Anda di halaman 1dari 30

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

Bahasa Indonesia Roza Afifah, S.Pd., M.Hum

MAKALAH KELOMPOK

Teks Akademik

DISUSUN OLEH : (KELOMPOK 8)

POKSI DWI PRADA (11710525336)

RAFIKA PUTRI (11715201379)

RANI EKAHARDILA (11715201434)

KELAS PMT 2 B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2018 M/1439 H

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Teks Akademik. Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu mata
kuliah bahasa Indonesia pada Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Penulis dengan segala kemampuan yang dimiliki telah berusaha untuk menyajikan
dengan sebaik-baiknya dalam menyusun makalah ini dengan bimbingan dan
petunjuk dari dosen pengampu mata kuliah bahasa Indonesia, Ibu Roza Afifah,
S.Pd., M.Hum. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman
dan pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini
masih ada kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terima Kasih

Pekanbaru, 17 Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4

2.1 Pendahuluan.......................................................................................................4

2.2 Cara Membuat Pendahuluan...............................................................................5

2.3 Contoh..............................................................................................................15

2.4 Catatan Kaki.....................................................................................................22

BAB III PENUTUP........................................................................................................25

3.1 Simpulan..........................................................................................................25

3.2 Saran................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penulisan karya ilmiah dalam pembelajaran bahasa Indonesia telah
diperkenalkan pada siswa sejak pendidikan tingkat menengah pertama. Kemudian
akan dilanjutkan pada tingkat menengah atas, hingga perguruan tinggi. Namun,
apakah pengetahuan seorang siswa akan terus meningkat mengenai penulisan
karya ilmiah seiring seringnya berlatih menulis karya ilmiah dari jenjang yang
mudah hingga tingkat kesulitannya cukup rumit. Pembahasan mengenai penulisan
karya ilmiah telah menjadi persoalan serius di kalangan pelajar baik tingkat
menengah hingga perguruan tinggi. Maraknya isu plagiat dan mudahnya
mengakses berbagai informasi melalui dunia maya menjadi kendala yang cukup
berat bagi pengajar maupun pelajar.

Kegitan komunikasi keilmuan secara tertulis menuntut pelajar untuk


memiliki kemampuan dalam menyampaikan argumen keilmuan dalam karya
ilmiah. Jenis karya ilmiah pun beragam, ada yang berupa artikel, laporan kajian,
makalah, skripsi, tesis, dan disertasi. Tidak sedikit di antara mereka yang
mengalami kesulitan di dalam menuangkan gagasan-gagasan ilmiahnya secara
tertulis. Penyebab permasalahan tersebut, disebabkan rendahnya motivasi siswa
dalam mengasah kemampuannya dalam kegiatan komunikasi keilmuan secara
tertulis. Selain itu, kemampuan siswa dalam berpikir kritis mengenai suatu
permasalahan juga kurang terlatih. Kedua hal tersebut erat kaitannya dengan
kemampuan siswa menyampaikan argumentasi baik dalam bentuk lisan maupun
tulisan.
Sebagai seorang pendidik, menemukan solusi atas permasalahan tersebut
merupakan jalan terbaik yang harus ditempuh demi terciptanya dalam bidang
tulisan berupa karya ilmiah. Salah satu cara untuk mengatasinya diantaranya
dengan menemukan beberapa metode atau model pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik siswa. Selain itu, menemukan beberapa faktor yang

1
menyebabkan keberhasilan sebuah pembelajaran juga perlu dilakukan pengajaran
demi tercapainya hasil yang maksimal dalam pembelajaran bahasa yang akan
dicapai.
Sebuah pembelajaran bahasa erat kaitannya dengan proses pemahaman
yang akan diberikan kepada siswa. Banyak faktor yang menentukan keberhasilan
dalam belajar, di antaranya belajar bahasa. Faktor tersebut di antaranya adalah
kualitas guru, kurikulum, bahan ajar, minat dan motivasi siswa, tingkat intelegensi
siswa, sarana dan fasilitas belajar, lingkungan sekolah, perhatian orang tua
(keluarga), latar belakang sosial budaya, dan lingkungan tempat tinggal (Arifin,
2006). Suatu indicator bahwa pembelajaran dianggap berhasil adalah dengan
mengantongi beberapa faktor seperti yang telah disebutkan di atas. Secara sadar
atau tidak ternyata beberapa faktor yang memengaruhi keberhasilan seorang anak
dalam belajar sangat kompleks. Bila kesepuluh faktor itu berhubungan dengan
baik satu sama lain maka akan tercipta pula kualitas yang baik dari segi
pembelajar maupun pengajar.

Setiap individu menjalani empat tahap pembelajaran berbahasa dalam


hidupnya mulai dari menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dari keempat
tahap berbahasa tersebut, tidak menutup kemungkinan terdapat hubungan sebab
akibat yang erat di dalamnya. Bahasa sebagai sistem lambing bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk fenomena alamiah, tetapi bahasa
sebagai alat interaksi sosial di dalam masyarakat manusia merupakan fenomena
sosial (Arifin, 2006). Kemampuan seorang manusia dalam mengolah bahasa
menjadi suatu pendapat berupa argumentasi juga merupakan fenomena alamiah
yang terdapat dalam diri seseorang. Kemampuan tersebut bisa dilatih dengan
kepekaan pikiran dan sikap kritis terhadap suatu peristiwa atau kejadian yang
berlangsung di lingkungan sekitar.

Dalam karya ilmiah ternyata pendahuluan itu sangat penting, karena


pendahuluan merupakan bab pertama dari karya tulis yang mengantarkan
pembaca untuk dapat menjawab penyataan apa yang di teliti, untuk apa mengapa
penelitian itu dilakukan. Ternyata kebanyakan dari kita dalam menulis

2
pendahuluan masih banyak yang mengalami kesulitan. Maka dari itu, di dalam
makalah ini akan dibahas secara lebih mendalam tentang struktur pendahuluan
dalam karya ilmiah yang benar.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan pendahuluan?
2. Bagaimanakah cara membuat pendahuluan?
3. Bagaimanakah contoh dari pendahuluan?
4. Apa dan bagaimanakah pembuatan catatan kaki?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan mengenai pendahuluan;
2. Untuk mendeskripsikan cara membuat pendahuluan;
3. Untuk mendeskripsikan contoh dari pendahuluan;
4. Untuk mendeskripsikan mengenai pembuatan catatan kaki.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendahuluan
Pendahuluan adalah bab pertama dari karangan ilmiah berbentuk skripsi,
tesis, disertasi, dan karangan ilmiah populer, artikel, laporan buku, atau makalah
yang mengantarkan pembaca untuk dapat menjawab pertanyaan maksud atau
tujuan penelitian. Kegunaan dan alasan penelitian itu dilakukan. Bagian
pendahuluan dalam karangan ilmiah merupakan bagian yang mengungkapkan
posisi suatu masalah dan perlunya kajian atau penelitian dilakukan (Nur Tanjung,
Bahdin; Afdal , 2008). Bagian ini mengungkapkan informasi dan deskripsi tentang
permasalahan penelitian atau kajian. Oleh karena itu, dalam karangan ilmiah
berbentuk skripsi, tesis, dan disertasi biasanya pada bagian ini terdapat latar
belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian atau kajian, asumsi atau hipotesis penelitian (jika penelitiannya
berhipotesis), kerangka pikir penelitian atau paradigma penelitian.
Pada karangan ilmiah populer, artikel, laporan buku, atau makalah,
biasanya aspek-aspek diatas diungkapkan dengan tanpa menggunakan pembagian
secara tegas atas aspek-aspek itu. Pada jenis karangan ilmiah tersebut, aspek-
aspek itu tersaji dalam beberapa paragraf, tetapi pada hakikatnya
menggungkapkan beberapa aspek itu. Pada dasarnya, bagian pendahuluan dalam
karangan ilmiah menyajikan posisi masalah yang memerlukan kajian atau
penelitian. Sebagaimana diungkapkan, bahwa dalam karangan ilmiah jenis skripsi,
dan disertasi aspek-aspek yang terdapat dalam bagian pendahuluan dipisahkan
secara khusus dalam bagian terpisah. Oleh karena itu, pada jenis karangan tersebut
terdapat sub sebab yang mengupasnya (Nur Tanjung, Bahdin; Afdal , 2008).
Struktur organisasi dari bab pendahuluan dapat dikatakan bergerak dari
overview yang cukup umum dari terrain penelitian ke masalah khusus yang
diteliti melalui tiga move utama yang menggambarkan tujuan komunikasi bab
pendahuluan. Tujuan utama dari bab pendahuluan, menurut Swales dan Feak
dalam (Emilia, 2012) adalah:
a. Untuk menjelaskan territorial kajian penelitian,

4
b. Mengidentifikasi adanya kekosongan atau gap dalam bidang yang
dikaji,
c. Memberi tanda bagaimana masalah penelitian akan mengisi gap yang
ada.

2.2 Cara Membuat Pendahuluan


Pendahuluan merupakan bagian terpenting dari sebuah karya ilmiah,
karena bab ini merupakan jendela dari bab-bab selanjutnya yang ada dalam karya
ilmiah tersbut. Pendahuluan dapat berfungsi sebagai “a major signpost” atau “the
window to the thesis” dan merupakan kesempatan pertama bagi penulis untuk
membimbing pembaca, memberikan ide yang jelas dari apa yang akan ditulis.
Salah satu pembimbing di Australia mengatakan bahwa di dalam pendahuluan
tidak boleh ada kesalahan, karena dari situ pula pembaca akan memutuskan
apakah dia akan terus membaca atau tidak karya ilmiah itu. Menurut Swales dan
Feak (Emilia, 2012) dari segi proses, penulisan pendahuluan sebenarnya
merupakan proses yang sangat lambat dan sulit, serta membingungkan.
Pendahuluan menjelaskan konteks penelitian, dan mendefinisikan
penelitian yang dilakukan. Perannya, adalah untuk menjembatani kekosongan
antara pembaca dan penulis. Pendahuluan memberikan konteks intelektual,
pernyataan masalah, manfaat penelitian, dan ringkasan dari penelitian
sebelumnya. Pendahuluan yang merupakan bab konteks, signifikansi, pertanyaan,
serta isu yang dikaji dalam penelitian harus dinyatakan dengan jelas, dengan cara
yang informatif sehingga dapat dengan mudah dibaca oleh pembaca.
Pendahuluan menggiring pembaca kepada urutan tahapan yang logis,
menerangkan bagaimana pertanyaan dan isu yang dikaji dalam penelitian itu
muncul dan dalam keadaan seperti apa. Ini juga merupakan awal dari eksplorasi
pustaka yang relevan dan diakhiri dengan ikhtisar tjuan penelitian dan gambaran
tujuan dari masing-masing bab yang ada dalam karya ilmiah dengan cara
memaparkan organisasi karya ilmiah. Selain itu, dalam bab pendahuluan,
membangun “the active voice” dari peneliti atau penulis merupakan hal yang
sangat sentral. Dalam pendahuluan penulis menyatakan argument yang
meyakinkan untuk membangun tujuan penelitian, yang didasarkan pada

5
pengetahuan, pengalaman, kajian pustaka dan penelitian lain. Ketika pembaca
sampai pada akhir halaman kedua dari karya ilmiah, tujuan penelitian seharusnya
sudah jelas. Bab pendahuluan menetapkan tone dari karya ilmiah dan otoritas
penulis.
Selain itu, bab pendahuluan harus pula didasarkan pada kajian pustaka
untuk membantu pembaca konteks penelitian dan signifikasi dari penelitian yang
dilakukan. Fungsi atau tujuan dimasukkannya kajian pustaka adalah untuk
mendukung argument peneliti atau karya ilmiah dan harus dinyatakan dengan cara
yang menunjukkan bahwa “voice penulis jelas atau dominan”. Berkaitan dengan
isi dari bab pendahuluan, Pearce menyarankan bahwa penulis harus memberikan
informasi mengenai hipotesis, pertanyaan dan tujuan penelitian secara eksplisit.
Kegagalan penulis karya ilmiah dalam mengemukakan semua aspek ini sangat
mempengaruhi penilaian penguji berkaitan dengan keberhasilan penulis
memenuhi kriteria yang telah ditentukan dalam menulis pendahuluan sebuah
karya ilmiah.
Pendahuluan sebaiknya memperlihatkan secara garis besar, apa yang telah
menjadi ilham atau inspirasi dari keinginan untuk melakukan penelitian, seperti:
peraturan pemerintah, perubahan industri, perlunya perbaikan, usaha untuk
menemukan pengetahuan baru, perubahan kebijakan dan evaluasi. Kemudian
diteruskan dengan mengatakan secara singkat apa yang dilakukan, apa pertanyaan
penelitian atau hipotesisnya dan dimana penelitian itu dilakukan. Singkatnya,
menurut Stenberg dalam (Dalman, 2015), pendahuluan harus menjawab empat
pertanyaan berikut:
1. Penelitian apa (yang telah dilakukan sebelumnya) yang telah menggiring
pada penelitian ini?
2. Kontribusi apa yang diberikan penelitian ini kepada penelitian yang
telah ada?
3. Mengapa kontribusi yang diberikan oleh penelitian ini penting atau
menarik?
4. Bagaimana kontribusi itu dibuat atau dilakukan?

Selain itu, menurut Glatthorn dan Joyner dalam (Dalman, 2015) beberapa
faktor latar belakang khusus mungkin juga dibahas dalam pendahuluan, seperti:

6
a) Latar belakang sosial: Perkembangan dan perubahan dalam masyarakat
yang membuat masalah penelitian menjadi tampak penting.
b) Latar belakang intelektual: Gerakan intelektual dan filosofis utama yang
terjadi pada waktu penulisan karya ilmiah yang memberikan konteks
khusus pada penelitian.
c) Latar belakang professional: Perkembangan dalam bidang penulis yang
membuat persoalan atau masalah tampak perlu dikaji.
d) Latar belakang penelitian: Metode baru yang tampaknya perlu dipakai
atau teori baru yang tampaknya perlu diuji, atau adanya gap atau
kekosongan dalam pengetahuan yang ada.

Menurut Dalman (2015), Gaya penulisan pendahuluan harus ilmiah, jelas,


dan lugas dengan beberapa referensi kepada sumber utama yakni teks umum yang
membahas teori utama dar topik yang akan diteliti. Berkaitan dengan penulisan
pendahuluan, ada perbedaan pendapat mengenai kapan sebaiknya bab ini dibuat.
Sebagian penulis yang telah menulis karya ilmiah mengatakan bahwa mereka
menulis pendahuluan diakhir, mengingat penulis tidak akan tahu apa yang ditulis
di pendahuluan sampai karya ilmiah selesai. Namun demikian, ada juga yang
menyarankan menulis pendahuluan di awal, tetapi kemudian, ketika analisis data
selesai, bab pendahuluan dilihat lagi atau direvisi lagi. Menurut Moriarti,
sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab Tiga dan Bab Empat mengenai penulisan
karya ilmiah, semua penulis menyarankan bahwa alangkah lebih baik kalau
penulis menulis pendahuluan di awal, kemudian nanti di akhir proses penulisan
karya ilmiah pendahuluan itu direvisi lagi.
Dalam pembuatan pendahuluan karya ilmiah, ada beberapa ketentuan atau
bagian-bagian di dalamnya yang harus tertera dan diperhatikan agar susunan
kalimat dan isinya sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan dalam aturan
sekolah atau kampus masing-masing, yaitu umumnya mengandung:
1. Latar Belakang Masalah
Aspek latar belakang masalah pada bagian pendahuluan biasanya berisi
deskripsi tentang kedudukan masalah tersebut. Latar belakang masalah
biasanya mendeskripsikan mengapa masalah itu ada dan timbul berdasarkan
analisis penulis atau mengapa suatu hal dianggap masalah oleh penulis. Latar
belakang masalah merupakan paparan tentang adanya ketimpangan antara

7
suatu ketentuan dengan kenyataan. Berdasarkan paparan tersebut, biasanya
disertai dengan mengapa masalah tersebut penting untuk dikaji atau diteliti,
baik berimplikasi pada perkembangan ilmu atau pada kepentingan
pembangunan.
Latar belakang masalah merupakan bagian yang mengungkapkan
masalah yang membuat penulis gelisah dan resah jika masalah tersebut tidak
dikaji atau diteliti. Pada bagian ini diungkapkan kedudukan masalah yang
akan dikaji atau diteliti dan posisi masalah tersebut dalam perspektif bidang
keilmuan penulis. Penyajian bagian latar belakang dilakukan dengan cara
mengkonfrontasi antara teori atau konsep-konsep dengan fenomena yang
terjadi. Penyajian bagian ini dapat pula dilakukan dengan mengungkap suatu
ketentuan, pedoman, peraturan yang seharusnya dilakukan, tetapi
kenyataannya tidak demikian sehingga menimbulkan suatu masalah. Bagian
ini dapat pula berupa penyajian prediksi logis terhadap sesuatu yang dianggap
sebagai penyebab dari suatu fenomena yang menimbulkan masalah.
Pada bagian ini dikemukakan adanya kesenjangan antara harapan dan
kenyataan, baik kesenjangan teoritis ataupun kesenjangan praktis yang
melatarbelakangi masalah yang diteliti. Pada latar belakang masalah ini
dipaparkan secara ringkas teori, hasil penelitian, kesimpulan seminar, dan
diskusi ilmiah ataupun pengalaman/pengalaman pribadi yang terkait erat
dengan pokok masalah yang diteliti. Dengan demikian, masalah yang dipilih
untuk diteliti mendapat landasan berpijak yang lebih kokoh (Pujiono, 2013).

2. Identifikasi dan Rumusan Masalah


Suatu penelitian berangkat dari permasalahan. Masalah dalam
penelitian (terutama peneliti agama) dapat mengacu pada salah satu
pengertian berikut (Helmiati & Zein, Mas'ud, 2010):
1. Sesuatu yang belum diketahui terutama oleh masyarakat luas mengenai
suatu masalah yang penting.
2. Kesenjangan antara cita-cita (yang ideal) atau seharusnya dengan yang
historis sosiologis.
3. Suatu yang unik, yang menyebar dari mainstream yang ada.
4. Sesuatu yang luar biasa, dan apabila diteliti akan mengandung banyak
keutamaan dan pengetahuan.

8
Identifikasi dan rumusan masalah sering digunakan penulis karangan
ilmiah berseiringan. Kadang-kadang penulis hanya menggunakan salah satu
diantaranya, tetapi kadang-kadang keduanya digunakan. Hal itu bergantung
pada kondisi karangan ilmiah tersebut, jika penulis memandang bahwa dalam
latar belakang posisi studi masih dipandang belum problematis dan belum
ajeg sebagai masalah, maka posisi permasalahan dibahas pada bagian
identifikasi masalah. Dengan demikian, pada bagian identifikasi masalah,
permasalahan kajian atau penelitian dikerucutkan atau difokuskan, sehingga
dalam merumuskan permasalahan tidak perlu mencantumkan kembali fokus
kajian.
Bagian rumusan masalah merupakan bagian yang menjelaskan
permasalahan yang akan dikaji atau diteliti. Rumusan masalah dalam
karangan ilmiah biasanya dikaji dalam bentuk kalimat interogatif (kalimat
pertanyaan). Namun, kenyataan dalam rumusan masalah harus dapat terukur
oleh aktivitas kajian yang akan dilakukan. Kata tanya yang dapat digunakan
pada bagian rumusan masalah misalnya, “Apakah atau Bagaimanakah”.
Apabila penulis karangan ilmiah memandang bahwa rumusan masalah dalam
penelitian yang akan dilakukan perlu diperinci kembali ke dalam bagian yang
lebih spesifik dapat dilakukan dengan menurunkan rumusan masalah ke
dalam bagian yang lebih terperinci.
Contoh rumusan masalah:
1) Apakah ciri-ciri penting dari suatu buku yang ditetapkan sebagai buku
pelajaran yang memiliki keterbacaan tinggi?
2) Jenis pengukuran keterbacaan manakah yang dapat digunakan dalam
menentukan keterbacaan suatu buku pelajaran untuk sekolah dasar?

Rumusan ini diperinci lagi ke dalam sub-submasalah sebagai berikut:


a. Apakah pengukuran keterbacaan berdasarkan kesesuaian bacaan dengan
usia baca siswa dapat digunakan untuk mengukur keterbacaan buku
pelajaran sekolah dasar?
b. Apakah pengukuran keterbacaan yang ditetapkan dari pengukuran ahli
memiliki ketepatan dengan keterbacaan buku pelajaran?

9
c. Apakah keterbacaan yang diperoleh berdasarkan pemahaman siswa
terhadap bacaan memiliki kesesuaian dengan hasil pengukuran lain?
d. Hal-hal apakah yang berpengaruh terhadap keterbacaan suatu buku
pelajaran Sekolah Dasar?

Bagian rumusan masalah pada kajian atau penelitian yang memiliki


multi variabel, biasanya penyajiannya dikaitkan dengan varibel-variabel yang
akan diteliti dan merumuskan kaitan antarvariabel yang akan dibertemalikan.
Bahkan, penulis karangan ilmiah yang cermat akan merumuskan masalah
dengan pertanyaan-pertanyaan indikator dari setiap variabel yang diteliti atau
dikaji. Namun, jika penelitiannya hanya mencermati satu variabel, maka
rumusan masalah itu akan mempertanyakan kemungkinan kaitan antara
indikator dengan variabel tersebut sebagai fokus kajian. Rumusan masalah
dalam karangan ilmiah juga berfungsi sebagai pemandu bagi penulis untuk
mencari tahu dan mencari jawaban atas masalah yang dirumuskan itu.
Rumusan masalah juga akan membimbing pembahasan dalam karangan
ilmiah, sehingga pengupasan fakta atau temuan dimaksudkan untuk
menjawab rumusan tersebut.

3. Pembatasan Masalah
Agar permasalahannya tidak melebar, maka perlu pembatasan yang
akan berkaitan dengan teori rumusan masalah yang akan menampakkan
variabel yang diteliti. Dengan adanya pembatasan masalah, jenis atau sifat
hubungan antara variabel yang timbul dengan perumusan masalah, dan subjek
penelitian semakin kecil ruang lingkupnya. Dengan demikian, pembatasan
masalah sangat membantu peneliti untuk mengalirkan instrument penelitian.
Batasan masalah mempunyai kaitan erat dengan identifikasi masalah.

Belum tentu masalah-masalah yang telah diidentifikasi dapat diteliti.


Keterbatasan yang dimiliki mahasiswa yang menyebabkan masalah-masalah
yang telah diidentifikasi tidak dapat diteliti semuanya, namun hanya sebagian
saja. Bahasa lain untuk “batasan masalah” adalah “ruang lingkup”.

10
Keterbatasan waktu, pemikiran, data dan biaya memungkinkan untuk
mempersempit ruang lingkup penelitian. Pembatasan masalah/ruang lingkup
dapat dilakukan dengan membatasi objek penelitian, ruang atau tempat
(spatial) penelitian, dan waktu (temporal) penelitian.

4. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Aspek tujuan dan manfaat penelitian dalam bagian pendahuluan
karangan ilmiah biasanya berseiring dengan rumusan masalah. Tujuan
penelitian disajikan untuk mengeksplisitkan arah penelitian pada target yang
harus didapatkan dari suatu kajian atau penelitian. Dalam jenis karangan
ilmiah laporan penelitian, biasanya tujuan penelitian diarahkan pada
pemecahan masalah-masalah praktis yang menjadi ketimpangan atau
problematika. Demikian pula dengan manfaat penelitian, biasanya dipecah ke
dalam manfaat teoretis dan manfaat praktis.

Manfaat teoretis diarahkan pengembangan ilmu pengetahuan,


sedangkan manfaat praktis dimaksudkan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Penulisan subbab tujuan dan manfaat penelitian biasanya
digabungkan. Kemudian subbab tersebut, dipecah kembali ke dalam dua
bagian kecil jika penulis karangan ilmiah menggunakan kedua terminologi itu
secara berbeda. Namun, kadang-kadang penulis karangan ilmiah hanya
menggunakan tujuan penelitian atau tujuan penulisan, jika karangan ilmiah
yang dibuatnya berupa laporan penelitian atau kajian serta jenis karangan
ilmiah populer lainnya.

5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian dalam karangan ilmiah disajikan bergantung pada
pendekatan penelitian yang digunakan. Jenis penelitian yang menggunakan
pendekatan kualitatif, biasanya tidak menggunakan hipotesis penelitian.
Namun, ada pula yang menggunakannya tetapi masih bersifat tentatif
sehingga dapat diubah dengan disesuaikan pada temuan data dan fakta yang

11
diperoleh dari hasil penelitian atau kajian. Hipotesis penelitian dalam
karangan ilmiah diungkapkan secara lugas, singkat, dan padat. Pernyataan
hipotesis mendorong pembuktian dalam pengolahan data. Apabila hipotesis
terdiri atas hipotesis utama dan hipotesis turunan, maka penyajiannya
diungkapkan berdasarkan pengembangan dari hipotesis utama.

Contoh pernyataan hipotesis:


a) Terdapat hubungan yang signifikan antara kinerja pegawai dengan
kesejahteraan yang diterima dan kualitas pengawasan yang dilakukan.
b) Kemampuan membaca siswa berpengaruh terhadap kemampuan
menuangkan gagasan secara lisan dan tulisan.
c) Terdapat peningkatan produksi yang cukup berarti setelah para pengawas
dan pelaksana bidang produksi mendapat pelatihan manajemen
pengawasan mutu.
Dalam karangan ilmiah, selain digunakan hipotesis penelitian, kadang-
kadang disertakan pula hipotesis statistika. Penggunaan hipotesis statistika
dimaksudkan untuk memudahkan dalam pengujian hipotesis yang telah
ditetapkan (Arifin, 2006). Hipotesis penelitian dalam karangan ilmiah perlu
dibuktikan melalui serangkaian pengujian indikator. Pembuktian hipotesis
sangat bergantung pada kecermatan di dalam pengolahan data. Dari
pembuktian, baik diterima atau ditolak hipotesis yang telah ditetapkan harus
dilanjutkan pada pembahasan. Pembuktian hipotesis menjadj dasar bagi
pembahasan yang menghubungkan antara variabel penelitian dengan
indikator dari setiap variabel tersebut.

Rumusan hipotesis hendaknya bersifat definitive atau direksional.


Artinya, dalam rumusan hipotesis tidak hanya disebutkan adanya hubungan
atau perbedaan antarvariabel, melainkan telah ditunjukkan sifat hubungan
atau keadaan perbedaan itu. Contoh: Ada hubungan positif antara kecerdasan
siswa SMP dengan prestasi belajar mereka dalam mata pelajaran Matematika.
Jika dirumuskan dalam bentuk perbedaan menjadi siswa SMP yang tingkat
kecerdasannya tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dalam mata

12
pelajaran Matematika dibandingkan dengan yang tingkat kecerdasaanya
sedang. Rumusan hipotesis yang baik hendaknya: (a) menyatakan pertautan
antara dua variabel atau lebih, (b) dituangkan dalam bentuk kalimat
pernyataan, (c) dirumuskan secara singkat, padat, dan jelas, serta (d) dapat
diuji secara empiris (Nur Tanjung, Bahdin; Afdal , 2008).

6. Asumsi, Kerangka Pikir, dan Paradigma Penelitian


Asumsi, kerangka pikir, dan paradigma penelitian sering digunakan
sebagai istilah pada karangan ilmiah. Pada karangan ilmiah tertentu sering
digunakan istilah asumsi penelitian, yang digunakan untuk menyajikan
serangkaian teori yang mendasari, beberapa evidensi, atau bahkan penalaran
peneliti berdasarkan kemampuannya menghubungkan antara satu teori
dengan teori lain. Asumsi penelitian, bukan merupakan pernyataan-
pernyataan yang disajikan dengan tanpa dasar, melainkan pernyataan yang
memiliki kekuatan ilmiah sebagai titik pangkal penelitian. Pada beberapa
karangan ilmiah, kerangka pikir sering disebut pula dengan istilah paradigma
penelitian (research paradigm).

Penggunaan kedua istilah ini bergantung pada perspektif peneliti dalam


memandang permasalahan dan teori yang digunakan. Pada tulisan jenis
disertasi, biasanya digunakan istilah paradigma penelitian. Kerangka pikir
penelitian merupakan dasar pijak kajian atau penelitian secara teoretis.
Pijakan ini berdasarkan referensi atau temuan penelitian lain sejenis yang
akan digunakan untuk membahas atau mengupas permasalahan yang diteliti.
Kerangka pikir merupakan dasar-dasar teoretis yang menjadi dasar berpikir
dari peneliti dalam melakukan kajian. Oleh karena itu, penulis karangan
ilmiah menyajikan kerangka pikir berupa dasar-dasar teoretis yang disusun
secara logis dan bertemali hingga dipandang memiliki kekuatan teori untuk
dapat menjawab permasalahan.

Kerangka pikir penelitian berbeda dengan peta variabel. Penyajian


kerangka pikir bukan merupakan gambar atau gambaran keterhubungan

13
variabel yang akan diteliti. Gambar atau peta variabel penelitian tidak
disajikan dalam kerangka pikir, karena bagian ini seharusnya disajikan pada
bagian desain penelitian. Kerangka pikir penelitian dalam karangan ilmiah
biasanya disajikan dalam deskripsi setiap teori yang digunakan. Pada bagian
akhir aspek ini dilengkapi dengan gambar keterhubungan teori-teori yang
digunakan dalam sebuah kajian atau penelitian. Dengan demikian, kerangka
pikir penelitian tidak hanya disajikan dalam bentuk gambar kerangka, tetapi
disajikan terlebih dahulu dalam bentuk deskripsi.

Contoh kerangka pikir penelitian dalam Studi Keterbacaan Buku


Pelajaran SD” (2003) karya Prof. Dr. Yus Rusyana dan Dr. Suherli dalam
(Kusmana, 2015).
Peristiwa membaca yang dilakukan seseorang akan bertemali dengan
aspek (1) pembaca; (2) bacaan; dan (3) latar. Ketiga komponen tersebut akan
dapat menerangkan keterbacaan, termasuk pula keterbacaan buku pelajaran.
Oleh karena itu, studi tentang keterbacaan yang komprehensif dalam
penelitian ini dilakukan dalam lingkup ketiga aspek tersebut. Dalam
penelitian ini bahan bacaan diukur keterbacaannya berdasarkan formula yang
menetapkan kesesuaian bacaan dengan usia baca sehingga diperoleh
gambaran keterbacaan. Selanjutnya, bahan bacaan dianalisis berdasarkan
bahasa yang digunakan dan isi (pesan materi) sehingga diperoleh deskripsi
suatu teks untuk selanjutnya dapat ditelaah oleh peneliti keterbacaannya. Dari
deskripsi teks tersebut, selanjutnya disusun model-model suatu teks
berdasarkan deskripsi teks dan dapat mewakili teks berdasarkan deskripsi
sehingga diperoleh model-model teks untuk diujikan keterbacaannya kepada
siswa. Berdasarkan ketiga informasi tersebut, maka dapat ditetapkan
keterbacaan buku pelajaran.

2.3 Contoh
Berikut ini adalah contoh skripsi yang penulis ambil dari sebuah skripsi
kakak senior (Tri Sundari, 2014) serta makalah penulis sendiri di semester 1.

14
2.3.1 Contoh 1
Berikut contoh skripsi yang penulis ambil dari sebuah skripsi kakak senior
(Tri Sundari, 2014).

A. Latar Belakang Masalah


Komunikasi merupakan realita pokok dari kehidupan manusia sehari-
hari, karena dinamika kehidupan masyarakat akan senantiasa bersumber dari
kegiatan komunikasi. Dalam proses pembelajaran, komunikasi menjadi kunci
yang sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komunikasi
merupakan suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan
ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat atau perilaku baik langsung
secara lisan maupun lisan. Di dalam berkomunikasi tersebut harus dipikirkan
bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat
dipahami oleh orang lain karena kemampuan berkomunikasi tersebut dapat
membantu dalam proses penyusunan pikiran untuk menghubungkan
kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai
bahasa termasuk bahasa matematika. Banyak informasi yang disampaikan
dalam bahasa matematika seperti simbol-simbol, tabel, grafik, diagram.
Salah satu isu penting dalam pembelajaran matematika saat ini adalah
pentingnya pengembangan kemampuan komunikasi matematika siswa.
Pengemabnagan komunikasi juga menjadi salah satu tujuan pembelajaran
matematika dan menjadi salah satu standar kompentensi lulusan dalam bidang
matematika. Berdasarkan salah satu point yang tercantum dalam
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006, melalui pembelajaran matematika siswa
diharapkan dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Di
samping itu, dalam mengembangkan komunikasi siswa juga dapat
memberikan respon yang tepat antar siswa dan media dalam proses
pembelajaran. Hal ini karena melalui komunikasi matematika, siswa dapat
mengorganisasikan berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan.
Bahkan dalam pergaulan bermasyarakat, seseorang yang mempunyai

15
kemampuan berkomunikasi yang baik akan cenderung lebih mudah
beradaptasi dengan siapapun diman dia berada dalam suatu komunitas, yang
pada gilirannya akan menjadi seorang yang berhasil dalam hidupnya. Melalui
komunikasi seseorang dapat menambah pengetahuan dan mengubah
perilakunya sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu, dapat diartikan
bahwa proses komunikasi yang baik memungkinkan siswa untuk membangun
pengetahuan matematikanya. Sehingga kesadaran tentang pentungnya
meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan menggunakan
matematika yang dipelajari di sekolah perlu ditumbuhkan.
Berdasarkan pengalaman penulis pada saat Praktik Pengalaman
Lapangan (PPL) dan juga informasi yang diberikan oleh Ibu Suzani, S.Pd
sebagai Guru bidang studi matematika SMP Negeri 9 Pekanbaru menyatakan
bahwa dari hasil pembelajaran matematika, masih ada siswa yang belum
dapat mencapai batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) karena
kenyataannya komunikasi merupakan salah satu masalah yang kerap dialami
oleh siswa pada beberapa kelas di sekolah tersebut dimana siswa sering kali
tidak dapat menyelesaikan permasalahan matematika karena siswa tersebut
mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan ide gagasannya. Hal ini
dapat dikemukakan dalam beberapa gejala-gekala sebagai berikut:
1. Sebagian siswa tidak dapat memberikan argumen yang sesuai
terhadap jawaban dari soal-soal yang diberikan.
2. Sebagian siswa tidak dapat membuat langkah-langkah dalam
penyelesaian soal-soal matematika, seperti apa yang diketahui dan apa yang
ditanya.
3. Pada saat proses diskusi, terdapat siswa dalam kelompok tersebut
yang menyelsaikan soal secara individu.
4. Sebagian siswa tidak dapat menyatakan suatu situasi, benda nyata,
maupun gambar kedalam ide-ide, bahasa atau simbol matematika.
Berdasarkan gejala tersebut, Guru Matematika SMP Negeri 9
Pekanbaru telah melakukan beberapa usaha untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematika siswa diantaranya: menerapkan pembelajaran

16
menggunakan metode ceramah, ekspositori, tanya jawab, pemberian tugas
dalam bentuk diskusi berkelompok, pendekatan tutor sebaya yaitu siswa yang
memiliki kemampuan tinggi dapat memberikan bantuan kepada siswa yang
berkemampuan rendah agar terlepas dari kesuliatan dalam memahami bahan
pelajaran matematika.
Namun usaha tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan
terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa. Oleh karena itu, guru
harus mampu memilih model pembelajaran yang dapat mengeksplorasi
kemampuan matematika siswa, mengekspresikan pemahaman, memverbalkan
proses berpikir dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran
yang dapat dilakaukan oleh Guru dalam meningkatkan kemampuan
komunikasi matemtika adalah model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembentukan siswa kedalam
kelompok kecil artinya, suasana pembelajarannya menuntut untuk kehadiran
dan partisipasi tiap anggota kelompok agar tercipta rasa tanggung jawab, ada
pembagian tugas, harus ada interaksi dan komunikasi diantara anggota
kelompok. Komunikasi dan interaksi memungkinkan terjadinya pertukaran
informasi yang membantu meningkatkan pemikiran serta memberikan
gagasan-gagasanbaru dalam diri siswa. Hal ini dapat membantu
meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa.
Salah satu tipe pembelajaran Kooperatif adalah Two Stay Two Stray
yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan
informasi dengan kelompok lain, dimana siswa bebas untuk berinteraksi
dengan sesama siswa lainnya dan akan membangun semangat kerjasama.
Siswa akan termotivasi bekerjasama karena penilaian dilakukan secara
individual dan juga penilaian kelompok. Oleh karena itum terjadilah interaksi
antar siswa sehingga komunikasi matematika siswa terbangun dengan baik
dalam mengikuti proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Penerapan

17
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP Negeri 9 Pekanbaru”.

B. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kekeliruan dalam memahami
istilah yang digunakan pada judul penelitian ini, maka penulis akan
menjelaskan istilah-istilah yang digunakan, diantaranya:
1. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja
sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih
dimana keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh keterlibatan setiap anggota
itu sendiri.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
adalah suatu model yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lainnya.

C. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Masalah merupakan sesuatu yang dirasakan menjadi ganjalan dan ingin
dicarikan jawabannya terhadap permasalahan tersebut. Maka, peneliti dapat
mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
a. Sebagian siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan
matematika karena kesulitan dalam mengkomunikasikan kedalam ide-ide,
bahasa, simbol, gagasannya.
b. Sebagian siswa tidak dapat memberikan proses jawaban terhadap
soal yang diberikan guru secara sistematis.
c. Sebagian siswa tidak dapat mengungkapkan kembali intisari
terhadap materi yang telah dipelajari terutama didalam proses diskusi
kelompok.

18
d. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal komunikasi
masih rendah.
e. Sebagian siswa tidak berani untuk menyampaikan ide-ide dan
argumentasi pada waktu proses pembelajaran.
f. Model pembelajaran yang digunakan guru selama ini belum
menempatkan siswa sebagai subjek yang aktif dalam proses pembelajaran.

2. Batasan Masalah
Berdasarkan beberapa identifikasi masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka penulis perlu membatasi permasalahannya, yaitu:
a. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray.
b. Komunikasi yang digunakan yaitu komunikasi matematika siswa
berupa tulisan pada pokok bahasan lingkaran kelas VIII.

3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah terdapat perbedaan kemampuan
komunikasi matematika antara siswa yang belajar menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan siswa yang belajar menggunakan
pembelajaran konvensional di SMP Negeri 9 Pekanbaru?”

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian
ini adalah: ”Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kemampuan
komunikasi matematika antara siswa yang belajar menggunakan model
pembelajaran kooperatip tpe TSTS dengan siswa yang belajar menggunakan
pembelajaran konvensional di SMP Negeri 9 Pekanbaru”.
2. Manfaat Penelitian

19
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
sebagai berikut:
a. Bagi Siswa, diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap
peningkatan komunikasi matematika siswa.
b. Bagi Guru, diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pembelajaran
matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa.
c. Bagi Sekolah, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian
peningkatan kualitas kegiatan pembelajaran di sekolah.
d. Bagi Peneliti, diharapkan bahan penelitian ini dijadikan landasan
sebagai penelitian yang relevan.

2.3.2 Contoh 2
Berikut contoh makalah yang penulis ambil dari tugas makalah penulis
sendiri (Putri, 2017).

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam memaknai konsep maka akan berhubungan dengan teori,


sedangkan teori akan berkaitan dengan sesuatu yang dipandang secara ilmiah.
Jika teori berhubungan dengan konsep maka dalam uraiam konsep dasar
belajar akan tertuju pada landasan ilmiah pembelajaran.

Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi


yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang
diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman
(melihat, mengamati dan memahami sesuatu).

20
Dapat kita ketahui bahwa indikator belajar ditujukkan dengan
perubahan dalam tingkah laku. Dan untuk memantapkan fondasi pemahaman
akan belajar, tentu kita perlu mengetahui konsep dan teori belajar.

Menurut Arden N. Frandsen dalam Pujiono, S. (2013) mengatakan


bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk belajar antara lain sebagai
berikut:

1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
2. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan
teman-teman;
4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi;
5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman;

6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.

Atas dasar tersebutlah, penulis membuat makalah ini, kiranya kelak


akan menjadi sebuah ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua,
khususnya pelaku pendidikan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, agar pembahahasan dalam


makalah ini tetap fokus terhadap pengaruh gaya belajar peserta didik, penulis
mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1) Apakah konsep definisi dan arti penting dari belajar?


2) Bagaimanakah penjelasan tentang teori pokok belajar?
3) Bagaimanakah sekilas tentang proses dan fase belajar?

1.3. Tujuan Penulisan

Pada dasarnya tujuan penulisan ini ialah sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui konsep, pengertian dan arti penting belajar;

21
2) Untuk mengetahui teori pokok belajar;
3) Untuk mengetahui sekilas tentang proses dan fase belajar.

2.4 Catatan Kaki


2.4.1 Pengertian
Catatan kaki adalah keterangan-keterangan atas teks karangan pada kaki
halaman tulisan ilmiah (Hermandra, 2008). Bila keterangan semacam ini
ditempatkan pada akhir bab atau akhir tulisan disebut keterangan. Hubungan
antara catatan kaki dan teks yang dijelaskan itu biasanya dinyatakan dengan
nomor-nomor menunjukkan yang sama, baik yang terdapat pada teks maupun
yang terdapat pada catatan kaki itu sendiri, hubungan itu kadang-kadang
dinyatakan dengan tanda asterik atau tanda bintang (*) dan tanda salib (T) pada
halaman yang bersangkutan.

2.4.2 Tujuan membuat catatan kaki


a. Untuk menyusun pembuktian;
b. Menyatakan hutang budi pada penulis asli;
c. Menyampaikan keterangan tambahan;
d. Merujuk bagian lain dari teks.
2.4.3 Teknik membuat catatan kaki
a. Harus disediakan ruang atau tempat secukupnya pada kaki halaman
tersebut sehingga margin bawah tidak boleh lebih sempit dari 3 cm
sesudah baris terakhir.
b. Sesudah baris terakhir dari teks, dalam jarak 3 spasi harus dibuat sebuah
garis, mulai dari margin kiri sepanjang 15 ketikan dengan huruf pika atau
18 dari huruf elite.
c. Dalam jarak dua spasi dari garis tadi, dalam 5-7 ketikan dari margin kiri
diketik nomor penunjukkan.
d. Langsung sebuah nmor penunjukkan, setangah spasi kebawah mulai
diketik baris pertama dari catatan kaki.
e. Jarak antar baris dalam catatan kaki adalah spasi rapat, sedangkan jarak
antar catatan kaki pada halaman yang sama (kalau ada).
f. Baris kedua dari tiap catatan kaki slalu dimulai dari margin kiri.

2.4.4 Cara membuat catatan kaki


1. Pengarang
a. Nama pengarang dalam catatan kaki dicantumkan sesuai dengan urutan
biasa yaitu gelar (kalua ada), nama kecil, nama keluarga. Misalnya Prof.

22
Dr. H. Hermasyah Hasibuan, M.A. pada penunjukkan kedua dan
selanjutnya cukup nama singkat saja misalnya, Hermasyah.
b. Jika nama pengarang lebih dari satu maka semua nama pengarang
disebutkan, tetapi jika pengarang ada empat atau lebih cukup nama
pertama yang dicantumkan, nama yang lain cukup dengan singkatan et el
(dan lain-lain).
c. Penunjang kepada sebuah kumpulan (bunga rampai, antologi), sama
dengan diatas ditambah singkatan ed.
d. Jika tidak ada pengarang atau editor, maka catatan kaki dimulai dengan
judul buku atau artikel.

2. Judul
a. Judul buku dituliskan sesudah nama pengarang
b. Sesudah catatan kaki yang pertama, maka pada penyebutan kedua dan
seterusnya atas sumber yang sama, judul buku tersebut tidak perlu disebut
lagi.

3. Data Publikan
a. Tempat dan tahun penerbitan sebuah buku dapat di cantumkan pada
referensi pertama, referensi-referensi selanjutnya ( dalam kesatuan nomor
urut itu) ditiadakan.
b. Data referensi sebuah majalah tidak perlu memuat nama dan tempat terbit,
tetapi harus disebutkan nomor edisi dan nomor halaman.
c. Data sebuah publican bagi artikel sebuah harian terdiri atas bulan, hari,
tanggal, tahun, dan nomor halaman. Penanggalan tidak bolehditempatkan
dalan tanda kurung.

4. Jilid dan nomor halaman


a. Untuk buku yang terdiri atas satu jilid, maka singkatan halaman dipakai
untuk menunjukkan nomor halaman.
b. Jika sebuah buku terdiri atas beberapa jilid, maka harus dicantumkan
nomor jilid dan nomor halaman. Untuk nomor jilid dipergunakan angka
romawi, sedangkan untuk nomor halaman dipergunakan angka Arab, tanda
singkatan hal.

2.4.5 Catatan kaki singkat

23
Catatan kaki singkat merupakan kaidah yang menunjukkan sumber
rujukan selain kaidah catatan pustaka (Faizah, 2008). Terdiri atas:
a) Ibid (singkatan dari ibidium, artinya sama dengan yang diatas). Digunakan
untuk catatan kaki yang sumbernya sama dengan catatan kaki yang
disajikan sebelumnya.
b) op.cit (singkatan dari opera citati, artinya dalam buku/karya yang telah
dipakai), digunakan untuk catatan kaki dan sumber yang telah dinyatakan,
tetapi telah disisip catatan kaki lain dari sumber la;in.
c) loc.cit (singkatan dari loco citati, artinya tempat yang telah dipakai).

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari pembahasan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa:

1. Pendahuluan memegang peranan yang sangat penting, sebagai jendela yang


akan menggiring perhatian atau minat pembaca untuk membaca karya ilmiah
secara keseluruhan. Dalam karangan ilmiah berbentuk skripsi, tesis, dan
disertasi biasanya pada bagian ini biasanya terdapat latar belakang masalah,
identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian atau kajian,
asumsi atau hipotesis penelitian (jika penelitiannya berhipotesis), kerangka
pikir penelitian atau paradigma penelitian.
2. Berkenaan dengan debat mengenai kapan sebaiknya menulis pendahuluan,
dengan mengikuti saran para penulis mengenai manfaat penulisan karya
ilmiah yang dilakukan sejak awal proses penelitian, sebab secara eksplisit
terbukti bahwa pendahuluan sebaiknya disebut diawal, kemudiam ketika
analisis data selesai, bab pendahuluan bisa direvisi atau diubah, disesuaikan
dengan perubahan atau temuan yang ada.
3. Dalam karangan ilmiah berbentuk skripsi, tesis, dan disertasi biasanya pada
bagian pendahuluan terdapat latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian atau kajian, asumsi atau hipotesis
penelitian (jika penelitiannya berhipotesis), kerangka pikir penelitian atau
paradigma penelitian.
4. Catatan kaki adalah keterangan-keterangan atas teks karangan pada kaki
halaman tulisan ilmiah.

25
3.2 Saran
Sebaiknya, dalam pembuatan pendahuluan sebuah makalah perlu
diperhatikan kalimat penulisannya, dengan menggunakan pilihan diksi yang tepat
sesuai dengan Ejaan yang Telah Disempurnakan (EYD).

26
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. 2006. Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Grasindo.

Dalman, H. 2015. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rajwali Press.

Emilia, E. 2012. Menulis Tesis dan Disertasi. Bandung: Alfabeta.

Faizah, Hasnah. 2008. Bahasa Indonesia. Pekanbaru: Cendikia Insani.

Helmiati & Zein, Mas'ud. 2010. Teknik Penyusunan Skripsi. Pekanbaru: Suska
Press.

Hermandra. 2008. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Pekanbaru: Cendikia


Insani.

Kusmana, S. 2015. Merancang Karya Tulis Ilmiah. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Nur Tanjung, Bahdin; Afdal. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta:
Kencana.

Pujiono, S. 2013. Terampil Menulis (Cara Mudah dan Praktis dalam Menulis).
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Putri, R., 2017. Teori Belajar dan Konsep Belajar. Pekanbaru, s.n.

Tri Sundari, B. 2014. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Two


Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematikaa Siswa
SMP Negeri 9 Pekanbaru. Pekanbaru: UIN SUSKA RIAU.

27

Anda mungkin juga menyukai