Anda di halaman 1dari 9

KONSEP KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA

Oleh : Suratno, S.Ag., MAP.


Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Kemenag Kab. Kepl. Sitaro

Semua organisasi baik organisasi lembaga publik maupun organisasi perusahaan bisnis, memiliki ciri-ciri
organisasi yang sama yaitu suatu bentuk kerja sama manusia untuk mencapai tujuan tertentu terdiri
atas unsur-unsur individu, kelompok dan struktur organisasi, yang berbeda hanya pada tujuan organisasi
yang ingin dicapai. Dari unsur manusianya baik pimpinan, staf pegawai maupun aparatur semuanya
diperlukan persyaratan adanya kemampuan kerja (abilities, capabilities, skills) untuk kinerja
(performance) bidang-bidang tugas yang dipercayakan.

Keterbelakangan suatu organisasi pada umumnya dilatarbelakangi oleh minimnya kemampuan sumber
daya manusia yang terlibat didalamnya, baik aspek manajerial maupun pada aspek operasional.
Tuntutan upaya peningkatan kemampuan sumber daya manusia sangat mutlak untuk menciptakan
organisasi yang lebih baik dan mengelolanya dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi sebagai
wahana untuk mencapai berbagai tujuan yang ingin dicapai.

Menurut Siagian (1998:15)), salah satu aspek penting dari pertumbuhan dan pemeliharaan citra
birokrasi yang positif adalah upaya yang sistematik, programatik, dan berkesinambungan dalam
peningkatan kemampuan kerja birokrasi termasuk kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena itu
sebagai birokrasi dituntut adanya aparatur yang kapabel yaitu sumber daya manusia yang bekerja
dengan efisien, efektif dan produktif.

Kemampuan adalah perpaduan antara teori dan pengalaman yang diperoleh dalam praktek di lapangan,
termasuk peningkatan kemampuan menerapkan teknologi yang tepat dalam rangka peningkatan
produktivitas kerja (Siagian, 1998:15).

Menurut Robbins (1996:102), bahwa kemampuan adalah kapasitas seseorang individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya totalitas kemampuan dari seseorang
individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor, yakni kemampuan intelektual dan
kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan untuk menjalankan kegiatan mental.
Kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut
stamina, kecekatan, kekuatan dan bakat-bakat sejenis.

Menurut Livingstone seperti dikutip oleh Stoner (1996:118), bahwa kemampuan itu dapat dan harus
diajarkan. Karena itu dalam peningkatan sumber daya khususnya sumber daya manusia, peranan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai salah satu instrumen pembangunan dalam rangka peningkatan
efisiensi dan efektivitas dalam berbagai organisasi, sangat dibutuhkan tenaga-tenaga yang telah
memiliki kemampuan di bidang tugas masing-masing.

Kemampuan adalah sifat lahir dan dipelajari yang memungkinkan seseorang dapat menyelesaikan
pekerjaannya (Gibson, 1996:126). Adapun apa yang harus dimiliki oleh seseorang dalam menghadapi
pekerjaannya menurut Mitzberg seperti yang dikutip Gibson, ada empat kemampuan (kualitas atau
skills) yang harus dimiliki oleh seseorang dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai berikut:
1. Keterampilan teknis, adalah kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur dan teknik suatu
bidang khusus.
2. Keterampilan manusia, adalah kemampuan untuk bekerja dengan orang lain, memahami orang lain,
memotivasi orang lain, baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok.
3. Keterampilan konseptual, adalah kemampuan mental untuk mengkoordinasikan, dan memadukan
semua kepentingan serta kegiatan organisasi.

1|P ag e
4. Keterampilan manajemen, adalah seluruh kemampuan yang berkaitan dengan perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan kepegawaian dan pengawasan, termasuk didalamnya kemampuan
mengikuti kebijaksanaan, melaksanakan program dengan anggaran terbatas.

Menurut Atmosudirdjo (1998:37), kemampuan adalah sebagai sesuatu hal yang perlu dimiliki oleh setiap
individu dalam suatu organisasi. Kemampuan tersebut terdiri atas tiga jenis kemampuan (abilities) yaitu
kemampuan sosial, kemampuan teknik dan kemampuan manajerial. Konsep kemampuan dalam
kepustakaan dikenal dua terminology yang memiliki makna yang sama, yaitu ada yang memakai istilah
abilities seperti Atmosudirdjo, sedangkan yang lain seperti Terry (2001:132) dan Stoner (1996:119)
memakai istilah skills.

Handoko (2001:51) dengan mengacu pada pendapat di atas, juga membedakan jenis
keterampilan/kecakapan yang terdiri atas keterampilan/kecakapan kemanusiaan (human skills),
keterampilan/kecakapan administrasi (administrative skills), dan keterampilan/kecakapan teknik
(technical skills).

Terry (2001: 321) membagi kemampuan atas tiga jenis kecakapan yaitu kecakapan teknis, kecakapan
kemanusiaan dan kecakapan konsep-sional. Dalam edisi terakhir Koontz et al. (1996:30) membagi
kemampuan dalam empat kategori yaitu kemampuan konsepsional, kemampuan kemanusiaan atau
sosial, kemampuan teknis dan kemampuan merancang (mendesain).

Menurut Moenir (1998:116), kemampuan atau skill adalah berasal dari kata dasar mampu yang dalam
hubungan dengan tugas/pekerjaan berarti dapat (kata sifat/keadaan) melakukan tugas/pekerjaan
sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan. Kemampuan dengan
sendirinya juga kata sifat/keadaan ditujukan kepada sifat atau keadaan seseorang yang dapat
melaksanakan tugas/pekerjaan atas dasar ketentuan yang ada. Kemajuan suatu organisasi sangat
ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia.

Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Tambunan (1996:52), bahwa para pemimpin yang menduduki
jabatan pada bagian tertentu harus mempunyai kemampuan manajemen. Kemampuan mereka
mencakup kemampuan teknis, kemampuan sosial dan kemampuan administratif.
Menurut Handoko (2001:37), kemampuan administratif adalah keseluruhan keterampilan (kemampuan)
yang berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian, penyusunan kepegawaian, dan pengawasan.
Ketrampilan ini mencakup kemampuan untuk menyusun kebijaksanaan dan prosedur, mengelola
dengan anggaran terbatas dan sebagainya.

Menurut Bryant dan White (1989:32), kemampuan administrasi adalah bagaimana pengurusan rumah
tangga yang baik, jika benar-benar ia tidak akan mengganggu pekerjaan. Lebih diperinci lagi oleh
Tambunan (1996:53), bahwa kemampuan administrasi menyangkut bagaimana caranya semua bagian
organisasi atau bagian-bagian (departemen) menyatu. Aspek-aspek yang sangat menentukan dalam
menanggulangi ketidakmampuan administratif menurut Tambunan (1996:9-10), adalah :

a. Bekerja keras.
Sebagaimana ciri seorang yang sukses dalam hidupnya haruslah ia bekerja keras meraih sukses.
Demikian seorang pemimpin dan karya-wan harus mau bekerja keras. Kerja keras adalah investasi
terbaik yang dapat dibuat oleh manusia. Seorang pemimpin seringkali harus mengorbankan waktu
dan kesenangan pribadinya demi kelancaran tugasnya. Dalam kesempatan lain ia harus mampu
menghadapi tantangan dan kritikan.

b. Belajar sungguh-sungguh.
Pengetahuaan yang terbatas akan menghasilkan kemampuan yang terbatas pula. Pengetahuan
menyanggupkan seseorang karyawan untuk bekerja lebih rajin melaksanakan tugas secara efektif.

2|P ag e
c. Punya inisiatif.
Seorang aparat yang tampak berusaha dengan berbagai macam cara bagaimana supaya pekerjaan
ini terlaksana dengan baik dan dapat mengatasi setiap permasalahan.

d. Mencintai pekerjaan.
Setiap karyawan perlu memiliki rasa mencintai terhadap pekerjaan yang dilaksanakan. Banyak
kenyataan yang menunjukkan seseorang gagal dalam tugasnya karena tidak mencintai pekerjaan itu.

e. Seksama.
Melakukan pekerjaan dengan penuh kehati-hatian akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan,
tetapi melakukan pekerjaan dengan ceroboh akan menghasilkan pula kecerobohan.

f. Punya semangat untuk bekerja.


Seorang pemimpin yang berhasil adalah selalu aktif menunaikan tugas, tampak bersemangat, penuh
gairah hidup, siap menerima kritikan dan konsekuensi keputusannya agar seseorang dapat mencapai
sukses ia harus berusaha memerangi dan mengalahkan segala macam halangan dan kesukaran.

g. Pupuk kepribadian.
Sehubungan dengan usaha yang mengarahkan bawahan perlu kiranya seorang pemimpin atau
karyawan menunjukkan penampilan menarik, karena kepribadian seseorang bagaikan semerbak
sekuntum bunga.

h. Saling menolong.
Orang yang terus menerus ingin bersaing akan selalu merasa gusar dalam suasana ketegangan,
tetapi kerjasama dan saling tolong menolong adalah yang terbaik.

i. Bersikap demokrasi.
Kecuali seorang merasa baik terhadap rekan-rekannya ia tidak pernah akan menjadi pemimpin yang
sukses dalam hal ini hendaknya melakukan yang terbaik.

Pengertian kemampuan menurut Siagian (1992:82), kemampuan dapat ditinjau dari dua sorotan
pandangan, yaitu kemampuan teknis, dan kemampuan manajerial. Kemampuan teknis biasanya
tercermin pada keterampilan tertentu, sudah tentu jelas bahwa keterampilan teknis dituntut dari
aparatur yang ditugaskan menyelenggarakan berbagai kegiatan operasional. Sedangkan kemampuan
manajerial dituntut dari aparatur yang menduduki berbagai jenjang jabatan kepemimpinan organisasi.

Pada bagian lain Siagian (1992:83), menjelaskan kemampuan sesuai kualifikasi anggota organisasi
dengan menyoroti kemampuan fisik dan kemampuan intelektual. Banyak kegiatan dalam organisasi
yang menuntut kemampuan fisik yang tinggi tidak menuntut daya kognitif atau daya nalar yang besar.
Tetapi sebaliknya tidak sedikit kegiatan yang menuntut kemampuan intelektual yang tinggi.

Kemampuan menurut Poerwadarminta (1979:57), berasal dari kata mampu (able) yang pengertiannya
dalam bahasa Indonesia adalah cakap, dapat atau mahir. Kecakapan atau kemampuan disini dapat
diartikan sebagai skill (Gie, 2003:202). Teori kecakapan manajerial (managerial skills) menurut Gie
(2003:202), menguraikan pengertian kecakapan atau skill yang relevan sebagai kemampuan manajerial.

Menurut Gie (2003:203), kemampuan manajerial berarti :


- Kecakapan mengetahui dan memahami tentang pekerjaannya (job know-how).
- Kecakapan menggerakkan organisasi secara spesifik (specific organization practice).
- Kecakapan menerapkan dasar-dasar, asas-asas dan pokok-pokok manajemen (principles and
fundamentals of management).

3|P ag e
Sedangkan menurut Uris (dalam Gie, 2003:204), terdapat tiga kategori kecakapan (skill) yang harus
dimiliki oleh pejabat pimpinan, yaitu :
- Kemampuan individu untuk berhubungan dengan sesama (human relation skill, e.g. working with
subordinates and maintaining good relations with your superior).
- Kemampuan menerapkan aturan atau melaksanakan kegiatan sesuai prosedur (procedural or
administrative skills, e.g. control of paper work and using work time effectively).
- Kemampuan individu dalam hal belajar dari pengalaman dan memusatkan perhatian pada tugas
(personal skill, e.g. memory and concentration).

Harlow seperti dikutip oleh Gie (2003:205), mengemukakan tiga dasar kemampuan bagi administrator
atau manajer agar sukses dalam tugasnya, yaitu:
- Kemampuan teknis yang memadai.
- Kemampuan kemanusiaan yang memadai.
- Kemampuan konseptual yang memadai.

Kemampuan konsepsional menurut Terry (2001:321), mencakup kemampuan untuk memvisualisasikan


organisasi/perusahaan secara keseluruhan untuk melihat berbagai fungsi yang berhubungan dengan
situasi atau keadaan tertentu.

Terry selanjutnya menyatakan tentang kemampuan teknis yang mencakup keahlian dan pengetahuan
mengenai sebuah aktivitas/kegiatan kerja atau bidang pekerjaan yang spesifik, yang berhubungan
dengan suatu proses, prosedur atau teknik tertentu.

Kemampuan sosial (social abilities) dalam pustaka sering pula digunakan istilah kemampuan
kemanusiaan (human abilities). Menurut Atmosudirdjo (1998:124), kemampuan sosial sebagai
kesanggupan seseorang untuk melakukan hubungan antar manusia, dengan segala macam sifat dan
konsekuensinya sebagai hubungan interaksi sosial. Pendapat lain seperti dikutip Handoko (2001:137),
menyatakan bahwa kemampuan adalah kemampuan untuk bekerja sama dengan memahami dan
memotivasi orang lain baik secara individu maupun kelompok.

Dari pengertian di atas, sebenarnya memiliki sasaran yang sama yakni menunjuk pada bagaimana
kemampuan seseorang pemimpin dalam melakukan hubungan kerjasama dengan orang lain serta
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Namun banyak ahli berpendapat bahwa dalam
melakukan interaksi dengan orang lain atau masyarakat, terutama dalam memainkan peranannya
sebagai pemimpin, banyak kendala yang dihadapi.

Kendala-kendala tersebut antara lain seperti yang dikemukakan oleh Arif (1996:232-234), sebagai
berikut :

a. Kendala Komunikasi.
Kendala komunikasi sering terjadi karena instansi-instansi yang lebih rendah tidak serentak mendapat
perintah dari atasannya. Disatu pihak walaupun Bupati atau Camat adalah sebagai koordinator
pembangunan di daerahnya, adakalanya dia tidak mengetahui seluruhnya bahwa di daerahnya atau di
desanya sedang berlangsung suatu proyek pembangunan dan dilain pihak masyarakat tidak memahami
dengan jelas proyek apa yang akan dibangun.

b. Kendala dalam Pendelegasian Wewenang.


Kendala ini akan timbul sebagai akibat kurangnya distribusi wewenang yang terjadi dalam sistem
birokrasi secara keseluruhan maupun pada suatu unit organisasi. Keadaan ini akan tercermin pada cara
pengambilan keputusan yaitu cenderung berorientasi ke atas. Artinya pejabat yang lebih rendah tidak
berani mengambil keputusan sendiri dan harus menunggu dari atas.

4|P ag e
Kendala-kendala tersebut di atas akan mudah teratasi jika seorang pemimpin memiliki kemampuan
untuk beradaptasi dan mengakomodasi setiap keinginan anggotanya. Memang dalam kehidupan sosial
selalu akan dijumpai dua macam kenyataan, yaitu yang disebut benda-benda sosial dan kenyataan-
kenyataan sosial.

Selanjutnya Terry (2001:322), salah satu yang sering dijadikan sumber acuan para penulis, berpendapat
bahwa kemampuan kemanusiaan mencakup kemampuan untuk bekerja dengan pihak lain, dan
mencapai kerjasama dengan orang-orang atau kelompok dalam bidang-bidang tugas pekerjaan.

Kemampuan kerja, merupakan wujud dari adanya upaya organisasi, yang dapat disebut sebagai
kemampuan organisasi. Menurut Ulrich (1997:188-191), diperlukan lima kemampuan organisasi seperti
diuraikan sebagai berikut :

1. Kemampuan untuk mengembangkan ideologi dasar bersama.


Sebuah ideologi bersama merupakan identitas sebuah organisasi/ perusahaan dalam pikiran para
pegawai, pelanggan (publik) dan investor. Hasil penelitian Collins dan Porros seperti yang dikutip Ulrich
(1977:188), melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan yang mempunyai visi ini mempunyai ideologi
dasar yang mendefinisikan apa yang mereka yakini. Para eksekutif di perusahaan itu dengan eksplisit
menyatakan bahwa ideologi baru yang berfokus pada pemberdayaan harus meresap kedalam organisasi
perusahaan, sebuah ideologi dimana orang yang paling dekat dengan bidang tugasnya mempunyai
kewajiban untuk bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi.

Kelompok eksekutif ini percaya bahwa apabila mereka dapat menanamkan ideologi ini diantara para
pegawai, maka para pelanggan akan dilayani dengan lebih baik. Untuk meningkatkan pemberdayaan
dengan membagi informasi dari atas ke bawah, memastikan adanya keahlian dengan mengembangkan
pegawai dan menggeser pengambilan keputusan dan tanggung jawab ke bawah. Imbalan penganutan
ideologi ini adalah adanya biaya yang lebih rendah karena diperlukan lebih sedikit supervisi langsung
dan kualitas akan lebih tinggi karena lebih banyak keahlian yang dekat pada keputusan-keputusan
langsung.

Manakala para individu membagi ideologi bersama tentang identitas perusahaan, maka kekuatan
mereka masing-masing akan bergabung menjadi suatu kesatuan yang lebih kuat. Ideologi bersama ini
akan tercipta ketika para pegawai mengetahui dengan jelas apa yang ingin dicapai perusahaan,
mengapa perusahaan bergerak ke satu arah dan tidak ke arah lain, dan apa yang disumbangkan pegawai
bagi tujuan bersama.

2. Kemampuan mempertahankan pegawai yang terampil.


Para eksekutif menyadari bahwa para pegawai yang berinteraksi langsung dengan
konsumen/pelanggan/publik adalah mata rantai yang paling penting dalam hubungan
organisasi/perusahaan dengan konsumen masyarakat luas. Para pegawai digaris depan adalah kontak
interaksi kunci.

Organisasi masa depan harus belajar menangkap kapital intelektual para pegawai. Kapital intelektual
harus menjadi aktiva paling berharga dalam organisasi/perusahaan. Untuk menangkap aktiva ini,
manajemen harus mencari jalan sehingga hati, pikiran dan jiwa mereka mengabdi pada tujuan-tujuan
perusahaan (organisasi). Kapital intelektual harus diperjuangkan, bukan untuk dinyatakan.

3. Kemampuan untuk tidak membeda-bedakan.


Pada saat perusahaan tumbuh (organisasi berkembang), kategori-kategori yang sering diciptakan untuk
membedakan para individu. Tingkat (antara manajer dan pegawai), spesialisasi fungsional (antara
pemasaran dan produksi) adalah contoh dari batas-batas yang mengklasifikasikan individu. Mengangkat
batas-batas tersebut berarti tidak mempedulikan kategori-kategori tempat para pegawai bekerja, tetapi
sebaliknya lebih mempedulikan keahlian yang dimiliki seseorang. Dalam organisasi tanpa batas, para

5|P ag e
individu yang berpotensi mengembangkan keahlian mereka tanpa mempedulikan hirarki, fungsi dan
posisi.

General Electric Company berupaya untuk mengurangi batas-batas tersebut secara sistematik. Mereka
mendorong diadakannya pertemuan-pertemuan, dimana para pegawai dapat membagi ide-ide dengan
para manajer, yang langsung menanggapinya di tempat. Dibentuk tim-tim antar fungsional yang
berfokus pada pelayanan pelanggan (masyarakat luas). Ini melibatkan pelanggan dan pemasok dalam
program-program pelatihan dan membagi informasi, wewenang, keahlian dan imbalan di seluruh
organisasi.
Kemampuan-kemampuan tanpa batas ini penting bagi organisasi masa depan. Jika batas-batas
dihilangkan, organisasi-organisasi dapat mengambil keputusan dengan cepat dan lebih baik. Para
pelanggan dan para pemasok bekerja sama dalam suatu proses kerja yang berkesinambungan, dan para
pegawai disemua tingkat dan fungsi organisasi memusatkan perhatiannya untuk melayani konsumen
(pelanggan/publik).

4. Kemampuan menciptakan kapasitas untuk berubah.


Masa depan tidak dapat diramalkan karena selalu diwarnai dengan perubahan yang tidak menentu,
karenanya diperlukan daya cipta kemampuan untuk berubah. Kapasitas untuk berubah ini mencakup
kegesitan, mampu beradaptasi dan kecepatan. Organisasi-organisasi mempunyai tingkat kemampuan
untuk berubah. Beberapa organisasi tampaknya kaku, tidak fleksibel dan tidak dapat berubah,
sedangkan yang lainnya mempunyai kapasitas intern (built-in) untuk bergeser, bergerak dan beradaptasi
secara cepat dalam kondisi yang berubah.

Menciptakan kemampuan untuk berubah membuat organisasi hidup dan segar. Ketidakmampuan untuk
mengetahui masa depan tidak akan menciptakan ketakutan jika organisasi dapat berubah dan
beradaptasi secara cepat, gesit dan cerdik. Kemampuan untuk mengganti proses, harga, merek, produk
dan pelayanan yang lebih cepat dari pesaing akan menjadi penentu kesuksesan.

5. Kemampuan menguasai belajar dengan cepat.


Proses belajar adalah kemampuan sebuah organisasi untuk membangkitkan dan mengklasifikasikan ide-
ide yang mempunyai dampak. Belajar cepat membedakan setiap organisasi dalam kecepatan mereka
menciptakan dan menyebarkan ide-ide. Ini terjadi bila ide-ide dalam satu bagian organisasi
diklasifikasikan dan dibagi keseluruh organisasi sehingga kesalahan tidak terulang dan keberhasilan
dapat diulangi. Jika belajar cepat sudah menjadi kebiasaan dalam organisasi, maka inovasi akan terjadi
dalam unit organisasi dan juga akan disebar dengan cepat keseluruh unit organisasi.

Menurut Ulrich (1997:192), dengan fokus pada kemampuan, para eksekutif akan bertindak seperti
dalam hal-hal berikut:
a) Menggunakan waktu lebih sedikit pada perencanaan formal dan lebih banyak untuk bertindak.
b) Hanya peduli lebih sedikit terhadap bagan dan struktur organisasi dan lebih memusatkan perhatian
pada pelaksanaan pekerjaan apapun strukturnya.
c) Memberi perhatian terhadap bagaimana hasil diperoleh dan bagaimana hasilnya.
d) Seberapa jauh tindakan para eksekutif (administrator, manajer, kepala- kepala bagian) menciptakan
kemampuan-kemampuan yang unik dan definitif dalam organisasi akan menjadi tolok ukur kinerja
mereka.
e) Mencari pimpinan yang tidak hanya mempunyai kharisma pribadi tetapi juga mempunyai
keterampilan untuk menciptakan kemampuan yang berkesinambungan.
f) Terus-menerus berupaya mengetahui kemampuan apa saja yang dibutuhkan untuk mengantisipasi
harapan konsumen (pelanggan/ masyarakat luas).

6|P ag e
DAFTAR PUSTAKA

Albrow, M. 1989, Birokrasi, Tiara Wacana, Terjemahan, Jakarta. Ancok, Dj.

1985, Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Dalam Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta.
Anonim.

1993, Kebijaksanaan Nasional Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian, Deptan RI, Jakarta. Arif, M.S.

1996, Organisasi Dan Manajemen, Kaunika, Jakarta. Atmosudirdjo, P.

1998, Administrasi Dan Manajemen Umum, Ghalia Indonesia, Jakarta. Azwar, S.

1999, Sikap Manusia, Teori Dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Balss, C. dan Bruno, E.

1999, Human Resource Management, Program Pascasarjana, Unsrat, Manado. Bennis, W.G.

1996, Toward A Truly Scientific Management, The Consept Of Organizational Health, Jaisingh Ghorpade,
op.cit. Bryant, C. dan White, L.G.

1989, Managing Development In The Third Warlab, Westview Press Inc., Colorado. Cushway, B. dan
Lodge, D.

1993, Perilaku Dan Desain Organisasi, Gramedia, Terjemahan, Jakarta. Davis, K. dan Newstrom, J.W.

1995, Perilaku Dalam Organisasi, Erlangga, Jakarta. Djaman, Nur.

1993, Fiqih Munakahat, Dimas Press, Semarang. Drucker, P.F.

1964, Managing For Results, Harper & Row, New York. Fredrickson, H.G.

1984, Administrasi Negara Baru, LP3ES, Terjemahan, Jakarta. Georgepoulos and Tannenbaum, A.S.

1957, Critical Issues In Assesing Organizational Effectiveness, American Sociological Review. Gerson, R.F.

2002, Mengukur Kepuasan Pelanggan, PPM, Terjemahan, Jakarta. Ghorpade, J.

1971, Assessment Of Organizational Effectiveness, Issues, Analysis And Reading, Pasific Palisades,
Goodyear Publishing Co. Inc., California. Gibson, J.L.

1996, Organisasi Dan Manajemen, Erlangga, Terjemahan, Jakarta. Gibson, J.L. et. al.

1974, Organizations, Business Publishing, Austin, Texas.

1997, Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, Erlangga, Jakarta. Gie, The Liang.

2002, Analisis Administrasi Dan Manajemen, Gramedia, Jakarta.

2003, Efisiensi Kerja Bagi Pembangunan Negara, UGM Press, Yogyakarta. Handayaningrat, S.

2002, Pengantar Suatu Ilmu Administrasi Dan Manajemen, Gunung Agung, Jakarta. Handoko, H.T.

2001, Manajemen, BPFE, UGM, Yogyakarta. Hersey, P. et.al.

7|P ag e
1995, Management Of Organizational Behavior : Utilizing Human Resources, Prentice Hall International,
Inc., New Jersey. Irawan, F.

2002, Sepuluh Prinsip Kepuasan Pelanggan, Gramedia, Jakarta. Kaloh, J.

2002, Mencari Bentuk Otonomi Daerah : Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal Dan Tantangan
Global, Rineke Cipta, Jakarta. Kasim, A.

1993, Pengukuran Efektivitas Dalam Organisasi, FE-UI, Jakarta. Kerlinger, F.N.

1973, Foundation Of Behavioral Research, Holt, Rinehart. Koontz, H. et. al.

1996, Manajemen, Erlangga, Terjemahan, Jakarta. Kramer, Fred. A.

1977, Dynamics Of Public Bureaucracy, Winthrop Publication, Cambridge, Mass. Lazzaro, Victor.

1986, Tata Kerja Organisasi, Bina Aksara, Terjemahan, Jakarta. Mahmoedin, H.As.

1995, Etiket Pelayanan Bank, PT. Gunung Agung, Jakarta. Martono, Bayu.

2003, Pengaruh Sarana Kerja, Iklim Organisasi, Dan Kemampuan Kerja Terhadap Efektivitas Pelayanan
pada P.T. Titipan Kilat di Yogyakarta, Tesis, UGM, Yogyakarta. Martoyo, S.

2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta. Mathis, R.L. dan Jackson, J.H.

2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Salemba Emban Patria, Terjemahan, Jakarta. Menteri
Penertiban Aparatur Negara.

1993, Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993, Tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum,
Menpan, Jakarta. Moenir, H.A.S.

1990, Pendekatan Manusiawi Dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian, Gunung Agung,
Jakarta.

1998, Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta. Mokoginta, H.

1992, Hubungan Determinan Dan Kriteria Efektivitas Organisasi Birokrasi Pemerintahan, Suatu Studi
Tentang Administrasi Pembangunan Program Transmigrasi, Disertasi, UGM, Yogyakarta. Ndraha,
Taliziduhu.

2003, Kybernology, Rineke Cipta, Jakarta. Osborne, D. dan Gaebler, T.

1995, Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government, How The Entrepreneurial Spirit Is


Transforming The Public Sector), PPM Dan PT. Pustaka Binaman Pressindo, Terjemahan, Jakarta.
Osborne, D. dan Plastrik, P.

2000, Memangkas Birokrasi (Banishing Bureaucracy : The Five Strategies For Reinventing Government),
PPM, Terjemahan, Jakarta. Pamoedji, S.

1996, Tata Kerja Organisasi, Bina Aksara, Jakarta. Poewadarminta.

1979, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Hasta Press, Jakarta. Putra, S.

1998, Membina Sikap Mental Wirausaha, Gunung Jati, Jakarta. Riggs, Fred. W.

1971, Bureaucratic Politics In Comparative Perspective, Duke Univ. Press, Durham, NC. Robbins, S.P.

8|P ag e
1996, Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, Aplikasi, PT. Prenhalindo, Terjemahan, Jakarta. Rothman,
J.

1974, Planning, Organizing For Social Change, Colombia University Press, New York. Santoso, P.

1993, Birokrasi Pemerintahan Orde Baru Perspektif Kultur Dan Struktur, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta. Siagian, S.P.

1992, Fungsi-Fungsi Manajerial, Bumi Aksara, Jakarta.

1998, Manajemen Abad 21, Bumi Aksara, Jakarta.

2001, Administrasi Pembangunan, Bumi Aksara, Jakarta.

2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Gramedia, Jakarta.

2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.Sianipar, J.P.G.

1998, Pelayanan Prima, LAN-RI, Jakarta. Singarimbun, M dan Effendi, S.

1982, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta. Soedjadi, F.X.

1992, Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen, Haji Mas Agung, Jakarta. Soemarto, Hadi.

2002, Pengaruh Prosedur Kerja, Sarana Kerja, Dan Budaya Kerja Terhadap Efektivitas Pelayanan Pada
Rumah Sakit Mitra Keluarga Jakarta, Tesis, Pascasarjana UI, Jakarta. Steers, R.M.

1980, Efektivitas Organisasi, PPM, Erlangga, Terjemahan, Jakarta. Stoner, J.A.F.

1996, Management, Prentice-Hall International, New York. Sugiyono.

1999, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Jakarta. Supranto.

2001, Manajemen Pemasaran, Rineke Cipta, Jakarta. Supriyanto, E. dan Sugiyanti, S.

2001, Operasionalisasi Pelayanan Prima, LAN-RI, Jakarta.

9|P ag e

Anda mungkin juga menyukai