Anda di halaman 1dari 12

BISNIS PARIWISATA

“SISTEM KEPARIWISATAAN”

Oleh:

Kelompok 3 Akuntansi F

1. Ni Kadek Darmini (05) / 1602622010430


2. Ni Luh Yunita Astuti Purnama Dewi (07) / 1602622010431
3. Anastasia Deborah Melati (08) / 1602622010432
4. Kadek Putri Ayu Kusuma Wardani (27) / 1602622010451
5. Putu Mia Elvira Rosa (32) / 1602622010456
6. I Gusti Ngurah Arya Dwipayana 1702622010664
7. I Putu Dedy Sentosa 1702622010662

UNIVERSITAS MAHASARASWATI
2019

SISTEM KEPARIWISATAAN

3.1 Definisi Sistem Kepariwisataan


Sistem kepariwisataan terdiri dari kata “sistem” dan “kepariwisataan”. Sistem adalah
suatu kesatuan yang yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama
untuk memudahkan aliran informasi, materi, atau energi. Sistem juga merupakan kesatuan
bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki
item-item penggerak. Sedangkan kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan penyelenggaraan pariwisata.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem kepariwisataan adalah suatu kesatuan bagian-
bagian yang terdiri dari komponen atau elemen yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pariwisata. Elemen-elemen dalam sistem kepariwisataan terdiri dari objek kepariwisataan,
atribut kepariwisataan, hubungan internal, dan lingkungan.
Kepariwisataan memiliki tiga komponen:
a) Asal, tempat tinggal wisatawan.
b) Perjalanan, sarana untuk tiba di tempat tujuan dan kembali ke tempat asal.
c) Tujuan, tempat kunjungan yang jauh dari asal.

Fungsi Sistem Kepariwisataan


Adapun fungsi dari sestem kepariwisataan ini terdiri dari 4 fungsi, antara lain :
1. Melakukan pendataan/inventarisasi sumber - sumber potensi daerah, terutama di sektor
Pariwisata, termasuk didalamnya :
 Pemetaan wilayah pariwisata (raw data)
 Pembuatan peta tematik daerah wisata dan sebarannya berdasarkan jenis obyek
wisata (wisata pantai/laut, gunung/tebing, hutan/kebun atau wisata lainnya), lokasi
obyek wisata, dan lain-lain.
 Pembuatan peta tematik sarana dan prasarana wisata meliputi hotel, restoran,
tempat ibadah, SPBU, tempat belanja, bank, dan lain-lain (site map wisata).
2. Menyediakan fungsi pengelolaan basis data pariwisata
3. Menyediakan sistem informasi pariwisata, meliputi
 Jenis dan deskripsi obyek wisata, letak daerahnya, transportasi menuju ke obyek
tersebut, program wisata, dan lain-lain.
 Sarana dan prasarana wisata meliputi hotel, restoran, tempat ibadah, spbu, tempat
belanja, bank, dan lain-lain.
4. Menyediakan sistem aplikasi kepariwisataan, meliputi
 Administrasi pengunjung (tiket masuk, retribusi, statistik pengunjung, dll
 Sistem layanan wisata (pemesanan tiket, koordinasi dengan biro perjalanan/biro
wisata, koordinasi dengan sistem perhotelan, dsb)
 Pembukuan, administrasi umum, keuangan dan akuntansi (untuk pengelolaan tiap
obyek wisata daerah)
Sistem Kepariwisataan: Berbagai Sudut Pandang
Kepariwisataan merupakan fenomena yang kompleks, melibatkan banyak sektor dan
banyak aktor dalam pembangunannya. Komponen-komponen dalam kepariwisataan saling
terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Hal ini menggambarkan bahwa kepariwisataan
adalah sebuah sistem.
1. Sistem Kepariwisataan sebagai Dasar Teori
Model sistem kepariwisataan sebagai dasar teori antara lain dibahas oleh Gunn
(1972) dan Leiper (1981). Model sistem kepariwisataan Gunn lebih sarat dengan aspek-
aspek ekonomi, yang mengemukakan keterkaitan antara sisi sediaan (supply) dengan
permintaan (demand) serta faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya. Gunn
berpendapat bahwa untuk memuaskan permintaan pasar, sebuah negara, wilayah, atau
masyarakat harus menyediakan beragam pembangunan dan pelayanan (sisi sediaan).
Kesesuaian antara sisi sediaan dengan sisi permintaan adalah kunci keberhasilan dalam
pengembangan kepariwisataan yang benar (Gunn 2002).

Gunn kemudian menjelaskan bahwa keberhasilan sistem kepariwisataan


dipengaruhi juga oleh faktor-faktor eksternal. Beberapa faktor dapat memberikan
pengaruh yang besar terhadap bagaimana kepariwisataan harus dikembangkan (ibid).
Gunn mengidentifikasi sembilan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi sistem
kepariwisataan, yaitu sumber daya alam, sumber daya budaya,
organisasi/kepemimpinan, keuangan, tenaga kerja, kewirausahaan, masyarakat,
kompetisi, dan kebijakan pemerintah (Gunn 2002). Model sistem kepariwisataan Gunn
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1 Sistem kepariwisataan Gunn (1972)-dimensi ekonomi

Berbeda dengan Gunn, Leiper (1981 dalam Getz 1986) memandang sistem
kepariwisataan dari dimensi spasial. Gunn mengungkapkan bahwa sistem
kepariwisataan merupakan hubungan yang saling ketergantungan antara daerah
pembangkit wisatawan dengan destinasi pariwisata (ibid).
Model Leiper mengidentifikasi lima komponen dalam sistem kepariwisataan, yaitu
wisatawan, daerah tempat tinggal wisatawan, jalur transit, destinasi pariwisata, dan
industri pariwisata. Leiper juga mengemukakan bahwa pariwisata terjadi jika satu saja
dari komponen-komponen tersebut ada dalam suatu proses yang saling terkait (Leiper
dalam Pratiwi 2010). Sistem kepariwisataan Leiper dapat dilihat pada gambar berikut
ini.

Gambar 2 Sistem kepariwisataan Leiper (1981)-dimensi spasial


2. Sistem Kepariwisataan dalam Proses Perencanaan/Pengelolaan Pariwisata
Model sistem kepariwisataan yang mengaitkannya dengan konteks proses
perencanaan/pengelolaan pariwisata dikemukakan antara lain oleh Mill & Morrison
(1985), yang kemudian dikembangkan pada tahun 1992, serta Cornellisen (2005). Mill
& Morrison mengungkapkan empat komponen pembentuk sistem kepariwisataan, yaitu
sebagai berikut:
 Market (pasar): mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi pasar dengan
penekanan pada perilaku pasar, faktor-faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi perjalanan wisata, dan proses pengambilan keputusan berwisata.
 Marketing (pemasaran): menfokuskan pada strategi bagaimana pengelola
pariwisata merencanakan, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan
jasa kepada wisatawan.
 Travel (perjalanan): fokus pada pergerakan wisatawan, moda transportasi, dan
segmen pasar.
 Destination (destinasi/daerah tujuan wisata): mencakup proses dan prosedur
yang dilakukan oleh destinasi pariwisata dalam pembangunan dan
mempertahankan keberlanjutan kepariwisataan.

Model Mill & Morrison dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3 Sistem kepariwisataan Mill&Morrison (1985)-konteks perencanaan/
pengelolaan kepariwisataan

Pada awalnya, model sistem kepariwisataan yang dikembangkan oleh Mill &
Morrison merupakan model linier, yang menjelaskan hubungan linier antara komponen-
komponen di dalamnya, dan mendapat banyak kritik karena dianggap bukan sebuah
sistem. Pada tahun 1992, modelnya disempurnakan dan menunjukkan karakter sistem
kepariwisataan yang lebih kuat, walaupun tetap dengan empat komponen utama yang
sama dengan model awal.
Model Mill & Morrison menjelaskan bahwa pemasaran menjual destinasi kepada
pasar/wisatawan, sementara travel mengantarkan pasar ke destinasi pariwisata. Seluruh
komponen tersebut harus dipahami, direncanakan, dan dikelola dengan baik sehingga
dapat membangun sistem kepariwisataan yang positif dan memberikan manfaat yang
optimal bagi destinasi dan masyarakatnya.
Model sistem kepariwisataan lain yang terkait dengan proses
perencanaan/pengelolaan dikembangkan juga oleh Cornelissen pada tahun 2005 yang
merupakan pengembangan dari pemikiran Britton (1991) tentang sistem produk
pariwisata. Cornelissen menamakan modelnya sebagai The Global Tourism System
(Cornelissen 2005).
Cornelissen mengemukakan bahwa pariwisata global memerlukan pasar yang
berbeda/spesifik didasarkan pada pertukaran antara produsen dan konsumen pariwisata.
Pada sisi permintaan (demand), hal tersebut terdiri dari kelompok-kelompok sosial
dengan karakteristik sosial ekonomi dan sosial budaya, minat, kebutuhan, dan keinginan
tertentu. Pada sisi sediaan (supply) terdiri dari produsen-produsen yang berinteraksi,
inovasi, dan bersaing. Keterkaitan antara produsen dimonitor dan diatur oleh lembaga-
lembaga yang mengatur perkembangan/ berjalannya pariwisata (Cornelissen 2005).

The Global Tourism System dapat dilihat pada gambar berikut.


Gambar 4 The Global Tourism System - konteks perencanaan/pengelolaan

Model sistem kepariwisataan yang dikemukakan oleh Cornelissen ini pada


dasarnya melihat kepariwisataan dari dua sisi yang sama dengan yang dikemukakan
juga oleh Gunn (1972), yaitu sediaan (supply) dan permintaan (demand), tetapi dengan
dengan tambahan komponen lembaga-lembaga pengatur sebagai komponen kontrol.
Keempat sistem kepariwisataan tersebut pada prinsipnya mencakup dua
komponen utama, yaitu permintaan (pasar) dan sediaan (supply). Komponen sediaan
terdiri dari daya tarik wisata, akomodasi, transportasi (produsen dan produknya) yang
diwadahi di destinasi pariwisata. Komponen permintaan terdiri dari keinginan,
kebutuhan, dan persepsi wisatawan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor geografis,
psikografis, ekonomi, dan sosial. Seperti sistem kepariwisataan yang dikemukakan oleh
Gunn, faktor-faktor eksternal dapat mempengaruhi kinerja sistem kepariwisataan.
Mengacu pada keempat model sistem kepariwisataan tersebut, dapat
dikembangkan model sistem kepariwisataan yang menggabungkan komponen-
komponen utama dari keempat sistem. Model sistem kepariwisataan tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut ini.
Model di atas menjelaskan bahwa sistem kepariwisataan terdiri dari tiga
komponen utama, yaitu permintaan, sediaan, dan perantara. Komponen permintaan dan
sediaan sudah dijelaskan dengan rinci sebelumnya. Komponen perantara terdiri dari
elemen-elemen yang menghubungkan antara permintaan dengan sediaan, yang
mengantarkan pasar pariwisata untuk memenuhi keinginan/preferensi dan kebutuhannya
terhadap sediaan pariwisata di destinasi pariwisata yang ditujunya. Seperti juga yang
dijelaskan oleh Gunn (2002), kinerja sistem kepariwisataan dipengaruhi oleh faktor-
faktor eksternal, antara lain kebijakan pemerintah, kondisi keuangan/ekonomi, kondisi
alam dan budaya, masyarakat, kewirausahaan, dan kompetisi.

3.2 Dimensi Wilayah Dalam Sistem Kepariwisataan


Dimensi wilayah adalah penjelasan mengenai suatu wilayah yang menjadi tujuan
wisata seperti wilayah perairan, daratan, pegunungan, dan sebagainya. Dimensi wilayah juga
menjelaskan mengenai garis-garis batas suatu perairan atau pulau di suatu wilayah tujuan
pariwisata.

3.3 Terminologi Kepariwisataan


Kata pariwisata atau dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan tourism sering sekali
diasosiasikan sebagai rangkaian perjalanan (wisata, tours/traveling) seseorang atau
sekelompok orang (wisatawan, tourist/s) ke suatu tempat untuk berlibur, menikmati
keindahan alam dan budaya (sightseeing), bisnis, mengunjungi kawan atau kerabat dan
berbagai tujuan lainnya.
 Kebudayaan: keseluruhan yg kompleks, yang didalamya terkandung ilmu pengetahuan,
kepercayaan, keseniaan, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain, serta
kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. (E.B. Taylor)
 Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha yang terkait dibidang tersebut.
(UU RI No. 09 Tahun 1990)
Kata kebudayaan dapat dipahami dalam tiga aspek, yaitu aspek material, perilaku dan ide.
Dalam bentuk material mencakup antara lain, peralatan hidup, arsitektur, pakaian, makanan
olahan, hasil-hasil teknologi dan lain-lain. Dalam wujud perilaku mencakup kegiatan ritual
perkawinan, upacara-upacara keagamaan atau kematian, seni pertunjukan, keterampilan
membuat barang-barang kerajinan dan lain-lain. Dalam wujud ide mencakup antara lain
sistem keyakinan, pengetahuan, nilai-nilai dan norma-norma.

Motivasi orang melakukan perjalanan wisata:


 Mendapatkan kenikmatan dari waktu luang
 Memenuhi keingintahuannya di luar lingkungan sekitar
 Melihat budaya luar
 Melihat cagar budaya/objek wisata
 Menikmati pemandangan alam
 Kepentingan olahraga
 Kepentingan kesehatan
 Kepentingan keagamaan
 Mencari peluang kerja

3.4 Klasifikasi Kepariwisataan


Beragamnya motif wisata yang mengiringi seseorang melakukan perjalan wisata. Akan
tetapi tidak ada kepastian apakah semua jenis motif wista telah atau dapat diketahui. Pada
hakikatnya motif orang untuk mengadakan perjalanan wisata itu tidak terbatas dan tidak
dapat dibatasi.
McIntosh mengklasifikasikan motif-motif wisata yang dapat diduga menjadi empat (4)
kelompok,yaitu:
a. Motif Fisik, Motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah, seperti
olahraga, istirahat, kesehatan dan sebagainya.
b. Motif budaya, Yang harus diperhatikan disini adalah yang bersifat budaya seperti,
sekedar untuk mengenal atau memahami tata cara dan kebudayaan bangsa atau daerah
lain: kebiasaannya, kehidupannya sehari-hari, kebudayaannya yang berupa bangunan,
musik, tarian dan sebagainya.
c. Motif Interpersonal, Yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu dengan
keluarga, teman,tetangga, atau sekedar dapat melihat tokoh - tokoh terkenal; penyanyi,
penari, bintang film, tokoh politik dan sebagainya.
d. Motif status atau motif prestise, Banyak orang beranggapan bahwa orang yang pernah
mengunjungi tempat lain itu dengan sendirinya melebihi sesamanya yang
tidak bepergian. Orang yang pernah bepergian ke daerah - daerah lain dianggap atau
merasa dengan sendirinya naik gengsinya atau statusnya.

Berikut sejumlah subkelas motif wisata serta tipe wisatanya secara umum sebagai berikut:
1. Motif Bersenang-senang atau Tamasya, Motif bersenang - senang atau tamasya,
melahirkan tipe wisata tamasya. Wisatawan tipe ini ingin mengumpulkan pengalaman
sebanyak - banyaknya,mendengarkan dan menikmati apa saja yang menarik perhatian. Ia tidak
terikat pada satu sasaran yangsudah ditentukan dari rumah. Wisatawan tamasya berpindah-
pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain dengan menikmati pemandangan
alam, adat kebiasaan setempat, pesta rakyat, hiruk pikuk kota besar atau ketenangan tempat
yang sepi, monumen, peninggalan sejarah dan sebagainya.
2. Motif Rekreasi, Motif rekreasi dengan tipe wisata rekreasi ialah kegiatan yang
menyelenggarakan kegiatan yang menyenangkan yang dimaksudkan untuk memulihkan
kesegaran jasmani dan rohani manusia. Kegiatan - kegiatannya dapat berupa olahraga
(tenis, berkuda, mendaki gunung), membaca,mengerjakan hobi dan sebagainya; juga
dapat diisi dengan perjalanan tamasya singkat untuk menikmati keadaan di sekitar
tempat menginap (Sightseeing). Wisatawan tipe rekreasi biasanya menghabiskan
waktunya di satu tempat saja, sedang wisatawan tamasya berpindah-pindah tempat.
3. Motif Kebudayaan, Dalam tipe wisata kebudayaan orang tidak hanya sekedar mengunjungi suatu
tempat untuk menyaksikan dan menikmati atraksi, akan tetapi lebih dari itu. Ia mungkin
datang untuk mempelajari atau mengadakan penelitian tentang keadaan setempat.
Seniman - seniman sering mengadakan perjalanan wisata untuk memperkaya diri,
menambah pengalaman dan mempertajam kemampuan penghayatannya. Dalam wisata
budaya itu juga termasuk kunjungan wisatawan ke berbagai peristiwa khusus (special
events) seperti upacara keagamaan, penobatan raja, pemakaman tokoh tersohor,
pertunjukan rombongan kesenian yang terkenal dan sebagainya.
4. Wisata Olahraga, Wisata olahraga ialah pariwisata di mana wisatawan mengadakan
perjalanan wisata karena motif olahraga. Wisata olahraga ini merupakan bagian yang
penting dalam kegiatan pariwisata. Olahraga dewasa ini merata di kalangan rakyat dan
tersebar di seluruh dunia, dengan bermacam - macam organisasi baik yang bersifat
nasional maupun internasional. Dalam hubungan dengan olahraga, harus dibedakan
antara pesta olahraga atau pertandingan olahraga (sporting events).
5. Wisata Bisnis, Bisnis merupakan motif dalam wisata bisnis. Banyak hubungan terjadi
antara orang-orang bisnis. Ada kunjungan bisnis, ada pertemuan-pertemuan bisnis, ada
pekan raya dagang yang perlu dikunjungi dan sebagainya, ada yang besar, ada yang
kecil. Semua peristiwa itu mengundang kedatangan orang - orang bisnis, baik dari
dalam maupun dari luar negeri. Arus wisatawan itu tidak hanya bertambah besar pada
waktu peristiwa - peristiwa itu terjadi.
6. Wisata Konvensi, Banyak pertemuan - pertemuan nasional maupun internasional
untuk membicarakan bermacam-macam masalah: Kelaparan dunia, pelestarian hutan,
pemberantasan penyakit tertentu, sekadar untuk pertemuan tahunan antara ahli - ahli
di bidang tertentu, dan sebagainya. Perjalanan wisata yang timbul karenanya pada
umumnya disebut wisata konvensi.
7. Motif Spiritual, salah satu tipe wisata yang tertua. Sebelum orang mengadakan
perjalanan untuk rekreasi, bisnis, olahraga dan sebagainya, orang sudah mengadakan
perjalanan untuk berziarah (pariwisata ziarah) atau untuk keperluan keagamaan lain.
Tempat-tempat ziarah di Palestina, Roma, Mekkah dan Madinah merupakan tempat-
tempat tujuan perjalanan pariwisata yang penting.
8. Motif Interpersonal, orang dapat mengadakan perjalanan untuk bertemu dengan orang
lain: orang dapat tertarik oleh orang lain untuk mengadakan perjalanan wisata.
9. Motif Kesehatan, kegiatan - kegiatan yang berhubungan dengan pariwisata di tempat -
tempat sumber air mineral yang dianggap memiliki khasiat untuk menyembuhkan
penyakit. Atau wisata kesehatan seperti yang sekarang sering dilakukan pasien
Indonesia yang berobat ke Singapura, Jepang, check up ke Amerika Serikat, dan
sebagainya. Perjalanan pasien - pasien tersebut adalah perjalanan wisata kesehatan.
10. Wisata Sosial, (Social Tourism) Seperti motif wisata pada umumnya, motif wisata
sosial ialah reakreasi, bersenang - senang atau sekadar mengisi waktu libur. Akan
tetapi perjalanannya dilaksanakan dengan bantuan pihak - pihak tertentu yang
diberikan secara sosial. Bantuan itu dapat berupa kendaraan, tempat penginapan
seperti wisma peristirahatan atau hotel, yang hanya menarik sewa yang rendah sekali.
Sebagai contohnya, wisata sosial buruh suatu pabrik untuk mengisi waktu liburan yang
diberi subsidi oleh perusahaan, berupa angkutan, makan, dan wisma peristirahatan.

Anda mungkin juga menyukai