Anda di halaman 1dari 16

1.

Penyelenggaraan makanan asrama

Penyelenggaraan makanan institusi

Penyelenggaraan makananan institusi merupakan suatu proses menyelenggarakan


makanan bagi kelompok individu yang biasanya diselenggarakan di perusahaan dan industri,
sekolah, universitas, asrama, rumah sakit, akademi keperawatan, panti jompo, institusi khusus
(lembaga permasyarakatan, asrama atlet, dan asrama haji), childcare centre, dan akademi militer.
Penyelenggaraan makananan institusi dilaksanakan dalam jumlah besar dengan jumlah 50 porsi
atau lebih. Pendapat lain menyatakan bahwa penyelenggaraan makananan institusi atau masal
minimal 1000 porsi sekali penyelenggaraan (Mukrie et.al 1990).

Menurut Wirakusumah et. al (1989), tujuan umum penyelenggaraan makananan di


sekolah adalah memperbaiki status gizi anak yang pergi ke sekolah tanpa sarapan dan tanpa
membawa bekal, meningkatkan kehadiran, memperbaiki prestasi belajar, dan mendukung
pendidikan gizi di sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Mukrie (1990) menyebutkan
institusi dituntut untuk dapat menyediakan makanan yang baik, memberikan pelayanan yang
cepat dan menyenangkan, menyediakan menu seimbang dan bervariasi dengan harga layak dan
sesuai dengan pelayanan yang diberikan, serta memiliki standar kebersihan yang baik. Bentuk
dan cara penyelenggaraan makanan di masing-masing negara berbeda-beda. Di Jepang, menu
yang disajikan pada penyelenggaraan makanan berupa makanan lengkap dengan frekuensi
pemberian makan minimal satu kali dalam sehari (Moehji 1980). Hanes (1984) menyebutkan
bentuk penyelenggaraan makanan sekolah di Amerika Serikat adalah makan pagi (school
breakfast), makan siang (school lunch), dan susu (school milk program).

b. Prinsip Manajemen dalam Penyelenggaraan Makanan

Manajemen dalam lingkungan pengelolaan makanan dapat diidentifikasi sebagai suatu


kesatuan dan pengetahuan yang sistematis berdasarkan prinsip-prinsip umum dalam organisaisi
(Uripi & Santoso 1995). Menurut Yuliati dan Santoso (1995) fungsi manajemen dibagi menjadi
empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.

1. Perencanaan
Kegiatan perencanaan yang dilakukan manajer pada usaha penyelenggaraan makananan
dimulai dengan menentukan garis-garis besar untuk memulai usaha. Pada dasarnya kegiatan
perencanaan ini harus dapat merumuskan apa dan bagaimana suatu pekerjaan akan dilakukan
(Yuliati & Santoso 1995). Kegunaan dari perencanaan adalah :

1) Memberikan arah dan tujuan suatu organisasi.

2) Dapat dijadikan suatu standar kerja, karena suatu perencanaan yang baik menjelaskan apa
yang akan dilakukan.

3) Memberikan suatu kerangka pemersatu dalam pengambilan keputusan dalam organisasi.

4) Memberikan peluang di masa depan.

Menurut Sullivan dan Atlas (1998), fungsi perencanaan dibedakan menjadi perencanaan
jangka pendek dan perencanaan jangka panjang. Perencanaan menu untuk waktu yang akan
datang termasuk ke dalam perencanaan jangka pendek, sedangkan perencanaan jangka panjang
meliputi perencanaan untuk 10 tahun ke depan.

2. Perencanaan Menu

Menu berasal dari bahasa Perancis Le Menu yang berarti daftar makanan yang disajikan
kepada tamu di ruang makan. Dalam lingkungan rumah tangga, menu diartikan sebagai susunan
makanan atau hidangan tertentu (Arnawa & Astima 1995). Pada dasarnya karakter hidangan
yang disajikan sangat berhubungan dengan waktu penghidangan makanan. Oleh karena itu,
dikenal dengan adanya beberapa menu sesuai dengan waktu penyajiannya, yaitu hidangan
makan pagi, hidangan makan siang, dan hidangan makan malam. Makan pagi biasanya disajikan
antara pukul 06.00-10.00 pagi. Hidangan makan siang biasa disajikan pada pukul 12.00-15.00
siang, sedangkan hidangan makan malam biasa disajikan pada pukul 19.00-23.00 malam
(Arnawa & Astima 1995).

Jenis menu yang biasa disajikan pada penyelenggaraan makanan di sekolah adalah makan
siang dan selingan (snack). Marotz et al. (2005) menyebutkan dalam merencanakan menu harus
diperhatikan berapa total sumbangan energi dan zat gizi lainnya dalam menu. Kecukupan
vitamin dan mineral juga perlu diperhatikan. Makanan baru dan bergizi penting untuk
diperkenalkan pada anak, namun makanan yang disiapkan pun harus familiar bagi anak. Untuk
dapat merencanakan menu dengan benar, seorang perencana menu sebaiknya berkonsultasi
dengan orang tua untuk berbagi informasi mengenai resep makanan yang disukai anak.

Marotz et al. (2005) juga menyebutkan kariteria lainnya yang harus diperhatikan selain
kecukupan gizi adalah penampakan fisik menu yang disajikan. Menu harus disajikan semenarik
mungkin untuk membangkitkan selera dan kesukaan anak. Agar terselenggara suatu hidangan
yang memuaskan, maka penting untuk memperhatikan : 1) keterampilan dalam memasak, 2)
kemudahan penyelenggaraannya, 3) tenaga kerja dan waktu yang tersedia, 4) peralatan yang
tersedia, dan 5) waktu makan (Nasoetion & Riyadi 1995).

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam perencanaan menu untuk anak usia
sekolah adalah sebagai berikut (Nasoetion & Riyadi 1995) :

1) Menentukan kebutuhan energi dan zat gizi anak usia sekolah.

2) Menentukan hidangan dengan memperhatikan variasi atau kombinasi bahan makanan yang
digunakan, rasa, rupa dan warna, bentuk, dan konsistensi dari masing-masing hidangan,
serta kesukaan atau kegemaran anak.

3) Menentukan jenis serta jumlah bahan makanan yang akan dipilih untuk diolah dengan
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), sehingga dapat diketahui
kandungan energi dan zat gizi yang terdapat pada setiap jenis bahan makanan.

4) Pengolahan bahan makanan, meliputi persiapan, pemasakan, dan penyajian makanan.

Pada perencanaan menu penting pula untuk menentukan siklus menu. Siklus menu
merupakan suatu paket menu yang digunakan untuk beberapa hari dan kemudian diulang
kembali (Endres et al. 2004). Penetapan siklus menu ini dilakukan untuk mencegah kebosanan.
Siklus menu umumnya direncanakan pada waktu tertentu, biasanya 10-15 hari. Siklus menu
tergantung dari ketersediaan bahan makanan (Yuliati & Santoso 1995).

3. Pengorganisasian
Setelah menetapkan rencana, maka kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
organisasi adalah kegiatan pengorganisasian. Kegiatan pengorganisasian meliputi identifikasi
kegiatan dan tujuan dengan jelas, pembagian tugas sesuai dengan keterampilan dan keahlian
masing-masing, serta pendelegasian tugas dan tanggung jawab dari atasan ke bawahan sehingga
masing-masing akan mendapatkan wewenang dan beban kerja yang sesuai. Selain itu diperlukan
pula penetapan koordinasi serta sistem

pengawasan untuk menjamin bahwa setiap orang menjalankan tugas secara serentak
untuk mencapai tujuan organisasi (Yuliati & Santoso 1995; Sullivan & Atlas 1998).

Rumit atau sederhananya proses pengorganisasian tergantung dari besar kecilnya


pekerjaan yang harus dilakukan. Agar proses pengorganisasian dapat berjalan lancar, maka
perlu dibuat suatu bagan organisasi. Menurut Fadiati (1988), organisasi personalia untuk
pelayanan orang banyak pada dasarnya meliputi bagian persiapan dan pengolahan hidangan,
bagian penyajian, dan bagian administrasi.

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan meliputi berbagai kegiatan, yaitu pembelanjaan bahan makanan, penerimaan


dan penyimpanan, pengolahan, penyajian, distribusi makanan, serta higiene dan sanitasi.
Pelaksanaan penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan media pendidikan, maka perlu
peran serta orang tua dalam membina kebiasaan makan yang baik dan dapat diterapkan di
keluarganya (Yuliati & Santoso 1995).

Petugas pembelian bahan makanan harus memiliki pengetahuan tentang prioritas


kebutuhan, cara membeli, tempat membeli dan bagaimanan bahan makanan tersebut ditangani
setelah dibeli. Marotz et al. (2005) menyebutkan, sebelum melakukan pembelian bahan
makanan penting untuk mencatat nama produk, harga pasar, kemasan produk, prosedur
pemeriksaan produk, satuan, dan jumlah produk yang akan dibeli. Standar resep sebaiknya
dibuat untuk mencagah pembelian bahan makanan yang berlebihan. Pembelian bahan makanan
beku sebaiknya dilakukan di akhir pembelian untuk mencegah terjadinya proses thawing selama
perjalanan.
Terdapat tiga prinsip utama dalam penerimaan bahan makanan yaitu jumlah bahan yang
diterima harus sesuai dengan yang tercantum dalam faktur pembelian, mutu bahan makanan
yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang diminta, dan harga bahan
makanan harus sesuai dengan kesepakatan awal (Fadiati 1988).

Kegiatan penyimpanan bahan makanan dimulai setelah barang pesanan diterima. Menurt
Endres et al. (2005), dalam menyimpan bahan makanan penting untuk memeriksa dapur dan
gudang untuk mencegah kehilangan bahan makanan. Bahan makanan harus segera disimpan di
tempat yang sesuai dengan keadaannya bila tidak langsung diolah. Terdapat dua jenis tempat
penyimpanan bahan makanan, yaitu tempat penyimpanan kering dan tempat penyimpanan
basah. Dapur sebaiknya tidak terlalu penuh dengan bahan makanan.

Tujuan pengolahan makanan perlu diperhatikan dalam proses pengolahan. Proses


pengolahan makanan sebaiknya dapat mempertimbangkan nilai gizi makanan, memperbaiki
daya cerna, mengembangkan dan meningkatkan rasa, rupa, aroma dan tekstur, serta
membebaskan makanan dari mikroorganisme yang membahayakan (Yuliati & Santoso 1995).
Metode pengolahan yang baik dapat menjaga kualitas gizi makanan serta mengontrol biaya
produksi (Marotz et al. 2004).

Tarwotjo (1998) menyebutkan bahwa waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas
mengolah makanan sangat tergantung dari keadaan tempat, alat, tenaga, ketersediaan bahan
yang akan diolah, serta cara kerja dan keterampilan pegawai. Tarwotjo (1998) juga melanjutkan
waktu yang digunakan ibu-ibu untuk memasak setiap hari sekitar 2-4 jam, tergantung dari
jumlah dan jenis masakan yang diproduksi, tenaga, dan alat yang digunakan.

Proses penyajian dilakuakan setelah proses pengolahan selesai. Porsi yang diberikan
kepada anak sebaiknya disesuaikan dengan kebutuah gizi dan jumlah yang biasa dikonsumsi di
rumah (Marotz et al. 2004). Endres et al. (2005) membagi pelayanan makanan untuk anak ke
dalam beberapa jenis, meliputi family style (prasmanan), modified family style, cafeteria style,
buffet style, picnic style (out door), dan big lunch. Jenis big lunch menyediakan paket makanan
dalam satu wadah dilengkapi dengan sendok dan garpu.
Peranan alat dapur sangat penting dalam proses pengolahan makanan. Tanpa adanya
peralatan dapur yang lengkap, pengolahan makanan tidak dapat berjalan dengan baik (Widyati
2001). Berdasarkan fungsinya, peralatan dapur dapat dibagi menjadi alat persiapan dan alat
pengolahan. Berdasarkan ukuran dan pengoperasiannya, alat dapur dibagi menjadi peralatan
dapur besar, peralatan dapur kecil dan peralatan dapur bermesin.

Fungsi utama alat persiapan adalah untuk membantu memudahkan menyiapkan bahan
makanan yang akan diolah. Pengoperasian dapat secara manual atau menggunakan energi
listrik. Adapun yang termasuk jenis alat persiapan adalah sebagai berikut :

1) Alat persiapan untuk daging, unggas, dan hasil laut. Contohnya meja kerja, talenan, mesin
pemotong tulang, mesin pengiris daging (slicer), mesin penggiling daging (mincer), mesin
pelunak daging (tendizer), pisau ikan, pisau daging, dan gunting ikan.

2) Alat persiapan untuk sayuran. Contohnya meja kerja, talenan, pengupas sayuran (vegetable
peeler), dan pisau pemotong sayuran.

3) Alat persiapan untuk kue dan roti. Contohnya mixer, rolling pan, alat pemuas adonan roti
(proof box), cetakan kue, loyang, pastry brush, spatula, dan pisau roti.

4) Alat persiapan untuk menghaluskan bumbu. Contohnya cobek dan blender.

5) Alat persiapan lain. Contohnya wadah, pengocok telur, ballon whisker, spiral whisker, ayakan
(strainer), dan saringan untuk santan.

Alat pengolahan adalah alat-alat dapur yang langsung digunakan untuk mengolah
makanan, seperti kompor, oven, pengukus (steamer), dan pemanggang (griller). Macam-macam
panci dan wajan, diantaranya stock pot, frying pan, omellete pan, souce pan, dan braise pan.
Ukuran peralatan tersebut bermacam-macam tergantung kebutuhan. Bahan-bahan peralatan
tersebut dapat terbuat dari stainless steel, alumunium, dan kaca tahan panas. Alat pengaduk
dapat berupa sendok sayur, sendok pengambil nasi, sothil, spatula wood, iron spatula, dan serok
yang terdapat dalam berbagai ukuran. Bahan dasar peralatan tersebut terbuat dari stainless steel,
alumunium tebal dan kayu (Widyati 2001;Fadiati 1988).
Menurut Tarwotjo (1998) alat penghidang makanan adalah semua alat yang digunakan
untuk menghidangkan makanan di meja makan, sedangkan alat makan dan minum adalah
seperangkat alat yang biasanya diatur di atas meja makan sebelum makanan dihidangkan. Alat
makan terdiri dari alas piring, piring kecil, sendok dan garpu, mangkuk air untuk cuci tangan,
dan serbet. Alat minum terdiri dari cangkir, sendok teh, dan gelas.

5. Pengawasan

Pengawasan adalah suatu teknik yang menentukan apakah perencanaan kegiatan dapat
dilaksanakan. Seorang manejer harus mengetahui apa yang menjadi perencanaan, tujuan, dan
standar. Pada dasarnya teknik-teknik pengawasan adalah sama untuk berbagai hal. Terdapat tiga
proses dasar dalam pengawasan, yaitu penentuan standar, pengukuran hasil kerja, dan tindakan
koreksi. Penentuan standar harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan evaluasi.
Standar dapat dilakukan melalui ruang, waktu, berat barang atau lainnya. Standarisasi perlu
ditentukan sebaik dan seketat mungkin. Setelah penentuan standar, dapat dilakukan pengukuran
hasil kerja, dengan demikian dapat diketahui apakah pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
rencana. Jika diketahui ada penyimpangan, maka dengan cepat perlu dilakukan koreksi.
Tindakan koreksi atas penyimpangan merupakan tahap akhir dari pengawasan (Uripi & Santoso
1995).

Penilaian menu dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah tujuan perencanaan menu
tercapai, sumber daya sudah dilakukan secara efisien, dan menu tersebut menarik. Setiap
makanan harus konsisten dengan pola menu yang ditetapkan termasuk kandungan gizi (Uripi &
Santoso 1995).

c. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah

Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan
tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis
kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu, seperti hamil dan menyusui (Muhilal & Muhilal 2004).
Angka Kecukupan Gizi (AKG) berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary requirements).
Almatsier (2004) menyebutkan bahwa angka kebutuhan gizi (requirement) adalah banyaknya zat
gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang (individu), agar terhindar dari munculnya gejala-
gejala defisiensi. Nilai ini berbeda untuk setiap individu, sehingga ada yang tinggi dan ada yang
rendah.

Menurut Pudjiadi (1997), kebutuhan energi anak dipengaruhi oleh metabolisme basal,
umur, aktifitas fisik, suhu lingkungan dan kesehatannya. Komponen utama yang menentukan
kebutuhan energi adalah Angka Metabolisme Basal (AMB) dan aktivitas fisik. Menurut
FAO/WHO/UNU (2001), kebutuhan energi diperoleh dengen cara mengalikan AMB dengan
PAL (physical activity level) dalam sehari. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), pada
prinsipnya angka kebutuhan energi bagi remaja (10-18 tahun) adalah penjumlahan antara Energi
Kegiatan (EK) dengan Energi Pertumbuhan (EP). Energi kegiatan dipertoleh dengan mengalikan
AMB dengan PAL. Energi pertumbuhan untuk anak usia 10-19 tahun adalah 1.9 kali berat badan
(kg).

d. Higiene dan Sanitasi dalam Penyelenggaraan Makanan

Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan
perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. Sanitasi adalah
suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan
lingkungan dan hidup manusia (Widyati dan Yuliarsih 2002). Dengan demikian sanitasi
makanan adalah salah satu usaha pencegahan dari penyakit yang menitikberatkan pada kegiatan
dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala macam bahaya yang dapat
merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi hingga siap dikonsumsi (Uripi &
Santoso 1995).

Menurut Purnawijayanti (2001), sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan aseptik dalam


persiapan, pengolahan dan penyajian makanan, pembersihan dan sanitasi lingkungan kerja, serta
kesehatan pekerja. Secara lebih terperinci sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan makanan
mentah, penyimpanan bahan, suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari
lingkungan, peralatan, dan pekerja pada semua tahapan proses. Sanitasi makanan tidak dapat
dipisahkan dari sanitasi lingkungan karena sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan
dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat, dan aman.
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor fisik, kimia,
dan mikrobiologis (Widyati & Yuliarsih 2002). Faktor fisik adalah ruangan yang kurang
mendapat pertukaran udara yang kurang lancar, suhu yang panas atau lembab, dan lain-lain.
Kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik dapat dihindari dengan memperhatikan
beberapa hal sebagai berikut :

1) Sanitasi Ruang Dapur

Sanitasi ruang dapur dipengaruhi oleh susunan dan konstruksi dapur. Lantai dapur
hendaknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tidak menyerap minyak
goreng atau bahan makanan lain yang berlemak, dan tidak retak. Alat dan obat pembersih
lantai diperlukan untuk membersihkan lantai. Alat-alat tersebut antara lain sapu, sikat
bertangkai, ember, kain pel yang menggunakan tangkai, pembersih air yang terbuat dari
karet dan bertangkai, mesin penyikat lantai, dan mesin pengering lantai, disinfektan,
detergen, serta amoniak. Cairan atau bahan makanan yang tumpah hendaknya segera
dibersihkan. Pembersihan lantai secara keseluruhan dilakukan setelah dapur selesai
beroperasi, kecuali untuk dapur tertentu yang bekerja selama 24 jam.

Dinding harus terbuat dari bahan yang kuat agar mudah dibersihkan. Pada umumnya
dinding terbuat dari keramik. Alat pembersihnya ialah sikat bertangkai atau mesin penyikat
bertangkai, mesin pengering bertangkai atau kain pel, ember, detergen, dan disinfektan.
Langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan sederhana desainnya.
Cara membersihkannya adalah dengan sikat bulat bertangkai panjang. Pembersihannya
dilakukan satu hari dalam sebulan, pada saat dapur tidak beroperasi.

Ventilasi yang baik berperan penting dalam penyelenggaraan makanan dalam jumlah
yang besar. Ventilasi yang baik ditandai dengan adanya jendela, lubang angin, extractor fan,
dan penghisap asap (exhauster hood) yang diletakkan tergantung di langit-langit yang
posisinya tepat berada di atas pusat pengolahan. Jendela, pintu dan lubang angin sebaiknya
dilapisi dengan kawat kassa untuk menghindari lalat dan binatang lainnya masuk ke dapur.

Cahaya yang baik juga sangat penting dalam penyelenggaraan makananan. Ada dua
macam cahaya, yaitu cahaya alam dam cahaya buatan. Ruangan yang memiliki pencahayaan
cukup umumnya tidak disukai oleh kecoa, tikus, dan insekta lainnya. Saluran pembuangan
air, baik air sisa pencucian bahan makanan maupun pembuangan sisa makanan yang cair,
serta air kotor dari pencucian alat dapur dan alat saji sedapat mungkin berjalan lancar
(Widyati & Yuliarsih 2002).

2) Sanitasi pembuangan sampah

Sampah merupakan salah satu penyebab tercemarnya makanan. Umumnya bak


sampah terbuat dari plastik ringan lengkap dengan penutupnya. Sebelum digunakan terlebih
dahulu dilapisi dengan kantong plastik sampah agar mudah diangkat, dibersihkan, dan bila
sampah telah penuh diganti dengan yang baru. Sampah yang terbungkus plastik tidak terlalu
banyak mengundang lalat dan bau dibanding dengan sampah dalam keadaan terbuka (Fadiati
1988).

3) Sanitasi tempat penyimpanan bahan makanan

Bahan makanan yang akan disimpan harus berada dalam keadaan bersih. Ruang
penyimpanan sebaiknya dibersihkan secara rutin. Seandainya ada bahan makanan yang
busuk pada saat disimpan, maka sebaiknya segera dibuang dan sebaiknya ruang
penyimpanan disemprot dengan disinfektan pada waktu-waktu tertentu (Fadiati 1988).

4) Sanitasi alat dapur

Bahan makanan atau makanan dapat terkontaminasi oleh alat-alat dapur yang kotor.
Oleh karena itu pencucian alat dapur juga harus diperhatikan. Pencucian perlengkapan dapur
dapat dilakukan dalan dua cara, yaitu secara manual dan dengan menggunakan washing
machine (Widyati & Yuliarsih 2002).

5) Sanitasi wilayah steward

Lemari dan rak penyimpanan alat-alat masak dalam gudang (stewarding store room)
perlu diawasi sehingga kemungkinan adanya kerusakan karena berkarat dapat dihindari.
Tempat cuci tangan sebaiknya berada di dekat kamar mandi dilengkapi dengan sabun, serbet
kertas, atau hand dryer (Widyati & Yuliarsih 2002).
Selain faktor fisik, faktor kimia dan mikrobiologis pun berpengaruh terhadap
sanitasi. Faktor kimia yang mempengaruhi sanitasi dapat disebabkan karena adanya
pencemaran gas atau cairan yang merugikan kesehatan atau adanya partikel-partikel yang
beracun, obat penyemprot hama pada bahan makanan, zat-zat kimia yang digunakan untuk
mempertahankan kesegaran bahan makanan, zat pewarna, dan penggunaan wadah bekas
obat-obat pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Faktor mikrobiologis dapat
disebabkan oleh pencemaran bakteri, virus, jamur, dan parasit (Fadiati 1988).

e. Higiene Personal dan Higiene Perlengkapan Karyawan

Higiene petugas penyelenggara makanan adalah sikap bersih perilaku petugas


penyelenggara makanan agar makanan yang ditangani tidak tercemar oleh petugas. Higiene
personal terdiri dari pemeriksaan kesehatan, kebersihan tangan dan jari tangan, kebersihan
rambut, kebersihan hidung, kebersihan mulut dan gigi, serta kebersihan telinga. Higiene
perlengkapan karyawan terdiri dari pakaian karyawan dan sepatu (Fadiati 1988).

Sebelum seseorang diterima menjadi karyawan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan


kesehatan untuk menghindari adanya penyakit menular yang dapat mengkontaminasi makanan.
Pakaian yang digunakan di dapur sebaiknya pakaian khusus dan diganti setiap hari, karena
pakaian merupakan salah satu sumber bakteri. Pakaian yang digunakan di dapur sebaiknya
dipilih dari bahan yang berwarna terang, mudah menyerap keringat, tidak panas, dan tidak ketat,
sehingga tidak mengganggu pada waktu bekerja. Sepatu yang digunakan sebaiknya memiliki hak
pendek, tidak licin, ringan dan enak dipakai. Dengan standar higiene personal yang tinggi
seorang petugas dapat menyadari bahwa yang dilakukannya adalah menyangkut kesehatan orang
banyak dan mencegah terjadinya keracunan makanan (Widyati & Yuliarsih 2002).

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang cara


pengolahan makanan menyebutkan bahwa semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan
dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung
dengan makanan dilakukan dengan :

 Sarung tangan plastik sekali pakai


 Penjepit makanan

 Sendok garpu

Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan digunakan :

 Celemek

 Penutup rambut

 Sepatu dapur

Perilaku karyawan selama bekerja :

 Tidak merokok

 Tidak makan atau mengunyah

 Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias (polos).

 Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya

 Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil

 Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar

 Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar tempat jasaboga

f. Penilaian Ketersediaan Pangan

Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), terdapat dua pengertian tentang penilain
konsumsi pangan. Pertama, penilaian terhadap kandungan energi dan zat gizi dalam makanan
(ketersediaan), dan kedua membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi
seseorang atau kelompok dengan angka kebutuhan gizi.

Lebih lanjut Hardinsyah dan Briawan (1994) menambahkan bahwa dalam menghitung
kandungan energi dan zat gizi pangan, sebaiknya dicatat informasi tentang bentuk olahan
pangan. Hal ini terkait dengan koreksi kandungan vitamin dan mineral, terutama vitamin A,
vitamin B, vitamin C, dan mineral Fe karena adanya kehilangan zat gizi selama pengolahan Data
aktual tentang jumlah makanan diperoleh dengan cara penimbangan menggunakan timbangan
makanan. Timbangan yang digunakan adalah timbangan yang mempunyai kapasitas 1 kg dan 4
kg (Kusharto & Sa’diyyah 2007). Penilaian terhadap kandungan energi dan zat gizi dari beragam
pangan merupakan penjumlahan masing-masing energi dan zat gizi pangan komponennya
(Hardinsyah & Briawan 1994).

g. Daya Terima Makanan

Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang timbul dari
makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, perasa, bahkan pendengar (Nasoetion
1980). Faktor utama yang mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan adalah rangsangan
cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Kualitas cita rasa mempunyai pengertian seberapa
jauh daya tarik makanan dapat menimbulkan selera seseorang (Nasoetion 1980).

Daya terima anak usia sekolah terhadap makanan dapat dilihat dari jumlah makanan yang
dihabiskan. Selain itu daya terima dapat juga dilihat dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
yang diberikan terkait dengan penilaian sensori. Daya terima terhadap makanan menunjukkan
hasil penilaian seseorang terhadap menu makanan. Penilaian anak usia sekolah terhadap suatu
menu berhubungan dengan beberapa karakteristik menu yaitu pola menu, warna dan
penampakan, terkstur, aroma, bentuk potongan, popularitas makanan, dan suhu penyajian. Selain
itu penilaian terhadap makanan juga dipengaruhi oleh kesukaan (Uripi & Santoso 1995; Marotz
2005).

Marotz (2005) menyebutkan bahwa kualitas sensori sangat mempengaruhi pilihan


makanan pada anak. Warna merupakan komponen sensori yang paling berpengaruh. Lebih lanjut
Marotz menyebutkan bahwa penting untuk memperkenalkan jenis-jenis makanan baru pada
anak. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat mengenal berbagai jenis makanan. Faktor-faktor
yang secara tidak langsung mempengaruhi penilaian seseorang terhadap makanan diantaranya
suku bangsa, lingkungan hidup, kebudayaan, agama, serta faktor fisiologis dan psikologis
(Nasoetion 1980).

2. Prinsip perencanaan desain dan layout dapur


1. Tata letak, tata alur, macam dan syarat dapur
Dapur adalah tempat yang menentukan maju mundurnya institusi perusahaan, maka harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat tersebut antara lain adalah dapur harus dalam keadaan
bersih, mempunyai cukup ventilasi, mempunyai cukup persediaan air bersih, mempunyai saluran
pembuangan air kotor, mempunyai bak pencuci tangan, mempunyai tempat sampah, alat dapur
dalam keadaan bersih.
a. Tata letak, alur, macam dan syarat dapur
Tata letak peralatan dapur yang baik pada dasarnya harus memenuhi 2 tuntutan yaitu:
1) Memungkinkan dilakukan pekerjaan pengolahan makanan secara runtut dan efisien.
2) Terhindar kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah, peralatan kotor, dan limbah
pengolahan.
b. Perlengkapan penanganan sampah dan limbah
Sebagaimana yang telah penulis sarikan dari buku Bartono,dkk, (2007), yaitu:
1) Tujuan Pembuangan Sampah
Tujuan pembuangan sampah adalah untuk mengumpulkan sampah di setiap unit kerja, misalnya
ruang penerimaan, persiapan dan lain-lain, dengan menggunakan alat berupa tong atau drum
yang dilapisi plastik setiap kali pekerjaan selesai, plastik harus diangkat. Harus dipisahkan antara
sampah basah dan kering yang dapat atau tidak dapat di daur ulang.
2) Mesin Sampah Mekanik
Tujuannya adalah untuk melakukan tindakan tertentu terhadap sampah, yaitu menghancurkan,
memadatkan dan membakar sampah. Alat yang digunakan adalah Incinerator yaitu alat
pembakar sampah, rubbish compactor adalah alat untuk memadatkan sampah, bottle crusher
yaitu alat penghancur botol dan kaleng.
3) Ruangan Pembuangan Sampah
Tujuannya adalah untuk menyimpan sampah harian dari seluruh unit kerja, menunggu waktu
atau jadwal pembuangan sampah, kadang-kadang dilengkapi dengan refrigator untuk
menghindari pembusukan sampah sebelum dibuang.
4) Prinsip dalam Penambahan Sampah
Tempat sampah yang harus segera dijauhkan dari area produksi. Tempat pembuangan sampah
(container) harus tahan terhadap bahan buangan, dan mudah dibersihkan, terlindung dari
binatang pengerat, mudah ditutupi, kedap air, sampah sebaiknya jangan tersimpan dimana-mana,
akan tetapi pada container yang telah ditetapkan.
5) Air Limbah
Air limbah berasal dari tempat cuci, dapur dan kamar mandi, air limbah dari jasa boga umumnya
banyak mengandung lemak, oleh karena itu tidak boleh dibuang ke dalam saluran langsung.
6) Asap Dapur
Asap dapur harus segera dikeluarkan di dapur, sebelum dibuang asap dapur disaring dengan
saringan lemak (grase filter).
c. Peralatan dapur
Faktor perlengkapan dan peralatan memegang peranan penting selain letaknya, bentuk serta
konstruksi alat-alat juga berpengaruh terhadap timbulnya kecelakaan di tempat kerja. Oleh
karena itu tempat untuk penyelenggaraan makanan hendaknya ruang dapur cukup luas untuk
peralatan dan manusia serta lalu lintas bahan makanan. Manusia ataupun alat perlengkapan kecil
yang cukup disertai tempat penyimpanan yang praktis, serta tersedianya ruang istirahat pegawai
merupakan faktor lain yang perlu dipertimbangkan di dalam ruang dapur selain penerangan dan
ventilasi harus cukup (Mukrie, 1996).
d. Perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja
Suatu varietas yang besar bagi peralatan perlindungan bagi pekerja yang dibutuhkan pekerja
pada pekerjaannya. Perlindungan dengan plastik tangan atau menset sangat diperlukan dimana
sering terjadi masalah terhadap benda-benda yang butuh tingkat stirilisasi tinggi. Penutup rambut
seperti topi koki dapat digunakan untuk mencegah masuknya kotoran-kotoran yang mungkin
berasal dari rambut, maupun mencegah aroma yang tajam melekat di rambut

3. Tipe Dapur
Untuk dapat berjalannya fungsi dapur dengan baik, maka perlu diperhatikan beberapa hal
antara lain :
 Letak dapur.
Yaitu tidak jauh dari ruang makan, tidak berhubungan langsung dengan tempat kerja yang
lain, mudah untuk dibersihkan, mudah untuk menerima & membagi bahan makanan & makanan
jadi.
 Fasilitas dapur dan ruang makan.
Dapur & ruang makan harus mempunyai fasilitas peralatan dan saniter yang cukup seperti
tempat cuci, tempat cuci tangan, tempat menyimpan makanan & alat-alat, tempat sampah dsb.
 Keadaan/kondisi dapur & ruang makan harus :
a. Mudah dibersihkan.
b. Mempunyai penerangan yang cukup.
c. Mempunyai ventilasi yang memadai.
d. Tidak menyebarkan panas, bau, uap yang merangsang ke tempat-tempat lain.
e. Lantai-lantainya tidak licin & terbuat dari bahan-bahan yang mudah dibersihkan.
f. Mempunyai ruangan yang cukup luas sehingga memudahkan untuk bergerak bagi orang yang
bekerja & menggunakannya.
g. Untuk ruang makan, sesuai dengan standar kebutuhan ruangan.
h. Harus bebas serangga & binatang mengerat.

DAFTAR PUSTAKA
http://raraaqamaraa.blogspot.co.id/2016/03/makalah-manajemen-sistem.html
http://aisyahratna09.blogspot.co.id/p/laporan-penyelenggaraan-makanan.html
http://raraaqamaraa.blogspot.co.id/2016/03/makalah-manajemen-sistem.html

Anda mungkin juga menyukai