TUGAS KELOMPOK
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PRE-OPERATIF, INTRA
OPERATIF, DAN POST OPERATIF TONSILEKTOMI
Disusun Oleh:
Kelompok: 10
Kelas: 3B
A. Latar Belakang
Tonsil (amandel) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh.
Karena posisinya, banyak benda asing yang melaluinya dan bisa
menimbulkan infeksi. Tonsil berperan dalam menahan setiap serangan
kuman. Karena itu tonsil akan membesar sebagai reaksi pertahanan bila
ada infeksi (Arie, 2007).
Penatalaksanaan tonsilitis sendiri adalah dengan antibiotik ataupun
dengan tonsilektomi. Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi
pengangkatan seluruh tonsil palatina. Tonsilektomi didefinisikan sebagai
operasi pengangkatan tonsil palatina. Ia merupakan prosedur yang paling
sering dilakukan terutama pada anak-anak. Pada dekade terakhir ini,
tonsilektomi tidak hanya dilakukan untuk tonsilitis berulang, namun juga
untuk berbagai kondisi yang lebih luas termasuk kesulitan makan, tounge
thrust, halitosis, mendengkur, dan gangguan bicara (Arwansyah, 2007).
Saat ini walau jumlah operasi tonsilektomi telah mengalami
penurunan bermakna, namun masih menjadi operasi yang paling sering
dilakukan. Di Indonesia, pengeluaran pelayanan medik untuk prosedur ini
diperkirakan adalah setengah triliun dolar pertahun (Hermani B, 2004).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan
tonsilektomi
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi tonsilitis
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi tonsilitis
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang klasifikasi tonsilitis
d. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang manifestasi klinik
tonsilitis
e. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi tonsilitis
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pathway tonsilitis
g. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi tonsilitis
h. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang tonsilitis
i. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan tonsilitis
(tonsilektomi)
j. Mahasiswa mampu memahami pengkajian fokus pada pasien
dengan tonsilitis dan tonsilektomi
k. Mahasiswa mampu memahami diagnosa keperawatan yang sering
muncul pada pasien tonsilektomi
l. Mahasiswa mampu memahami tentang intervensi keperawatan
pada pasien dengan tonsilektomi
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
Etiologi menurut (Herawati & Rukmini, 2010) etiologi tonslitis adalah:
a) Streptokokus Beta Hemolitikus
Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif
yang dapat berkembang biak ditenggorokan yang sehat dan bisa
menyebabkan infeksi saluran nafas akut.
b) Streptokokus Pyogenesis
Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk
bundar yang tumbuh dalam rantai panjang dan menyebabkan
infeksi streptokokus group A. Streptokokus Pyogenesis adalah
penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari
infeksi khasnya bermula ditenggorakan dan kulit.
c) Streptokokus Viridans
Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri
streptokokus komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna
hijau pekat agar darah. Viridans memiliki kemampuan yang unik
sintesis dekstran dari glukosa yang memungkinkan mereka
mematuhi agregat fibrin-platelet dikatup jantung yang rusak.
d) Virus Influenza
Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo
viridae (virus influenza). Virus ini ditularkan dengan medium
udara melalui bersin pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu
demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam
kasus yang buruk influenza juga dapat menyebabkan terjadinya
pneumonia.
3. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada tonsilitis adalah sebagai berikut: (Pramita,
2010)
a) Sistem Gastointestinal
1) Nyeri pada tenggorokan, adanya virus dan bakteri
2) Nyeri saat menelan, adanya pembengkakan pada tonsil
3) Anoreksia : mual dan muntah
4) Mulut berbau
5) Bibir kering
6) Nafsu makan berkurang
b) Sistem Pernafasan
1) Sesak nafas karena adanya pembesaran pada tonsil
2) Faring hiperimisis : terdapat detritus
3) Pernafasn bising.
4) Edema faring
5) Batuk
c) Sistem Imun
1) Pembengkakan kelenjar limpah leher
2) Pembesaran tonsil
3) Tonsil Hiperemia
4) Demam atau peningkatan seluruh tubuh
d) Sistem Muskuloskeletal
1) Kelemahan pada otot
2) Letargi
3) Nyeri pada otot
4) Malaise
4. Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis menurut Imam (Megantara, 2012)
a) Tonsillitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus,
streptococcus viridians, dan streptococcus piogynes, dapat juga
disebabkan oleh virus.
b) Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi
eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut
detritus. Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat
peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
c) Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna
(lekuk-lekuk) permukaan tonsil.
d) Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat)
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang
membengkak tersebut menyerupai membran. Membran ini
biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih
kekuning-kuningan.
e) Tonsilitis Kronik
Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan
kronik (rokok, makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut
yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.
5. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut,
amandel berperan sebagai filter atau penyaring yang menyelimuti
organisme berbahaya, sel-sel darah putih ini akan menyebabkan
infeksi ringan pada amandel. Hal ini akan memicu tubuh untuk
membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang, akan tetapi
kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.
Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsilitis.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka
jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear.
Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak
kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan detritus
disebut tonsilitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi
satu maka terjadi tonsilitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala
sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga nafsu makan
berkurang. Radang pada tonsil dapat menyebabkan kesukaran
menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah di dalam
daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh
tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang
berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang
tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan
tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran
semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsilitis kronik terjadi
karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan
limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid
diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang
antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses
ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses
ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
(Soepardi, 2008)
6. Pathway
Sumber: (Soepardi, 2008)
7. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis adalah sebagai berikut : (Soepardi, 2008)
a) Abses peritonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan
palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut
dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.
b) Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba
auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang
dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga
c) Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan
infeksi ke dalam sel-sel mastoid
d) Laringitis
Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang
disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupun karena
alergi
e) Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada
satu atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu
rongga atau ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari
membran mukosa
f) Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari
cavum nasal dan nasopharinx. Sama halnya dengan sinusitis,
rhinitis bisa berupa penyakit kronis dan akut yang kebanyakan
disebabkan oleh virus dan alergi
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat
diagnosa tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
(Santiko, 2014)
a) Leukosit : terjadi peningkatan
b) Hemoglobin : terjadi penurunan
c) Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas
obat
d) Terapi
e) Tes Schick atau tes kerentanan di ptori
f) Audiometri : adenoid terinfeksi
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien tonsilitis secara umum :
a) Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut)
selama 10 hari,
b) jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk
suntikan.
c) Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi) dilakukan jika:
1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
2) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun
waktu 2 tahun.
3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun
waktu 3 tahun.
4) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian
antibiotik.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel.
Operasi ini merupakan operasi THT-KL yang paling sering dilakukan
pada anak-anak. Para ahli belum sepenuhnya sependapat tentang
indikasi tentang tonsilektomi, namun sebagian besar membagi alasan
(indikasi) tonsilektomi menjadi: Indikasi absolut dan Indikasi relatif.
Tonsilektomi umumnya ditangani dengan membuang tonsil yang
terinfeksi (operasi), jika ditemukan tonsilitis biasanya dokter
menyarankan untuk melakukan pembedahan tanpa diagnosa lebih
lanjut. Pembedahan yang dilakukan segera dapat menurunkan
kemungkinan tonsil lebih parah.
The American Academy of Otolaryngology – Head and Neck
Surgery Clinical Indikators Compendium tahun 1995 menetapkan
indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu: (Soepardi, 2008)
a) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat
b) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.
c) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan
sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan
gangguan bicara.
d) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil,
yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
e) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
f) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A
Sterptococcus β hemoliticus
g) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
h) Otitis media efusa atau otitis media supurataif
Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan
biasa dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Teng-gorok),
oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi
bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang
merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma
dengan risiko kerusakan jaringan.
Tonsilektomi biasanya dilakukan jika pengobatan medis tidak
menunjukan hasil, terdapat abses hipertrofi, atau tonsilitis berat yang
menyumbat faring, menimbulkan kesulitan menelan, dan
membahayakan jalan napas. Perbesaran tonsil jarang menjadi indikasi
untuk pengangkatan. Kebanyakan anak-anak secara normal
mempunyai tonsil yang besar, yang ukurannya akan menurun sejalan
dengan pertumbuhan usia. Tonsilektomi dilakukan hanya jika pasien
mempunyai masalah-masalah, seperti: menderita tonsilitis berulang,
hipertrofi tonsil dan adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi,
serangan otitis media purulen berulang dan diduga kehilangan
pendengaran akibat otitis media serosa yang terjadi dalam kaitannya
dengan pembesaran tonsil. (Muttaqim & Sari, 2009)
Pada tindakan konsep tonsilektomi mengandung tiga tahap dan
tindakan atau pengkajian tonsilektomi yaitu sebagai berikut:
a) Persiapan pasien Pre-operative
1) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara
seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan untuk
menentukan ada tidak dan sumber infeksi.
2) Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk
menentukan adanya risiko perdarahan: waktu pembekuan,
pulasan trombosit, masa protrombin, masa tromboplastin
parsial
3) Lakukan pengkajian praoperasi: Perdarahan pada anak atau
keluarga, kaji status hidrasi, siapkan anak secara khusus untuk
menghadapi apa yang diharapkan pada masa pascaoperasi,
gunakan teknik-teknik yang sesuai dengan tingkat
perkembangan dan jelaskan jika terdapat konsep-konsep yang
salah, bantu keluarga menyiapkan mereka dengan
membicarakan istilah yang umum terlebih dahulu mengenai
pembedahan dan berkembang ke informasi yang lebih spesifik.
b) Persiapan pasien Intra operative
Selama operasi yang harus dipantau:
1) Jalan napas tetap bebas, posisi ETT yang baik tidak
mengganggu operasi
2) Pernapasan dan gerak dada cukup
3) Saturasi oksigen di atas 95%
4) Denyut nadi yang teratur
5) Jumlah perdarahan dan jumlah cairan infus yang masuk
6) Alat monitoring tambahan yang dianjurkan : Pulse
oxymetri, Pada pasien yang menjalani tonsilektomi untuk
tatalaksana obstructive sleep apnea, ketersediaan monitoring
postoperatif dan pulseoksimetri merupakan keharusan. Begitu
juga dengan pasien dengan sindroma Down yang bisa
mengalami depresi susunan saraf pusat untuk waktu yang lama
setelah anestesi umum selama tonsilektomi berlangsung.
c) Persiapan pasien Post operative
1) Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi.
2) Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pasca
operasi.
3) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal untuk berjaga-jaga
seandainya terjadi kedaruratan.
4) Pada saat masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi
telungkupatau semi telungkup dengan kepala dimiringkan ke
samping untuk mencegah aspirasi
5) Biarkan memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah ia
sadar.
6) Pada awalnya dapat mengalami muntah darah lama. Jika
diperlukan pengisapan, hindari trauma pada orofaring.
7) Ingatkan untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok
kecuali jika perlu.
8) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2
jam setelah sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti,
berikan air jernih dengan hati-hati.
9) Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin.
10) Jaga agar pasien dan lingkungan sekitar bebas dari drainase
bernoda darah untuk membantu menurunkan kecemasan.
10. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, dan diagnisa medis, Tonsilitis terjadi pada usia anak-anak
sampai dengan dewasatua, kebanyakan pada anak-anak karena
kurang memperhatikan makanan yang ia makan.
b) Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri pada tonsil. Untuk lebih lengkap pengkajian
nyeri dengan pendekatan PQRST.
Provocking Accident. Adanya riwayat trauma (mengangkat atau
mendorong benda berat )
GAMBARAN KASUS
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
A. Pre Operatif
1. Pengelompokan Data
No Data Subjektif Data Objektif
1. a. pasien mengatakan lemas dan a. pasien tampak tidak bisa
demam sejak 1 minggu yang lalu beraktivitas
b. pasien mengatakan tenggorokan b. turgor kulit pasien tampak
sakit untuk menelan kering
c. pasien mengatakan nyeri pada c. terdapat pembesaran kelenjar
tenggorokan seperti disayat-sayat, limfa pada leher
dengan skala nyeri 5 dari 1-10, d. terdapat bonjolan pada tonsil
dan sakit bila untuk menelan e. suhu tubuh pasien 390C
d. pasien mengatakan cemas f. pasien tampak menahan nyeri
dengan skor 21 g. pasien tampak cemas
e. Pasien mengatakan sedikit takut h. Tekanan Darah 140/100 mmhg
2. Analisa Data
Data senjang Etiologi Problem
DS: pasien mengatakan lemas dan Penyakit Hipertermi
demam sejak 1 minggu yang lalu
disertai dengan mual dan muntah
DO: Suhu tubuh 390C, turgor kulit
pasien tampak kering, pasien tampak
tidak bisa beraktivitas.
DS: P: Sakit untuk menelan Agen Cedera Nyeri Akut
Q: Nyeri seperti disayat-sayat Biologis
R: Sakit di daerah tenggorokan
S: Skala Nyeri 5
T: Sakit bila untu menelan
DO: terdapat pembesaran kelenjar limfa
pada leher, pasien tampak menahan
nyeri, terdapat benjolan pada tonsil
DS: Pasien mengatakan cemas dengan Perubahan Status Ansietas
skor 21, pasien mengatakan sedikit Kesehatan
takut
DO: Pasien tampak cemas dan gelisah,
TD: 140/100 mmHg
3. Diagnosa Keperawatan
a) Hipertermi berhubungan dengan penyakit
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
c) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
B. Intra Operatif
1. Pengelompokan Data
No. Data Subyektif Data Subyektif
1. - Nadi 80 x/ menit, RR 20x/menit,
suhu 36,5oC
- terjadi perubahan tingkat kesadaran
pada klien
- pasien sedang dilakukan operasi
- tampak ada luka operasi di tonsil dan
mengeluarkan darah, darah yang
dikeluarkan kurang lebih 100 cc
- pasien tampak beresiko perdarahan
- tampak terlihat pembedahan di area
tenggorokan terdapat luka sayatan
kurang lebih 1 cm
2. Analisis Data
Data senjang Etiologi Problem
DS : - Sirkumsisi Risiko Perdarahan
DO :
- Nadi 80 x/ menit, RR 20x/menit,
suhu 36,5oC
- terjadi perubahan tingkat
kesadaran pada klien
- pasien sedang dilakukan operasi
- tampak ada luka operasi di tonsil
dan mengeluarkan darah, darah
yang dikeluarkan kurang lebih
100 cc
- pasien tampak beresiko
perdarahan
DS : - Tipe Prosedur Bedah Risiko Infeksi
DO :
- tampak ada luka operasi di
tonsil.
- tampak terlihat pembedahan di
area tenggorokan terdapat luka
sayatan kurang lebih 1 cm
3. Diagnosa Keperawatan
a) Risiko Perdarahan berhubungan dengan sirkumsisi.
b) Risiko Infeksi berhubungan dengan Tipe Prosedur Bedah.
6. Pertahankan lingkungan
aseptic selama proses
pembedahan.
7. Berikan terapi antibiotic
bila perlu