Anda di halaman 1dari 11

Histoplasma capsulatum

Oleh:
 Indra Purwanti
 Isna fitriani
 Justeri Kemala Sari
 Novia Ayu Basari
 Rahmita
 Syahrul
defenisi

Histoplasma capsulatum adalah jamur dimorfik yang terdapat di alam


dalam bentuk miseliumnya (saprofit) dan pada jaringan manusia
sebagai ragi.
Morfologi dan identifikasi
Jamur Histoplasma
capsulatum merupakan jamur yang
bersifat dimorfik bergantung suhu. Pada
suhu 35 – 37oC jamur ini membentuk
koloni ragi sedangkan pada suhu lebih
rendah/suhu kamar (25 – 30oC)
membentuk koloni filamen (kapang)
berwarna coklat tetapi gambarannya
bervariasi. Banyak isolat tumbuh lambat
dan spesimen memerlukan inkubasi
selama 4 - 12 minggu sebelum terbentuk
koloni.   
Siklus Hidup
Fungi ini termasuk fungi dimorfik. Fungi dimorfik adalah fungi
yang dapat memiliki dua bentuk, yaitu kapang dan yeast. Fungi
ini termasuk kedalam Ascomycota parasit yang dapat
menghasilkan spora askus (spora hasil reproduksi seksual). Jamur
ini berkembang biak secara seksual dengan hifa yang bercabang-
cabang ada yang berkembang menjadi askogonium (alat
reproduksi betina) dan anteridium (alat reproduksi jantan), dari
askegonium akan tumbuh saluran untuk menghubungkan
keduanya yang disebut saluran trikogin. Dari saluran inilah inti sel
dari anteridium berpindah ke askogonium dan berpasangan.
Kemudian masuk ke askogonium dan membelah secara mitosis
sambil terus tumbuh cabang yang dibungkus oleh miselium
dimana terdapat 2 inti pada ujung-ujung hifa. Dua inti itu akan
membelah secara meiosis membentuk 8 spora dan disebut spora
askus yang akan menyebar, jika jatuh di tempat yang sesuai maka
akan tumbuh menjadi benang hifa yang baru, demikian
seterusnya
Patogenesis dan patologi
• Inhalasi mikokonidia merupakan stadium awal infeksi manusia. Konidia
mencapai alveoli, bertunas, dan berproliferasi sebagai ragi. Infeksi awal
adalah bronkopneumonia. Ketika lesi paru awal bertambah usianya,
terbentuk sel raksasa disertai dengan pembentukan granuloma dan nekrosis
sentral. Pada saat pertumbuhan spora, sel ragi masuk ke dalam system
retikuloendotelial melalui system limfatik paru dan limfatik hilus.
Penyebaran dengan keterlibatan limfa khas menyertai infeksi paru primer.
Pada hospes normal, respons imun timbul pada sekitar 2 minggu. Lesi paru
awal sembuh dalam 2 sampai 4 bulan tetapi dapat mengalami kalsifikasi
buckshot yang melibatkan paru dan limpa. Tidak seperti tuberkolosis,
reinfeksi dengan H.capsulatum terjadi dan dapat menimbulkan respons
hospes yang berlebihan pada beberapa kasus.
Pengobatan

Pengobatan histoplasmosis dibedakan antara pengobatan pada penderita


imunokompeten non AIDS dan pengobatan pada penderita AIDS. Pada
kelompok non AIDS pengobatan juga dibedakan antara histoplasmosis
diseminata yang mengancam nyawa dan bentuk yang lebih ringan. Pada bentuk
diseminata yang mengancam nyawa pengobatan dimulai dengan pemberian
amfotersin B secara intravena dengan dosis 0,7 – 1 mg/hari tiap hari selama 1 –
2 minggu. Dosis total diberikan sebanyak 2500 mg untuk orang dewasa. Untuk
anak-anak disesuaikan dengan umur dan berat badan. Kemudian diteruskan
dengan itrakonazol 200 – 400 mg/hari sampai paling sedikit 6 bulan. Pada
bentuk yang lebih ringan dapat diberikan itrakonazol 200 – 400 mg selama
paling sedikit 6 bulan. Pada histoplasmosis paru kronik dengan kavitas
diperlukan pengobatan selama lebih dari satu tahun untuk mencegah relaps.
pencegahan
• Hindari tempat yang berkembangnya jamur, terutama daerah yang dipenuhi dari ekskresi
burung dan kelelawar.
• Mengeluarkan atau membersihkan koloni kelelawar atau kandang burung dari gedung
ataupun perumahan.
• Melakukan desinfeksi pada daerah yang mengalami kontaminasi.
• Meminimalisir terbangnya debu yang kemungkinan terkontaminasi dengan spora jamur
dengan cara menyemprotkan dengan air daerah yang berpotensi sebagai sumber penularan
penyakit, seperti kandang ayam sebelum dibersihkan dilakukan penyemprotan dengan air
untuk menghindari terbangnya debu yang mengandung spora jamur.
• Saat bekerja di tempat yang beresiko sebagai tempat penyebaran penyakit, pekrja
hendaknya menggunakan pakaian khusus dan menggunakan masker wajah yang berfungsi
untuk menyaring debu yang masuk saat bernafas, sebaiknya gunakan masker dengan
diameter kurang lebih 1 milimicron.
Asuhan keperawatan
a. Pengkajian

1. Aktivitas/istirahat
     

2. Sirkulasi
     

3. Integritas ego
     

4. Makanan/cairan
     

5. Neurosensori
     

6. Nyeri
7. Pernapasan
b. Diagnosa keperawatan
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas
pembawa oksigen darah.

Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi
trachea bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi
sputum.
Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk
menetap.
Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan
sirkulasi.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi
1. Gangguan pertukaran gas  Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
berhubungan dengan gangguan  Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat
pembawa oksigen darah adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral
   Kaji status mental.
 Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas
dalam dan batuk efektif.
 Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong
master, master venturi.
2. Bersihan jalan nafas tak efektif  Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
berhubungan dengan inflamasi  Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran
trachea bronchial, peningkatan udara dan bunyi nafas
produksi sputum  Ajarkan teknik batuk efektif
 Berikan cairan sesuai kebetuhan
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi
3. Nyeri berhubungan dengan  Tentukan karakteristik nyeri
inflamasi parenkim varul, batuk  Pantau tanda vital
menetap  Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang/berbincangan
 Ajarkan etika batuk
Next..
4. Gangguan perfusi jaringan perifer  Menurunkan ekstremitas dibawah jantung
berhubungan dengan gangguan  Mendorong latihan jalan sedang atau latihan ekstremitas
sirkulasi bertahap
 Mendorong latihan postural aktif (latihan Bueger Allen)

5. Intoleransi aktivitas berhubungan  Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas


dengan ketidakseimbangan antara  Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama
suplai dan kebutuhan oksigen fase akut sesuai indikasi
 Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau
tidur
 Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan

Anda mungkin juga menyukai