Anda di halaman 1dari 98

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA NY.N DENGAN MASALAH UTAMA PERILAKU KEKERASAN

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Jiwa

Pembimbing Dr.Imam Zainuri, S.Kep.Ns.M.Kep.

DISUSUN OLEH :

MIKE NUR MAYANTI

201903098

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO

TAHUN AJARAN 2020


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Perilaku adalah suatu tindakan yang ditampakkan yang merupakan
cerminan dari kondisi kejiwaan sesorang. Menurut Salim dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1991) istilah “kekerasan” berasal dari kata “keras” yang
berarti kuat, padat dan tidak mudah hancur, sedangkan bila diberi imbuhan
“ke” maka akan menjadi kata “kekerasan” yang berarti: perihal/sifat keras,
paksaan, dan suatu perbuatan yang menimbulkan kerusakan fisik atau non
fisik/psikis pada orang lain.
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stresor yang dihadapai
oleh seseorang, yang ditujukan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan,
baik pada diri sendiri maupun orang lain, secara verbal maupun non verbal
(Berkowitz, 2000). Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons marah
yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan
atau merusak lingkungan.
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO
(2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami
masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 –
0,8 % penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia
terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa
(Maramis, 2004). Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta
penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di
Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).

Pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid dan gangguan psikotik


dengan gejala curiga berlebihan, galak, dan bersikap bermusuhan. Gejala ini

1
merupakan tanda dari pasien yang mengalami perilaku kekerasan (Medikal
Record, 2009).

Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari


marah atau ketakutan (panik) oleh karena itu harus segera ditangani. Perilaku
agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang,
dimana agresif verbal disuatu sisi dan perilaku kekerasan di sisi lain. (Yosep,
2007). Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut,
manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga
menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan
ketergantungan pada orang lain.

Perawat harus mampu memutuskan tindakan yang tepat dan segera,


terutama jika klien berada pada fase amuk. Kemampuan perawat
berkomunikasi secara terapeutik dan membina hubungan saling percaya, sangat
diperlukan dalam penanganan klien marah pada semua fase amuk / perilaku
kekerasan. Dengan dasar ini perawat akan mempunyai kesempatan untuk
menurunkan emosi dan perilaku amuk agar klien mampu merubah perilaku
marah yang destruktif menjadi perilaku marah yang konstruktif.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan perilaku kekerasan ?
2. Apa fungsi dari marah ?
3. Bagaimana proses terjadinya masalah ?
4. Bagaimana proses keperawatan perilaku kekerasan ?
5. Bagaimana strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien perilaku
kekerasan ?

I.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dari perilaku kekerasan.
2. Untuk menegtahui fungsi marah.
3. Untuk mengetahui proses terjadinya masalah.

2
4. Untuk mengetahui proses keperawatan perilaku kekerasan.
5. Untuk mengetahui strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien
perilaku kekerasan.

I.4 Manfaat Penulisan


Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami
dan membuat asuhan keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan serta
mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

3
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN PERILAKU
KEKERASAN

II.1 Definisi
Agresi atau amuk merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisisk maupun psikologis. Agreesi merupakan
salah satu kegawatdaruratan psikiatri yang memerlukan intervensi terapieutik
yang segera (Kaplan,1997). Kekekrasan (amuk) adalah perilaku yang tak
terkendali yang ditandai dengan menyentuh diri sendiri atau orang lain secara
menakutkan, mengancam disertai melukai pada tingkat ringan sampai
melukai/atau merusak secara serius. Perilaku amuk (kekerasan) adalah salah
satu bentuk ekspresi perasaan marah.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahaykan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain yang sering disebut juga gaduh gelisah
atau amuk dimana seseorang marah atau berespon terhadap sutu stressor
dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Stuart dan Sundeen, 1995.
Perilaku kekerasan atau agresif adalah suatu bentuk perilaku yang diarahkan
pada tujuan menyakiti atau melukai orang lain yang dimotivasi menghindari
perilaku tersebut. Jadi perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana bentuk
perilaku yang membahyakan yang bertujuan untuk menyakiti diri sendiri
maupun orang lain secara fisik maupun fisiologis sebagai ungkapan perasaan
yang dialami oleh seseorang.

4
II.2 Proses Terjadinya Masalah
1. Rentan Respon Marah
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari
individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin
menyampaiakan pesab bahwa “ia tidak setuju, tersinggung, merasa tidak
dianggap, merasa tidak diturut atau diremehkan”. Rentang respon
kemarahan individu di mulai dari respon normal (asertif) sampai pada
respon yang tidak normal (maladaptif).
Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif perilaku kekerasan


Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenangan.
2. Frustasi
Indivdu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
memenemukan akternatif.
3. Pasif
Perilaku dimana seseorang tidak mampu mengungkapkan perasaan
sebagai suatu usaha dalam mempertahankan haknya.
4. Agresif
Memperihatkan permusuhan. Keras, menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai
orang lain. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk
tidak melukai orang lain.
5. Kekerasan

5
Sering juga disebut dengan gaduh gelisah atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman melukai disertai melukai pada tingkat
ringan, dan paling berat adalah melukai atau merusak secara serius.
Klien tidak mampu mengendalikan diri atau hilang kontrol.
2. Faktor-Faktor terjadinya Perilaku Kekerasan
1. Faktor Predisposisi
A. Faktor Biologis
a. Neurologic factor
Beberapa komponen dari system syaraf seperti synap,
neurotransmiter, dendrite, axon terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang mempengaruhi sistem agresif. Sistem limbic terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif.
b. Faktor genetik
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif.
c. Faktor biokimia
-faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak
(ephineprin, norephineprin,dopamin, asetilkolin, dan
serotonin). Peningkatan hormon adrogen dan norephneprin
serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan
serebrospinalvertebra dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya perilaku agresif.
d. Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa teori perilaku kekerasan
disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.

6
B. Faktor Psikologis
a. Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa
adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana
anak tidak mendapatkan kasih sayang dan pemenuhan
kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan
sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai
kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungan.
b. Imitation, modeling, aagresivitas and information procecing
theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan biasa berkembang dalam
lingkungan yang menolelir kekrasan. Adanya contoh, model
dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
c. Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon
ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana
respon ibu saat marah atau sebaliknya. Ia juga belajar bahwa
agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli, beranya,
menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut
untuk diperhitungkan.
d. Existensi theory
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia
apababila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui
perilaku konstruksi maka individu akan memnuhi kebutuhan
melalui perilaku destruktif.

7
C. Faktor Sosoal Kultur
a. Social enviroment theory atau teori lingkungan
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah, budaya tertutup dan
mengekspresikan secara diam dan control sosial yang tidak
pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-
olah perilaku kekerasan diterima.
b. Social learning theory atau teori belajar sosial
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun
melalui proses sosialisasi.
2. Faktor Precipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan :
a. Ekpresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal, dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tindak kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat, alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada
saat menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang penting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.
3. Penilaian terhadap stressor
Penilaian stressor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari
situasi stress bagi individu. Itu mencakup kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku, dan respon sosial. Penilaian adalah evaluasi tentang
pentingnya sebuah peristiwa dalam kaitanyya dengan kesejahteraan
seseorang. Stressor mengansumsi makna, intensitas dan pentingnya

8
sebagai konsekuensi dari interpretasi yang unik dan makna yang
diberikan kepada orang yang beresiko. Respon perilaku adalah hasil
dari respon emosiaonal dan fisiologis, serta analisis kognitif seseorang
tentang situasi stress. Caplan (1981,dalam Stuart dan Laraya, 2005)
menggamabarkan 4 fase dari respon perilaku individu untuk
menghadapi stress, yaitu :
a. Perilaku yang mengubah lingkungan stress atau memungkinkan
individu untuk melarikan diri dari itu.
b. Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan
eksternal dan setelah mereka.
c. Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan
rangsangan emosional yang tidak menyenangkan.
d. Perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan
masalah dan gejala sisa dengan penyesuaian internal.
4. Sumber koping
Menurut Stuart dan Laraya (20015), sumber koping dapat berupa
aset ekonomi, kemampuan dan ketrampilan, teknik defensik,
dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini.
Sumber koping lainyya termasuk dan energi, dukungan spiritual,
keyakinan positif, ketrampilan menyelesaikan masalah dan sosial,
sumberdaya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik. Keyakinan
spiritual dan melihat diri positf dapat berfungsi sebagia dasar
harapan dan dapat mempertahankan usaha sesorang mengatasi hal
yang paling buruk. Ketrampilan pemecahan masalah termasuk
kemampuan untuk mencari informasi, mengidentifikai masalah,
menimbang alternatif, dan melaksanakan rencana tindakan.
Ketrampilan sosial memfasilitasi penyelesaian masalah yang
melibatkan orang lain, meningkatkan kemungkinan untuk
mendapatkan kerjasama dan dukungan dari orang lain, dan

9
memberikan kotrol sosial individu yang lebih besar. Akhirnya set
materi berupa barang dan jasa yang bisa dibeli dengan uang.
5. Mekanisme koping
Menurut Stuar dan Laraya 2005, mekanisme koping yang dipakai
pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
a. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia
artinya dimata msyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyalurannya secara normal. Mislanya seseorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek
lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok, dsb.
Tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
b. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengnai kesukarannya
atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita
muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak
yang sangat benci kepada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetpai menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tau merupakan hal yang tidak baik
dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi Formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan yang menggunakannnya sebgai rintangan.
Misalnya sesorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang bertekan
biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya

10
seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu
misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja
mendapat hukuman dari ibinya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan
temannya.

11
3. Pathway

Ancaman Terhadap Kebutuhan

12
4. Tanda dan Gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kekerasan :
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Mengatup rahang dengan kuat
i. Mengepal tangan
j. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda atau orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri atau orang lain
d. Merusak ligkungan
e. Amuk atau agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.

13
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa dirinya berkuasa, merasa dirinya benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, dan penyimpangan seksual.

II.3 Proses Keperawatan Pada Klien Perilaku Kekerasan


1. Pengkajian
Pengkajin adalah dasar utama proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah
klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial,
dan spiritual. (Keliat, Budi Ana, 1998: 3).

1. Identitas klien
Melakukan perkenalan BHSP dan kontrak tentang nama mahasiswa,
nama panggilan, lalu lanjut dengan melakukan pengkajian dengan
nama klien, nama panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan,
topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan cacat usia klien dan
No.RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.

2. Alasan masuk
Penyebab klien atau keluarga datang, apa yang menyebakan klien
melakukan kekerasan, apa yang klien lakukan di rumah, apa yang
sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah. Misalnya seperti
mengamuk, membanting barang-barang, atau mencoba melukai
dirinya sendiri.

14
3. Faktor predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana
hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal. Menanyakan
kepada klien dan keluarga apakah ada yang mengalami gangguan
jiwa, menanyakan kepada klien tentang pengalaman yang tidak
menyenangkan. Pada klien dengan perilaku kekerasan faktor
predisposisi, faktor presipitasi klien di dasari pengalaman masa lalu
yang tidak menyenangkan, adanya riwayat anggota keluarga yang
gangguan jiwa dan adanya riwayat penganiayaan.

4. Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan , dan
tanyakan apakah da keluhan fisik yang dirasakn klien. Pada klien
dengan perilaku kekerasan tekanan darah akan meningkat, RR
meningkat, nafas dangkal, muka merah, tonus otot meningkat, dan
dilatasi pupil.

5. Psikososial
a. Genogram
Menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola
komunikasi , pengambilan keputusan dan pola asuh. Pada klien
perilaku kekerasan perlu dikaji pola asuh keluarga dalam
menghadapi klien.
b. Konsep Diri
a) Gambaran diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak
disukai dan bagian yang disukai. Klien dengan perilaku
kekerasan mengenai gambaran dirinya ialah pandangan
tajam, tangan mengepal, muka merah.

15
b) Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan
klien terhadap status posisinya, kepuasan klien sebagai laki-
laki ataupun perempuan, keunikkan yang dimiliki sesuai
dengan jenis kelaminnya dan posisinya. Klien dengan PK
biasanya identitas dirinya ialah moral yang kurang karena
menunjukkan pendendaman, pemarah dan bermusuhan.
c) Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga, pekerjaan, atau
kelompok masyarakat, kemampuan klien dalam
melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan yang terjadi
saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan klien
akibat perubahan tersebut. Fungsi peran pada klien perilaku
kekerasan terganggu karena adanya perilaku yang
mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
d) Ideal diri
Klien dengan PK jika kenyataannya tidak sesuai dengan
kenyataan maka ia cenderung menunjukkan amarahnya,
serta untuk pengkajian harus dilakukan pengkajian yang
berhubungan dengan harapan klien terhadap keadaan tubuh
yang ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan
atau sekolah, harapan klien terhadap lingkungan, harapan
klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak
sesuai dengan harapan.
e) Harga diri
Yaitu penilaian tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisa seberapa baik perilaku seeorang sesuai
dengan ideal dirinya. Harga diri tinggi merupakan perasaan
yang berakar dalam menerima dirinya tanpa syarat,
meskipun telah melakukan kesalahn, kekalahan dan
kegagalan, ia tetap merasa sebagai orang yang penting dan

16
berharga. Harga diri yang dimilki klien PK ialah harga diri
rendah karena penyebab awal klien PK marah yang tidak
bisa menerima kenyataan dan memiliki sifat labil yang tidak
terkontrol beranggapan dirinya tidak berharga.
c. Hubungan sosial
Hubungan sosial pada perilaku kekerasan terganggu karena
adanya resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
serta memiliki amarah yang tidak dapat terkontrol, selanjutnya
dalam pengkajian dilakukan observasi mengenai adanya
hubungan kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat,
keterlibatan atau peran serta dalam kegiatan kelompok atau
masyarakat, hambatan dalam hubungan dengan orang lain,
minat dalam berinteraksi dengan orang lain. Hubungan sosial
yang terjadi pada klien PK adalah seperti menarik diri,
pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindirian.
d. Spiritual
Nilai dan kenyakinan, kegiatan ibadah atau menjalankan
keyakinan, kepuasan dalam menjalankan keyakinan. Klien PK
beranggapan dirinya yang berkuasa, dirinya benar, mengkritik
pendapat orang lain, tidak peduli dan kasar.

6. Status mental
a. Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki
tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian
tidak seperti biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian
kurang, dampak ketidakmampuan berpenampilan
baik/berpakaian terhadap status psikologis klien (deficit
perawatan diri). Pada klien dengan PK biasanya klien tidak
mampu merawat penampilananya, biasanya penampilan tidak
rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak

17
seperti biasanya, rambut kotor, rambut seperti tidak pernah
disisir, gigi kotor dan kuning, kuku panjang dan hitam.
b. Pembicaraan
Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, berburu-buru,
gagap, sering terhenti/blocking, apatis, lambat, membisu,
menghindar, tidak mampu memulai pembicaraan. Pada klien PK
cara bicara klien kasar, suara tinggi, emmbentak, ketus,
berbicara dengan kata-kata kasar.
c. Aktivitas motorik
Agresif, menyerang diri sendiri, orang lain, maupun menyerang
obyek yang ada disekitarnya. Klien PK terlihat tegang dan
gelisah, muka merah, jalan mondar-mandir.
d. Afek dan emosi
Untuk klien PK afek dan emosinya labil, emosi klien cepat
berubah-ubah cenderung mudah mengamuk, membanting
barang-barang/melukai diri sendiri, orang lain maupun obyek
sekitar, dan berteriak-teriak.
e. Interaksi selama wawancara
Klien perilaku kekerasan selama interaksi wawancara biasanya
mudah marah, defensive (bahwa pendapatnya paling benar),
curiga, sinis, dan menolak dengan kasar. Bermusuhan (dengan
kata-kata atau pandangan yang tidak ramah). Curiga dengan
menunujukkan rasa tidak percaya pada pewawancara.
f. Persepsi/sensori
Pada klien perilaku kekerasan resiko untuk mengalami persepsi
sensori sebagai penyebabnya. Misalnya seperti halusinasi.
g. Proses berfikir
a) Proses pikir
Otistik (autisme) : bentuk pemikiran yang berupa fantasi
atau lamunan untuk memuaskan keinginan yang tidak dapat
dicapainya. Hidup dalam pikirannya sendiri, hanya

18
memuaskan keinginanya tanpa peduli sekitarnya,
menandakan ada distorsi arus asosiasi dalam diri klien yang
dimanifestasikan denga lamunan, fantasi, waham dan
halusinasinya yang cenderung menyenangkan dirinya.
b) Isi pikir
Pada klien dengan perilaku kekerasan klien memiliki
pemikiran curiga, dan tidak percaya kepada orang lain dan
merasa dirinya tidak aman.
h. Tingkat kesadaran
Tidak sadar, bingung, apatis. Terjadi disorientasi orang, tempat,
dan waktu. Klien perilaku kekerasan tingkat kesadarannya
bingung sendiri untuk menghadapi kenyataan dan mengalami
kegelisahan.
i. Memori
Klien dengan PK masih dapat mengingat kejadian jangka
pendek maupun panjang.
j. Tingkat konsentrasi
Klien dengan PK mudah beralih dari satu objek ke objek
lainnya. Klien selalu menatap dengan kecemasan, tegang dan
kegelisahan.
k. Kemampuan penilaian/pengambilan keputusan
Klien dengan PK tidak mampu mengambil keputusan yang
konstruktif dan adaptif.
l. Daya tilik
Klien dengan PK akan mengingkari penyakit yang diderita. Dan
akan menyalahkan hal-hal diluar dirinya yang menyebabkan
timbulnya penyakit atau masalah sekarang.
m. Mekanisme koping
Klien dengan PK menghadapi permasalahannya dengan cara
perilaku adaptif seperti bicara dengan orang lain, mampu
menyelesaikan masalah, teknik relakssi, olahraga, dll. Maupun

19
dengan perilaku maladaptif seperti minum alkohol, merokok,
mengindar, dan menyederai diri atau orang lain.
2. Diagnosa keperawatan
Pohon Masalah

Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul pada pasien PK antara lain :


1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
2. Perilaku kekerasan
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Gangguan harga diri : harga diri rendah
5. Koping individu tidak efektif

20
3. Nurshing Care Planning

Tujuan KH Intervensi
TUM :  klien mau  Beri salam atu panggil
Klien tidak membalas salam nama.
mencederai diri  klien mau  Sebutkan nama perawat
TUK : menjabat tangan  Jelaskan maksud hubungan
1. Klien dapat  klien mau interaksi
membina menyebutkan  Beri rasa aman dan sikap
hubungan nama empati
saling percaya  klien meu  Lakukan kontak singkat
tersenyum tapi sering
 klien mau kontak
mata
 klien mau
mengetahui nama
perawat
2. Klien dapat  Klien dapat  Berikan kesempatan untuk
mengindentifikasi mengungkapakan mengungkapkan
penyebab perasaanya. perasaanya.
perilaku  Klien dapat  Bantu klien untuk mengu
kekerasan. mengungkapakan ngkapkan penyebab
penyebab perasaan jengkel atau kesal
perasaan
jengkel/kesal
(dari diri sendiri)
3. Klien dapat  Klien dapat  Anjurkan klien
mengidentifikasi mengungkapakan mengungkapkan apa yang
tanda dan gejala perasaan jengkel dialaminya dan dirasakan
perilaku atau kesal saat marah atau jengkel.
kekerasan  Observasi tanda dan gejala

21
perilaku kekerasan pada
klien.
 Klien dapat  Simpulkan bersama klien
menyimpulkan tanda dan gejala jengkel
tanda dan gejala atau kesal yang dialaminya.
jengkel atau kesal
yang dialaminya
4.Klien dapat  klien dapat  Anjurkan klien untuk
mengidentifikasi mengungkapakan mengungkapakan perilaku
perilaku perilaku kekerasan yang biasa
kekerasan yang kekerasan yang dilakukan klien.
biasa dilakukan biasa
dilakukannya.
 Klien dapat  Bantu klien bermain
bermain peran peran sesuai dengan
sesuai perilaku perilaku kekerasan yang
kekerasan yang biasanya dilakukan.
biasa dilakukan.
 Klien dapat  Bicarakan dengan klien,
mengetahui cara apakah dengan cara yang
yang bisa klien lakukan masalahnya
dilakukan untuk selesai.
menyelesaikan
masalah.
5.Klien dapat Klien dapat  Bicarakan akibat atau
mengidentifikasi menjelaskan akibat kerugian dari cara yang
akibat dari dari cara yang digunakan klien.
perilaku digunakan klien :  Bersama klien
kekrasan.  Akibat pada klien menyimpulkan akibat cara
sendiri dari yang dilakukan klien.
 Akibat pada  Tanyakan kepada klien

22
orang lain. “Apakah ia ingin
 Akibat pada mempelajari cara baru
lingkungan. yang sehat?”
6.Klien bisa  Klien dapat  Diskusikan kegiatan fisik
mendemonstrasik menyebutkan yang biasanya dilakukan
an cara fisik contoh klien.
untuk mencegah pencegahan  Beri pujian atas kegiatan
perilaku perilaku fisik yang biasanya
kekerasan. kekerasan fisik : dilakukan klien.
- Tarik nafas  Diskusikan dua cara fisik
dalam yang paling mudah
- Pukul kasur dilakuakn untuk
atau bantal mencegah perilaku
- Kegiatan fisik kekerasan ; tarik nafas
lain dalam dan pukul kasur
atau bantal.
 Diskusikan cara
melakukan nafas dalam
bersama klien.
 Beri contoh klien tentang
cara menarik nafas dalam.
 Minta klien untuk
mengikuti contoh yang
diberikan sebanyak 5 kali.
 Beri pujian positif atas
kemampuan klien
mendemonstrasikan cara
menarik nafas dalam.
 Tanyakan perasaan klien
setelah selesai.
 Anjurkan klien

23
menggunakan cara yang
telah dipelajari saat marah
atau jengkel.
 Klien dapat  Lakukan hal yang yang
mengidentifikasi sama seperti halnya diatas
cara fisik untuk untuk cara fisik
mencegah PK dipertemuan yang lain.
 Klien mempunyai  Diskusikan dengan klien
jadwal utnuk mengenai frekuensi
melatih cara latihan yang akan
pencegahan fisik dilakuakn sendiri oleh
yang telah klien.
dipelajari  Susun jadwal kegiatan
sebelumnya. utnuk melatih cara yang
telah dipelajari.
 Klien mengevaluasi
pelaksanaan latihan, cara
pencegahan PK yang telah
dilakukan dengan mengisi
jadwal kegiatan harian.
 Klien  Validasi kemampuan
mengevaluasi klien dalam melaksanakan
kemampuan latihan.
dalam melakukan  Beri pujian atas
cara fisik sesuai keberhasilan klien.
jadwal yang telah  Tanyakan kepada klien
disusun. apakah kegiatan cara
pencegahan PK dapat
mengurangi perasaan
marah.
7.Klien dapat  Klien dapat  Diskusikan cara bicara

24
mendemonstrasik menyebutkan yang baik dengan klien.
an cara sosial cara bicara yang  Beri contoh cara bicara
untu mencegah baik dalam yang baik
PK. mencegah - Meminta dengan baik
perilaku - Menolak dengan baik
kekerasan. - Mengungkapakan
- Meminta perasaan dengan baik
dengan baik
- Menolak
dengan baik
- Mengungkap
akan
perasaan
dengan baik
 Klien dapat  Meminta klien mengikuti
mendemonstrasi contoh bicar yang baik.
kan cara verbal - Meminta dengan baik
yang baik “saya minta uang
untuk beli makan”
- Menolak dengn baik
“maaf saya tidak bisa
melkukan saya ada
kegiatan lain”
- Mengungkapkan
perasaan dengan baik
“saya kesal karena
permintaan saya tidak
dikabulkan”
 Minta klien untuk
mngulang sendiri.
 Beri pujian atas

25
keberhasilan klien.
 Klien  Diskusikan dengan klien
mempunyai tentang waktu dan kondisi
jadwal untuk cara bicara yang dapat
melatih cara dilatih di ruangan,
bicara yang misalnya ; meinta obat,
baik. baju, dll; menolak ajakan
merokok, tidur tidak tepat
waktunya, menceritakan
kekerasan pada perawat.
 Susun jadwal kegiatan
untuk melatih cara yang
telah dipelajari.
 Klien  Klien mengevaluasi
melakukan pelaksanaan latihan bicara
evaluasi yang baik dengan mengisi
terhadap jadwal kegiatan.
kemampuan cara  Validasi kemampuan klien
bicara yang dalam melaksanakan
sesuai dengan latihan.
jadwal yang  Berikan pujian atas
telah disusun. keberhasilan klien.
 Tanyakan kepada klien
bagaiman perasaannya
setelah latihan bicara yang
baik ? Apalah keinginan
marah berkurang ?
8.Klien dapat  klien dapat  Diskusikan dengan klien
mendeminstrasik menyebutkan, kegiatatan ibadah yang
an cara spiritual menilai, dan pernah dilakuakan.
untuk mencegah memilih kegiatan  Bantu klien menilai

26
perilaku ibadah yang akan kegiatan ibadah yang dapat
kekerasan. biasanya dilakuakan di ruang
dilakukan. perawat.
 Bantu klien memilih
kegiatan iabadah yang akan
dilakukan.
 klien dapat  Minta klien
mendemonstrasik mendemonstrasikan
an cara verval kegiatan ibadah yang
yang baik. dipilih.
 Beri pujian atas
keberhasilan klien.
 Klien mempunyai  Susun jadwal kegiatan
jadwal untuk untuk melatih kegiatan
melakukan ibadah.
kegiatan ibadah
yang dipihnya.
 Klien melakukan  Klien mengevaluasi
evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan
kegiatan ibadah ibadah dengan mengisi
sesuai dengan jadwal kegaitan harian.
jadwal yang telah  Validasi kemapuan klien
disusun. dalam melakukan validasi.
 Berikan pujian atas
keberhasilan klien.
 Tenyakan kepada klien
bagaimana perasaannya
setelah teratur melaksankan
ibadah, apakah keinginan
marahnya berkurang.

27
9.Klien  Klien dapat  Diskusikan dengan klien
mendemonstrasik menyebutkan tentang jenis obat yang
an kepatuhan jenis, dosisi, diminumnya.
minum obat waktu, serta  Diskusikan dengan klien
untuk mencegah manfaat dari obat manfaat minum obat.
perilaku itu.
kekerasan  Klien  Diskusikan tentang proses
mendemonstrasik minum obat.
an kepatuhan  Susun jadwal minum obat
minum obat bersama klien.
sesuai jadwal
yang ditetapkan.
 Klien  Klien mengavaluasi
mengevaluasi pelaksanaan minum obat
kemampuan dengan mengisi jadwal
dalam mematuhi kegiatan harian.
obat.  Validasi pelaksanaan
minum obat klien.
 Beri pujian atas
keberhasilan klien.
 Tanyakan kepada klien
bagaimana perasaannya
setelah minum obat dengan
teratur, apakah keinginan
untuk marah berkurang.
10.Klien dapat  Klien yang  Anjurkan klien untuk ikut
mengikuti TAK ; mengikuti TAK TAK
stimulasi persepsi  Klien memiliki  Klien mengikuti TAK
pencegahan PK jadwal, klien diskusikan dengan klien
melakukan tentang kegiatan selama
evaluasi TAK

28
terhadap  Fasilitasi klien untuk
pelaksanaan mempraktekkan hasil
TAK kegiatan TAK dan beri
pujian atas
keberhasilannya.
 Diskusikan dengan klien
tentang jadwal TAK
 Masukkan jadwal TAK
pada jadwal kegiatan
harian.
 Beri pujian atas
kemampuan mengikuti
TAK.
 Tanyakan klien bagaimana
perasaan klien setelah ikut
TAK.
11.Klien  Keluarga dapat  Identifikasi kemampuan
mendapat mendemonstrasi keluarga dalam merawat
dukungan kan cara klien sesuai dengan yang
keluarga dalam merawat klien. telah dilakukan keluarga
melakukan cara terhadap klien selama ini.
pencegahan PK  Jelaskan keuntungan peran
serta keluarga dalam
merawat klien.
 Jelaskan cara-cara merawat
klien.
- Terkait dengan cara
mengontrol perilaku.
- Sikap dan cara bicara.
- Membantu klien
mengenal penyebab

29
marah dan pelaksanaan
cara pencegahan PK.

4. Implementasi
Strategi Pelaksanaan Berdasarkan Pertemuan
SP 1 pasien :
1. Menyebutkan penyebab perilaku kekerasan.
2. Menyebutkan tanda dan gejala perilaku kekerasan.
3. Menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan.
4. Menyebutkan akibat perilaku kekerasan.
5. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
6. Mempraktikkan latihan cara mengontrol fisik no. 1.
7. Masuk jadwal kegiatan pasien.

SP 2 Pasien :

1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1).


2. Mempraktkkan latihan cara mengontrol fisik 2 latih verbal (3
macam).
3. Masuk jadal kegiatan pasien.

SP 3 Pasien :

1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1).


2. Mempraktikkan latihan cara verbal atau social (3
macam).
3. Masuk jadwal kegiatan pasien.
SP 4 Pasien :
1. Evaluasi kegiata yang lalu (SP 1,2) dan verbal.
2. Latih cara spiritual.

30
3. Masuk jadwal kegiatan pasien.

SP 5 Pasien :

1. Evaluasi kegiatan yang lalu (F1,2), verbal (SP 3),Spiritual.


2. Latihan patuh obat.
3. Masuk jadwal kegiatan pasien.
SP 1 Keluarga :
1. Mengidentifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien.
2. Menjelaskan PK, penyebab, tanda dan gejala.
3. Menjelaskan cara merawat PK.
4. Latih (simulasi) 2 cara merawat.
5. RTL keluarga atau jadwal keluarga yang merawat.

SP 2 Keluarga :

1. Evaluasi SP 1.
2. Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat.
3. latih (langsung) ke pasien
4. RTL keluarga atau jadwal keluarga yang merawat

SP 3 Keluarga :

1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1,2)


2. Evaluasi kemampuan pasien

31
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab
perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan
yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik 1 :

STPK
1. Fase Prainteraksi
Kondisi : pandangan mata klien tampak tajam, dan wajah tampak
tegang. Klien tampak gelisah dan selalu mondar mandir diruang
rawat.Saat marah klien salalu membanting barang barang yang ada
disekitarnya.
Diagnose keperawatan : perilaku kekerasan
Tujuan khusus : TUK 1,2,3,4,5,6
Intervensi : SP 1 Pasien
2. 2. Fase Orientasi
Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya A K, panggil saya A,
saya perawat yang dinas di ruangan soka ini. Hari ini saya dinas
pagi pak dari pk. 07.00-14.00. Saya yang akan merawat bapak
selama bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa, senangnya
dipanggil apa ?
“bagaimana perasaan bapak saat ini ?, masih ada perasaan kesal
atau marah ?”
“baiklah kita akan berbincang bincang sekarang tentang perasaan
marah bapak.
“berapa lama bapak mau kita berbincang bincang ??”bagaimana
kalau 10 menit ?
”dimana enaknya kita duduk untuk berbincang bincang, pak ?
bagaimana kalau diruang tamu ?
3. Fase Kerja
“Apa yang menyebabkan bapak marah ?, Apakah sebelumnya
bapak pernah marah ? Terus, penyebabnya apa ?samakah dengan

32
yang sekarang?. O..iya jadi ada 2 penyebab marah bapak”
“pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke
rumah dan istri belum menyediakan makanan(misalnya ini
penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu
respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar –
debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan
mengepal?”
“setelah itu apa yang bapak lakukan ? O..ya, jadi bapak memukul
istri bapak dan memecahkan piring, apakah dengan cara ini
makanan terhidang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang
bapak lakukan ?Betul, istri jadi sakit dan takut, piring piring
pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik ? Maukah
bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian ?”
Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah
satunya adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik
disalurkan rasa marah.”
Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu ?”
“Begini pak, kalau tanda tanda marah tadi sudah bapak rasakan
maka bapak berdiri, lalu tarik nafas hidung, tahan sebentar,, lalu
keluarkan/tiup perlahan - lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus...,tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali.Bagus
sekali, bapak sudah bisa melakukannya.Bagaiman perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga
bila sewaktu - waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa
melakukannya”.
4. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang - bincang
tentang kemarahan bapak ?”

33
“Iya jadi ada dua penyebab bapak marah……(sebutkan) dan
yang bapak rasakan……(sebutkan dan yang bapak lakukan…..
(sebutkan) serta akibatnya……(sebutkan)
“Coba selama saya tidak ada, ingat ingat lagi penyebab bapak
yang lalu, apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita
bahas dan jangan lupa latihan nafasdalamnya ya pak.
“Sekarang kita buat jadwal latihannya ya pak, berapa kali sehari
bapak mau latihan nafas dalam?, jam berapa saja pak?”
“Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya dating dan kita latihan
cara yang lain untuk mencegah atau mengontrol marah.
Tempatnya disini saja ya pak, “Selamat pagi”.

5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan yaitu klien PK mampu mencapai TUM yaitu
tidak mencederai dirinya sendiri dan mampu mencapai TUK :
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
2. Klien mempu mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan.
3. Klien mampu mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan.
4. Klien mampu mengidentifikasi perilaku kekerasan yang
biasanya dilakukan.
5. Klien mampu mengidentifikasi akibat dari perilaku
kekerasan yang dilakukan.
6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan.
7. Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk
mencegah perilaku kekerasan.
8. Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk
mencegah perilaku kekrasan.

34
9. Klien mampu mendemonstrasikan kepatuhan minum obat
untuk mencegah perilaku kekerasan.
10. Klien dapat mengikuti TAK.
11. Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan cara
pencegahan PK.

6.

35
BAB III

TINJAUAN KASUS

III.1 Kasus (Trigger Case)

Klien Nn.N (30 thn) masuk RSJ Sumber Sejahtera Terpadu pada
tanggal 07 Juni 2020 dengan alasan mengamuk, membanting barang-
barang, marah-marah dan berteriak-teriak.
Penyebab mengamuk karena ditegur atas kegagalannya dalam
menempuh hidup baru (data dari klien dan keluarga). Klien ditinggal pergi
oleh calon suaminya saat menjelang hari pernikahan. Selang beberapa hari
ibunya meninggal, ia merasa kehilangan karena ia sangat dekat dengan
ibunya. Selain itu sekarang ayah Nn.N bekerja diluar kota dan jarang
pulang, sehingga ia tinggal bersama bibinya. Tapi bibinya setiap hari sibuk
bekerja. Sehingga tidak ada yang bisa diajak oleh klien untuk mencurahkan
keluh kesahnya. Menurut bibinya sejak kecil sering melihat ayahnya
memukuli ibu dan Nn.N bila sedang marah.
Dari hasil pengkajian, Klien terlihat berteriak-teriak, dan marah-
marah, klien juga terlihat tegang gelisah, bingung, tidak dapat
berkonsentrasi, muka merah, tangan mengepal, mata melotot pandangan
mata tajam, nada bicara tinggi, badan pasien tampak tidak terawat, rambut
kotor, rambut tidak tersisir, gigi kotor dan kuning, kuku panjang dan hitam,
mulut komat-kamit, klien juga mondar-mandir, klien terlihat tegang dan
gelisah dan merasa bingung.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan :
a. Tanda - tanda vital : TD = 140/90 mmHg, N = 108 x/mnt, S = 36,5 °C dan
RR = 23 x/mnt.
b. Berat badan 50 kg, tinggi badan 155 cm

36
III.2 Faktor Predisposisi Dan Faktor Precipitasi

 Faktor predisposisi
Adanya riwayat penganiayaan yang dialami klien saat masa kecilnya,
karena saat masa kecil klien sering dipukuli oleh ayahnya, bahkan ibunya
pun juga sering menerima hal yang sama seperti yang didapatkan klien.
 Faktor Precipitasi
Adanya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu klien
gagal akan menempuh hidup baru, karena ditinggal oleh calon suaminya
menjelang hari pernikahannya, dan juga atas kematian ibunya yang
merupakan orang terdekatnya yang paling klien sayangi.

III.3 Model Keperawatan Jiwa Yang Cocok Pada Klien PK


Model keperawatan yang cocok untuk pasien dengan perilaku kekerasan
adalah model keperawatan jiwa interpersonal, komunikasi dan model
perilaku.

Model Interpersonal (Sullivan, Peplau)

a. Pandangan tentang penyimpangan perilaku


Ansietas timbul dan dialami secara interpersonal. Rasa takut yang
mendasari adalah takut terhadap penolakan. Seseorang membutuhkan
rasa aman dan kepuasan yang diperoleh melalui hubungan yang positif.
b. Proses Terapieutik
Hubungan antar terapis dan klien yang penuh rasa percaya dan aman
untuk mencapai kepuasan interpersonal. Klien dibantu untuk
mengembangkan hubungan akrab diluar suasana situasi terapi.
c. Peran klien dan terapis
Klien menceritakan ansietas dan perasaannya pada terapis. Terapis
menjalin hubungan akrab dengan klien, menggunakan empati untuk
merasakan perasaan klien dan menggunakan hubungan sebagai suatu
pengalaman interpersonal korektif.

37
Model komunikasi (Berne, Watzlawick)

a. Pandangan tentang penyimpangan perilaku


Gangguan perilaku terjadi apabila pesan tidak dikomunikasikan
dengan jelas. Bahasa dapat digunakan untuk merusak makna, pesan
verbal, dan non verbal mungkin tidak selaras.
b. Proses Terapietuik
Pola komunikasi dianalisis dan umpan balik diberikan untuk
mengklarifikasi area masalah. Analisis transaksional berfokus pada
permainan dan beajar untuk berkomunikasi secara langsung tanpa
sandiwara.
c. Peran klien dan terapis
Klien memperhatikan pola komunikasi, termasuk permainan dan
bekerja untuk mengklarifikasi komunikasinya sendiri dan
memvalidasi pesan dari orang lain. Terapis menginterpretasikan pola
komunikasi pada klien dan mengajarkan prinsip prinsip komunikasi
dengan baik.

Model Perilaku (Pavlov, Skinner, Bandura, Wolpe)

a. Pandangan tentang penyimpangan perilaku


Perilaku dapat dipelajari dan penyimpangan terjadi karena manusia
membentuk kebiasaan perilaku yang tidak diinginkannya. Perilaku
menyimpang terjadi berulang karena untuk mengurangi ansietas, dan
perilaku lain yang dapat mengurangi ansietas dapat dipakai sebagai
pegganti.
b. Proses Terapieutik
Terapi merupakan proses pendidikan, penyimpangan perilaku tidak
dihargai, perilaku yang lebih produktif dikuatkan. Terapi relaksasi dan
latihan keasertifan merupakan pendekatan perilaku.
c. Peran klien dan Terapis

38
Klien mempraktikkan teknik perilaku yang digunakan, mengerjakan
pekerjaan rumah dan penggalakan latihan. Terapi mengajarkan
tentang pendekatan perilaku, membantu mengembangkan bierarki
perilaku dan menguatkan perilaku yang diinginkannya.

III.4 Terapi Modalitas Yang Cocok Untuk Kasus Perilaku Kekerasan

1. Terapi individu

Dengan terapi individu diharapkan klien dapat membina hubungan


saling percaya antara klien dengan perawat, sehingga tujuan tujuan dalam
melakukan tindakan keperawatan terpenuhi sesuai dengan TUK 1 klien
dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Selain itu terapi
ini juga untuk mengembangkan pengetahuan tentang diri yang sesuai
dengan TUK 2 klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan,
TUK 3 klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan dan
didorong melakukan perubahan perilaku yang disfungsional. Dengan cara
menggunakan pendekatan terapieutik untuk menumbuhkan rasa percaya
klien, dan klien bisa mengungkapkan masalah nya tentang apa yang
didengar untuk melakukan perilaku yang adaptif.

2. Terapi Perilaku

Terapi perilaku juga mampu diterapkan beberapa kasus dengan


beberapa teknik dasar yang terdapat dalam terapi tersebut.

a. Role model
Memberi contoh perilaku adaptif ketika munculnya stressor yang
dianggap klien sebagai ancaman dan mempraktikkan dan meniru
beberapa perilaku adaptif. Hal ini sesuai dengan TUK 4 klien
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasanya dilakukan dan TUK
6 klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan.
b. Kondisioning operan

39
Perawat memberi penghargaan kepada klien atas perubahan perilaku
yang positif dan diharapkan perilaku dapat dipertahankan dan
ditingkatkan.
c. Pengendalian diri
Dilatih belajar mengubah kata kata negativ agar dapat mengendalikan
diri. Klien bisa menurunkan tingkat stress. Sesuai dengan TUK 7 klien
dapat mendemonstrasikan cara sosial. Dalam TUK ini pasien diajarkan
cara berbicara yang baik, misalnya meminta dengan baik, menolak
dengan baik, dan mengungkapkan perasaan dengan baik.
d. Terapi aversi
Perilaku abnormal dirusak dengan memberikan ketidaknyamanan agar
klien belajar tidak mengulangi perilaku demi menghindar dari
konsekuensi negativ atas perilaku yang dilakukan. Dalam terapi ini juga
sesuai dengan TUK 5 klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan. Dalam TUK ini klien dijelaskan dan diberi pengalaman
tentang akibat dari cara yang digunakan klien seperti akibat pada klien
sendiri., akibat pada orang lain, dan akibat pada lingkungan.
3. Terapi Kognitif

Teknik kognitif. Dasar fikiran teknik kognitif adalah bahwa proses


kognitif sangat berpengaruh terhadap perilaku yang ditampakkan oleh
individu. Burns 1988 mengungkapkan bahwa perasaan individu sering
dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan individu mengenai dirinya sendiri.
Pikiran individu tersebut belum tentu merupakan suaru pemikiran yang
objektif mengenai keadaan yang dialami sebenarnya. Penyimpangan proses
kognitif oleh Burns juga disebut distorsi mognitif. Pemikiran Burns
merupakan pengembangan dari pendapat Goldfried dan Davidson 1976
yang menyatakan bahwa reaksi emosional dipikirkan mengenai dirinya
sendiri mungkin tidak rasional, untuk selanjutnya individu belajar
membangun pikiran yang obyektif dan rasional terhadap peristiwa yang

40
dialami. Sehingga dengan terapi kognitif diharapkan klien mampu
mengidentifikasi secara tepat dan berfikiran positif terhadap dirinya sendiri.

4. Teknik Spiritual

Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam


mencapai makna hidup dan tujuan hidup untuk memenuhi kebutuhan fisik,
emosi, intelektual, sosial dan spiritual baik klien ataupun keluarga namun
mempunyai ikatan lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan
dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Hal ini sesuai dengan
TUK 8 klien mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku
kekrasan. Ada beberapa hal yang diharapakn dapat dilakukan oleh klien
setelah dilakukan terapi spiritual diantaranya klien dapat menyebutkan
kegiatan ibadah yang biasa dilakukan, klien dapat mendemonstrasikan sikap
cara ibadah yang dipilih, klien mempunyai jadwal untuk melatih kegiatan
ibadah.

5. Terapi Keluarga

Dalam terapi keluarga, keluarga dibantu untuk menyelesaikan


konflik dengan tidak memarahi klien saat klien amuk, serta cara membatasi
konflik dengan saling mendukung dan menghilangkan stress klien, tidak
menyalahkan klien melainkan keluarga memberikan nasehat atau diskusi
dengan klien untuk lebih bersabar dalam mengendalikan emosi. Hal tersebut
juga sesuai dengan TUK 11 klien mendapatkan dukungan keluarga dalam
melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan.

6. Terapi Lingkungan

Terapi lingkungan adalah jenis terapi yang dilakukan dengan melakukan


modifikasi lingkungan sosial klien atau kelompok untuk meningkatkan
pengalaman kehidupan yang lebih positif dan adaptif. Terapi lingkungan
sangat bermanfaat pada klien yang mengalami perilaku kekerasan yang
dapat mempengaruhi kehidupan klien atau keluarga sehari hari. Dalam terap

41
lingkungan perawat dapat melakukan beberapa hal antara lain, membantu
pasien belajar berinteraksi dengan orang lain, mempercaya orang lain,
mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide ide, perasaan dan
perilaku secara terbuka, pasien belajar tentang kegiatan kegiatan yang baru,
dapat dilakukannya sesuai dengan kemampuan dan minatnya pada waktu
yang luang, memberikan obat obatan yang telah ditetapkan, mengamati efek
obat dan perilaku yang menonjol atau menyimpang, serta mengidentifikasi
masalah masalah yang timbul dari terapi tersebut. Terapi lingkungan juga
dilakukan sebab ada bebrapa syarat lingkungan fisik pada psien amuk
sebagai berikut :

a. Ruang aman, nyaman, dan mendapat pencahayaan yang cukup.


b. Pasien satu kamar, satu orang bila sekamar lebih dari satu jangan
dicampur antara yang kuat dengan yang lemah.
c. Ada jendela berjeruji dengan pintu dari besi terkunci.
d. Tersedia kebijakan dan prosedur tertulis tentang protokol pengikatan
dan pengasingan secara aman, serta protokol pelepasan pengikatan.

Selain itu ada beberapa syarat lingkungan psikososial adalah sebgai


berikut :

a. Komunikasi terapeiutik, sikap bersahabat, dan perasaan empati.


b. Observasi pasien tiap 15 menit sekali.
c. Jelaskan tujuan pengikatan ataupun pengikatan secara berulang ulang.
d. Penuhi kebutuhan fisik pasien.
e. Libatkan keluarga.
f. Pasien merasa aman atau senang dan tidak merasa takut.
g. Di lingkungan rumah sakit atau bangsal yang bersih.
h. Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk mempertahankan
atau mengubah tingkah laku pasien.
i. Tata ruangan menarik dan poster yang cerah akan meningkatkan gairah
terhadap pasien.

42
7. Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan bentuk terapi dengan cara perawat berinteraksi
dengan sekelompok klien secara teratur. Dalam terapi ini diharapkan klien
dapat meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan hubungan interpersonal,
mengubah perilaku maladaptif. hal ini juga sesuai dengan TUK 10 (Klien
dapat mengikuti TAK : Stimulasi Persepsi Pencegahan Perilaku Kekerasan.

III.5 Managemen Perilaku Kekerasan

1. Managemen Krisis
Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil, maka diperlukan intervensi
yang lebih aktif. Prosedure penanganan kedaruratan psiatrik :
a. Identifikasi pemimpin tim kritis. Sebaiknya dari perawat karena yang
bertanggung jawab selama 24 jam.
b. Bentuk tim krisis. Meliputi, dokter, perawat, dan koselor.
c. Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa
saja yang menjadi tuganya selama penanganan klien.
d. Jauhkan klien lain dari lingkungan.
e. Lakukan pengekangan jika memungkinkan.
f. Pikirkan suatu rencana penanganan krisis dan beritahu tim.
g. Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh klien.
h. Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan upayakan untuk
kerjasama.
i. Pengekangan klien jika diminta oleh tim kritis. Ketua tim harus segera
mengkaji situasi lingkungan sekitar untuk tetap melindungi keselamatan
klien dan timnya.
j. Berikan obat jika diinstruksikan
k. Pertahankan pendidikan yang tenang dan konsisten terhadap klien.
l. Tinjau kembali intervensi penanganan krisis dengan tim krisis.
m. Proses kejadian dengan klien lain dan staff harus tepat.
n. Secara bertahap mengintegrasi kembali klien dengan lingkungan.
2. Seclusion

43
a. Pengekangan fisik
Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam,
pengekangan fisik secara mekanik (menggunakan manset, sprei
pengekang) atau isolasi (menempatkan klien dalam suatu ruangan di
mana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri).
 Camisoles (jaket pengekang),
 Manset untuk pergelangan tangan,
 Manset untuk pergelangan kaki, dan
 Menggunakan sprei.

Indikasi pengekangan :

 Perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.


 Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan.
 Ancaman terhadap integrasi fisik yang berhubungan dengan
penolakan klien untuk beristirahat, makan, dan minum.
 Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eksternal. Pastikan
tindakan ini telah dikaji dan berindikasi terapieutik.
b. Pengekangan dengan sprei basah atau dingin
Klien dapat diimobilisasi dengan membalutnya seperti mummi dalam
lapisan sprei dan selimut. Lapisan paling dalam terdiri atas sprei yang
telah direndam dalam air es. Walaupun mula-mula terasa dingin,
balutan segera menjadi hangat dan menenangkan. Hal ini dilakukan
pada perilaku amuk atau agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan
obat.
Intervensi keperawatan :
 Baringkan klien dengan pakaian rumah sakit diatas tempat tidur
yang tahan air.
 Balutkan sprei pada tubuh klien dengan rapi dan pastikan bahwa
permukaan kulit tidak saling bersentuhan.
 Tutupi sprei basah dengan selapis selimut.

44
 Amati klien dengan konstan.
 Pantau suhu, nadi, dan pernapasan. Jika tampak sesuatu yang
bermakna, buka pengekangan.
 Pertahankan suasana lingkungan yang tenang.
 Kontak verbal dengan suara yang menenangkan.
 Lepaskan balutan setelah lebih kurang 2 jam.
 Lakukan perawatan kulit sebelum membantu klein berpakaian.
3. Restrains
Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrains mekanik atau
restrains manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan ijin dokter bila
diharuskan karena kebijakan institusi.
a. Isolasi
Adalah menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak
dapat keluar atas kemauannya sendiri. Tingkatan pengisolasian dapat
berkisar dari penempatan dalam ruangan yang tertutup tapi tidak
terkunci sampai pada penempatan ruang terkunci dengan kasur tanpa
sprei dilantai, kesempatan berkomunikasi yang dibatasi, dan klien
memakai pakaian RS atau kain terpal yang berat.
Indikasi penggunaan :
 Pengendalian perilaku amuk yang potensia membahayakan klien
atau orang lain dan tidak dikendalikan oleh orang lain dengan
intervensi pengendalian yang longgar, seperti kontak interpersonal
atau pengobatan,
 Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh klien.

Kontraindikasi :

 Kebutuhan untuk pengamatan masalah medic.


 Resiko tinggi untuk bunuh diri.
 Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori.
 Hukuman.

45
b. Pengekangan menggunakan tali
Klien dapat dimobilisasi dengan mengikuti ekstremitas dengan tali.
Pasien dibaringkan ditempat tidur kemudian diikat menggunakan tali,
pemgikatan ini bertujuan untuk menenangkan pasien meskipun awalnya
terasa menyakitkan. Hal ini dilakukan pada perilaku amuk atau agitasi
yang tidak dapat dikendalikan dengan obat.
 Ajak pasien komunikasi, tanyakan hal yang menyebabkan klien
marah.
 Jika klien tetap amuk dan ingin menyerang baringkan pasien
ditempat tidur.
 Lakukan viksasi pada pasien dengan bantuan tim dengan tetap leader
berkomunikasi dengan pasien.
 Viksasi ekstremitas pasien dimulai dari bagian terkuat dari pasien
dimulai dari tangan kanan pasien kaki kanan, tangan kiri dan kaki
kiri.
 Amati pasien dengan konstan.
 Observasi tanda vital seperti TD, suhu, nadi, dan pernafasan.
 Dengan tetap mempertahankan komunikasi verbal yang
menyenangkan dengan pasien dan pertahankan lingkungan yang
tenang bagi pasien.
 Jika pasien masih tetap amuk suntikkan obat relaksasi.
 Lepas viksasi jika pasien sudah mulai tenang.
 Buat janji denga pasien jika viksasi dilepas tidak akan amuk lagi.
 Lepas viksasi dimulai dari anggota ekstremitas terlemah dimulai dari
kaki kiri, tangan kiri, kaki kanan, dan tangan kanan.
 Bantu klien mengontrol amarah.

Bagaimana penanganan pasien dengan perilaku amuk di RS ?

Penanganan pasien amuk di RS terdiri dari Managemen Krisis dan


Managemen Perilaku Kekerasan. Managemen krisis adalah penangan yang

46
dilakukan pada saat terjadi perilaku amuk oleh pasien. Tujuannya untuk
menenangkan pasien dan mencegah pasien bertindak membahayakan diri, orang
lain dan lingkungan karena perilakunya yang tidak terkontrol. Sedangkan
managemen perilaku kekerasan adalah penangana yang dilakukan setelah situasi
krisis terlampaui, dimana pasien telah dapat mengendalikan luapan emosinya
meski masih ada potensi untuk meledak lagi mila ada pencetusnya.

Pada saat situasi krisis, dimana pasien mengalami luapan emosi yang
hebat, sangat mungkin pasien melakukan tindak kekerasan yang membahayakan
baik untuk diri pasien, orang lain, maupun lingkungan. Walaupun sulit sedapat
mungkin pasien diminta untuk tetap tenang dan mengendalikan perilakunya.
Bicara dengan tenang, nada suara rendah, gerakan tidak terburu-buru, sikap
konsistensi dan menunjukkan kepedulian dari petugas kepada pasien biasanya
mampu mempengaruhi pasien untuk mengontrol emosi dan perilaku dengan lebih
baik. Bila pasien tidak bisa mengendalikan perilakunya maka tindakan
pembatasan gerak (isolasi) dengan menempatkan pasien di kamar isolasi harus
dilakukan. Pasien dibatasi pergerakannya karena dapat mencedarai orang lain atau
dicederai orang lain, membutuhkan pembatasan interaksi dengan orang lain dan
memerlukan pengurangan stimulasi dari lingkungan.

Pada saat akan dilakukan tindakan isolasi ini pasien diberi penjelasan
mengenai tujuan dan prosedur yang akan dilakukan sehingga pasien tidak merasa
terancam dan mungkin ia akan bersikap lebih kooperatif. Selama dalam kamar
isolasi, supervisi dilakukan secara periodik untuk memantau kondisi pasien dan
memberikan tindakan keperawatan yang dibutuhkan termasuk untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya. Bila tindakan isolasi tidak bermanfaat dan perilaku pasien
tetap berbahaya, berpotensi melukai diri sendiri atau orang lain maka alternatif
lain adalah dengan melakukan pengekangan fisik. Tindakan ini masih umum
digunakan petugas di RS dengan disertai penggunaan obat psikotropika.

Untuk menghindari pasien terluka karena pengikatan, perlu dijelaskan


kepada pasien bahwa tindakan pengikatan dilakukan bukan sebagai hukuman

47
melainkan pencegahan resiko yang dapat ditimbulkan oleh perilaku pasien yang
tidak terkendali. Selain itu juga perlu disampaikan pula indikasi penghentian
tindakan pengekangan sehingga pasien dapat berpartisipasi dalam memperbaiki
keadaan. Selama pengikatan, pasien disupervisi secara periodik untuk mengetahui
perkembangan kondisi pasien dan memberikan tindakan keperawatan yang
diperlukan. Selanjutnya pengekangan dikurangi secara bertahap sesuai
kemampuan pasien dalam mengendalikan emosi dan perilakunya, ikatan dibuka
satu demi satu, dilanjutkkan dengan pembatasan gerak (isolasi), dan akhirnya
kembali ke lingkungan semula.

Pasien yang melakukan kekerasan dan melawan paling efektif ditenangkan


dengan obat sedatif dan atau antipsikotik yang sesuai. Obat sedatif yang biasa
digunakan misalnya Valium injeksi 5-10 mg atau lorazepam (Ativam) 2-4 mg
yang bisa diberikan secara intramuskuler atau intravaskuler. Pada umumnya obat
antipsikotik yang paling bermanfaat untuk pasien jiwa yang melakukan kekerasan
adalah injeksi Haloperidol 5-10 mg yang diberikan secara intra muskuler.

Alternatif lain jika obat-obat farmakologi tidak efektif adalah dengan ECT
(Electro Convultion Therapy), suatu upaya menimbulkan kejang umum dengan
induksi listrik pada sel otak. Aliran listrik yang digunakan sangat kecil dan
berlangsung sangat singkat. Untuk mendapatkan efek menguntungkan dari ECT
maka kejang umum harus timbul segera setelah pemerian ECT. Biasanya setelah
mengalami kejang umum, pasien akan tertidur beberapa saat dan ketika bangun
perilaku agitatifnya sudah mulai menurun. Terapi ini efektif untuk mengendalikan
kekerasan psikotik.

III.6 Proses Asuhan Keperawatan

III.6.1 Pengkajian Keperawatan

1. Identitas klien
Nama : Ny.N
Umur : 30 tahun

48
Nomor CM : 00006
2. Alasan Masuk
Mengamuk, membanting barang-barang, marah-marah dan berteriak-
teriak.
3. Faktor Predisposisi
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalamai gangguan jiwa. Dan tidak
ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Pasien memiliki
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu gagal akan
menempuh hidup baru atau menikah karena ditinggal oleh pasangannya
saat menjelang hari pernikahan, dan selang beberapa hari ditinggal
meninggal oleh ibunya, dan pasien memiliki trauma karena pasien pernah
mengalami penganiayaan secara fisik oleh ayahnya saat pasien masih
kecil.
4. Pemeriksaan Fisik
 Tanda Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Respirasi : 23 x/menit
Nadi : 108 x/menit
Suhu : 36,5 0C
 Antopomentri
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 155 cm
 Tidak ada keluhan fisik.
5. Psikososial
a. Genogram
Klien merupakan anak tunggal. Sekarang ia tinggal bersama bibinya.
Ibunya telah meninggal dan ayahnya bekerja diluar kota. Sejak
ibunya meninggal ia merasa kesepian dan merasa tidak ada yang
peduli terhadapnya sehingga klien tidak bisa mengeksplorasi
perasaannya, ia cenderung memendamnya bila ada masalah. Selain
itu klien merasa gagal dalam hidupnya karena gagal saat akan

49
menikah, hal itulah yang membuat klien sering marah, amuk,
berteriak-teriak dan membanting barang-barang.
b. Konsep Diri
 Gambaran Diri
Mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal, dan muka
merah.
 Identitas Diri
Klien menganggap dirinya adalah anak yang tidak berguna
karena telah gagal akan menempuh hidup baru. Klien
mengatakan dan menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang
pemarah dan pendendam.
 Peran
Klien saat ini tidak bekerja, klien tidak bisa mengembangkan
perannya dalam keluarga dan masyarakat karena klien yang
mudah mengamuk.
 Ideal Diri
Klien mempersepsikan bahwa dirinya tidak bisa mencapai
tujuan dalam hidupnya, merasa dirinya adalah orang yang gagal,
dan ia cenderung menunjukkan amarahnya.
 Harga Diri
Klien merasa harga dirinya rendah karena merasa tidak berguna
dan malu/minder dengan teman-temannya karena telah gagal
untuk menikah, dan merasa bahwa dirinya tidak bisa menjadi
manusia yang sempurna.
c. Hubungan Sosial
Orang yang berarti bagi klien adalah ibunya tetapi ibunya telah
meninggal sehingga Nn.n mengalami disinteraksi dengan lingkungan
sekitar karena klien merasa sudah tidak ada yang bisa diajak
komunikasi, serta tidak ada yang peduli terhadap dirinya selain
ibunya. Sebelum ibunya meninggal klien sering mengikuti kegiatan
di masyarakat seperti kegiatan keagamaan, dan semenjak ibunya

50
meninggal klien tidak mau berinteraksi social, dan juga karena emosi
klien yang tidak bisa dikontrol.
d. Spiritual
Klien beragama islam, dalam norma dan budaya atau pandangan
masyarakat sekitarnya bahwa gangguan jiwa merupakan suatu yang
dapat membahayakan bagi diri sendiri dan orang lain. Klien tidak
mau mengikuti kegiatan keagamaan di lingkungannya, karena klien
tidak peduli dengan semua itu.
6. Status Mental
a. Penampilan
Klien tidak mampu merawat penampilannya, penggunaan pakaian
tidak sesuai, rambut kotor, rambut tidak pernah disisir, gigi kotor dan
kuning, kuku panjang dan hitam.
b. Pembicaraan
Dari kasus di atas klien menunjukkan nada bicara yang tinggi dan
terkadang tampak mulut sedang berkomat-kamit seperti sedang
memarahi orang lain dengan pembicaraan yang tidak jelas.
c. Aktifitas Motorik
Klien menunjukkan muka merah, terlihat tegang dan gelisah, muka
merah, dan jalan mondar mandir.
d. Afek dan Emosi
Klien menunjukkan afek yang labil, emosi cepat berubah-ubah
cenderung mudah marah dengan mengamuk, membanting barang,
dan berteriak-teriak.
e. Interaksi Selama Wawancara
Selama interaksi wawancara klien menunjukkan rasa curiga, mudah
marah, dan menolak dengan kasar.
f. Persepsi Sensori
Apakah ada gangguan : tidak ada
Halusinasi : tidak ada
Illusi : tidak ada

51
g. Proses Fikir
 Proses Pikir
Klien menunjukkan pemikiran autisme, dimana klien memiliki
pemikiran berupa fantasi atau lamunan untuk memuaskan
keinginannya yang tidak dicapainya tanpa peduli orang
sekitarnya.
 Isi Pikir
Klien curiga dan tidak percaya kepada orang lain dan merasa
dirinya tidak aman.
h. Tingkat Kesadaran
Klien merasa bingung untuk menghadapi kenyataan yang
dialaminya dan klien menunjukkan kegelisahan.
i. Memori
Klien tidak mengalami gangguan dalam memorinya, klien masih
bisa mengingat kejadian jangka panjang, klien mengingat
kegagalannya akan menempuh hidup baru, ditinggal meninggal oleh
ibunya, dan sering dipukuli oleh ayahnya saat masih kecil.
j. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Konsentrasi klien mudah beralih. Klien menatap dengan kecemasan,
tegang, dan kegelisahan.
k. Kemampuan Penilaian
Klien tidak mampu mengambil keputusan yang adaptif, seperti tidak
mengamuk saat disinggung atas kegagalan dalam menikah.
l. Daya Tilik Diri
Klien mengingkari kalau dia mengalami gangguan jiwa, dan klien
menyalahkan semua orang yang ada disekitarnya atas kondisinya
saat ini.
m. Mekanisme Koping
Klien menghadapi permasalahannya dengan cara yang maladaptif
yaitu dengan mengamuk, berteriak, dan membanting barang-barang
dirumahnya.

52
Analisa Data

N
Data Problem
No.
1 DS: HDR
1.  Klien mengatakan mudah marah, malu dan
minder dengan temannya karena gagal
menikah.
 Keluarga klien mengatakan klien sering
menyendiri di kamar
DO:
Wajah tegang, gelisah, rambut kotor, rambut
tida tersisir, gigi kuning, kuku panjang dan
hitam, selama interaksi wawancara klien
menunjukkan rasa curiga dan mudah marah.
2 DS: Resiko
2. Keluarga klien mengatakan klien saat di rumah mencederai diri
mengamuk dengan membanting barang-barang dan orang lain
yang ada di rumah
DO :
Klien menunjukkan afek emosi yang labil
cenderung berubah-ubah, klien
mempersepsikan bahwa dirinya tidak bisa
mencapai tujuan dalam hidupnya dan merasaa
menjadi orang yang gagal dan cenderung
menunjukkan amarahnya
3 DS : Resiko Perilaku
3. Klien mengatakan bahwa dirinya tidak berguna Kekerasan
dan klien mengatakan bahwa dia seorang
pemarah dan pendendam
DO :
Muka merah, mata melotot pandangan mata

53
tajam, nada bicara tinggi, menolak dengan
kasar, klien tampak mondar-mandir, TD 140/90
mmHg, N 108 x/mnt, RR 24 x/mnt. Klien
menunjukkan afek emosi yang labil cenderung
berubah-ubah
4. DS : Koping
Keluarga tidak ada yang memperhatikan klien keluarga tidak
karena ayahnya bekerja diluar kota sedangkan efektif
bibinya sibuk bekerja.
DO :
Klien tidak mendapat dukungan dari keluarga.
5. DS : Defisit
Keluarga mengatakan klien tidak mau merawat perawatan diri
tubuhnya.
DO :
Tubuh klien terlihat tidak terawatt, rambut
kusut, rambut tidak di sisir, gigi kotor dan
kuning, kuku panjang dan hitam.

54
III.6.2 Diagnosa Keperawatan

Pohon Masalah

RESIKO TINGGI MENCEDERAI


ORANG LAIN
Efek

Core Problem Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan harga diri kronis


Penyebab

Koping keluarga tidak efektif

Diagnosa Keperawatan Prioritas

Resiko Perilaku Kekerasan

55
III.6.3 Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan KH Intervensi
TUM :  klien mau Beri salam atau panggil nama.
Klien tidak membalas salam  Sebutkan nama perawat
mencederai diri  klien mau  Jelaskan maksud hubungan
TUK : menjabat tangan interaksi
1. Klien dapat  klien mau  Beri rasa aman dan sikap
membina menyebutkan empati
hubungan nama  Lakukan kontak singkat
saling percaya  klien mau tapi sering
tersenyum
 klien mau kontak
mata
 klien mau
mengetahui nama
perawat
2. Klien dapat  Klien dapat  Berikan kesempatan untuk
mengindentifikasi mengungkapakan mengungkapkan
penyebab perasaanya. perasaanya.
perilaku  Klien dapat  Bantu klien untuk mengu
kekerasan. mengungkapakan ngkapkan penyebab
penyebab perasaan jengkel atau kesal
perasaan
jengkel/kesal
(dari diri sendiri)
3. Klien dapat  Klien dapat  Anjurkan klien
mengidentifikasi mengungkapakan mengungkapkan apa yang
tanda dan gejala perasaan jengkel dialaminya dan dirasakan
perilaku atau kesal saat marah atau jengkel.
kekerasan  Observasi tanda dan gejala
perilaku kekerasan pada

56
klien.
 Klien dapat  Simpulkan bersama klien
menyimpulkan tanda dan gejala jengkel
tanda dan gejala atau kesal yang dialaminya.
jengkel atau kesal
yang dialaminya
4.Klien dapat  klien dapat  Anjurkan klien untuk
mengidentifikasi mengungkapakan mengungkapakan perilaku
perilaku perilaku kekerasan yang biasa
kekerasan yang kekerasan yang dilakukan klien.
biasa dilakukan biasa
dilakukannya.
 Klien dapat  Bantu klien bermain
bermain peran peran sesuai dengan
sesuai perilaku perilaku kekerasan yang
kekerasan yang biasanya dilakukan.
biasa dilakukan.
 Klien dapat  Bicarakan dengan klien,
mengetahui cara apakah dengan cara yang
yang bisa klien lakukan masalahnya
dilakukan untuk selesai.
menyelesaikan
masalah.
5.Klien dapat Klien dapat  Bicarakan akibat atau
mengidentifikasi menjelaskan akibat kerugian dari cara yang
akibat dari dari cara yang digunakan klien.
perilaku digunakan klien :  Bersama klien
kekrasan.  Akibat pada klien menyimpulkan akibat cara
sendiri dari yang dilakukan klien.
 Akibat pada  Tanyakan kepada klien
orang lain. “Apakah ia ingin

57
 Akibat pada mempelajari cara baru
lingkungan. yang sehat?”
6.Klien bisa  Klien dapat  Diskusikan kegiatan fisik
mendemonstrasik menyebutkan yang biasanya dilakukan
an cara fisik contoh klien.
untuk mencegah pencegahan  Beri pujian atas kegiatan
perilaku perilaku fisik yang biasanya
kekerasan. kekerasan fisik : dilakukan klien.
- Tarik nafas  Diskusikan dua cara fisik
dalam yang paling mudah
- Pukul kasur dilakuakn untuk
atau bantal mencegah perilaku
- Kegiatan fisik kekerasan ; tarik nafas
lain dalam dan pukul kasur
atau bantal.
 Diskusikan cara
melakukan nafas dalam
bersama klien.
 Beri contoh klien tentang
cara menarik nafas dalam.
 Minta klien untuk
mengikuti contoh yang
diberikan sebanyak 5 kali.
 Beri pujian positif atas
kemampuan klien
mendemonstrasikan cara
menarik nafas dalam.
 Tanyakan perasaan klien
setelah selesai.
 Anjurkan klien
menggunakan cara yang

58
telah dipelajari saat marah
atau jengkel.
 Klien dapat  Lakukan hal yang yang
mengidentifikasi sama seperti halnya diatas
cara fisik untuk untuk cara fisik
mencegah PK dipertemuan yang lain.
 Klien mempunyai  Diskusikan dengan klien
jadwal utnuk mengenai frekuensi
melatih cara latihan yang akan
pencegahan fisik dilakuakn sendiri oleh
yang telah klien.
dipelajari  Susun jadwal kegiatan
sebelumnya. utnuk melatih cara yang
telah dipelajari.
 Klien mengevaluasi
pelaksanaan latihan, cara
pencegahan PK yang telah
dilakukan dengan mengisi
jadwal kegiatan harian.
 Klien  Validasi kemampuan
mengevaluasi klien dalam melaksanakan
kemampuan latihan.
dalam melakukan  Beri pujian atas
cara fisik sesuai keberhasilan klien.
jadwal yang telah  Tanyakan kepada klien
disusun. apakah kegiatan cara
pencegahan PK dapat
mengurangi perasaan
marah.
7.Klien dapat  Klien dapat  Diskusikan cara bicara
mendemonstrasik menyebutkan yang baik dengan klien.

59
an cara sosial cara bicara yang  Beri contoh cara bicara
untu mencegah baik dalam yang baik
PK. mencegah - Meminta dengan baik
perilaku - Menolak dengan baik
kekerasan. - Mengungkapakan
- Meminta perasaan dengan baik
dengan baik
- Menolak
dengan baik
- Mengungkap
akan
perasaan
dengan baik
 Klien dapat  Meminta klien mengikuti
mendemonstrasi contoh bicar yang baik.
kan cara verbal - Meminta dengan baik
yang baik “saya minta uang
untuk beli makan”
- Menolak dengn baik
“maaf saya tidak bisa
melkukan saya ada
kegiatan lain”
- Mengungkapkan
perasaan dengan baik
“saya kesal karena
permintaan saya tidak
dikabulkan”
 Minta klien untuk
mngulang sendiri.
 Beri pujian atas
keberhasilan klien.

60
 Klien  Diskusikan dengan klien
mempunyai tentang waktu dan kondisi
jadwal untuk cara bicara yang dapat
melatih cara dilatih di ruangan,
bicara yang misalnya ; meinta obat,
baik. baju, dll; menolak ajakan
merokok, tidur tidak tepat
waktunya, menceritakan
kekerasan pada perawat.
 Susun jadwal kegiatan
untuk melatih cara yang
telah dipelajari.
 Klien  Klien mengevaluasi
melakukan pelaksanaan latihan bicara
evaluasi yang baik dengan mengisi
terhadap jadwal kegiatan.
kemampuan cara  Validasi kemampuan klien
bicara yang dalam melaksanakan
sesuai dengan latihan.
jadwal yang  Berikan pujian atas
telah disusun. keberhasilan klien.
 Tanyakan kepada klien
bagaiman perasaannya
setelah latihan bicara yang
baik ? Apalah keinginan
marah berkurang ?
8.Klien dapat  klien dapat  Diskusikan dengan klien
mendemonstrasik menyebutkan, kegiatatan ibadah yang
an cara spiritual menilai, dan pernah dilakuakan.
untuk mencegah memilih kegiatan  Bantu klien menilai
perilaku ibadah yang akan kegiatan ibadah yang dapat

61
kekerasan. biasanya dilakuakan di ruang
dilakukan. perawat.
 Bantu klien memilih
kegiatan iabadah yang akan
dilakukan.
 klien dapat  Minta klien
mendemonstrasik mendemonstrasikan
an cara verval kegiatan ibadah yang
yang baik. dipilih.
 Beri pujian atas
keberhasilan klien.
 Klien mempunyai  Susun jadwal kegiatan
jadwal untuk untuk melatih kegiatan
melakukan ibadah.
kegiatan ibadah
yang dipihnya.
 Klien melakukan  Klien mengevaluasi
evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan
kegiatan ibadah ibadah dengan mengisi
sesuai dengan jadwal kegaitan harian.
jadwal yang telah  Validasi kemapuan klien
disusun. dalam melakukan validasi.
 Berikan pujian atas
keberhasilan klien.
 Tenyakan kepada klien
bagaimana perasaannya
setelah teratur melaksankan
ibadah, apakah keinginan
marahnya berkurang.

9.Klien  Klien dapat  Diskusikan dengan klien

62
mendemonstrasik menyebutkan tentang jenis obat yang
an kepatuhan jenis, dosisi, diminumnya.
minum obat waktu, serta  Diskusikan dengan klien
untuk mencegah manfaat dari obat manfaat minum obat.
perilaku itu.
kekerasan  Klien  Diskusikan tentang proses
mendemonstrasik minum obat.
an kepatuhan  Susun jadwal minum obat
minum obat bersama klien.
sesuai jadwal
yang ditetapkan.
 Klien  Klien mengavaluasi
mengevaluasi pelaksanaan minum obat
kemampuan dengan mengisi jadwal
dalam mematuhi kegiatan harian.
obat.  Validasi pelaksanaan
minum obat klien.
 Beri pujian atas
keberhasilan klien.
 Tanyakan kepada klien
bagaimana perasaannya
setelah minum obat dengan
teratur, apakah keinginan
untuk marah berkurang.
10.Klien  Keluarga dapat  Identifikasi kemampuan
mendapat mendemonstrasi keluarga dalam merawat
dukungan kan cara klien sesuai dengan yang
keluarga dalam merawat klien. telah dilakukan keluarga
melakukan cara terhadap klien selama ini.
pencegahan PK  Jelaskan keuntungan peran
serta keluarga dalam

63
merawat klien.
 Jelaskan cara-cara merawat
klien.
- Terkait dengan cara
mengontrol perilaku.
- Sikap dan cara bicara.
- Membantu klien
mengenal penyebab
marah dan pelaksanaan
cara pencegahan PK.

III.6.4 Implementasi

Strategi Pertemuan

SP 1 pasien :
1. Menyebutkan penyebab perilaku kekerasan.
2. Menyebutkan tanda dan gejala perilaku kekerasan.
3. Menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan.
4. Menyebutkan akibat perilaku kekerasan.
5. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
6. Mempraktikkan latihan cara mengontrol fisik no. 1.
7. Masuk jadwal kegiatan pasien.

SP 2 Pasien :

1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1).


2. Mempraktkkan latihan cara mengontrol fisik 2 latih verbal (3
macam).
3. Masuk jadal kegiatan pasien.

SP 3 Pasien :

1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1).

64
2. Mempraktikkan latihan cara verbal atau social (3
macam).
3. Masuk jadwal kegiatan pasien.

SP 4 Pasien :

1. Evaluasi kegiata yang lalu (SP 1,2) dan verbal.


2. Latih cara spiritual.
3. Masuk jadwal kegiatan pasien.

SP 5 Pasien :

1. Evaluasi kegiatan yang lalu (F1,2), verbal (SP 3),Spiritual.


2. Latihan patuh obat.
3. Masuk jadwal kegiatan pasien.

SP 1 Keluarga :

1. Mengidentifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam


merawat pasien.
2. Menjelaskan PK, penyebab, tanda dan gejala.
3. Menjelaskan cara merawat PK.
4. Latih (simulasi) 2 cara merawat.
5. RTL keluarga atau jadwal keluarga yang merawat.

SP 2 Keluarga :

1. Evaluasi SP 1.
2. Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat.
3. latih (langsung) ke pasien
4. RTL keluarga atau jadwal keluarga yang merawat

SP 3 Keluarga :

65
1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1,2)
2. Evaluasi kemampuan pasien

66
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan : Ke-1
Nama Pasien : Ny. N
Hari/tgl : Rabu/10 Juni 2020
Proses Keperawatan
a. Fase Prainteraksi
 Kondisi : Pandangan mata klien tampak tajam, dan wajah tampak
tegang. Klien tampak gelisah dan selalu mondar mandir. Klien terlihat
sedang marah-marah dengan bicara nada tinggi dan ketus.
 Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan.
 Tujuan Keperawatan
Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekrasan.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan.
4. Klien dapat mengidentifikasi kekerasan yang biasanya
dilakukan.
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik 1 untuk mencegah
perilaku kekerasan dan menyusun jadwal.
 Nursing Care Plann :
1. Bina hubungan saling percaya.
2. Identifikasi penyebaba perasaan
marah.
3. Identifikasi tanda dan gejala yang
dirasakan.

67
4. Indentifikasi akibat dari perilaku
kekerasan.
5. Identifikasi cara mengontrol perilaku
kekerasan.
6. Cara mengontrol perilaku kekerasan
secara fisik.

b. Fase Orientasi
 Salam Terapieutik
“Selamat pagi mbak, perkenalkan nama saya M N, panggil saya M, saya
perawat yang dinas di ruangan soka in. Hari ini saya dinas pagi dari
pukul 07.00-14.00. saya akan merawat mbak selama mbak di rumah sakit
ini. Nama mbak siapa, senangnya dipanggil siapa?”
 Evaluasi atau Validasi
“Bagaimana perasaan mbak saat ini? Masih ada perasaan kesal atau
marah ?“
 Kontrak
Topik : “Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang
perasaan marah mbak?”
Waktu : “Berapa lama mbak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 10 menit?”
Tempat : “Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, mbak?
Bagaimana kalau di taman?”
c. Fase Kerja
“Apa yang menyebabkan mbak marah? Apakah sebelumnya mbak pernah
marah? Terus penyebabnya apa? Apakah sama dengan yang sekarang?
O..iya, jadi penyebab marah mbak ada 2.” Pada saat penyebab marah itu
ada, seperti mbak minta sesuatu tapi tidak dituruti, apa yang mbak
rasakan?” (tunggu respon pasien)
“Apakah mbak merasakan kesal kemudian dada mbak berdebar-debar,
mata melotot, rahang tertutup rapat, dan tangan mengepal?”

68
“Setelah itu apa yang mbak lakukan? O...iya, jadi mbak mencoba untuk
memukul bibi mbak dan membanting barang-barang disekitar mbak,
apakah dengan cara ini keinginan mbak akan terkabul? Iya tentu tidak.
Apa kerugian dari cara yang mbak lakukan? Bibi mbak jadi jadi sakit dan
takut, barang-barang akan berantakan dan pecah. Menurut mbak adakah
cara lain yang lebih baik? Maukah mbak belajar dengan megungkapkan
kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, mbak. Salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.”
“Ada beberapa cara, bagaiman kalau kita belajar satu cara dulu?”
“Begini mbak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah mbak rasakan maka
mbak berdiri, lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalau keluarkan
atau tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan.
Ayo coba lagi, tarik dari hidung, nah bagus mbak.., tahan sebentar,
hembuskan lewat mulut. Nah lakukan 5 kali mbak. Bagus sekali, mbak
sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini mbak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul mbak sudah terbiasa melakukannya.
Bagaimana kalau kita membuat jadwal untuk kegiatan untuk mengontrol
rasa marah mbak? Bagaimana kalau latihan tarik nafas dilakukan setiap
pagi waktu bangun tidur, sore hari dan malam ketika akan tidur? Nanti
kalau tarik napas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri;
kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau
diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa
dilakukan.”
d. Fase Terminasi
 Evaluasi :
 Evaluasi Subyektif :
“Bagiamana perasaan mbak setelah berbincang-buncang tentang
kemarahan mbak?”

69
 Evaluasi Obyektif
“Iya jadi ada 2 penyebab mbak marah.......(sebutkan) dan yang
mbak rasakan ........(sebutkan) dan yang mbak lakukan .....
(sebutkan) ..... serta akibatnya ....(sebutkan).”
 Rencana Tindak Lanjut
“Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah mbak
yang lalu, apa yang mbak lakukan kalau marah, dan jangan lupa
latihan nafas dalam ya mbak. Dan bagaimana kalau nanti kita ketemu
lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah
mbak yaitu dengan cara memukul bantal dan kasur, mbak setuju.”
 Kontrak
 Topik
”Mbak nanti kita akan ngobrol-ngobrol lagi mengenai latihan cara
mengendalikan marah dengan cara fisik yang dengan memukul
bantal kasur ya mbak.”
 Waktu
“Baik, bagaiman kalau jam 13.00 siang nanti saya datang dan kita
latihan cara yang lain untuk mengontrol marah.”
 Tempat
“Bagaiman kalau tempatnya disini ya mbak, Selamat pagi.”

70
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan : Ke-2
Nama Pasien : Ny. N
Hari/tgl : Rabu/10 Juni 2020
Proses Keperawatan
a. Fase Prainteraksi
 Kondisi : Klien menyebutkan penyebab marahnya karena keinginannya
tidak terpenuhi dan jika disinggung atas pernikahannya yang gagal. Klien
bercerita dengan suara keras dan semangat. Pandangan mata klien tampak
tajam, dan wajah tampak tegang.
 Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
 Tujuan
Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri.
Tujuan Khusus : Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk
mencegah perilaku kekerasan.
 Nursing Care Plann
1. Evaluasi kegiatan lalu (SP 1)
2. Latihan cara fisik ke-2 : pukul bantal dan kasur.
3. Masukkan jadwal kegiatan pasien.
b. Fase Orientasi
 Salam Terapieutik
“Selamat pagi mbak, sesuai dengan janji saya pagi tadi sekarang saya
datang lagi.”
 Validasi Data
Bagaimana perasaan mbak sore ini? Bagaimana mbak, sudah dilakukan
latihan tarik nafas dalam. Apa yang dirasakan setelah melakukan kegiatan
latihan secara teratur?’’

71
“Bagus. Nah kalau tarik napas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya
mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu
atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa
dilakukan.”
 Kontrak
 Topik : “Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara mengontrol
marah dengan kegiatan fisik yang kedua?”
 Tempat :“Dimana kita mau berbincang-bincang?? bagaimana kalau di
taman?”
 Waktu : “ Mau berapa lama mbak ? Bagaimana kalau 20 menit?”
c. Fase Kerja
“Kalau ada yang menyebabkan mbak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar–debar, mata melotot, selain napas dalam mbak dapat melakukan
pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana bantal mbak?
Jadi kalau nanti mbak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan
lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba
mbak lakukan, pukul kasur dan bantal.Ya, bagus sekali mbak melakukannya.”
“Kekesalan lampiaskan ke kasur dan bantal.”
“Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah,
kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya.”
d. Fase Terminasi
 Evaluasi
 Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan mbak setelah latihan cara menyalurkan marah
tadi ?”
 Evaluasi Obyektif
Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba mbak sebutkan lagi?,
bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari hari mbak.
Pukul kasur bantal mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun

72
tidur ? Baik, jadi jam 05.00 pagi dan jam 15.00 sore. Lalu kalau ada
keinginan marah sewaktu waktu gunakan kedua cara tadi ya mbak.
Sekarang kita buat jadwalnya ya mbak, mau berapa kali sehari mbak
latihan memukul kasur dan bantal serta tarik napas dalam ini?”
 Rencana Tindak lanjut
“Bagaimana kalau besok kita ketemu lagi?”
“Besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah
mbak yaitu dengan cara belajar bicara yang baik, mbak setuju.”
 Kontrak
 Topik
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah
dengan belajar bicara yang baik. Mau jam berapa mbak dan dimana
mbak?”
 Waktu
“Bagaimana kalau besok pagi kita akan latihan bicara yang baik untuk
mengontrol marah mbak, mau jam berapa mbak? Baik, jam 10 ya
mbak.”
 Tempat
“Dan tempatnya disini ya mbak, selamat pagi mbak.”

73
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan : Ke-3
Nama Pasien : Ny. N
Hari/tgl : Kamis/11 Juni 2020
Proses Keperawatan
a. Fase Prainteraksi
 Kondisi : Klien sudah berlatih cara menyalurkan marah dengan memukul
kasur atau bantal, suara klien masih keras, pandangan mata tajam dan
terlihat tegang.
 Diagnose Keperawatan : Resiko Perilaku kekerasan.
 Tujuan
Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri.
Tujuan khusus : Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk
mencegah perilaku kekrasan.
 Intervensi :
1. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
2. Latihan mengungapkan rasa marah secara verbal : menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
3. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah verbal secara baik
b. Fase Orientasi
 Salam Terapieutik
“Selamat pagi mbak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita
bertemu lagi.”
 Validasi Data
“Bagaimana mbak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul
kasur bantal ? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
teratur?”

74
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya”
“Bagus…nah kalau tarik napas dalamnya dan memukul bantal kasur
dilakukan sendiri tulis M yang artinya mandiri, kalau diingatkan suster
baru ditulis B ya, yang artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak
dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan.”
 Kontrak
 Topik
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk
mencegah marah?”
 Waktu
“Berapa lama mbak mau kita berbincang bincang? Bagaimana kalau
15 menit ?”
 Tempat
“Dimana enaknya kita berbicang bincang ? Bagaimana kalau
ditempat yang sama?”
c. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau
marah sudah disalurkan melalui tarik napas dalam atau pukul kasur dan bantal,
dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita
marah. Ada tiga caranya mbak :
 Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata kata kasar. Kemarin mbak bilang penyebab
marahnya karena minta sesuatu tapi tidak diberi. Coba mbak minta dengan
baik.”Bu, saya perlu uang untuk membeli ice cream.” Nanti bisa dicoba
disini untuk meminta baju, minta obat dan lain lain. Coba mbak
praktekkan.
 Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan mbak tidak ingin
melakukannya, katakan,” maaf saya tidak bisa karena sedang ada kerjaan”.
Coba mbak praktekkan. Nah, Bagus mbak”
 Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal mbak dapat mengatakan,’saya jadi ingin marah karena

75
perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus. Baiklah mari kita masukkan
kegiatan latihan cara verbal/sosial dengan baik kedalam jadwal ya mbak.”
d. Fase Terminasi
 Evaluasi
 Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
 Evaluasi Obyektif
”Coba mbak sebutkan lagi bicara yang baik yang kita pelajari”. Bagus
sekali. Berapa kali sehari mbak mau latihan bicara yang baik? Bisa kita
buat jadwal?’’
“Coba masukkan dalam jadwal laihan sehari-hari, misalnya meminta
obat, uang, dan lain lain. Bagus besok dicoba ya mbak!’’
“Mau dimana mbak? Di sini lagi? Baik sampai ketemu besok ya.”
 Rencana Tindak lanjut
“Bagaimana kalau besok kita ketemu lagi?”
“Besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah
mbak yaitu dengan cara ibadah, mbak setuju.”
 Kontrak
 Topik
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah
mbak yaitu dengan cara ibadah, mbak setuju? Mau dimana mbak?
Disini lagi?”
 Waktu
“Besok kita ketemu lagi jam 10.00 WIB.”
 Tempat
“Mau dimana mbak? Disini lagi? Baik sampai nanti ya”.

76
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan : Ke-4
Nama Pasien : Ny. N
Hari/tgl : Jumat/12 Juni 2020
Proses Keperawatan
a. Fase Prainteraksi
 Kondisi : Klien sudah berlatih mengungkapkan marah dengan menolak
dengan baik, meminta dengan baik dan mengungkapkan perasaan dengan
baik. Wajah sudah tidak tegang lagi tetapi suara masih keras.
 Diagnosa Keperawatan : Perilaku Kekerasan
 Tujuan
Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri.
Tujuan Khusus : Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk
mencegah perilaku kekerasan.
 Nursing Care Plann
1. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
dan social atau verbal
2. Latihan sholat dan berdo’a
3. Masuk jadwal kegiatan pasien
b. Fase Orientasi
 Salam Terapieutik
“Selamat pagi mbak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang saya
datang lagi.”
 Validasi Data
“Bagaimana mbak, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa
marahnya”

77
 Kontrak
 Topik : “Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk
mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah.”
 Tempat : “Dimana enaknya kita berbincang bincang? Bagaimana
kalau ditempat kemarin?”
 Waktu : “ Mau berapa lama mbak ? Bagaimana kalau 15 menit?”
c. Fase Kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa mbak lakukan! Bagus. Baik, yang
mana mau dicoba?
“Nah, kalau mbak sedang marah coba mbak langsung duduk dan tarik napas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak
reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Mbak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredahkan kemarahan.”
“Coba mbak sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana? Coba
sebutkan caranya. Baiklah mari kita masukkan kedalam jadwal latihan ya
mbak, bagaimana kalau dimasukkan sesuai dengan jadwal sholat 5
waktu?”(untuk yang muslim)
d. Fase Terminasi
 Evaluasi
 Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap cakap tentang cara
ibadah untuk mengontrol rasa marah?”
 Evaluasi Obyektif
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan mbak. Mau
berapa kali mbak sholat. Baik kita masukkan sholat………dan…..
(sesuai kesepakatan pasien)
“Coba mbak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat mbak lakukan bila
mbak merasa marah”
“Setelah ini coba mbak lakukan jadwal shalat sesuai jadwal yang telah
kita buat”

78
 Rencana Tindak lanjut
“Bagaimana kalau besok kita berlatih cara yang lain untuk mengontrol
rasa marah mbak, yaitu dengan cara patuh minum obat.”
 Kontrak
 Topik
“Besok kita ketemu lagi ya mbak, nanti kita bicarakan cara
mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.”
 Waktu
“Besok kita ketemu lagi jam 10.00 WIB.”
 Tempat
“Dan tempatnya disini ya mbak, sampai jumpa besok ya mbak.”

79
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan : Ke-5
Nama Pasien : Ny. N
Hari/tgl : Sabtu/13 Juni 2020
Proses Keperawatan
a. Fase Prainteraksi
 Kondisi : Klien sudah berlatih mengendalikan marah dengan tarik napas
dalam, memukul bantal dan kasur, berbicara dengan baik dan mengambil
air wudhu dan sholat.
 Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
 Tujuan
Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri.
Tujuan Khusus : Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk
mencegah perilaku kekerasan.
 Nursing Care Plann
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah
yang sudah dilatih.
2. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat,
benar waktu minum obat, dan benar dosis obat)disertai penjelasan
guna obat dan akibat berhenti minum obat
3. Susun jadwal minum obat secara teratur
b. Fase Orientasi
 Salam Terapieutik
“Selamat pagi mbak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu
lagi”

80
 Validasi Data
“Bagaimana mbak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur
bantal, bicara yang baik serta sholat? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Coba kita lihat cek kegiatannya”.
 Kontrak
 Topik : “Bagaiman kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara
minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?”
 Tempat : “Dimana enaknya kita berbincang bincang? Bagaimana kalau
ditempat kemarin?”
 Waktu : “ Mau berapa lama mbak ? Bagaimana kalau 15 menit?”
c. Fase Kerja
“Mbak sudah dapat obat dari dokter ?”
“Berapa macam obat yang mbak minum ? Warnanya apa saja ? Bagus! Jam
berapa mbak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam mbak, yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya untuk pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan
tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa
marah berkurang. Semuanya ini harus mbak minum 3 kali sehari jam 7 pagi,
jam 1 siang, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut mbak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya mbak bisa mengisap isap es batu
“Bila merasa mata berkunang kunang, mbak sebaiknya istirahat dan jangan
melakukan aktivitas dulu.”
“Nanti dirumah sebelum minum obat ini mbak lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama mbak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum,
jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar?
Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
“ Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan
dokter ya mbak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadwal ya mbak.”

81
d. Fase Terminasi
 Evaluasi
 Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap cakap tentang cara
minum obat yang benar?”
 Evaluasi Obyektif
“Coba mbak sebutkan lagi jenis obat yang mbak minum! Bagaimana
cara minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari
? Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat.
Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya.”
 Rencana Tindak lanjut
“Baik, besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana mbak
melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah.
Sampai jumpa.”
 Kontrak
 Topik
“Baiklah kapan kita bisa bertemu lagi mbak? Baiklah besok kita akan
bertemu untuk melihat sejauh mana mbak melaksanakan kegiatan
minum obat?”
 Waktu
“Besok kita ketemu lagi jam 10.00 WIB.”
 Tempat
“Bagaimana kalau besok kita ketemu di ruangan ini saja? Baiklah
kalau begitu kita sudahi perbincangan kita saat ini, terima kasih sampai
jumpa besok ya mbak. “ (sambil berjabat tangan)

82
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan : Ke-6
Nama Pasien : Ny. N
Hari/tgl : Minggu/14 Juni 2020
Proses Keperawatan
a. Fase Prainteraksi
 Kondisi : Klien sudah berlatih mengendalikan marah dengan tarik nafas
dalam, memukul bantal dan kasur, berbicara yang baik, mengambil air
wudhu dan sholat, dan meminum obat dengan teratur. Klien sudah tidak
marah lagi diruangan. Keluarga mengunjungi klien dan terlihat ketakutan
waktu bertemu dengan klien.
 Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
 Tujuan
Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri.
Tujuan Khusus : Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan
cara pencegahan perilaku kekerasan.
 Nursing Care Plann
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat perilkau tersebut)
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi kondisi pasien yang perlu segera
laporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda atau
orang lain.
b. Fase Orientasi
 Salam Terapieutik

83
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya M N, saya perawat dari ruang
soka ini, saya yang akan merawat mbak N (pasien). Nama ibu siapa,
senangnya dipanggil siapa?”
 Validasi Data
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? "
 Kontrak
 Topik : “Bisa kita berbincang bincang sekarang tentang masalah yang
ibu hadapi ?"
 Tempat : “Dimana enaknya kita berbincang bincang? Bagaimana kalau
di kantor perawat?”
 Waktu : “Berapa lama ibu kita berbincang bincang ? Bagaimana kalau
30 menit ?”
c. Fase Kerja
“Bu, apa masalah yang ibu hadapi dalam merawat keponakan ibu? Apa yang
ibu lakukan? Baik bu, saya akan coba jelaskan tentang kemarahan mbaknya
(pasien) dan hal hal yang perlu diperhatikan.”
“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak disalurkan
dengan benar akan membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan
lingkungan.”
Yang menyebabkan keponakan ibu marah dan ngamuk adalah kalau dia
disinggung atas kegagalannya akan menikah, dan jika keinginannya tidak
terpenuhi.”
Kalau nanti wajah keponakan ibu tampak tegang dan merah, lalu kelihatan
gelisah, itu artinya keponakan ibu sedang marah, dan biasanya setelah itu ia
akan melampiaskannya dengan membanting banting perabot rumah tangga
atau memukul atau bicara kasar ? Kalau terjadi perubahan apa? Lalu apa yang
biasa dilakukan?”
Bila hal tersebut terjadi sebaiknya ibu tetap tenang, bicara lembut tapi tegas,
jangan lupa jaga jarak dan jauhkan benda benda tajam dari sekitar keponakan
ibu seperti gelas, pisau. Jauhkan juga anak anak kecil dari keponakan ibu.”

84
Bila keponakan masih marah dan ngamuk segera bawa ke puskesmas atau RSJ
setelah sebelumnya diikat dulu(ajarkan caranya pada keluarga). Jangan lupa
minta bantuan orang lain saat mengikat keponakannya ya bu, lakukan dengan
tidak menyakiti mbaknya (pasien) dan dijelaskan alasan mengikat yaitu agar
keponakan ibu tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan”
Nah bu, ibu sudah lihat kan apa yang saya ajarkan kepada keponakan ibu bila
tanda tanda kemarahan itu muncul. Ibu bisa bantu mbaknya dengan cara
mengingatkan jadwal latihan cara mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu
secara fisik, verbal, spitritual, dan obat tertentu.”
Kalau keponakan ibu bisa melakukan latihannya dengan baik jangan lupa
dipuji ya bu”.
d. Fase Terminasi
 Evaluasi
 Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap cakap tentang cara
merawat keponakan ibu?”
 Evaluasi Obyektif
“Coba ibu sebutkan lagi cara merawat keponakan ibu”
“Setelah ini coba ibu ingatkan jadwal yang telah dibuat untuk
keponakan ibu ya”
 Rencana Tindak lanjut
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi besok untuk latihan cara-cara yang
telah kita bicarakan tadi langsung ke keponakan ibu?”
 Kontrak
 Topik
“Baiklah kapan kita bisa bertemu lagi bu? Baiklah besok lusa kita
akan bertemu untuk latihan cara-cara yang telah kita bicarakan tadi?”
 Waktu
“Besok kita ketemu lagi jam 10.00 WIB.”
 Tempat

85
“Bagaimana kalau besok kita ketemu di ruangan ini saja bu? Baiklah
kalau begitu kita sudahi perbincangan kita saat ini, terima kasih
sampai jumpa besok ya bu. “ (sambil berjabat tangan)

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan : Ke-7
Nama Pasien : Ny. N
Hari/tgl : Senin/15 Juni 2020
Proses Keperawatan
a. Fase Prainteraksi
 Kondisi : Keluarga sudah mendapatlan penjelasan tentang kondisi klien
dan cara merawatnya dirumah.
 Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
 Tujuan
Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri.
Tujuan Khusus : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam
melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan.
 Nursing Care Plann
1. Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah
2. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang
telah diajarkan oleh perawat
3. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien dapat
melakukan kegiatan tersebut dengan tepat
4. Diskusikan bersama keluarga dengan tindakan yang harus dilakukan
bila pasien menunjukkan gejala gejala perilaku kekerasan
b. Fase Orientasi
 Salam Terapieutik

86
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita
bertemu lagi untuk latihan cara mengontrol rasa marah keponakan ibu.”
 Validasi Data
”Bagaimana bu ? Masih ingat diskusi kita yang lalu ? Ada yang mau ibu
tanyakan ?”
 Kontrak
 Topik : “Bisa kita latihan sekarang untuk mengontrol rasa marah
keponakan ibu?"
 Tempat : “Bagaimana kalau latihan disini saja ?, sebentar saya
panggilkan mbaknya supaya bisa berlatih bersama.”
 Waktu : “Berapa lama ibu mau latihan? Bagaimana kalau 30 menit ?”
c. Fase Kerja
“Nah mbak, coba ceritakan kepada bibinya, latihan yang sudah mbak lakukan,
bagus sekali. Coba perlihatkan kepada bibi mbak jadwal harian mbak !bagus!’
“Nanti di rumah ibu bisa membantu keponakan latihan mengontrol kemarahan
keponakan ibu.”
“Sekarang kita coba latihan bersama sama ya mbak?”
“Masih ingat mbak, bu kalau tanda tanda marah sudah mbak rasakan maka
yang harus dilakukan mbak adalah…?”
“Ya, betul, mbak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar lalu
keluarkan atau tiup perlahan lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba ibu temani dan bantu mbaknya dan
menghitung latihan ini sampai 5 kali”.
“Bagus sekali, mbak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik.”
“Cara yang kedua masih ingat mbak, bu?”
“Ya….benar, kalau ada yang menyebabkan mbak N marah dan muncul
perasaan kesal, berdebar debar, mata melotot, selain napas dalam bapak
melakukan pukul kasur dan bantal”.

87
“Sekarang coba latihan memukul kasur dan bantal, mana kamar mbak? Jadi
kalau nanti mbak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal.
“Nah, coba mbak lakukan sambil didampingi bibi mbak, berikan mbak N
semangat ya bu. Ya, bagus sekali mbak melakukannya.”
“Cara yang ketiga adalah bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga
caranya mbak, coba praktekkan langsung kepada bibi mbak cara seperti ini :
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada rendah serta tidak
menggunakan kata kata kasar, misalnya : “Bi, saya perlu uang untuk beli
kue ! coba mbak praktekkan. Bagus mbak”.
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan mbak tidak ingin
melakukannya, katakan : “maaf saya tidak bisa melakukannya karena saya
ada kerjaan. Coba mbak praktekkan. Bagus mbak”.
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal mbak dapat mengatakan. “Saya jadi ingin marah dengan
perkataanmu itu.’ Bagus”
“Cara berikutnya adalah kalau mbak sedang marah apa yang harus
dilakukan?”
“Baik sekali, mbak coba langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak
reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air
wudhu kemudian sholat”.
“Mbak bisa melakukan sholat secara teratur dengan didampingi bibi mbak
untuk meredakan kemarahan”.
“Cara terakhir adalah minum obat teratur ya mbak, agar pikiran mbak N jadi
tenang, tidurnya juga tenang, tidak ada rasa marah.”
“Mbak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus. Jam berapa minum
obat ? Bagus. Apa gunanya obat ? Bagus. Apakah boleh mengurangi atau
menghentikan obat ? Wah bagus sekali !”
“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang mbak N
dapatkan, ibu tolong selama di rumah ingatkan mbak N untuk meminumnya
secara teratur dan jangan dihentikan tanpa sepengetahuan mbak N.”

88
d. Fase Terminasi
 Evaluasi
 Evaluasi Subyektif
“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah
kita latihan cara cara mengontrol marah langsung kepada keponakan
ibu ?”
 Evaluasi Obyektif
“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah
kita latihan cara cara mengontrol marah langsung kepada keponakan
ibu ?”
“Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah ?”
“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi keponakan ibu melaksanakan
jadwal latihan yang telah dibuat selama dirumah nanti. Jangan lupa
berikan pujian untuk mbak N bila dapat melakukan dengan benar ya
bu !”
 Rencana Tindak lanjut
“Karena keponakan ibu sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2
hari lagi ibu bertemu saya untuk membicarakan jadwal aktifitas keponakan
selama di rumah nanti.”
 Kontrak
 Topik
“Baiklah kapan kita bisa bertemu lagi bu? Baiklah besok lusa kita akan
bertemu untuk membicarakan jadwal aktifitas keponakan ibu selama di
rumah.”
 Waktu
“Besok lusa kita ketemu lagi jam 10.00 WIB.”
 Tempat
“Bagaimana kalau besok lusa kita ketemu di ruangan ini saja bu?
Baiklah kalau begitu kita sudahi perbincangan kita saat ini, terima
kasih sampai jumpa besok lusa ya bu. “ (sambil berjabat tangan)

89
90
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan


Pertemuan : Ke-8
Nama Pasien : Ny. N
Hari/tgl : Rabu/17 Juni 2020
Proses Keperawatan
a. Fase Prainteraksi
 Kondisi : Keluarga sudah mengerti cara merawat klien dirumah dan sudah
dilatih langsung ke klien cara marah yang sehat. Klien sudah terlihat
tenang dan tidak tegang lagi.
 Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
 Tujuan
Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri.
Tujuan Khusus : Klienmendapat dukungan keluarga dalam melakukan
cara pencegahan perilaku kekerasan. .
 Nursing Care Plann
1. Buat perencanaan pulang bersama keluarga
2. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien
dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
3. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
b. Fase Orientasi
 Salam Terapieutik
“Selamat pagi bu karena besok mbak sudah boleh pulang, maka sesuai
janji kita sekarang ketemu untuk membicarakan jadwal mbak selama
dirumah”
 Validasi Data

91
“Bagaimana bu, selama ibu membesuk apakah sudah terus dilatih cara
merawat mbak N ? Apakah sudah dipuji keberhasilannya ?”
 Kontrak
 Topik : “Nah sekarang bagaimana kalau dibicarakan jadwal
dirumah?”
 Tempat : “Dimana enaknya kita berbincang bincang? Bagaimana kalau
di kantor perawat?”
 Waktu : “Berapa lama bu kita berbincang bincang ? Bagaimana kalau
30 menit ?”
c. Fase Kerja
“Bu jadwal sudah telah dibuat selama mbak N di rumah sakit tolong
dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktifitas maupun jadwal minum obatnya.
Mari kita lihat jadwal mbak N !”
“Hal hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh mbak N selama di rumah. Kalau misalnya mbak N menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi
segera hubungi Suster E di puskesmas Budukan, puskesmas terdekat dari
rumah ibu, ini nomor telepon puskesmasnya : (0321) 554xxx. “Jika tidak
teratasi Sr E akan merujuknya ke BPKJ.”
“Selanjutya suster E yang akan membantu memantau perkembangan B
selama di rumah“
d. Fase Terminasi
 Evaluasi
 Evaluasi Subyektif
”Bagaimana bu? Ada yang ingin ditanyakan ?
 Evaluasi Obyektif
“Coba ibu sebutkan apa saja yang perlu diperhatikan (jadwal
kegiatan, tanda atau gejala, follow up ke puskesmas).“
 Rencana Tindak lanjut

92
Rujukan pulang. ”Baiklah , silakan menyelesaikan administrasi !”, ”Saya
akan persiapkan pakaian dan obat.”

93
EVALUASI

Nama Pasien : Nn. N


Nama Ruangan : Ruang Soka
Nama Perawat : Perawat Mike

No Tanggal
Kemampuan
. 10 11 12 13 14 15 17
A. Pasien
SP 1
1. Membina hubungan saling √
percaya
2. Menyebutkan penyebab PK √
3. Menyebutkan tanda dan √
gejala PK
4. Menyebutkan PK yang √
dilakukan
5. Menyebutkan akibat PK √
6. Mempraktikkan cara √
mengontrol fisik 1 (tarik
nafas dalam) dan
memasukkan dalam jadwal
SP 2
1. Mempraktikkan cara fisik 2 √
(latihan memukul bantal dan
kasur) dan memasukkan
dalam jadwal
SP 3
1. Mempraktikkan cara verbal √
dan memasukkan dalam
jadwal
SP 4
1. Mempraktikkan latihan cara √
spiritual dan memasukkan
dalam jadwal
SP 5
1. Mempraktikan cara latihan √
cara minum obat dan
memasukkan dalam jadwal
B. Keluarga

94
SP 1
1. Menyebutkan pengertian PK √
dan proses terjadinya PK
2. Menyebutkan cara merawat √
pasien dengan PK
SP 2
1. Mempraktikkan cara √
merawat pasien dengan PK
SP 3
1. Membuat jadwal aktivitas √
dan minum obat klien di
rumah

95
BAB IV

PENUTUP

IV.1Kesimpulan

Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stresor yang dihadapi


seseorang, yang ditujukan dengan perilaku aktual mealakukan kekerasan,
baik pada diri sendiri maupun orang lain, secara verbal maupun non verbal.
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan
suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu.
Adapun tanda dan gejala yang harus muncul pada pasien dengan
perilaku kekerasan antara lain muka merah dan tegang, mata melotot,
pandangan tajam, tangan mengepal rahang mengatup, postur tubuh kaku,
jalannya mondar mandir, bicara kasar dengan nada tinggi dan berteriak,
melempar/memukul benda, menyerang orang lain, melukai diri/orang lain,
emosi tidak stabil, mendominasi, menarik diri, merasa diri benar, dll.
Penyababnya antara lain bisa karena pengalaman masa lalu yang kurang baik
(kekerasan), yang akan menimbulkan timbulnya masalah perilaku kekerasan.
Untuk pasien perilaku kekerasan harus dilakukan management perilaku
kekerasan (MPK) terlebih dahulu untuk menenangkan pasien dan mencegah
pasien untuk membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Setelah dilakukan MPK maka pasien bisa dilakukan beberapa cara
untuk mengontrol rasa marahnya dengan beberapa cara antara lain dengan
cara fisik, cara verbal, dan cara spiritual.

IV.2Saran

Dari pemaparan diatas, penulis memberikan saran agar dalam ilmu


kesehatan jiwa penting sekali dalam memahami beberapa penyebab mengenai
perilaku kekerasan, dan semoga kedepannya perilaku kekerasan dapat
dikendalikan dengan diadakannya cara-cara untuk meredam perilaku
kekerasan.

96
DAFTAR PUSTAKA

Anna Keliat, Budi, dkk. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC
Azizah, Lilik Ma’lifatul.2011.Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik
.Jogjakarta : Graha Ilmu.
Dalami dkk, Ermawati. 2009.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta: Trans Info Media.
Fitria, Nita, 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika
Towsend C. Mary, 1998. Diagnosa keperawatan Psikiatri Edisi 3.Jakarta : EGC.

Yosep, Iyus. 2011.Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama.

97

Anda mungkin juga menyukai