Anda di halaman 1dari 34

Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

2.7
HEMATOLOGI
BAB I
ONKOLOGI MEDIK
PENDAHULUAN

175
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

LIMFOMA NON-HODGKIN
Code ICD : D 60
PENGERTIAN
Limfoma non-hodgkin merupakan penyakit keganasan primer jaringan limfoid padat

DISGNOSIS
 Riwayat pembesaran kelenjar getah bening / massa tumor di tempat lain (tulang, intra
abdomen, hidung, lambung dsb)
 Riiwayat demam tanpa sebab yang jelas
 Penurunan berat badan 10% dalam waktu 1 bulan
 Keringat malam banyak, tampa sebab yang sesuai
 Pemeriksaan histopatologi tumor: sesuai dengan limfoma noon hodgkin (LNH)

DIAGNOSIS BANDING
Limfoma Hodgkin, limfadenitis, tuberkulosis, toksoplasmosis, filariasis, tumor padat yang
lain

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan sitologi kelenjar / massa tumor untuk mengetahui LNH tersebut serta
keterlibatan kelenjar lain yang membesar
 Laboratorium : darah tepi lengkap, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal
 Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
 CT scan atau USG abdomen untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah
bening (KGB) paraaorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor dalam abdomen
 Foto toraks untuk mengetahui pembesaran KGB mediastinum
 Pemeriksaan telinga hidung tenggorok (THT) untuk melihat keterlibatan cincin
Waldeyer
 Gastroskopi bila perlu untuk melihat keterlibatan lambung
 Bone scan atau foto bone survey bila perlu untuk melihat keterlibatan tulang

TERAPI
Derajat keganasan rendah
 Kemoterapi obat tunggal atau ganda, peroral.
 Radioterapi paliatif

Derajat keganasan menengah


 Stadium I s.d IIa : radioterapi atau kemoterapi parenteral kombinasi.
 Stadium Iib s.d IV : kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk
tujuan paliatif.

Derajat kaganasan tinggi


 Selalu kemiterapi parenteral kombinasi (lebih agresif)
 Radioterapi hanya berperan untuk tujuan paliatif

Reevaluasi hasil pengobatan :


 Stelah siklus kemoterapi kedua, keempat
176
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Setelah selesai pengobatan lengkap

KOMPLIKASI
Akibat langsung penyakitnya :
 Penekanan terhadap organ khususnya jalan napas, usus, dan saraf
 Mudah terjadi infeksi, bisa fatal

Akibat efek samping pengobatan :


 Aplasia sumsum tulang
 Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
 Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
 Neuritis oleh obat vinkristin

PROGNOSIS
Bergantung path derajat keganasan, tingkat penyakit, bulky mass, keadaan umum
pasien dan ada tidaknya gangguan organ yang meinpengaruhi pengobatan.
 Derajat keganasan rendah : Tidak dapat sembuh, namun dapat hidup lama.
 Derajat keganasan menengah : Sebagian dapat disembuhkan.
 Derajat keganasan tinggi: Dapat disembuhkan, cepat meninggal apabila tidak diobati.

WEWENAN G
 RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi - Onkologi
Medik
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 RS pendidikan : Departemen THT, Patologi Anatomi, Radiologi/Radioterapi
 RS non pendidikan: Bagian THT, Patologi Anatomi, Radiologi/ Radioterapi

REFERENSI
1. Reksodiputro, AH. Irawan C. Limfoma non Hodgkin. In: Suyono, S. Waspadji, S.
Lesmana, L. Alwi, I. Setiati, S. Sundaru, H. dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. JIlid II Edisi III. Jakarta :Balai Penerbit FKUI;2001.p. 607-21.
2. Non-Hodgkin’s Lymfomen. Hematologie K1apper. 8th ed. Leids Universitair Medisch
Centrum Leiden. Juni 1999:82-98.
3. Abdulmuthalib. Limfoma non-Hodgkin. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi l,
Oemarrdi M, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang
ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam
FKUI-RSCM; 1999. p. 113-4.

177
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

ANEMIA APLASTIK
Code ICD : D 61
PENGERTIAN
Anemia aplstik ada1ah anemia akibat aplasia sumsum tulang di mana jaringan hemopoiesis
diganti oleh jaringan lemak, dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Anemia aplastik berat
Selularitas sumsum tulang < 25% dan terdapat 2 dari 3 gajala berikut
 Granulosit < 500/ul
 Trombosit < 20.000/ul
 Retikulosit < 10 0/00
2. Anemia aplastik
 Sumsum tulang hipoplastik
 Pansitopenia dengan satu dari tiga pemeriksaan darah seperti pada anemia aplastik
berat

DIAGNOSIS
 Anamnesis :
− Riwayat paparan terhadap zat toksik (obat, lingkungan kerja,hobi), menderita
infeksi virus 6 bulan terakhir (hepatitis, parvovirus), pernah mendapat transfusi
darah
− Gejala anemia : rasa lemas/lemah,pucat,pusing,sesak napas/gagal jantung,
berkunang-kunang
− Tanda-tanda infeksi : sering demam
− Akibat trombositopenia : perdarahan (menstruasi lama,epistaksis,perdarahan gusi,
perdarahan dibawah kulit, hematuria, buang air besar campur darah, muntah
darah)
 Pemeriksaan Fisik : Konjuktiva pucat, takikardi, tanda pendarahan
 Pemeriksaan penunjang : darah tepi lengkap ditemukan pansitopenia, serologi virus
(hepatitis, parvovirus)
 Diagnosis pasti : sitologi dan histopatologi sumsum tulang

DIAGNOSIS BANDING
Mielofibrosis, anemia hemolitik, anemia defisiensi, anemia karena penyakit kronik, anemia
karena penyakit keganasan sumsum tulang, hipersplenisme, leukimia akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium : darah tepi lengkap, serologi virus
 Aspirasi dan biopsi sumsum tulang

TERAPI
Terapi penunjang :
 Transfusi komponen darah (PRC dan/atau TC) sesuai indikasi (pada topik transfusi
darah)
 Menghindari dan mengatasi infeksi
 Kortikosteroid : prednison 1-2 mg/kgBB/hari
 Androgen : metenolol asetat 2-3 mg/kgBB/hari, maksimal diberikan selama 3 bulan

178
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Splenektomi dilakukan bila tidak respon dengan steroid. Bila pasien menolak
spelenektomi dapat diberikan terapi imunosupresif :
− Siklosporin 5 mg/kgBB/hari
− ATG (anti thymocyte globulin) 15 mg/kgBB/hari intravena selama 5 hari
− Transplantasi sumsum tulang,bila ditemukan HLA yang cocok

Respon terapi :
 Komplit : granulosit > 1000/ul, trombosit > 100.000/ul,Hb normal
 Parsial : granulosit > 500/ul, tidak membutuhkan transfusi darah merah dan trombosit
 Minimal : granulosit > 500/ul, membutuhkan transfusi darah merah dan trombosit
 Tidak berespon : anemia aplastik berat menetap

KOMPLIKASI
Infeksi bisa fatal, perdarahan, gagal jantung pada anemia berat

PROGNOSIS
 Dubia, tergantung tingkat hipoplasianya
 Pada umumnya pasien meninggal karena infeksi, perdarahan atau komplikasi
transfusi darah

WEWENANG
 RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS pendidikan : Departemen Ilmu penyakit Dalam, Divisi hematologi – Onkologi
Medik
 RS non pendidikan : Bagian Illmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 RS pendidikan : Departemen Patologi Anatomi
 RS non pendidikan : Bagian Patologi Anatomi

REFERENSI
1. Salonder H. Anemia aplastic. Dalam : Suyono, S. Waspadji, S. Lesmana, L. Alwi, I.
Setiati, S. Sundaru, H. Dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi III. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta 2001 : 501-8.
2. Aplastische anemie. Hematologie Klapper. 8th ed. Leids Universitair Medich Centrum
Leiden. Juni 1999 : 12-16.
3. Widjanarko A. Anemia aplastik. In : Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Oemardi M,
Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmu penyakit
dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI RSCM ; 1999.p. 102-3.

179
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

LEUKEMIA AKUT
CODE ICD : C 95.0
PENGERTIAN
Leukemia akut merupakan penyakit proliferasi neoplastik yang sangat cepat dan progresif
sehingga susunan sumsum tulang normal digantikan oleh set primitif dan sel induk darah
(sel bias dan atau satu tingkat di atasnya). leukemia akut dibagi dua yaitu : leukimia
mieblastik akut, leukemia limfobiastik akut

DIAGNOSIS
 Anamnesis :
− Gejala anemia : rasa lemas/ lemah, pucat, pusing, sesak napas/ gagal jantung,
berkunang-kunang
− Tanda –tanda infeksi: sering demam
− Akibat trombositopenia : perdarahan (menstruasi lama, epistaksis, perdarahan
gusi, perdarahan dibawah kulit, hematuria, buang air besar campur darah,
muntah darah)
 Pemeriksaan fisik: pucat, demam, pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
superfisial, organomegali, petekie/ purpura/ ekimosis
 Pemeriksaan penunjang : Aspirasi sumsum tulang, hitung jenis sel bias dan/atau
progranulosit > 30%

DIAGNOSIS BANDING
Sindrom mielodisplasia (MDS), reaksi leukemoid, leukimia kronis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium : darah tepi lengkap (termasuk retikulosit dan hitung jenis), LDH, asam
urat, fungsi ginjal, fungsi hati, serologi virus (hepatits, HSV, EBV,CMV)
 Sitologi aspirasi sumsum tulang, sitogenetik

TERAPI
Perawatan di ruang rawat isolasi imunitas menurun :
Persiapan pengoabatan sitoreduksi :
 Akses vena sentral
 Anti emetik
 Profilaksis asam urat (allopurinol sesuai CCT, hidrasi cukup > 2000 ml/24 jam,
alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat oral 4 x 500-1000 mg/hari (target
pH urin >7)
 Tunda haid (lynestrenol)
 Antibiotika dekontaminasi parsial
 Profilaksis sterptokokus (benzylpenicilline 4 x 1 gr)
 Vitamin K2 kali seminggu 5 mg per oral
 Asam folat 1 x 5 mg/hari dan vit B12 1000 ug/minggu
 Leukoferesis untuk mencegah leukostasis jika leukosit > 100.000/ul dikombinasi
metilprednisolon 5 mg/kg/hari

Pemeriksaan rutin :
180
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Turn over rate sel tumor (LDH, asam urat)
 Eletrolit (Na,K, Ca)
 Hemostasis lengkap
 Fungsi ginjal (ureum kreatinin)
 Keasaman urin
 Fungsi hati (bilirubin direk/indirek,SGOT/SGPT, ALP)
 Gula darah
 Serologi virus
 Surveillance bakteriologi
 Foto dada
 Pungsi lumbal diagnostik jangkitan otak

Kuratif:
 Sitoreduksi dengan sitostatika mulai dan atau progranulosit < 5% pada sitologi aspirat
sumsum tulang
 Transplantasi sel induk darah alogenik atau autogenik dari darah perifer, sumsum
tulang atau tali pusar

Paliatif

Respons terapi
Komplit:
 Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit < 5% pada sitologi aspirat sumsum tulang
 Pada darah tepi tidak ditemukan blas leukosit>3000/ul, granulosit > 1500/ul dan
trombosit > 100.00/ul
Partial:
 Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit 5 – 10% pada sitologi aspirat sumsum
tulang
 Pada darah tepi dapat ditemukan sel blas
Tidak respon:
 Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit > 10% pada sitologi aspirat sumsum
tulang

KOMPLIKASI
Sindrom lisis tumor, infeksi neutropenia dan perdarahan trombopenia / koagulasi
intravaskular diseminata

PROGNOSIS
Malam

WEWENANG
 RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS pendidikan : Departemen Ilmu penyakit Dalam Divisi Hematologi – Onkologi
Medik
181
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 RS non pendidkan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 RS pendidikan : Departemen Patologi Anatomi
 RS non pendidikan : Bagian Patologi Anatomi

REFERENSI
1. Acute leukimia algemeen. Hematologi Klapper. 8th ed. Leids Universitair Medisch
Centrum Leiden. Juni 1999 : 20-1.
2. Abdulmuthalib. Leukimia akut. In : Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Oemardi M, Gani
RA, Mansjoer A, eds. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmu penyakit dalam.
Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
RSCM ; 1999.p. 110-3.

SINDROM LISIS TUMOR

182
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

CODE ICD :
PENGERTIAN
Sindrom lisis tumor adalah sindrom yang ditandai berbagai kombinasi antara hiperurisemia,
hiperkalemia, hiperfosfatemia, asidosis laktat dan hipokalsemia yang disebabkan oleh
pengrusakan sejumlah besar sel neoplasma yang sedang berproliferasi secara cepat.

DIAGNOSIS
 Anamnesis: Riwayat mendapat kemoterapi dalam 1-5 hari terakhir, jenis tumor yang
diderita (limfoma burkitt, leukemia limfoblastik akut dan limfoma derajat tinggi
lainnya)
 Pemeriksaan fisik: Tidak khas, sesuai dengan kelainan yang terjadi (misalnya:
pernapasan kussmaul pada asidosis laktat, oliguria/ anuria bila terjadi gagal ginjal,
aritmia ventrikel pada hiperkalemia)
 Laboratoriium: Peningkatan LDH, asam urat darah, kalium darah, fosfat darah
penurunan kalsium darah, analisis gas darah (AGD) menunjukkan asidosis metabolik,
urinalisa menunjukkan pH urin <7 dan! terdapat kristal asam urat

DIAGNOSIS BANDING
Gagal ginjal akut karena penyebab yang lain

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: DPL, ureum, kreatinin, LDH, K, F, Ca, asam urat, AGD, uninalisis

TERAPI
 Mencegah dan mendeteksi faktor risiko Iebih penting
 Hidrasi adekuat 3000 ml/m2 per hari
 Mempertahankan pH urin > 7 dengan pembeñan Na bikarbonat
 Allopurinol 300 mg/m2 per hari
 Monitor fungsi ginjal, elektrolit, AGD dan asam urat
 Bila secara konservatif tidak berhasil dan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut (K>
6 meq/1,asam urat > 10 mg/dl, kreatinin > 10 mg/dl, F>10 mg/dl atau semakin
meningkat, hipokalsemia simtomatik) maka dilakukan hemodialisa

KOMPLIKASI
Gagal ginjal akut, anitmia ventrikel, kematian mendadak

PROGNOSIS
Malam

WEWE NAN G
 RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Hematologi-Onkologi
 RS non pendidikan : Bagian ilmu Penyakit Dalam

183
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT TERKAIT

IDIOPHATiC THROMBOCYTOPENIA
PURPURA
CODE ICD : D 93.1
DIAGNOSIS
Untuk menyingkirkan kemungkinan idiophatic thrombocytopenia purpura (ITP) sekunder
 Anamnesis:
− Riwayat obat-obatan (heparin, alkohol, sulfonamides, kuinidin/ kuinin, aspirin) dan
bahan kimia
− Gejala sistemik: pusing, demam, penurunan berat badan
− Gejala penyakit autoimun: artralgia, rash kulit, rambut rontok
− Riwayat perdarahan (lokasi, banyaknya, lamanya), risiko infeksi HIV, status
kehamilan, riwayat transfusi, riwayat pada keluarga (trombositopenia, gejala
perdaráhan dan kelainan autoimun),
− Penyakit penyerta yang dapat meningkatkan risiko perdarahan (kelainan
gastrointestinal, sistem saraf pusat dan Urologi)
− Kebiasaan/ hobi: aktivitas yang traumatik
 Pemeriksaan fisik:
− Perdarahan (lokasi dan beratnya)
− Jarang ditemukan organomegali, tidak ditemukan jaundice atau stigmata
− penyakit hati kronik
− Tanda infeksi (bakteremial infeksi HIV)
− Tanda penyakit autoimun (artritis, goiter, nefritis, vaskulitis)
 Pemeriksaan penunjang
− Darah tepi: hitung trombosit < 150.000/uL dengan tidak dijumpai sitopenia lainnya,
pemeriksaan morfologi darah tepi dapat dijumpai trombosit muda yang
berukuran lebih besar.
− Laboratoriuin kimia rutin dan enzim hati
− Pemeriksaan serologi virus (dengue, CMV, EBV, HIV, rubella)
− Pemeriksaan ACA, Coomb’s test, C3, C4, ANA, anti dsDNA
− Pemeriksaan imunoelektroforesis protein
− Pemeriksaan hemostasis normal bila tidak ada komplikasi, kecuali masa perdarahan
yang memanjang
− Pemeriksaan pungsi sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat
− Pemeriksaan autoantibodi trombosit.

DIAGNOSIS BANDING
 Berkurangnya produksi trombosit/ aplasia megakariosit baik yang kongenital atau
didapat
 Gangguan distribusi trombosit (hipersplenisme, hipotermia)
 Peningkatan penghancuran trombosit (ITP sekunder, drug induced, kehamilan dll)
 Pseudotrombositopenia akibat EDTA terlalu banyak pada spesimen darah tepi

184
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium : darah tepi lengkap, enzim hati, kimia rutin, ACA, Comb test, C3, C4,
ANA, anti ds DNA, serologi virus, anti HIV, antibodi antitrombosit
 Sitologi aspirasi sumsum tulang
TERAPI
ITP AKUT :(anak-anak, selflimiting)
 Trombosit > 30.000/ul, asimtomatik/ purpura minimal  tidak diterapi rutin
Trombosit < 20.000/ul dengan perdarahan bermakna atau < 10.000/ul dengan purpura
minimal  Steroid (prednison 1-2mg/kgBB/hari).
 Mengingat ITP pada anak bersifat selflimiting, maka lama terapi dibatasi selama 21
hari. Dapat juga diberikan IV Ig/kg 1 hari.
 Perdarahan yang mengancam jiwa  dirawat, steroid injeksi dosis tinggi
(metilprednisolon 30 mg/kg/hari) atau steroid oral dosis tinggi (prednison 4-8
mg/kg/hari) dan transfusi trombosit

ITP kronik (dewasa)


Terapi suportif :
 Membatasi aktivitas yang berisiko trauma
 Menghindari obat-obatyang mengganggu fungsi trombosit
 Transfusi PRC sesuai kebutuhan
 Transfusi trombosit bila:
− Perdarahan masif
− Adanya ancaman perdarahan otak/SSP
− Persiapan untuk operasi besar

Perawatan RS untuk pasien dengan :


 Perdarahan berat yang mengancam jiwa
 Trombosit < 20.000/ul dengan perdarahan otak /SSP
 Trombosit > 50.000/ul asimtomatik/ dengan purpura minimal  tidak diterapi
 Trombosit < 30.000/ul dengan/ tanpa gejala, 30.000-50.000/u dengan perdarahan
bermakna, kadar trombosit berapa saja dengan perdarahan yang mengancam jiwa 
diterapi :

Steroid
( prednison 1-2 mg/kg/hari), dipertahankan 3-4 minggu lalu tapp down, maksimal selama
6 bulan. Prednison tidak boleh diberikan dalam jumlah tinggi lebih dari 4 minggu pada
pasien tidak respon.

Splenektomi
Indikasi :
 Gagal remisi dengan terapi steroid dalam 6 bulan observasi
 Memerlukan dosis maintanance steroid yang tinggi
 Adanya kontraindikasi / intoleransi terhadap steroid

Pilihan terapi yang lain :


 Obat-obat imunosupresan (siklofostamid, azatioprin, vinkristin)
 Preparat androgen (danazol)

185
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Exchange plasmapharesis pada pasien dengan keadaan sakit berat
 Hormonal anavulatoir

KOMPLIKASI
Infeksi, ITP berat, DM induced steroid, hipertensi, immunocompromised

PROGNOSIS
 ITP akut: bonam
 ITP kronik: dubia ad malam

WEWENANG
 RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hemato1ogi - Onkologi
Medik
 RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

REFERENSI
 Idiopatische trombocytopenische purpura. Hematologie Klapper 8th ed. Leids
Universitair Medisch Centrum Leiden. Juni 1999:113-7.
 Djoerban Z. Immune trombocytopenic purpura. In: Simadibrata M Setiati S. Alwi I,
Oemardi M Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang
ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat informasi dan Penerbitan Departemen ilmu
Penyakit Dalam FKUI-RSCM; 1999. p. 104-8.

186
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

TROMBOSIT VENA DALAM

CODE ICD : D 68
PENGERTIAN
Trombosis vena dalam adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama
pada vena tungkai bawah

DIAGNOSIS
Gejala klinik bervariasi (90% tanpa gejala klinis)
Pasien dengan risiko tinggi yaitu apabila :
 Riawayat trombosit, strok
 Pasca tindakan bedah terutama bedah ortopedi
 Imobilisasi lama terutama paska trauma/penyakit berat
 Luka bakar
 Gagal jantung akut atau kronik
 Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi
 Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok
 Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon estrogen
 Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk trombosis

Anamnesis
Nyeri lokal, bengkak, perubahan warna dan fungsi berkurang pada anggota tubuh yang
terkena

Pemeriksaan fisik
 Edem, eritem, peningkatan suhu lokal tempat yang terkena, pembuluh darah vena
teraba, Homan’s sign (+)
 Berdasarkan data tersebut di atas sering ditemukan negatif palsu
 Prosedur diagnosis baku adalah pemeriksaan venografi

Pemeriksaan penunjang :
 Kadar antitrombin III (AT III) menurun (N: 85-125%)
 Kadar fibrinogen degradation product (FDP) meningkat
 Titer D-dimer meningkat

DIAGNOSIS BANDING
pasca flebitis, varises, gagal jantung, trauma, refluks vena, selulitiS, ,is, abses inguinal,
keganasan dengan sumbatan kelenjar limfe atau vena, lermatitis kontak, eritema nodosum,
kehamilan, flebitis superfisial, paralisis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Radio1ogi: venografi/ flebografi, USG vena-B mode atau colour doppler

187
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Laboratorium : kadar AT III, protein C, protein S, antibodi antikardiolipin profil lipid,
agregrasi trombosit

Tersangka DVT

Ultrasonografi

DVT ada 3 pilihan

Pertimbangan klinis D-dimer


(+) (-)

Rendah Sedang/tinggi 1 minggu DVT dapat


Ultrasonografi disingkirkan
(+) (-)

DVT dapat disingkirkan obati

Diagram Pendekatan Diagnosis DVT

TERAPI
Non farmakologis:
 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan aliran darah vena
 Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular
 Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksi-ekstensi,
menggegam dll, tindakan ini akan meningkatkan aliran darah di vena-vena yang
masih terbuka (patent)
 Pemakaian kaus kaki elastik (elastic stocking), alat ini dapat meningkatkan aliran
darah vena

Farmakologis:
1. Antikoagulan
Heparin (unfractionatJ)
 Bolus intravena 100 IU/kg dilanjutkan drip muiai 1000 IU/jam
 Target ApTT 1,5-2,5 x kontrol, bila
− aPTT < 1 ,5x kontrol, dosis -100- 200 IU/jam
− aPTT 1,5 - 2,5x kontrol, dosis tetap
− aPTT > 2,5x kontrol, dosis - 100 - 200 IU/jam
 Hari I : aPTT diperiksa tiap 6 jam
Hari II : aPTT diperiksa tiap 12 jam

188
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Hari III : aPTT diperiksa tiap 24jam

LMWH(low molecular weight heparin)


 Nadroparin 0,1 ml/kg/12 jam
 Enoksaparin 1 mg/kg/12 jam
 Tidak perlu pemantauan

Warfarin

 Warfarin dapat dimulai segera sesudah pemberian heparin dengan dosis hari 16-10
mg malam hari, hari kedua II diturunkan.
 INR diperiksa setelah 4-5 hari kemudian.dengan target 2-3. Bila target INR
tercapai, heparin dapat dihentikan 24 jam berikutnya
 Lama pemberian tergantung ada tidaknya faktor resiko.
− Bila tidak ada faktor risiko, dapat distop dalam 3-6 bulan
− Bila ada faktor risiko dapat diberikan lebih lama atau bahkan seumur hidup
 Cara penyesuaian dosis INR
− INR 1,1-1,4
Hari I  naikkan 10-20% dan total dosis mingguan
Mingguan  naikkan 10-20% dani total dosis mingguan
Kembali 1 minggu
− INR 1,5-1,9
Hari I  naikkan 5-10% dan total dosis mingguan
Mingguan  naikkan 5-10% dani total dosis mingguan
Kembali 2 minggu
− INR 2,0-3,0
Tidak ada perubahan
Kembali 1 minggu
− INR 3,1-3,9
Hari I  kurangi 5-10% dan total dosis mingguan
Mingguan —, kurangi 5-15% dari dosis total mingguan
Kembali 2 minggu
− INR 4,0-5,0
Hari I  tidak dapat obat
Mingguan  kurangi 10-20% dan dosis total mingguan
Kembali 1 minggu
− INR>5,O
Stop warfarin, pantau sampai INR 3,0
Mulai dengan dosis kurang 20-50%
Kembali tiap hari

2. Trombolisis (streptokinase, tPA)


 Terapi ini dapat dipertimbangkan sampai 2 minggu setelah pembentukan trombus
( trombosis vena iliaka atau vena femoralis akut atau subakut)
 Tidak dianjurkan untuk trombus yang berusia lebih dari 4 minggu
3. Antiagregasi trombosit (aspirin, dipiridamol, sulfinpirazon)
189
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Bukan merupakan terapi utama
 Pemakaiannya dapat dipertimbangkan 3-6 minggu setelah terapi standar heparin
atau warfarin

KOMPLIKASI
Perdarahan akibat antikoagulan/ antiagregasi trombosit, trombositopenia akibat heparin,
Osteoporosis pada pasien yg mendapat heparin > 6 bulan dengan dosis 10.000 U/hari

PROGNOSIS
Tergantung pada penyebab, pada yang tidak disertai komplikasi baik

WEWENANG
 RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakjt Da1am
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologj - Onkologi
Medik
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 RS pendidikan : Departemen Radiologi, Bedah / Vaskular
 RS non pendidikan: Bagian Radiologi, Bedah

REFERENSI
1. Supandiman, I. Trombosis. Dalam: Suyono, S. Waspadji, S. Lesmana, L. Alwi, I.
Setiati, S. Sundaru, H. dkk. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi III. Balai
Penerbit FKUI Jakarta 2001:588-91.
2. Tambunan, KL Terapi antikoagulan pada trombosis vena dalam, Dalam: Setiati, S.
Bawazier, LA. Atmakusuma, D. Kasjmir, YI. Syam, AF. Gustaviani, R. Current
treatment in internal medicine 2000. PIP IPD FKUIJakarta 2000:19-22.
3. Atmakusuma, D. Perbedaan trombosis vena dalam dan trombosis arteri akut dalam
hal diagnosis dan tatalaksana. Dalam: Prodjosudjadi, W. Setiati, S. Alwi I.
Pertemuan Ilmiah Nasional PB PAPDI 2003, therapeutic update and workshop in
internal medicine. PIP IPD FKUI Jakarta 2003:193-205.
4. Tambunan, KL. Peran terapi medicamentosa pada DVT kronik. Dalam: Simadibrata,
M Alwi, I. Kasjmir YI Bawazier LA. Syam, AF Mansjoer A. Penyakit kronik dan
degeneratif penatalaksanaan dalam praktek sehari-hari. PIP IPD FKUI Jakarta
2003: 9-13.

190
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

KOAGULASI INTRAVASKULAR
DISEMINATA

CODE ICD : D 65
PENGERT1AN
Koagulasi intravaskular diseminata adalah aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis secara
berlebihan dan terjadi pada waktu yang bersamaan

DIAGNOSIS
Klinis :
 Gejala-gejala umum seperti demam, hipotensi, asidosis, hipoksia, proteinuria,
 Tanda-tanda perdarahan (petekie, purpura, ekimosis, hematoma, hematemesismelena,
hematuria, epistaksis)
 Manifestasi trombosis  gagal organ (paru, ginjal, hati)
 KID merupakan akibat dari kausa primer yang lain :
− Bidang obsetri (emboli cairan amnion, kematian janin intra-uterin, abortus
septik)
− Bidang hematologi (reaksi transfusi, hemolisis berat, leukimia)
− Infeksi (septikimia, gram negatif, gram positif ; virus HIV, hepatitis, dengue ;
parasit malaria)
− Trauma, penyakit hati akut, luka bakar)

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Kompensasi Hiperkonpensasi Dekompensasi


Tombosit N N 
N N/ 
PT N N/ 
Fibrinogen N N/ 
D Dimer +/ +/ ++/

 Drah tepi : trombositopenia atau normal, burr cell (+)


 Pemeriksaan hemostasis pada KID

DIAGNOSIS BANDING
Fibrinolisis primer, penyakit hati berat, pseudo KID

191
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : DPL, hemostasis lengkap (PT, aPTT, fibrinogen, d-dimer)

TERAPI
 Suportif
− Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik
− Memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah
− Membebaskan jalan napas
− Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan asam basa
− Memperbaiki dan menstabilakan keseimbangan elektrolkit
 Mengobati penyakit primer
 Menghambat proses patologis
− Antikoagulan
Heparin inytavena bolus tiap 6 jam dosis 5000 IU, evaluasi aPTT dengan target
1,5-2,5 x kontrol pada jam kedua dan keempat
Bila pada jam kedua :
aPTT < 1,5 x kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U
aPTT 1,5 – 2,5 x kontrol, dosis heparin tetap
aPTT > 2,5 x kontrol, evaluasi APTT pada jam keempat, bila :
aPTT < 1,5 x kontrol, heparin dikurangi menjadi 7500 U
aPTT > 2,5 x kontrol, heparin dikurangi menjadi 2500 U
− Transfusi sesuai komponen darah sesuai indikasi (PRC, TC, FFP, kriopresipitat)

KOMPLIKASI
Gagal organ, syok/ hipoperfusi, trombosis vena dalam, KID fulminan

PROGNOSIS
Malam

WEWENANG
 RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


• RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi - Onkologi Medik
• RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

REFERENSI
1. Tambunan, KL. Koagulasi intravascular diseminata. Dalam: Suyono, S. Waspadji, S.
Lesmana, L. Alwi, I. Setiati, S. Sundaru, H. dkk. Buku Ajar ilmu PenyakitDalam. Jilid
II. Edisi III. Jakarta :Balai Penerbit FKUI; 2001:555-64.
2. Tambunan, KL. Diagnosis dan penatalaksanaan koagulasi intravascular diseminata.
in: Suberkti, I. Lydia, A. Rumende, CM. Syam, AF. Mansjoer, A. Suprohita.
Penatalaksanaan kegawat daruratan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. PIP JPD FKUI
Jakarta 2001: 25-3 1.

192
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

TROMBOSITOSIS PRIMER/SENSIAL

CODE ICD : D 75.2


PENGERTIAN
 Trombositosis adalah bila jumlah trombosit lebih dari jumlah normal tertinggi
(450.00/ul)
 Trombositosis primer adalah kelainan klonal dari sistem sel multipotensial
hemopoitek

DIAGNOSIS
 Anamnesis :
− Sakit seperti trbakar pada telapak tangan dan kaki serta berdenyut, cenderung
timbul kembali disebabkan panas, pergerakan jasmani dan hilang bila kaki
ditinggikan (eritromialgia).
− Gejala-gejala iskemia serebrovaskular kadang tidak spesifik seperti sakit kepala,
pusing, defisit neurologi fokal, serangan iskemia sepintas, kejang atau oklusi
arteri retina.
− Pada wanita hamil ditemukan riwayat abortus berulang, pertumbuhan fetus
terhambat
 Pemeriksaan fisik :
− Splenomegali (40%), tanda-tanda perdarahan atau trombosis sesuai lokasi yang
terkena.
 Pemeriksaan laboratorium :
− Jumlah trombosit seringkali > 1 juta/ml
− Laju endap darah normal
− Variasi bentuk trombosit abnormal (raksasa, hipogranural), fragmen trombosit
− Masa perdarahan normal
− Faktor VIII/von Willebrand normal

DIAGNOSIS BANDING
Trombositosis reaktif, trombositosis sekunder

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium: darah perifer lengkap, morfologi trombosit, laju endap darah,
masa perdarahan, faktor VIII/ von willebrand, tes agregasi trombosit dengan epinefrin

TERAPI
Tujuan pengobatan untuk menurunkan jumlah trombosit dan menurunkan fungsi trombosit
 Untuk menurunkan trombosit :
1. Hydrokxyuria (hydrea) : 15 mg/kg/BB/hari

193
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
2. Anagrelide (agrylin) : 4 kali 1,5 -2,5 mg sehari, dimulai dosis rendah dan
dinaikkan secara bertahap tiap minggu
3. Thromboreduction
4. Interferon alfa : 3 juta IU, tiga kali satu minggu
5. Fosforus-32
 Untuk menurunkan fungsi trombosit :
1. Aspirin
2. Tiklopidin
3. Klopidogrel

KOMPLIKASI
 Perdarahan (memar kebiruan, epistaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan pasca
operasi). Risiko terbesar bila trombosit > 1 juta/ml dan mendapat aspirn.
 Trombosis (eritromialgia, iskemia ginjal, infark miokard, strok, iskemi mesenteteric,
infark plasenta, sindrom Budd Chiari). Risiko terbesar bila sebelumnya ada riwayat
trombosis, umur lebih dan 60 tahun dan sudah lama mengalami trombositosis.
 Trombosis esensial dapat mengalami transformasi menjadi mielofibrosis (4%),
polisitemia vera (2,7%), leukemia mielositik akut (0,6-5%)

PROGNOSIS
 Ad vitam: dubia
 Ad fungsionam: dubia
 Ad sanasionam: malam

WEWENANG
 RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi - Onkologi
Medik
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

REFERENSI
1. Tambunan, KL Trombositosis dan trombositosis esensial. In: Atmakusuma, A.
Uyainah, A. Irawan, C. Suhendro. Current diagnosis and treatment in internal
medicine 2003. PIP IPD FKUI Jakarta 2003:94-9.
2. Essentiele trombocytemie. Hematologie Klapper 8th ed. Leids Universitair Medisch
Centrum Leiden. Juni 1999:50-1.

194
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

SINDROM VENA KAVA SUPERIOR

CODE ICD : C 76.1


PENGERTIAN
Sindrom vena kava superior adalah kumpulan gejala yang disebabkan obstruksi vena
superior oleh sebuah tumor mediastinum.

DIAGNOSlS
 Anamnesis : keluhan sakit kepala, mual, muntah-muntah, gangguan penglihatan,
sinkop, suara serak, sesak napas, disfagia dan sakit punggung
 Pemeriksaan fisik : distensi tubuh sebelah atas, edema muka, leher, lengan dan dada
atas, sianosis.

DIAGNOSIS BAND1NG
 Tumor mediastinum : tumor ganas, teratoma, limfoma malignum
 Tumor paru

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi : foto toraks, CT scan toraks

TERAPI
 Radioterapi pada kasus darurat dapat meringankan gejala pada 70% kasus. Dosis
harian dimulai dengan dosis tinggi (400 cGy) untuk mendapatkan pengecilan masa
tumor yang dibutuhkan
 Pada limfoma malignum atau kanker paru jenis SCLC, kemoterapi akan sama
efektifnya dengan radioterapi.

KOMPLIKASI
Trombosis vena jugularis dan otak

PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad malam
 Ad fungsionam : malam
 Ad sanasionam : malam

WEWENANG
 RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

195
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi -Onkologi
Medik, Pulmonologi
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 RS pendidikan : Departemen Radiologi, Radioterapi, Bedah / toraks
 RS non pendidikan : Bagian Radiologi, Bedah

REFERENSI
1. Djoerban, Z. Kedaruratan onkologi. Dalam : Waspadji, S. Gani, RA> Setiati, S. Alwi,
I. Bunga rampai Ilmu Penyakit Dalam. Balai penerbit FKUI Jakarta 1996 : 97-110.
2. Kaiser, LR. Putnam, JB. The mediastinum : overview, anatomy and diagnostic
approach. In : Fishman, AP. Elias, JA. Grippi, MA. Kaisser, LR. Senior, RM.
Fishman’s manual of pulmonary disease and disorders. 3 rd ed. McGraw-Hill USA
2002 : 521-34

196
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

HIPERKALSEMIA

CODE ICD :
PENGERTIAN
Hiperkalsemia merupakan kedaruratan onkologi yang sering ditemukan sebagai akibat
metabolik dari keganasan

DIAGNOSIS
 Anamnesis : anoreksia, mual, muntah-muntah, polyuria
 Pemeriksaan fisik : penurunan kesadaran Pemeriksaan penunjang : Kadar kalsium
serum meningkat

DIAGNOSIS BANDING

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan kadar kalsium darah, fungsi ginjal

TERAPI
1. Diuresis paksa dengan larutan salin (200-250 ml/jam) dan furosemide disertai monitor
ketat balans cairan dan fungsi kardiopulmoner
2. Mithramycin 25 ug/kg intravena. Tidak boleh digunakan pada gagal ginjal dan
trombositopenia
3. Kartikosteroid, efek terapi dicapai setelah 5-10 hari pengobatan. Berguna pada
hiperkalsemia pada limfoma malignum, mieloma multiple dan karsinoma payudara.
4. bisfosfonat (penghambat osteoklas) bila hiperkalsemia refrater terhadap cara-cara
sebelumnya atau terdapat kontraindikasi.
5. kunci keberhasilan dalam mengendalikan hiperkalsemia adalah kemoterapi yang efektif

KOMPLIKASI
Gagal ginjal akut

PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia
 Ad fungsionam : dubia ad malam
 Ad Sanasionam : malam

WEWENANG
 RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

197
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT YANG MENANGANI


 RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi – Onkologi
medik
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 RS pendidikan Departemen Patologi Klinik
 RS non pendidjkan Bagian Patologi Klinik

REFERENSI:
Djoerban, Z Kedaruratan onkologi. In: Waspadji, S. Gani RA. Setiati S. Alwi l. Bunga
rampai ilmu penyakit dalam. Jakarta : Balai penerbit FKUI 1996; p. 97-110

198
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

HIPERURISEMIA

CODE ICD :
PENGERTIAN
Hiperurisemia merupakan kelainan yang terjadi akibat pengobatan pada leukemia,
gangguan mieloproliferatif, limfoma atau mieloma yaitu ketika sel-sel tumor mengalami
penghancuran selain kemoterapi di mana purin akan dilepaskan dalam jumlah banyak untuk
kemudian mengalami katabolisme menjadi asam urat

DIAGNOSIS
 Uremia, hematuria dan rasa nyeri menandakan adanya batu ginjal
 asam urat melebihi 10 mg/dl dan rata-rata 20 mg/dl. Oliguria atau anuria dengan atau
tanpa adanya kristal asam urat. Kadar nitrogen darah dan serum kretinin meningkat
 Perbandingan asam urat dengan kreatinin > 1, dihitung menurut sampel acak,
mendukung diagnosis nefropati akibat hiperurisemia

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan kadar asam urat darah, fungsi ginjal, urinalisis

TERAPI
1. Alupurinol, hidrasi dan alkalinisasi urin seperti pada sindrom lisis tumor
2. Hemodialisis jika diperlukan, dapat menurunkan kadar asam urat dan memperbaiki
fungsi ginjal

KOMPLIKASI
 Batu ginjal
 Gagal ginjal

PROGNOSIS
 RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi - Onkologi
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
Unit hemodialisis, Departemen Patologi kiinik

REFERENSI:
199
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Djorban, Z Kedaruratan onkologi. In: Waspadji, S. Gani, RA. Setiati, S. Alwi I, Bunga
rampai Ilmu penyakit dalam Jakarta : Balai penerbit FKUI I996.p. 97-110

TERAPI SUPORTIF
PADA PASIEN KANKER

CODE ICD :
PENGERTIAN
Terapi suportif pada pasien kanker merupakan hal yang amat penting, sehingga tidak jarang
lebih penting dari pada pengobatan pembedahan, radiasi maupun kemoterapi karena
pengobatan suportif ini justru sering berkaitan dengan usaha untuk mengatasi masalah-
masalah yang dapat mengancam jiwa. Pengobatan suportif ini tidak hanya diperlukan pada
pasien kanker yang menjalani pengobatan kuratif tetapi juga padapengobatan paliatif.
Pengobatan suportif ini meliputi :
1. Masalah nutrisi dan gangguan saluran cerna
2. Penanganan nyeri
3. Penanganan infeksi
4. Masalah efek samping sitostatika terutama efek mielosupresi

DIAGNOSIS
Masalah Nutrisi
 Anamnesis : penurunan berat badan yang cepat
 Antropometri : tebal lemak kulit (M. deltoideus lengan atas), indeks masa tubuh ( di
bawah 1,5 menunjukkan katabolisme berlebihan), penilaian terhadap masa otot
 Laboratorium :
− Hitung limsofit (bila menurun berarti ada gangguan respons imun),
− Kadar albumin dan prealbumin (albumin < 3 g/dl dan prealbumin < 1,2 g/dl
menunjukkan malnutrisi),
− Kadar urea nitrogen urin (>24 g/ 24 jam menunjukkan katabolisme protein
berlebihan), kadar feritin darah

Penanganan Nyeri
 Anamnesis : waktu timbul nyeri, lokasinya, intensitasnya dan faktor yang menambah
atau mengurangi nyeri.
 Anamnesis yang teliti dapat diketahui jenis nyeri pada pasien, apakah nyeri viseral,
somatik atau neuropatik.
 Dari anamnesis dapat juga diketahui tingkatan nyeri, menggunakan alat bantu VAS
(visual analog scale) yaitu skala dari nol samapai sepuluh (nol menunjukkan tidak
ada nyeri sama sekali, sepuluh menunjukkan nyeri yang paling hebat).
Angka yang ditunjuk pasien kemudian dapat dibagi menjadi empat kelompok :
− Angka 0 menyatakan ada nyeri
− Angka 1-3 menyatakan nyeri ringan
− Angka 4-6 menyatakan nyeri sedang
− Angka 7-10 menyatakan nyeri berat
200
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Hal yang paling menentukan untuk memulai pengobatan adalah jenis tingkatan nyeri.

Penanganan Infeksi

Masalah Efek Samping Sitostatika


1. Penekanan sumsum tulang (infeksi neutropenia, trombositopenia, leukopenia, anemia)
2. Mual dan muntah
3. Toksisitas jantung (kardiomiopati, perimiokarditis)
4. Toksisitas ginjal (nekrosis tubular ginjal)
5. Ekstravasasi
6. Sindrom lisis tumor

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Masalah Nutrisi
− Antropometri: tebal lemak kulit, indeks masa tubuh dan masa otot
− Laboratorium: Hitung limfosit, albumin dan prealbumin darah, urea nitrogen
urin, feritin darah
 Penanganan Nyeri
 Pemeriksaan radiologi : foto, USG, bone scan, MRI untuk mengetahui jenis nyeri dan
lokasinya
 Penanganan Infeksi
− Laboratorium darah perifer lengkap dengan hitung jenis, kultur darah, kultur
urin, kultur sputum, swab tenggorok untuk mencari fokus infeksi, pemeriksaan
terhadp koloni jamur
− Foto toraks
 Masalah Efek Samping Sitostatika
− Pemeriksaan fisik: luas permukaan tubuh, tingkat kemampuan berperan,
Mencari sumber infeksi
− Pemeriksaan laboratorium DPL dengan hitung jenis, fungsi ginjal, urinalisis,
asam urat darah, fungsi hati, kultur pada tempat-tempat tertentu secara berkala
− Pemeriksaan radiologi
− Pemeriksaan ekokardiografi

TERAPI
Masalah Nutrisi
 Indikasi terapi:
1. pasien tidak mampu mengkonsumsi 1000 kalori per hari
2. bila terjadi penurunan berat badan >10% BB sebelum sakit
3. kadar albumin serum <3,5 gr/dl
4. terdapat tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh
 Perhitungan kebutuhan kalori:
Rumus perhitungan kebutuhan kalori
Kalori basal + aktivitas sehari-hari + keadaan hiperkatabolik
Kalori basal laki-laki: 27-30 kalori/kg/BB ideal/hari
Kalori basal perempuan: 23-26 kaloriJkgBB ideallhani

201
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Perhitungan kebutuhan protein:
Protein yg dibutuhkan adalah 0,6-0,8 g/kgBB ideal/ hari
Untuk mengganti kehilangan nitrogen tubuh diperlukan tambahan 0,5 g/kgBB ideal/
hari

 Cara pemberian :
1. Enteral melalui saluran cerna peroral, lewat selang nasogastrik, jejunostromi,
gastrostomi
2. Parenteral diberikan bila melalui enteral tidak bisa atau pasien tidak mau
dilakukan gastrostomi/jejunostomi. Nutrisi sebaiknya melalui vena sentral
karena dapat diberikan cairan dengan osmolalitas tinggi dan dalam waktu lama
(6 bulan-1tahun). Hati-hati terhadap bahaya infeksi dan trombosis

Penanganan Nyeri
Pengobatan medikamentosa/farmakologi
 Pada nyeri ringan pengobatan dimulai dengan asetaminofen atau OAINS, kemudian
dievaluasi dalam 24-72 jam, bila masih nyeri ditambahkan amitriptilin 3x25 mg atau
opioid ringan kodein sampai dengan 6x 30 mg/hari.
 Pada nyeri sedang pengobatan dimulai dengan opioid ringan kemudian dievaluasi
dalam 24 jam, bila masih nyeri obat diganti dengan opioid kuat, biasanya dipakai
morfin. Pemberian morfin intravena dimulai dengan, dosis dititrasi sampai pasien
bebas nyeri.
 Pada nyeri berat pengobatan morfin intravena sejak awal dan dievaluasi sampai
hitungan jam sampai nyeri terkendali baik. Setelah didapat dosis optimal maka
pemebrian morfin intravena diganti dengan morfin oral masa kerja pendek 4-6 jam
dengan perbandingan 1:3, artinya jika dosis injeksi 20 mg/24 jam maka dosis oral
sebanyak 3x20 mg/24 jam (60 mg), diberikan 6x10 mg atau 4x15 mg/hari. Bila
setelahnya nyeri terkendali baik maka diganti morfin oral kerja lama dengan dosis
2x30 mg/hari. Bila nyeri belum terkendali, morfin dinaikkan dosisnya menjadi dua
kali lipat dan dievaluasi lebih lanjut serta berpedoman pada VAS.
 Obat adjuvan diberikan sesuai pengkajian, bila penyebabnya neuropatik maka selain
obat-obat tersebut ditambahkan GABA (gabapentin), bila nyeri somatik akibat
metastasis tulang sedikit dapat ditambahkan OAINS dan bisfosfonat, bila metastasis
luas dan multipel maka pilihan utamanya adalah radioterapi dan dapat ditambahkan
bisfosfonat.

Pengobatan Non Medikamentosa :


1. Penanganan psikiatris
2. Operasi bedah saraf
3. Blok anestesi
4. Rehabilitasi medik

Pananganan Infeksi
 Infeksi oleh bakteri garam negatif
− Kombinasi antibiotik beta laktam dengan aminoglikosida
− Monoterapi dengan seftazidim, sefepim, imipenem, meropenem

202
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Infeksi oleh bakteri gram positif. Staphylococcus epidermidis sering resisten pada
berbagai macam antibiotika, diberikan vankomisin dan teikoplanin
 Infeksi jamur. Pemberian amfoterisin B dianjurkan pada pasien neutropenia dengan
demam berkepanjangan setelah pemberian antibiotika apektrum luas untuk beberapa
hari tanpa adanya bakteremia.
 Infeksi virus dapat terjadi pada pasien neutropenia tanpa imunosupresi, sehingga
beberapa pusat menganjurkan pemberian asiklovir sejak awal pada pasien yang
diperkirakan akan mengalami neutropenia berat untuk waktu yang lama.

Masalah Efek Samping Sitostatika


1. Penekanan sumsum tulang
 Pemilihan dan penjadwalan obat sitostatika yang tepat
 Pencegahan infeksi pada pasien neutropenia berupa dekontaminasi saluran
cerna, kulit dan rambut bila akan mendapat kemoterapi agresif
 Pengobatan infeksi, bila hasil kultur belum ada, diberikan pengobatan empiris
yang dapat menjangkau Gram positif dan negatif, anti jamur, bila perlu anti
virus
 G-CSF saat ini dapat diberikan pada keadaan granulositopenia, teruetama yang
mendapat kemoterapi agresif
2. Mual dan muntah
Meliputi fenoitazin, haloperidol, metoklopropamid, antagonis serotonin (ondansetron,
granisetron dan tropisetron), kortikosteroid, benzodiazepin, nabilon, antihistamin dan
kombinasi obt-obat antiemetik di atas. Dianjurkan kombinasi tersebut meliputi
deksametason didikuti antagonis serotonin atau difenhidramin dan metoklopropamid
3. Toksisitas jantung
Pasien dengan risiko tinggi (EF<50%) harus menjalani ekokardiografi setiap satu atau
dua siklus pengobatan, sedangkan pada yang tidak berisiko tinggi ekokardiografi
diulang setelah dosis kumulatif 350-400 mg/m2. Hal yang paling penting pada
pemantauan adalah dosis kumulatif (epirubisin 950 mg/m2, daunorubisin 750 mg/m2,
mitomisin 160 mg/m2 dan doksorubisin 550 mg/m2)
4. Toksisitas ginjal
Kerusakan ginjal dapat dicegah dengan hidrasi adekuat, alkalinisasi urin dengan
natrium bikarbonat dan diuretik
5. Ekstravasasi obat-obat kemoterapi yang bersifat vesikan dapat dicegah dengan
memastikan jalan infus intravena lancar dan setelah kemoterapi diberikan, cairan
infus tetap diberikan
6. Sindrom lisis tumor
Untuk mencegah hal ini, mulai 48 jam sebelum kemoterapi sampai dengan 3-5 hari
setelahnya diberikan hidrasi intravena 3000 ml/m2, alopurinol 500 mg/m2 per oral,
bila kadar asam urat > 7 mg/dl diberikan alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat
dengan mempertahankan pH urin di atas 7

KOMPLIKASI
Hati-hati dengan efek samping morfin

PROGNOSIS
• Ad vitam: malam

203
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
• Ad fungsionam: malam
• Ad sanasionam: malam

WEWENANG
 RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divsi Hematologi-Onkologi
Medik
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

REFERENSI
1. Harsal, A. Tatalaksana nyeri kanker. Dalam : Setiati, S Alwi, I. Kasjmir, YI, Bawazier,
LA. Lydia, A Syam, AF dkk, Current diagnosis and treatment in internal medicine
2002. PIP IPD FKUI Jakarta 2002 :15-20.
2. Sutandyo, N. Harryanto, A. Peran nutrisi pada keganasan, Dalam : Setiati, S,
Soewondo, P.Pitoyo, CW. Syam, AF, Mansjoer, A. Pertemuan Ilmiah Tahunan
Perkembangan mutakhir IPD. PIP IPD FKUI Jakarta 2003 : 130-3.
3. Reksodiputro, AH. Sutandyo, N. Nafrialdi. Yunihastuti, E. Beberapa aspek
pengobatan suportif pada pasien kanker. Dalam : Alwi, I Setiati, S. Sudoyo, AW.
Bawazier, LA. Kasjmir, YI. Mansjoer, A. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit
Dalam. PIP IPD FKUI Jakarta 2001 : 123-38.

204
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

POLISITEMIA VERA
CODE ICD : D 75
PENGERTIAN
Polisitemia merupakan kelainan sistem hemopoesis yang dihubungkan dengan peningkatan
jumlah dan volume sel darah merah (eritrosit) secara bermakna mencapai 6-10 juta/ml di
atas ambang batas nilai normal dalam sirkulasi darah, tanpa memperdulikan jumlah leukosit
dan trombosit. Disebut polisitemia vera bila sebagai populasi eritrosit berasal dan suatu
klon sel induk darah yang abnormal (tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses
pematangannya). Berbeda dengan polisitemia sekunder dimana eritropoetin meningkat
secara fisiologis sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat atau
eritropoetin meningkat secara non fisiologis pada sindrom paraneoplastik sebagai
manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin.Perjalanan klinis :
1. Fase eritrositik atau fase polisitemia
Berlangsung 5-25 tahun, membutuhkan flebotomi teratur untuk mengendalikan
viskositas darah dalam batas normal.
2. Fase burn out atau spent out
Kebutuhan flebotomi menurun jauh, kesannya seperti remisi, kadang timbul anemia.
3. Fase mielofibrotik
Bila terjadi sitopenia dan splenornegali progresif, menyerupai mielofibrosis dan
metaplasia mieloid
4. Fase terminal

DIAGNOSIS
International Polycythemia Study Group II
Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria
a. Al +A2+A3 atau
b. Al+A2+2 kategori B

KategoriA
1. Meningkatnya massa sel darah merah diukur dengan krom radio aktif Cr-SI. Pada pria
≥ 36 mI/kg dan pada wanita ≥ 32 mI/kg.
2. Saturasi oksigen arterial ≥ 92% (pada polisitemia vera, saturasi oksigen tidak
menurun)
3. Splenomegali

Kategori B
1. Trombositosis: trombosit ≥ 400.000/ml
2. Leukositosis : leukosit ≥ 12.000/ml (tidak ada infeksi)
3. Leukosit alkali fosfatase (LAF) score meningkat > 100 (tanpa ada panas/infeksi)
4. Kadar vitamin B 12 > 900 pg/ml dan atau UB 12 BC dalam serum ≥ 2200 pg/ml

DIAGNOSIS BANDING

205
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Polisetemia sekunder akibat saturasi oksigen arterial rendah atau eritropoetin meningkat
akibat manifestasi sindrom paraneoplastik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium : eritrosit, granulosit, trombosit, kadar B12 serum, NAP, saturasi 02
 Pemeriksan sumsung tulang untuk menyingkirkan kelainan mieloproliferatif yang lain
TERAPI
Prinsip pengobatan :
1. menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengendalikan
eritropoesis dengan flebotomi
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum
terkendali
3. menghindari pengobatan berlebihan
4. Menhindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia
muda
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi
sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan :
− Trombositosis persisten di atas 800.000/ml terutama jika disertai gejala trombosis
− Leukositas progresif
− Splenomegali simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematic
− Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

A. Flebotomi
Pada PV tujuan prosedur flebotomi adalah mempertahatikan hematokrit 42% pada wanita
dan 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate.
Indikasi flebotomi terutama untuk untuk semua pasien pada permulaan penyakit dan yang
masih dalam usia subur.
Indikasi :
1. Polosetemia vera fase polisitemia
2. Polosetemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55% (target Ht 55%)
3. Polosetemia sekunder nonfisiologis bergantung pada derajat beratnya gejala yang
ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan shear rate

B. Kemoterapi sitostatika
Tujuannya adalah sitoreduksi
Indikasi :
 Hanya untuk polisitemia rubra primer (PV)
 Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan
 Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis
 Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin
 Splenomegali simtomatik/mengancam ruptur limpa

Cara pemberian :
 Hidroksiurea 800-1200 mg/m2/hari atau 10-15 mg/kg/kali diberikan dua kali sehari,
Bila tercapai target dilanjutkan pemberian secara intermiten untuk pemeliharaan
 Klorambusil dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kg/hari selama 3-6 minggu dosis
pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu.

206
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Busulfan 0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8 mg/rn2/hari. Bila tercapai target dilanjutkan
pemberian secara intermiten untuk pemeliharaan.

C. Fosfor radioaktif
P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3 mCi/m2 inhravena, bila per oral dinaikan
25%. Selanjutnya bila setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama :
 mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Dapat diulang jika diperlukan
 tidak berhasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, diberikan setelah 10-12
minggu dosis pertama
Pasien diperiksa setiap 2/3 bulan setelah keadaan stabil

D. Kemoterapi biologi (sitokin)

E. Pengobatan suportif
 Hiperurisemia : allopurinol 100-600 mg/hari
 Pruritus dengan urtikaria : antihistamin, PUVA
 Gastritis/ ulkus peptikum : antagonis reseptor H2
 Antiagregasi trombosit anagrelid

KOMPLIKASI
Trombosis, perdarahan, mielofibrosis

PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad malam
 Ad fungsionam : malam
 Ad sanasionam: malam

WEWENANG
 RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS pendidikan : Departemen Penyakit Dalam— Divisi Hematologi - Onkologi
 RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam

REFERENSI:
1. Abdul Muthalib. Effendy, S. Polisitemia vera. Dalam : Suyono, S. Waspadji, S.
Lesrmana, L. Alwi, I. Setiati S. Sundaru, H. dkk. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi III Jakarta. Balai Penerbit FKUI 200I.p. 541-6
2. Polycythemia vera. Hematologie Klappei 8th ed. Leids Universitair Medisch Centrum
Leiden. Juni 1999:48-9.

207
Hematologi Onkologi Medik Panduan Pelayanan Medik PAPDI

208

Anda mungkin juga menyukai