Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM LAPANGAN BALAI BESAR PERAMALAN

ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN


LAPORAN PRAKTIKUM PROTEKSI TANAMAN

Oleh:

Andre Agusta (512016033)

FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS


UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
I. Pendahuluan
Hama dan patogen dapat merusak tanaman mulai dari bagian atas sampai bawah
tanaman serta saat sejak tahap benih sampai panen, bahkan pasca panen. Manajemen
pemeliharaan tanaman budidaya sangat diperlukan untuk mengurangi kerusakan yang
diakibatkan oleh hama dan penyakit. Pengelolaan hama terpadu (PHT) merupakan
salah satu manajemen pengelolaan hama. PHT menerapkan strategi pengelolaan hama
dan penyakit secara sinergis dengan berbagai komponen, yang didasarkan pada
pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi (Marwoto & Inayati, 2009).
Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai hubungan terhadap kebijakan
pengendalian hama secara Intensif yang menekankan penggunaan pestisida.
Penggunaan pestisida dalam rangka penerapan PHT secara intensif menimbulkan
dampak yang negatif terhadap kesehatan, ekonomi, maupun lingkungan sebagai
akibat dari penggunaan pestisida yang berlebihan dan tidak sesuai dengan dosis
anjuran (Hasibuan, 2008).
Penerapan PHT sudah ditegaskan melalui Inpres No.3 tahun 1986, kemudian
diperkuat dengan UU No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan
dilengkapi dengan PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman. Dengan
adanya peraturan ini, pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan pendidikan
tentang PHT kepada masyarakat melalui penyuluhan, penyiapan sarana teknologi
serta penyiapan pelayanan untuk penerapan optimum sehingga tumbuh kesadaran
untuk menerapkan PHT (Untung, 1993).
Pengelolaan OPT pada pertanaman biasanya dilakukan petani dengan cara aplikasi
pestisida secara berjadwal. Para petani kurang memerhatikan kapan waktu yang tepat,
dosis yang tepat, bagian mana yang harus disemprot, dan frekuensi yang tepat dalam
aplikasi. Tindakan pengendalian termasuk aplikasi pestisida, yang dilakukan sebagai
keputusan yang didasarkan atas pemantauan populasi hama atau perkembangan
penyakit merupakan salah satu prinsip dalam PHT. Monitoring digunakan untuk
memantau kondisi pertanaman dengan mencatat apa saja yang ada pada pertanaman.
Monitoring juga berfungsi sebagai alat pengetahuan tentang lahan yang ditanam.
Informasi-informasi yang dikumpulkan berguna sebagai pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Jika terdapat banyak OPT yang menyerang dan musuh alami
sedikit petani dapat melakukan penyemprotan dengan pestisida tetapi jika musuh
alami bisa mengendalikan OPT, penyemprotan pestisida tidak perlu dilakukan. Hal ini
akan sangat membantu petani dalam pembiayaan produksi serta menghemat waktu
dan tenaga.
BBPOPT adalah unit pelaksana teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan, BBPOPT secara teknis dibina oleh
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, dan
Direktur Perlindungan Hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura.
Institusi ini merupakan kelengkapan kelembagaan sistem perlindungan tanaman yang
telah dirintis sejak tahun 1977 sejalan dengan pengembangan institusi Balai Proteksi
Tanaman Pangan dan Hortikultura di daerah, mengingat tugas teknis dan pekerjaan di
bidang perlindungan tanaman akan semakin berat, dan tetap merupakan masalah
pokok dalam produksi tanaman.

II. Isi dan Pembahsan


Praktikum lapangan dilaksanakan pada Kamis, 28 April 2019, pukul 10.00 WIB di
Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tanaman (BBPOPT) Kec. Jatisari,
Kab. Karawang, Prop. Jawa Barat.

BBPOPT adalah unit pelaksana teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan, BBPOPT secara teknis dibina oleh
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, dan
Direktur Perlindungan Hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura.

TUGAS

Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan mempunyai tugas


melaksanakan dan mengembangkan peramalan organisme pengganggu tumbuhan
(OPT), serta rujukan proteksi tanaman pangan dan hortikultura.

FUNGSI

Dalam melaksanakan tugas, BBPOPT menyelenggarakan fungsi:

 Penyusunan program dan evaluasi peramalan, pengembangan peramalan OPT, dan


rujukan proteksi tanaman pangan dan hortikultura;
 Pelaksanaan analisis data dan informasi serangan OPT, dan faktor penentu
perkembangan OPT;
 Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan teknologi peramalan, pengamatan dan
pengendalian OPT berdasarkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT);
 Pelaksanaan perumusan peramalan, pengamatan dan pengendalian OPT
 Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi penerapan teknologi peramalan, pengamatan
dan pengendalian OPT;
 Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pengembangan sistem mutu dan standar
Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP);
 Pemberian pelayanan kegiatan peramalan, pengembangan peramalan OPT dan
rujukan proteksi tanaman pangan dan hortikultura;
 Pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga BBPOPT

2.1. Fasilitas di BBPOPT

BBPOPT dilengkapi dengan sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan


tugas dan fungsinya. Sarana dan prasarana yang dimiliki BBPOPT meliputi:

 Gedung utama dua lantai seluas 2.364 m2, yang berfungsi sebagai ruang staf, ruang
kuliah, ruang rapat, perpustakaan, dan laboratorium;
 Laboratorium lapangan 4 unit, rumah kaca 4 unit, rumah kasa 2 unit, lahan sawah
untuk percobaan > 12 Ha, dan kebun koleksi;
 Laboratorium entomologi, laboratorium fitopatologi, laboratorium vertebrata,
laboratorium agens hayati, laboratorium VHT, Laboratorium PCR, Laboratorium
multimedia, Laboratorium GIS;
 Asrama (Dormitori) dengan 3 lantai sebagai fasilitas penginapan bagi peserta
pelatihan teknis/magang, terdiri atas 18 kamar instruktur dan 18 kamar peserta,
dengan kapasitas hunian sebanyak 60 orang.

Dari hasil kunjungan yang telah kami lakukan pada Kamis, 28 April 2019
Peramalan OPT
Peramalan OPT adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk mendeteksi atau
memprediksi populasi/serangan OPT serta kemungkinan penyebaran dan akibat yang
ditimbulkannya dalam ruang dan waktu tertentu. Peramalan OPT merupakan
komponem penting dalam strategi pengelolaan hama dan penyakit tanaman sebab
dengan adanya peramalan dapat memberikan peringatan dini mengenai tingkat dan
luasnya serangan. Tujuan peramalan OPT adalah menyusun saran tindak pengelolaan
atau penanggulangan OPT sesuai dengan prinsip dan strategi PHT sehingga
populasi/serangan OPT dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman pada taraf tinggi,
secara ekonomis menguntungkan dan aman terhadap lingkungan.

Adapun sistem peramalan yang dilakukan oleh BBPOPT terdapat tiga sistem
peramalan yaitu :
Peramalan tingkat petak
Model peramalan yang dibangun dan diimplemantasikan di tingkat petani pada areal
yang sempit atau tingkat petak. Komponen ekosistem yang dipakai relatif homogen
(komoditi, varietas, stadia dan keadaan lingkungan fisik), kecuali populasi/serangan
OPT dan musuh alaminya mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pelaksana
peramalan dan pengambilan keputusan petani. Faktor kunci satu strata
variabel(pop./inten.ser.OPT dan musuh alami dalam musim, meramal populasi/
serangan saat fase kritis.
Peramalan tingkat hamparan
Model dibangun dan diimplemetasikan pada areal yang cukup luas (hamparan
pertanaman). Kondisi ekosistem relatife heterogen (komoditi, varietas, stadia,
budidaya dan keadaan lingkungan). Pelaksanaan peramalan dan pengambilan
keputusan dilakukan oleh kelompok tani. Faktor kunci dua strata variabel yaitu : (1)
pop./inten.ser.OPT dan musuh alami dan (2) komposisi komoditi, varietas, stadia dan
keadaan lingkungan, dalam musim yang sedang berlangsung, serta
mempertimbangkan keadaan variabel tersebut pada musim tanam sebelumnya.
Peramalan tingkat wilayah
Wilayah yang dimaksud meliputi batas administrasi tertentu (desa, kecamatan,
kabupaten, propinsi, nasional, regional ataupun internasional). Model dibangun dan
diimplementasikan pada tingkat wilayah dengan ekosistem yang sangat heterogen
(luasnya, keadaan lingkungan, budidaya juga perbedaan ekonomi, sosial dan budaya).
Pelaksana peramalan dan pengambilan keputusan oleh petugas/institusi(bekerjasama
dengan petugas/institusi yang terkait sampai petugas lapang dan kelompok tani).
Faktor kunci peramalan mempertimbangkan strata yang ketiga yaitu tingkat ekonomi,
sosial dan budaya masyarakat petani.

Peran peramalan dalam Perencanaan dan Pengambilan Keputusan


 Peramalan merupakan bagian integral dari kegiatan pengambilan keputusan
manajemen.
 Mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan OPT serta kemungkinan penyebaran
dan akibat yang ditimbulkan dalam ruang dan waktu tertentu.
 Mengurangi ketergantungannya pada hal-hal yang belum pasti, karena dalam
menentukan sasaran dan tujuan berusaha menduga faktor-faktor lingkungan, lalu
memilih tindakan yang diharapkan akan menghasilkan pencapaian sasaran dan tujuan.
 Menduga/memprediksi peristiwa di masa depan dan bertujuan untuk memperkecil
resiko yang mungkin terjadi akibat suatu pengambilan keputusan.
 Untuk menyusun saran tindak/tindakan pengelolaan OPT sesuai dengan prinsip,
strategi, dan langkah operasional penerapan PHT, sehingga populasi/ serangan OPT
dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman dipertahankan pada taraf tinggi,
menguntungkan dan aman terhadap lingkungan.

Selain itu kami mendapatkan materi dari BBPOPT yaitu organisme pengganggu pada
tanaman pangan khususnya padi diantaranya yaitu :
a. Wereng batang cokelat (WBC)
WBC berukuran kecil, nimfa yang baru menetas berukuran < 1 mm dan dewasa ± 3
mm. Hidup dan menghisap cairan tanaman di bagian pangkal batang/pelepah
tanaman. Apabila populasi tinggi WBC sampai di daun terutama dewasa bersayap
panjang. Nimfa kecil berwarna putih dan semakin tua beru-bah menjadi kekuning-
kuningan, coklat muda akhirnya menjadi coklat/coklat tua.
Penyebab terjadinya serangan wereng batang cokelat ini salahsatunya dikarenakan
adanya penanaman varietas rentan/peka dan pola tanam yang tidak teratur, sehingga
memicu perkembangan dan penyebaran wereng. Selain itu penggunaan insektisida
yang tidak bijaksana, tidak memenuhi kaidah 6 tepat (jenis, konsen-trasi/volume
semprot, dosis, sasaran, cara, dan waktu aplikasi), menyebabkan wereng dapat
menjadi kebal terhadap insektisida dan terbunuhnya musuh alami sehingga wereng
cepat berkembang. Apabila populasi tinggi, warna daun dan batang tanaman berubah
menjadi kuning, kemudian berwarna coklat jerami, dan akhirnya seluruh tanaman
bagaikan disiram air panas kuning-coklat dan mengering (“hopperburn”). WBC juga
dapat menularkan penyakit virus kerdil rumput dan kerdil hampa.
Kerdil rumput: tanaman menjadi kerdil, beranak banyak, daun menjadi pendek, dan
tidak bermalai.
Kerdil hampa: tanaman menjadi kerdil, daunnya terpuntir dan pendek, kaku sobek-
sobek, terdapat puru, anakan bercabang dan malainya hampa (BBPOPT, 2013).

b. Penggerek batang padi


Jenis-jenis penggerek ini memiliki sifat atau ciri yang berbeda dalam penyebaran dan
bioekologi, namun hampir sama dalam cara menyerang atau menggerek tanaman serta
kerusakan yang ditimbulkannya. Semua jenis penggerek batang padi menimbulkan
gejala sundep, jika menyerang tanaman padi yang belum ber-bunga (masa vegetatif).
Pucuk batang padi menjadi kering, berwarna kuring, dan mudah dicabut. Jika batang
padi digerek pada waktu tanaman berbunga (masa gen-eratif), bulir padi menjadi
hampa disebut gejala beluk (BBPOPT, 2013).
c. Hawar daun bakteri
Hawar daun bakteri atau Bacterial Leaf Blight (BLB) merupakan penyakit bakteri
yang terse-bar luas dan dapat menurunkan hasil sampai 36%. {enyakit ini sering
terjadi pada musim kemarau basah pada hampir semua varietas dan terutama pada
lahan sawah yang selalu tergenang dan dipupuk N tinggi. Penyebaran penyakit
dengan cara menyebar terbawa air, angin dan benih dan infeksi terjadi melalui
stomata (mulut daun). Perkembangan penyakit BLB sangat dipengaruhi oleh
kelembaban tinggi dan suhu tinggi. Penyakit BLB menghasilkan dua gejala khas
yaitu kresek dan hawar. Kedua gejala tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
Kresek adalah gejala yang terjadi pada tanaman berumur < 30 hari (persemaian atau
yang baru dipindah). Gejala kresek tersebut ditandai dengan daun-daun berwarna
hijau kelabu, melipat dan menggulung. Dalam keadaan parah seluruh daun
menggulung, layu dan mati, mirip tanaman yang terserang penggerek batang padi atau
terkena air panas.
Hawar merupakan gejala yang paling umum yang dijumpai pada pertanaman yang
telah mencapai fase tum-buh anakan sampai fase pemasakan. Gejala awal hawar
dicirikan dengan timbulnya bercak abu-abu (kekuningan) umumnya pada tepi daun.
Dalam perkembangannya gejala akan meluas membentuk hawar (blight) dan akhirnya
daun men-gering. Dalam keadaan lembab terutama di pagi hari, ke-lompok bakteri
berupa butiran berwarna kuning keemasan dapat dengan mudah ditemukan pada daun-
daun yang menunjukkan gejala hawar (BBPOPT, 2013).

d. Penyakit blas
Penyakit blas yang sering juga disebut penyakit Pyricularia grisea, sudah lama
dikenal di Indonesia. Penyakit ini dijumpai hampir di semua lokasi persawahan di In-
donesia. Kerugian yang disebabkan oleh penyakit ini dapat mencapai 90% tergan-tung
pada bagian tanaman yang diserangnya. Gejala penyakit blas secara umum dapat
digolongkan menjadi blas daun (leaf blast) yang menyerang pada stadia vegetatif dan
busuk leher (neck rot) yang menyerang fase generatif. Gejala awal dimulai dari bercak
kecil berwarna coklat keputihan. Gejala akan berkembang dengan cepat pada kondisi
kelembaban tinggi dan varie-tas yang peka. Bercak dapat berkembang sampai ukuran
panjang 1 - 1,5 cm dan lebar 0,3 - 0,5 cm, biasanya tepi bercak berwarna coklat.
Bercak pada daun mempunyai ciri khas berbentuk kumparan atau elips ditengah dan
meruncing dikedua ujungnya atau berbentuk belah ketupat. Bagian tengah bercak
berwarna kelabu atau keputihan, dan bagian tepi biasanya cokelat atau merah
kecoklatan. Bentuk dan warna bercak tergantung pada kondisi lingkungan, umur
bercak, dan kepekaan tanaman padi (BBPOPT, 2013)

e. Penyakit tungro
Virus tungro merupakan salahsatu penyakit penting pada tanaman padi karena
memiliki potensi kerusakan tinggi. Penyakit ini disebabkan infeksi ganda dari rice
virus tungro bacilliform virus (RTBV) dan rice virus tungro spherical virus (RTSV),
dengan perantara wereng hijau (Nephtettix virescens Distant) semipersisten. Penyakit
ini disebabkan oleh wereng hijau sebagai vector utama yang paling efektif,
monophagus pada tanaman padi dan spesies dominan di dareh tropis (Siwi dan
Yuzuki, 1991). Tanaman padi yang terinfeksi virus tungro tumbuh agak kerdil, daun
muda warna kekuningan dari ujung daun, dan daun yang kuning tersebut Nampak
agak melintir, daun yang agak tua warna kuning hingga orange-kuning, anakannya
lebih sedikit, dan tinggi tanaman tidak merata. Pada persemaiaan, penularan virus
tungro terlihat daun ketiga yang berwarna kekuningan dan agak melintir.

III. Penutup
Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan adalah Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Pusat yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur
Jendera Tanaman Pangan dan secara teknis dibina oleh Direktur Perlindungan
Tanaman Pangan dan Direktur Perlindungan Hortikultura. Hal tersebut tercantum
dalam Permentan Nomor: 76/ Permentan/ OT.140/11/2011 tanggal 30 November
2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Peramalan Organisme
Pengganggu Tumbuhan. Dalam kedudukannya BBPOPT mengemban tugas
melaksanakan dan mengembangkan peramalan OPT serta rujukan proteksi tanaman
pangan dan hortikultura.
Di dalam BBPOPT ini terdapat banyak sekali fasilitas dan laboratorium yang
sangat berguna bagi peneliti ini yang dimana BBPOPT dilengkapi dengan sarana dan
prasarana untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya. Adapun lab yang saya
kunjungi Fitopatologi atau disebut juga ilmu penyakit tumbuhan adalah salah satu
cabang ilmu yang mempelajari interaksi antara tanaman, patogen (penyebab penyakit)
dan lingkungan

IV. Daftar Pustaka


Balai Besar Peramalan Organisme Penggangu Tanaman. 2013. Prakiraan Serangan 7
OPT Padi. bbpopt.info.go.id. Diakses pada tanggal 8 April 2019, pukul 20.30
WIB.
Hasibuan M. 2008. Kajian penerapan pengendalian hama terpadu pada petani padi
di Kabupaten Tapanuli Selatan [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera
Utara.
Marwoto, Indiati SW. 2009. Strategi pengelolaan hama kedelai dalam era perubahan
iklim global. IPTEK Tanaman Pangan. 4(1): 101.
Siwi, SS, Zusuki Y. 1991. The green leafhopper (Nephotettix spp.): vector of rice
tungro virus disease in Southeast Asia, particularly in Indonesia and its
management. Indonesian Agricultural Research & DevelopmentJournal.
13(1):8-15.
Untung K. 1993. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Yogyakarta (ID): Andi
Offset.
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai