PARASITOLOGI
PENYUSUN
NOVIANTY, M.Si
Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat karunia-Nya
modul teori parasitologi dapat kami susun. Teori parasitologi merupakan mata kuliah yang
dilaksanakan di Semester 1 Program Studi DIII Kesehatan Lingkungan STIKes Muhamadiyah
Palembang. Teori parasitolgi diharapkan nantinya dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mahasiswa dalam kaitannya dengan parasit serta menjadi pedoman pelaksanaan
praktikum parasitologi di laboratorium. Mata kuliah ini merupakan sarana bagi mahasiswa
untuk lebih memahami mengenai morfologi umum dan khusus dari setiap parasit, ciri khas,
siklus hidup parasit, dan teknik laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan parasitologi.
Modul ini tentunya masih banyak memiliki kekurangan, oleh sebab itu saran dan
masukan yang positif sangat kami harapkan demi perbaikan modul ini. Mudah-mudahan
modul ini bisa memberikan manfaat bagi yang membacanya.
ii
VISI DAN MISI INSTITUSI DAN PROGRAM STUDI
Pada tahun 2017 STIKes Muhammadiyah Palembang menjadi lembaga pendidikan tinggi
kesehatan unggulan yang berkarakter Islami dan berdaya saing nasional dan global.
Misi :
a. Menyelenggarakan proses pendidikan yang berkualitas melalui pencapaian kompetensi
profesional islami secara nasional dan global.
b. Menyelenggarakan tata kelola dan manajemen organisasi yang efektif, efisien dan
islami dengan mengedepankan akuntablilitas dan transparansi serta mutu pelayanan.
c. Mengembangkan kontribusi dan kompetensi civitas akademika dalam penelitian,
pengabdian masyarakat dan penerapan nilai-nilai Islami.
d. Meningkatkan kualitas tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan
e. Mengembangkan kemitraan dengan organisasi/institusi dalam lingkup nasional dan
global.
Misi
Untuk merealisasikan visi, Program Studi D-III Kesehatan Lingkungan menetapkan Misi
sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan proses pendidikan kesehatan lingkungan yang berorientasi pada
kompetensi profesional dan di dasari nilai keislaman.
b. Menyediakan sarana lingkungan yang mendukung proses belajar mengajar,
pengembangan diri peserta didik, serta memberikan teori dan praktik pendidikan yang
tepat.
iii
c. Mempertahankan mutu pendidikan pada taraf yang tinggi dengan kerja sama dan
memanfaatkan fasilitas serta sumber-sumber pendidikan dari Universitas atau
Akademi.
d. Mengembangkan pendidikan kesehatan lingkungan dengan melakukan penelitian atau
uji coba untuk dapat memenuhi kebutuhan pengembangan teknologi tepat guna di
bidang kesehatan lingkungan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
e. Mengembangkan institusi pendidikan kesehatan lingkungan sebagai sumber informasi
dan inovasi bagi pengembangan program kesehatan lingkungan.
f. Melaksanakan kegiatan kesehatan lingkungan dalam rangka pengabdian masyarakat.
g. Menjalin kerjasama dari dalam negri dan luar negri.
iv
DESKRIPSI MATA KULIAH
v
MATERI / BAHAN MATA KULIAH
MODUL I
PARASITOLOGI
1. PETUNJUK UMUM
Petunjuk umum ini memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut :
1. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang tentang pengertian parasitologi,
klasifikasi parasitologi, penggolongan parasit, dan istilah penting dalam parasitologi.
2. Materi
1) Pengertian parasitologi
2) Klasifikasi dan penggolongan parasitologi
3) Istilah penting dalam parasitologi
3. Indikator Pencapaian
Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian parasitologi, klasifikasi parasitologi,
penggolongan parasit, dan istilah penting dalam parasitologi.
4. Referensi
a. Shah MM. 2012. Text Parasitology. E-Book. www.intechopen.com.
b. Marjiyo MF. 2004. Bahan Ajar Parasitologi. UGM. Yogyakarta.
5. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang digunakan adalah contextual instruction, skenario kelas
dengan waktu 50 menit, langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :
a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 minggu sebelum perkuliahan,
mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami tersebut agar dapat lebih
mudah mengerti.
b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi saat ini.
1
c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa diberi kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan atau memberikan tanggapan terhadap materi yang telah
dijelaskan.
6. Kegiatan Belajar
a. Pahami dan kuasi materi dengan baik
b. Mulailah motivasi diri sendiri untuk membaca terkait materi yang akan dibahas.
7. Evaluasi
Setelah kegiatan belajar berakhir, dosen mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan
untuk mengetahui capaian belajar mahasiswa terhadap penjelasan materi yang telah
disampaikan dosen.
II. MATERI
PARASITOLOGI
2
menghancurkan sel karena melakukan pertumbuhan di hospes, dan menurunkan resitensi
tubuh hospes terhadap penyakit lainnya.
PROTOZOA
ZOOPARASIT HELMINTHS
METAZOA
ARTHROPODA
PARASIT
FUNGUS
PHYTOPARASIT
BAKTERI
SPIROCHAETA DAN
VIRUS
3
malariae. Bentuk seksualnya (makrogamet dan mikrogamet) ditemukan dalam tubuh
nyamuk, sedangkan stadium schizon dan merozoit ditemukan dalam darah unggas. Pada
kasus tersebut nyamuk adalah hospes definitive.
Berbeda dengan hospes intermediet adalah hospes sementara, hospes sekunder, hospes
alternative, atau hospes perantara) yaitu hospes yang memberikan makan bagi hidup
parasit stadium seksual atau belum dewasa. Contoh, pada kasus malaria diatas yang
berperan sebagai hospes sementara adalah unggas.
4
MATERI / BAHAN MATA KULIAH
MODUL II
HELMINTHES
1. PETUNJUK UMUM
Petunjuk umum ini memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut :
1. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu membedakan masing-masing kelas parasit helminth serta
menjelaskan pencegahan infeksi yang disebabkan oleh kelompok parasit helminth
Materi
1) Kelas Nematoda
2) Kelas Cestoda
3) Kelas Trematoda
2. Indikator Pencapaian
Mahasiswa dapat menjelaskan ciri-ciri, daur hidup, jenis cacing serta pencegahan
cacing sebagai parasit pada manusia yang terdiri dari kelas nematoda, cestoda dan
trematoda.
3. Referensi
a. Rai, KS. 2006. Atlas of medical parasitology. Kobe University. Japan
4. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang digunakan adalah contextual instruction, skenario kelas
dengan waktu 50 menit, langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :
a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 minggu sebelum perkuliahan,
mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami tersebut agar dapat lebih
mudah mengerti.
b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi saat ini.
5
c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa diberi kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan atau memberikan tanggapan terhadap materi yang telah
dijelaskan.
5. Kegiatan Belajar
a. Pahami dan kuasi materi dengan baik
b. Mulailah motivasi diri sendiri untuk membaca terkait materi yang akan dibahas.
6. Evaluasi
Setelah kegiatan belajar berakhir, dosen mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan
untuk mengetahui capaian belajar mahasiswa terhadap penjelasan materi yang telah
disampaikan dosen.
II. MATERI
HELMINTHES
6
Bila dalam tinja tidak diternukan telur yang dibuahi berarti bahwa di dalam usus
hanya terdapat cacing betina saja. Telur yang tidak dibuahi tidak akan mengapung
pada waktu pemeriksaan konsentrasi flotasi dengan zinc sulfat (telur lebih berat).
2) Enlerobius vermicularis
Penyebab enterobiasis / oxyuriasis.
Morfologi, daur hidup dan cara penularan:
Cacing ini lebih sering di daerah dingin dan sedang, lebih sering menginfeksi
anak-anak. Cacing dewasa bagian anterior ada “cephalic space”. Ujung posterior
melengkung.. Ukuran kurang dan 10 mm. Telur bulat panjang dengan satu sisi
mendatar. Ukuran panjang 50 —60 urn., lebar 20—30 urn. Cacing dewasa jantan
setelah membuahi cacing betina akan mati dan keluar bersarna tinja. Cacing betina
yang sudah dibuahi bermigrasi ke kolon dan rneletakkan telumya diperiana. Penularan
secara autoinfeksi.
3. Trichuris trichiura
Penyebab trichuriasis dan infeksi cacing ini di daerah panas, lembab dan sering terlihat
bersama infeksi Ascaris
Morfologi , daur hidup dan cara penularan:
Cacing dewasa ukuran 35 —50 mm (betina) dan 30—45 mm (jantan) yang
perlu diperhatikan : Cacing dewasa jarang diternukan dalarn tinja. Kepala terbenam
masuk dalam mukosa, ujung posteriornya sangat tebal dan bebas dilumen maka
disebut cacing cambuk. Bentuk tong, ukuran (50 — 54) umX (22 — 27) urn. Telur
menetas di usus besar setelah kira-kira 3 buah akan memproduksi telur.
Gejala Klinik:
a. Kerusakan mekanis pada mukosa dan respon alergi dan hospes untuk setiap
kelainan
b. patologis yang berhubungan erat dengan jumlah cacing, lamanya infeksi dan urnur
c. serta status kesehatan dan hospes. Kerusakan epitel sangat kecil kecuali tirnbul
infeksi
d. sekunder yang sangat mirip akibat infeksi E. histolytica
Diagnosis:
Dengan menemukan telur dalam tinja bersama Ascaris sp. pada sediaan langsung atau
konsentrasi, jurnlah telur harus dihitung.
7
2. Nematoda Darah
Terdapat lebih 200 spesies parasit filaria hanya sedikit yang menginfeksi manusia.
Pada manusia ada 3 spesies; Wuchereria bancrofti, Brugia malayi¸ Onchocerca
volvulus. Ketiganya sering menimbulkan gej ala sisa yang bersifat patologis
Mempunyai sikius hidup yang sangat kompleks.
1). Wuchereria bancrofti
Morfologi: Cacing dewasa kecil seperti benang, kutikula halus, dalamjaringan dan
saluran limfe. Cacing jantan : p. : 40 urn, penampang 0,1 mm. Cacing betina: p. 80
mm.
Daur hidup dan cara penularan: Wuchereri bancrofti dan Brugia malayi. Inang
perantara : Nyarnuk (Culex sp. dan Anopheles sp.) dalam tubuh nyamuk. Sarung
microfilaria lepas dalam lambung, migrasi ke otot toraks. Larva infektius (6-14)
menuju ke proboscis
Gejala klinis : tidak menunjukan gejala, elephantiasis dan hidrokel, beberapa ada
cacing dewasa, tanpa mikrofilaremia karena begitu rendahnya, sehingga tidak dapat
terdeteksi. Beberapa pasien dengan mikrofilaremia berat, tetapi asimptomatik.
Epidemi dan pencegahan : Infeksi W. bancrofti tersebar luas di daerah tropis dan
subtropis di Afrika, Asia, Amerika Tengah dan Selatan, Pulau-2 Pasifik Vektor
untuk: W. bancrofti periodik nokturnal : Anopheles sp. & Culex sp.(malam). W.
bancrofti strain yang subperiodik : Aedes sp. (siang hari).
Pencegahan: Perlindungan perorangan dengan pernakaian repelant serangga dan
kelambu. Untuk kontrol nyamuk dengan baik harus dilakukan hal-hal sebagai
berikut : identifikasi nyamuk penularnya, kebiasaan menggigit darah, jarak terbang,
tempat perindukan
2) Brugia malayi
Pertama kali ditemukan oleh Lichtenstein penduduk ash di Idonesia dan
sediaan darah Rad dan Maplestone menernukan cacing dewasa pada lengan bawah
pasien di India 1940.
Morfologi dan daur hidup:
Cacing dewasa habitat dalam sistern himphe, melahirkan rnikrofilania dengan
“sheth”. Mikrofilari pada ujung terminal ada dua inti jelas terpisah dan inti lainnya
Ukuran: 177—230 urn.
8
Klinik: Manifestasi kliik, berkembang berbulan-bulan! bertahun-tahun setelah
infeksi. Banyak pasien a sirnptornatik meskipun terdapat mikrofilarernia
Limfangitis dan abses filania, frekuensinya lebih tinggi darppada W. bancrofti.
Elenfantiasis oleh cacing mi terutama rnengenai, ekstremitas bawah, genital,
hidrokel.
Diagnosis: Metode pemeriksaan sama dengan W. bancrofti Terdapat strain periodik
nokturnal dan subperiodik nocturnal.
Epidemi: Ada 2 strain B. malayi: Strain periodisitas nokturnal Strain sub periodik
nocturnal Periodik nokturnal distribusi luas di Asia. Sub periodik nokturnal
distribusi di Malaysia, India, Fihipina. Vektor nyamuk : Mansonia spp., Anopheles
spp. dan Aedes spp. Hospes reservoar :manusia, babi, kucing, kera.
3) Loa-loa
Dikenal dengan cacing Afrika. Pertama kali diternukan dalam mata
wanita Negro di Hindia Barat (1770). Diskripsi cacing dewasa cacing yang
dikeluarkan dan mata seorang wanita dan Old Calabar Afrika Barat oleh Argyl
Robertson (1895).
Morfologi dan daur hidup : Cacing dewasa jantan dan betina hidup berrnigrasi
dalam jaringan subcukan. Mikrofilaria berada dalam darah. Karakter mikrofilania:
ada sheet, inti sampai ke ujung ekor, ukuran 250 — 300 urn. Mikrofilania sukar
terdeteksi dalam darah.
Gejala klinik: Cacing dewasa bermigrasi di jaringan subkutan. Migrasi tidak
rnenirnbulkan apa-apa. Ada gejala sewaktu batas antara hidumh meliwati
konjungtiva rnata. Penderita dengan Loa-loa aktif, tanpa rnikrofilarernia “Calabar
swelling” bersifat sementara disebut juga angioderna = pernbengkakan subkutan
setempat. Suatu tipe reaksi peradangan yang disebabkan oleh respon hospes
terhadap cacing. Produk metabolitnya Pembengkakan mi ditemukan di setiap
bagian tubuh terutama ekstrernitas. Pembengkakan mi berlangsung 1 —3 han,
didahului rasa sakit, pruritus, urtikania.
Diagnosis: Didasarkan riwayat klinik (calabar swelling). Migrasi cacing rnelalui
rnata. Eosinophilia berternpat tinggal di daerah endemik, sampel darah diambil
pukul 10 pagi - 2 siang. Mengeluankan cacing dewasa dani mata.
9
Epidemi: Daerah enderni daerah hutan hujan di Afrika tengah, Barat dan Sudan
Hospes reservaoar rnanusia. Inang perantara: Chrysops sp. (lalat kijang). Tindakan
pencegahan : Membersihkan & mengeringkan tempat perindukan larva dalam hutan
dan kemoprofilaksis dengan DEC.
3. Nematoda Jaringan
Cacing panjang dan halus ditemukan di berbagai daerah diseluruh dunia dan merupakan
parasit anjing dan karnifora lainnya di Amerika Utara. Ada beberapa spesies: Dracunculus
medinensis, dan Trichinella spiralis.
1. Trichinella spiralis
Morfologi dan pertumbuhannya : Cacing jantan p. 1,5 X 0,045 rnm ujung posterior
ada pelebaran kutikula, terdapat spikula. Cacing betina p. 3-4 X 0,6 mm ujung posterior
tumpul. Larva yang baru keluar dan induknya 90—100 um X 8 urn. Larva yang
terbungkus kista (900 x 1.330) um X (35 — 40) um.
Pertumbuhannya dalam inang : Cacing betina melahirkan larva ke dalam rnukosa dan
tempat lain. Larva hanya dapat berkernbang di otot seram lintang dan otot jantung. Kista
sempurna dalam waktu 3 bulan mulai terjadi pengapuran.
Gejala klinis dan Patologi:
Kehebatannya tergantung tergantung: jumlah cacing, umur penderita, jaringan yang
diinvasi, daya tahan umurn penderita.
Patologi: Serabut otot bertambah besar
Penyebaran geografis: Endemik di daerah pernukirnan yang makan daging babi,
beruang ( terutama di Eropa Tengah dan Selatan,Afrika Utana dan Asia.
10
Penyebab diphyllobothriasis. Diphyllobothrium latum disebut pula cacing pita
ikan. Cacing pita ini mampu menginfeksi mamalia pemakan ikan seperti anjing laut,
singa laut, beruang, kucing, anjing, anjing hutan, dan manusia. Cacing ini dikenal pula
sebagai cacing raksasa.
Morfologi : panjang mencapai 10 m, skolek memanjang ada suatu lekukan (groves)
disebut bothria sebagai alat pelekat, setiap proglotid mempunyai alat kelaminjantan
dan betina dan sath porus uterinus, porus uterinus berdampingan dengan porus
genitalis, dalam setiap proglotid terdapat testes dan vitellaria yang tersebar pada sisi
lateral, telur beroperkulum dengan ukuran (60-80) x (40-60) mikron.
Daur hidup : telur keluar bersama tinja tidak berembrio, akan tumbuh embrio disebut
karasidium. Karasidium keluar berenang dalam air. Korasidium tertelan oleh suatu
crustacean tumbuh menjadi proserkoid. Jika crustacea yang terinfeksi ini dimakan
ikan, maka tumbuh menjadi pleroserkoid. Manusia terinfeksi karena makan ikan
mentah yang terkontaminasi. Larva pleroserkoid tumbuh menjadi cacing dewasa.
Parasit ini dapat hidup lama mencapai 25 tahun
Penyebaran geografis : Ditemukan di Timur jauh dan Asia Tenggara
Patologi : Penderita menunjukan manifestasi klinik seperti gangguan saraf,
pencernaan, rasa tidak enak, dan rasa sakit pada perut, kekurangan gizi dan anemi.
Gangguan pada traktus digestivus dengan rasa penuh di epigastrium, nausea, dan
munta. Absorbsi cairan toksin dan proglotid yang mengalami degenarasi. Pada gejala
anemi ditemukan pada penderita yang pernah memuntahkan proglotid. Dilaporkan
cacing ini banyak mengabsorbsi vitamin B12 dan inangnya sebanyak 50 kali daripada
Taenia saginata.
Diagnosis : Dengan menemukan telur yang beroperkulum atau proglotid yang
dikeluarkan bersama tinja atau di dalam muntahan.
Sparganosis : Sparganosis (sparganum mansoni) adalah penyakit yang disebabkan
oleh larva pleroserkoid cacing pita Peudophyllidea ( Dibotyriocephalus mansonoides)
yang cacing dewasanya terdapat dalam usus kucing dan anjing tidak menyerang
manusia. Sparganum proliferans, stadium plerosercoid menyerang janingan manusia
namun cacing dewasanya belum diketahui
2. Cestoda Intestinal (Cyclophyllidea)
11
Ciri spesifik skolek membulat dengan batil isap bentuk mangkok dilengkapi rostelum atau
tidak. Porus genitalis terletak pada sisi lateral, kadang pada satu sisi kadang berselang-
seling tergantung spesiesnya. Infeksi oleh cacing ini dapat melimpah terutama pada hewan.
Ada beberapa spesies, sebagai contoh yaitu Hymenolepis nana, Hymenolepis diminuta,
Diphylidium canicum, Taenia saginata, Taenia solium, Echinococcus spp.
1. Hymenolepis nana
Umumnya dikenal sebagai cacing pita kerdil,. kosmopolitan dan merupakan
parasit pada anak-anak. Banyak terdapat di Timur Tengah, India Utara, Pakistan, daerah
Mediterania, Afrika Utara, dan beberapa bagian Amerika Selatan dan Tengah.
Morfologi dan daur hidup: Panjang 10-14 cm, lebar 2 mm, Skoleks betuk bulat
rostelum refraktil kait 20-30 buah, Strobila terdiri dan kira-kira 200 proglotid. Proglotid
berbentuk trapezium, uterus berbentuk kantong yang berisi 80-180 telur. Telur
berukuran (47 x 37) mikron, Hymenolepsis nana tidak memerlukan inang perantara.
Inang definitifnya adalah manusia, mencit, dan tikus. Tempat hidupnya pada dua pertiga
ileum bagian atas. Telur tidak tahan di lingkungan luar. Penularan secara langsung lewat
tangan, makanan, minuman, auto infeksi.
Patologi : Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala, pada infeksi yang cukup berat, pada
anak menunjukan asthenia, berat badan menurun, nafsu makan berkurang, sakit perut
dengan/tanpa diare, anoreksi, insomnia, muntah, pusing. Diduga gejala ini disebabkan
oleh hasil metabolik yang dilepaskan parasit dan respon alergi terhadapnya.
Diagnosis : Dengan menemukan telur pada pemeriksaan tinja.
2. Echinococcus spp.
Morfologi : Cacing dewasa hanya mempunyai tiga sampai empat proglotid, terdiri
atas skoleks, progiotid imature, mature, dan proglotid gravid, panjang 3-6 mm.
Bentuk kepala sferis, mempunyai 2 baris kait yang berjumlah 20-30- buah dan 4 batil
isap. Proglotid gravid mengandung kira-kira 5000 butir telur, telur seperti telur
Taenia sp.
Daur Hidup : Inang definitif : anjing inang perantara manusia, hewan herbivora lain
misal : sapi, kambing, biri-biri. Manusia dapat sercara kebetulan terlibat dalam daur
hidup parasit tersebut karena menelan telurnya hal ini dapat terjadi akibat
tercemarnya tangan oleh telur-telur sewaktu membelai anjing. Bagian yang terinfeksi
yaitu hati dapat mencapai 66%, paru-paru 10%, usus 7-8 % dan jantung.
12
3. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
Penyebab Uncinariasis atau ancylostomiasis, necatoriasis. Ditemukan di
daerah hangat yang lembab, morbiditas lebih banyak disbanding
mortalitasnya.Ketiga spesies pada manusia sebagai larva migrans, dewasanya pada
anjing I dan kucing.
Morfologi, daur hidup dan cara penularannya : Cacing dewasa ukuran panjang
(7-11) mm X lebar (0,4-0,5) mm. Cacing dewasa melekat erat pada mukosa usus
dengan mulutnya (punya gigi pada Ancylostoma sp. dan lempeng pemotong pada
Necator sp. Telur keluar bersama tinja dalam stadium awal pembelahan ukuran (60 X
40) um dinding tipis satu lapis. Larva rhabditiform, Larva Filariform dapat tetap
hidup dalam tanah untuk beberapa minggu. Infeksi pada pada manusia melalui
penetrasi larva filariform Aliran darah vena Jantung kanan Paru-paru menembus
alveoli ke bronchiole trachea faring tertelan usus kecil dewasa.
Gejala klinik :Rasa gatal pada kulit yang terpenetrasi larva timbul lesi, vesikuler
papula eriematosa disebut sebagai “ground itch”. Pneumonitis karena migrasi larva
pada fase usus terjadi nekrosis jaringan usus dan kehilangan darah, pada infeksi berat
menimbulkan anemi defisiensi besi, pucat, edma muka dan kaki.
4. Strongyloides stercorales
Banyak di Negara tropis, Infeksi pada manusia dapat berlangsung lama (dapat
selama hidupnya) : karena reinfeksi dapat terjadi setiap saat, adanya autoinfeksi yang
terus-menerus dengan jalan endogenose. Pada hewan dapat terbatas karena parasit ini
menjadi resisten terhadap infeksi berikutnya Misal : pada anjing dan kucing
Morfologi, daur hidup dan cara penularannya : S.stercorales ada bentuk parasitik
dan bentuk bebas. S. stercorales betina yang parasitik ukuran : p. 2X lebar (4 urn).
Jantan hidup bebas : p. 0,7 mm X 1 (45um). Penyakit: Strongyloidiasis. Daur hidup
sangat bervariasi, pandai menyesuaikan cara perkembanganya dengan perubahan
kebutuhan dan lingkungan sekitarnya Dalam kondisi yang menguntungkan
Kelembapan, suhu, tersedianya makanan , cacing dapat hidup dalam tanah.
Fase tidak langsung : Kehidupan bebas dimulai dan stadium telur (st. morula). Cacing
jantan yang hidup bebas hanya terdapat satu generasi saja pada kondisi lembab, hangat,
teduh melanjutkan daur hidupnya. Cacing Jantan dan betina akan saling kawin
menghasilkan telur St. filariform (infektifterhadap manusia dan hewan). Cacing jantan
13
tidak terlihat dalam infeksi manusia, merekajarang ditemukan. Stadium ini bersama
makanan akan menginfeksi hewan. Stadium ini menginfeksi manusia lewat kulit sampai
paru-paru (kadang dapat ke jaringan lain). Dalam alveoli paru-paru (dapat pula di dalam
bronchus atau duodenum) larva ini menjadi dewasa muda, dibatukkan, dan tertelan lagi.
Fase langsung : Cacing dewasa betina menembus lapisan usus kecil berproduksi secara
partenogenesis dan bertelur ( 50 X 32 Urn) Telur menetas dalam dinding usus menjadi
larva Larva bermigrasi dan jaringan, menuju lumen usus ,keluar bersama tinja, sampai
ke tanah (st. rabditiform).
Gejala klinik : Akibat masuknya larva lewat kulit : gatal- gatal, pembengkakan, Infeksi
ke paru-paru : batuk – batuk, bronchopneumonia, pendarahan, gangguan paru dan lain.
Cacing dalam usus : gangguan ringan, diare, edema, fibrosis, luka-luka, sakit perut,
anemi, berat badan menurun, sembelit, tinja berdarah.
2.Trematoda Hati
Ada beberapa spesies yang dapat menginfeksi jaringan hati.
1. Clonorchis sinensis
14
Morfologi, daur hidup dan cara penularnya: Cacing pipih bentuk daun memanjang
tidak berduri. Ukuran (1 2 — 20) X ( 3 — 5) um. Telur : kuning cokiat, ukuran 29 X 16
um. Inang definitif manusia. Habitat : saluran empedu dari duktus pankreatikus. Inang
perantar I : keong beroperkulum beberapa spesies antara lain Alocinnia sp., Bulinus sp.,
Parafossarulus sp. Dalam tubuh keong mirasidium mengalami pertumbuhan dan
perbanyakan rnenjadi Sporosist _ redia _ serkaria. Inang perantara II : kelompok familia
Cyprinidae ( rneta serkaria bentuk kista). Menjadi cacing dewasa di dalam cabang-
cabang kecil bagian distal saluran empedu. Tidak dapat ditemukan di dalam duodenum,
karena hanya dapat bertahan terhadap zat pencernaan selarna beberapa jam. Cacing
dewasa dapat tahan hidup selama kurang lebih 25 tahun. Menghasilkan telur 1 100 -
2400/ hari (dalam tinja anjing dan kucing).
Epidemi: Jumlah orang yang terkena infeksi tergantuung kebiasaan cara makan dan
tidak selalu sebanding dengan frekuensi parasit di dalarn hewan sebagai reservoir Pada
infeksi menahun atau hebat, di daerah yang sangat endemik akibatnya kurang baik.
Diagnosis dan Pencegahan: Diagnosis pasti berdasarkan penemuan telur yang bebas di
dalam tinja atau, drainase empedu. Memasak ikan dengan sempurna
Patologi: Cacing dewasa di saluran empedu menyebabkan peradangan pada epitel.
Luas peradangan berhubungan dengan intensitas dan lamanya infeksi. Lesi disebabkan
oleh iritasi mekanik dan produk toksis yang dikeluarkan cacing.
15
2. Trematoda Parasit Darah
Termasuk Familia Schitosomatidae, cacing trematoda digenetic bersifat “diosious”. Ada
beberapa spesies penting yang merupakan agen penyakit pada manusia yaitu :
Schistosoma japonicum¸ Schistosoma mansoni.
Morfologi : Cacing jantan dan berina hidup berpasangan, bentuk betina tinggal di
dalam “canalis gynaecoporus” cacing jantan. Perbedaan ke lima spesies terdapat pada :
Cacing dewasa : letak oral dan ventral sucker. Permukaan kutikula Telur : letak duri
pada telur. Larva serkaria ujung ekor bercabang dua.
Daur hidup dan cara penularannya : Inang Definitif : manusia. Habitat: S.
haematobium cacing dewasa dalam pembuluh darah kandung kencing. S. mansoni dan
S japonicum cacing dewasa di dalam vena-vena mesenterika inferior dan superior.
Kematangan seksual cacing betina tergantung dari adanya cacing dewasa jantan. Telur-
telur di letakkan dalam venula-venula kandung kencing (S. haematobium). Telur-telur
diproduksi cacing dewasa kurang lebih 5 minggu setelah infeksi. Penemuan telur
tergantung lamanya infeksi dan jumlah cacing yang menginfeksi. Inang perantara
adalah untuk: S. haematobium sejenis keong Bulinus sp, S. japonicum sejenis keong
Oncomelania sp, S. mansoni sejenis keong Biomphalaria sp.
Gejala Klinis : Telur-telur melepaskan antigen yang larut dan merangsang timbulnya
abses kecil. Serkaria yang menembus kulit menyebabkan urtikaria, meninggalkan bekas
sebagai makula kecil-kecil, menyebabkan reaksi radang akut dengan edema, makula
berubah menjadi pustula menjadi radang kemudian mengalami hemoragi. Kalau ada
garukan terjadi infeksi sekunder.
16
Diagnosis: Dengan menemukan telur dalam spesimen tinja atau urine. Pada infeksi
kronis dengan jumlah cacing sedikit, dilakukan tes penetasan yaitu mengencerkan
spesimen tinja dengan air murni dalam botol sedimentasi ( gelas kimia). Ditutup dengan
kertas alumonium untuk mencegah masuknya sinar Biopsi rektal untuk menemukan
telur pada pasien dengan infeksi ringan, kronik dan inaktif. Jaringan biopsi dihancurkan
dan diperiksa di bawah mikroskop.
Epidemi: Infeksi pada manusia hampir semuanya disebabkan oleh sumber infeksi yang
terdapat pada manusia. Primata, insektivora dan binatang mengerat merupakan
sumbernya. Distribusi S. japonicum : di Timur jauh, Cina ,India, Jepang, Filipina. Selain
manusia hewan juga kucing ,anjing, tikus, babi. S. haematobium : Afrika, Asia Kecil.
Siprus. Inang perantaranya Oncomelania sp. dapat tahan hidup dalam keadaan kering.
Distribusi: Tergantung dari: distribusi hospes perantara keong, kesempatan menginfeksi
manusia, perilaku manusia untuk membuang tinjanya, angka tertinggi pada anak-anak.
3. Trematoda Parasit Paru-paru
Trematoda yang ditemukan dalarn paru.
1). Paragonimus westermani : Penyebab penyakit paragonirniasis pada manusia dan
hewan karnivora. Treamatoda ini ditemukan pertama kali pada tahun 1828 oleh
Neterer. Infeksi penyakit ini telah ditulis oleh Yokogawai (1982) dan Miyasaki (1982).
Morfologi dan daur hidup : Telur: bentuk ovoid, punya operkulum , tidak
berembrio, ukuran (80 — 120) u X (45 — 65) um. Hospes definitif: rnanusia dan
hewan karnivora Habitat dewasa di sekitar bronchiole Telur: telur di dalam air dan
akan rnenghasilkan rnirasidiurn. Inang perantara sejenis keong (sporosit redia
serkaria). Inang perantara ke 2 sejenis ketam dan udang (metaserkaria).
Patologi dan Gejala klinis: Migrasi larva pada dinding usus ke dalam rongga
abdomen tidak ada kelainan patologis Migrasi melalui jaringan menimbulkan
peradangan seternpat dan infiltrasi likosit Telur - telur yang terbawa sistem sirkuler
menirnbulkan reaksi granulomatosa Gejala: Tergantung jumlah cacing dalam inang
Pada kasus kronik gejala ringan. Timbul batuk-batuk disertai produksi sputum dan
darah serta nyeri dada sewaktu kista pecah, sesak nafas bronkitis kronis. Yang
berbahaya kornplikasi serebral sampai demam, sakit kepala, nausea, muntah,
gangguan penglihatan, kelemahan otot.
17
III. LEMBAR KERJA
1. Jelaskan perbedaan karakteristik nematoda, cestoda, dan trematoda ?
2. Tuliskan nematoda, cestoda, dan trematoda ?
18
Kode Mata Kuliah / SKS (1T/ 1P) Modul ke VIII s.d IX
Nama Mata Kuliah Parasitologi Jumlah halaman
Dosen Novianty, M.Si Mulai berlaku 2016
MODUL III
FUNGI PARASIT
1. PETUNJUK UMUM
Petunjuk umum ini memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut :
1. Capaian Pembelajaran
Mampu mendeskripsikan ciri- ciri fungi yang menjadi parasit pada manusia dan
pencegahannya.
2. Materi
1) Fungi parasit
2) Kelas fungsi parasit
3) Hubungan fungi parasit dengan infeksi nosokomial
3. Indikator Pencapaian
Mahasiswa dapat menjelaskan fungi parasit, kelas fungi parasit, dan hubungan fungi
parasit dengan infeksi nosokomial.
4. Referensi
a. MLAB. 2016. Mycology Lecturec Guide. NewYork Published
5. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang digunakan adalah contextual instruction, skenario kelas
dengan waktu 50 menit, langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :
a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 minggu sebelum perkuliahan,
mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami tersebut agar dapat lebih
mudah mengerti.
b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi saat ini.
c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa diberi kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan atau memberikan tanggapan terhadap materi yang telah
dijelaskan.
6. Kegiatan Belajar
a. Pahami dan kuasi materi dengan baik
19
b. Mulailah motivasi diri sendiri untuk membaca terkait materi yang akan dibahas.
7. Evaluasi
Setelah kegiatan belajar berakhir, dosen mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan
untuk mengetahui capaian belajar mahasiswa terhadap penjelasan materi yang telah
disampaikan dosen.
II. MATERI
FUNGI PARASIT
20
sumbur jika kebersihan tubuh kurang terjaga, kondisi tubuh menurun, serta
mengkonsumsi beberapa jenis obat seperti antibiotic. Tempat-tempat umum merupakan
tempat ideal perpindahan fungi. Fungi dapat menembus jaringan kulit terdalam dan
menimbulkan infeksi. Infeksi fungi dapat menular ke bagian lain melalui garukan,
handuk, dan lain-lain. Gejala khas dari fungi patogen adalah kemerahan kulit yang
berbatas tegas, erosi, dan bersisik, serta benjolan keras pada kaki, tangan, atau lutut dan
bewarna merah atau cokelat. Untuk mengetahui secara rinci fungi yang menginfeksi
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Seperti pemeriksaan langsung, pembiakan, reaksi
imunologis, biopsy, dan pemeriksaan dengan sinar wood.
1) Mikosis superfisial
Ditandai dengan terjadinya keratinisasi pada jaringan luar seperti di kulit dan rambut.
Terjadi sedikit inflammatory atau kerusakan jaringan. Agen bersifat kausatif. Berikut
spesies fungi parasit penyebab mikosis superfisial :
a. Malassezia furfur : disebabkan oleh Pityriasis versicolor (Tinea versicolor)
21
d. Piedraia hortae menyebabkan piedra hitam.
22
4. Host preference
Microsporum: anak-anak, jarang pada dewasa
Trichophyton: ditemukan pada anak-anak dan dewasa
Epidermophyton: ditemukan pada orang dewas, jarang pada anak-anak
5. Makrokonidia of each genus
a. Microsporum
M. canis M. gypseum
Dinding tebal dan matang membentuk echinulate (spiny).
attached singly
b. Trichophyton: menempel tunggal, memiliki dinding halus
23
e. Mycetoma: adanya luka pada jaringan kutaneus dan subkutaneus biasanya pada kaki.
Adanya pembentukan nodul.
f. Sistemik mikosis
Agen penyebabnya memiliki morfologi dimorfik.
a. Blastomyces dermatitidis menyebabkan blastomycosis
b. Paracoccidioides brasiliensis menyebabkan paracoccidioidomycosis
c. Coccidioides immitis menyebabkan coccidioidomycosis
d. Histoplasma capsulatum menyebabkan histoplasmosis
g. Histoplasma capsulatum
Menyebabkan Histoplasmosis dengan menginfeksi sistem retikulaendotelium yang
menyebabkan patchy bronchopneumonia. Sel khamir memperbanyak diri dengan
memproduksi sel besar dan memasuki dalam jaringan. Khamir ini endemic di Sungai
dan Bukit Missisipi, Missouri, St Lawrence, dan Ohio. Berasosiasi dengan burung dan
kelelawar.
h. Coccidioides immitis
Menyebabkan Coccidioidomycosis biasanya menunjukkan asimtomatik atau
simtomatik, menginfeksi saluran pernafasan bagian atas, tetapi dapat menyebabkan
fatal. Endemik USA bagian tenggara (Arizona dan California).
i. Paracoccidioides brasiliensis
Menyebabkan paracoccidioidomycosis, dikenal South American blastomycosis
j. Blastomyces dermatitidis
Menyebabkan blastomycosis, dikenal North American blastomycosis atau penyakit
Gilcrest.
24
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Nosokomial berasal dari bahasa yunani, dari kata nosos yang
artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk
merawat/rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang
diperoleh atau terjadi di rumah sakit atau infeksi yang didapat oleh penderita ketika
penderita dalam proses asuhan keperawatan.
Penyabab Infeksi nosokomial Mikroorganisme penyebab infeksi dapat berupa :
bakteri, virus, fungi dan parasir, penyebab utamanya adalah bakteri dan virus, kadang-
kadang jamur dan jarang disebabkan oleh parasit. Peranannya dalam menyebabkan
infeksi nosokomial tergantung dari patogenesis atau virulensi dan jumlahnya.
Patogenesis adalah kemampuan mikroba menyebabkan penyakit, patogenitas lebih
jauh dapat dinyatakan dalam virulensi dan daya invasinya. Virulensi adalah
pengukuran dari beratnya suatu penyakit dan dapat diketahui dengan melihat
morbiditas dan derajat penularan, Daya invasi adalah kemampuan mikroba
menyerang tubuh. Jumlah mikroba yang masuk sangat menentukan timbul atau
tidaknya infeksi dan bervariasi antara satu mikroba dengan mikroba lain dan antara
satu host dengan host yang lain.
25
MATERI / BAHAN MATA KULIAH
MODUL IV
PERANAN AIR MINUM DAN AIR LIMBAH DALAM PENYEBARAN PARASIT
1. PETUNJUK UMUM
26
Petunjuk umum ini memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut :
1. Capaian Pembelajaran
Mampu menjelaskan peranan air minum dan limbah sebagai perantara parasit
khususnya protozoa dan helminth.
2. Materi
1) Air minum dan air limbah
2) Peran protozoa dan helminthes
3. Indikator Pencapaian
Mahasiswa dapat menjelaskan peranan air minum dan limbah sebagai perantara parasit
khususnya protozoa dan helminth.
4. Referensi
a. Said, NI. 2005. Pencemaran Air Minum dan Dampaknya Bagi Kesehatan. E-Book.
b. Bitton, G. 1994. Wastewater Microbiology. Wiley Published. New York.
c. Irianto, K. 2009. Parasitologi. Bandung: CV.Yrama Widya.
5. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang digunakan adalah contextual instruction, skenario kelas
dengan waktu 50 menit, langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :
a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 minggu sebelum perkuliahan,
mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami tersebut agar dapat lebih
mudah mengerti.
b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi saat ini.
c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa diberi kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan atau memberikan tanggapan terhadap materi yang telah
dijelaskan.
6. Kegiatan Belajar
c. Pahami dan kuasi materi dengan baik
d. Mulailah motivasi diri sendiri untuk membaca terkait materi yang akan dibahas.
7. Evaluasi
27
Setelah kegiatan belajar berakhir, dosen mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan
untuk mengetahui capaian belajar mahasiswa terhadap penjelasan materi yang telah
disampaikan dosen.
II. MATERI
28
limbah domestik. Beberapa spesies protozoa menyebabkan diare dan disentri. Berikut
penyebaran protozoa melalui air:
Table. 1. Penularan protozoa melalui air
Spesies Penyakit Sumber
Giardia lambia giardiasis Kotoran manusia dan hewan
Entamoeba hiystolica Amoebic disentri Kotoran manusia
Achantamoeba castellani Amoebic Tanah dan air
meningoencephalitis
Naelaria gluberi Amoebic Tanah dan air
meningoencephalitis
Balantidium coli disentri Kotoran manusia
Cryptosporodium Diare Kotoran manusia dan hewan
Untuk kelompok helminthes, penyebatrannya melalui air bersumber dari telur-telur yang
dikeluarkan bersamaan dengan feses. Telur tersebut dapat bertahan di air sampai
menemukan inangnnya. Penggunaan air untuk dikonsumsi harus benar dan tepat. Telur
merupakan tahap infeksi awal dari parasite helminthes. Telur-telur helminthes memiliki
ketahanan terhadap tekanan dan faktor lingkungan lainnya. Ada beberapa spesies
helminthes yang menjadikan air sebagai media penularannya diantaranya, Taenia sp.
Cacing ini biasanya ditemukan pada sapi dan babi. Telur cacing tersebut dapat ditemukan
bersamaan dengan keluarnya feses yang dibuang di air. Spesies helminthes lain adalah
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan Toxocara canis.
29
MATERI / BAHAN MATA KULIAH
MODUL V
PERANAN VEKTOR DALAM PENYEBARAN PENYAKIT
1. PETUNJUK UMUM
Petunjuk umum ini memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut :
1. Capaian Pembelajaran
30
Mampu menjelaskan peranan berbagai vektor dalam menyebarkan parasit protozoa dan
helminth terkait dengan sumber penyebaran parasit dan pengelolaan sanitasi makanan.
2. Materi
a. Sporozoa : plasmodium
b. Flagellata : Leishmania & Tripanosoma
c. Helminth, Cestoda dan Nematoda
d. Peranan Sampah dalam Penyebaran Parasit dan Kehidupan Parasit
e. Sanitasi makanan dan minuman dalam penyebaran parasit
3. Indikator Pencapaian
Mampu menjelaskan peranan berbagai vektor dalam menyebarkan parasit protozoa dan
helmith terkait dengan sumber penyebaran parasit dan pengelolaan sanitasi makanan.
4. Referensi
a. Bitton, G. 1994. Wastewater Microbiology. Wiley Published. New York.
b. Irianto, K. 2009. Parasitologi. Bandung: CV.Yrama Widya.
5. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang digunakan adalah contextual instruction, skenario kelas
dengan waktu 50 menit, langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :
a. Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 minggu sebelum perkuliahan,
mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami tersebut agar dapat lebih
mudah mengerti.
b. Dosen memberikan penjelasan materi yang didasari pada kondisi saat ini.
c. Setelah penjelasan secara konsep oleh dosen, mahasiswa diberi kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan atau memberikan tanggapan terhadap materi yang telah
dijelaskan.
6. Kegiatan Belajar
a. Pahami dan kuasi materi dengan baik
b. Mulailah motivasi diri sendiri untuk membaca terkait materi yang akan dibahas.
7. Evaluasi
Setelah kegiatan belajar berakhir, dosen mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan
untuk mengetahui capaian belajar mahasiswa terhadap penjelasan materi yang telah
disampaikan dosen.
II. MATERI
31
PERANAN VEKTOR DALAM PENYEBARAN PENYAKIT
a. Sporozoa : Plasmodium
Flagellata adalah hewan cambuk atau mastigophora yang berbentuk bulat atau
botol dan memanjang. Flagellate dibagi menjadi fitoflagellata dan zooflagellata.
Flagellate ada yang hidup di laut, air tawar, da nada juga yang hidup sebagai parasit
dalam tubuh hewan dan manusia. Jenis fitoflagellata yang berperan sebagai parasit adalah
zooflagellata. Zooflagellata adalah flagellate yang tidak berkloroplas dan menyerupai
hewan. Hewan ini hidup di air laut, air tawar. Bentuk zooflagellata mirip dengan sel leher
porifera, mempunyai flagellate yang berfungsi untuk menghasilkan aliran air dengan
menggoyangkan flagella. Flagella juga berfungsi sebagai alat gerak. Reproduksi secara
aseksual dengan pembelahan biner secara longitudinal, sedangkan reproduksi secara
seksual belum banyak diketahui. Spesies zooflagellata yang hidupnya sebagai parasite
adalah Leishmania dan Trypanosoma. Kedua spesies hidup tersebut dalam plasma darah
manusia dan vertebrata.
32
Cestoda dan Nematoda sebagian besar adalah parasit. Habitat kedua helminth tersebut
banyak ditemukan dalam air, tanah, dan mencemari makanan.
33