DISUSUN OLEH
KELOMPOK SHLC 15
ImmariaVerolitaTanasale 01503180134
CIKARANG
2019
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : An. M. I
Jenis Kelamin : Laki – laki
Usia : 8 tahun
Tgl Lahir : 22 Februari 2011
Nyeri perut kurang lebih 3 hari yang lalu dan muntah-muntah sudah 3 x.
Data Fokus
Pasien dengan keluhan nyeri perut kurang lebih 3 hari, muntah-muntah. Nyeri tidak
dapat tertahankan, pasien tampak meringis kesakitan, skala nyeri 8/7 menggunakan wong
baker Faces Pain Rating Scale. Ibu pasien mengatakan “kata anak saya nyerinya seperti
tertusuk, menetap dan tidak menyebar dan sakit sekali”. BB 43 kg, tanda-tanda vital HR: 103
x/mnt, RR: 24x/mnt, suhu: 36,6oC, SpO2: 98%.
Hasil Lab (07/05/19):
- HB 12.4 g/dl (11.0-15.0)
Masalah
Data Subjektif Data Objektif
Keperawatan
a. Jenis Laparatomi
Jenis- jenis pembedahan laparatomi menurut (Jitowiyono, 2010)
1. Midline incision, yaitu sayatan ke tepi dari garis tengah abdomen.Metode insisi yang
paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat
di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian,
kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi
gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilicus untuk eksplorasi ginekologis,
rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
2. Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5
cm).Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi
lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta
plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk
insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah
diperluas ke arah atas dan bawah.
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas, misalnya pembedahan
colesistotomy dan splenectomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu insisi melintang di bawah ± 4cm diatas
anterior spinal iliaka, misalnya: operasi appendictomy.
b. Indikasi Laparotomi
Menurut (Jitowiyono, 2010) ada beberapa indikasi laparatomi yaitu:
1. Trauma abdomen (tumpul/ tajam) / ruptur hepar.
2. Peritonitis
3. Perdarahan saluran pencernaan
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar
5. Adanya masalah pada abdomen.
2. A. Defenisi Appendisitis
Apendiks disebut juga apendiks vermiformis merupakan organ yang sempit dan berbentuk
tabung yang mempunyai otot serta terdapat jaringan limfoid pada dindingnya. Letak
apendiks sekitar satu inci (2,5 cm) di bawah junctura ileocaecalis dan melekat pada
permukaan posteromedial caecum. Apendiks terletak di fossa iliaca dextra, dan dalam
hubungannya dengan dinding anterior abdomen, pangkalnya terletak sepertiga ke atas di
garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior dan umbilikus. Apendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya
tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama
rentan terhadap infeksi yang biasa disebut apendisitis (Snell, 2014).
B. Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik
(Rukmono, 2011) sebagai berkut :
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Apendisitis
akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di
daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan.
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada
seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,
apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna
ungu, hijaukeabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa
terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulent.
d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang
lainnya.
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan
pelvikal.
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.
2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dindingapendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden
apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut
lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah
adanya pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).
C. Tanda dan Gejala
Apendisitis sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang ada muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney dan nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat
(Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, dan
hilangnya nafsu makan, dan selain itu nyeri tekan lepas juga sering dijumpai pada klien
dengan apendisitis. Nyeri dapat dirasakan saat defekasi atau pun saat berkemih Nyeri saat
defekasi menunjukkan bahwa ujung apendik berada di dekat rektum, sedangkan nyeri saat
berkemih menunjukkan bahwa letak ujung apendik dekat dengan kandung kemih atau
ureter (Smeltzer & Bare, 2012).
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan
tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke
kandung kemih dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya
(Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).
3. Anestesi Umum
Anestesi umum merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran (reversible). Pada tindakan anestesi umum terdapat beberapa teknik yang
dapat dilakukan adalah anestesi umum dengan teknik intravena anestesi dan anestesi umum
dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu
pemasangan endotrecheal tube atau dengan teknik gabungan keduanya yaitu inhalasi dan
intravena (Mangku & Tjokorda, 2010).
Anestesi umum menurut Mangku dan Tjokorda (2010), dapat dilakukan dengan 3 teknik,
yaitu:
1. Anestesi umum intravena
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
2. Anestesi umum inhalasi
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan memberikan
kombinasi obatanestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap
melalui alat/ mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
3. Anestesi imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat – obatan baik obat
anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum
dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang.
Pada pembedahan laparatomi umumnya jenis anastesi yang digunakan adalah jenis
anastesi umum inhalasi. Anastesi umum adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat
sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat
anestesia (Mangku & Tjokorda, 2010).
Anestesi umum inhalasi merupakan satu teknik anestesia umum yang dilakukan
dengan jalan memberikan kombinasi obat anastesia inhalasi yang berupa gas dan atau
cairan yang mudah menguap melalui alat/mesin anestesia langsung ke udara. Jenis obat
anastesi umum inhalasi, umumnya mengunakan jenis obat seperti N2O, enfluran, isofluran,
sevofluran yang langsung memberikan efek hipnotik, analgetik serta relaksasi pada seluruh
otot klien (Mangku & Tjokorda, 2010). Umumnya konsentrasi yang diberikan pada udara
inspirasi untuk pemberian obat bius secara inhalasi adalah 2,0–3,0% bersama–sama
dengan N2O dengan efek lama penggunaan tergantung lama jenis operasi tindakan yang
akan dilakukan dan penggunaanya selalu dikombinasikan dengan obat lain yang berkasiat
sesuai dengan target trias anestesia yang ingin dicapai (Mangku & Tjokorda, 2010).
2. Risiko Jatuh bd setelah dilakukan 1. Pasang bed rails 1. Bed rails / pembatas
periode asuhan keperawatan 2. Pastikan roda bed bed digunakan agar
pemulihan pasca selama 1 jam, pasien terkunci pasien tidak terjatuh
bedah didapati kriteria hasil: 3. Pastikan bed posisi ke sisi kanan / kiri
rendah 2. Roda bed yang tidak
pasien terhindar dari 4. Hadirkan pengasuh terkunci akan
kejadian jatuh. atau orangtua pasien menyebabkan bed
pasien jalan
3. Bed posisi rendah
agar mengurangi
risiko jatuh pasien
4. Adanya pengasuh /
orangtua agar pasien
dapat diawasi
3. Resiko Infeksi bd Setelah dilakukan 1. Bersihkan lingkungan 1. Lingkungan yang
prosedur invasif tindakan keperawatan sekitar pasien bersih akan terhindar
selama 60 menit, 2. Cuci tangans ebelum dari kuman-kuman
infeksi dapat dan sesudah penyebab infeksi
dikontrol. melakukan perawatan 2. Mencuci tangan
pada pasien sebelum dan sesudah
Kriteria Hasil: 3. Jelaskan kepada tindakan dapat
orang tua tentang meminimalkan
1. Tidak ada tanda- tanda-tanda dan cara kotoran-kotoran
tanda infeksi pencegahan infeksi penyebab infeksi
2. Keluarga mampu pada luka operasi 3. Penjelasan tanda-
mengenali tanda- tanda dan pencegahan
tanda infeksi infeksi dapat
3. Keluarga mampu membantu keluarga
mencegah dalam melakukan
terjadinya infeksi pencegahan agar tidak
terjadi infeksi dan
penanganan jika
terjadi infeksi
IV. Implementasi keperawatan
Selasa, 07/05/19 1,3 16.30 - Mencuci tangan sebelum melakukan Sindi & Yacinta
tindakan
- Memberikan posisi supine kepada pasien
- Memberikan selimut tebal
- Memberikan alat penghangat (air
warming) kepada pasien.
- Memasang SpO2, kemudian memberi
oksigenasi O2 2 lpm
Selasa, 07/05/19 2,3 16.35 - Membersihkan lingkungan sekitar pasien Sindi & Yacinta
- Memasang bed rails, memastikan roda
bed telah terkunci dan memposisikan bed
paling rendah
Selasa, 07/05/19 1 16.45 - Mengukur tanda-tanda vital pasien Sindi & Yacinta
Selasa, 07/05/19 2,3 16.50 - Menghadirkan orangtua pasien untuk Sindi & Yacinta
menemani pasien
- Mengedukasi orang tua tentang tanda-
tanda infeksi dan cara pencegahannya
V. Evaluasi Keperawatan
Apendisitis akut adalah salah satu penyebab nyeri abdomen akut. Penyebab paling umum
adalah adanya obstruksi lumen yang berlanjut kerusakan dinding apendiks dan pembentukan abses.
(Pissano et al, 2013). Menurut Sjamsuhidajat (2010), laki-laki maupun perempuan dapat berisiko
menderita apendisitis selama hidupnya sekitar 7-8%. Insiden tertinggi dilaporkan pada rentang usia 20-
30 tahun. Kasus perforasi apendiks pada apendisitis akut berkisar antara 20- 30% dan meningkat 32-
72% pada usia lebih dari 60 tahun, sedangkan pada anak kurang dari satu tahun kasus apendisitis
jarang ditemukan.
An. MI merupakan pasien dengan appendisitis perforasi memiliki riwayat periksa ke poli rawat
jalan Rumah Sakit Siloam Lippo Cikarang dengan keluhan nyeri perut kurang lebih 3 hari, muntah-
muntah. Nyeri tidak dapat tertahankan, pasien tampak meringis kesakitan, skala nyeri 8/7
menggunakan wong baker Faces Pain Rating Scale. Saran dokter spesialis bedah ialah rawat inap
untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Saat dirawat inap dilakukan pemeriksaan usg abdomen
dikarenakan muntah-muntah sudah berhenti namun nyeri perut masih dirasakan. Setelah diketahui
hasil dari USG abdomen bahwa hasilnya appendisitis perforasi, dokter langsung menyarankan operasi
laparatomi ekplorasi cito. Laparatomi sendiri merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor
dengan cara melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ dalam
abdomen yang mengalami masalah, misalnya kanker, pendarahan, obstruksi, dan perforasi
(Sjamsuhidajat, 2010). Jika laparatomi eksplorasi dilakukan pada An. MI dengan segera maka akan
mengakibatkan sepsis yang tidak terkontrol (akibat peritonitis), abses intra-abdomen atau septikemia
gram negatif, hingga menyebabkan kematian kematian. (Jaffe & Berger, 2010)
Pada peri operatif diagnosa keperawatan yang dapat diangkat adalah nyeri akut. Efek perforasi
appendiks yang terjadi pada anak mengakibatkan nyeri akut. Hal tersebut ditandai dengan pasien
tampak meringis kesakitan, terbaring memegang daerah perut yang sakit sebelah kanan, tampak
menahan sakit, pasien tidak tampak cemas karena berfokus pada diri sendiri menahan nyeri perut.
Skala nyeri 8/7 menggunakan menggunakan wong baker Faces Pain Rating Scale. Implementasi
keperawatan yang dilakukan adalah memposisikan pasien secara nyaman, mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam, menerapkan teknik distraksi dengan memutar musik, mengobservasi ttv serta
mengkaji kembali nyeri secara komprehensif.
Pada post operasi, masalah keperawatan yang dapat diangkat adalah hipotermi, risiko jatuh dan
risiko infeksi. Pada An. MI anestesi yang diberikan intra operasi adalah anestesi umum, pada anestesi
umum akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah dan menurunkan nilai ambang
vasokontriksi dengan menghambat fungsi termoregulasi sentral sedangkan terjadinya redistribusi panas
tubuh dari kompartemen sentral ke perifer. Sehingga menyebabkan klien mengalami hipotermi. Hal ini
sesuai dengan jurnal anestesi oleh Marcoz (2010) “Hypothermia and temperature regulation
considerations during anesthesia” dimana hasil penulisan pada anestesi umum dikatakan
menyebabkan terjadinya penurunan ambang vosokontriksi yang menyebabkan terjadinya hipotermi.
Sebagai implementasi yang telah di lakukan asuhan keperawatan menangani masalah hipotermi adalah
dengan pemberian air warming pada klien dengan tujuan menghangatkan tubuh klien agar tidak
terjadinya hipotermi.
Asuhan keperawatan atau intervensi lanjutan pada anak MI setelah dipindahkan ke ruang
perawatan adalah rencana ganti diit berubah menjadi cair yang dimulais sejak nanti malam sampai
besok (08/05/19), IVFD RL 1000ml/24 jam, observasi tanda-tanda adanya rembesan, kaji karakteristik
nyeri (PQRST), kolaborasi pemberian terapi sesuai pesan medis dari dokter yaitu Interpin 2x1gr,
Remopain 3x20mg, Metronidaxole 3x100mg. Edukasi kepada keluarga untuk tetap menjaga
kebersihan saat mengunjungi anak seperti melakukan hand hygiene sebelum masuk ruangan anak
untuk mengurangi resiko infeksi, kemudian edukasi kepada keluarga mengenai tanda-tanda ifeksi pada
luka operasi jika sudah masuk ke ruang perawatan maupun saat dirawat dirumah. Saat jam kunjung
edukasi kepada keluarga untuk berkunjung secara bergantian, membatasi pengunjung diruangan guna
mencegah resiko infeksi dan dampingi anak karena nyeri akan tetap terasa dan ajarkan keluarga teknik
distraksi seperti mengajak anak nonton film yang disukai atau mendengarkan musik untuk
mengalihkan perhatian anak terhadap nyeri sehingga nyeri menjadi minimal.
Daftar Pustaka
- Dictara, A. A., Angraini, D. I., & Musyabiq, S. (2018). Efektivitas Pemberian Nutrisi
Adekuat dalam Penyembuhan Luka Pasca Laparotomi. Majority, 250.
- Jaffe, B.M. & Berger, D.H. (2010). The appendix. Philadelphia: McGrawHill Co.
- Mangku Gde & Tjokorda, Senephati GA. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia Reanimasi.
Jakarta: indeks.
- Sjamsuhidajat, R dan Wim De Jong. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta:
EGC.
- Snell, Richard. 2014. Anatomi Klinis; Berdasarkan Sistem. Alih bahasa: Liliana
Sugiharto. Jakarta: EGC.