PERMINTAAN PARIWISATA
Oleh:
Kelompok 6
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Permintaan pariwisata adalah jumlah total dari orang yang melakukan perjalanan
untuk menggunakan fasilitas dan pelayanan wisata di tempat yang jauh dari tempat tinggal
dan tempat kerja (Mulyana, 2009). Permintaan pariwisata berpengaruh terhadap semua sektor
perekonomian, perorangan (individu), Usaha Kecil Menengah, perusahaan swasta, dan sektor
pemerintah (Sinclair dan Stabler, 1997). Permintaan dalam industri pariwisata terdiri dari
beberapa fasilitas atau produk yang berbeda bukan saja dalam hal sifat, akan tetapi juga
manfaat dan kebutuhannya bagi wisatawan. Dalam ilmu ekonomi kebutuhan-kebutuhan yang
dapat diperoleh dengan mudah tidak merupakan barang-barang ekonomi karena dapat
diperoleh secara bebas seperti udara segar, pemandangan yang indah atau cuaca yang cerah.
Hal itu tidak berlaku dalam industri pariwisata, justru barang-barang yang termasuk free
goods ini dapat meningkatkan kepuasan bagi wisatawan (Yoeti, 2008).
Fasilitas dan produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang berbeda dan diperlukan
oleh wisatawan pada waktu yang berbeda-beda pula. Permintaan dalam industri pariwisata
tidak hanya terbatas pada waktu yang diperlukan pada saat perjalanan wisata diperlukan,
akan tetapi jauh sebelum melakukan perjalanan, permintaan itu sudah mengemuka seperti
informasi tentang daerah tujuan wisata, hotel tempat untuk menginap, transportasi yang akan
digunakan, tempat-tempat yang akan dikunjungi dan berapa banyak uang yang harus dibawa
(Yoeti, 2008).
1) Travel preparations, sebelum membeli paket wisata kita terlebih dahulu memerlukan
informasi, saran-saran, pemesanan, tiket dan vouchers, money exchanges, pakaian
selama perjalanan dan alat lain yang dibutuhkan.
2) Movement, dalam perjalanan wisatawan memerlukan transportasi menuju dan dari
objek wisata, sightseeing and tours, safaries, act at the tourist destination.
3) Accommodation and catering,setibanya pada suatu daerah tujuan wisata wisatawan
akan memerlukan kamar hotel and motel, area kemping dan restoran, bar dan cafe.
4) Activities at the destination, didaerah tujuan wisata wisatawan memerlukan
entertaiment, sports sightseeing, berbelanja,mengunjungi museum.
5) Purchases and personal needs, sebagai kenang-kenang pada suatu daerah tujuan
wisata wisatawan akan membeli bermacam-macam oleh-oleh dalam bentuk barang-
barang pribadi, pakaian, medical care, souvenirsdan lain-lain.
6) Recording an preserving impressions, untuk keperluan dokumen perjalanan
wisatawan memerlukan purchases of film, kamera, photos or studio shootingdan lain-
lain.
Permintaan dalam kepariwisataan (tourist demand) dapat dibagi menjadi dua, yaitu
potential demanddan actual demand. Yang dimaksud dengan potential demandadalah
sejumlah orang yang berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata karena memiliki waktu
luang dan tabungan yang relatif cukup. Sedangkan yang dimaksud dengan actual
demandadalah orang-orang yang sedang melakukan perjalanan wisata pada suatu daerah
tujuan wisata tertentu (Yoeti, 2008).
Berbeda dengan permintaan terhadap barang dan jasa pada umumnya, permintaan
industri pariwisata memiliki karakter sendiri, beberapa ciri atau karakter permintaan
pariwisata menurut Yoeti (2008):
Menurut Yoeti (2008) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi permintaan
pariwisata antara lain sebagai berikut:
a. Purchasing power
Kekuatan untuk membeli banyak ditentukan oleh disposible incomeyang erat
kaitannya dengan tingkat hidup (standard of living) dan intensitas perjalanan (travel
intensity) yang dilakukan. Semakin besar pendapatan yang bebas digunakan
akansemakin besar kemungkinan perjalanan yang diinginkan.
b. Demographic structure and trends
Besarnya jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk akan mempengaruhi
permintaan terhadap produk industri pariwisata. Negara yang memiliki penduduk
banyak tetapi pendapatan perkapitanya kecil akan memiliki kesempatan kecil untuk
melakukan perjalanan wisata. Faktor lain adalah struktur usia penduduk. Penduduk
yang masih muda dengan pendapatan rata-rata relatif tinggi akan lebih besar
pengaruhnya dibanding denngan penduduk yang berusia pensiun.
c. Sosial and cultural factors
Industrialisasi tidak hanya menghasilkan struktur pendapatan masyarakat relatif
tinggi, juga meningkatkan pemerataan pendapatan dalam masyarakat sehingga
memungkinkan memiliki kesempatan melakukan perjalanan wisata untuk
menghilangkan kejenuhan bekerja, menghilangkan stres, sehingga melakukan rekreasi
sudah merupakan keharusan.
d. Travel motivations and attitudes
Motivasi untuk melakukan perjalanan wisata sangat erat hubungan dengan kondisi
sosial dan budaya masyarakatnya. Masih eratnya hubungan kekeluargaaan masyarakat
dan sering melakukan saling berkunjung membuat perjalanan akan sering dilakukan
dan tentunya akan meningkatkan permintaan untuk melakukan perjalanan wisata.
e. Opportunities to travel and tourism marketing intensity
Adanya insentif untuk melakukan perjalanan wisata akan meningkatkan perjalanan
wisata ke seluruh dunia seperti meeting, incentive, convention and exhibition (MICE).
Kesempatan untuk melakukan perjalanan wisata tidak hanya karena biaya perjalanan
ditanggung perusahaan, juga memberi kesempatan kepada keluarga ikut melakukan
perjalanan wisata, anak dan istri mendampingi suami dalam berpartisipasi dalam
suatu konferensi tertentu
2) Factors Determining Specific
Demand Faktor-faktor yang akan mempengaruhi permintaan khusus terhadap daerah
tujuan wisata tertentu yang akan dikunjungi ditentukan oleh beberapa faktor yaitu:
a. Harga
Pada kebanyakan industri jasa harga biasanya menjadi masalah kedua karena yang
terpenting adalah kualitas yang harus disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan
sesuai dengan waktu yang diinginkan. Dalam kepariwisataan sudah biasa dilakukan
pricedifferentiationsecara umum sebagai suatu strategi dalam pemasaran. Sebagai
contoh misalnya sedikitnya dijumpai 15 tarif perjalanan round tripyang disusun oleh
International Air Transportation Association(IATA) berdasarkan musim, rata-rata
lamanya tinggal, umur penumpang, dan pelayanan ditempat tujuan.
b. Daya tarik wisata
Keputusan untuk melakukan perjalanan lebih banyak menyangkut pemilihan daerah
tujuan wisata. Pemilihan ini ditentukan oleh daya tarik yang terdapat di daerah yang
akan dikunjungi.
c. Kemudahan berkunjung
Aksesibilitas ke daerah tujuan wisata yang akan dikunjungi banyak mempengaruhi
pilihan wisatawan, wisatawan menginginkan tersedianya macam-macam transportasi
yang dapat digunakan dengan harga yang bervariasi. Karena biaya transportasiakan
mempengaruhi biaya perjalanan secara keseluruhan. Tersedianya prasarana yang
memadai akan menjadi pilihan seperti bandara yang nyaman dan bersih, jalan yang
tidak berlubang-lubang menuju obyek wisata, tersedianya tenaga listrik dan air bersih.
d. Informasi dan layanan sebelum kunjungan
Wisatawan biasanya memerlukan pre-travel service didaerah tujuan wisata yang
mereka kunjungi dan tersedia tourist information service yang dapat menjelaskan
tempat-tempat yang akan dikunjungi wisatawan, kendaraan yang digunakan, waktu
perjalanan dan keperluan yang dibutuhkan.
e. Citra
Wisatawan memiliki kesan dan impian tersendiri tentang daerah tujuan wisata yang
akan dikunjungi. Citra dari daerah tujuan wisata akan mempengaruhi permintaan
wisata daerah tersebut.
2.2 Teori Permintaan Pariwisata
Menurut Pratama Rahardja dan Mandala Manurung (2008), bahwa permintaan adalah
keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode
tertentu. Sedangkan menurut Case and Fair (2007) dalam ilmu ekonomi istilah permintaan
(demand) merujuk pada suatu hubungan tertentu antara jumlah barang tertentu yang akan
dibeli oleh rumah tangga dengan harga barang tersebut pada periode tertentu, cateris paribus.
Faktor faktor yang pempengaruhi permintaan dari sisi konsumen yaitu, pendapatandan
kekayaan konsumen, barang itu sendiri, harga barang lain, selera danpreferensi konsumen
serta ekspektasi tentang harga dimasa depan.
Konsep permintaan merupakan hubungan antara jumlah barang yang diminta (Qd)
dengan harga (P) berbagai tingkat harga. Hukum permintaan (law of demand) menerangkan
bahwa dalam keadaan hal lain tetap (cateris paribus) apabila harga naik, maka permintaan
terhadap suatu barang akan berkurang, dan sebaliknya apabila harga turun, maka permintaan
terhadap suatu barang akan meningkat.
Data vital yang dapat dijadikan indikator permintaan wisatawan akan suatu daerah
wisata adalah:
Permintaan pariwisata juga didasarkan pada anggaran belanja yang dimilikinya, hal
ini merupakan kunci dari permintaan pariwisata. Seseorang akan mempertimbangkan untuk
mengurangi anggaran yang dimilikinya untuk suatu kepentingan liburan.
2.3 Motivasi Berwisata
Wisatawan datang ke suatu tempat sangat ditentukan oleh motivasi dan keinginannya.
Menurut Karyono (1997:48), ada beberapa faktor pendorong seseorang melakukan perjalanan
wisata, yaitu : faktor-faktor bersifat irasional (dorongan bawah sadar) dan faktor-faktor yang
bersifat rasional (dorongan yang disadari).
Sebagian besar untuk mengadakan wisata didasarkan pada alasan yang rasional
(berdasarkan dorongan yang disadari sepenuhnya), seperti karena adanya fasilitas yang
memadai, atraksi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Namun banyak pula orang yang
mengadakan perjalanan wisata dengan alasan yang irrasional (berdasarkan dorongan bawah
sadar), seperti adanya keterikatan emosional dan keinginan untuk berkunjung pada tempat-
tempat yang dianggapberkaitan dengan urusan keagamaan. Kunjungan ke makam-makam
para sunan/penyiar agama, rasul/nabi, tempat yang dikeramatkan menurut ajaran agama,
sering dilakukan untuk kalangan pemeluk tertentu. Kunjungan ini sering tidak dimengerti
oleh kalangan yang tidak memahami tata nilai yang dianut oleh masyarakat yang
bersangkutan.
Motivasi wisatawan untuk berkunjung di suatu tempat akan sangat dipengaruhi oleh
persepsinya mengenai produk wisata yang ada, baik yang berkaitan dengan atraksi wisata
maupun faktor pendukungnya. Persepsi wisatawan mengenai suatu produk wisata dapat
dilihat keterpenuhan kebutuhan wisatawan selama melakukan perjalanan wisata.
Menurut Mc Intosh dalam Suprapto (2005), motif wisata dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
a. Motif fisik (Physical Motivations), Motif ini banyak berhubungan dengan hasrat
untuk mengembalikan kondisi fisik seperti olah raga, istirahat, pemeilharaan
kesehatan agar gairah kerja timbul kembali.
b. Motif Budaya, motif tersebut lebih memperhatikan motif wisatawan bukan atraksinya.
Hal tersebut terlihat dari motif wisatawan yang datang ke tempat wisata lebih memilih
untuk mempelajari, sekedar mengenal, atau memahami tata cara dan kebudayaan
bangsa atau daerah lain daripada menikmati atraksi yang dapat berupa pemandangan
alam atau flora dan fauna.
c. Motif Interpersonal, merupakan motif yang berhubungan dengan keinginan untuk
bertemu dengan keluarga, teman, tetangga, berkenalan dengan orang-orang tertentu
atau sekedar melihat tokoh-tokoh terkenal.
d. Motif Status atau Prestise, merupakan motif yang berhubungan dengan gengsi atau
status seseorang. Maksudnya ada suatu anggapan bahwa orang yang pernah
mengunjungi suatu tempat tertentu dengan sendirinya melebihi sesamanya yang tidak
pernah berkunjung ke tempat tersebut.
a. Escape, yaitu ingin melepaskan diri dari lingkungan yang dirasakan menjemukan,
atau kejenuhan dari pekerjaan sehari-hari.
b. Relaxtion, yaitu keinginan untuk penyegaran, yang juga berhubungan dengan
motivasi untuk escape di atas.
c. Play, yaitu ingin menikmati kegembiraan, melalui berbagai permainan, yang
merupakan kemunculan kembali sifat kekanak-kanakan, dan melepaskan diri sejenak
dari berbagai urusan yang serius.
d. Strengthening family bond,yaitu ingin mempererat hubungan kekerabatan, khususnya
dalam konteks (visiting, friends and relatives). Biasanya wisata ini dilakukan
bersama-sama (group tour).
a. Adaptasi Model
Seperti dalam produk barang, perilaku perjalanan (travel) juga menjadi fokus
penelitian pariwisata sebagai upaya untuk mengungkap faktor-faktor penentu perilaku wisata
terutama untuk kepentingan bisnis. Para pelaku bisnis perjalanan menyadari bahwa perlunya
memahami perilaku perjalanan, terutama proses pengambilan keputusan perjalanan dalam
lingkungan bisnis perjalanan wisata yang saat ini semakin kompetitif. Memahami kebutuhan
wisatawan“ mengapa” dan “ bagaimana” perilaku perjalanan itu menjadi dasar bagi praktek
pemasaran pariwisata yang efektif. Model perilaku wisatawan dimodifikasi atau disesuaikan
dengan perilaku perjalanan wisata. Penataan proses keputusan perjalanan individu, keluarga
atau komunitas dan aktivitas dalam berwisata berlangsung dalam empat tahap: merupakan
dasar dalam membuat pilihan daerah tujuan wisata (DTW), tahap ni menggabungkan variabel
demografi berdasarkan ingatan sadar dan tidak sadar, dan pengaruh eksternal untuk membuat
kriteria dalam menentukan pilihan destinasi wisata. Evaluasi alternatif pilihan destinasi
wisata berdasarkan driver kegiatan utama yang dikaitkan dengan kendala anggaran. Jika
kriteria kunci yang dipertimbangkan sempurna dan buku-buku petunjuk perjalanan, web
DTW serta medsos tersedia, perjalanan akan dilanjutkan. Jika tidak sempurna, wisatawan
akan kembali ke tahap pertama. Jika salah satu titik kritis tidak terpenuhi, perjalanan
dibatalkan (Martin,D. and Woodside,A.G. 2011).
Selanjutnya terjadi selama liburan, tahap ini terjadi setelah tahap pertama dan kedua
dapat dilewati. Tahap ini sangat dinamis karena rangsangan tambahan baru bias muncul dan
menciptakan alternatif baru dan menghilangkan kegiatan yang direncanakan. Jika sesuatu
yang hilang dari tahapan keputusan, perubahan rencana di sebuah daerah tujuan wisata,
dimana kejutan positif atau negatif akan mempengaruhi evaluasi berkelanjutan perjalanan
wisata meraka. Proses refleksi diri, evaluasi perjalanan wisata ini mempengaruhi proses
perencanaan perjalanan berikutnya. Kenangan yang dinamis dan interpretasi individu
bervariasi dari waktu ke waktu serta situasi. Kenangan berfungsi sebagai pengaruh eksternal
menjadi kelompok referensi dalam membingkai perjalanan wisata berikutnya. Tahap ini
penting karena kesetiaan terhadap destinasi dan pengaruh objektif tentang referensi perilaku
kelompok adalah kunci untuk pertumbuhan destinasi wisata. (Drew, Martin and Woodside,
Arch G. 2012). Para akademisi marketing telah mencapai konsensus dalam mengenali proses
keputusan wisatawan sebagai pendekatan yang berguna dalam memahami dan menjelaskan
perilaku perjalanan wisata dan sebagai alat yang efektif dalam membuat perencanaan
pemasaran pariwisata. (Katsoni, Vicky and Venetsanopoulou. Maria. 2013).
Keputusan ini bisa terjadi secara rutin, atau wisatawan membuat keputusan dengan
cepat tanpa memerlukan waktu yang panjang, mencari informasi dan mengevaluasi alternatif
yang tersedia untuk membuat keputusan yang lebih luas, yang pada umumnya dimulai dari
Kajian empiris dalam pengambilan keputusan mengikuti dua perspektif yang berbeda.
Perspektif pertama. Efektifitas pengambilan keputusan yang terkait dengan sikap, keyakinan,
keterlibatan, persepsi risiko, sifat, dan kepribadian. Perspektif kedua, memprediksi
pengambilan keputusan, dan pilihan destinasi untuk maksimalisasi utilitas. (Anshul Garg.
2015. Travel Risks vs Tourist Decision Making).
b. Profil Pengunjung
Kontribusi nilai ekonomi pasar pariwisata ini semakin diakui oleh semua pihak.
Definisi travel yang paling banyak digunakan adalah, perjalanan liburan pendek ke satu kota
atau destinasi wisata lainnya (Trew, J. and Cockerell, N. 2002). Mereka menciptakan atau
mengikuti lingkungan sosial dan budaya baru. Pertumbuhan perjalanan dapat dikaitkan
dengan sejumlah faktor, termasuk ekspansi maskapai penerbangan dengan biaya rendah (Low
Cost Carriers) dan kecenderungan liburan yang pendek mendorong orang sering melakukan
perjalanan. Faktor lain yang sama pentingnya adalah persepsi kota yang berubah sebagai
destinasi sebagai tempat transit untuk istirahat atau tujuan yang diinginkan oleh wisatawan itu
sendiri. Dalam kasus city tour merupakan aktivitas liburan yang mengunjungi satu kota,
sementara non city tour terdiri dari orang-orang yang melakukan perjalanan yang yang
melibatkan destinasi wisata lain yang lebih beragam. Profil wisatawan dapat dideteksi dari
geografis, demografis, psikografis, dan perilaku akan mempengaruhi jenis perjalanan dalam
mewakili pilihan liburan terutama yang lebih mudah diakses oleh calon wisatawan (Richter,
L.K. 2003).
c. Perilaku Pemesanan
Pada sejumlah orang, tiga tahap tersebut dilakukan hampir bersamaan dan ketika
memutuskan untuk menggunakan pemesanan secara online dan mencari penerbangan murah
ke destinasi dapat dilakukan dengan sangat cepat.
a. Royal/gemar belanja
Turis indonesia terkenal sangat royal mengeluarkan uang ketika berwisata.
Kemanapun dia pergi selalu menyempatkan belanja souvenir,oleh-oleh dan apa saja yang
sekiranya menarik bagi mereka. Alasannya membeli oleh-oleh cukup banyak adalah untuk
dibagi-bagi kenapa saudara dan tetangganya ditempat asalnya. Bahkan dia cenderung
merepotkan diri dengan barang belanjaannya, terkadang ketika di bandara, barang bawaannya
over limit dan kena tambahan biaya lagi.
Berbeda dengan turist asing, ketika datang ke sebuah objek wisata. Terlebih dahulu
adalah menikmati suasana tempat barunya. Sambil jalan-jalan dan mengabdikan melalui
kamera maupun camrecordnya. Bahkan turis asing ini betah berlama-lama berada ditempat
wisata, sambil menggali informasi tentang sejarah objek wisata tersebut kepada pemandu
wisata. Baru setelah waktunya kembali ketempat asalnya ia akan membeli beberapa oleh-oleh
dan mengirimnya lewat paket dari pada ia bawa sendiri. Sehingga disimpulkan turis asing
lebih mengutamakan ke praktisan dan kenyamanan selama berwisata.
Kebiasaan turis lokal lainnya adalah menyukai berpergian secara rombongan, bersama
teman-teman pergaulan/sekeluarga. Menyewa bus/mobil rental yang tujuannya agar
mengurangi biaya pengeluaran. Kalaupun wisatanya bermalam, mereka akan memilih
hotel/motel kecil atau bahkan menginap disalah satu rumah rekannya demi mengurangi
ppengeluaran. Selain itu berwisata ramai-ramai bagi sebagian orang itu lebih mengasyikan.
Kebiasaan ini sulit dijumpai pada turis asing. Mereka pergi sendirian atau erdua dengan
pasangannya saja.
Turis lokal biasanya ketika berwisata memutuskan objek yang sudah populer dan
banyak dikunjungi. Misalnya candi,kebun binatang,pantai atau pemandian umum. Selain itu
jarak tempat wisata dan rumahnya tak begitu jauh. Karakter demikian dimasukka dalam
kategori turis konservatif. Dia menyukai tempat-tempat yang sudah mapan terkenal. Mereka
kurang suka hal-hal yang sifatnya baru dan belum ada rekomendasi dari pihak lain. Mereka
tak begitu suka hal-hal yang bersifat spekulatif.
2.6 Bauran Pemasaran (Marketing Mix) untuk Jasa Pariwisata
Setelah pada arah strategis pemasaran pariwisata telah dirumuskan, maka keputusan
targeting, positioning, dan branding diwujudkan ke dalam bauran pemasaran (marketing
mix). Marketing mix ini dirancang dan dirumuskan sebagai operasionalisasi atau strategi
implementasi dari keputusan strategis pemasaran. Marketing mix dalam pemasaran
pariwisata meliputi 8P yang merupakan ekstensi dari 4P tradisional yang berlaku untuk
produk secara umum. Ke-delapan ‘P’ tersebut adalah product, price, place, promotion,
packaging, programming, people, dan partnership.
Produk wisata yang didiskusikan dalam pemasaran pariwisata secara umum adalah
produk dalam definisinya yang pertama. Dalam konteks pembangunan kepariwisataan di
Indonesia, produk wisata dalam definisi yang kedua tercakup dalam pembangunan industri
pariwisata (yang meliputi 13 jenis usaha pariwisata yang menghasilkan produk pariwisata
tersebut). Jadi, total touristproductadalah serangkaian atau sepaket produk berwujud dan tidak
berwujud, yang berinti pada aktivitas berwisata di suatu destinasi. Paket produk ini
dipersepsikan oleh wisatawan sebagai suatu pengalaman, yang tersedia dengan harga tertentu
(Middleton, 1989).
Dalam industri pariwisata, packaging dan programming merupakan elemen yang ikut
menentukan daya saing produk wisata. Serangkaian produk wisata yang dikemas dan dijual
dengan menarik akan membentuk pengalaman berwisata yang menarik pula. Packaging
adalah kombinasi dari jasa dan daya tarik wisata yang saling berkaitan dalam satu paket
penawaran harga. Programming adalah suatu teknik yang berkaitan dengan packaging, yaitu
pengembangan aktivitas tertentu, acara, atau program untuk menarik dan meningkatkan
pembelanjaan wisatawan, atau memberikan nilai tambah pada paket atau produk wisata
(Morrison, 2010). Dalam era experience economy ini, kreativitas packaging dan
programming menjadi pembentuk daya saing suatu daya tarik wisata.
Kompleks karena keragaman usaha pariwisata dan pengelola daya tarik wisata dan
interaksi di antara mereka dalam distribusi produk wisata. Selain itu, distribusi produk wisata
dalam era internet diwarnai dengan menguatnya distribusi produk secara online, yaitu
misalnya yang disediakan oleh Hotels.com, Expedia.com, dan Travelocity.com. Hal ini
menciptakan tantangan baru bagi perantara (intermediaries) yang menjalankan bisnis secara
konvensional untuk menciptakan nilai tambah baru dengan mengubah model bisnis dan
proposisi nilainya. Biro perjalanan yang tetap hanya menjual tiket perlu menciptakan nilai
tambah dalam pengemasan paket perjalanan wisata yang menarik dan berkualitas.
5) Promotion
6) Harga (Price)
Harga adalah elemen dalam bauran pemasaran yang tidak saja menentukan
profitabilitas tetapi juga sebagai sinyal untuk mengkomunikasikan proposisi nilai suatu
produk/destinasi wisata. Pemasar produk wisata perlu memahami aspek psikologis dari
informasi harga (Kotler dan Keller, 2010), yang meliputi harga referensi (reference price),
inferensi kualitas berdasarkan harga (price-quality inferences), dan petunjuk harga
(pricecues). Harga referensi adalah pengetahuan subjektif konsumen tentang harga yang
dianggap wajar, dimana pengetahuan ini didapatkan konsumen dari pengalaman membeli
sebelumnya, membandingkannya dengan harga produk pesaing, rekomendasi orang lain, atau
hanya berdasarkan ingatan dan keyakinan. Berdasarkan harga referensi ini, konsumen akan
memutuskan mahal/murahnya harga. Aspek psikologis lain adalah harga yang
mengkomunikasikan kualitas. Konsumen seringkali secara psikologis menganggap bahwa
harga yang mahal berarti produk yang berkualitas. Oleh karena itu, pemasar harus
menetapkan harga yang tepat yang memberi sinyal kualitas tertentu dari produk yang
ditawarkan. Sementara itu, pricecues juga menunjukkan pemrosesan harga secara subjektif
dan psikologis oleh konsumen, di mana harga dengan angka terakhir ganjil dipersepsikan
lebih murah (sebagai contoh, $299 adalah jauh lebih murah dibandingkan $300). Pemasangan
tanda Diskon atau Sale (jika tidak dipakai berlebihan) juga bisa menghasilkan persepsi harga
yang lebih murah.
Dalam strategi pemasaran pariwisata, beberapa langkah penting yang harus dilakukan
adalah segmentasi pasar, penentuan pasar sasaran, positioning dan branding (Meidan, 1989).
Segmentasi pasar adalah proses menggolongkan konsumen ke dalam kelompok-kelompok
berdasarkan kebutuhan yang berbeda, karakteristik atau perilaku, di mana setiap kelompok
bisa dipilih sebagai pasar sasaran yang akan diraih dengan strategi bauran pemasaran tertentu
(Kotler dan Keller, 2009). Setelah segmen-segmen pasar diidentifikasi, strategi pemasaran
kemudian dapat dirumuskan untuk dapat menghasilkan daya tarik khusus bagi segmen
sasaran (target market). Pengetahuan tentang keberadaan segmen-segmen pasar diharapkan
bisa memberikan pandangan bahwa wisatawan mempunyai karakteristik masing-masing, dan
sebuah tujuan wisata bisa memilih dan menyasar kelompok wisatawan yang dipandang
paling menguntungkan. Strategi pemasaran yang dapat dibuat meliputi pengembangan tempat
dan aktivitas wisata, akomodasi, akses ke tujuan-tujuan wisata, sarana-sarana pendukung
pariwisata, dan juga komunikasi pemasaran pariwisata yang efektif dan efisien. Sebagai
contoh, jika kelompok wisatawan yang disasar mempunyai preferensi yang tinggi akan
aktivitas petualangan maka usaha pengembangan desa wisata merupakan strategi yang tepat
untuk diarahkan pada segmen tersebut. Strategi segment marketing semacam ini merupakan
strategi yang lebih terfokus dibandingkan dengan strategi mass tourism.
Strategi masstourism biasanya akan dipilih jika segmen-segmen pasar yang tertarik
pada suatu destinasi wisata tidak teridentifikasi. Dengan kata lain, wisatawan yang disasar
adalahtheaveragetraveler atau wisatawan yang diasumsikan tidak mempunyai minat khusus.
Strategi ini sering menyebabkan pemburuan kuantitas kunjungan, dan bukannya kualitas.
Kualitas didefinisikan dalam dua hal, yaitu wisatawan dengan minat khusus dan yang
apresiatif pada integritas produk wisata, masyarakat lokal, dan lingkungan, dan sering
membelanjakan lebih banyak uang saat berwisata. Strategi untuk memilih satu atau beberapa
kelompok wisatawan disebut differentiatedmarketing (Kotler dan Keller, 2009). Dengan
strategi ini, sebuah destinasi wisata atau usaha pariwisata menyasar beberapa segmen atau
ceruk pasar (niche market) dan kemudian merancang produk yang disesuaikan dengan
masing-masing segmen. Hasilnya adalah kelompok wisatawan yang lebih terbatas tetapi akan
lebih mendatangkan keuntungan. Posisi saing sebuah destinasi wisata seringkali akan lebih
kuat karena dikembangkan dengan konsep yang jelas dan terarah.
Definisi psikografi sendiri telah mengalami evolusi dan baru setelah tahun 1960-an
secara formal didefinisikan sebagai penggunaan faktor psikologis, sosiologis, dan
antropologis, seperti manfaat yang diinginkan (dari perilaku yang dipelajari), konsep diri, dan
gaya hidup untuk menentukan bagaimana pasar bisa disegmentasikan berdasarkan pada
kecenderungan kelompok-kelompok dalam pasar – dan alasan mereka – untuk membuat
keputusan tertentu tentang produk, orang, ideologi, atau membentuk sikap dan menggunakan
suatu medium tertentu. Segmentasi pasar berdasarkan dasar gaya hidup atau VALS (Values,
Activities, and Lifestyles) adalah dasar pembagian pasar yang paling relevan digunakan dalam
memasarkan destinasi pariwisata yang berbasis nilai-nilai berkelanjutan. Konsumen hijau
pada umumnya dan wisatawan budaya (cultural tourists) atau wisatawan yang mengunjungi
destinasi alam dan budaya (geotourists) adalah jenis atau tipe wisatawan yang menjadi
sasaran pasar utama untuk destinasi dan produk-produk wisata yang berbasis nilai-nilai
berkelanjutan. Penelitian dan tren menunjukkan bahwa wisatawan jenis ini semakin banyak
dan jumlahnya tumbuh relatif pesat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Permintaan pariwisata adalah jumlah total dari orang yang melakukan perjalanan
untuk menggunakan fasilitas dan pelayanan wisata di tempat yang jauh dari tempat
tinggal dan tempat kerja. Permintaan pariwisata berpengaruh terhadap semua sektor
perekonomian.
2. Konsep permintaan merupakan hubungan antara jumlah barang yang diminta (Qd)
dengan harga (P) berbagai tingkat harga. Permintaan pariwisata juga didasarkan pada
anggaran belanja yang dimilikinya, hal ini merupakan kunci dari permintaan
pariwisata.
3. Wisatawan datang ke suatu tempat sangat ditentukan oleh motivasi dan keinginannya.
Motivasi wisatawan untuk berkunjung di suatu tempat akan sangat dipengaruhi oleh
persepsinya mengenai produk wisata yang ada
4. Pengambilan keputusan wisatawan individual dipengaruhi oleh factor psikologis dan
sosial. Profil dan perilaku pengunjung menunjukkan perbedaan akses informasi dalam
membuat pemesanan. Setelah itu wisatawan dapat menentukan tempat pembelian
paket wisata dengan tepat.
5. Beragamnya karakteristik dan latar belakang wisatawan menyebabkan beragamnya
keinginan dan kebutuhan mereka akan suatu produk wisata. Pengelompokan-
pengelompokan wisatawan dapat memberi informasi mengenai alasan setiap
kelompok mengunjungi objek wisata yang berbeda.
6. Keputusan targeting, positioning, dan branding diwujudkan ke dalam bauran
pemasaran (marketing mix). Marketing mix ini dirancang dan dirumuskan sebagai
operasionalisasi atau strategi implementasi dari keputusan strategis pemasaran.
7. Pengetahuan tentang keberadaan segmen-segmen pasar diharapkan bisa memberikan
pandangan bahwa wisatawan mempunyai karakteristik masing-masing, dan sebuah
tujuan wisata bisa memilih dan menyasar kelompok wisatawan yang dipandang paling
menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Afrilliani, Reggina. Karakteristik Dan Jenis Wisatawan. Diakses pada 17 Maret 2020. Dapat
di lihat pada: https://www.academia.edu/14612347/Karakteristik_Wisatawan
Case, Karl E. dan Ray. C Fair. 2007. Prinsip-Prinsip Ekonomi, Edisi Kedelapan Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Rachmadi, Hari. 2016. Model Pengambilan Keputusan Berwisata. Jurnal media wisata. Vol
14 (2). Diakses pada 17 Maret 2020. Dapat dilihat pada:
https://www.academia.edu/35791998/MODEL_PENGAMBILAN_KEPUTUSA
N_BERWISATA
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2008. Teori Ekonomi Makro. Jakarta: LPFEUI.
Sinclair, M. Thea and Stabler, Mike. 1997. Economics of Tourism, Routledge. London.
Suprapto, Aris. 2005. Analisis Penawaran Dan Permintaan Wisata Dalam Pengembangan
Potensi Pariwisata Di Keraton Surakarta Hadiningrat. Diss. program
Pascasarjana Universitas Diponegoro.