Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“RESIKO PERILAKU KEKERASAN”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Jiwa
di Puskesmas Bantur

Oleh :
Uswatun Hasanah
170070301111116

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DI PUSKESMAS BANTUR

Disusun oleh :

Uswatun Hasanah 170070301111116

Telah diperiksa kelengkapannya pada:

Hari :

Tanggal :

Perseptor akademik Perseptor Klinik

( ) ( )

NIP NIP
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak
keras tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria
berusia 15-25 tahun, orang kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya
kekerasan, peminum alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (1995),
perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Perasaan marah normal bagi tiap individu.Namun, pada pasien
perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara fluktuasi
sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.Marah merupakan perasaan
jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang
tidak terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen,
1995).Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf
parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat
biasanya ada kesalahan, yang mungkin nyata-nyata kesalahannya atau
mungkin juga tidak.Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang,
meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran
yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Purba
dkk, 2008).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat
menimbulkan respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan
tanpa menyakiti orang lain dan akan memberikan kelegaan pada individu
serta tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan
frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menentang.Respon melawan dan menentang merupakan
respon yang maladaptif yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk, 2008).
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai
tujuan.Pasif merupakan respons lanjutan dari frustasi dimana individu tidak
mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari
suatu tuntutan nyata.Agresif adalah perilaku menyertai marah dan
merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih
dapat terkontrol.Perilaku yang tampak dapat berupa muka masam, bicara
kasar, menuntut, dan kasar disertai kekerasan.Amuk atau kekerasan adalah
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol
diri.Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.Apabila
marah tidak terkontrol sampai respons maladaptif (kekerasan) maka individu
dapat menggunakan perilaku kekerasan (Purba dkk, 2008).
B. Rentang Respon Marah

Respon Adaptif Respon Mal Adaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan


melarikan diri / respon melawan dan menantang.Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang mal adaptif yaitu agresif – kekerasan.
Perilaku yang ditampakkan di mulai dari yang rendah sampai tinggi yaitu (Keliat,
1999):
a. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
b. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan
yang tidak realistis.
c. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami.
d. Agresif : Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati
ornag lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa
melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak
melukai orang lain.
e. Kekerasan: Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menukutkan,
memberi kata-kata mengancam, melukai, disertai melukai tingkat ringan
dan paling berat adalah melukai / merusak secara serius. Klien tidak
mampu mengendalikan diri.
C. Etiologi
1. Faktor Presisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
- Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori.
Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan
atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan
pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif.Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai
implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.Sistem
limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
agresif.Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat
agresif.
- Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi
atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten
dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya
tentang respons terhadap stress.
- Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
- Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan.Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis,
dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Faktor psikologis
1) Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
akumulasi frustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat
mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi
akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
2) Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila
tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang
diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan di rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini
menstimulai individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Existential theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan
dasar manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi
melalui perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi
kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
c. Faktor sosio cultural
1) Social enviroment theory ( teori lingkungan )
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara
diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima.
2) Social learning theory ( teori belajar sosial )
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun
melalui proses sosialisasi.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
D. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

E. Pohon masalah

Resiko Perilaku Gangguan


Mencederai diri Pemeliharaan Kesehatan

Ketidakefektifan
Perilaku Kekerasan Defisit Perawatan Diri
penatalaksanaan program Masalah Utama Mandi dan Berhias
terapeutik

Ketidakefektifan koping
keluarga : Gangguan konsep diri :
harga diri rendah kronis
Ketidakmampuan keluarga
merawat klien dirumah
F. Penatalaksanaan Medis
Menurut Yosep ( 2007 ) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien
dengan marah atau perilaku kekerasan adalah :
1. Medis
a. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat
mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam
dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik
untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak
direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat
menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa
memperburuk simptom depresi.
b. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
c. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif
dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.
d. Lithium efektif untuk agresif karena manik.
e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.
2. Keperawatan
Menurut Yosep ( 2007 ) perawat dapat mengimplementasikan berbagai
cara untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui rentang
intervensi keperawatan.

Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi


pengurungan
Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa
a. Strategi preventif
1) Kesadaran diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapinya dapat
mempengaruhi komunikasinya dengan klien. Bila perawat tersebut
merasa letih, cemas, marah atau apatis maka akan sulit baginya
untuk membuat klien tertarik. Oleh karenanya, bila perawat itu sendiri
dipenuhi dengan masalah, maka energy yang dimilikinya bagi klien
menjadi berkurang. Untuk mencegah semua itu, maka perawat harus
terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan
supervise dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah
klien.
2) Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara
mengekspresikan marah yang tepat.
3) Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :
- Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.
- Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan.
- Sanggup melakukan komplain.
- Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
b. Strategi antisipatif
1) Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif :
bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara
mengahakimi, bicara netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa
hormat, hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara
mengontrol situasi, fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan klien,
jangan terburu-buru menginterpretasikan dan jangan buat janji yang
tidak bisa ditepati.
2) Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti :
membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang
tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.
3) Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku
yang dapat diterina dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang
didapat bila kontrak dilanggar.
c. Strategi pengurungan
1) Managemen krisis
Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasi, maka diperlukan
intervensi yang lebih aktif.
2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan
menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat
keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain.
3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat
manual untuk membatasi gerakan fisik pasien menggunakan manset,
sprei pengekang
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
A. Pengkajian
Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spritual
pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor
presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan yang
dimiliki klien.
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat,
No. MR.
2. Faktor Predisposisi
a. Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil
dalam pengobatan.
b. Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam
keluarga.
c. Klien dengan perilaku kekerasan bisa herediter.
d. Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mengganggu
3. Fisik
Pada saat marah tensi biasanya meningkat.
4. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya ada terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pada komunikasi klien terganggu begitupun
dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri : Klien biasanya mengeluh dengan keadaan
tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan
tidak disukai.
b) Identitas klien : Klien biasanya tidak puas dengan status dan
posisinya baik sebelum maupun ketika dirawat
tapi klien biasanya puas dengan statusnya
sebagai laki-laki / perempuan.
c) Peran diri : Klien menyadari peran sebelum sakit, saat di
rawat peran klien terganggu.
d) Harga diri : Klien biasanya memiliki harga diri rendah
sehubungan dengan sakitnya.
e) Ideal diri : Klien biasanya memiliki harapan masa lalu yang
tidak terpenuhi.
3) Hubungan Sosial
Klien kurang dihargai di keluarga dan lingkungan.
4) Spritual
a) Nilai dan keyakinan
Biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai dengan
norma dan budaya.
b) Kegiatan ibadah
Klien biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat
sakit ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
5. Status Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak cocok / serasi dan
berubah dari biasanya.
2) Pembicaraan
Pembicaraan cepat, keras
3) Aktivitas motorik
Meningkat, klien biasanya terganggu dan gelisah
4) Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi
misalnya : sedih dan putus asa.
5) Afek
Afek klien biasanya sesuai
6) Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak
bermusuhan dan mudah tersinggung.
7) Persepsi
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya tidak memiliki kerusakan
persepsi.
8) Proses pikir
Biasanya klien mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan
logis dan keheran.
9) Isi Pikir
Keyakinan klien konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien.
10) Tingkat Kesadaran
Biasanya klien tidak mengalami disorientasi terhadap orang, tempat
dan waktu.
11) Memori
Tidak terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka
pendek klien mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien tidak mengalami gangguan konsentrasi dan berhitung
13) Kemampuan penilaian
Klien mampu dalam mengambil keputusan jika menghadapi masalah
yang ringan klien mampu menilai dan mengevaluasi diri sendiri.
14) Daya tilik diri
Klien biasanya mengingkari penyakit yang diderita dan tidak memerlukan
pertolongan, klien juga sering menyalahkan hal-hal diluar dirinya.

B. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan

C. Rencana Intervensi

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

1. Resiko TU :
mencederai diri Klien tidak
sendiri, orang lain mencederai diri
dan lingkungan b/d sendiri, orang lain dan
perilaku lingkungan
kekerasan. TUK : Dalam 2 x 1. Beri salam / terapeutik
1. Klien dapat pertemuan klien - Beri salam / panggil nama
membina dapat - Sebutkan nama perawat
hubungan selagi mengungkapkan sambil jabat tangan
percaya perasaan dan - Jelaskan maksud hubungan
keadaannya saat ini interaksi
secara verbal - Jelaskan tentang kontrak
yang akan dibuat
- Beri rasa aman dan sikap
simpati
- Lakukan kontrak singkap
tapi sering
2. Klien dapat Dalam 2 x 2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi pertemuan klien mengidentifikasi penyebab
penyebab perilaku dapat mengenali PK
kekerasan perasaan marahnya - Beri kesempatan untuk
mengungkapkan perasaan
- Bantu klien untuk
mengungkapkan penyebab
perasaan jengkel / kesal
3. Klien dapat Dalam waktu 2 x 3. Bantu klien untuk
mengidentifikasi pertemuan mengidentifikasi tanda dan
tanda dan gejala diharapkan klien gejala PK
mampu menilai efek - Anjurkan mengungkapkan
perilaku agresif apa yang dialami dan
dirasakannya saat jengkel
- Observasi tanda dan gejala
jengkel / kesal yang dialami
klien
4. Klien dapat Dalam 2 x 4. Anjurkan klien untuk
mengidentifikasi pertemuan klien mengungkapkan PK yang
PK yang biasa mampu biasa dilakukan klien /
dilakukan menyebutkan cara verbal
menyalurkan apa - Anjurkan klien untuk
yang biasa mengungkapkan PK yang
dilakukan biasa dilakukan klien /
verbal
- Bantu klien bermain peran
sesuai dengan PK yang
biasa dilakukan
- Bicarakan dengan klien,
apakah dengan cara yang
klien lakukan marahnya
selesai
5. Klien Setelah 2 x 5. Bicarakan akibat / kerugian
mengidentifikasi pertemuan klien dengan cara yang
akibat PK dapat memilih cara dilakukan klien.
yang sehat untuk - Bersama klien
melakukan energi mengumpulkan akibat dari
cara yang dilakukan oleh
klien.
- Tanyakan pada klien
apakah ia ingin mempelajari
cara yang dilakukan oleh
klien.
6. Klien dapat Setelah 2 x 6. Beri pujian atas kegiatan
mendemonstrasika pertemuan klien fisik yang biasa dilakukan
n cara fisik untuk mampu klien.
mencegah PK mendemonstrasikan - Diskusikan dua cara fisik
cara fisik untuk yang paling mudah
mencegah PK dilakukan untuk mencegah
perilaku kekerasan, yaitu
tarik nafas dalam dan pukul
kasur serta bantal.
7. Klien dapat 7. Beri contoh cara bicara
mendemontrasikan yang baik
cara sosial untuk Meminta dengan baik
mencegah PK Menolak dengan baik
Mengungkapkan perasaan
dengan baik
8. Klien dapat 8. Diskusikan dengan klien
mendemonstrasika tentang jenis obat
n kepatuhan - Diskusikan tentang proses
minum obat untuk minum obat
masalah PK
9. Klien dapat 9. Diskusikan dengan klien
mendemonstrasika kegiatan ibadah yang
n spritual untuk pernah dilakukan
mencegah PK - Bantu klien menilai kegiatan
ibadah yang pernah
dilakukan
10. Klien dapat 10. Anjurkan klien untuk ikut
mengikuti TAK TAK
- Klien mengikuti TAK
- Diskusikan dengan klien
tentang jadwal TAK
11. Klien mendapat 11. Identifikasi kemampuan
dukungan keluarga dalam merawat
keluarga dalam klien sesuai dengan yang
melakukan cara telah dilakukan keluarga
pencegahan PK terhadap klien selama ini.
- Jelaskan keuntungan
keluarga dalam merawat
klien.
- Jelaskan cara-cara
merawat klien

D. Pembagian Strategi Pelaksanaan Komunikasi Perilaku Kekerasan

Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk keluarga


SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Menjelaskan masalah yang
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK dirasakan keluarga dalam merawat
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan pasien
4. Mengidentifikasi akibat PK 2. Menjelaskan pengertian PK, tanda
5. Menyebutkan cara mengontrol PK dan gejala, serta proses terjadinya
6. Membantu pasien mempraktekkan PK
latihan cara mengontrol fisik 1 3. Menjelaskan cara merawat pasien
7. Menganjurkan pasien memasukkan dengan PK
dalam jadwal kegiatan
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktekkan
pasien cara merawat pasien dengan PK
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan 2. Melatih keluarga melakukan cara
cara fisik 2 merawat langsung pasien PK
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat
pasien jadwal aktivitas di rumah termasuk
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan minum obat (dischange planning)
cara verbal 2. Menjelaskan follow up pasien
3. Menganjurkan pasien memasukkan setelah pulang
dalam jadwal kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan
cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 5
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

E. Evaluasi
Mengukur apakah tujuan dan criteria sudah tercapai.Perawat dapat
mengobservasi perilaku klien. Dibawah ini beberapa perilaku yang dapat
mengindikasikan evaluasi yang positif :
1. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien.
2. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut.
3. Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada yang
lain.
4. Buatlah komentar yang kritikal.
5. Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda
6. Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk mengurangi
perasaan marahnya.
7. Mampu mentoleransi rasa marahnya.
8. Konsep diri klien sudah meningkat.
9. Kemandirian dalam berpikir dan aktivitas meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama


Keliat.B.A. 2006.Modul MPKP Jiwa UI .Jakarta : EGC
Keliat.B.A. 2006.Proses Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia
Purba, dkk.2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa.Medan : USU Press.
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006.
Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai