MAKALAH KELOMPOK
Teks Akademik
KELAS PMT 2 B
2018 M/1439 H
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Teks Akademik. Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu mata
kuliah bahasa Indonesia pada Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Penulis dengan segala kemampuan yang dimiliki telah berusaha untuk menyajikan
dengan sebaik-baiknya dalam menyusun makalah ini dengan bimbingan dan
petunjuk dari dosen pengampu mata kuliah bahasa Indonesia, Ibu Roza Afifah,
S.Pd., M.Hum. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman
dan pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini
masih ada kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terima Kasih
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4
2.1 Pendahuluan.......................................................................................................4
2.3 Contoh..............................................................................................................15
3.1 Simpulan..........................................................................................................25
3.2 Saran................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
menyebabkan keberhasilan sebuah pembelajaran juga perlu dilakukan pengajaran
demi tercapainya hasil yang maksimal dalam pembelajaran bahasa yang akan
dicapai.
Sebuah pembelajaran bahasa erat kaitannya dengan proses pemahaman
yang akan diberikan kepada siswa. Banyak faktor yang menentukan keberhasilan
dalam belajar, di antaranya belajar bahasa. Faktor tersebut di antaranya adalah
kualitas guru, kurikulum, bahan ajar, minat dan motivasi siswa, tingkat intelegensi
siswa, sarana dan fasilitas belajar, lingkungan sekolah, perhatian orang tua
(keluarga), latar belakang sosial budaya, dan lingkungan tempat tinggal (Arifin,
2006). Suatu indicator bahwa pembelajaran dianggap berhasil adalah dengan
mengantongi beberapa faktor seperti yang telah disebutkan di atas. Secara sadar
atau tidak ternyata beberapa faktor yang memengaruhi keberhasilan seorang anak
dalam belajar sangat kompleks. Bila kesepuluh faktor itu berhubungan dengan
baik satu sama lain maka akan tercipta pula kualitas yang baik dari segi
pembelajar maupun pengajar.
2
pendahuluan masih banyak yang mengalami kesulitan. Maka dari itu, di dalam
makalah ini akan dibahas secara lebih mendalam tentang struktur pendahuluan
dalam karya ilmiah yang benar.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendahuluan
Pendahuluan adalah bab pertama dari karangan ilmiah berbentuk skripsi,
tesis, disertasi, dan karangan ilmiah populer, artikel, laporan buku, atau makalah
yang mengantarkan pembaca untuk dapat menjawab pertanyaan maksud atau
tujuan penelitian. Kegunaan dan alasan penelitian itu dilakukan. Bagian
pendahuluan dalam karangan ilmiah merupakan bagian yang mengungkapkan
posisi suatu masalah dan perlunya kajian atau penelitian dilakukan (Nur Tanjung,
Bahdin; Afdal , 2008). Bagian ini mengungkapkan informasi dan deskripsi tentang
permasalahan penelitian atau kajian. Oleh karena itu, dalam karangan ilmiah
berbentuk skripsi, tesis, dan disertasi biasanya pada bagian ini terdapat latar
belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian atau kajian, asumsi atau hipotesis penelitian (jika penelitiannya
berhipotesis), kerangka pikir penelitian atau paradigma penelitian.
Pada karangan ilmiah populer, artikel, laporan buku, atau makalah,
biasanya aspek-aspek diatas diungkapkan dengan tanpa menggunakan pembagian
secara tegas atas aspek-aspek itu. Pada jenis karangan ilmiah tersebut, aspek-
aspek itu tersaji dalam beberapa paragraf, tetapi pada hakikatnya
menggungkapkan beberapa aspek itu. Pada dasarnya, bagian pendahuluan dalam
karangan ilmiah menyajikan posisi masalah yang memerlukan kajian atau
penelitian. Sebagaimana diungkapkan, bahwa dalam karangan ilmiah jenis skripsi,
dan disertasi aspek-aspek yang terdapat dalam bagian pendahuluan dipisahkan
secara khusus dalam bagian terpisah. Oleh karena itu, pada jenis karangan tersebut
terdapat sub sebab yang mengupasnya (Nur Tanjung, Bahdin; Afdal , 2008).
Struktur organisasi dari bab pendahuluan dapat dikatakan bergerak dari
overview yang cukup umum dari terrain penelitian ke masalah khusus yang
diteliti melalui tiga move utama yang menggambarkan tujuan komunikasi bab
pendahuluan. Tujuan utama dari bab pendahuluan, menurut Swales dan Feak
dalam (Emilia, 2012) adalah:
a. Untuk menjelaskan territorial kajian penelitian,
4
b. Mengidentifikasi adanya kekosongan atau gap dalam bidang yang
dikaji,
c. Memberi tanda bagaimana masalah penelitian akan mengisi gap yang
ada.
5
pengetahuan, pengalaman, kajian pustaka dan penelitian lain. Ketika pembaca
sampai pada akhir halaman kedua dari karya ilmiah, tujuan penelitian seharusnya
sudah jelas. Bab pendahuluan menetapkan tone dari karya ilmiah dan otoritas
penulis.
Selain itu, bab pendahuluan harus pula didasarkan pada kajian pustaka
untuk membantu pembaca konteks penelitian dan signifikasi dari penelitian yang
dilakukan. Fungsi atau tujuan dimasukkannya kajian pustaka adalah untuk
mendukung argument peneliti atau karya ilmiah dan harus dinyatakan dengan cara
yang menunjukkan bahwa “voice penulis jelas atau dominan”. Berkaitan dengan
isi dari bab pendahuluan, Pearce menyarankan bahwa penulis harus memberikan
informasi mengenai hipotesis, pertanyaan dan tujuan penelitian secara eksplisit.
Kegagalan penulis karya ilmiah dalam mengemukakan semua aspek ini sangat
mempengaruhi penilaian penguji berkaitan dengan keberhasilan penulis
memenuhi kriteria yang telah ditentukan dalam menulis pendahuluan sebuah
karya ilmiah.
Pendahuluan sebaiknya memperlihatkan secara garis besar, apa yang telah
menjadi ilham atau inspirasi dari keinginan untuk melakukan penelitian, seperti:
peraturan pemerintah, perubahan industri, perlunya perbaikan, usaha untuk
menemukan pengetahuan baru, perubahan kebijakan dan evaluasi. Kemudian
diteruskan dengan mengatakan secara singkat apa yang dilakukan, apa pertanyaan
penelitian atau hipotesisnya dan dimana penelitian itu dilakukan. Singkatnya,
menurut Stenberg dalam (Dalman, 2015), pendahuluan harus menjawab empat
pertanyaan berikut:
1. Penelitian apa (yang telah dilakukan sebelumnya) yang telah menggiring
pada penelitian ini?
2. Kontribusi apa yang diberikan penelitian ini kepada penelitian yang
telah ada?
3. Mengapa kontribusi yang diberikan oleh penelitian ini penting atau
menarik?
4. Bagaimana kontribusi itu dibuat atau dilakukan?
Selain itu, menurut Glatthorn dan Joyner dalam (Dalman, 2015) beberapa
faktor latar belakang khusus mungkin juga dibahas dalam pendahuluan, seperti:
6
a) Latar belakang sosial: Perkembangan dan perubahan dalam masyarakat
yang membuat masalah penelitian menjadi tampak penting.
b) Latar belakang intelektual: Gerakan intelektual dan filosofis utama yang
terjadi pada waktu penulisan karya ilmiah yang memberikan konteks
khusus pada penelitian.
c) Latar belakang professional: Perkembangan dalam bidang penulis yang
membuat persoalan atau masalah tampak perlu dikaji.
d) Latar belakang penelitian: Metode baru yang tampaknya perlu dipakai
atau teori baru yang tampaknya perlu diuji, atau adanya gap atau
kekosongan dalam pengetahuan yang ada.
7
suatu ketentuan dengan kenyataan. Berdasarkan paparan tersebut, biasanya
disertai dengan mengapa masalah tersebut penting untuk dikaji atau diteliti,
baik berimplikasi pada perkembangan ilmu atau pada kepentingan
pembangunan.
Latar belakang masalah merupakan bagian yang mengungkapkan
masalah yang membuat penulis gelisah dan resah jika masalah tersebut tidak
dikaji atau diteliti. Pada bagian ini diungkapkan kedudukan masalah yang
akan dikaji atau diteliti dan posisi masalah tersebut dalam perspektif bidang
keilmuan penulis. Penyajian bagian latar belakang dilakukan dengan cara
mengkonfrontasi antara teori atau konsep-konsep dengan fenomena yang
terjadi. Penyajian bagian ini dapat pula dilakukan dengan mengungkap suatu
ketentuan, pedoman, peraturan yang seharusnya dilakukan, tetapi
kenyataannya tidak demikian sehingga menimbulkan suatu masalah. Bagian
ini dapat pula berupa penyajian prediksi logis terhadap sesuatu yang dianggap
sebagai penyebab dari suatu fenomena yang menimbulkan masalah.
Pada bagian ini dikemukakan adanya kesenjangan antara harapan dan
kenyataan, baik kesenjangan teoritis ataupun kesenjangan praktis yang
melatarbelakangi masalah yang diteliti. Pada latar belakang masalah ini
dipaparkan secara ringkas teori, hasil penelitian, kesimpulan seminar, dan
diskusi ilmiah ataupun pengalaman/pengalaman pribadi yang terkait erat
dengan pokok masalah yang diteliti. Dengan demikian, masalah yang dipilih
untuk diteliti mendapat landasan berpijak yang lebih kokoh (Pujiono, 2013).
8
Identifikasi dan rumusan masalah sering digunakan penulis karangan
ilmiah berseiringan. Kadang-kadang penulis hanya menggunakan salah satu
diantaranya, tetapi kadang-kadang keduanya digunakan. Hal itu bergantung
pada kondisi karangan ilmiah tersebut, jika penulis memandang bahwa dalam
latar belakang posisi studi masih dipandang belum problematis dan belum
ajeg sebagai masalah, maka posisi permasalahan dibahas pada bagian
identifikasi masalah. Dengan demikian, pada bagian identifikasi masalah,
permasalahan kajian atau penelitian dikerucutkan atau difokuskan, sehingga
dalam merumuskan permasalahan tidak perlu mencantumkan kembali fokus
kajian.
Bagian rumusan masalah merupakan bagian yang menjelaskan
permasalahan yang akan dikaji atau diteliti. Rumusan masalah dalam
karangan ilmiah biasanya dikaji dalam bentuk kalimat interogatif (kalimat
pertanyaan). Namun, kenyataan dalam rumusan masalah harus dapat terukur
oleh aktivitas kajian yang akan dilakukan. Kata tanya yang dapat digunakan
pada bagian rumusan masalah misalnya, “Apakah atau Bagaimanakah”.
Apabila penulis karangan ilmiah memandang bahwa rumusan masalah dalam
penelitian yang akan dilakukan perlu diperinci kembali ke dalam bagian yang
lebih spesifik dapat dilakukan dengan menurunkan rumusan masalah ke
dalam bagian yang lebih terperinci.
Contoh rumusan masalah:
1) Apakah ciri-ciri penting dari suatu buku yang ditetapkan sebagai buku
pelajaran yang memiliki keterbacaan tinggi?
2) Jenis pengukuran keterbacaan manakah yang dapat digunakan dalam
menentukan keterbacaan suatu buku pelajaran untuk sekolah dasar?
9
c. Apakah keterbacaan yang diperoleh berdasarkan pemahaman siswa
terhadap bacaan memiliki kesesuaian dengan hasil pengukuran lain?
d. Hal-hal apakah yang berpengaruh terhadap keterbacaan suatu buku
pelajaran Sekolah Dasar?
3. Pembatasan Masalah
Agar permasalahannya tidak melebar, maka perlu pembatasan yang
akan berkaitan dengan teori rumusan masalah yang akan menampakkan
variabel yang diteliti. Dengan adanya pembatasan masalah, jenis atau sifat
hubungan antara variabel yang timbul dengan perumusan masalah, dan subjek
penelitian semakin kecil ruang lingkupnya. Dengan demikian, pembatasan
masalah sangat membantu peneliti untuk mengalirkan instrument penelitian.
Batasan masalah mempunyai kaitan erat dengan identifikasi masalah.
10
Keterbatasan waktu, pemikiran, data dan biaya memungkinkan untuk
mempersempit ruang lingkup penelitian. Pembatasan masalah/ruang lingkup
dapat dilakukan dengan membatasi objek penelitian, ruang atau tempat
(spatial) penelitian, dan waktu (temporal) penelitian.
5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian dalam karangan ilmiah disajikan bergantung pada
pendekatan penelitian yang digunakan. Jenis penelitian yang menggunakan
pendekatan kualitatif, biasanya tidak menggunakan hipotesis penelitian.
Namun, ada pula yang menggunakannya tetapi masih bersifat tentatif
sehingga dapat diubah dengan disesuaikan pada temuan data dan fakta yang
11
diperoleh dari hasil penelitian atau kajian. Hipotesis penelitian dalam
karangan ilmiah diungkapkan secara lugas, singkat, dan padat. Pernyataan
hipotesis mendorong pembuktian dalam pengolahan data. Apabila hipotesis
terdiri atas hipotesis utama dan hipotesis turunan, maka penyajiannya
diungkapkan berdasarkan pengembangan dari hipotesis utama.
12
pelajaran Matematika dibandingkan dengan yang tingkat kecerdasaanya
sedang. Rumusan hipotesis yang baik hendaknya: (a) menyatakan pertautan
antara dua variabel atau lebih, (b) dituangkan dalam bentuk kalimat
pernyataan, (c) dirumuskan secara singkat, padat, dan jelas, serta (d) dapat
diuji secara empiris (Nur Tanjung, Bahdin; Afdal , 2008).
13
variabel yang akan diteliti. Gambar atau peta variabel penelitian tidak
disajikan dalam kerangka pikir, karena bagian ini seharusnya disajikan pada
bagian desain penelitian. Kerangka pikir penelitian dalam karangan ilmiah
biasanya disajikan dalam deskripsi setiap teori yang digunakan. Pada bagian
akhir aspek ini dilengkapi dengan gambar keterhubungan teori-teori yang
digunakan dalam sebuah kajian atau penelitian. Dengan demikian, kerangka
pikir penelitian tidak hanya disajikan dalam bentuk gambar kerangka, tetapi
disajikan terlebih dahulu dalam bentuk deskripsi.
2.3 Contoh
Berikut ini adalah contoh skripsi yang penulis ambil dari sebuah skripsi
kakak senior (Tri Sundari, 2014) serta makalah penulis sendiri di semester 1.
14
2.3.1 Contoh 1
Berikut contoh skripsi yang penulis ambil dari sebuah skripsi kakak senior
(Tri Sundari, 2014).
15
kemampuan berkomunikasi yang baik akan cenderung lebih mudah
beradaptasi dengan siapapun diman dia berada dalam suatu komunitas, yang
pada gilirannya akan menjadi seorang yang berhasil dalam hidupnya. Melalui
komunikasi seseorang dapat menambah pengetahuan dan mengubah
perilakunya sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu, dapat diartikan
bahwa proses komunikasi yang baik memungkinkan siswa untuk membangun
pengetahuan matematikanya. Sehingga kesadaran tentang pentungnya
meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan menggunakan
matematika yang dipelajari di sekolah perlu ditumbuhkan.
Berdasarkan pengalaman penulis pada saat Praktik Pengalaman
Lapangan (PPL) dan juga informasi yang diberikan oleh Ibu Suzani, S.Pd
sebagai Guru bidang studi matematika SMP Negeri 9 Pekanbaru menyatakan
bahwa dari hasil pembelajaran matematika, masih ada siswa yang belum
dapat mencapai batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) karena
kenyataannya komunikasi merupakan salah satu masalah yang kerap dialami
oleh siswa pada beberapa kelas di sekolah tersebut dimana siswa sering kali
tidak dapat menyelesaikan permasalahan matematika karena siswa tersebut
mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan ide gagasannya. Hal ini
dapat dikemukakan dalam beberapa gejala-gekala sebagai berikut:
1. Sebagian siswa tidak dapat memberikan argumen yang sesuai
terhadap jawaban dari soal-soal yang diberikan.
2. Sebagian siswa tidak dapat membuat langkah-langkah dalam
penyelesaian soal-soal matematika, seperti apa yang diketahui dan apa yang
ditanya.
3. Pada saat proses diskusi, terdapat siswa dalam kelompok tersebut
yang menyelsaikan soal secara individu.
4. Sebagian siswa tidak dapat menyatakan suatu situasi, benda nyata,
maupun gambar kedalam ide-ide, bahasa atau simbol matematika.
Berdasarkan gejala tersebut, Guru Matematika SMP Negeri 9
Pekanbaru telah melakukan beberapa usaha untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematika siswa diantaranya: menerapkan pembelajaran
16
menggunakan metode ceramah, ekspositori, tanya jawab, pemberian tugas
dalam bentuk diskusi berkelompok, pendekatan tutor sebaya yaitu siswa yang
memiliki kemampuan tinggi dapat memberikan bantuan kepada siswa yang
berkemampuan rendah agar terlepas dari kesuliatan dalam memahami bahan
pelajaran matematika.
Namun usaha tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan
terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa. Oleh karena itu, guru
harus mampu memilih model pembelajaran yang dapat mengeksplorasi
kemampuan matematika siswa, mengekspresikan pemahaman, memverbalkan
proses berpikir dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran
yang dapat dilakaukan oleh Guru dalam meningkatkan kemampuan
komunikasi matemtika adalah model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembentukan siswa kedalam
kelompok kecil artinya, suasana pembelajarannya menuntut untuk kehadiran
dan partisipasi tiap anggota kelompok agar tercipta rasa tanggung jawab, ada
pembagian tugas, harus ada interaksi dan komunikasi diantara anggota
kelompok. Komunikasi dan interaksi memungkinkan terjadinya pertukaran
informasi yang membantu meningkatkan pemikiran serta memberikan
gagasan-gagasanbaru dalam diri siswa. Hal ini dapat membantu
meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa.
Salah satu tipe pembelajaran Kooperatif adalah Two Stay Two Stray
yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan
informasi dengan kelompok lain, dimana siswa bebas untuk berinteraksi
dengan sesama siswa lainnya dan akan membangun semangat kerjasama.
Siswa akan termotivasi bekerjasama karena penilaian dilakukan secara
individual dan juga penilaian kelompok. Oleh karena itum terjadilah interaksi
antar siswa sehingga komunikasi matematika siswa terbangun dengan baik
dalam mengikuti proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Penerapan
17
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP Negeri 9 Pekanbaru”.
B. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kekeliruan dalam memahami
istilah yang digunakan pada judul penelitian ini, maka penulis akan
menjelaskan istilah-istilah yang digunakan, diantaranya:
1. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja
sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih
dimana keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh keterlibatan setiap anggota
itu sendiri.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
adalah suatu model yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lainnya.
C. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Masalah merupakan sesuatu yang dirasakan menjadi ganjalan dan ingin
dicarikan jawabannya terhadap permasalahan tersebut. Maka, peneliti dapat
mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
a. Sebagian siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan
matematika karena kesulitan dalam mengkomunikasikan kedalam ide-ide,
bahasa, simbol, gagasannya.
b. Sebagian siswa tidak dapat memberikan proses jawaban terhadap
soal yang diberikan guru secara sistematis.
c. Sebagian siswa tidak dapat mengungkapkan kembali intisari
terhadap materi yang telah dipelajari terutama didalam proses diskusi
kelompok.
18
d. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal komunikasi
masih rendah.
e. Sebagian siswa tidak berani untuk menyampaikan ide-ide dan
argumentasi pada waktu proses pembelajaran.
f. Model pembelajaran yang digunakan guru selama ini belum
menempatkan siswa sebagai subjek yang aktif dalam proses pembelajaran.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan beberapa identifikasi masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka penulis perlu membatasi permasalahannya, yaitu:
a. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray.
b. Komunikasi yang digunakan yaitu komunikasi matematika siswa
berupa tulisan pada pokok bahasan lingkaran kelas VIII.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah terdapat perbedaan kemampuan
komunikasi matematika antara siswa yang belajar menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan siswa yang belajar menggunakan
pembelajaran konvensional di SMP Negeri 9 Pekanbaru?”
19
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
sebagai berikut:
a. Bagi Siswa, diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap
peningkatan komunikasi matematika siswa.
b. Bagi Guru, diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pembelajaran
matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa.
c. Bagi Sekolah, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian
peningkatan kualitas kegiatan pembelajaran di sekolah.
d. Bagi Peneliti, diharapkan bahan penelitian ini dijadikan landasan
sebagai penelitian yang relevan.
2.3.2 Contoh 2
Berikut contoh makalah yang penulis ambil dari tugas makalah penulis
sendiri (Putri, 2017).
20
Dapat kita ketahui bahwa indikator belajar ditujukkan dengan
perubahan dalam tingkah laku. Dan untuk memantapkan fondasi pemahaman
akan belajar, tentu kita perlu mengetahui konsep dan teori belajar.
1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
2. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan
teman-teman;
4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi;
5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman;
21
2) Untuk mengetahui teori pokok belajar;
3) Untuk mengetahui sekilas tentang proses dan fase belajar.
22
Dr. H. Hermasyah Hasibuan, M.A. pada penunjukkan kedua dan
selanjutnya cukup nama singkat saja misalnya, Hermasyah.
b. Jika nama pengarang lebih dari satu maka semua nama pengarang
disebutkan, tetapi jika pengarang ada empat atau lebih cukup nama
pertama yang dicantumkan, nama yang lain cukup dengan singkatan et el
(dan lain-lain).
c. Penunjang kepada sebuah kumpulan (bunga rampai, antologi), sama
dengan diatas ditambah singkatan ed.
d. Jika tidak ada pengarang atau editor, maka catatan kaki dimulai dengan
judul buku atau artikel.
2. Judul
a. Judul buku dituliskan sesudah nama pengarang
b. Sesudah catatan kaki yang pertama, maka pada penyebutan kedua dan
seterusnya atas sumber yang sama, judul buku tersebut tidak perlu disebut
lagi.
3. Data Publikan
a. Tempat dan tahun penerbitan sebuah buku dapat di cantumkan pada
referensi pertama, referensi-referensi selanjutnya ( dalam kesatuan nomor
urut itu) ditiadakan.
b. Data referensi sebuah majalah tidak perlu memuat nama dan tempat terbit,
tetapi harus disebutkan nomor edisi dan nomor halaman.
c. Data sebuah publican bagi artikel sebuah harian terdiri atas bulan, hari,
tanggal, tahun, dan nomor halaman. Penanggalan tidak bolehditempatkan
dalan tanda kurung.
23
Catatan kaki singkat merupakan kaidah yang menunjukkan sumber
rujukan selain kaidah catatan pustaka (Faizah, 2008). Terdiri atas:
a) Ibid (singkatan dari ibidium, artinya sama dengan yang diatas). Digunakan
untuk catatan kaki yang sumbernya sama dengan catatan kaki yang
disajikan sebelumnya.
b) op.cit (singkatan dari opera citati, artinya dalam buku/karya yang telah
dipakai), digunakan untuk catatan kaki dan sumber yang telah dinyatakan,
tetapi telah disisip catatan kaki lain dari sumber la;in.
c) loc.cit (singkatan dari loco citati, artinya tempat yang telah dipakai).
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa:
25
3.2 Saran
Sebaiknya, dalam pembuatan pendahuluan sebuah makalah perlu
diperhatikan kalimat penulisannya, dengan menggunakan pilihan diksi yang tepat
sesuai dengan Ejaan yang Telah Disempurnakan (EYD).
26
DAFTAR PUSTAKA
Helmiati & Zein, Mas'ud. 2010. Teknik Penyusunan Skripsi. Pekanbaru: Suska
Press.
Nur Tanjung, Bahdin; Afdal. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta:
Kencana.
Pujiono, S. 2013. Terampil Menulis (Cara Mudah dan Praktis dalam Menulis).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Putri, R., 2017. Teori Belajar dan Konsep Belajar. Pekanbaru, s.n.
27