Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PERILAKU KEKERASAN

I. Kasus ( Masalah Utama)


Perilaku Kekerasan
A. Definisi Perilaku Kekerasan
Prilaku Kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering juga di sebut gaduh gelisah atau amuk dimana
seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol ( Yosep, 2010 ).
Pengertian marah adalah perasaan jengkel yang timbul karena adanya
kecemasan seseorang yang dianggapnya sebagai ancaman yang akan datang
(Stuart & Sundeen, 2005), sedangkan menurut Patricia (dalam Yosep, 2010)
perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran
perasaan frustasi dan benci atau marah.
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari
marah atau ketakutan (panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu
sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di
suatu sisi dan perilaku kekerasan di sisi yang lain.

B. Rentang Respon Marah


Menurut Yosep (2010), rentang respon dari marah, seperti pada gambar 1
berikut:
Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Gambar 1 Rentang Respon Marah

Keterangan:
1. Asertif, adalah perilaku yang bisa menyatakan perasaan dengan jelas dan
langsung, jarak bicara tepat, kontak mata tapi tidak mengancam, sikap serius
tapi tidak mengancam, tubuh lurus dan santai, pembicaraan penuh percaya
diri, bebas untuk menolak permintaan, bebas mengungkapkan alasan pribadi
kepada orang lain, bisa menerima penolakan orang lain, mampu menyatakan
perasaan pada orang lain, mampu menyatakan cinta orang terdekat, mampu
menerima masukan/kritik dari orang lain. Jadi bila orang asertif marah, dia
akan menyatakan rasa marah dengan cara dan situasi yang tepat, menyatakan
ketidakpuasannya dengan memberi alasan yang tepat.
2. Frustasi, merupakan respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang
tidak realistis atau hambatan dalam pencapaian tujuan.
3. Perilaku Pasif, orang yang pasif merasa haknya di bawah hak orang lain. Bila
marah, orang ini akan menyembunyikan marahnya sehingga menimbulkan
ketegangan bagi dirinya. Bila ada orang mulai memperhatikan non verbal
marahnya, orang ini akan menolak dikonfrontasi sehingga semakin
menimbulkan ketegangan bagi dirinya. Sering berperilaku seperti
memperhatikan, tertarik, dan simpati walau dalam dirinya sangat berbeda.
Kadang-kadang bersuara pelan, lemah, seperti anak kecil, menghindar kontak
mata, jarak bicara jauh dan mengingkari kenyataan. Ucapan sering menyindir
atau bercanda yang keterlaluan.
4. Agresif, merupakan perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
untuk bertindak destruktif tapi masih terkontrol. Perilaku yang tampak berupa
muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar.
5. Amuk (perilaku kekerasan), yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
disertai kehilangan kontrol diri, sehingga individu dapat merusak diri sendiri,
orang lain dan lingkungan.
C. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Menurut Fitria, (2006), tanda dan gejala dari perilaku kekerasan, adalah
sebagai berikut:
1. Fisik: pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah,
serta postur tubuh kaku.
2. Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada
keras dan kasar, sikap ketus.
3. Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, sikap menentang, dan amuk/agresif.
4. Emosi: jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu, dan
ingin berkelahi.
5. Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka berdebat,
dan mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Sosial: penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan kekerasan,
suka mengejek, dan mengkritik.
7. Spiritual: merasa diri berkuasa, tidak realistik, kreatifitas terlambat, ingin
orang lain memenuhi keinginannya, dan merasa diri tidak berdosa.

II.Proses Terjadinya Masalah


Gangguan jiwa pada perilaku kekerasan dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti faktor predisposisi dan faktor presipitasi (Yosep, 2010).
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan.
a. Faktor Psikologi
Psychoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan naluri. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang diekpresikan
dengan seksualitas, Dan kedua insting kematian yang diekpresikan dengan
agresivitas.
Frustation-aggresion theory; Teori yang dikembangkan pengikut Freud
ini ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai
suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif
yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk
melukai orang atau obyek yang menyebabkan frustasi.
b. Faktor Sosial Budaya
Social-Learning Theory; Teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977)
ini memgemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon
yang lain. Agresi dapat dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi,
dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajari.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekpresi agresif mana yang dapat diterima
atau tidak dapat diterima, sehingga dapat membantu individu untuk
mengekpresikan marah dengan cara yang asertif.

c. Faktor Biologis
Neorobilogical Faktor (Montague, 1979) bahwa dalam susunan
persyarafan ada juga yang berubah pada saat orang agresif. Sistem limbik
berperan penting dalam meningkatkan dan menurunkan agresifitas.
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif yaitu;
serotonin, dopamim, norepinephrin, acetikolin, dan asam amino GABA
(gamma aminobutiric acid). GABA dapat menurunkan agresifitas,
norepinephrin dapat meningkatkan agresifitas, serotonin dapat
menurunkan agresifitas dan orang yang epilepsi.

2. Faktor Presipitasi
Secara umum, sesorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika
seseorang marasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa
yang menjadi sumber kemarahanya. Ancaman dapat berupa internal ataupun
eksternal. Contoh stressor internal adalah tidak berprestasi kerja, kehilangan
orang yang dicintai, respon terhadap penyakit kronis. Contoh stressor ekternal
adalah serangan fisik, putus hubungan, dikritik orang lain. Marah juga bisa
disebabkan perasaan jengkel yang menumpuk di hati atau kehilangan kontrol
terhadap situasi. Marah juga bisa timbul pada orang yang dirawat inap.

E. Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan gangguan jiwa dengan dengan perilaku kekerasan
(Yosep, 2010) adalah sebagai berikut:
1. Psikofarmakologi
Obat-obatan yang diberikan adalah antiaanxiety dan sedative-
hipnotics. Obat ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepines
seperti lorazepam dan clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan
psikiatri untuk menenangkan perlawanan pasien.
2. Terapi Kejang Listrik atau Elektro Compulsive Therapy (ECT)
ECT merupakan suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada pasien baik tonik maupun klonik.
F. Penatalaksaan Keperawatan
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi
pasien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus
mengkaji pula afek pasien yang berhubungan dengan perilaku agresif.
Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat dalam membina hubungan
terapeutik dengan pasien, mengkaji perilaku yang berpontensi kekerasan,
mengembangkan suatu perencanaan, mengimplementasikan perencanaan, dan
mencegah perilaku kekerasan. (Yosep, 2010).
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk
mencegah dan mengelola perilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang
intervensi keperawatan.

1. Kesadaran Diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapi dapat mempengaruhi
komunikasinya dengan pasien. Bila perawat tersebut merasa letih, cemas,
marah, atau apatis maka akan sulit baginya membuat pasien tertarik. Untuk
mencegah semua itu, maka perawat harus terus menerus meningkatkan
kesadaran dirinya dan melakukan supervise dengan memisahkan antara
masalah pribadi dan masalah pasien.
2. Pendidikan Pasien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikai dan cara
mengekpresikan marah yang tepat. Banyak pasien yang mengalami kesulitan
mengekpresikan perasaan, kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan
mengkomunikasikan semua ini pada orang lain. Jadi dengan perawat
berkomunikasi yang terapeutik diharapkan agar pasien mau mengekpresikan
perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan pasien
adaptif atau maladaptif.
3. Latihan Asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat yaitu mampu
berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang, mengatakan tidak untuk
sesuatu yang tidak beralasan, sanggup melakukan komplain, dan
mengekpresikan penghargaan dengan tepat.
4. Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan pasien agresif adalah bersikap tenang, bicara
lembut, bicara tidak dengan menghakimi, bicara netral dengan cara yang
kongkrit, tunjukkan sikap respek, hindari kontak mata langsung, fasilitasi
pembicaraan, dengarkan pembicaraan, jangan terburu-buru
menginterpretasikan, dan jangan membuat janji yang tidak dapat ditepati.
5. Perubahan Lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti: membaca,
kelompok program yang dapat mengurangi perilaku pasien yang tidak sesuai
dan meningkatkan adaptasi sosialnya seperti terapi aktivitas kelompok.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah yang
sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi sedangkan kelompok digunakan
sebagai target sasaran (Keliat dan Akemat, 2005). TAK yang sesuai dengan
perilaku kekerasan adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi:
perilaku kekerasan.
6. aTindakan Perilaku
Tindakan perilaku pada dasarnya membuat kontrak dengan pasien mengenai
perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang
didapat bila kontrak dilanggar.
III. a. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Akibat

Perilaku Kekerasan/amuk Core Problem

Harga Diri Rendah Kronis


Penyebab

Berduka Disfungsional
b.Masalah keperawatan yang perlu dikaji :

1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


1) Data subjektif
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusik
jika sedang kesal/ marah.
 Riwayat perilaku kekerasan/ gangguan jiwa lainnya.
2) Data objektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dank eras, bicara menguasai : berteriak,
menjepit, memukul diri sendiri/ orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan memlempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan/ amuk
1) Data subjektif
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal/ marah.
 Riwayat perilaku kekerasan/ gangguan jiwa lainnya
2) Data Objektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dank eras, bicara menguasai : berteriak,
menjerit.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.

3. Gangguan konsep diri dan harga diri rendah


3) Data subjektif
 Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
4) Data Objektif
 Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternative tindakan, ingin mencederai diri/ ingin
mengakhiri hidup.

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Perilaku kekerasan/ amuk.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
3. Risiko menceedarai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

V.Rencana Keperawatan(terlampir)
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurjannah, I. 2008. Penangan Klien Dengan Masalah Psikiatri Kekerasan.


Yogyakarta: MocoMedika.

Maramis, W.F. 2005 Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya: Airlangga


Universitas Press.

Stuart, G.W. and Laraia. 2005. Principles and Praktice of Psychiatric Nursing, St.
Louis: Mosby Year B

Stuart dan Sundeen, 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Videbeck, S. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai