengkonsumsian susu fermentasi dan berbagai komponen
protein whey yang didalamnya (Sachdeva, Rawat, & Nagpal, 2014).

Susu fermentasi yang dimaksud adalah susu hasil fermentasi yang mengandung
probiotik bakteri baik seperti Lactobacilli. Tidak hanya bakteri Lactobacilli saja, susu
fermetasi juga mengandung jenis protein casein sebagai protein yang larut dalam tubuh
manusia dan protein whey. Protein whey adalah jenis protein yang tidak larut dalam air
maupun molekul solid lain, contohnya adalah bovine lactoferrin, α-LA,
glycomacropeptide, immunoglobulin, β-lactoglobulin dan lactoperoxidase. Protein
whey yang paling berpengaruh dalam tubuh manusia adalah immunoglobulin,
immunoglobulin dapat menstimulasi pengeluaran B-lymphocytes sebagai reseptor
pengeluaran antibodi limfa, pembentukan vaskularisasi mikro, antihipertensif, dan
antiviral pada gaster penderita gastritis (Sachdeva et al., 2014). Sedangkan Indonesia
adalah salah satu negara yang memproduksi nutraceutical sebagai upaya nutrisi yang
adekuat dengan dipadukan zat lain yang mendukung seperti kandungan pada susu
fermentasi. Sehingga jika probiotik diaplikasikan kepada masyarakat Indonesia
tentunya sangat efektif, sebagai contoh adalah probiotik dengan merk dagang yakult®
maupun dengan pengkonsumsian yogurt sebagai selingan produk susu fermentasi lain
yang aman dikonsumsi setiap hari (VOMERO & COLPO, 2015)

B. MADU
Dispepsia merupakan suatu sindrom yang dapat terjadi pada saluran pencernaan
bagian atas ketika seseorang mengalami serangan gastritis. Sindrom tersebut dapat
berupa rasa tidak nyaman pada perut pre-post pandrial (kembung), nyeri epigastrik saat
makan (perasaan panas pada perut), bersendawa, mual maupun muntah (Taghvaei,
Bagheri-Nesami, & Nikkhah, 2018). Oleh karena itu perlu diberikan functional food
untuk menekan perasaan tidak nyaman tersebut, salah satunya adalah dengan madu.
Pemilihan jenis functional food ini berdasarkan pada kemudahannya dalam mengakses
madu itu sendiri dan dilihat dari resiko efek sampingnya yang sangat minimal bahkan
cenderung tidak menimbulkan efek samping yang berarti bagi konsumen.

Madu adalah produk utama yang dihasilkan lebah. Madu memiliki nilai gizi yang
lengkap dan banyak digunakan untuk mengatasi berbagai ganguan atau penyakit
termasuk gangguan pada saluran pencernaan (Agus Suprijono, 2011). Dikutip dalam
(Agus Suprijono, 2011) menyebutkan bahwa madu memiliki efek perlindungan
terhadap obat-obatan yang dapat merusak lambung.
Madu merupakan salah satu zat makanan yang dapat memberikan efek positif
bagi kesehatan gaster manusia, terutama pada jenis madu dari lebah liar disekitar
lingkungan kita. Menurut penelitan yang dilakukan oleh Tarang Taghvaei (2018), madu
lebah liar mengandung antioksidan yang dapat menekan aktivitas HCL (asam lambung)
yang berlebihan hingga 56%. Selain itu madu juga dapat meningkatkan vaskularisasi
pada gaster sehingga dapat mendukung dalam pemulihan paska terjadinya ulcer (tukak)
di permukaan gaster tersebut, apabila diberikan pada penderita gastritis dengan
dispepsia sebanyak 1 sendok teh setiap 20 menit akan menjelang makan dan sesudah
makan.
C. BUAH PEPAYA
Sebagai negara tropis, indonesia memiliki beraneka ragam buah-buahan di
seluruh Nusantara. Salah satunya adalah buah pepaya. Bisa dikatakan, hampir seluruh
masyarakat mengenal dan menyukai buah yang satu ini. Pepaya merupkan salah satu
komoditas buah yang memiliki banyak fungsi dan manfaat. Sebagai buah segar,
pepaya banyak dikonsumsi selain mengandung nutrisi yang baik, harganya juga
relatif terjangkau dibanding buah lainnya (Agustina, 2017).
Pepaya (Carica papaya L.) adalah salah satu jenis tanaman buah-buahan yang
daerah penyebarannya berada di daerah tropis. Buah pepaya tergolong buah yang
populer dan umumnya digemari oleh sebagian besar penduduk dunia. Hal ini
disebabkan karena daging buahnya yang lunak dengan warna merah atau kuning,
rasanya manis dan menyegarkan serta banyak mengandung air Tanaman pepaya
merupakan tanaman tahunan sehingga buah ini dapat tersedia setiap saat (Agustina,
2017).
Tanaman dari marga Carica banyak diusahakan petani kerena buahnya enak
dimakan. Buah pepaya tergolong buah terpopuler dan digemari oleh masyarakat.
Daging buahnya lunak, warna merah atau kuning. Rasanya manis dan menyegarkan,
karena mengandung banyak air. Pepaya baik untuk dikonsumsi orang yang sedang
diet sebab kadar lemaknya sangat rendah (0,1%), dengan kandungan karbohidrat 7-
13% dan kalori 35-59 kkal/100 g (Agustina, 2017).
Salah satu kandungan buah pepaya yang berperan dalam memperbaiki masalah
lambung adalah enzim papain (sejenis enzim proteolitik) dan mineral basa lemah.
Enzim papain mampu mempercepat perombakan protein yang akan mempercepat
regenerasi kerusakan sel-sel lambung. Mineral basa lemah berupa magnesium, kalium
dan kalsium mampu menetralkan asam lambung yang mengalami peningkatan. Pada
orang yang menderita penyakit maagh, kinerja dari sistem pencernaan mengalami
gangguan akibat peradangan pada dinding lambung sehingga penyerapan protein
tidak berlangsung secara maksimal. Dengan terganggunya mekanisme penyerapan
tersebut, diperlukan papain untuk membantu penyerapan protein. Papain juga
berfungsi untuk mengurangi lemak dan karbohidrat sehingga lingkungan asam
menjadi lebih sehat. (Indayani, Priyanto, & Suharyanti, 2018).
D. VITAMIN B12

Serum vitamin B12 pada pasien dengan memiliki yang penyakit gastritis yang
sudah kronik menunjukan penurunan yang sangat signifikan (Yang, Zhao, Kong, Sun,
& Dong, 2018)
Indonesia yang mempunyai aneka ragam bahan makanan, dan sebagian besar
belum diketahui komposisi zat gizinya, termasuk kandungan vitamin. Banyak sekali
manfaat vitamin, di mana vitamin merupakan zat esensial yang diperlukan tubuh.
Secara umum fungsi vitamin dapat membantu kelancaran penyerapan zat gizi dan
proses metabolisme tubuh(Yuniati & Almasyhuri, 2012).
Asam folat adalah bentuk vitamin B yang diperlukan oleh anak-anak dan orang
dewasa untuk memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia. Asam folat
berperan besar dalam pertumbuhan dan perkembangan sel, serta pembentukan
jaringan. Kekurangan asam folat, tubuh akan mudah terserang penyakit seperti
depresi, kecemasan, kelelahan, insomnia, kesulitan mengingat, lidah merah dan luka
hingga gangguan pencernaan. Defisiensi asam folat pada wanita hamil meningkatkan
risiko melahirkan prematur, bayi dengan berat lahir rendah atau dengan cacat tabung
saraf (neural tube defect)(Yuniati & Almasyhuri, 2012).
Vitamin B12 diperlukan tubuh untuk mencegah gejala defisiensi, yakni anemia
perniciousa dan gejala neurologis defisiensi vitamin B12. Vitamin B12 bersama asam
folat merupakan vitamin yang sangat penting pada regenerasi sel dan pertumbuhan
jaringan. Oleh karena itu kebutuhan pada masa pertumbuhan, hamil, menyusui, dan
masa penyembuhan dari sakit perlu diperhatikan. Kandungan beberapa vitamin B12
dapat diperoleh dari beberapa bahan makanan hewani seperti daging ayam, daging
sapi, daging kambing, telur itik, telur ayam, ikan kembung, ikan tongkol, ikan mas
(Yuniati & Almasyhuri, 2012)
References :

Agus Suprijono, S. T. 2 dan H. P. N. (2011). Pengaruh Pemberian Madu terhadap Gambaran


Histopatologi Lambung Studi pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang Diinduksi The
Effect of Honey Administration on Gastrohistopathological Image, 41–47.

Agustina. (2017). Kajian Karakterisasi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) di Kota Madya
Bandar Lampung. Universitas Lampung.

ATIKAH MUYASSAROH. (2009). EVALUASI PENGGUNAAN OBAT TUKAK PEPTIK


PADA PASIEN TUKAK PEPTIK ( Peptic Ulcer Disease ) DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA TAHUN 2008 SKRIPSI
ATIKAH MUYASSAROH K 100050217 FAKULTAS FARMASI.

Duwi Wahyu, Supono, & Nurul Hidayah. (2015). Pola Makan Sehari-Hari Penderita Gastritis.
Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia (JIKI), 1(1), 17–24.

Indayani, Priyanto, S., & Suharyanti, E. (2018). Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya ( Carica
Papaya ) Terhadap Tingkat Nyeri Kronis pada Penderita Gastritis di Wilayah Puskesmas
Mungkid, 353–365.

Kemenkes RI. (2016). Keperawatan Jiwa Komprehensif, 302.

Lestari, E. P., Wiyono, J., & Candrawati, E. (2016). Pola makan salah penyebab gastritis pada
remaja. Annals of Epidemiology, 1(6), 151. https://doi.org/10.1016/S1047-2797(97)00050-1

Sachdeva, A., Rawat, S., & Nagpal, J. (2014). Efficacy of fermented milk and whey proteins in
helicobacter pylori eradication: A review. World Journal of Gastroenterology, 20(3), 724–
737. https://doi.org/10.3748/wjg.v20.i3.724

Suryono, & Meilani, ratna dwi. (2016). Pengetahuan Pasien Dengan Gastritis Tentang
Pencegahan Kekambuhan Gastritis. Jurnal AKP, 34(1), 34–39.

Taghvaei, T., Bagheri-Nesami, M., & Nikkhah, A. (2018). The Effect of Honey and Diet
Education on Symptoms of Functional Dyspepsia: A Randomized Clinical Trial. Iranian
Red Crescent Medical Journal, 20(8). https://doi.org/10.5812/ircmj.65557
Titon, B., Kurnia, S., Atas, H., Optimal, K., No, U. U., No, U. U., … Tahun, I. (1945). No Title,
(36), 1–15.

VOMERO, N. D., & COLPO, E. (2015). Nutritional care in peptic ulcer. ABCD. Arquivos
Brasileiros de Cirurgia Digestiva (São Paulo), 27(4), 298–302.
https://doi.org/10.1590/s0102-67202014000400017

Widyatuti, W. (2008). Terapi Komplementer dalam Keperawatan. Terapi Komplementer Dalam


Keperawatan, 12(1), 53–57. https://doi.org/10.7454/jki.v12i1.200

Yang, G. T., Zhao, H. Y., Kong, Y., Sun, N. N., & Dong, A. Q. (2018). Correlation between
serum vitamin B12 level and peripheral neuropathy in atrophic gastritis. World Journal of
Gastroenterology, 24(12), 1343–1352. https://doi.org/10.3748/wjg.v24.i12.1343

Yuniati, H., & Almasyhuri, D. (2012). E Content of Several Types of Meats, Eggs, Fishes and
Marine Shrimps in Bogor and Surrounding Areas). Penel Gizi Makan, 35(1), 78–89.

Anda mungkin juga menyukai