Anda di halaman 1dari 31

1.

TUGAS KELOMPOK
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PRE-OPERATIF, INTRA
OPERATIF, DAN POST OPERATIF TONSILEKTOMI

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif


Dosen Pembimbing: Rudi Haryono, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh:
Kelompok: 10
Kelas: 3B

Adistia Faradina (2720162874)


Nurul Fathonah (2720162917)
Zuli Eka Ningsih (2720162932)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tonsil (amandel) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh.
Karena posisinya, banyak benda asing yang melaluinya dan bisa
menimbulkan infeksi. Tonsil berperan dalam menahan setiap serangan
kuman. Karena itu tonsil akan membesar sebagai reaksi pertahanan bila
ada infeksi (Arie, 2007).
Penatalaksanaan tonsilitis sendiri adalah dengan antibiotik ataupun
dengan tonsilektomi. Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi
pengangkatan seluruh tonsil palatina. Tonsilektomi didefinisikan sebagai
operasi pengangkatan tonsil palatina. Ia merupakan prosedur yang paling
sering dilakukan terutama pada anak-anak. Pada dekade terakhir ini,
tonsilektomi tidak hanya dilakukan untuk tonsilitis berulang, namun juga
untuk berbagai kondisi yang lebih luas termasuk kesulitan makan, tounge
thrust, halitosis, mendengkur, dan gangguan bicara (Arwansyah, 2007).
Saat ini walau jumlah operasi tonsilektomi telah mengalami
penurunan bermakna, namun masih menjadi operasi yang paling sering
dilakukan. Di Indonesia, pengeluaran pelayanan medik untuk prosedur ini
diperkirakan adalah setengah triliun dolar pertahun (Hermani B, 2004).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan
tonsilektomi
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi tonsilitis
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi tonsilitis
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang klasifikasi tonsilitis
d. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang manifestasi klinik
tonsilitis
e. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi tonsilitis
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pathway tonsilitis
g. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi tonsilitis
h. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang tonsilitis
i. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan tonsilitis
(tonsilektomi)
j. Mahasiswa mampu memahami pengkajian fokus pada pasien
dengan tonsilitis dan tonsilektomi
k. Mahasiswa mampu memahami diagnosa keperawatan yang sering
muncul pada pasien tonsilektomi
l. Mahasiswa mampu memahami tentang intervensi keperawatan
pada pasien dengan tonsilektomi

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Perioperatif


1. Pengertian Perioperatif
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. Kata “perioperatif” adalah suatu
istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan,
yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Dalam setiap fase
tersebut dimuali dan diakhiri dalam waktu tertentu dalam urutan
peristiwa yang membentuk pengalaman bedah, dan masing - masing
mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yang
dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan
standart keperawatan (Brunner & Suddarth, 2010). Masing - masing
tahap mencakup aktivitas atau intervensi keperawatan dan dukungan
dari tim kesehatan lain sebagai satu tim dalam pelayanan pembedahan
(Majid, 2011). Peroperasi merupakan tahapan dalam proses
pembedahan yang dimulai dari prabedah (preoperatif), bedah
(intraoperatif), dan pascabedah (postoperatif) (Alimul Aziz, 2009).
Menurut Brunner dan Suddarth (2010) fase perioperatif mencakup
tiga fase dan pengertiannya yaitu :
a) Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika
keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien
dikirim ke meja operasi;
b) Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika
pasien masuk atau dipindah ke bagian atau departemen bedah dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini
lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi : memasang infus
(IV), memberikan medikasi intravena, dan pemantauan fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien;
c) Fase Pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang
pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatana
klinik atau di rumah. pada fase pascaoperatif berlangsung fokus
termasuk mengkaji efek agens anastesia, dan memantau fungsi
vital serta mencegah komplikasi.

2. Fase Pembedahan Periperatif


Klien bedah datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan kondisi
kesehatan yang berbeda - beda. Klien mungkin akan datang ke rumah
skait atau unit bedah sehari sebelum hari pembedahan dengan perasaan
sehat dan siap menghadapi pembedahan. Sebaliknya, korban
kecelakaan kendaraan bermotor mungkin akan menghadapi
pembedahan darurat tanpa waktu persiapan. Kemampuan menciptakan
hubungan dan mempertahankan hubungan profesional merupakan
komponen yang sangat penting dalam fase preoperatif. Perawat harus
melakukannya dengan cepat, mudah, dan efektif (Brunner & Suddarth,
2010).

3. Proses Keperawatan dan Klien Bedah


Klien akan bertemu dengan anggota tim kesehatan antara lain
dokter bedah, perawat anastesi, atau ahli anastesi, petugas fisioterapi,
dan perawat. Semuanya berperan dalam asuhan keperawatan dan
pemulihan klien. Perawat mengkaji kesehatan fisik dan emosional
klien, mengetahui tingkat resiko pembedahan, mengkordinaso berbagai
pemeriksaan diagnostik, mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang
menggambarkan kebutuhan klien dan keluarga, mempersiapkan
kondisi fisik dan mental klien untuk menghadapi pembedahaan, serta
mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan pembedahan
kepada tim (Brunner & Suddarth, 2010).
4. Jenis dan Indikasi Pembedahan
Pembedahan dilakukan jika di duga kuat adanya indikasi - indikasi
yang mendukung untuk diharuskannya tindakan pembedahan. Sebagai
contoh, untuk pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukannya biopsi,
untuk memperkirakan luas penyakit ataupun injury yaitu dengan
eksplor laparatomi, mungkin juga untuk mengembalikan tampilan dan
fungsi sebelumnya misalnya dengan mammoplasty, pembedahan
juaga dilakukan untuk mengangkat organ yang tidak bisa ditunda,
seperti contoh pada kasus darurat. Pembedahan juga dapat diklasifikan
sesuai tingkat urgensinya, dengan penggunaan istilah - istilah
kedaruratan, urgen, diperlukan, elektif, dan pilihan (Brunner &
Suddarth, 2010).

B. Konsep Dasar Tonsilitis


1. Pengertian
Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri
kelompok A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga
disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus. (Herawati &
Rukmini, 2010)
Tonsilitis adalah peradangan amandel sehingga amandel menjadi
bengkak, merah, melunak dan memiliki bintik-bintik putih
di permukaannya. Pembengkakan ini disebabkan oleh infeksi baik
virus atau bakteri (Suddarth, 2009)
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan
bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan
kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil
pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring atau
Gerlach’s tonsil) (Soepardi, 2008). Sedangkan menurut (Reeves, 2010)
tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil
atau amandel.

2. Etiologi
Etiologi menurut (Herawati & Rukmini, 2010) etiologi tonslitis adalah:
a) Streptokokus Beta Hemolitikus
Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif
yang dapat berkembang biak ditenggorokan yang sehat dan bisa
menyebabkan infeksi saluran nafas akut.
b) Streptokokus Pyogenesis
Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk
bundar yang tumbuh dalam rantai panjang dan menyebabkan
infeksi streptokokus group A. Streptokokus Pyogenesis adalah
penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari
infeksi khasnya bermula ditenggorakan dan kulit.
c) Streptokokus Viridans
Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri
streptokokus komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna
hijau pekat agar darah. Viridans memiliki kemampuan yang unik
sintesis dekstran dari glukosa yang memungkinkan mereka
mematuhi agregat fibrin-platelet dikatup jantung yang rusak.
d) Virus Influenza
Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo
viridae (virus influenza). Virus ini ditularkan dengan medium
udara melalui bersin pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu
demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam
kasus yang buruk influenza juga dapat menyebabkan terjadinya
pneumonia.

3. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada tonsilitis adalah sebagai berikut: (Pramita,
2010)
a) Sistem Gastointestinal
1) Nyeri pada tenggorokan, adanya virus dan bakteri
2) Nyeri saat menelan, adanya pembengkakan pada tonsil
3) Anoreksia : mual dan muntah
4) Mulut berbau
5) Bibir kering
6) Nafsu makan berkurang
b) Sistem Pernafasan
1) Sesak nafas karena adanya pembesaran pada tonsil
2) Faring hiperimisis : terdapat detritus
3) Pernafasn bising.
4) Edema faring
5) Batuk
c) Sistem Imun
1) Pembengkakan kelenjar limpah leher
2) Pembesaran tonsil
3) Tonsil Hiperemia
4) Demam atau peningkatan seluruh tubuh
d) Sistem Muskuloskeletal
1) Kelemahan pada otot
2) Letargi
3) Nyeri pada otot
4) Malaise

4. Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis menurut Imam (Megantara, 2012)
a) Tonsillitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus,
streptococcus viridians, dan streptococcus piogynes, dapat juga
disebabkan oleh virus.
b) Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi
eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut
detritus. Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat
peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
c) Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna
(lekuk-lekuk) permukaan tonsil.
d) Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat)
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang
membengkak tersebut menyerupai membran. Membran ini
biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih
kekuning-kuningan.
e) Tonsilitis Kronik
Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan
kronik (rokok, makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut
yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.

5. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut,
amandel berperan sebagai filter atau penyaring yang menyelimuti
organisme berbahaya, sel-sel darah putih ini akan menyebabkan
infeksi ringan pada amandel. Hal ini akan memicu tubuh untuk
membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang, akan tetapi
kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.
Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsilitis.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka
jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear.
Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak
kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan detritus
disebut tonsilitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi
satu maka terjadi tonsilitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala
sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga nafsu makan
berkurang. Radang pada tonsil dapat menyebabkan kesukaran
menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah di dalam
daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh
tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang
berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang
tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan
tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran
semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsilitis kronik terjadi
karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan
limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid
diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang
antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses
ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses
ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
(Soepardi, 2008)

6. Pathway
Sumber: (Soepardi, 2008)
7. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis adalah sebagai berikut : (Soepardi, 2008)
a) Abses peritonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan
palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut
dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.
b) Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba
auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang
dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga
c) Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan
infeksi ke dalam sel-sel mastoid
d) Laringitis
Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang
disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupun karena
alergi
e) Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada
satu atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu
rongga atau ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari
membran mukosa
f) Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari
cavum nasal dan nasopharinx. Sama halnya dengan sinusitis,
rhinitis bisa berupa penyakit kronis dan akut yang kebanyakan
disebabkan oleh virus dan alergi

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat
diagnosa tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
(Santiko, 2014)
a) Leukosit : terjadi peningkatan
b) Hemoglobin : terjadi penurunan
c) Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas
obat
d) Terapi
e) Tes Schick atau tes kerentanan di ptori
f) Audiometri : adenoid terinfeksi

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien tonsilitis secara umum :
a) Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut)
selama 10 hari,
b) jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk
suntikan.
c) Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi) dilakukan jika:
1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
2) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun
waktu 2 tahun.
3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun
waktu 3 tahun.
4) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian
antibiotik.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel.
Operasi ini merupakan operasi THT-KL yang paling sering dilakukan
pada anak-anak. Para ahli belum sepenuhnya sependapat tentang
indikasi tentang tonsilektomi, namun sebagian besar membagi alasan
(indikasi) tonsilektomi menjadi: Indikasi absolut dan Indikasi relatif.
Tonsilektomi umumnya ditangani dengan membuang tonsil yang
terinfeksi (operasi), jika ditemukan tonsilitis biasanya dokter
menyarankan untuk melakukan pembedahan tanpa diagnosa lebih
lanjut. Pembedahan yang dilakukan segera dapat menurunkan
kemungkinan tonsil lebih parah.
The American Academy of Otolaryngology – Head and Neck
Surgery Clinical Indikators Compendium tahun 1995 menetapkan
indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu: (Soepardi, 2008)
a) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat
b) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.
c) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan
sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan
gangguan bicara.
d) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil,
yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
e) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
f) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A
Sterptococcus β hemoliticus
g) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
h) Otitis media efusa atau otitis media supurataif
Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan
biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Teng-gorok),
oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi
bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang
merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma
dengan risiko kerusakan jaringan.
Tonsilektomi biasanya dilakukan jika pengobatan medis tidak
menunjukan hasil, terdapat abses hipertrofi, atau tonsilitis berat yang
menyumbat faring, menimbulkan kesulitan menelan, dan
membahayakan jalan napas. Perbesaran tonsil jarang menjadi indikasi
untuk pengangkatan. Kebanyakan anak-anak secara normal
mempunyai tonsil yang besar, yang ukurannya akan menurun sejalan
dengan pertumbuhan usia. Tonsilektomi dilakukan hanya jika pasien
mempunyai masalah-masalah, seperti: menderita tonsilitis berulang,
hipertrofi tonsil dan adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi,
serangan otitis media purulen berulang dan diduga kehilangan
pendengaran akibat otitis media serosa yang terjadi dalam kaitannya
dengan pembesaran tonsil. (Muttaqim & Sari, 2009)
Pada tindakan konsep tonsilektomi mengandung tiga tahap dan
tindakan atau pengkajian tonsilektomi yaitu sebagai berikut:
a) Persiapan pasien Pre-operative
1) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara
seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan untuk
menentukan ada tidak dan sumber infeksi.
2) Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk
menentukan adanya risiko perdarahan: waktu pembekuan,
pulasan trombosit, masa protrombin, masa tromboplastin
parsial
3) Lakukan pengkajian praoperasi: Perdarahan pada anak atau
keluarga, kaji status hidrasi, siapkan anak secara khusus untuk
menghadapi apa yang diharapkan pada masa pascaoperasi,
gunakan teknik-teknik yang sesuai dengan tingkat
perkembangan dan jelaskan jika terdapat konsep-konsep yang
salah, bantu keluarga menyiapkan mereka dengan
membicarakan istilah yang umum terlebih dahulu mengenai
pembedahan dan berkembang ke informasi yang lebih spesifik.
b) Persiapan pasien Intra operative
Selama operasi yang harus dipantau:
1) Jalan napas tetap bebas, posisi ETT yang baik tidak
mengganggu operasi
2) Pernapasan dan gerak dada cukup
3) Saturasi oksigen di atas 95%
4) Denyut nadi yang teratur
5) Jumlah perdarahan dan jumlah cairan infus yang masuk
6) Alat monitoring tambahan yang dianjurkan : Pulse
oxymetri, Pada pasien yang menjalani tonsilektomi untuk
tatalaksana obstructive sleep apnea, ketersediaan monitoring
postoperatif dan pulseoksimetri merupakan keharusan. Begitu
juga dengan pasien dengan sindroma Down yang bisa
mengalami depresi susunan saraf pusat untuk waktu yang lama
setelah anestesi umum selama tonsilektomi berlangsung.
c) Persiapan pasien Post operative
1) Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi.
2) Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pasca
operasi.
3) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal untuk berjaga-jaga
seandainya terjadi kedaruratan.
4) Pada saat masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi
telungkupatau semi telungkup dengan kepala dimiringkan ke
samping untuk mencegah aspirasi
5) Biarkan memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah ia
sadar.
6) Pada awalnya dapat mengalami muntah darah lama. Jika
diperlukan pengisapan, hindari trauma pada orofaring.
7) Ingatkan untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok
kecuali jika perlu.
8) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2
jam setelah sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti,
berikan air jernih dengan hati-hati.
9) Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin.
10) Jaga agar pasien dan lingkungan sekitar bebas dari drainase
bernoda darah untuk membantu menurunkan kecemasan.

10. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, dan diagnisa medis, Tonsilitis terjadi pada usia anak-anak
sampai dengan dewasatua, kebanyakan pada anak-anak karena
kurang memperhatikan makanan yang ia makan.
b) Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri pada tonsil. Untuk lebih lengkap pengkajian
nyeri dengan pendekatan PQRST.
Provocking Accident. Adanya riwayat trauma (mengangkat atau
mendorong benda berat )

Quality and Quantity. Sifat nyeri seperti dirusuk-rusuk atau seperti


disayat, mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau kemeng
yang terus-menerus. Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri
radikular atau nyeri alih (referred pain). Nyeri bersifat
menetap,atau hilang timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri
bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan yang
lama dan nyeri berkurang jika istirahat berbaring. Sifat nyeri khas
dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari bokongdan terus
menjalar ke bagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah.
Nyeri bertambah jik ditekan area L5-S1 (garis antar dua krista
liraka).
Region, radiating,and relief. Letak atau lokasi nyeri menunjukkan
nyeri dengan tepat sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan
cermat.

Scale of pain. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan


dengan aktifitas tubuh, posisi yang dapat meredakan rasa nyeri dan
memperberat nyeri. Pengaruh pada aktifitas yang menimbulkan
rasa nyeri seperti berjalan, turun tangga, menyapu, dan gerakan
yang mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum seperti
analgetik, berapa lama diminumkan.

Time. Sifatnya akut, subakut, perlahan-lahan atau bertahap,bersifat


menetap, hilang timbul, makin lama makin nyeri. Nyeri pinggang
bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa
tahun).
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang adalah faktor yang
melatarbelakangi atau mempengaruhi dan mendahuli keluhan,
bagaimana sifat terjadinya gejala (mendadak, perlahan-lahan, terus
menerus atau berupa serangan, hilang dan timbul atau berhubungan
dengan waktu), lokalisasi gejalanya dimana dan sifatnya
bagaimana (menjalar, menyebar, berpindah-pindah atau menetap).
Bagaimana berat ringannya keluhan berkurang, lamanya keluhan
berlangsung atau mulai kapan serta upaya yang telah dilakukan apa
saja.
d) Riwayat Penyakit Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu dapat ditanyakan seperti
riwayat pemakaian jenis obat, jumlah dosis dan pemakaiannya,
riwayat atau pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit
yang pernah dialami atau riwayat masuk rumah sakit atau riwayat
kecelakaan.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
1) Adakan keluarga yang menderita penyakit tonsilitis
2) Penyakit kronik yang lain seperti diabetes melitus, batu ginjal,
kardiovaskuler, hipertensi, kelainan bawaan.
f) Pengkajian Status Sosial
Status sosial ekonomi atau mempengaruhi tingkat
pendidikan, sedangkan tingkat pendidikan akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan klien dan hal ini akan berpengaruh pada pola
hidup dan kebiasaan sehari-hari yang akan mencerminkan tingkat
kesehatan klien.
g) Penampilan umum
1) Kulit pucat kering.
2) Lemah
3) Tanda-tanda vital: pola pernafasan dan suhu tubuh meningkat.
4) Tingkat kesadaran: composmetis, somnolen, sofor, koma,
delirium
5) Konsentrasi: mampu berkonsentrasi atau tidak.
6) Kemampuan bicara: mampu bicara atau tidak.
7) Gaya jalan: seimbang atau tidak
8) Koordinasi anggota gerak: mampu menggerakan anggota tubuh
atau tidak.
h) Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan adanya tanda dan
gejala yang menyebabkan klien mencari pertolongan kesehatan
seperti : nyeri pada tenggorokan, susah untuk menelan,
peningkatan suhu tubuh, kelemahan hebat, kehilangan
perhatian pada lingkungan.
2) Riwayat penyakit tonsilitis akut atau kronik, menjalani
tonsilektomi
3) Pola nutrisi dan metabolik, Anoreksia, mual, muntah, BB
menurun karena intake kurang, nyeri untuk menelan, nafas
berbau, membran mukosa kering
4) Pola eliminasi Warna urin kunin pekat, ureum meningkat
5) Pola aktivitas dan latihan Kelelahan (fatique), kelemahan.
Pola tidur dan istirahat Gelisah tidur sering terganggu karena
nyeri pada tenggorokan.
6) Pola persepsi sensor dan kognitif Kurangnya pendengaran
perhatian berkurang atau menyempit, kemampuan berfikir
abstrak menurun, kehilangan perhatian untuk lingkungan, sakit
kepala.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri Penurunan harga diri,
perubahan konsep diri dan body image, menurunnya harga diri,
menurunnya tingkat kemandirian dan perawatan diri.
8) Pola peran dan hubungan sesama, tidak dapat menjalankan
sekolah, penurunan kontak sosial dan aktivitas.
9) Pola koping dan toleransi terhadap stress
Ketidak efektifan koping individu dan keluarga, mekanisme
pertahanan diri : denial proyeksi, rasionalisasi, displasmen
10) Pola nilai dan kepercayaan
Kehilangan kepercayaan kepada pemberi pelayanan kesehatan.
11) Pemeriksaan Fisik
(a) Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran (GCS
/ Gaslow Coma Scale), yang dapat meliputi penilaian
secara kualitas seperti composmentis, apatis, somnolen,
sofor, koma, delirium, dan status gizinya.
(b) Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi nadi, tekanan darah,
pola pernafasan dan suhu tubuh. Biasanya klien tonsilitis
mengalami kesulitan bernafas karena ada pembesaran pada
tonsil dan mengalami peningkatan suhu tubuh
(c) Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening.
(d) Kulit meliputi warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterik,
pucat, eritema), turgor, kelembaban kulit dan atau ada
tidaknya edema.
(e) Rambut meliputi dapat dinilai dari warna, kelebatan,
distribusi dan karakteristik.
(f) Kelenjar getah bening meliputi dapat dinilai dari bentuknya
serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah
servikal anterior, inguinal oksiptil, dan retroavrikuler.
(g) Pemeriksaan kepala dan leher
(1) Kepala meliputi dapat dinilai bentuk dan ukuran kepala,
ubun-ubun, wajahnya asimetris atau ada tidaknya
pembengkakan, mata dilihat dari visus palpebra, mata
merah, alis, bulu mata, konjungtiva, anemis karena Hb
nya menurun, skelera, kornea, pupil, lensa. Pada bagian
telinga dapat dinilai pada daun telinga, lubang telinga,
membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran
hidung dan mulut ada tidaknya stismus.
(2) Leher meliputi kuku kuduk, ada tidaknya masa di leher,
dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi,
dan ada tidaknya nyeri tekan.
(3) Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung,
secara umum bentuk dada, keadaan paru yang meliputi
simetris atau tidaknya, pergerakan nafas, ada tidaknya
femitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas ada saat
perkuasi didapatkan (bunyi perkusinya bagaimana
apakah hipersenosor atau timpani). Pada pemeriksaan
jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks atau
dikenal dengan siklus kordis dan aktivitas artikel,
getaran bsising, bunyi jantung.
(4) Pemeriksaan abdomen meliputi bentuk perut, dinding
perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut
atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada
organ hati, limfa, ginjal, kandung kemih, yang
ditentukan ada tidaknya nyeri pada pembesaran pada
organ tersebut, kemudian pada daerah anus, rectum,
serta genitalia.
(5) Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi
adanya rentang gerak keseimbangan dan gaya berjalan,
genggaman tangan, otot kaki dan lainnya.
BAB III

GAMBARAN KASUS
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

A. Pre Operatif
1. Pengelompokan Data
No Data Subjektif Data Objektif
1. a. pasien mengatakan lemas dan a. pasien tampak tidak bisa
demam sejak 1 minggu yang lalu beraktivitas
b. pasien mengatakan tenggorokan b. turgor kulit pasien tampak
sakit untuk menelan kering
c. pasien mengatakan nyeri pada c. terdapat pembesaran kelenjar
tenggorokan seperti disayat-sayat, limfa pada leher
dengan skala nyeri 5 dari 1-10, d. terdapat bonjolan pada tonsil
dan sakit bila untuk menelan e. suhu tubuh pasien 390C
d. pasien mengatakan cemas f. pasien tampak menahan nyeri
dengan skor 21 g. pasien tampak cemas
e. Pasien mengatakan sedikit takut h. Tekanan Darah 140/100 mmhg

2. Analisa Data
Data senjang Etiologi Problem
DS: pasien mengatakan lemas dan Penyakit Hipertermi
demam sejak 1 minggu yang lalu
disertai dengan mual dan muntah
DO: Suhu tubuh 390C, turgor kulit
pasien tampak kering, pasien tampak
tidak bisa beraktivitas.
DS: P: Sakit untuk menelan Agen Cedera Nyeri Akut
Q: Nyeri seperti disayat-sayat Biologis
R: Sakit di daerah tenggorokan
S: Skala Nyeri 5
T: Sakit bila untu menelan
DO: terdapat pembesaran kelenjar limfa
pada leher, pasien tampak menahan
nyeri, terdapat benjolan pada tonsil
DS: Pasien mengatakan cemas dengan Perubahan Status Ansietas
skor 21, pasien mengatakan sedikit Kesehatan
takut
DO: Pasien tampak cemas dan gelisah,
TD: 140/100 mmHg

3. Diagnosa Keperawatan
a) Hipertermi berhubungan dengan penyakit
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
c) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

4. Nursing Care Plane


No Dignosa Tujuan Intervensi
1. Hipertermi b/d Setelah dilakukan 1. Monitor TTV
penyakit tindakan keperawatan 2. Monitor turgor kulit
dalam waktu 3x24 jam 3. Bantu pasien untuk
DS: pasien masalah hipertermia b/d meningkatkan intake
mengatakan lemas penyakit dapat teratasi cairan
dan demam sejak 1 dengan kriteria hasil: 4. Lakukan pengukuran
minggu yang lalu 1. Suhu tubuh dalam TTV
disertai dengan mual rentan normal 36,5- 5. Edukasi pasien untuk
dan muntah 37,50C menggunakan pakaian
DO: Suhu tubuh 2. Pasien mengatakan yang tipis
390C, turgor kulit tidak lemas 6. Kolaborasi dengan
pasien tampak 3. Turgor kulit baik dokter untuk pemberian
tampak kering, obat antipiretik
pasien tampak tidak
bisa beraktivitas.
2. Nyeri Akut b/d agen Setelah dilakukan 1. Kaji terhadap nyeri
cedera biologis tindakan keperawatan dengan skala 0-10.
selama 3x24 jam masalah 2. Bantu klien dalam
DS: nyeri akut b/d agen identifikasi faktor
P: Sakit untuk cedera biologis dapat pencetus.
menelan teratasi dengan kriteria 3. Jelskaan dan bantu klien
Q: Nyeri seperti hasil: dengan tindakan pereda
disayat-sayat 1. melaporkan nyeri nyeri nonfarmakologi
R: Sakit di daerah berkurang atau dapat dan noninvasif.
tenggorokan diadaptasi. 4. Ajarkan metode distraksi
S: Skala Nyeri 5 2. Dapat selama nyeri akut
T: Sakit bila untuk mengidentifikasi 5. Berikan kesempatan
menelan yang meningkatkan waktu isitrahat bila
DO: terdapat atau menurunkan terasa nyeri dan berikan
pembesaran kelenjar nyeri. posisi yg nyaman; missal
limfa pada leher, 3. Nyeri dapt dengan posisi semi
pasien tampak berkurang dari skala fowler
menahan nyeri, 5 menjadi 3 6. Tingkatkan pengetahuan
terdapat benjolan tentang sebab-sebab
pada tonsil nyeri dan
menghubungkan berapa
lama nyeri akan
berlangsung.
7. Observasi tingkat nyeri
dan respons motorik
klien, 30 menit setelah
pemberian obat analgetik
untuk mengkaji
efektifitasnya dan setiap
1-2 jam setelah tindakan
keperawatan selama 1-2
hari
8. Kolaborasi dengan
dokter, pemberian
analgetik
3. Ansietas b/d Setelah dilakukan 1. Observasi kecemasan
perubahan status tindakan keperawatan pasien dan skor
kesehatan selama 3x24 jam kecemasan pasien
diharapkan masalah 2. Monitor tanda verbal
DS: Pasien ansietas b/d perubahan maupun non verbal
mengatakan cemas status kesehatan dapat kecemasan
dengan skor 21, teratasi dengan kriteria 3. Lakukan usapan
pasien mengatakan hasil: punggung/leher dengan
sedikit takut 1. Wajah pasien tidak tepat untuk mengurangi
DO: Pasien tampak tegang cemas
cemas dan gelisah, 2. Skor kecemasan 4. Jelaskan semua prosedur
TD: 140/100 mmHg pasien berkurang termasuk sensasi yang
3. Pasien mengatakan akan dirasakan klien
tidak gelisah selama prosedur
5. Berikan informasi
faktual terkait diagnosis,
perawatan, dan
prognosis
6. Edukasi pasien tentang
teknik relaksasi untuk
mengurangi nyeri
7. Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian
obat untuk mengurangi
gelisah

B. Intra Operatif
1. Pengelompokan Data
No. Data Subyektif Data Subyektif
1. - Nadi 80 x/ menit, RR 20x/menit,
suhu 36,5oC
- terjadi perubahan tingkat kesadaran
pada klien
- pasien sedang dilakukan operasi
- tampak ada luka operasi di tonsil dan
mengeluarkan darah, darah yang
dikeluarkan kurang lebih 100 cc
- pasien tampak beresiko perdarahan
- tampak terlihat pembedahan di area
tenggorokan terdapat luka sayatan
kurang lebih 1 cm

2. Analisis Data
Data senjang Etiologi Problem
DS : - Sirkumsisi Risiko Perdarahan
DO :
- Nadi 80 x/ menit, RR 20x/menit,
suhu 36,5oC
- terjadi perubahan tingkat
kesadaran pada klien
- pasien sedang dilakukan operasi
- tampak ada luka operasi di tonsil
dan mengeluarkan darah, darah
yang dikeluarkan kurang lebih
100 cc
- pasien tampak beresiko
perdarahan
DS : - Tipe Prosedur Bedah Risiko Infeksi
DO :
- tampak ada luka operasi di
tonsil.
- tampak terlihat pembedahan di
area tenggorokan terdapat luka
sayatan kurang lebih 1 cm

3. Diagnosa Keperawatan
a) Risiko Perdarahan berhubungan dengan sirkumsisi.
b) Risiko Infeksi berhubungan dengan Tipe Prosedur Bedah.

4. Nursing Care Plan


No Dignosa Tujuan Intervensi
1. Risiko perdarahan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda
berhubungan dengan tindakan keperawatan vital.
sirkumsisi ditandai selama 1x2 jam 2. Monitor tanda dan gejala
dengan : diharapkan masalah perdarahan.
DS : - Risiko Perdarahan 3. Atur kemungkinan
DO : berhubungan dengan transfuse.
- Nadi 80 x/ sirkumsisi dapat 4. Persiapan untuk
menit, RR berkurang dengan kemungkinan transfusi.
20x/menit, kriteria hasil : 5. Kolaborasi dengan
suhu 36,5oC 1. Vital sign dalam dokter jika tanda
- terjadi batas normal. perndarahan berlebih
perubahan Pernapasan 18- muncul.
tingkat 24x/menit. Suhu
kesadaran pada 36,5ºC-37,5ºC.
klien Nadi 60-
- pasien sedang 100x.menit
dilakukan 2. Turgor kulit
operasi baik
- tampak ada
luka operasi di
tonsil dan
mengeluarkan
darah, darah
yang
dikeluarkan
kurang lebih
100 cc
- pasien tampak
beresiko
perdarahan
2. Risiko infeksi area Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda
pembedahan tindakan keperawatan vital
berhubungan dengan selama 1x2jam
tipe prosedur bedah di diharapkan masalah 2. Monitor tanda dan gejala
tandai dengan : Risiko infeksi infeksi
DS : - berhubungan dengan
DO : prosedur invansif dapat
- tampak ada berkurang dengan 3. Inspeksi kondisi
luka operasi di kriteria hasil : luka/insisi bedah
tonsil. 1. Tidak ada purulent
- tampak terlihat sputum
pembedahan di 2. Klien terbebas dari 4. Cuci tangan setiap
area tanda dan gejala sebelum dan sesudah
tenggorokan infeksi tindakan keperawatan
terdapat luka 3. Vital sign dalam dengan sabun
sayatan kurang batas normal antimikroba.
lebih 1 cm Pernapasan 18-24
x/menit
Suhu 36,5ºC-37,5ºC 5. Gunakan baju, sarung
Nadi 60-100x.menit tangan sebagai alat
pelindung.

6. Pertahankan lingkungan
aseptic selama proses
pembedahan.
7. Berikan terapi antibiotic
bila perlu

Anda mungkin juga menyukai