Anda di halaman 1dari 4

Relikwi, mengantar kita kepada Tuhan

Pendahuluan
Pada waktu saya SMP dan sedang belajar pelajaran agama Katolik, saya diberitahu
bahwa di altar gereja, yaitu di bawah kotak marmer ada relikwi, yaitu bagian tubuh
atau benda yang bersentuhan dengan santa atau santo. Waktu itu saya terbengong-
bengong dan tidak tahu mengapa Gereja Katolik menempatkan relikwi tersebut di
altar. Saya yakin, banyak pertanyaan dari para pembaca tentang hal ini. Dan sering,
umat yang tidak terlalu tahu mengatakan bahwa relikwi ini adalah sama seperti jimat,
yang dapat mendatangkan keuntungan.

Apakah sebenarnya relikwi?


Relikwi dapat didefinisikan sebagai suatu material, baik berupa bagian tubuh dari
para santa-santo atau para kudus yang telah meninggal, dan juga benda-benda yang
bersentuhan dengan mereka. Relikwi dibagi menjadi tigakelas. Relikwi kelas
pertama adalah semua bagian tubuh dari orang kudus tersebut; kelas kedua adalah
pakaian dan segala sesuatu yang penting yang dipunyai oleh santa-santo, serta alat-
alat penyiksaan yang membunuh santa-santo; kelas ketiga adalah benda-benda yang
disentuhkan kepada orang kudus atau ke makam orang kudus. Salah satu contoh
relikwi di Indonesia adalah yang baru-baru ini ditempatkan di Paroki Stella Maris,
Pluit – Jakarta. Di sana ditempatkan relikwi dari Santa Maria Faustina Kowalska.
Namun pertanyaan yang mendasar adalah, mengapa Gereja Katolik menganggap
relikwi sebagai sesuatu yang istimewa dan perlu dihormati?

Relikwi adalah tanda kasih dari para kudus untuk


mendekatkan kita kepada Tuhan
Para santa dan santo adalah mereka yang dipercaya dan dinyatakan bahwa mereka
telah bersatu dengan Tuhan. Oleh sebab itu, tubuh mereka juga akan dimuliakan di
surga. Kita adalah bait Allah (1 Kor 3:16; 2 Kor 6:16), dimana pada saat kita dibaptis
kita menjadi tempat kediaman Allah Tritunggal Maha Kudus. Dan pada orang-orang
yang benar-benar bertumbuh dalam Kristus dan menerapkan kekudusan, Tuhan
berdiam secara khusus menjadi para terkasih Allah atau “the beloved“. Orang-orang
Kudus adalah orang yang benar-benar dengan segala hati, pikiran, dan kekuatannya
mengasihi Tuhan dan sesama. Oleh karena itu, seluruh umat beriman menghormati
jiwa-jiwa orang kudus yang berada di Surga. Dan penghormatan ini juga dilakukan
terhadap tubuh mereka yang berada di dunia ini yang nantinya akan dibangkitkan
pada pengadilan terakhir dan bersatu dengan jiwa mereka.
Oleh karena itu, kita sebagai umat beriman harus mensyukuri akan anugerah para
orang Kudus yang membangun Tubuh Mistik Kristus atau Gereja dengan hidup
mereka yang mencerminkan kasih Kristus dan yang telah menerapkan kasih
mengikuti jejak Kristus. Mereka juga menyadarkan kita bahwa kita yang telah
dibaptis sebenarnya tergabung dalam kekuarga kudus, keluarga Allah, yang terikat
dalam satu Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik.
Mungkin kita dapat menghubungkan konsep relikwi ini dengan peninggalan orang
tua atau orang yang kita kasihi yang telah meninggal. Kita menghormati peninggalan
mereka, seperti album foto, pakaian, dll. Dalam pengertian yang sama dan lebih
mendalam, kita menghormat relikwi, karena mengingatkan kita tentang bagaimana
para santa dan santo berjuang untuk hidup kudus, sehingga kita juga terpacu untuk
hidup kudus, dalam kapasitas kita masing-masing. Teladan mereka membuat kita
berbesar hati, sebab mereka yang adalah manusia biasa seperti kita, namun dapat
benar-benar mencurahkan seluruh keberadaan mereka untuk memuliakan Tuhan.
Maka, kitapun dapat memohon rahmat Allah untuk berbuat serupa dengan mereka.
Dan secara lebih mendalam dan terpenting, relikwi juga mengingatkan kita akan
Tuhan sendiri. Pada saat kita melihat patung Pieta – Bunda Maria menggendong
jenasah Yesus – karya maestro Michael Angelo, maka kita mengagumi karya tersebut,
namun terutama kita mengagumi sang maestro yang begitu hebat. Demikian juga,
pada saat kita menghormati relikwi, kita mengagumi santa atau santo tersebut yang
hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Namun terutama kita terpesona akan karya
Tuhan yang memberikan kekuatan dan berkat kepada para santa dan santo,
sehingga mereka dapat bertahan sampai akhir hidup mereka dalam kasih. Jadi,
mengagumi ‘pieta’ tanpa mengenal maestronya adalah tidak lengkap dan
mengagumi relikwi dari orang kudus tanpa mengagumi Tuhan yang menciptakan
dan memberikan berkat kepada orang kudus tersebut adalah keliru.
Penghormatan terhadap relikwi yang hanya berhenti pada relikwi itu sendiri atau
santa dan santo itu sendiri, atau keuntungan material semata tanpa sampai kepada
penyembahan kepada Tuhan bukanlah suatu hal yang benar. Sebagai contoh, kalau
kita ke gereja tempat St. Padre Pio di Giovanni – Rotondo, Italia, kita dapat
menghormati relikwi – tubuh St. Padre Pio yang pada waktu hidupnya mengalami
luka-luka Yesus (stigmata). Namun penghormatan tersebut harus membawa kita
kepada Tuhan, seperti: bagaimana kita dapat mencontoh St. Padre Pio, sehingga kita
menyadari bahwa di dalam setiap penderitaan kita sehari-hari, kita harus senantiasa
menghadapinya bersama dengan Yesus dan menyatukan setiap penderitaan kita
dengan penderitaan Yesus di kayu salib. Tentu saja kita dapat meminta hal-hal yang
lain, namun yang paling utama adalah agar kita diberikan rahmat Tuhan seperti
orang kudus tersebut untuk menerima Roh Kudus dan menghasilkan buah-buah Roh
yang berlimpah.

Dasar Alkitab
Penghormatan terhadap relikwi ini bukanlah karangan dari Gereja Katolik semata,
namun mempunyai dasar Alkitab, baik di Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru.
Kita tahu bahwa Tuhan bekerja dengan cara-Nya yang ajaib dan sering dengan
menggunakan perantaraan manusia atau material yang lain. Di dalam Perjanjian
Lama dikatakan bahwa Musa membawa tulang-tulang Yusuf sebagai pemenuhan
akan permintaan Yusuf (Kel 13:19; Yos 24:32). Dan yang lebih eksplisit adalah
bagaimana Elisa membawa jubah Elia dan memukulkannya di sungai Yordan,
sehingga air terbelah, sehingga Elisa dapat menyeberangi sungai Yordan (2 Raj 2:9-
14). Di kitab yang sama, diceritakan bagaimana mayat yang terkena tulang-tulang
dari Elisa, dapat hidup kembali (2 Raj 13:20-21).
Di dalam Perjanjian Baru diceritakan bahwa sapu tangan dan kain yang pernah
dipakai oleh Paulus dapat menyembuhkan penyakit-penyakit (Kis 19:11-12). Kisah
Para Rasul juga menceritakan bagaimana orang-orang membawa orang-orang sakit,
sehingga minimal mereka dapat terkena bayangan dari rasul Petrus, dan kemudian
disembuhkan (Kis 5:15).
Dari beberapa ayat di atas, kita melihat bahwa kesembuhan dan mukjijat yang terjadi
karena bersentuhan dengan relikwi dari para kudus adalah disebabkan oleh kuasa
Allah. Gereja Katolik tidak pernah mengajarkan bahwa relikwi adalah seperti jimat
yang mempunyai kuasa secara terpisah dari kuasa Allah. Allah mempunyai
kebebasan untuk menyatakan kuasa-Nya, dan salah satunya dengan menggunakan
relikwi. Dan memang begitu banyak mukjijat, baik yang bersifat jasmani maupun
rohani, lewat relikwi di dalam sejarah Gereja dari awal sampai saat ini.

Perkembangan dari relikwi


Perkembangan penghormatan terhadap relikwi ini dapat ditelusuri mulai dari
pertengahan abad ke dua, dimana kita dapat melihat surat dari jemaat di Symria
yang menginginkan jenazah yang tertinggal dari St. Polikarpus yang dihukum bakar
di tiang (156 – 157). Di surat tersebut dikatakan “Kami mengambil tulang-tulangnya,
yang jauh lebih berharga daripada batu-batu mulia dan lebih murni daripada emas
murni, dan meletakkannya di sebuah tempat yang pantas, dimana Tuhan akan
mengijinkan kami untuk berkumpul bersama, sesering yang kami dapat, dalam
kebahagiaan dan sukacita, dan untuk merayakan hari kemartirannya.” Dan masih
begitu banyak surat-surat di abad-abad awal kekristenan yang menyatakan
penghormatan mereka akan relikwi.
Dan tradisi penghormatan terhadap relikwi ini terus berkembang dengan pesat
sejalan dengan ditemukannya begitu banyak mukjijat yang juga disaksikan sendiri
oleh St. Augustinus. Namun pada saat yang bersamaan St. Augustinus juga
mengecam penipu-penipu yang memperdagangkan relikwi, yang seringkali
diragukan keaslian dari relikwi tersebut. Konsili Trente, sesi ke-25, juga mengeluarkan
peraturan untuk menghindari penipuan-penipuan relikwi. Kitab Hukum Gereja 1190
dikatakan:
Kan. 1190 – § 1. Sama sekali tidak dibenarkan menjual relikwi-relikwi suci.
§ 2. Relikwi-relikwi yang bernilai tinggi dan relikwi lain, yang sangat dihormati oleh
umat, tidak bisa dengan sah dialih-milikkan dengan cara apapun atau dipindahkan
untuk selamanya tanpa izin Takhta Apostolik.
§ 3. Ketentuan § 2 itu berlaku juga untuk gambar atau patung suci yang dalam suatu
gereja sangat dihormati oleh umat.
Namun tentu saja penipuan-penipuan ini tidak menghilangkan kebenaran bahwa
secara teologis, penghormatan kepada relikwi ini mempunyai dasar yang kuat,
seperti yang dilakukan oleh konsili trente, sesi ke-25 tentang permohonan,
penghormatan, dan relikwi dari para kudus dan gambar-gambar yang suci “Tubuh
sakral para martir yang kudus maupun para kudus lainnya yang hidup dalam Kristus,
yang adalah anggota-anggota tubuh Kristus yang hidup dan bait Roh Kudus, dan
yang dimaksudkan untuk dibangkitkan serta dimuliakan oleh-Nya dalam kehidupan
kekal, hendaknya juga dihormati oleh umat beriman. Daripadanya, banyak
manfaat dianugerahkan oleh Tuhan kepada manusia.” Dan ini diteguhkan dalam
Kitab Hukum Kanonik no. 1237 – § 2. “Hendaknya tradisi kuno untuk meletakkan
relikwi-relikwi para Martir atau orang-orang Kudus lain di bawah altar-tetap,
dipertahankan menurut norma-norma yang diberikan dalam buku-buku liturgi.“

Bapa Gereja
Kita juga melihat tulisan beberapa para kudus, seperti St. Jerome (340-420) yang
mengatakan “Kita tidak menyembah (non colimus, non adoramus), karena takut
bahwa kami harus bersembah sujud kepada ciptaan daripada kepada Sang Pencipta,
tetapi kita menghormati (honoramus) relikwi dari para martir sehingga kita dapat
menyembah Dia, yang empunya para martir” (Ad Riparium”, i, P. L., XXII, 907).
Kemudian Cyril dari Alexandria (378-444) mengatakan “Kita, bukanlah menganggap
bahwa para martir kudus sebagai tuhan, atau bersembah sujud menyembah mereka,
tetapi hanya secara relatif dan secara hormat [ou latreutikos alla schetikos kai
timetikos].” (Adv. Julian.”, vi, P. G. LXXVI, 812).
Dan masih begitu banyak tulisan dari para santa dan santo yang menyatakan bahwa
sudah semestinya umat beriman menghormati relikwi, sehingga umat beriman dapat
lebih memuji dan menyembah Tuhan yang memberikan inspirasi dan berkat kepada
para kudus dan para martir.

Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, kita melihat bahwa relikwi mempunyai dasar teologis yang
kuat, baik ditinjau dari Alkitab, perkembangan historis, dan juga perkembangan
teologis. Relikwi dapat membawa umat kepada Tuhan yang memberikan inspirasi
dan berkat kepada para kudus. Pada akhirnya ini dapat memberikan inspirasi kepada
kita untuk mengikuti jejak para kudus yang bekerja sama dengan rahmat Tuhan,
sehingga seperti mereka, kita bisa tetap setia beriman dan berbuat kasih sampai
akhir hayat kita. Akhirnya, kita tidak dapat memperlakukan relikwi sebagai sebuah
jimat yang mendatangkan keuntungan bagi kita. Sebab, kalaupun terjadi mukjijat,
kita harus senantiasa mengingat bahwa itu semua adalah karena kebesaran Tuhan
yang bekerja melalui relikwi.

Anda mungkin juga menyukai